Kortikosteroid Dan Efek Samping

10
Kortikosteroid dan efek sampingnya Penggunaan dan mekanisme kerja kortikosteroid Kortikosteroid adalah hormon yang disintesis di korteks adrenal, berasal dari kolesterol dengan struktur utama siklopentanoperhidrofenantren dan hasil akhir berupa aldosteron dan kortisol (21 atom C). Selain kortikosteroid juga dihasilkan androgen lemah (19 atom C). Istilah “kortikosteroid” sendiri sebenarnya mengacu baik kepada glukokortikoid dan mineralokortikoid, namun dalam penggunaan sehari-hari lebih banyak mengacu kepada glukokortikoid saja. Kortikosteroid bekerja dengan cara mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid. Kortikosteroid memiliki dua efek utama, yaitu dalam metabolisme dan inflamasi. Kortikosteroid berfungsi dalam proses glukoneogenesis di hati, lipolisis dan mobilisasi asam amino (sebagai substrat untuk glukoneogenesis) serta menghambat/inhibisi ambilan glukosa di otot dan jaringan adiposa.

Transcript of Kortikosteroid Dan Efek Samping

Page 1: Kortikosteroid Dan Efek Samping

Kortikosteroid dan efek sampingnya

Penggunaan dan mekanisme kerja kortikosteroid

Kortikosteroid adalah hormon yang disintesis di korteks adrenal, berasal dari kolesterol

dengan struktur utama siklopentanoperhidrofenantren dan hasil akhir berupa aldosteron dan

kortisol (21 atom C). Selain kortikosteroid juga dihasilkan androgen lemah (19 atom C).

Istilah “kortikosteroid” sendiri sebenarnya mengacu baik kepada glukokortikoid dan

mineralokortikoid, namun dalam penggunaan sehari-hari lebih banyak mengacu kepada

glukokortikoid saja.

Kortikosteroid bekerja dengan cara mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul

hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target

hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan

membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu

bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi

RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini yang akan menghasilkan efek

fisiologik steroid.

Kortikosteroid memiliki dua efek utama, yaitu dalam metabolisme dan inflamasi.

Kortikosteroid berfungsi dalam proses glukoneogenesis di hati, lipolisis dan mobilisasi asam

amino (sebagai substrat untuk glukoneogenesis) serta menghambat/inhibisi ambilan glukosa

di otot dan jaringan adiposa.

Sedangkan untuk efek antiinflamatiknya, efek tersebut terjadi melalui penekanan

pembentukan berbagai mediator inflamasi (fosfolipase A, cyclooxigenase, degranulasi sel

mast), menghambat fungsi makrofag, dan bekerja dalam keadaan inflamasi akut maupun

kronik.

Penggunaan kortikosteroid dapat dibagi sebagai terapi substitusi hormon maupun terapi non

endokrin. Untuk terapi substitusi hormon, kortikosteroid diberikan kepada penderita

insuffisiensi adrenal, sedangkan untuk terapi non-endokrin antara lain untuk pengobatan

arthritis, asthma bronkial, alergik, penyakit kulit (dermatitis), shock anafilaktik,

penyempurnaan fungsi paru pada fetus dll.

Efek samping kortikosteroid

Page 2: Kortikosteroid Dan Efek Samping

Kortikosteroid jarang menimbulkan efek samping jika hanya digunakan dalam waktu singkat

dan non-sistemik. Namun apabila digunakan untuk jangka waktu yang lama dapat

menimbulkan beragam efek samping. Ada dua penyebab timbulnya efek samping pada

penggunaan kortikosteroid. Efek samping dapat timbul karena penghentian pemberian secara

tiba-tiba atau pemberian terus menerus terutama dengan dosis besar. Efek samping yang

dapat timbul antara lain:

-        Insufisiensi adrenal akut/krisis adrenal

Pemberian kortikosteroid jangka lama (>2 minggu) yang dihentikan secara mendadak dapat

menimbulkan insufisiensi adrenal akut (krisis adrenal). Insufisensi adrenal akut sebaiknya

dibedakan dari Addison disease, di mana pada Addison disease terjadi destruksi

adrenokorteks oleh bermacam penyebab (mis.autoimun, granulomatosa, keganasan dll).

Insufisiensi adrenal akut terjadi akibat penekanan sumbu hipothalamus-hipofisis-adrenal oleh

kortikosteroid eksogen, sehingga kelenjar adrenal kurang memproduksi kortikosteroid

endogen.  Pada saat kortikosteroid eksogen dihentikan, terjadilah kekurangan kortikosteroid

(endogen). Dapat terjadi kehilangan ion Na+dan shock, terkait aktivitas mineralokortikoid

yang ikut berkurang.  Gejala yang timbul antara lain gangguan saluran cerna, dehidrasi, rasa

lemah, hipotensi, demam, mialgia, dan arthralgia. Hal ini diatasi dengan pemberian

hidrokortison, disertai asupan air, Na+, Cl-, dan glukosa secepatnya.  Untuk menghindari

insufisiensi adrenal maka penghentian penggunaan kortikosteroid harus secara perlahan

/bertahap.

-        Habitus Cushing

Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu lama menyebabkan kondisi hiperkortisme

sehingga menimbulkan gambaran habitus Cushing. Kortikosteroid yang berlebihan akan

memicu katabolisme lemak sehingga terjadi redistribusi lemak di bagian tertentu tubuh.

Gejala yang timbul antara lain moon face, buffalo hump, penumpukan lemak supraklavikular,

ekstremitas kurus, striae, acne dan hirsutism. Moon face dan buffalo hump disebabkan

redistribusi/akumulasi lemak di wajah dan punggung. Striae (parut kulit berwarna merah

muda) muncul akibat peregangan kulit (stretching) di daerah perut yang disebabkan oleh

akumulasi lemak subkutan.

-        Hiperglikemia dan glikosuria

Page 3: Kortikosteroid Dan Efek Samping

Karena kortikosteroid (glukokortikoid) berperan dalam memetabolisme glukosa yaitu melalui

peningkatan glukoneogenesis dan aktivitas enzim glukosa-6-pospat, maka akan timbul gejala

berupa peninggian kadar glukosa dalam darah sehingga terjadi hiperglikemia dan glikosuria.

Dapat juga terjadi resistensi insulin dan gangguan toleransi glukosa, sehingga menyebabkan

diabetes steroid (steroid-induced diabetes).

-        Penurunan absorpsi kalsium intesinal

Penelitian menunjukkan bahwa betametason serta prednison menyebabkan penurunan

absorpsi kalsium di intestinal dalam jumlah signifikan. Hal ini dapat membuat keseimbangan

kalsium yang negatif.

-        Keseimbangan nitrogen negatif

Kortikosteroid juga menyebabkan mobilisasi asam amino dari jaringan ekstrahepatik, yang

digunakan sebagai substrat untuk glukoneogenesis. Hal ini menyebabkan tingginya kadar

asam amino dalam plasma, peningkatan pembentukan urea, dan keseimbangan nitrogen

negatif.

-        Mudah terkena infeksi

Kortikosteroid selain memiliki efek metabolik juga memiliki efek antiinflamatik. Efek

antiinflamatik ini terjadi melalui mekanisme salah satunya penekanan aktifitas fosfolipase

sehingga mencegah pembentukan prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan leukotrien.

Penekanan sistem imun ini bermanfaat untuk menghentikan reaksi peradangan, namun dapat

memudahkan pasien terkena infeksi. Oleh karena itu pada pemberian kortikosteroid sebagai

antiinflamatik sebaiknya disertakan dengan pemberian antibiotik/antifungal untuk mencegah

infeksi.

-        Tukak peptik

Tukak peptik merupakan komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan

kortikosteroid. Sebab itu bila ada kecurigaan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan

radiologi terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan. Pemberian dosis besar

sebaiknya dilakukan pada waktu lambung berisi, dan di antara waktu makan diberikan

Page 4: Kortikosteroid Dan Efek Samping

antasida (bila perlu). Perforasi yang terjadi sewaktu terapi kortikosteroid dosis besar sangat

berbahaya karena dapat berlangsung dengan gejala klinis minimal.

-        Osteoporosis (steroid-induced osteoporosis)

Kortikosteroid dapat menurunkan kadar Ca2+ dalam darah dengan cara menghambat

pembentukan osteoklast, namun dalam jangka waktu lama malah menghambat pembentukan

tulang (sintesis protein di osteoblast) dan meningkatkan resorpsi sehingga memicu terjadinya

osteoporosis. Selain itu juga menurunkan absorpsi Ca2+ dan PO43- dari intestinal dan

meningkatkan ekskresinya melalui ginjal, sehingga secara tidak langsung akan mengaktifkan

PTH yang menyebabkan resorpsi. Salah satu komplikasinya adalah fraktur vertebra akibat

osteoporosis dan kompresi.

-        Miopatik

Katabolisme protein akibat penggunaan kortikosteroid yang dapat menyebabkan

berkurangnya massa otot, sehingga menimbulkan kelemahan dan miopatik. Miopatik

biasanya terjadi pada otot proksimal lengan dan tungkai, bahu dan pelvis, dan pada

pengobatan dengan dosis besar. Miopatik merupakan komplikasi berat dan obat harus segera

dihentikan.

-        Psikosis

Psikosis merupakan komplikasi berbahaya dan sering terjadi. Kemungkinan hal ini terjadi

karena adanya gangguan keseimbangan elektrolit dalam otak, sehingga mempengaruhi

kepekaan otak. Berbagai bentuk gangguan jiwa dapat muncul, antara lain: nervositas,

insomnia, psikopatik, skizofrenik, kecenderungan bunuh diri. Gangguan jiwa akibat

penggunaan hormon ini dapat hilang segera atau dalam beberapa bulan setelah obat

dihentikan.

-        Hiperkoagubilitas darah

Hiperkoagulabilitas darah dengan kejadian tromboemboli telah ditemukan terutama pada

pasien yang mempunyai penyakit yang memudahkan terjadinya trombosis intravaskular.

Pengobatan kortikosteroid dosis besar pada pasien ini, harus disertai pemberian antikoagulan

sebagai terapi profilaksis.

Page 5: Kortikosteroid Dan Efek Samping

-        Pertumbuhan terhambat

Pada anak-anak penggunaan kortikosteroid dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat.

Mekanisme terjadinya melalui stimulasi somatostatin, yang menghambat growth hormone.

Selain itu kortikosteroid menyebabkan kehilangan Ca2+ melalui ginjal, akibatnya terjadi

sekresi PTH yang meningkatkan aktivitas osteoklast meresorpsi tulang. Kortikosteroid juga

menghambat hormon-hormon gonad, yang pada akhirnya menyebabkan gangguan proses

penulangan sehingga menghambat pertumbuhan.

-        Peningkatan tekanan darah

Kortikosteroid dengan efek mineralokortikoidnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan

darah/hipertensi. Yaitu efek retensi sodium yang mengakibatkan retensi air dan peninggian

tekanan darah. Beberapa obat dengan efek mineralokortikoid kuat antara lain fludrokortison

dan hidrokortison.

-        Glaukoma (steroid-induced glaucoma)

Patofisiologi glaukoma akibat kortikosteroid belum diketahui dengan baik. Diduga terdapat

defek berupa peningkatan akumulasi glikosaminoglikan atau peningkatan aktivitas respons

protein trabecular-meshwork inducible glucocorticoid (TIGR) sehingga menyebabkan

obstruksi cairan. Selain itu bukti lain mengisyaratkan terjadi perubahan sitoskeleton yang

menghambat pinositosis aqueous humor atau menghambat pembersihan glikosaminoglikans

dan menyebabkan akumulasi.

Dan masih ada beberapa efek samping lain seperti katarak, peninggian kolesterol LDL,

ginekomastia, akne, virilisasi, pembesaran prostat, sterilitas dll. Mekanisme terjadinya

beragam  efek samping ini masih ada yang belum diketahui dan sedang diteliti.

Untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan tsb, diajukan minimal 6 prinsip

terapi yang perlu diperhatikan sebelum obat digunakan:

1. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial and

error, dan harus dievaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit,

2. Suatu dosis tunggal kortiksteroid umumnya tidak berbahaya,

3. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik,

tidak membahayakan kecuali dosis sangat besar,

Page 6: Kortikosteroid Dan Efek Samping

4. Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu/lebih hingga dosis melebihi dosis

substitusi, insidens efek samping dan efek lethal potensial akan bertambah. Awasi

dan sadari risio pengaruhnya terhadap metabolisme terutama bila gejala terkait

muncul misalnya diabetes resistensi insulin, osteoporosis, lambatnya penyembuhan

luka,

5. Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan terapi kausal

melainkan hanya paliatif saja,

6. Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,

mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan mengancam jiwa.

Secara ringka dapat dikatakan bahwa bila kortikosteroid akan digunakan untuk jangka

panjang, harus diberikan dalam dosis minimal yang masih efektif melalui trial and error.

Dosis awal harus kecil kemudian secara bertahap ditingkatkan, dan diturunkan secara

bertahap pula. Untuk terapi yang bertujuan mengatasi keadaan yang mengancam, dosis awal

haruslah cukup besar, dan bila dalam beberapa hari belum terlihat efeknya dosis dapat

dilipatgandakan. Sedangkan untuk keadaan yang tidak mengancam jiwa, kortikosteroid dosis

besar dapat diberikan untuk waktu singkat selama tidak ada kontraindikasi spesifik. Sebelum

mengambil keputusan, dokter harus dapat mempertimbangkan antara bahaya pengobatan dan

bahaya akibat penyakit itu sendiri.

Referensi

1. Barret K, Barman M, Boitano S, Brooks H. Ganong’s Review of Medical Physiology.

23rd ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2010.

2. Kirkland L. Adrenal Crisis. [Online]. 2010 Mar 8 [cited 2010 Sep 22]; Available

from: URL:http://emedicine.medscape.com/article/116716-overview

3. Gennari C. Differential effect of glucocorticoids on calcium absorption and bone

mass. Br J Rheumatol. 1993 May [cited 2010 Sep 22];32 Suppl 2:11-4.

4. Syarif A et.al. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan

Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

5. Rhee DJ. Glaucoma, Drug-Induced Glaucoma. [Online]. 2009 May 18 [cited 2010

Sept 22]; available from: URL:http://emedicine.medscape.com/article/1205298-

overview