Kritik Essay - Paradigma Pendidikan Di Mata Seorang Siswa

5

Click here to load reader

Transcript of Kritik Essay - Paradigma Pendidikan Di Mata Seorang Siswa

Page 1: Kritik Essay - Paradigma Pendidikan Di Mata Seorang Siswa

Paradigma Pendidikan di Mata Seorang Siswa.

Pendidikan selalu menjadi aspek penting dalam kehidupan. Pada awalnya pendidikan masuk dalam kepentingan sekunder, namun ikut berubah bersama bidang kesehatan yang menjadi kepentingan primer. Walaupun begitu masih banyak negara yang memandang pentingnya pendidikan, namun nyatanya tidak demikian, bahkan pemerintah sendiri mengesampingkan hak asasi setiap insan tersebut.

Kita tidak perlu mencontoh negara Barat yang sudah meninggalkan kita jauh di belakang. Sebut saja negara yang sama berkembangnya dengan Indonesia, India. India termasuk jajaran negara termiskin di dunia. Tetapi, India masih sanggup menjadi negara industri bahkan memproduksi mobil dan kereta api sendiri. Sungguh ironis jika kita melihat pemandangan keseharian penduduk India bahkan lebih menyedihkan dibandingkan penduduk Indonesia yang konsumtif.

Sudah saatnya Indonesia kembali berjaya seperti di era 60-an, dimana kita dijuluki sebagai “Mercusuar Asia”. Julukan itu bukan sekadar embel-embel yang mengikuti nama negara semata. Presiden pertama kita, Ir. Soekarno, berhasil membimbing negara yang baru saja terlahir menjadi sebuah negara yang kekuatannya, baik militer maupun sumber daya alam dan manusia ditakuti bahkan oleh Negeri Barat. Kita sanggup menyelenggarakan KAA bahkan Gerakan Non-Blok. Apakah semua itu hanya berkat Bapak Ir. Soekarno semata? Tidak. Semua itu berkat generasi muda dan inteletual Indonesia yang mau bekerja keras dan selangkah lebih maju, bahkan dari detik sebelumnya.

Ironis, memang. Di Indonesia masih banyak anak jalanan yang mengemis hanya untuk duduk di bangku Sekolah Dasar, namun para

Page 2: Kritik Essay - Paradigma Pendidikan Di Mata Seorang Siswa

pemerintah seakan berusaha menutup mata dari kenyataan itu. Banyak organisasi dan lembaga masyarakat yang berusaha sekuat tenaga untuk menyekolahkan mereka, namun disisi lain KKN masih merajalela. Apakah hal itu masih bisa ditoleransi oleh hati nurani? Tidak.

Selain itu, masih banyaknya guru yang tidak kompeten dalam mengajar. Masalah ini juga masuk ke dalam daftar masalah terberat dalam pendidikan Indonesia. Selama ini masih banyak guru yang menyalahkan siswa atas ketidak mengertian murid yang diajarnya. Salahkah sikap guru yang demikian? Tidak, namun disisi lain ya. Banyak faktor yang mendukung kemalasan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam paradigma siswa, banyak guru yang masih text book dan tidak memiliki kharisma sebagai seorang guru berusaha mengajar di kelasnya. Akankah hal itu menarik perhatian siswa? Tidak. Banyak guru yang masih terbata dalam menyampaikan materi yang diajarkannya. Ada juga yang memaksakan kehendaknya yang banyaknya masih salah, merasa bahwa hanya dirinya yang benar. Ada juga yang tidak peduli, hanya memberikan segudang tugas tanpa pernah membahasnya satupun, begitu juga ulangan yang tidak pernah diberikan soalnya lagi pada siswa setelah dikerjakan. Apa siswa puas? Jawabannya jelas tidak.

Semuanya berakar dari pemikiran kolot mengenai “sekolah”. Kedisiplinan, otoriter, diktator, kata-kata itulah yang sebenarnya terngiang di telinga para pelajar. Kebebasan siswa seakan dikekang, dan berujung pada penyaluran yang tidak pada tempatnya. Penggolongan bakat siswa hanya sebatas pada IPA dan IPS juga dinilai kurang memuaskan. Waktu sekolah yang dimulai dari fajar yang baru saja terbit hingga metahari melewati puncak kepala dinilai terlalu memberatkan siswa, membatasi wkatu mereka untuk berkreatifitas dengan waktu pribadinya. Dan terakhir, yang dinilai

Page 3: Kritik Essay - Paradigma Pendidikan Di Mata Seorang Siswa

masih konservatif, adalah banyaknya konsep dan mata pelajaran yang dimuat dalam KBM sekolah. Apakah hal itu berguna bagi pelajar di masa depan? Apakah hal itu akan dipakai seluruhnya oleh pelajar dikala ia menghadapi masalah seputar kreatifitas dan tantangan berpikir logis? Seharusnya pemerintah sadar dan membuka matanya. Apakah pelajar masa kini memiliki kompetensi untuk menghadapi tantangan hidup yang tidak hanya berdasar pada setumpuk mata pelajaran yang dipelajari mereka selama dua belas tahun? Apalagi tes kelulusan yang membuat para pelajar yang menimba ilmu tiga tahun seakan terbayar hanya tiga hari.

Seharusnya kita tidak hanya bisa mencontoh atau melakukan studi banding dan mencampur adukan sistem pendidikan yang belum tentu cocok dengan Indonesia. Pandanglah para pelajar yang menjadi subjek nyatanya. Seharusnya pemerintah lebih memanjakan pelajar dengan pendidikan gratis, tidak memberatkan dan terutama tidak lagi mempatri paradigma “sekolah yang otoriter” seperti paradigma kebanyakan para pelajar masa kini. Klasifikasikan bakat para pelajar hingga berkembang bisa mengharumkan nama negara. Fasilitasi guru dan pengajar dengan materi yang dapat memuaskan siswa. Dan terakhir, jadikan pendidikan bukan sebagai beban, melainkan hak dan keharusan bagi setiap individu, agar nantinya kemajuan Indonesia bukan lagi sekedar mimpi belaka.