KPD 24 Jam - Responsi
-
Upload
ibnu-yudistiro -
Category
Documents
-
view
32 -
download
5
description
Transcript of KPD 24 Jam - Responsi
KPD 24 JAM PADA SEKUNDIGRAVIDA NULLIPARA
HAMIL ATERM BELUM DALAM PERSALINAN
Abstrak
Sebuah kasus seorang G2P0A1, 31 tahun, sekundigravida nullipara hamil
aterm datang dengan keterangan ketuban pecah dini 24 jam, belum dalam
persalinan. Pasien merasa hamil 9 bulan. Gerak janin masih dirasakan. Kenceng-
kenceng teratur belum dirasakan. Air kawah sudah dirasakan keluar sejak 1 hari
sebelumnya. Lendir darah belum dirasakan keluar.
Penatalaksanaan persalinan kehamilan kembar masih controversial dan
harus dinilai berdasarkan kasus per kasus. Dalam mengambil keputusan tentang
macam persalinan perlu mempertimbangkan presentasi kedua janin, umur
kehamilan, dan ada tidaknya komplikasi pada ibu dan atau janin. Keberhasilan
persalin per vaginam dengan presentasi kedua janin kepala-kepala dapat mencapai
70-80%.
Kata Kunci : KPD, hamil aterm, belum dalam persalinan.
1
BAB IPENDAHULUAN
Ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan suatu teka-teki di bidang
obstetrik, hal ini dapat dilihat dari etiologi yang belum jelas, kesulitan dalam
mendiagnosis, berhubungan dengan resiko pada ibu dan janin dan juga karena
panatalaksanaannya yang bermacam-macam dan masih merupakan kontroversi.
KPD dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban pada saat fase laten sebelum
adanya his. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada
KPD kantung ketuban pecah sebelum fase aktif 4.
KPD terjadi pada 10% kehamilan, dimana sebagian besar terjadi pada usia
kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa sebab yang jelas 4.
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum
diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana
yang lebih berperan sulit diketahui.
KPD sangat erat hubungannya dengan infeksi. Penegakan diagnosis serta
tata laksana KPD sangat penting diterapkan untuk menjaga kesejahteraan ibu dan
janin serta pemcegahan komplikasi.
2
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
KETUBAN PECAH DINI
Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara
spontan yang tidak diikuti dengan tanda-tanda inpartu atau selaput ketuban pecah
6 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan tanpa melihat umur
kehamilan. Jika pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan 37 minggu
(preterm) disebut sebagai KPD preterm (preterm premature rupture
of membrane) / PPROM.13
Etiologi dan Patogenesis
KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban,
peningkatan tekanan intrauterin maupun keduanya. Sebagian besar penelitian
menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban.
Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his. Pada
beberapa penelitian diketahui bahwa bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang
merupakan flora normal vagina maupun servik. Mekanisme infeksi ini belum
diketahui pasti. Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak
diketahui yang menyebabkan perubahan servik yang dapat memfasilitasi
terjadinya penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi
adalah inkompeten servik, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan koitus.4
Moegni, 1999, mengemukakan bahwa banyak teori yang menyebabkan
KPD, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi. Namun
sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi. Kolagen terdapat pada lapisan
kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis
maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi
peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion yang
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.4
3
Faktor predisposisi KPD menurut Moegni, 1999 : 4
a. Kehamilan multipel
b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila higiene
buruk
d. Perdarahan pervaginam
e. Bakteriuria
f. pH vagina diatas 4,5
g. Servik yang tipis/kurang dari 39 mm
h. Flora vagina abnormal
i. Fibronectin > 50 ng/ml
j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi
Diagnosis
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :2,4
a. Air ketuban yang keluar dari vagina
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan ketuban
yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan ringan pada
uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya air ketuban.
b. Nitrazine test
pH vagina normal adalah 4,5 – 5,5 sedangkan air ketuban mempunyai pH
7,0 – 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah warna menjadi biru
bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik, urin, darah dan infeksi
vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal ini menyebabkan hasil
nitrazine test positif palsu.
c. Fern test
Test ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan pada air
ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis.
d. Evaporation test
e. Intraamniotic fluorescein
f. Amnioskopi
4
g. Diamine oxidase test
h. Fetal fibronectin
i. Alfa-fetoprotein test
Komplikasi
KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin, diantaranya :2,3,4
a. Infeksi
Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis
korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam
(37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu
maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau
busuk, maupun leukositosis.
b. Hyaline membrane disease
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline membrane disease
sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat
hubungan antara umur kehamilan dengan hyaline membrane disease dan
korioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia
kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline mebran disease
lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.
c. Hipoplasi pulmoner
Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan
fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress
respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan
bantuan ventilator.
d. Abruptio placenta
Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang
mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah
perdarahan pervaginam.
e. Fetal distress
5
Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan
kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga
untuk mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan
tingginya angka section cesaria pada pasien dengan KPD.
f. Cacat pada janin
g. Kelainan kongenital
Terapi
Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari
keadaan pasien. 2,3,4
a. Pasien yang sedang dalam persalinan
Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses
persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur dan
pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servik 100 % dan dilatasi
servik lebih dari 4 cm. Penggunaan tokolitik tidak efektif dan akan
mengakibatkan oedem pulmo.
b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur
Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin,
phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru janin
diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien dengan ketuban
pecah dini.
c. Pasien dengan cacat janin
Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu dilakukan
bila janin mempunyai kelainan yang membahayakan. Namun pada janin
dengan kelainan yang tidak membahayakan harus diperlakukan sebagai
janin normal, namun input yang tepat merupakan terapi yang sangat
penting.
d. Pasien dengan fetal distress
Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi tersering
ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang tidak maju
(engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika DJJ menunjukkan
6
pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus cepat diterminasi. Jika
janin dalam presentasi belakang kepala, maka dapat dilakukan
amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan persalinan pervaginam.
Namun bila janin tidak dalam presentasi kepala maka terapi yang dapat
dilakukan adalah section cesaria.
e. Pasien dengan infeksi
Pasien dengan korioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada
kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum
dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam,
maka dilakukan section cesaria setelah pemberian antibiotik yang
dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu dan janin. Beberapa
penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya dilakukan bila
persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12 jam diagnosis
korioamnionitis ditegakkan.
Menurut Mansjoer, 2002 terapi ketuban pecah dini adalah :3,4
a. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau
tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.
b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan
posisi panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin
didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala
janin.
c. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah
lebih dari 6 jam, berikan antibiotik.
d. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif
yaitu tirah baring dan berikan sedatif, antibiotik selama 5 hari,
glukokortikosteroid dan tokolitik, tetapi bila terjadi infeksi maka akhiri
kehamilan.
e. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24
jam lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan.
7
f. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin persalinan dan
lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan
induksi persalinan dengan menilai bishop score. Jika bishop score < 5
dapat diberika induksi mesoprostol 25µg-50µg intravaginal tiap 5 jam.
Jika bishop score >5 dapat diberikan oksitosin 5IU dalam 500 ml RL.
Terapi ketuban pecah dini adalah :2,3,4
a. Terapi konservatif
- rawat di Rumah sakit
- antibiotika jika ketuban pecah lebih dari 6 jam
- pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
- Bila umur kehamilan sudah 32-34 minggu masih keluar, maka
pada usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan
- Nilai tanda-tanda infeksi
- Pada umur kahamilan 32-34 minggu berikan steroid selama 7 hari
untuk memacu kematangan paru janin dan bila memungkinkan
perikasa kadar lesitin dan spingomyelin tiap minggu
b. Terapi Aktif
- kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi
persalinan maka induksi, bila gagal lakukan section cesaria
- pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan
section cesaria
- bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
terminasi persalinan
a. Bila bishop skor kurang dari 5, akhiri persalinan dengan section
cesaria
b. Bila bishop skor lebih dari 5, induksi persalinan dan partus
pervaginam
c. Bila ada infeksi berat maka lakukan section caesaria
8
BAB IIISTATUS PENDERITA
A. ANAMNESIS
Tanggal 20 Juli 2013 jam 21.15 WIB
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. N
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jaragan RT 3/RW 6 Wonosegoro Boyolali
Status Perkawinan : Kawin 1 kali dengan suami 5 tahun
HPMT : 15 Oktober 2012
HPL : 22 Juli 2013
UK : 39+5 minggu
Tanggal Masuk : 20 Juli 2013
No.CM : 01208183
Berat badan : 60 Kg
Tinggi Badan : 156 cm
2. Keluhan Utama
Air kawah merembes
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Datang seorang G2P0A1, 31 tahun, kiriman bidan Gajahan,
Surakarta dengan keterangan G2P0A1 usia kehamilan 39+5 minggu dengan
ketuban pecah dini. Pasien merasa hamil 9 bulan. Gerakan janin masih
dirasakan. Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan. Air kawah sudah
dirasakan keluar sejak 24 jam yang lalu, warna jernih, bau busuk
9
disangkal, keluar merembes. Demam disangkal. Nyeri BAK disangkal.
Keluar lendir darah disangkal.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal
Riwayat kebiasaaan merokok : Disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal
6. Riwayat Fertilitas
Buruk.
7. Riwayat Obstetri
Pasien belum memiliki anak. Kehamilan pertama pasien adalah
sekitar 3 tahun yang lalu, namun mengalami keguguran pada usia
kehamilan 10 minggu. Saat ini pasien hamil yang kedua.
8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur, pertama kali periksa ke puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan.
9. Riwayat Haid
10
- Menarche : 14 tahun
- Lama menstruasi : 7 hari
- Siklus menstruasi : 28 hari
10. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali (umur 25 tahun).
11. Riwayat Keluarga Berencana
(-).
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
Keadaan Umum : Baik, CM, Gizi kesan cukup
Tanda Vital :
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Respirasi Rate : 20 x/menit
Suhu : 36,8 0C
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
THT : Tonsil tidak membesar, Farinx hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax : Gld. Mammae dalam batas normal, areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Cor :
Inspeksi : IC tidak tampak
Palpasi : IC tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo :
11
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (N/N), Ronki basah kasar (-/-)
Abdomen:
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada
Stria gravidarum (+)
Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak membesar
Perkusi : Timpani pada bawah prosessus xiphoideus, redup pada
daerah uterus
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Genital : Lendir darah (+), air ketuban (+)
Ekstremitas : Oedema
- -
- -
Akral dingin
- -
- -
2. Status Obstetri
Inspeksi
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Wajah : Kloasma gravidarum (+)
Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae
hiperpigmentasi (+)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)
12
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra
uterin, memanjang, punggung di kiri, presentasi
kepala, kepala janin masuk panggul > 1/3 bagian, TFU
30 cm ~ 2790 gram. HIS (-)’’
Pemeriksaan Leopold
I : TFU setinggi 30 cm, teraba bagian lunak
kesan bokong janin
II : teraba punggung di sebelah kiri dan bagian –
bagian kecil di sebelah kanan
III : teraba bagian keras dan bulat, kesan kepala
janin
IV : kepala janin masuk panggul > 1/3 bagian
Perkusi : Timpani pada bawah processus xipoideus, redup
pada daerah uterus
Auskultasi : DJJ (+), denyut jantung janin (+) 12-11-12/reguler
Genital eksterna : Vulva/uretra tidak ada kelainan, lendir darah (-),
peradangan (-), tumor (-)
Ekstremitas : Oedema
- -
- -
akral dingin
- -
- -
Pemeriksaan Dalam :
VT : vulva / uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,
portio lunak, mendatar Ø = - cm, eff 10%, di tengah,
presentasi kepala, kepala teraba turun di H II, KK dan
penunjuk UKK belum dapat dinilai, AK (+) jernih, tidak
berbau, STLD (-).
13
UPD : promontorium tidak teraba
linea terminalis teraba, 1/3 bagian
spina ischiadica tidak menonjol
arcus pubis > 90
kesan : panggul normal
Bishop skor :
Konsistensi serviks : lunak (skor 2)
Posisi : di tengah (skor 1)
Eff : 10% (skor 0)
Dilatasi : - cm (skor 0)
Penurunan kepala : HII (skor 3)
Total skor : 6
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah tanggal 20 Juli 2013 :
Hemoglobin : 11,8 gr/dl
Hematokrit : 39 %
Antal Eritrosit : 4,83 x 103/uL
Antal Leukosit : 8,3 x 103/uL
Antal Trombosit : 250 x 103/uL
Golongan Darah : A
GDS : 80 mg/dL
Ureum : 17 mg/dL
Creatinin : 0,4 mg/dL
Na+ : 135 mmol/L
K+ : 3,9 mmol/L
Ion klorida : 106
HbS Ag : negatif
Nitrazin Test : (+) positif
Protein : 6,6
Albumin : 3,89
14
PT : 11,4
APTT : 30,5
2. Ultrasonografi (USG) tanggal 20 Juli 2013 :
Tampak janin tunggal, intrauterin, preskep, DJJ (+), dengan biometri:
BPD : 8,65
FL : 6,4
AC : 32,66
EFBW : 2846
Plasenta berinsersi di korpus uteri Grade II
Air ketuban kesan cukup
Tak tampak kelainan kongenital mayor
Kesimpulan : saat ini janin dalam keadaan baik
D. KESIMPULAN
Seorang G2P0A1, 31 tahun, UK 39+5 minggu dengan air kawah merembes
sejak 24 jam sebelum masuk rumah sakit, riwayat obstetri buruk, riwayat
fertilitas baik, teraba janin tunggal, intra uterin memanjang, punggung di
sebelah kiri, presentasi kepala, kepala masuk panggul < 1/3 bagian.
Pemeriksaan penunjang : Lab darah dan USG dalam batas normal, nitrazin
Test (+). TBJ : 2790 gr, DJJ (+), regular, his adekuat (-), belum dalam
persalinan, bishop skor = 6.
E. DIAGNOSA AWAL
KPD 24 jam pada sekundigravida nullipara hamil aterm belum dalam
persalinan.
F. PROGNOSA
Dubia
G. TERAPI
Mondok VK
15
Infus RL 20 tpm
Injeksi Vicillin 1gr/8jam skin test
Induksi oksitosin 5IU dalam 500ml RL
Observasi 10 (awasi ketat tanda-tanda persalinan)
NST (CST) reaktif
EVALUASI 21 Juli 2013 jam 03.15:
Telah partus spontan lahir bayi perempuan, BB = 3000 gram, PB = 46 cm,
LK/LD = 35/36 cm, APGAR skor 8-9-10, anus (+), kelainan kongenital
mayor (-).
Tanggal 21 Juli 2013
Keluhan: -
Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup
Tanda vital : T = 110/70 mmHg Respiratory Rate = 20x/menit
N = 88x/menit Suhu = 36,7 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,
kontraksi (+), peristaltik (+)
Genitourinaria : Perdarahan (-)
Lochia (+)
BAK (+)
Diagnosa : Post partus spontan KPD 24 jam pada primipara hamil
aterm
Terapi :
1. Amoxicilin 3x500 mg
2. Vitamin C 2xI
3. SF 1xI
16
BAB IV
ANALISA KASUS
A. Analisa Penegakan Diagnosa
Diagnosis KPD ini ditegakkan dari anamnesis dimana pasien mengaku air
kawah telah keluar 24 jam sebelum pasien datang ke RSDM. Pada pemeriksaan
VT didapatkan kulit ketuban (-), air ketuban (+) jernih, tidak berbau, nitrasin test
(+). Selain itu sejak 24 jam keluar air ketuban, belum didapatkan tanda persalinan
seperti pembukaan serviks, bloody discharge, atau his adekuat. Karena adanya
keadaan ini maka ditegakkan diagnosis KPD yaitu pecahnya selaput ketuban
secara spontan yang tidak diikuti dengan tanda-tanda inpartu.
Dari anamnesis didapatkan data air kawah warna jernih, bau busuk disangkal,
keluar merembes, demam disangkal, nyeri BAK disangkal. Dari pemeriksaan
fisik, tanda vital TD normal, tidak terdapat takikardi, takipneu atau febris,
pemeriksaan abdomen tidak ada nyeri perut, pemeriksaan genital nitrazin test (+),
air kawah jernih dan tidak berbau. Hasil pemeriksaan lab darah untuk leukosit
tidak meningkat. Hal ini dapat menyingkirkan salah satu etiologi KPD pada
pasien ini yaitu infeksi. Kemungkinan faktor predisposisi terjadinya KPD pada
pasien ini adalah hubungan suami istri (koitus) yang dilakukan pasien
sebelumnya.
Pada kasus ini pasien merupakan seorang sekundigravida nullipara, sehingga
pada pemeriksaan dalam belum didapatkan pembukaan serviks dan masih belum
dalam persalinan. Untuk penilaian bishop score ada hal yang perlu dicermati
dimana disebutkan untuk penurunan kepala skor 3. Seharusnya penurunan kepala
diukur dari H-III dan berdasarkan station, jika > +1 baru dinilai skor 3.
B. Analisa Kasus Penatalaksanaan
Pada pasien ini, usia kehamilan dinilai aterm (39+5 minggu).
Penatalaksanaannya adalah :
a. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila
ada his, pimpin persalinan dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri.
Bila tidak ada his, lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang
17
dari 6 jam dan bishop skor kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari
6 jam dan bishop skor lebih dari 5, section cesaria bila ketuban pecah
kurang dari 5 jam dan bishop skor kurang dari 5.
b. kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam
belum terjadi persalinan maka induksi dengan oksitosin, bila gagal
lakukan section cesaria
c. pada keadaan DKP, letak lintang terminasi
kehamilan dengan section cesaria
Pada pasien ini dilakukan penilaian kemajuan persalinan setelah terjadi
KPD. Karena dikhawatirkan terjadi oligohidramnion ataupun korioamnionitis,
maka dilakukan terminasi mengingat usia kehamilan aterm (39+5 minggu) dan
pemberian antibiotik profilaksis.
Dari pemeriksaan ukuran panggul dalam (UPD) didapatkan kesan
panggul normal. Hasil pemeriksaan Leopold dan USG menunjukkan janin
tunggal, intrauterine, memanjang, preskep. Dari pemeriksaan VT didapatkan
portio matang (lunak dan mendatar). Sehingga dapat disimpulkan tidak
didapatkan kontraindikasi lahir pervaginam serta memenuhi syarat induksi
yaitu :
- Hamil aterm
- Tidak ada dispoporsi kepala panggul
- Ukuran panggul normal
- Presentasi kepala
- Servik sudah matang
Dari pemeriksaan didapatkan kesalahan dalam penilaian bishop score
sehingga data yang didapat kurang valid. Namun, dalam kasus ini tetap
diberikan induksi oksitosin dengan mempertimbangkan onset yang lebih cepat
dan menghindari risiko infeksi dari pemberian induksi mesoprostol. Induksi
persalinan dengan 5 IU oksitosin dalam 500ml RL dengan pemantauan his
adekuat dan kondisi janin stabil.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Hacker Moore, Essential Obstetries dan Gynekology,
Edisi 2, W.B Saunder Company, Philadelphia, Pennsylvania, 297-309.
2. Wiknyosastro H. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan.
Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1991.
281-301, 386-400,675-688.
3. Cunningham FG Mac Donal P.C. William Obsetric,
Edisi 18, Appletion & Lange, 1998 : 881-903.
4. Fernando Arias, Practicial Guide to Hight Risk
Pregnancy and Delivery, 2 nd Edition, St. Louis Missiori, USA, 1993 :
213-223.
5. Buku acuan Nasional, Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Masalah yang berhubungan dengan lamanya kehamilan.
Yayasan BP Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2001, 300-304.
6. Robert K Creasy, Preterm Labor and Delivery,
Maternal Fetal Medicine Principles and Practice, WB Saunder Company,
Philadelpia, 1994 : 494-515.
7. John C Morison MD, Continuos Subcutaneus
Terbutalin Administration Prolong Pregnancy after Recuren Preterm Labour,
AM J Obstetry and Gynecology, June 2003, 1460-1467.
8. Thomas F MC Elrat MD, Association Between Use
Antenatal Magnesium Sulfat in Preterm Labour and Adverse Health
Outcomes in Infants, AM J Obstetry and Gynecology, January, 2003 : 294-
295.
9. Nancy D Berkman, John M Thord, Tokolitic Treatmen
for The Management of Preterm Labour : A Review of The Evidence, AM J
Obstetry and Gynecology, June 2003 : 1648-1657.
10. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jilid I Editor. Delfi
Lutan. EGC, Jakarta, 1998: 63-67
19
11. Wiknyosastro H. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 2000 : 80-87, 170-197.
12. Hariadi R. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi
Perdana Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Surabaya, 2004 : 364-382, 392-393, 426-443.
13. Bankowski, Brandon J et al, 2002. The John Hopkins
Manual of Gynecology and Obstetrics 2.
20
PRESENTASI KASUS
KPD 15 JAM PADA MULTIGRAVIDA HAMIL ATERM BELUM
DALAM PERSALINAN
Oleh :
Zakky Hazami G99121051
Niawati Rokhaniah G9911112104
Marwan Sofyan G9911112092
Cahyaning Gusti A. G9911112034
Pembimbing :
Dr. Glondong, Sp.OG(K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
21