Kota Tanjungpinang terletak di Pulau Bintan, berada pada...
Transcript of Kota Tanjungpinang terletak di Pulau Bintan, berada pada...
2 - 1
2.1. Wilayah Administrasi
2.1.1. Letak Geografis
Kota Tanjungpinang terletak di Pulau Bintan, berada pada posisi 00 50′
sampai dengan 00 59′ Lintang Utara dan 1040 23′ sampai 1040 34′ Bujur
Timur. Luas wilayah Kota Tanjungpinang adalah 258,82 km2 yang terdiri
dari 150,86 km2 luas daratan dan 107,96 km2 luas lautan dengan
keadaan geologis sebagian berbukit-bukit dan lembah yang landai sampai
ke tepi laut dan beberapa pulau seperti Pulau Dompak, Pulau Penyengat,
Pulau Terkulai, Pulau Los, Pulau Basing, Pulau Sekatap dan Pulau
Bayan.
Kondisi geografis Kota Tanjungpinang sangat strategis yaitu berbatasan
langsung dengan Kota Batam sebagai kawasan perdagangan bebas
(FTZ), dan Negara Singapura sebagai pusat perdagangan dunia, juga
terletak pada posisi silang perdagangan dan pelayaran dunia, antara timur
dan barat, antara Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan. Kondisi
geografis wilayah yang sangat strategis jika dimanfaatkan dengan baik
akan menjadi potensi geografis yang sangat menguntungkan dan
merupkan aset berharga yang turut berperan terhadap pertumbuhan
perdagangan regional dan nasional.
2 - 2
Kota Tanjungpinang dapat dijangkau dengan pesawat udara dari kota-
kota besar Indonesia maupun dunia, melalui Bandara Internasional Hang
Nadim Batam dan dilanjutkan dengan kapal Ferry menuju ke Pulau
Bintan, atau melalui Bandara Raja Haji Fisabilillah. Dari Singapura dan
Johor menuju Kota Tanjungpinang dapat ditempuh dengan waktu 2 jam
menggunakan kapal ferry ke pelabuhan Sri Bintan Pura.
2.1.2. Batas Administrasi
Kota Tanjungpinang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bintan,
yaitu sebagai berikut:
Sebelah Utara :Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan;
Sebelah Selatan :Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan
Sebelah Barat :Kelurahan Pangkil, Kecamatan Teluk Bintan,
Kabupaten Bintan
Sebelah Timur :Kec. Bintan Timur dan Kec. Toa Paya,Kabupaten
Bintan
Kota Tanjungpinang terbentuk berdasarkan PP No. 5 Tahun 2001 sebagai
daerah otonom kota. Sebelumnya Kota Tanjungpinang memiliki status
sebagai Kota Administratif Tanjungpinang dalam wilayah Kabupaten
Kepulauan Riau. Melalui pembentukan Kota Tanjungpinang sebagai salah
satu daerah otonom di Indonesia, maka statusnya sebagai kota
administratif dihapus. Secara administratif di wilayah Kota Tanjungpinang
terdiri dari 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Tanjungpinang Barat
yang memiliki 4 (empat) Kelurahan, Tanjungpinang Timur yang memiliki 5
(lima) Kelurahan, Tanjungpinang Kota yang memiliki 4 (empat) Keluraha
dan Kecamatan Bukit Bestari yang memiliki 5 (lima) Kelurahan dengan
satu pulau yang ditetapkan sebagai kawasan perkantoran pemerintah
provinsi Kepulauan Riau yaitu Pulau Dompak. Untuk lebih jelas wilayah
administrasi Kota Tanjungpinang seperti disajikan Tabel 2.1 dan Gambar
2.1 dibawah ini.
2 - 3
Tabel 2.1 : Luas Wilayah Administrasi Kota Tanjungpinang Tahun
2015
No Nama Kecamatan dan Kelurahan Luas Wilayah (Ha)
1
Kecamatan Tanjungpinang Barat terdiri dari:
1. Kelurahan Tanjungpinang Barat
2. Kelurahan Kemboja
3. Kelurahan Kampung Baru
4. Kelurahan Bukit Cermin
549
191
100
184
75
2
Kecamatan Tanjungpinang Timur terdiri dari:
1. Kelurahan Melayu Kota Piring
2. Kelurahan Kampung Bulang
3. Kelurahan Air Raja
4. Kelurahan Batu Sembilan
5. Kelurahan Pinang Kencana
6.094
421
262
1.933
1.904
1.547
3
Kecamatan Tanjungpinang Kota terdiri dari:
1. Kelurahan Tanjungpinang Kota
2. Kelurahan Kampung Bugis
3. Kelurahan Senggarang
4. Kelurahan Penyengat
3.670
94
1.967
1.439
171
4
Kecamatan Bukit Bestari terdiri dari:
1. Kelurahan Tanjungpinang Timur
2. Kelurahan Dompak
3. Kelurahan Tanjungayun Sakti
4. Kelurahan Sei Jang
5. Kelurahan Tanjung Unggat
4.650
233
3.747
201
432
128
Total Luas Wilayah Kota Tanjungpinang 15.086
Sumber : Kota Tanjungpinang Dalam AngkaTahun 2015
2 - 4
2 - 5
2.2. Potensi Wilayah Kota Tanjungpinang
2.2.1. Potensi Fisik
A. Potensi Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011, permukiman didefinisikan sebagai
bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau
perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari
pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari
pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas
permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan
perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan,
kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
Berbagai isu strategis di sektor pengembangan permukiman yang ada di
Provinsi Kepulauan Riau diantaranya adalah:
Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta
mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Percepatan pencapaian target MDGS 2020 yaitu penurunan proporsi
rumah tangga kumuh perkotaan.
Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi tehadap proporsi penduduk
perkotaan dan bertambahnya kawasan kumuh.
Belum optimalnya pemanfaatan infrastruktur permukiman yang sudah
dibangun.
Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam
pengembangan kawasan permukiman.
Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung
pembangunan permukiman ditopang oleh belum optimalnya kapasitas
kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat
organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal
di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
2 - 6
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tanjungpinang, kondisi
kawasan yang potensial untuk pengembangan wilayah terbangun sebesar
126,45 km² atau sekitar 96,13% dari total luas daratan. Kawasan kendala
hanya mencakup wilayah seluas 5,09 km²atau sekitar 3,87%. Sedangkan
untuk kawasan limitasi dari sisi kelas lereng, di Kota Tanjungpinang
hampir tidak ditemui karena tidak ada ketinggian lereng di atas 40%.
Kalaupun ada kawasan limitasi hanyalah berupa hutan lindung Bukit
Kucing dan Sungai Pulai.
Kriteria kawasan yang berpotensi, kawasan kendala dan kawasan limitasi
adalah sebagai berikut:
Kawasan Potensi adalah kawasan yang sesuai dan cocok untuk
dikembangkan untuk berbagai kegiatan, dengan kisaran lereng 0-15%.
Kawasan Kendala adalah kawasan yang sesuai dan cocok untuk
pengembangan kegiatan-kegiatan tertentu (seperti rekreasi umum dan
bangunan terhitung) yang dapat dikembangkan dengan bantuan
teknologi atau persyaratan-persyaratan teknis, dengan kisaran
lerengnya 15-40%.
Kawasan Limitasi adalah kawasan yang tidak berpotensi untuk
pengembangan kegiatan budidaya, dengan kisaran lerengnya > 40%
Berdasarakan kriteria yang telah disebutkan diatas wilayah Kota
Tanjungpinang sangat berpotensi untuk pengembangan kawasan
permukiman. Permukiman di Kota Tanjungpinang cukup beragam
karakteristiknya,yaitu terdiri dari permukiman tepi laut, permukiman
perdesaan serta permukiaman perkotaan. Permukiman tepi laut tersebar
hampir semua wilayah kecamatan yang ada di Kota Tanjungpinang. Hal
ini sesuai dengan arah perkembangan kota yang telah ditetapkan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Arah perkembangan Kota
Tanjungpinang yang sebelumnya merupakan kota tradisional dengan
aktivitas utama ialah di sektor kelautan menjadi sebuah kota modern
dengan aktivitas utama di sektor perdagangan dan jasa, adapun isu
strategis pengembangan permukiman di wilayah Kota Tanjungpinang,
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
2 - 7
Tabel 2.2. : Isu Strategis Pengembangan Permukiman Kota
Tanjungpinang
No. Isu Strategis Keterangan
1
Pembangunan perumahan khususnya untuk
masyarakat berpendapatan menengah ke
bawah, dipelopori oleh Perum Perumnas
sebagai developer milik pemerintah dengan
melakukan pembangunan perumahan
beberapa daerah termasuk di Kota
Tanjungpinang
Kawasan ini adalah kawasan
permukiman yang terlanjur
berkembang dimana isu
lingkungan yang merupakan
pertimbangan utama,
2 Munculnya permukiman baru di sekitar
Kecamatan Tanjungpinang Timur
Permukiman baru tumbuh dan
berkembang seiring dengan
pertumbuhan ekonomi dan
penduduk di Kota
Tanjungpinang
3 Sarana dan Prasarana permukiman yang
masih belum tersebar secara merata
Sarana dan prasaarana
permukiman terutama di
kawasan padat dan kumuh
masih kurang memadai
3 Kawasan permukiman padat dan kumuh
tersebar di beberapa lokasi Kota Tanjungpinang
Kawasan permukiman kumuh
tersebar di Kelurahan Tanjung
Unggat, Senggarang, Tanjung
Ayun Sakti dan lainnya
Tipologi permukiman yang ada di Kota Tanjungpinang meliputi
permukiman padat tepi laut dan permukiman perkotaan, berikut ini adalah
penjelasan masing-masing tipologi permukiman yang ada di Kota
Tanjungpinang.
1. Permukiman Padat Tepi Laut
Yang termasuk permukiman padat tepi laut di Kota Tanjungpinang
tersebar di beberapa lokasi antara lain Tanjung Unggat, Lembah
Purnama, Pantai Impian, Pelantar Sulawesi, Kp. Bugis. Berikut ini
gambaran permukiman padat tepi laut :
2 - 8
Gambar 2.2. : Permukiman Padat Tepi Laut
2. Permukiman Perkotaan
Permukiman padat perkotaan di Kota Tanjungpinang tersebar di kawasan
yang merupakan kota lama dari Tanjungpinang, yaitu diantaranya
Kelurahan Kemboja dan Kelurahan Senggarang Untuk lebih jelasnya
mengenai Visualisasi Tipologi Permukiman Padat Perkotaan dapat dilihat
pada Gambar berikut :
Gambar 2.3 : Kawasan Permukiman Perkotaan
Gambar 2.4. : Kawasan Kumuh Kampung Bugis
2 - 9
Sementara itu untuk lokasi permukiman kumuh di Kota Tanjungpinang
tersebar di Kelurahan Tanjung unggat, Tanjung Ayun Sakti, Kampung
Baru, Tanjungpinang Timur, Kemboja, Senggarang dan Kampung Bugis.
Gambar 2.4 diatas merupakan kawasan kumuh yang berada di Kelurahan
Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota merupakan salah satu
kawasan permukiman padat penduduk dengan kondisi perumahan yang
kumuh, luas kawasan yang teridentifikasi kumuh berdasarkan SK Walikota
Tanjungpinang yaitu 18,9 Ha. Kondisi lingkungan permukiman tidak
tertata, bangunan padat, sarana dan prasarana tidak memadai serta
sanitasi masyarakat yang berda dibawa standar kesehatan. Kondisi
permukiman tersebut menimulkan berbagai macam persoalan baik
persoalan sosial masyarakat maupun masalah kesehatan, permasalahan
yang sering ditemukan di wilayah tersebut adalah permasalahn
kesehatan, dengan kondisi lingkungan yang sudah tercemar oleh limbah
domestik maupun limbah rumah tangga sehingga banyak timbul penyakit
kulit dan penyakit menular lainnya.
Kelurahan Tanjung Unggat terletak di kecamatan Bukit Bestari merupakan
kawasan permukiman padat dan kumuh, luas kawasan yang teridentifikasi
kumuh yaitu 31,6 Ha kondisi lingkungan permukiman tidak tertata,
bangunan padat, sarana dan prasarana tidak memadai.
Gambar 2.5. : Kawasan Kumuh Tanjung Unggat
B. Penataan Bangunan dan Lingkungan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang
diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,
terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun
di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya
2 - 10
Lingkup Kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik
sehingga terjadi peningkatan kualitaas permukiman dan lingkungan
meliputi :
1) Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Pembangunan Prasarana dan sarana peningkatan lingkungan
permukiman kumuh dan nelayan
Pembangungan prasarana dan sarana penataan lingkungan
permukiman tradisional
2) Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan
dan lingkungan
Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung
arsitektur
Pelatihan teknis
3) Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan
Paket Replikasi
Untuk dapat merumuskan isu strategis bidang PBL maka dapat dilihat dari
agenda internasional yang mempengaruhi sektor PBL untuk agenda
Nasional, salah satunya adalah program PNPM Mandiri, yaitu Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka
kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.
Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) bidang pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untk
sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam
pengurusan IMB di Kabupaten / Kota dan tersedianya pedoman Harga
Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/Kota.
2 - 11
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapain MDG‟s
2015 khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup,
Target MDGs yang terkait bidang cipta karya adalah target 7c, yaitu
menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap
air minum layak dan sanitasi layak pada 2015 serta target 7D, yaitu
mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin
di permukiman kumuh pada tahun 2020. Agenda Habitat juga merupakan
salah satu agenda internasional yang juga mempengaruhi isu strategis
sektor PBL. Konferensi Habitat 1 yang diselenggarakan di Vancouver,
Canada pada 31 Mei- 11 Juni 1976 sebagai dasar terbentuknya UN
Habitat pada tahun 1978 yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi
permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan
perkotaan, Konferensi habitat II yang dilaksanakan di Istanbl Turki, pada
3–1 Juni 1996 dengan dua tema pokok yaitu “Adequate Shelter For All”
dan „Suistainable Human Settlements Development in an Urbanizing
word” sebagau keraangka dalam penyediaan perumahan dan
permukiman yang layak bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat Provinsi
Kepulauan Riau untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai
berikut :
1. Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan
c. Pemenuhan Kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau
(RTH) di perkotaan
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan
bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh
kembangnya ekonomi lokal
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenurahan
standar pelayanan minimal
f. Perlibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam
penataan bangunan dan lingkungan
2 - 12
2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangungan gedung
(Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan dan kemudahan)
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda
bangunan gedung di kab/kota
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional
tertib andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan
rumah negara
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung
dan rumah negara
3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk
sharing in-cash sesuai MoU Paket.
b. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah
dalam penanggulangan kemiskinan.
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa
permasalahan dan tantangan yang dihadapi antara lain :
1. Penataan Lingkungan Permukiman
a. Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana dan sistem proteksi
kebakaran
b. Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa
RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam
penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan
permukiman
c. Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan
ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta Heritage
d. Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan
permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi
anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam
rangka pemenuhan SPM
2 - 13
2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi
efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah
Negara
b. Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan
besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia
c. Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan
pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan )
d. Kurang ditegakannya aturan keselamatan, keamanan dan
kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah
rawan bencana
e. Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang yang tidak
berfungsi dan kurang mendapat perhatian
f. Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di
daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan
g. Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi
persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan
h. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang
tertib dan efisien
i. Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan
baik
3. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau
a. Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana dan lingkungan
Hijau/terbuka, sarana olahraga
4. Kapasitas Kelembagaan Daerah
a. Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam
pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk
pengawasan
b. Masih adanya tuntunan reformasi peraturan perundang-undangan
dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi
c. Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan di
daerah dalam penyediaan perangkat pengaturan
2 - 14
C. Sistem Penyediaan Air Minum
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan,
melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi,
memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik
penyediaan air minum.
Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara
(BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha
swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan
penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.
Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku,
penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan
SPAM.
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya
Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu
ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam
lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal
Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum;
2. Pengembangan Pendanaan;
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;
5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;
6. Rencana Pengamanan Air Minum;
7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan
8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah
Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi
Dalam pengembangan SPAM di Tingkat daerah lebih khususnya di
Provinsi Kepulauan Riau terdapat beberapa isu strategis yang mengacu
kepada Dokumen Rencana Sistem Penyediaan Air Minum di Provinsi
Kepulauan Riau antara lain yaitu:
2 - 15
1. Berkurangnya pemakaian air tanah dan terpeliharanya sumber daya air
tanah dan air permukaan sebagai air baku.
2. Terlaksananya distribusi air minum untuk seluruh lapisan masyarakat
baik di perkotaan maupun di pedesaan serta pulau - pulau kecil yang
memiliki keterbatasan sumberdaya air baku untuk air minum
3. Terlaksananya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air yang
dapat mendukung kebutuhan penduduk serta aktivitas kawasan
perencanaan dengan melihat kecenderungan dan kendala faktor
ketersediaan produksi air dan kecenderungan peningkatan aktivitas dan
penduduk dan penyediaan air minum untuk masyarakat dengan
kualitas yang baik serta kuantitas yang mencukupi secara
berkesinambungan.
4. Terlaksananya konservasi air tanah untuk pengendalian muka tanah,
muka air tanah dan kerusakan struktur tanah.
5. Tersedianya air minum yang memenuhi standar yang ditetapkan, baik
secara kualitas maupun kuantitas kepada seluruh penduduk.
6. Tercapainya target pelayanan air minum sebesar 75% pada akhir tahun
perencanaan.
7. Terjaganya konservasi hutan dalam rangka menjaga ketersediaan air
baku dari sumber sumber air yang ada di Provinsi Kepulauan Riau.
2.2.2. Potensi Sumberdaya Alam
Potensi sumberdaya alam yang terdapat di wilayah perencanaan meliputi
potensi pertambangan, bahan galian, potensi air tanah serta potensi
kelautan. Kota Tanjungpinang memiliki potensi sumberdaya alam berupa
bahan galian adalah bauksit dan bahan galian golongan C, yang terdapat
di Kelurahan Dompak, Batu IX dan Senggarang. Potensi bahan galian
tersebut sangat terbatas dan menimbulkan berbagai dampak yang negatif
terhadap lingkungan. Sedangkan untuk potensi sumber air tanah tersebar
hampir di seluruh wilayah Kota Tanjungpinang, hal tersebut terlihat dari
banyaknya masyarakat yang memiliki sumur untuk sumber air bersihnya.
Secara geografis dan administrasi Kota Tanjungpinang merupakan
wilayah yang sebagai besar dikelilingi oleh lautan, maka pemanfaatan
2 - 16
potensi kelautan seperti perikanan tangkap, budidaya ikan, pengolahan
hasil tangkapan serta berbagi industri kerajinan yang memanfaatkan
komoditi lautan. Potensi kelautan juga merupakan komoditi penentu selain
sebagai mata pencahrian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari, juga dengan memeanfaatkan komoditi lautan dapat meningkatkan
perekonomian sekaligus pendapat masyarakat. Berbagai jenis komoditi
ikan laut yang terdapat di Kota Tanjungpinang termasuk komoditi
pengolahan hasil tangkapan.
Wilayah penyebaran potensi kelautan ini menyebar di seluruh wilayah
perairan Kota Tanjungpinang. Secara lebih jelas mengenai peta potensi
sumberdaya alam di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada Gambar 2.3
2.2.3. Potensi Bencana Alam
Bila dilihat secara keseluruhan wilayah Kota Tanjungpinang dapat
dianggap tidak mempunyai potensi bencana alam seperti imbasan gempa
dan tsunami (berdasarkan peta rawan gempa dan tsunami Indonesia). Hal
ini di sebabkan karena Kota Tanjungpinang relatif jauh dari subduksi
pasifik di sepanjang pantai Barat Sumatera, sehingga kemampuan
standar yang selama ini dilaksanakan di Kota Tanjungpinang masih dapat
dikembangkan. Wilayah rawan kebencanaan yang paling mungkin terjadi
di Kota Tanjungpinang adalah genangan/banjir, erosi, dan longsor tanah
di bagian hulu. Hal ini bukan disebabkan oleh kondisi geologi wilayah
yang tidak stabil, melainkan lebih dikarenakan oleh perilaku kegiatan
budidaya manusia yang berlebih-lebihan dan kurang memperhatikan
pentingnya kelestarian lingkungan.
Potensi genangan/banjir di Kota Tanjungpinang lebih disebabkan oleh
kondisi drainase yang kurang baik. Sistem drainase Kota Tanjungpinang
menggunakan sistem drainase terbuka dan sistem drainase
tertutup,sistem drainase tertuup mempunyai potensi genangan/banjir lebih
besar jika tidak diperhatikan karena lebih mudah tersumbat oleh sampah
dll, sedangkan sistem drainase terbuka potensi genangan/banjir karena
ketidakmampuan drainase tersebut untuk menampung kuantitas air yang
cukup banyak sehingga meluap dan menyebabkan genangan/banjir.
2 - 17
Potensi genangan/banjir ini dapat dilihat apabila terjadi hujan yang cukup
lebat hingga lebat. Potensi erosi juga merupakan bencana alam yang
sering terjadi di Kota Tanjungpinang sehingga menyebabkan berbagai
masalah seperti longsor dll. Bencana alam seperti longsor sangat
dipengaruhi oleh kondisi alam yang tidak menentu dan kondisi geologi
wilayah yang tidak stabil. Secara lebih jelas mengenai wilayah potensi
bencana alam di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada Gambar 2.4
2.2.4. Potensi Pariwisata
Pengembangan potensi /wisata dalam suatu daerah dapat meningkatkan
pendapatan asli daerah (PAD) dengan pengelolaan yang menerapkan
konsep ekoturisme. Pendapatan Asli Daerah yang merupakan gambaran
potensi keuangan daerah pada umumnya mengandalkan unsur pajak
daerah dan retribusi daerah. Berkaitan dengan pendapatan asli daerah
dari sektor retribusi, maka daerah dapat menggali potensi sumber daya
alam yang berupa obyek wisata. Pemerintah menyadari bahwa sektor
pariwisata bukanlah merupakan sektor penyumbang terbesar dalam
pendapatan daerah, tetapi berpotensi dalam meningkatkan pendapatan
asli daerah. Untuk meningkatkan peran kepariwisataan, sangat terkait
antara barang berupa obyek wisata sendiri yang dapat dijual dengan
sarana dan prasarana yang mendukungnya yang terkait dalam industri
pariwisata. Usaha mengembangkan suatu daerah tujuan wisata harus
memperhatikan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan
suatu daerah tujuan wisata. Objek wisata yang ada di Kota
Tanjungpinang, diantaranya merupakan wisata sejarah dan agama, hal ini
dikarenakan Kota Tanjungpinang berdasarkan sejarah merupakan pusat
Kerajaan Riau-Lingga. Penyengat Kecamatan Tanjungpinang Kota.
Peninggalan sejarah yang masih ada diantaranya yaitu Gedung lstana,
Kantor Gedung Tengku Bilik, Mesjid Penyengat, Makam Engku Putri dan
Makam Raja Haji. Keberadaan peninggalan bersejarah itu perlu dijaga
kelestariannya agar tidak mengalami penurunan nilai sejarahnya karena
merupakan daya tarik utama untuk menarik minat wisatawan lokal,
nasional maupun mancanegara untuk datang ke Kota Tanjungpinang.
2 - 18
2 - 19
2 - 20
2 - 21
Penyengat Kecamatan Tanjungpinang Kota. Peninggalan sejarah yang
masih ada diantaranya yaitu Gedung lstana, Kantor Gedung Tengku Bilik,
Mesjid Penyengat, Makam Engku Putri dan Makam Raja Haji. Keberadaan
peninggalan bersejarah itu perlu dijaga kelestariannya agar tidak
mengalami penurunan nilai sejarahnya karena merupakan daya tarik
utama untuk menarik minat wisatawan lokal, nasional maupun
mancanegara untuk datang ke Kota Tanjungpinang. Selain di Kelurahan
Penyengat, wisata agama lainnya ada di Kelurahan Senggarang, obyek
wisata yang terdapat di wilayah Kelurahan Senggarang meliputi; klenteng
yang menjadi tempat yang wajib dikunjungi oleh masyarakat Kong hu cu
baik dari Kota Tanjungpinang maupun umat Kong hu cu dari luar negeri
seperti dari Singapura dan Malaysia.
Keberadaan kawasan wisata sangat berpengaruh pada kondisi atau
keadaan masyarakat sekitar tempat tersebut. Menurut Alikodra (1994),
kegiatan wisata dapat meningkatkan perekonomian sektor informal, begitu
juga dengan perekonomian masyarakat sekitar kawasan wisata. Kegiatan
rekreasi selain berdampak baik untuk wisatawan juga akan berdampak
bagi masyarakat di sekitar kawasan wisata. Biasanya masyarakat akan
memanfaatkan kegiatan wisata tersebut untuk mencari nafkah. Berbagai
profesi dapat dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan wisata seperti
berdagang, bertani dan beternak (Rachmawati, 2005).
Berdasarkan data BPS Tahun 2015 jumlah wisatawan yang datang ke
Tanjungpinang masih didominasi oleh wisatawan dari Singapura dengan
71,39% dan Malaysia sebanyak 13,71%. Selain itu, wisatawan dari eropa
juga datang ke Tanjungpinang, seperti dari Negara Inggris, Perancis, dan
juga dari Amerika Serikat. Pada tahun 2013, jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Kota Tanjungpinang mengalami penurunan sebesar 1,48%.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3 : Jumlah Wisatawan Berdasarkan Kewarganegaraan yang
Datang Kota Tanjungpinang
No Kewarganegaraan Jumlah Presentase
1 Singapura 70.049 71,39
2 Malaysia 13.452 13,71
3 Jepang 256 0,26
2 - 22
No Kewarganegaraan Jumlah Presentase
4 Korea Selatan 234 0,24
5 Jerman 526 0,54
6 Tiongkok 3.247 3,31
7 India 2.168 2,21
8 Philipina 1.761 1,79
9 Prancis 485 0,49
10 Inggris 1.060 1,08
11 Australia 647 0,66
12 Amerika Serikat 490 0,50
13 Lainnya 3.746 3,82
Jumlah 98.121 100,00
Sumber : Tanjungpinang Dalam Angka, 2015
Gambar 2.5 Obyek-obyek wisata di Kota Tanjungpinang
(Wisata Pulau Penyengat)
(Vihara Avalokitesvara Graha) (Patung Seribu)
2 - 23
(Wisata Tepi Laut) (Wisata Kota Lama)
2.2.5. Potensi Pengembangan Wilayah
Kota Tanjungpinang memiliki beberapa potensi sumber daya alam yang
bisa dikelola, dalam rangka mendongkrak pendapatan daerah. Potensi
sumber daya alam tersebut adalah:
1. Potensi Hutan
Luas hutan di Kota Tanjungpinang yaitu sekitar 367,7 hektar.
Semuanya termasuk hutan lindung yang terdapat hanya di Kecamatan
Bukit Bestari dan Tanjungpinang Timur. Luas hutan lindung di
Kecamatan Bukit Bestari yaitu 54,4 hektar, sedangkan di Kecamatan
Tanjungpinang Timur yaitu 313,3 hektar.
2. Potensi Pertanian Pangan
Komoditas tanaman pangan yang berada di Kota Tanjungpinang yaitu
jagung, ubi kayu, ubi jalar, padi sawah, dan kacang tanah. Berdasarkan
data Kota Tanjungpinang dalam angka. Jumlah produksi bahan
makanan terbesar di Kota Tanjungpinang pada tahun 2014 adalah
jagung yang mencapai 19 Ha dengan produktifitas mencapai 260 ton.
Sedangkan ubi kayu mencapai 9 Ha dengan produktifitas sebesar 144
ton. Jenis sayur-sayuran yang produksinya di atas 50 ton pada tahun
2014 adalah sawi. Sedangkan Produksi buah-buahan yang paling
banyak pada tahun 2014 adalah nangka, yakni mencapai 227,2 ton.
2 - 24
3. Potensi Peternakan
Ternak salah satu potensi ekonomi yang dimiliki olehpetani/peternak di
Kota Tanjungpinang yang sifatnya sambilandan bukan menjadi mata
pencarian pokok oleh penduduk Kota Tanjungpinang. Jenis usaha
ternak yang di usahakan antara lainsapi, kerbau, kambing, dan babi
serta jenis unggas lainnya. Berdasarkan data BPS Pada tahun 2014
populasi sapi berjumlah 368 ekor, populasi kambing berjumlah 257
ekor, dan populasi babi berjumlah 620 ekor. Populasi ternak sapi dan
kambing meningkat akan tetapi populasi kerbau dan babi menurun jika
dibandingkan dengan tahun lalu. Populasi ternak unggas yang banyak
di pelihara adalah ayam ras petelur dan ayam ras pedaging. Walaupun
tidak tertalu banyak, populasi ayam ras petelur dan ayam pedaging
pada tahun 2014 masingmasing 62.000 dan 58.400 ekor.
4. Potensi Perikanan
Sebagian dari luas Kota Tanjungpinang merupakan daerah perairan.
Untuk itu potensi kelautan merupakan salah satu komoditi penentu
yang dapat meningkatkan perekonomians ekaligus meningkatkan
pendapatan masyarakat. Berbagai jenis komoditi ikan yang terdapat di
Kota Tanjungpinang adalah ikan air tawar, ikan laut, dan komoditi
pengolahan hasil tangkap, dimana wilayah penyebaran potensi
perikanan ini terdapat pada sepanjang perairan Kota Tanjungpinang.
Berdasarkan data Kota Tanjungpinang dalam angka. Produksi
penangkapan ikan tahun 2014 mengalami penurunan dibandingkan
tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 produksi perikanan berjumlah
15.766,74 ton. Nilai produksi perikanan justru mengalami kenaikan.
Pada tahun 2013 senilai 377.276.775 ribu rupiah dan pada tahun 2014
menjadi 451.177.140 ribu rupiah.
5. Potensi Industri
Kegiatan Industri Rumah Tangga merupakan komoditas utama yang
cukup potensial dan mempunyai pasar yang baik di Kota
Tanjungpinang. Jenis industri yang ada adalah Industri Rumah Tangga
Kecil dan Menengah. Adapun industri kecil dan rumah tangga yang
potensial dan sudah banyak dipasarkan baik lokal maupun antar
2 - 25
daerah seperti makanan, dan hasil kerajinan dari laut. Sedangkan
industri menengah yang sudah berkembang dan mendapat pasar
adalah industri konveksi/garmen dan industri pengolahan hasil
pertanian. Wilayah penyebaran potensi industri di Kota Tanjungpinang
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan juga telah
diamantkan dalam arahan kebijakn Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Batam Bintan Karimun (BBK), yang dapat dijadikan kawasan industri
besar ataupun industri sedang adalah di kawasan pengembangan baru
di Dompak darat dan kawasan industri yang sudah eksis yaitu industri
Air Raja. Potensi ini merupakan prospek yang baik dalam mendukung
visi pembangunan Kota Tanjungpinang sebagai kota dagang dan
industri. Berdasarkan data Kota Tanjungpinang dalam angka pada
tahun 2014 terdapat 13 perusahaan Industri Besar dan Sedang di Kota
Tanjungpinang yang mampu menyerap 1.442 tenaga kerja.
Dibandingkan dengan tahun 2012, jumlah perusahaan bertambah satu
perusahaan dan tenaga kerja yang diserap bertambah sebanyak 405
orang.
6. Potensi Tambang
Kegiatan pertambangan adalah bagian dari kegiatan ekonomi yang
mendayagunakan sumber daya alam dan diharapkan dapat menjamin
kehidupan di masa yang akan datang. Secara teknis kegiatan
pertambangan meliputi proses pembersihan lahan; pengambilan dan
penimbunan top soil serta overburden penambangan bahan galian dan
penimbunan kembali sehingga memberikan dampak perubahan
bentang alam.
Jenis-jenis bahan tambang juga potensial dan cukup untuk dilakukan
eksplorasi seperti Bauksit dan Galian Golongan C yang terdapat di
Kelurahan Dompak, Batu IX dan Senggarang. Potensi pertambangan
lainnya masih dalam tahap survei atau penelitian. Berdasarkan visi
Kota Tanjungpinang serta analisis potensi daerah, maka yang menjadi
prioritas Daerah Kota Tanjungpinang adalah pengembangan di bidang
perdagangan, bidang pariwisata,bidang industri, bidang kelautan dan
perikanan, bidang pertanian,bidang kehutanan, serta bidang Energi dan
Sumber Daya Mineral. Sumber daya mineral yang dimiliki antara lain
2 - 26
golongan bahan galian pertambangan tingkat C dan B yang meliputi
pertambangan bouxit, tanah uruk dan sumber air baku, namun
kekayaan ini pada umumnya merupakan sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui. Oleh karenanya agar tetap memberi manfaat dan
kemakmuran bagi masyarakat maka perlu pengelolaan yang baik
dengan menyusun perencanaan dan berorentasi jauh kedepan serta
selalu mempertimbangkan aspek rehabilatsi lahan pasca tambang.
Pada pasca tambang, kegiatan yang utama dalam merehabalitisai
lahan yaitu mengupayakan agar menjadi ekosistem yang berfungsi
optimal atau menjadi ekosistem yang lebih baik. Reklamasi lahan
dilakukan dengan mengurug kembali lubang tambang serta melapisinya
dengan tanah pucuk, dan revegetasi lahan serta diikuti dengan
pengaturan drainase dan penanganan/pencegahan air asam tambang.
Penataan lahan bekas tambang disesuaikan dengan penetapan
tataruang wilayah bekas tambang. Lahan bekas tambang dapat
difungsikan menjadi kawasan lindung ataupun budidaya. Lahan pasca
tambang memerlukan penanganan yang dapat menjamin perlindungan
terhadap lingkungan.
2.3. Demografi dan Urbanisasi
2.3.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Tanjungpinang
Sebagai modal dasar pembangunan penduduk merupakan asset penting
dalam menggerakkan pembangunan suatu daerah. Bukan hanya dengan
jumlah yang besar saja tetapi didukung oleh kualitas yang baik lebih
berguna dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan yaitu
kesejahteraan, keharmonisan, kenyamanan dan keamanan masyarakat
secara umum. Jumlah penduduk Kota Tanjungpinang sebagai ibukota
provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2014 berdasarkan data badan pusat
statistik (BPS) adalah berjumlah 199.723 jiwa dan merupakan jumlah
penduduk terbanyak kedua di provinsi Kepri setelah Kota Batam.
Perkembangan jumlah penduduk Kota Tanjungpinang berdasarkan data
Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang, tidak mengalami
perkembangan yang cukup berarti dari data tahun 2012 dan 2013 jumlah
2 - 27
penduduk Kota Tanjungpinang mengalami peningkatan yaitu tahun 2012
yaitu 1.476 jiwa menigkat menjadi 1497 jiwa pada tahun 2013, sedangkan
2014 mengalami penurunan menjadi 1.324 jiwa.
Untuk lebih jelasnya penyebaran penduduk dan kepadatan penduduk
setiap kecamatan di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada tabel 2.3
berikut ini.
Tabel 2.4. : Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di
Kota Tanjungpinang
No Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk
(Jiwa/Km2)
1 Bukit Bestari 57.732 1.241
2 Tanjungpinang Timur 75.543 1.258
3 Tanjungpinang Kota 18.148 420
4 Tanjungpinang Barat 48.300 10.500
2014 199.723 1.324
2013 196.980 1.497
2012 194.099 1.476
Sumber : Tanjungpinang Dalam Angka, 2015
Jumlah dan kepadatan penduduk di Kota Tanjungpinang terus mengalami
peningkatan. Menurut data BPS Kota Tanjungpinang tahun 2014,
kepadatan penduduk Kota Tanjungpinang pada tahun 2012 adalah
194.099 jiwa dengan kepadatan 1.476 jiwa/Km2, pada tahun 2013 jumlah
dan kepadatan penduduk mengalami peningkatan yang cukup signifikan
yaitu 196.980 jiwa degan kepadatan penduduk rata-rata sebayak 1.497
jiwa/Km2. Pada tahun 2014 jumlah dan kepadatan penduduk Kota
Tanjungpinang mengalami peningkatan yaitu 199.723 jiwa dengan
kepadatan penduduk sebanyak 1.324 jiwa/Km2.
Kecamatan yang memliki jumlah penduduk terbanyak adalah kecamatan
Tanjungpinang Timur dengan jumlah penduduk mencapai 75.543 jiwa
dengan kepadatan penduduk mencapai 1.258 jiwa/Km2, kemudian disusul
dengan kecamatan Bukit Bestari yang memiliki jumlah penduduk
mencapai 57.732 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.241jiwa/Km2 dan
kecamatan Tanjungpinang Barat yang memiliki jumlah penduduk
sebanyak 48.300 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 10.500
2 - 28
jiwa/Km2, sedangkan kecamatan Tanjungpinang Kota yang memiliki
jumlah penduduk paling sedikit yaitu 18.148 jiwa dengan kepadatan
penduduk mencapai 420 jiwa/Km2.
Penyebaran penduduk di Kota Tanjungpinang belum merata pada setiap
kecamatan. Dari data kepadatan penduduk setiap kecamatan pada tabel
diatas terlihat bahwa penduduk terpadat berada di Kecamatan
Tanjungpinang Barat, dengan jumlah penduduk sebanyak 48.300 jiwa dan
luas daratan 4,6 km2 sehingga setiap km2 terdapat 10.500 jiwa.
Selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Tanjungpinang Timur, dengan 1.258
jiwa/km2 dan Bukit Bestari serta Tanjungpinang Kota masing-masing
dengan 1.241 jiwa/Km2 dan 420 jiwa/Km2. Penyebaran penduduk yang
tidak merta di Kota Tanjungpinang dipengaruhi oleh pola hidup
masyarakat yang lebih berorientasi ke pusat kota, dan pembangunan
infrastruktur yang tidak merata di setiap wilayah kecamatan. Oleh karena
itu hal ini menjadi permasalah yang harus segera diselesaikan sehingga
tidak menyebabkan penumpukan penduduk sehingga menimbulkan kesan
kumuh di pusat kota.
2.3.2. Jumlah Penduduk Miskin Kota Tanjungpinang
Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang
mencakup banyak segi, dan ditandai dengan pengangguran dan
keterbelakangan yang nantinya menjadi ketimpangan antar sektor,
wilayah dan antar kelompok atau golongan masyarakat (sosial). Dengan
demikian kemiskinan merupakan masalah bersama antara pemerintah,
masyarakat dan segenap pelaku ekonomi. Keadaan kemiskinan pada
umumnya diukur dengan tingkat pendapatan dan dapat dibedakan
menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Selain itu, berdasarkan
pola waktunya kemiskinan dapat dibedakan menjadi: persistent poverty,
cyclical poverty, seasonal poverty, serta accidenal poverty.
Penduduk miskin erat kaitannya dengan wilayah miskin. Wilayah dengan
potensi daerah yang tertinggal besar kemungkinan menyebabkan
penduduknya miskin. Oleh karena itu pendekatan pemecahan kemiskinan
dapat pula dilakukan terhadap pengembangan wilayah atau desa yang
2 - 29
bersangkutan. Apabila dikaji terhadapfaktor penyebabnya, maka terdapat
kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan kultural
mengacu kepada sikap masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup,
kebiasaan hidup dan budayanya.
Jumlah penduduk miskin di Kota Tanjungpinang berdasrkan data BPS
Kota Tanjungpinang tahun 2015 jumlah rumah tangga miskin di Kota
Tanjungpinang sebanyak 8.935 rumah tangga. jumlah rumah tangga
miskin di Kota Tanjungpinang i terbagi dalam 4 kategori yang meliputi
1.258 rumah tangga sangat miskin (SM), 1.781 rumah tangga miskin (M),
3.117 rumah tangga hampir miskin (HM), dan 2.779 rumah tangga rentan
miskin lainnya (RML). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.5
berikut ini.
Tabel 2.4 : Jumlah Rumah Tangga Miskin Menurut Kecamatan
No Kecamatan
Jumlah Rumah Tangga Menurut Kategori
Kemiskinan Jumlah
SM M HM RML
1 Bukit Bestari 314 378 808 832 2.332
2 Tanjungpinang Timur 330 603 1.168 1.032 3.133
3 Tanjungpinang Kota 367 391 491 242 1.491
4 Tanjungpinang Barat 247 409 650 673 1.979
Total 1.258 1.781 3.117 2.779 8.935
Sumber : Tanjungpinang Dalam Angka, 2015
Penyebaran rumah tangga miskin di Kota Tanjungpinang tersebar di
setiap kecamatan. Rumah tangga miskin di Kota Tanjungpinang terdiri dari
4 kategori berdasarkan pendataan PPLSD pada tahun 2013 yaitu sangat
miskin (SM), miskin (M), hampir miskin (HM) dan rentan miskin lainnya
(RML). Kategori rumah tangga hampir miskin (HM) merupakan yang
paling banyak yaitu 3.117, rumah tangga miskin kategori rentan miskin
(RML) yaitu sebanyak 2.779, kemudian dikuti oleh rumah tangga miskin
kategori miskin (M) dan sangat miskin (SM) yang masing-masing
berjumlah 1.781 dan 1.258 rumah tangga.
2 - 30
Rumah tangga dengan kategori sangat miskin (SM), paling banyak
pertama berada di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Kota yaitu 367,
jumlah rumah tangga dengan kategori miskin (M) dan hampir miskin(HM)
paling banyak berada di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Timur yaitu
sebanyak 603 dan 1.168, sedangkan jumlah rumah tangga dengan
kategori rentan miskin lainnya (RML) paling banyak berada di wilayah
Kecamatan Tanjungpinang Timur.
2.3.3. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Tanjungpinang
Pertumbuhan penduduk mengindikasikan bahwa ada peningkatan akan
pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana di suatu wilayah. Oleh
karena itu dalam suatu arahan pembangunan diperlukan proyeksi
penduduk sehingga kebutuhan penduduk suatu wilayh dapat terpenuhi
untuk masa datang.
Proyeksi penduduk (population projections) dan peramalan penduduk
(population forecast) sering dipergunakan sebagai dua istilah yang sering
dipertukarkan. Meskipun demikian, kedua istilah ini sebenarnya memiliki
perbedaan yang sangat mendasar. Berbagai literatur menyatakan
proyeksi penduduk sebagai prediksi atau ramalan yang didasarkan pada
asumsi rasional tertentu yang dibangun untuk kecenderungan masa yang
akan datang dengan menggunakan peralatan statistik atau perhitungan
matematik. Di sisi lain, peramalan penduduk (population forecast) bisa
saja dengan/tanpa asumsi dan atau kalkulasi tanpa kondisi, syarat dan
pendekatan tertentu (Smith, et.al 2001). Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa peramalan adalah proyeksi, tetapi tidak semua proyeksi
membutuhkan peramalan.
Proyeksi penduduk adalah perhitungan kondisi masa depan yang mungkin
terjadi dengan menggunakan beberapa asumsi, seperti bila angka
kelahiran, kematian, dan migrasi saat ini tidak berubah. Proyeksi
penduduk di Kota Tanjungpinang diarahkan hingga tahun 2020 dengan
jangka waktu 5 tahun dimulai tahun penghitungannya pada tahun 2015.
Dari hasil perhitungan proyeksi pada akhir tahun proyeksi, diperkirakan
penduduk Kota Tanjungpinang pada tahun 2015 berjumlah 201.920 jiwa
dan pada tahun 2020 akan berjumlah 213.273 jiwa dengan asumsi laju
2 - 31
pertumbuhan penduduk Kota Tanjungpinang sebesar 1,1%. Jika dilihat
dari sebaran penduduknya, kecamatan yang mempunyai jumlah
penduduk terbesar sampai pada tahun 2020 terdapat di wilayah
Kecamatan Tanjungpinang Timur, yaitu sebesar 80.668 jiwa. Sedangkan
untuk wilayah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terkecil terdapat
di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Kota, yaitu dengan jumlah
penduduk 19. 379 jiwa.
Tabel 2.5 : Proyeksi Penduduk Kota Tanjungpinang
No Kecamatan
Jumlah Penduduk Eksisting
(2014)
2015 2016 2017 2018 2019 2020
1 Tanjungpinang Kota
18.148 18.348 18.549 18.753 18.960 19.168 19.379
2 Tanjungpinang Timur
75.543 76.374 77.214 78.063 78.922 79.790 80.668
3 Tanjungpinang Barat
48.300 48.831 49.368 49.911 50.461 51.016 51.577
4 Bukit Bestari 57.732 58.367 59.009 59.658 60.314 60.978 61.649
TOTAL 199.723 201.920 204.141 206.387 208.657 210.952 213.273
Sumber : Hasil Analisis 2016
2.3.4. Isu Strategis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
2.3.4.1. Kondisi Perekonomian Wilayah
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tanjungpinang
Pertumbuhan ekonomi merupakan sebuah gambaran makro mengenai
hasil dari proses pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh seluruh
stake holders, baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat menuju
keadaan yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi juga merupakan suatu
gambaran dari peningkatan pendapatan yang berakibat pada peningkatan
kemakmuran dan taraf hidup. Karena itu pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan berkelanjutan serta lebih cepat daripada laju pertumbuhan
penduduknya merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk melihat
perkembangan pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke
2 - 32
tahun tergambar melalui penyajian PDRB atas dasar harga konstan.
Secara riil, pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang mengalami
peningkatan yang diukur dari besaran PDRB atas dasar harga konstan,
sebesar 4,76 persen, dari 11.308.822,3 juta rupiah tahun 2013 menjadi
11.846.825,6 juta rupiah tahun 2014.
Tabel 2.6 : PDRB Kota Tanjungpinang Atas Dasar Harga Konstan
(Dalam Juta)
No Lapangan Usaha 2012 2013 2014
1. Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan 97.255,6 101.653,0 106.331,4
2. Pertambangan dan Penggalian 344.173,1 372.344,7 42.037,5
3. Industri Pengolahan 762.913,3 795.766,9 845.296,9
4. Pengadaan Listrik dan Gas 36.513,6 38.193,0 39.985,5
5. Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang 7.255,9 7.888,4 8.454,8
6. Konstruksi 3.580.366,2 3.903.061,6 4.207.338,9
7. Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 2.099.478,1 2.288.861,5 2.519.407,8
8. Transportasi dan Pergudangan 606.558,0 651.834,5 707.056,0
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 125.215,8 134.046,6 145.812,5
10. Informasi dan Komunikasi 351.881,0 386.809,1 421.496,3
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 357.613,5 377.754,1 401.961,3
12. Real Estate 344.794,5 368.266,5 393.336,4
13. Jasa Perusahaan 1.548,9 1.683,2 1.780,0
14.
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
958.514,3 1.025.003,8 1.096.105,5
15. Jasa Pendidikan 402.302,6 430.916,8 461.566,2
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 273.848,5 290.613,8 308.405,5
17. Jasa lainnya 129.578,8 134.125,0 140.453,3
Produk Domestik Regional Bruto 10.479.811,9 11.308.822,3 11.846.825,6
Sumber : Tanjungpinang Dalam Angka, 2015
2 - 33
Pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang berdasarkan data, terus
mengalami peningkatan untuk 3 tahun terakhir terhitung mulai tahun 2012-
2014. Pada tahun 2012 PDRB Kota Tanjungpinang adalah 10.479.811,9
juta, mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebanyak 11.308.822,3
juta dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2014 yaitu sebesar
11.846.825,6 juta.
Dilihat dari PDRB Kota Tanjungpinang pada tahun 2014 ada 3 sektor yang
memberikan kontribusi terbesar, yaitu pertama jasa konstruksi dengan
nilai PDRB pada tahun 2014 sebesar 4.207.338,9 juta. Angka ini
mengalami peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan
nilai PDRB untuk sektor yang sama pada tahun 2012 yaitu sebesar
3.580.366,2 juta. Kontribusi terbesar kedua adalah sektor Perdagangan
Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan nilai PDRB
pada tahun 2014 sebasar 2.519.407,8 juta. Angka ini juga mengalami
peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan dengan nilai PDRB yang
sama pada tahun 2012 dan tahun 2013 untuk sektor yang sama yaitu
sebesar 2.099.478,1 juta dan 2.288.861,5 juta dan yang memberikan
kontribusi terbesar ketiga dalam PDRB Kota Tanjungpinang adalah sektor
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib dengan
nilai PDRB pada tahun 2014 sebesar 1.096.105,5 juta. Angka ini juga
menunjukan peningkatan meskipun tidak terlalu signifikan jika
dibandingkan dengan tahu 2012 dan 2014, jumlah atau nilai PDRB untuk
sektor tersebut adalah sebesar 958.514,3 juta dan 1.025.003,8 juta.
B. Laju Pertumbuhan Ekonomi atas PDRB Kota Tanjungpinang
Laju pertumbuhan ekonomi yang diukur dari besaran PDRB atas dasar
harga konstan sebesar 4,76%, yaitu dari 11.308.822,3 juta rupiah tahun
2013 menjadi 11.846.825,6 juta rupiah tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi
yang terus mengalami peningkatan ini didorong oleh karena Kota
Tanjungpinang sebagai ibukota Provinsi Kepri dan merupakan salah satu
kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional yaitu KSN
BBK. Sehingga laju perekonomian di Kota Tanjungpinang mulai
meningkat secara bertahap.
2 - 34
Pertumbuhan ekonomi sektoral yang mengalami pertumbuhan terbesar
adalah sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda
motor, yaitu mencapai 10,07 persen. Selanjutnya sektor informasi dan
komunikasi berada pada urutan kedua yang mana pertumbuhan
ekonominya mencapai 8,97 persen. Sedangkan di posisi ketiga ditempati
oleh sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang mana
pertumbuhan ekonominya mencapai 8,78 persen.
Tabel 2.7 : Laju Pertumbuhan PDRB Kota Tanjungpinang Atas Dasar
Harga Konstan
No Lapangan Usaha 2012 2013 2014
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,36 4,52 4,60
2. Pertambangan dan Penggalian 3,26 8,19 -88,71
3. Industri Pengolahan 4,42 4,31 6,22
4. Pengadaan Listrik dan Gas 6,53 4,60 4,69
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang 11,03 8,72 7,18
6. Konstruksi 8,83 9,01 7,80
7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 7,47 9,02 10,07
8. Transportasi dan Pergudangan 8,51 7,46 8,47
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,20 7,05 8,78
10. Informasi dan Komunikasi 8,74 9,93 8,97
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 5,71 5,63 6,41
12. Real Estate 5,92 6,81 6,81
13. Jasa Perusahaan 8,89 8,67 5,75
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 4,53 6,94 6,94
15. Jasa Pendidikan 5,95 7,11 7,11
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5,53 6,12 6,12
17. Jasa lainnya 4,39 3,51 4,72
Produk Domestik Regional Bruto 7,11 7,91 4,76
Sumber : Tanjungpinang Dalam Angka, 2015
2 - 35
C. Pendapatan Per Kapita
Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan kumpulan pendapatan
masyarakat suatu daera. Tinggi rendahnya pendapatan daerah akan
mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita masyarakat. Akan
tetapi, banyak sedikitnya jumlah penduduk pun akan mempengaruhi
jumlah pendapatan per kapita suatu daerah. PDRB per kapita atas dasar
harga berlaku Kota Tanjungpinang tahun 2014 mencapai 73,23 juta
rupiah, naik 8,14% dibanding tahun 2013 yang besarnya 67,72 juta rupiah.
2.3.4.2. Kondisi Lingkungan
A. Topografi Wilayah
Wilayah Kota Tanjungpinang berada di pulau bintan oleh karena itu
topografi wilayahnya hampir sama dengan Kabupaten Bintan yang terdiri
dari pulau-pulau besar dan kecil yang pada umumnya merupakan daerah
dengan dataran landai di bagian pantai, memiliki topografi yang bervariatif
dan bergelombang dengan kemiringan lereng berkisar dari 0-2% hingga
40%. Sedangkan ketinggian wilayah pada pulau-pulau yang terdapat di
Kota Tanjungpinang berkisar antara 0-50 meter di atas permukaan laut
hingga mencapai ketinggian 400-an meter diatas permukaan laut. Secara
keseluruhan kemiringan lereng di Kota Tanjungpinang relatif datar,
umumnya didominasi kelerengan yang berkisar antara 0-2% dengan luas
wilayah mencapai 75,30 Km² tersebar disemua wilayah Kota
Tanjungpinang, dan kemiringan lereng 2-15% mempunyai luas sekitar
51,15 Km² juga tersebar di semua wilayah kecamatan. Wilayah
kecamatan yang didominasi oleh kemiringan lereng 2-15% sebagian
besar berada di wilayah Kecamatan Tanjungpinang barat dan Kecamatan
Tanjungpinang Kota. Sedangkan kemiriringan lereng 15- 40% memiliki
luas wilayah paling sedikit yaitu 5,09 Km² terdapat di wilayah hutan
lindung bukit kucing dan hutan llindung sei pulai. Untuk lebih jelasnya
mengenai kondisi topografi di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada tabel
2.7 dan gambar 2.6 berikut ini.
2 - 36
Tabel 2.8 : Kondisi Topografi Kota Tanjungpinang
No Kecamatan Kemiringan Lereng (Km2)
0–2 % 2–15 % 15-40%
1. Bukit Bestari 18,87 7,42 1,67
2. Tanjungpinang Timur 25,53 11.04 2,72
3. Tanjungpinang Kota 22,58 16,32 0,7
4. Tanjungpimamg Barat 7,32 27,41 0
JUMLAH (Km2) 75,30 51,15 5,09
Sumber : Hasil Analisis
B. Geologi
Pulau Bintan termasuk dalam Provinsi Kepulaun Riau, mempunyai kondisi
geologi yang unik, dimana cebakan bauksit terbentuk yang memiliki
dengan potensi ekonomi dan telah lama diusahakan dengan tata guna
lahan sebagian besar terdiri atas perkebunan karet dan sawit. Kota
Tanjungpinang yang menjadi bagian dari daratan Pulau Bintan merupakan
bagian dari paparan kontinental yang terkenal dengan nama “Paparan
Sunda”. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini merupakan sisa erosi
atau pencetusan daerah daratan pra tersier yang membentang dari
Semenanjung Malaysia di bagian utara sampai dengan Pulau Bangka dan
Belitung di bagian selatan. Proses pembentukan lapisan bumi di Pulau ini
berasal dari formasi-formasi vulkanik, yang akhirnya membentuk tonjolan-
tonjolan pada permukaan bumi yang disebut pulau, baik pulau-pulau yang
ukurannya cukup besar, maupun pulau yang ukurannya relatif kecil.
Secara umum bentuk batuan di Pulau Bintan termasuk antara akhir
poleozoikum dan tersier. Batuan tertua terdiri dari bahan senyawa yang
berasal dari gunung api dan deposit sedimen plastis yang sedikit
mengalami metamorfosa yang dapat dikorelasikan dengan pahang
vulkanik series di Malaysia.
Batuan muda terdiri dari batuan pasir serpih konglomerat yang dapat
dikorelasikan dengan plateau dari batu pasir Kalimantan dan terbentuk
pada umur tersier bawah. Batu-batuannya kebanyakan merupakan
2 - 37
batuan-batuan metamor dan batuan beku yang berumur dari pra tersier,
sedangkan penyebaran batuan sedimen sangat terbatas.Jenis batuan
yang mendominasi di Pulau Bintan adalah Formasi Goungon dan Granit.
Adapun dominasi formasi goungon kurang lebih sebesar 65% yang
tersebar merata di seluruh wilayah Pulau Bintan. Untuk batuan granit
dominasinya sebesar 34% dan batuan ini tersebar di daerah Berakit,
Malang Rapat, Gunung Kijang, Gunung Lengkuas sampai dan juga
terdapat di Pulau Mantang dan Pulau Siolong. Jenis batuan lain yang
terdapat di Pulau Bintan adalah Andesit dan Aluvium, Andesit terdapat di
daerah Teluk Bintan dan Aluvium terdapat di Daerah sungai Anculai dan
sungai Bintan.Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi geologi Kota
Tanjungpinang dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut ini.
C. Klimatologi
Kota Tanjungpinang beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata
255,5/hari, sedangkan suhu udara rata-rata maksimum 27,1ºC dengan
kelembaban udara rata-rata 83% dan tekanan udara minimum 1.005,2
MBS dan maksimum 1.016,4 MBS. Selain itu, juga terdapat dua musim
yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung pada
bulan Oktober sampai bulan Juni. Sedangkan musim kemarau
berlangsung pada bulan Juli sampai bulan Agustus. Sedangkan
perubahan angin dapat dilihat pada musim angin. Musim angin utara
berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Februari. Angin
musim timur berlangsung pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei,
musim angin selatan berlangsung dari bulan September sampai bulan
November.
Pergantian musim yang terjadi setiap waktu didaerah ini mengakibatkan
arah angin tidak menentu atau dikenal dengan sebutan musim pancaroba.
Pada saat bulan barat angin bertiupnya angin utara dan angin barat,
hujan sering terjadi yang diiringi dengan tiupan angin kencang dan cuaca
tidak menentu,sedangkan pada musim angin timur dan selatan angin
bertiup sepoi-sepoi dan agak tenang. Kondisi iklim yang tidak menentu
cukup berdampak pada ekonomi masyarakat, karena sebagian besar
2 - 38
masyarakat Kota Tanjungpinang bekerja sebagai nelayan. Selain
berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat, pengaruh perubahan
iklim yang ekstream sangat berdampak pada keselamatan masyarakat,
karena sebagian besar masyarakat Kota Tanjungpinang tinggal dan
menetap di tepi pantai. Oleh karena it, denagn melihat kondisi iklim yang
tidak menentu, maka pentingnya peringatan serta antisipasi dini akan
bahaya/dampak buruk yang ditimbulkan. Untuk mengetahui lebih jelas
mengenai kondisi klimatologi Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada tabel
2.9 berikut ini.
Tabel 2.9 : Kondisi Klimatologi Kota Tanjungpinang
No Bulan Suhu Udara (ºC) Tekanan Udara (MBS) Kelembaban Udara (%)
1 Januari 25,9 1 012,5 79
2 Februari 26,7 1 011,2 76
3 Maret 27,2 1 011,4 79
4 April 27,1 1 010,6 85
5 Mei 27,4 1 010,1 87
6 Juni 28,0 1 009,3 85
7 Juli 27,6 1 010,3 84
8 Agustus 26,6 1 011,1 87
9 September 27,7 1 011,2 80
10 Oktober 27,5 1 010,8 83
11 November 26,8 1 010,4 87
12 Desember 26,6 1 010,5 87
2014 27,1 1 005,2 83
Sumber : Kota Tanjungpinang dalam Angka
2 - 39
D. Hidrologi dan Hidrogeologi
Kondisi geografis Kota Tanjungpinang yang mepunyai wilayah perairan
kurang lebih 70% yang terdiri dari sunagi dan laut. Sungai-sungai yang
mengalir di Kota Tanjungpinang kebanyakan kecil-kecil dan dangkal,
seperti halnya sungai-sungai yang ada di Pulau Bintan, dan tidak
sepenuhnya dipergunakan untuk lalu lintas pelayaran. Pada umumnya
hanya digunakan untuk saluran pembuangan air dari daerah rawa-rawa
tertentu. Selain digunakan sebagai saluran drainase sungai yang cukup
besar juga dimanfaatkan sebagai sumber air baku bagi penduduk kota
dan sekitarnya. Adapun sungai-sungai yang terdapat di Kota
Tanjungpinang antara lain adalah: Sungai Gugus, Sungai Terusan,
Sungai Papah, Sungai Jang,Sungai Senggarang, Sungai Sei Payung, dan
Sungai Dompak.
Secara umum tatanan air bawah tanah dapat dikelompokkan menjadi 2
(dua) kelompok berdasarkan keterdapatannya. Air bawah tanah tersebut
terdapat dalam berbagai sistem akuifer dengan litologi yang berbeda-
beda. Adapun air bawah tanah tersebut terdiri dari:
Air Bawah Tanah Dangkal
Air bawah tanah dangkal pada umumnya tersusun atas endapan aluvium
dan kedudukan muka air bawah tanah mengikuti bentuk topografi
setempat. Lapisan akuifer ini pada umumnya tersusun atas pasir, pasir
lempungan, dan lempung pasiran yang bersifat lepas sampai kurang padu
dari endapan aluvium dan hasil pelapukan granit. Kedudukan muka air
bawah tanah akan menjadi semakin dalam di daerah yang topografinya
tinggi dengan daerah sekitarnya.
Kedalaman muka air bawah tanah pada umumnya sekitar 2-3 m.Air
bawah tanah dangkal ini tersusun atas lapisan akuifer bebas (unconfined
aquifer) yang di beberapa tempat bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan
kedap air yang berupa lapisan lempung dan lempung pasiran. Ketebalan
rata-rata lapisan akuifer air bawah tanah dangkal sekitar 13 m dan pada
umumnya akan menipis ke arah perbukitan.
2 - 40
Air Bawah Tanah Dalam
Air bawah tanah dalam di Kota Tanjungpinang tersusun atas litologi
berupa pasir kompak, pasir, dan pasir lempungan dan tersusun atas
sistem akuifer bebas (unconfined aquifer), walaupun di beberapa tempat
terdapat lapisan kedap air yang berupa lempung dan lempung pasiran
yang tidak menerus atau hanya membentuk lensa-lensa, sehingga di
beberapa tempat terbentuk sistem akuifer tertekan (confined aquifer) atau
semi tertekan (semi confined aquifer), sehingga secara umum sistem
akuifer yang berkembang di wilayah Pulau Bintan, Kota Tanjungpinang
tergolong multi-layer dimana antara satu lokasi dengan lokasi lain
kedalaman lapisan akuifernya tidak berada pada level yang sama.
Pada bagian bawah dari lapisan akuifer dalam dibatasi oleh granit yang
bersifat kedap air sampai mempunyai sifat kelulusan terhadap air yang
kecil tergantung adanya celah atau rekahan pada tubuh granit tersebut.
Ketebalan rata-rata lapisan akuifer air bawah tanah dalam berkisar sekitar
26 m.
Sedangkan keterdapatan mata air muncul pada batuan sedimen yang
terdapat dalam mata air bawah tanah perbukitan bergelombang. Tipe
pemunculannya umumnya diakibatkan oleh pemotongan topografi pada
tekuk lereng dengan dataran. Mata air tersebut dapat dimanfaatkan untuk
air minum penduduk sekitarnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 2.8 dan tabel 2.9 berikut ini.
Tabel 2.9 : Daerah Aliran Sungai di Kota Tanjungpinang
No Nama DAS Luas (M2)
1 DAS Dompak N/A
2 DAS Jang N/A
3 DAS Katubi N/A
Sumber: Bappeda dan PM Kota Tanjungpinang, 2013
2 - 41
2 - 42
2 - 43
2 - 44
2.3.4.3. Isu-isu Strategis Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta
Karya
Kondisi Bidang Cipta Karya di Provinsi Kepulauan Riau berbeda-beda
pada setiap Kabupaten/Kotanya, namun secara garis besar ada satu
kesamaan karakteristik yaitu sebagai wilayah kepulauan yang tentunya
banyak masyarakat yang tinggal di pesisir, tentu hal tersebut berpengaruh
terhadap pelayanan di bidang cipta karya baik di sektor permukiman,
penyehatan lingkungan permukiman, air minum maupun penataan
bangunan dan lingkungan.
Isu strategis pembangunan infrastruktur di Kota Tanjungpinang meliputi;
pengembangan permukiman, penataan bangunan, pengembangan air
minum dan pengembangan sanitasi berupa sistem persampahan dan air
limbah. Selanjutnya akan dibahas mengenai permasalahn serat rencana
pengembangan pada tiap sektor di bidang cipta karya di Kota
Tanjungpinang.
Tabel 2.10 : Isu Strategis Bidang Cipta Karya Kota Tanjungpinang
Kota Tanjungpinang
No
Sektor
Pengembangan
Bidang Cipta Karya
Isu Strategis
1 Pengembangan
Permukiman
Pembangunan perumahan khususnya untuk masyarakat
berpendapatan menengah ke bawah, dipelopori oleh Perum
Perumnas sebagai developer milik pemerintah dengan
melakukan pembangunan perumahan beberapa daerah
termasuk di Kota Tanjungpinang
Munculnya permukiman baru di sekitar Kecamatan
Tanjungpinang Timur
Sarana dan Prasarana permukiman yang masih belum
tersebar secara merata.
Kawasan permukiman padat dan kumuh tersebar di beberapa
lokasi Kota Tanjungpinang
2 - 45
Kota Tanjungpinang
No
Sektor
Pengembangan
Bidang Cipta Karya
Isu Strategis
2 Penataan Bangunan
Belum terdatanya bangunan gedung dan rumah negara
Minimnya prasarana dan sarana lingkungan permukiman
tradisional di Kota Tanjungpinang
Masih minimnya prasarana dan sarana hidran kebakaran yang
tidak berfungsi
Masih lemahnya pengaturan penyelenggaraan bangunan
gedung
3 Pengembangan Air
Minum
Cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum
seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk
Terjadinya kontaminasi pada jaringan distribusi air minum
PDAM
4
Air limbah
Rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah
Belum tersedianya sistem pengolahan air limbah off-site
Penyelenggaraan sistem pengelolaan air limbah mengalami
kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan,
disebabkan rendahnya kemauan masyarakat untuk membayar
retribusi air limbah serta tidak tertariknya sektor swasta untuk
melakukan investasi dibidang air limbah
Persampahan
Kurangnya sarana dan prasarana sampah seperti armada, bak
sampah, lokasi TPS
Pelayanan sampah masih sangat terbatas belum menjangkau
seluruh wilayah. Sumber: Hasil Analis