KTI NENSY
-
Upload
erwin-christianto -
Category
Documents
-
view
51 -
download
6
description
Transcript of KTI NENSY
POTENSI ANTIHEMOLISIS LARUTAN KACANG KEDELAI (Glycine max) SECARA IN VITRO
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan guna memenuhi sebagian syaratuntuk memperoleh derajat Sarjana Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat
Diajukan Oleh :Nensy Anggrainy
I1A003044
s
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERAN
BANJARBARU
Mei, 2007
vii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah oleh Nensy Anggrainy iniTelah dipertahankan di depan dewan pengujiPada tanggal Mei 2007
Dewan Penguji
dr. Triawanti, M. KesNIP. 132 165 729
Anggota
Dra. Fujiati, MSiNIP. 132092888
dr. EdysonNIP.
dr. A. Husairi, M.AgNIP.
Mengesahkan,Dekan Fakultas Kedokteran
dr. H. Hasyim Fachir, Sp.SNIP. 140 163 465
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan anugerah-Nya pula karya tulis ilmiah yang berjudul POTENSI
ANTIHEMOLISIS LARUTAN KACANG KEDELAI (Glycine max) SECARA
IN VITRO ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan karya tulis ini telah melibatkan bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Orang tuaku tercinta dan kusayangi. Terima kasih atas dukungan doa dan
motivasi yang telah diberikan selama ini.
2. dr. Triawanti, M.Kes dan Dra. Fujiati, MSi selaku pembimbing utama
daan pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan demi kesempurnaan penyusunan KTI ini.
3. dr. Edyson, M.Kes dan dr. A. Husairi, M.Ag selaku penguji yang telah
memberikan kritik, saran dan koreksi yang membantu penyempurnaan
penyusunan KTI ini.
4. Semua pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan dalam
proses penyusunan KTI ini.
Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat dan
memberikan informasi yang berguna bagi kita semua.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................... ii
ABSTRAK .................................................................................................. iii
ABSTRACT................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR................................................................................. v
DAFTAR ISI............................................................................................... vi
DAFTAR TABEL....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. x
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah …………………………………………….. 2
C. Tujuan Penelitian………………………………………………... 3
1. Tujuan Umum............................................................................. 3
2. Tujuan Khusus............................................................................ 3
D. Manfaat Penelitian........................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kacang Kedelai (Glycine max) …………………......................... 4
B. Sel Darah Merah (Eritrosit)……………………………................. 7
C. Hemolisis……………………………………………….................. 9
vii
D. Stres Oksidatif pada Eritrosit ........................................................... 10
III. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 14
IV. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian................................................................... 17
B. Bahan, dan Alat penelitian........................................................... 17
i. Bahan Penelitian...................................................................... 17
ii. Alat Penelitian ....................................................................... 17
C. Variabel Penelitian....................................................................... 17
D. Definisi Operasional..................................................................... 18
E. Prosedur Penelitian....................................................................... 18
F. Teknik Pengumpulan Data........................................................... 20
G. Analisa Data................................................................................. 21
H. Waktu dan Tempat Penelitian…………………………………. 21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 22
VI. PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................... 27
B. Saran.............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Struktur Isoflavon………..............…………................................ 8 2.2 Sumber utama radikal bebas dalam tubuh dan konsekuensi kerusakan karena radikal bebas.................................................. 12
2.3 Mekanisme kacang kedelai sebagai antihemolisis....................... 17
2.4 Kadar NaCl yang menyebabkan 50 % hemolisis (MOF)............ 23
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Prosedur Penelitian
Lampiran 2. Data Absorbansi Hemoglobin dari Pembacaan Spektrofotometer dengan = 500 nm dan Nilai Median Osmotic Fragility (MOF)
vii
Abstrak
POTENSI ANTIHEMOLISIS LARUTAN KACANGKEDELAI (Glycine max) SECARA IN VITRO
Nensy Anggrainy
Kacang kedelai (Glysin max) merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Selain mengandung senyawa isoflavon yang telah diketahui berfungsi sebagai antioksidan, kacang kedelai diduga juga mengandung enzim-enzim yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Pemberian antioksidan yang terkandung dalam kacang kedelai mampu mengikat zat besi dari hemoglobin sehingga mencegah besi dalam mengkatalisis reaksi oksidasi serta menurunkan aktivitas radikal peroksil dan radikal hidroksil. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar NaCl yang menyebabkan 50% hemolisis dengan metode Median Osmotic Fragility. Pada P0, yaitu darah tanpa induksi Pb (hematokrit 50%) sebagai kontrol yang dimasukkan ke dalam larutan salin. Pada P1 darah terlebih dahulu diinkubasikan bersama Pb 2000 ppm selama 30 menit . Hal ini dimaksudkan agar terjadi perubahan pada stabilitas membran eritrosit akibat pajanan Pb, sehingga membran eritrosit menjadi lebih rapuh dan menjadi mudah rusak, disertai meningkatnya fragilitas eritrosit. Sedangkan pada P2, darah dengan induksi Pb ditambahkan larutan kacang kedelai. Dengan pemberian larutan kacang kedelai, diharapkan stres oksidatif yang selanjutnya menyebabkan hemolisis dapat dicegah atau diredam. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan secara in vitro, diketahui kacang kedelai mempunyai potensi antihemolisis dengan MOF sebesar 0.43 ± 0,012247 %, sama dengan darah normal, yaitu 0,43 %.
Kata kunci: Kacang kedelai, isoflavon, antioksidan, hemolisis, stres oksidatif.
vii
ABSTRACT
ANTIHEMOLYTIC POTENCY OF SOYA BEAN (Glycine max) SOLUTION
WITH IN VITRO METHOD
Nensy Anggrainy
Soya bean (Glycine max) is one of the food which consumed in a quite large number by the poeple in all over Indonesia. Beside containing an isoflavon which already known functined as an antioxidant, soya bean is also predicted containingmany enzym which also functioned as an antioxidants. The donation of an antioxidants which is contained in a soya bean are capable to bind zinc from hemoglobin, so that prevents zinc to catalyze an oxidation and also descend the activity of peroxyl radical and hydroxyl radical. By the donation of soya bean, oxidative stres and also hemolysis are expected to be prevented or muted. These research are pointed to measuring the value of NaCl which causing 50 % of hemolysis by the Median Osmotic Fragility method. Based on the result of measuring with in vitro method, soya bean is discovered having an antihemolysis potention by the amount of MOF that is 0.43 ± 0,012247 %, equally to the amount of it in the normal blood that in 0,43 %.
KEYWORDS: Soya bean, isoflavon, antioxidants, hemolysis, oxidative stress.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian tentang radikal bebas akhir-akhir ini semakin banyak dilakukan.
Hal ini disebabkan oleh kaitan radikal bebas terhadap berbagai proses
patofisiologis (1). Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai
elektron tidak berpasangan di orbital terluarnya sehingga radikal bebas bersifat
reaktif. Kereaktifan radikal bebas ini disebabkan kemampuannya menarik elektron
dari atom atau molekul lain yang selanjutnya dapat menyebabkan reaksi berantai
(2). Radikal bebas merupakan senyawa yang menyebabkan stres oksidatif yang
dapat menimbulkan gangguan fungsi biologis seperti homeostasis ion, aktivitas
enzim, integrasi membran, fungsi gen, bahkan kerusakan atau kematian sel (3).
Membran eritrosit merupakan lapisan lipid ganda yang tersusun atas 50%
lipid dan 50% protein. Lipid utama penyusun membran eritrosit adalah fosfolipid
dan kolesterol. Lipid membran tersebut berperan dalam mempertahankan
morfologi dan fluiditas membran eritrosit (4). Membran eritrosit merupakan salah
satu membran sel yang rentan terhadap serangan radikal hidroksil ( OH), yaitu
spesies radikal bebas yang terbentuk dalam rantai respirasi. Apabila radikal bebas
menyerang membran eritrosit, maka fluiditas membran akan terganggu dan dapat
menyebabkan lisis atau kematian sel (5). Eritrosit mempunyai risiko stres
oksidatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan sel lain, dalam hal ini berkaitan
dengan konsentrasi ion besi yang sangat tinggi, yang terjadi sebagian besar
melalui pembentukan ferrylhemoglobin. Sebagian terjadi melalui reaksi Fenton
vii
dari hidrogen peroksida dengan Fe2+ dari hemoglobin, yang menghasilkan oksidan
kuat yaitu radikal hidroksil (6). Walaupun radikal bebas ini sangat toksik terhadap
sel, tubuh mempunyai beberapa sistem proteksi untuk menghambat aktivitas
radikal bebas yang berlebihan. Sistem pertahanan tubuh memproduksi antioksidan
endogen yang mempunyai kemampuan menetralkan radikal bebas. Apabila
radikal bebas yang terbentuk berlebihan, maka tubuh memerlukan bantuan
antioksidan eksogen (7). Salah satu contoh sumber antioksidan eksogen adalah
kacang kedelai. Produk olahan dari kacang kedelai banyak mengandung
isoflavon, saponin, asam fitat, fitosterol, asam fenolat, dan protein kedelai (8).
Kacang kedelai merupakan tumbuhan yang memiliki protein sangat besar
karena memiliki kadar protein 11 kali lebih banyak dari susu, 2 kali lebih banyak
dari daging dan ikan, 1½ kali lebih banyak dari keju, dan yang paling penting
adalah mengandung lecithin. Lecithin akan memperbaiki sistim antioksidan pada
superoksid dismutase (SOD) karena lecithin merupakan komponen struktural pada
SOD. Komposisi kedelai per 100 gram bahan adalah protein 35-45 %, lemak 18-
32 %, karbohidrat 12-30 %, dan air 7 % (14).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yang et al (9), kacang
kedelai mempunyai aktivitas antioksidan yang baik. Hal ini mungkin disebabkan
karena zat-zat fitokimia seperti isoflavon (genistein, daidzein, dan glycitin), yaitu
antioksidan yang dapat mengikat senyawa prooksidan seperti ion ferri dan cuprum
dan menurunkan aktivitas radikal peroksil serta radikal hidroksil. Antioksidan
paling poten dalam isoflavon kedelai adalah genistein,daidzein dan lecithin
(9,10,11).
vii
Adanya antioksidan yang terdapat dalam kacang kedelai secara tidak
langsung dapat menghambat terjadinya hemolisis. Akan tetapi, seberapa besar
potensi antihemolisisnya masih perlu dibuktikan. Sampai saat ini di Kalimantan
Selatan belum banyak dilakukan penelitian mengenai potensi antihemolisis
kacang kedelai, khususnya dengan metode Median Osmotic Fragility, dengan
induksi logam berat Pb. Dalam penelitian ini, calon peneliti mencoba untuk
membuktikan seberapa besar potensi antihemolisis kacang kedelai.
B. Rumusan Masalah
Apakah antioksidan dalam kacang kedelai berpotensi menghambat
terjadi hemolisis?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan membuktikan seberapa besar potensi
antihemolisis pada kacang kedelai.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini untuk mengukur kadar NaCl yang
menyebabkan 50% hemolisis dengan metode Median Osmotic Fragility.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan masyarakat
mengenai manfaat kacang kedelai bagi kesehatan terutama potensi antihemolisis.
Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai landasan bagi penelitian-
penelitian selanjutnya mengenai potensi antihemolisis kacang kedelai.
vii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kacang Kedelai (Glycine max)
Kacang kedelai sebagai salah satu jenis tumbuhan palawija yang banyak
digunakan sebagai bahan pangan dengan klasifikasi sebagai berikut (12) :
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliopsida
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Subfamili : Faboideae
Genus : Glycine
Subgenus : Soya
Species : Glycine Max (L.) Merill
Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (tinggi 70-150 cm),
menyemak, berbulu halus (pubescens), dengan sistem perakaran luas. Tanaman
ini umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah terutama tanah yang
bertekstur ringan hingga sedang, berdrainase baik, peka terhadap kondisi salin.
Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 200 – 250 C, pada suhu yang lebih
tinggi dari 300 C fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (14).
Kegunaan pangan umumnya berkorelasi dengan warna biji. Biji berwarna
hijau dan kuning diproduksi terutama untuk sayuran (biji yang dapat dimakan).
vii
Kultivar berbiji besar warna kuning digunakan untuk membuat tahu. Biji hitam
besar digunakan untuk hidangan pesta, dan biji hitam kecil pipih untuk bumbu
penghias makanan yang difermentasi. Umumnya kultivar berbiji kuning kaya
akan minyak dan rendah protein sedangkan kultivar berbiji hitam kandungan
protein tinggi dan rendah minyak (13).
Kacang kedelai merupakan tumbuhan yang memiliki protein sangat besar
karena memiliki kadar protein 11 kali lebih banyak dari susu, 2 kali lebih banyak
dari daging dan ikan, 1½ kali lebih banyak dari keju, dan yang paling penting
adalah mengandung lecithin. Komposisi kedelai per 100 gram bahan adalah
protein 35-45 %, lemak 18-32 %, karbohidrat 12-30 %, dan air 7 % (14).
Hampir semua penyakit berawal dari oksidator yang bersifat merusak yang
tidak dapat ditanggulangi oleh SOD, katalase, dan GSH. Penambahan lecithin
akan memperbaiki sistem antioksidan pada SOD karena lecithin merupakan
komponen struktural pada SOD. Selain itu, lecithin memiliki kandungan Alfa
karoten, Alfa tokoferol, Alfa tokotrienol, Beta karoten, Beta tokotrienol, retinol
dll, yang merupakan antioksidan untuk menjaga keseimbangan tubuh serta
melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat oksidator yang bersifat merusak
lainnya (14).
Penambahan lecithin sebagai antioksidan akan menjaga tubuh dari
serangan radikal bebas, lecithin akan melapisi membran sel tubuh dari organ-
organ penting seperti otak, jantung, hati, paru-paru, ginjal dan serabut-sarabut
syaraf manusia, juga pada kulit tubuh dengan selaput tipis untuk menjaga dan
mengantisipasi oksidator yang bersifat merusak. Selain sebagai antioksidan zat
vii
pelengkap pada kandungan lecithin kacang kedelai merupakan unsur paling
essensial bagi pembentukan sel serta organ tubuh yang sangat penting, sehingga
akan memberikan manfaat kesehatan (14).
Selain berfungsi sebagai antioksidan, lechithin juga berfungsi sebagai
unsur dasar pembentuk sel-sel tubuh, sumber kolin, sumber inositol,
meningkatkan imunitas dalam tubuh, menanggulangi kolesterol, melindungi
kardiovaskuler, melawan kanker, pada penderita diabetes, pada penderita gagal
ginjal (14).
Ada beberapa senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan telah
berhasil diisolasi dari kedelai (Glycine max L.), salah satunya adalah flavonoid.
Flavonoid adalah senyawa organik bahan alam dan merupakan senyawa polifenol
(senyawa fenolik yang mempunyai lebih dari satu gugus hidroksil). Keluarga
flavonoid terdiri atas flavon, isoflavon, flavonol, flavonon, dan antosianin.
Flavonoid dapat mereduksi radikal bebas, antara lain radikal superosida, alkoksil,
peroksil, dan hidroksil (15)
Mekanisme reaksi antioksidan senyawa ini, adalah (15):
a) Menekan pembentukan radikal bebas dengan cara penghambatan enzim atau
dengan pengelatan ion logam (metal ionic chelating) yang terlibat dalam
produksi radikal bebas.
b) Peredaman radikal bebas (free radicals scavenging).
Flavonoid menghambat enzim yang berperan pada pembentukan anion
superoksida, misalnya: xantin oksidase dan protein kinase C. Selain itu, flavonoid
juga menghambat enzim siklooksigenase, lipoksigenase, monooksigenase
vii
mikrosom, dan NADH oksidase, yang kesemua enzim tersebut terlibat dalam
produksi radikal bebas. Selain sebagai antioksidan, beberapa flavonoid diketahui
mempunyai efek antikanker, antiimflamasi, antiiskemia, dan antitrombotik (15)
Struktur flavonoid secara umum adalah
Gambar 2. 1 Struktur flavonoid (15)
Selain isoflavon, kedelai dan produk-produk kedelai merupakan sumber
berbagai macam senyawa antioksidan yang merupakan golongan dari turunan
asam sinamat, fosfolipida, tokoferol, asam amino dan peptida.(15).
B. Sel Darah Merah (Eritrosit)
Eritrosit tidak mempunyai inti, bersifat cukup fleksibel yang memungkinkan
eritrosit dapat menyesuaikan diri terhadap bentuk ireguler dan garis tengah kapiler
yang kecil. Konsentrasi normal eritrosit dalam darah sekitar 4,5-5 juta/ L pada
wanita dan 5 juta/ L pada pria.Eritrosit yang bersirkulasi mempunyai masa paruh
sekitar 120 hari. Eritrosit matur tidak punya inti dan mitokondria sehingga
mempertahankan aliran energinya dengan glikolisis anaerobik. Eritrosit yang
tidak digunakan dibuang dari sirkulasi oleh sel-sel limpa dan sumsum tulang (16).
vii
BO
HO
O
Men+
HOMen+
OH
OH
Men+
A
C
Eritrosit mengandung sekitar 65% air dan 33% hemoglobin. Eritrosit ini
dikelilingi oleh plasmalema. Plasmalema merupakan membran sel yang terdiri
atas 40% lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid dan sebagainya), 50% protein dan
10% karbohidrat. Komposisi membran sel tersebut memberi bentuk sel seperti
cakram dan struktur yang fleksibel ini, dan mempunyai kemampuan untuk
deformasi sehingga memungkinkan perubahan-perubahan yang pada bentuk sel
bila ia melalui kapiler (17).
Membran sel juga berperanan sebagai barier semipermeabel,
mempertahankan perbedaan konsentrasi natrium dan kalium antara plasma dan
bagian dalam sel dan mempertahankan sistem transpor aktif untuk bekerja
memindahkan terhadap selisih konsentrasi. Setengah dari protein merentangi lapis
ganda lipid dan dikenal sebagai protein membran integral. Beberapa protein
perifer berhubungan dengan permukaan dalam membran eritrosit. Protein
membran ini kelihatannya berfungsi sebagai kerangka membran yang menentukan
bentuk eritrosit. Protein membran ini juga yang memungkinkan fleksibilitas dari
membran yang diperlukan bagi perubahan bentuk yang besar, yang terjadi bila
eritrosit harus melalui kapiler (16).
Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut hemoglobin dan seterusnya
mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Fungsi eritrosit lainnya adalah
sebagai katalis reaksi antara karbon dioksida dan air, untuk meningkatkan
kecepatan rekasi bolak-balik ini beberapa ribu kali lipat. Selanjutnya mengangkut
air dalam sel darah merah yang bereaksi dengan karbon dioksida dari jaringan ke
vii
paru-paru dalam bentuk ion bikarbonat (HC03-). Eritrosit mampu mengkonsentrasi
hemoglobin dalam cairan sel sekitar 34 gram/dl sel (18).
C. Hemolisis
Eritrosit dihantarkan dari sunsum tulang belakang masuk ke dalam
sirkulasi dengan waktu rata-rata selama 120 hari hari sebelum rusak. Eritrosit
mempunyai enzim sitoplasmik yang mampu mengadakan metabolisme glukosa
dan membentuk sedikit adenosin trifosfat, sedikit bentuk nikotamid adenin
trifosfat dinukleotida fosfat (NADPH). Fungsi NADPH di dalam eritrosit adalah
1. mempertahankan kelenturan membran, 2. mempertahankan pengangkutan ion-
ion melalui membran, 3. mempertahankan besi hemoglobin sel agar tetap dalam
fero, 4. mencegah oksidasi protein dalam eritrosit (18).
Eritrosit ini makin lama makin kurang aktif dan menjadi semakin rapuh,
diduga karena proses kehidupannya sudah selesai. Begitu membran sel menjadi
rapuh, maka sel bisa robek sewaktu melewati tempat-tempat sempit dalam
sirkulasi (18).
Membran eritrosit lebih cepat menjadi rapuh sebelum waktunya secara
normal. Jika dalam keadaan patogenesis keadaan ini disebut dengan hemolisis
yaitu peristiwa pecahnya membran eritrosit. Hemolisis ini dapat terjadi pada
berbagai keadaan, misalnya thalasemia, sickle cell, infeksi Plasmodium,
penggunaan antiepileptik, logam berat, dan lain-lain. Hemolisis dan eritropoesis
inefektif , mengharuskan tubuh membuang hemoglobin yang dilepaskan oleh sel
yang rusak dan mengganti atau memperbaiki kapasitas angkut oksigen untuk
mencegah atau memperbaiki anemia. Diagnosis hemolisis dapat ditegakkan
vii
apabila dapat dibuktikan adanya penurunan umur eritrosit dan peningkatan
sintesis serat dekstruksi hemoglobin (18).
Hemolisis dapat juga disebabkan terganggunya keseimbangan osmotik
eritrosit yang diukur dengan fragilitas eritrosit. Fragilitas eritrosit dapat berubah
oleh karena peroksidasi lipid pada membran eritrosit. Secara normal, eritrosit
terpajan oleh ROS yang disebabkan oleh hemoglobin dan produk oksidatifnya.
Keadaan ini dapat memicu pembentukan lipid peroksida, yang selanjutnya dapat
mengubah struktur membran dan meningkatkan fluiditas osmotik. Selain itu, juga
menyebabkan disfungsi sel sehingga fluiditas sel menurun. Perubahan-perubahan
tersebut dapat menyebabkan hemolisis (20).
Selain produksi senyawa oksigen reaktif (ROS) oleh reaksi Fenton, auto-
oksidasi logam berat redoks-aktif juga dapat menyebabkan kerusakan seluler (22),
diantaranya eritrosit. Arsen (As) dan timbal (Pb) merupakan contoh logan berat
yang dapat menginduksi terjadinya hemolisis (19,20). Dalam proses ini terjadi
denaturasi hemoglobin dan oksidasi membran eritrosit. Oksihemoglobin
dioksidasi menjadi methemoglobin (metHb) dan diikuti oleh pembentukan
hemichrome yang akan mengalami disosiasi menjadi heme (hematin atau hemin)
dan presipitat protein globin (Heinz body). Proses hemolisis ini ditingkatkan oleh
senyawa yang menghasilkan ROS dan diinhibisi oleh proses antioksidan (20).
D. Stress Oksidatif pada Eritrosit
Stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan radikal bebas dengan
antioksidan. Keadaan ini bisa terjadi jika senyawa radikal atau senyawa oksidan
lain menyerang molekul maupun struktur fungsional biologis tubuh dan gagal
vii
Transisi logam Fe2+, Cu+
dinetralisir sistem antioksidan. Stres oksidatif dapat mengenai berbagai jenis
molekul tubuh seperti membran, reseptor, saluran dan pompa ion, gen serta
molekul fungsional seperti enzim dan molekul struktural (3).
Banyak radikal sangat reaktif dan dapat menyediakan satu elektron ke
atau mengikat satu elektron dari molekul lainnya, sehingga dapat bertindak
sebagai oksidan atau reduktan. Radikal bebas yang paling utama pada banyak
penyakit adalah derivat oksigen, terutama superoksida dan radikal hidroksil.
Pembentukan radikal di dalam tubuh terjadi melalui beberapa mekanisme yang
menyertakan faktor endogen dan faktor lingkungan (gambar 2.2) (21).
Sumber endogen Produksi radikal bebas Sumber lingkungan
Kebocoran mitokondrial
Respirasi
Reaksi enzimatik
Reaksi auto-oksidasi
Gambar 2. 2 Sumber utama radikal bebas dalam tubuh dan konsekuensi
kerusakan karena radikal bebas (21)
vii
O2- , H2O2
Asap rokok Polutan Sinar UV Radiasi ionisasi Xenobiotik
OH -
Modifikasi DNAPeroksidasi lipid Kerusakan protein
Kerusakan jaringan
Produk metabolisme oksigen seperti radikal superoksid, radikal
hidroksil, hidrogen peroksida dan lipid peroksida dibentuk oleh auto-oksidasi
selama reperfusi, transformasi adenosin monofosfat ke asam urat dan produk
katabolik lain di dalam kondisi-kondisi hipoksik. Radikal oksigen bebas
menyebabkan kerusakan membran dan organel sel yang ireversibel dengan
meningkatnya peroksidasi lipid (22). Partikel atau membran lipoprotein secara
karakteristik mengalami proses peroksidasi lipid, kemudian menimbulkan
berbagai produk yang mencakup aldehid rantai pendek seperti malondialdehid
atau 4-hidroksinonenal, alkana, alkena, diena terkonjugasi, berbagai hidroksida
dan hidroperoksida. Banyak dari produk ini dapat diukur sebagai marker
peroksidasi lipid (21).
Pada mamalia, eritrosit berperan dalam sistem distribusi O2, yang
menggunakan hemoglobin untuk mendistribusikan O2 ke sel. Tidak hanya itu,
eritrosit juga mempunyai fungsi penting tambahan, yakni membersihkan ROS.
Eritrosit dapat menangkap radikal O2 seperti halnya H2O2 dalam plasma, untuk
melindungi organisme dari kerusakan. Hal ini membuat eritrosit peka terhadap
kerusakan yang disebabkan oleh ROS. Di samping itu, membawa O2 konsentrasi
tinggi dan pro-oksidan potensial protein heme tingkat tinggi di dalam membran
yang kaya akan asam lemak tak jenuh rantai panjang menyebabkan permasalahan
tambahan. Eritrosit terpapar auto-oksidasi hemoglobin yang berlangsung konstan
dan terus-menerus;kira-kira 3% hemoglobin mengalami oksidasi menjadi
methemoglobin (metHb) setiap hari. Lebih dari itu eritrosit juga terpapar stress
fisik yang berulang hingga mengalami deformasi. Selain itu, eritrosit juga
vii
mempunyai aktivitas metabolik yang rendah dengan tidak adanya kemampuan
untuk mensintesis protein atau lipid baru untuk menggantikan molekul yang rusak
(23).
Berkaitan dengan konsentrasi ion besi yang sangat tinggi, eritrosit
mempunyai resiko stres oksidatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan sel lain,
sebagian besar melalui pembentukan ferrylhemoglobin, sedangkan yang lain
melalui reaksi Fenton (Fe2+ + H2O2 Fe3+ + OH + OH-) dari hidrogen
peroksida dengan Fe2+ dari hemoglobin, yang menhasilkan oksidan yang kuat
yaitu radikal hidroksil (6). Reaksi ini dapat terjadi in vivo, tetapi situasi diperumit
oleh fakta bahwa superoksida (sumber utama hidrogen peroksida in vivo) akan
secara normal juga hadir. Superoksida dan hidrogen peroksida dapat bereaksi
bersama-sama secara langsung untuk menghasilkan radikal hidroksil. Jika transisi
ion logam terjadi, maka suatu rentetan reaksi yang dapat berjalan dengan sangat
cepat tidak dapat dihindari (21) :
Fe3+ + O2 Fe2
+ + O2....................................................................................... (1)
Fe2++H2O2 Fe3
+ + OH ................................................................................ (2)
Hasil akhir:
O2- + H2O2 OH- + OH + O2....................................................................... (3)
Hasil akhir dari rentetan reaksi di atas dikenal sebagai reaksi Haber-Weiss (21).
Ion logam berat mempunyai peranan penting dalam banyak proses
fisiologis. Beberapa ion diperlukan untuk metabolisme, pertumbunhan dan
perkembangan. Akan tetapi, kelebihan ion-ion vital tersebut atau ion-ion non-
nutrisional dapat mendorong ke arah kerusakan selular (24).
vii
BAB III
LANDASAN TEORI
Landasan Teori
Eritrosit berperan dalam sistem distribusi O2, yang menggunakan
hemoglobin untuk mendistribusikan O2 ke sel di dalam tubuh manusia.Selain itu,
eritrosit juga mempunyai fungsi penting tambahan, yakni membersihkan ROS.
Eritrosit dapat menangkap radikal O2 seperti halnya H2O2 dalam plasma, untuk
melindungi organisme dari kerusakan. Hal ini membuat eritrosit peka terhadap
kerusakan yang disebabkan oleh ROS.
Berkaitan dengan konsentrasi ion besi yang sangat tinggi, eritrosit
mempunyai resiko stres oksidatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan sel lain,
sebagian besar melalui pembentukan ferrylhemoglobin. Sebagian lagi melalui
reaksi Fenton (Fe2+ + H2O2 Fe3+ + OH + OH-) dari hidrogen peroksida dengan
Fe2+ dari hemoglobin, yang menghasilkan oksidan yang kuat yaitu radikal
hidroksil
Selain produksi ROS oleh reaksi Fenton, auto-oksidasi logam berat
redoks-aktif juga dapat menyebabkan kerusakan seluler, seperti eritrosit (22).
Arsen (As) dan timbal (Pb) merupakan contoh logan berat yang dapat
menginduksi terjadinya hemolisis (19,20). Dalam proses ini terjadi denaturasi
hemoglobin dan oksidasi membran eritrosit. Oksihemoglobin dioksidasi menjadi
methemoglobin (metHb) dan diikuti oleh pembentukan hemichrome yang akan
mengalami disosiasi menjadi heme (hematin atau hemin) dan presipitat protein
vii
globin (Heinz body). Proses hemolisis ini ditingkatkan oleh senyawa yang
menghasilkan ROS dan diinhibisi oleh proses antioksidan (20). Pb juga dapat
menyebabkan reaksi penataan ulang atau deformasi struktur kimia penyususn
membran sel sehingga fluiditas dan permeabilitas membran sel terganggu (24,25).
Salah satu bahan makanan yang memiliki potensi antioksidan adalah
kacang kedelai karena mengandung senyawa isoflavon yang telah diketahui dapat
berfungsi sebagai antioksidan Pemberian antioksidan yang terkandung dalam
kacang kedelai mampu mengikat zat besi dari hemoglobin sehingga mencegah
besi dalam mengkatalisis reaksi oksidasi serta menurunkan aktivitas radikal
peroksil dan radikal hidroksil (10,26). Dengan pemberian kacang kedelai,
diharapkan stres oksidatif dan selanjutnya hemolisis dapat dicegah atau diredam.
vii
Skema dari kerangka pemikiran di atas dapat dilihat pada skema berikut:
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Landasan Teori
Keterangan: Menghambat
vii
Radikal bebas
Stres oksidatif pada eritrosit
Hemolisis
Antioksidan
Eksogen Endogen
Induksi zat toksik:logam
berat,dll
Kacang Kedelai
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif.
B. Bahan Alat dan Penelitian
1. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan yaitu kacang kedelai dan darah (eritrosit) segar.
Sementara itu bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain aquadest,
Pb(CH3COO)2, EDTA, larutan salin (NaCl 1%) dan larutan PBS pH 7,4
2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik (Chyo MP-
3000®), blender (Nasional®), penangas air, mesin sentrifuge (Centurion®),tabung
sentrifugasi, spektrofotometer (Genesy 20®), mikropipet (Clinipet®) dan peralatan
gelas (Pyrex®).
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah pemberian larutan kacang kedelai dengan
konsentrasi 10 % dan potensi antihemolisis kacang kedelai.
Variabel pengganggu antara lain:
a. Standarisasi alat dikendalikan dengan kalibrasi pada alat yang digunakan
vii
b. Keadaan tanaman dikendalikan oleh varietas kacang kedelai, suhu ruangan
tempat penyimpanan kacang kedelai.
c. Keadaan bahan (darah), dikendalikan dengan menggunakan darah segar dari
orang normal/sehat.
D. Definisi Operasional Variabel
1. Larutan kacang kedelai 10% berupa kacang kedelai yang dihaluskan dan
dilarutkan dengan aquades hingga mencapai konsentrasi 10 %.
2. Potensi antihemolisis kacang kedelai adalah kemampuan kacang kedelai untuk
mencegah/mengurangi terjadinya hemolisis eritrosit yang diinduksi timbal (Pb),
yang diukur dengan menggunakan parameter Median Osmotic Fragility,
dengan indikator konsentrasi NaCl yang menyebabkan 50 % hemolisis.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap pembuatan larutan uji dan
tahap uji antihemolisis dengan metode Median Osmotic Fragility.
Tahap Pembuatan Larutan Uji
Kacang kedelai diperoleh dari pasar di Banjarmasin dengan kriteria segar
dan fisiknya bagus, seperti konsistensinya padat dan tidak lembek. Kacang
kedelai kemudian dihaluskan dengan diblender. Setelah halus, 10 gram kacang
kedelai masing-masing dilarutkan ke dalam 100 ml aqudest, kemudian disaring.
Dari proses tersebut, didapatkan larutan kacang kedelai dengan konsentrasi 10 %.
vii
Uji Potensi Antihemolisis
Pada pengujian antihemolisis digunakan 3 kelompok perlakuan, pada
P2 diulang sebanyak 9 kali.
P0 = kelompok kontrol (darah)
P1 = darah + Pb 2000 ppm
P2=darah + Pb 2000 ppm + larutan kacang kedelai
Uji antihemolisis pada penelitian ini, Pb 2000 ppm diinduksikan ke dalam darah.
Setelah itu, diinkubasi pada 37oC di atas waterbath selama 30 menit. Hemolisis
diukur dengan menggunakan parameter Median osmotic Fragility (MOF), yakni
konsentrasi NaCl yang menyebabkan 50% hemolisis.
Prosedur kerja. Mula-mula disiapkan 11 set tabung sentrifuge pada rak dan
diberi nomor 1-13 untuk P0, P1, dan P2(1)-P2(9). Lalu ke dalam tabung nomor 1-
12 diisi 5 ml larutan garam salin untuk fragilitas eritrosit dengan kadar berbeda-
beda seperti pada tabel 2. tabung ke-13 diisi 5 ml aquadest. Tambahkan 0,05 ml
darah (telah diberi koagulan EDTA) untuk tabung-tabung P0, darah-Pb untuk
tabung-tabung P1, serta darah-Pb-sampel untuk tabung-tabung P2. larutan ini
telah mengalami pengenceran 1 %. Tabung dibolak-balikan untuk mencampur
larutan, kemudian diamkan pada suhu kamar selama paling sedikit 30 menit.
Kemudian tabung-tabung tersebut disentrifugasi, kemudian diambil
supernatannya, lalu dibaca dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang
500 nm. Terjadinya hemolisis dicatat sesuai kadar NaCl (dengan menggunakan
tabung ke-13 sebagai 100 % lisis). Terjadinya lisis ini dinilai dalam persentase,
kemudian dibuat kurva fragilitas yang menunjukkan hubungan antara kadar NaCl
vii
dan persentase hemolisis. Kurva didapatkan dari darah plasma dibandingkan
dengan darah normal. Gambar juga digunakan untuk mengetahui berapa kadar
NaCl yang menyebabkan 50 % hemolisis, yang disebut dengan fragilitas sel rata-
rata (MCF = Median Corpuscular Fragility).
Tabel 1.1. Kadar larutan salin (NaCl)
Tabung NaCl 1 % Aquadest PBS pH 7,4 Kadar (%)1 85 14 1 ml 852 70 29 1 ml 703 65 34 1 ml 654 60 39 1 ml 605 55 44 1 ml 556 50 49 1 ml 507 45 54 1 ml 458 40 59 1 ml 409 35 64 1 ml 3510 30 69 1 ml 3011 20 79 1 ml 2012 10 89 1 ml 1013 0 99 1 ml 0
F. Cara Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data hemolisis dari hasil pembacaan absorbansi spektrofotometer disusun
dalam bentuk tabel, lalu dianalisis dengan kurva fragilitas yang menunjukkan
hubungan antara kadar NaCl dan persentase hemolisis. Kadar NaCl ditentukan
dengan rumus: x 100 %
Keterangan :
An = nilai absorbansi dari tabung nomor 1-13 dari deret NaCl dalam berbagai
konsentrasi
vii
A13 = nilai absorbansi dari tabung nomor 13 dengan kadar NaCl 0 % dan
hemolisis dianggap 100 %.
Kemudian dari hasil ini dibandingkan antara kadar NaCl P0, P1, dan rata-rata P2
yang menyebabkan 50 % hemolisis, yang disebut dengan fragilitas sel rata-rata
(MCF = Median Corpuscular Fragility).
G. Analisa Data
Data dianalisis dengan cara membuat kurva fragilitas yang menunjukkan
hubungan antara kadar NaCl dan persentase hemolisis, dengan garis x adalah
kadar NaCl dalam % dan garis y adalah % hemolisis. Kurva dibuat dengan
bantuan program komputer Microsoft Excel 2000. Kadar NaCl adalah titik pada
garis x yang berpotongan dengan garis 50 % hemolisis pada kurva fragilitas.
G. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Fakultas
Kedokteran UNLAM.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2007.
vii
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fragilitas osmotik eritrosit dinyatakan dalam konsentrasi larutan salin
yang menyebabkan hemolisis (27). Fragilitas osmotik eritrosit dapat digunakan
untuk mengukur kekuatan membran eritrosit dalam menjaga keseimbangan
osmotiknya. Jika keseimbangan osmotik eritrosit terganggu karena adanya agen
yang dapat merusak membran, maka dapat terjadi hemolisis (28). Tes fragilitas
osmotik pada dasarnya menyatakan rasio luas permukaan dan volume eritrosit.
Kerusakan membran eritrosit sendiri diukur dengan menilai absorbansi
hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang lisis.
Berdasarkan penelitian dengan parameter Median Osmotic Fragility
(MOF) ini didapatkan hasil bahwa kadar NaCl yang menyebabkan 50 % hemolisis
pada P0 adalah 0,43 %; P1 adalah 0,44 %; dan P2 adalah 0,43 ± 0,012247 %.
Hemolisis terjadi karena eritrosit dimasukkan ke dalam larutan hipotonik, yaitu
larutan salin (NaCl) dengan konsentrasi < 0,9 % (Tabel 1.1).
Pada P0, yaitu darah tanpa induksi Pb (hematokrit 50%) sebagai kontrol
yang dimasukkan ke dalam larutan salin, terjadi 50 % hemolisis dalam larutan
NaCl dengan konsentrasi 0,43 %. Lain halnya dengan P0, pada P1 darah terlebih
dahulu diinkubasikan bersama Pb 2000 ppm selama 30 menit. Hal ini
dimaksudkan agar terjadi perubahan pada stabilitas membran eritrosit akibat
pajanan Pb, sehingga membran eritrosit menjadi lebih rapuh dan menjadi mudah
vii
rusak, disertai meningkatnya fragilitas eritrosit (29,30). Akibatnya, 50 %
hemolisis terjadi dalam larutan NaCl dengan konsentrasi yang lebih tinggi, yaitu
0,44 %.
Kadar NaCl yang menyebabkan 50 % hemolisis jika digambarkan dalam
diagram batang akan memberikan gambaran seperti pada Gambar 2.4. :
Gambar 2.4. Kadar NaCl yang Menyebabkan 50 % Hemolisis (MOF)
Keterangan : P0= 0.05 ml darah (kontrol) dalam 5 ml larutan NaCl; P1= 0.05 ml darah + Pb 2000 ppm dalam 5 ml larutan NaCl; P2= 0.05 ml darah + Pb 2000 ppm + 0.05 larutan kacang kedelai 10 % dalam 5 ml larutan NaCl .
Pb digunakan sebagai zat yang dapat menyebabkan hemolisis karena Pb
dapat berikatan dengan protein penyusun membran sel sehingga terjadi denaturasi
protein. Pb juga dapat menyebabkan reaksi penataan ulang atau deformasi struktur
kimia penyusun membran sel. Hal ini menyebabkan fluiditas, permeabilitas, dan
integritas membran sel terganggu, sehingga akhirnya terjadi hemolisis (19,31).
vii
Selain mengubah struktur membran sel, Pb juga berpotensi menyebabkan
stres oksidatif. Dalam tubuh, Pb dapat menyebabkan peroksidasi lipid dan stres
oksidatif pada hati, ginjal, otak, dan eritrosit. Terjadinya hemolisis karena
peningkatan Pb pada eritrosit dihubungkan dengan peroksidasi membran eritrosit.
Telah dilaporkan bahwa Pb menstimulasi peroksidasi lipid yang tergantung besi
(iron-dependent lipoperoxidation) pada membran, selain itu juga melibatkan
senyawa oksigen reaktif yang merusak dalam fisiopatologi plumbism (keracunan
timbal). Ion Pb tersebut secara langsung juga mempercepat auto-oksidasi
oksihemoglobin (oksiHb) menjadi methemoglobin (metHb) serta menonaktifkan
beberapa enzim tiol (32,33,34).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chen et al terhadap sel karsinoma
hepatoselular manusia, diketahui bahwa pemberian Pb menurunkan viabilitas sel
dan meningkatkan peroksidasi lipid. Peroksidasi fosfolipid membran sel hepatik
dan akumulasi lipid peroksida pada akhirnya akan mengubah fluiditas membran
dan akibatnya mengganggu fungsi membran. Penambahan katekin teh, yaitu salah
satu polifenolat dari flavonoid dapat meningkatkan viabilitas sel dan melawan
efek Pb dalam menimbulkan stres oksidatif. Hal ini dihubungkan dengan
kemampuan katekin untuk meredam radikal bebas dan mengkelat ion logam (31).
Berdasarkan penelitian tersebut, diduga isoflavon juga mampu melindungi
eritrosit seperti halnya katekin terhadap sel karsinoma hepatoselular.
Pada eritrosit dan beberapa jaringan, enzim glutathion peroksidase yang
mengandung selenium (Se) mengkatalisis penguraian H2O2 dan hidroperoksida
lipid oleh glutathion (GSH) sehingga lipid membran sel menjadi aman dan
vii
oksidasi Hb menjadi metHb dapat dicegah (35). Namun jika produksi radikal
bebas dan kelebihan prooksidan tidak mampu dihambat oleh pertahanan
antioksidan, maka akan terjadi keadaan stres oksidatif (3,21,35). Jika stres
oksidatif terjadi pada membran eritrosit, H2O2 dan radikal oksigen lainnya dapat
menyebabkan oksidasi gugus SH dan protein, peroksidasi lipid pada membran
eritrosit yang seterusnya akan lisis, serta menyebabkan terbentuknya Hb
teroksidasi dan protein yang mengalami presipitasi di dalam eritrosit, membentuk
Heinz bodies (35).
Asam lemak tak jenuh di dalam membran sel dapat dioksidasi oleh
senyawa oksigen reaktif. Oksidasi ini menyebabkan kerusakan rantai asam lemak
dan membahayakan integritas membran (36). Dengan penambahan larutan kacang
kedelai pada P2, kerusakan lebih lanjut dari membran eritrosit dapat dicegah dan
terjadinya hemolisis pun dapat dihambat hingga mencapai kadar NaCl 0,43 ±
0,012247 %. Penghambatan ini terjadi melalui mekanisme antioksidan oleh zat
yang terkandung dalam larutan kacang kedelai atau karena kemampuannya
meningkatkan fluiditas membran (40).
Penurunan fragilitas osmotik ini menunjukkan bahwa larutan kacang
kedelai mampu membuat eritrosit menjadi lebih resisten terhadap stres fisik ketika
dilarutkan ke dalam larutan hipotonik, disertai peningkatan fluiditas membran.
Fluiditas membran penting didalam menjaga stabilitas eritrosit. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan fluiditas membran karena
pemberian tokoferol mampu membuat eritrosit resisten terhadap kondisi
hipotonik. Hal ini menyatakan bahwa adanya peningkatan kecil dari fluiditas
vii
membran mungkin mempunyai efek yang menguntungkan pada stabilitas eritrosit
(28). Diduga, zat-zat yang terkandung dalam larutan kacang kedelai melindungi
membran eritrosit sebagai penstabil membran dengan mekanisme yang sama.
Adapun mekanisme penghambatan kerusakan membran diduga terjadi
karena adanya protein kedelai dalam kacang kedelai yang mengandung molekul
bioaktif yang disebut fitoestrogen atau isoflavon (37). Isoflavon merupakan salah
satu komponen fitokimia polifenolat dari flavonoid, selain flavon, (iso)flavanon,
katekin, dan chalcones (38,39).
Flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat in vitro, sehingga
mampu meredam banyak oksigen reaktif seperti superoksid, radikal hidroksil,
radikal peroksil; nitrogen (asam peroksinitrus), dan senyawa klorin (asam
hipoklorus). Flavonoid juga dapat mengkelat ion logam, sehingga mampu
mengurangi aktivitas prooksidan ion logam (40,41).
Bertolak belakang dengan hal di atas, menurut López et al status
antioksidan total plasma pada pemberian isoflavon kedelai tidak sebaik pada
pemberian protein kedelai. Mungkin ada zat lain yang bersifat antioksidan dalam
protein kedelai selain isoflavon. Aktivitas antioksidan protein kedelai juga
dihubungkan dengan kemampuan mengkelat ion oleh quercetin (42). Oleh sebab
itu, diperlukan beberapa penelitian lebih lanjut mengenai larutan kacang kedelai
dan zat-zat yang terkandung di dalamnya, serta mekanisme kerjanya dalam
melindungi sel, termasuk eritrosit.
vii
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa secara in
vitro larutan kacang kedelai mempunyai potensi antihemolisis dengan MOF
sebesar 0.43 ± 0,012247 %, sama dengan darah normal, yaitu 0,43 %.
B . Saran
Sebaiknya perlu dilakukan beberapa penelitian lebih lanjut mengenai zat-
zat lain yang bersifat antioksidan dalam protein kedelai selain isoflavon. Selain
itu, perlu juga dilakukan penelitian lanjutan tentang aktivitas antioksidan protein
kedelai yang dihubungkan dengan kemampuan mengkelat ion logam oleh
quercetin.
vii
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhartono E, Fujiati. Aktivitas Reactive Oxygen Species (ROS) tikus sprangue dawley yang diiradiasi sinar unltraviolet. Tinjauan terhadap aktivitas katalase dan kadar hemoglobin setelah pemberian kombinasi vitamin C dan E sebagai antioksidan. Berkala Kedokteran Lambung Mangkurat 2002;2(1):7-11
2. Halliwel B, Guteridge JMC. Free Radical in Biology and Medicine. 2nd Ed. Oxford University, New York, 1999
3. Harjanto. Stres oksidatif pada latihan olahraga. Maj Kedokt Indon. 2003;53(3):123-8
4. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia harper edisi 25.Tanpa tahun. Terjemahan oleh Arief Furchan. Jakarta. EGC, 2003.
5. Suhartono E, Fujiati, Panghiyangan R. Pengaruh vitamin C terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus wistar galur Sprangue Dawley yang dipajan sinar ultraviolet. Jurnal Kedokteran Yarsi 2004;12(1):42-5
6. Tavazzi B, Amorini AM, Fazzina G, Pierro DD, Tuttobene M, Giardina B, et al. Oxidative stress induces impairment of human erythrocyte energy metabolism through the oxygen radical-mediated direct activation of AMP-deaminase. J. Biol.Chem.2001;276(51):48083-92
7. Wirya IW. Pemberian suplemen kompleks antioksidan pada pelari sprint 200 meter untuk menurunkan kadar laktat darah. Maj Kedokt Indon 2002;52(1):7-10
8. Lin CY, Tsai ZY, Cheng IC, Lin SH. Effect of fermented soy milk on the liver lipids under oxidative stress. World J Gastroenterol 2005;11(46):7355-58
9. Miladiyah I. Isoflavon kedelai sebagai alternatif terapi sulih hormon (TSH). Jurnal Kedokteran Yarsi 2004;12(3):94-9
10. Agus ZAN. Stress oksidatif dan penyakit degeneratif: Suatu tinjauan biokimia. Jurnal Kedokteran Yarsi 2002;10(3):69-73
11. Risnawati A, Cornelis A. Peranan nilai biologik tempe bosok pada tikus strain WistarI. Cermin Dunia Kedokteran 1996;3:16
12. Anonymous.Soybean. Wekipedia 2005;(online), (http://en.wekipedia.org.), diakses 20 Mei 2006
13. Rubatzky, VE. Sayuran Dunia Prinsip, Produksi dan Gizi. Bandung: ITB Bandung;1999
vii
14. Anonymous. Manfaat dan kandungan kacang kedelai. PT. Natural Nusantara Indonesia 2005; (online), ( http://www.Naturalnusantara.co.id .), diakses tanggal 28 september 2006
15. Suhartono E. 2001. Peredaman Aktivitas Radikal Bebas melalui Antioksidan.Disampaikan pada Makalah Seminar Ilmiah Radikal Bebas dan Patogenesis Penyakit serta Peranan Antioksidan dalam Meningkatkan Kesehatan untuk Menuju Indonesia Sehat. Banjarbaru, 27 Oktober 2001.
16. Jungueira, LC and Jose C. Sel-Sel Darah dalam Histologi Dasar Edisi 3. Tanpa tahun. Terjemahan oleh Girindra A. Jakarta. EGC, 1995
17. Baron, DN. Patologi Klinik Bab Hemopoetik. Tanpa tahun. Terjemahan oleh Huda N. Jakarta. EGC, 1998
18. Guyton&Hall. Fisiologi Kedokteran. Tanpa tahun. Terjemahan oleh Ary D. Jakarta. EGC, 1997
19. Paramita D, Mayasari DI, Ramadhan E, Yunanto KA, Suhartono E, Setiawan B. Aktivitas antioksida enzimatik dan potensi antihemolisis Urang-aring (Eclipta alba). Berkala Kedokteran 2005;4(1):77-82
20. Winski SL, Barber DS, Rael LT, Carter D E. Sequence of Toxic Events in Arsine-Induced Hemolysis in Vitro:Implications for the Mechanism of Toxicity in Human Erythrocytes. Fundam. Appl. Toxicol 1997;38:123-8
21. Young IS, Woodside JV. Antioxidant in health and Disease. J Clin Pathol 2001;54:176-86
22. Memmedoglu AB, Ozaydin A, Seckin I, Sultuybek G. Oxidative damage in erythrocytes during cold storage with organ preservation solution. Tr. J. Of Medical Sciences 1999;29:611-6.
23. Stuhlmeier KM, Kao J J, Wallbrandt P. Antioxidant protein 2 prevents methemoglobin fornation in erythrocyte hemolysates. Eur. J. Biochem. 2003;270:334-41
24. Jonak C, Nakagami H, Hirt H. Heavy Metal Stress. Activation of distinct mitogen-activated protein kinase pathways by copper and cadmium. Plant Physiol 2004;136:3276-83
25. Bratosin D, Estaquier J, Petit F. Programmed cell death immature erythrocytes: amodel for investigating death effector pathways operating in tha absence of mitochondria. Cell Death and Differentiation 2001;8:1143-56
26. Ridwan E. Tempe mampu menghambat proses ketuaan. Cermin Dunia Kedokteran 1997; 120:16
27. Kumar S. An analogy for explaining erythrocyte fragility: concepts made easy. Advan Physiol Educ 2002;26:134-5
vii
28. Tsuchiya M, Asada A, Kasahara E, Sato EF, Shindo M, Inoue M. Antioxidant protection of propofol and its recycling in erythrocyte membranes. Am J Respir Crit Care Med 2002;165:54–60.
29. Roestijawati N. Hematotoksisitas timah hitam (Pb) pada pekerja terpajan Pb. Jurnal Kedokteran Yarsi 2003;11(1):81-7.
30. Saryono, Widiastuti R, Arjadi F. Fragilitas eritrosit dan kadar vitamin E plasma pada manusia usia lanjut (Manula) di daerah dataran tinggi Guci, Tegal. Mandala of Health 2005;1(1):11-20.
31. Chen L, Yang X, Jiao H, Zhao B. Tea catechins protect againts lead- induced cytotoxicity, lipid peroxidation, and membrane fluidity in HepG2 cells. Toxicological sciences 2002; 69;149-56
32 Agorodna O. Lead: Detection, absorption, oxidative effect, and antioxidant treatment in human organism. Free Radicals in Biology and Medicine 2005;77:222-32
33. Lee DH, Lim JS, Song K, Boo Y,. Jacobs Jr. DR. Graded associations of blood lead and urinary cadmium concentrations with oxidative-stress related markers in the U.S. population: Results from the third national health and nutrition examination survey. Environ Health Perspect 2006;114:350–4.
34. Costa CA, Trivelato GC, Pinto AMP, Bechara EJH. Correlation between plasma 5-aminolevulinic acid concentrations and indicators of oxidative stress in lead-exposed workers. Clinical Chemistry 1997;43(7):1196–202.
35. Lautan J. Radikal bebas pada eritrosit dan lekosit. Cermin Dunia Kedokteran 1997;116:49-52.
36. Peng IW, Kuo SM. Flavonoid structure affects the inhibition of lipid peroxidation in caco-2 intestinal cells at physiological concentrations. J. Nutr. 2003;133:2184–7.
37. Sacks FM, Lichtenstein A, Van Horn L, Harris W, Kris-Etherton P, Winston M. Soy protein, isoflavones, and cardiovascular health : an american heart association science advisory for professionals from the nutrition committee. Circulation. 2006;113:1034-44.
38. Tamura M. Effects of intestinal flora on the metabolism and absorption of isoflavones. JARQ 2006; 40(1):45-50.
39. Sanderson JT, Hordijk J, Denison MS, Springsteel MF, Nantz MH, van den Berg M. Induction and inhibition of aromatase (cyp19) activity by natural and synthetic flavonoid compounds in h295r human adrenocortical carcinoma cells. Toxicological Sciences 2004;82:70–9.
vii
40. Halliwell B, Rafter J, Jenner A. Health promotion by flavonoids, tocopherols, tocotrienols, and other phenols: direct or indirect effects? Antioxidant or not? Am J Clin Nutr 2005;81(suppl):268S–76S.
41. Röhrdanz E, Ohler S, Tran-Thi QH, Kahl R. The phytoestrogen daidzein affects the antioxidant enzyme system of rat hepatoma H4IIE cells. J. Nutr. 2002;132:370–5.
42. López SV, Kyung JY, Lecker JLM, et al. Plasma antioxidant capacity in response to diets high in soy or animal protein with or without isoflavones. Am J Clin Nutr 2005;81:43–9.
vii
Lampiran 1. Skema Prosedur Penelitian
Siapkan 11 set tabung sentrifuge untuk P0, P1,dan P2(1) - P2(9)
tabung nomor 1-12 diisi 5 ml larutan salin dengan kadar 0,1 - 0,85 %,tabung ke-13 diisi 5 ml aquadest
tambahkan 0.05 ml darah untuk tabung-tabung P0, darah-Pb untuk tabung-tabung P1, serta darah-Pb-sampel untuk tabung-tabung P2
diamkan 30 menit
dibaca dengan spektrofotometer λ 500 nm
vii
Lampiran 2. Data Absorbansi Hemoglobin dari Pembacaan Spektrofotometer dengan λ = 500 nm dan Nilai Median Osmotic Fragility (MOF)
Tabel 1. Darah (P0)
Tabung Nilai Absorbansi
Hemoglobin
Kadar NaCl
1 0,011 2,071
2 0,015 2,824
3 0,019 3,578
4 0,022 4,143
5 0,023 4,331
6 0,025 4,708
7 0,053 9,981
8 0,357 67,231
9 0,37 69,679
10 0,437 82,297
11 0,438 82,485
12 0,500 94,161
13 0,531 100
MOF 0,43
Tabel 2. Darah + Pb 2000 ppm (P1)
Tabung Nilai Absorbansi
Hemoglobin
Kadar NaCl
1 0,012 2,298
2 0,016 3,013
3 0,017 3,201
4 0,018 3,389
5 0,022 4,214
6 0,023 4,406
7 0,123 23,563
8 0,377 72,222
9 0,426 81,609
10 0,427 81,800
11 0,428 81,992
12 0,510 97,701
13 0,522 100
MOF 0,44
vii
Tabel 3. Darah + Pb 2000 ppm + larutan kacang kedelai 10% (P21-9)
Tabung Nilai Absorbansi Hemoglobin
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0,015 0,009 0,006 0,012 0,008 0,014 0,017 0,013 0,009
2 0,018 0,014 0,012 0,018 0,014 0,015 0,018 0,016 0,013
3 0,018 0,019 0,012 0,020 0,018 0,015 0,021 0,018 0,014
4 0,020 0,019 0,016 0,022 0,020 0,018 0,023 0,019 0,015
5 0,021 0,022 0,016 0,022 0,021 0,020 0,031 0,021 0,016
6 0,028 0,029 0,018 0,027 0,022 0,025 0,042 0,027 0,020
7 0,066 0,073 0,039 0,095 0,087 0,056 0,078 0.063 0,025
8 0,456 0,503 0,437 0,494 0,487 0,467 0,556 0,477 0,132
9 0,54 0,526 0,498 0,527 0,517 0,492 0,559 0,501 0,138
10 0,547 0,548 0,507 0,530 0,522 0,520 0,576 0,535 0,158
11 0,557 0,554 0,542 0,547 0,578 0,532 0,636 0,594 0,172
12 0,565 0,554 0,58 0,552 0,586 0,570 0,671 0,612 0,174
13 0,575 0,563 0,581 0,608 0,600 0,577 0,681 0,620 0,210
MOF 0,44 0,43 0,44 0,44 0,44 0,43 0,43 0,44 0,43
MOF rata-rata 0,43 ± 0,012247
vii
Kurva Fragilitas Hubungan Kadar NaCl dan Persentase Hemolisis (Po)
0
10
20
30
40
50
60
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Kadar NaCl (%)
% H
em
olis
is
vii
Kurva Fragilitas Hubungan Antara Kadar NaCl dan Persentase Hemolisis (P1)
0
10
20
30
40
50
60
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Kadar NaCl (%)
% H
emo
lisis
vii
vii
vii
vii