Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

download Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

of 5

Transcript of Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

  • 8/19/2019 Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

    1/10

    1

     KORELASI VARIASI ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS

    BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN TERHADAP KEJADIAN

     RINOSINUSITIS KRONIK

    CORRELATION OF NASAL AND SINUS ANATOMICAL VARIATIONS

     PARANASALIS CT IMAGE BASED ON THE INCIDENCE OF CHRONIC

     RHINOSINUITIS

     Julyanti Emilia1 , Nurlaily Idris1 , Muhammad Ilyas1 , Frans Liyadi1 

     Muh. Fadjar Perkasa2 , Burhanuddin Bahar  ,3

    1 Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar2 Bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher, Universitas

     Hasanuddin Makassar3 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin Makassar

    Alamat Koresponden :

    Julyanti Emilia

    Fakultas Kedokteran Universitas HasanuddinMakassar, 90245

    HP : 085243349609Email : [email protected] 

  • 8/19/2019 Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

    2/10

    2

    Abstrak

    Variasi anatomi hidung dan sinus paranasalis merupakan salah satu faktor penyebab gangguan drainase hidungdan sinus paranasalis dan diduga menjadi faktor predisposisi terhadap kejadian rinosinusitis kronik.Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara variasi anatomi hidung dan sinus paranasalis pada kejadian

    rinosinusitis kronik berdasarkan pemeriksaan CT Scan. Penelitian ini dilakukan di bagian Radiologi RS. Dr.

    Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Metode penelitian bersifat cross sectional, dilakukan selama bulan November2012 sampai Februari 2013. Total sampel 119 pada pasien yang dicurigai rinosinusitis kronik, berumur antara

    10 – 76 tahun, yang memenuhi kriteria inklusi. Kemudian dilakukan pemeriksaan CT Scan sinus paranasalis potongan coronal pada pasien dengan gejala klinik rinosinusitis kronik untuk mengidentifikasi dan menentukanada tidaknya variasi anatomi hidung dan sinus paranasalis Analisis statistik yang dilakukan berdasarkan skala pengukuran yaitu : Uji Chi-Square dan Uji Fisher . Hasil penelitian ini adalah jenis variasi anatomi hidung dansinus paranasalis yang didapatkan pada CT Scan potongan coronal yaitu sel frontal, sel agger nasi, bula etmoid, prosessus unsinatus, sel haller, concha bullosa dan deviasi septum nasi. Didapatkan pula bahwa variasi anatomi

    hidung dan sinus paranasalis yang paling banyak menyebabkan rinosinusitis kronik adalah deviasi septum nasidan bula etmoid. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara ada atautidaknya variasi anatomi hidung dan sinus paranasalis dengan kejadian rinosinusitis kronik Dan juga tidak

    terdapat hubungan bermakna antara jumlah variasi anatomi hidung dan sinus paranasalis dengan kejadianrinosinusitis kronik.

    Kata kunci : CT scan, sinus paranasalis, variasi anatomi, rinosinusitis kronik.

    Abstrac

    This study aimed to assess the association between variations in the anatomy of the nose and sinuses paranasalis in the incidence of chronic rhinosinusitis based on a CT Scan. The research was conducted at the Hospital Radiology. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Research methods are cross-sectional, conducted

    during the months of November 2012 through February 2013. Total sample of 119 patients with clinical symptoms of chronic rhinosinusitis, aged between 10-76 years. Sinus CT examination paranasalis coronal pieces in patients with clinical symptoms of chronic rhinosinusitis to identify and determine the presence or

    absence of nasal and sinus anatomical variations paranasalis study was also conducted to compare the frequency of occurrence of chronic rhinosinusitis in patients with and without anatomical variation with the riskof increasing the incidence of chronic rhinosinusitis and determine the number and type of relationship with the

    incidence of anatomical variations in chronic rhinosinusitis, statistical analysis based on the measurement scales are: Chi-Square test and Fisher test. The results of this study suggest that nasal and sinus anatomyvariations paranasalis the most common cause of chronic rhinosinusitis is a deviation of the septum nasi and

    bullae etmoid. Also obtained the result that there is no significant relationship between the presence or absenceof anatomic variations of nasal and sinus paranasalis the incidence of chronic rhinosinusitis And also there isno significant relationship between the amount of variation in the nose and sinus anatomy paranasalis the

    incidence of chronic rhinosinusitis.

     Key words: CT scan, sinus paranasalis, anatomical varians, chronic rhinosinusitis.

  • 8/19/2019 Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

    3/10

    3

    PENDAHULUAN

    Rinosinusitis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasalis yang terjadi

    akibat perluasan atau penyebaran suatu rhinitis. Kelainan anatomi hidung dan sinus

     paranasalis merupakan penyebab terbanyak dari rinosinusitis. (Arfandy, 2003; Ballenger JJ,1993).

    Istilah rinosinusitis akhir-akhir ini sering digunakan untuk mengganti istilah sinusitis

    karena jarang peradangan mukosa sinus yang berdiri sendiri. Salah satu penyebab utama pada

    rinosinusitis adalah gangguan drainase terhadap patensi kompleks ostiomeatal. Variasi

    antaomi hidung dan sinus paranasalis seperti: sel frontal, sel agger nasi, bula etmoid,

     prosessus unsinatus, concha bullosa, sel haller dan deviasi septi merupakan salah satu faktor

     penyebab gangguan drainase hidung dan sinus paranasalis dan diduga menjadi faktor

     predisposisi terhadap kejadian rinosinusitis kronik. Variasi anatomi tersebut dapat

    menyebabkan ostruksi terhadap kompleks ostiomeatal (KOM) dan mengganggu pembersihan

    mukosilia sehingga memungkinkan terjadinya rinosinusitis kronik. (Pinheiro AD,et al, 2003;

    Rao JJ, et al, 2005).

    Dilaporkan 3,7% insiden komplikasi intrakranial dari semua pasien yang datang ke

    rumah sakit dengan gejala klinik rinosinusitis. 35-65% rinosinusitis sebagai sumber abses

    subdural. Komplikasi intrakranial rinosinusitis umumnya akibat perluasan dari penyakit pada

    sinus frontal, etmoid atau sphenoid termasuk meningitis, empyema subdural atau epidural,

    abses otak dan thrombosis (Punagi Q, dkk, 2008)

    Sinusitis pada dasarnya bersifat rinogenik. Pada sinusitis kronik, sumber infeksi

     berulang cenderung berupa stenotik. Inflamasi menyebabkan saling menempelnya mukosa

    yang berhadapan dalam ruang yang sempit, akibatnya terjadi gangguan transport mukosiliar,

    menyebabkan retensi mukus dan mempertinggi pertumbuhan bakteri dan virus. Infeksi

    kemudian menyebar ke sinus yang berdekatan. Dewasa ini teknik operasi bedah sinus

    endoskopi fungsional (BSEF) merupakan kemajuan ilmu yang sangat berarti dalam

    tatalaksana penyakit rinosinusitis kronik. Gambaran anatomi sinus paranasalis pada CT

    Scan merupakan kondisi awal yang harus diketahui sebelum pembedahan sinus endoskopi

     begitu juga dengan evaluasi perluasan penyakit, sehingga membantu operator dalam

    mengarahkan operasi sesuai dengan luasnya kelainan yang ditemukan. (Muslim, 1999).

    CT scan merupakan metode yang baik untuk evaluasi struktur anatomi karena dapat

    memperlihatkan dengan jelas struktur anatomi hidung dan sinus paranasal seperti kondisi

    kompleks ostiomeatasl, kelainan anatomi, visualisasi ada atau tidaknya jaringan patologis di

  • 8/19/2019 Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

    4/10

    4

    sinus dan perluasannya (Zinriech, et al, 2001). Pemeriksaan CT Scan mampu memberikan

    gambaran struktur anatomi pada area yang tidak tampak melalui endoskopi. Pemeriksaan ini

    sangat baik dalam memperlihatkan sel-sel etmoid anterior, dua pertiga atas kavum nasi dan

    resessus frontalis. Pada daerah ini CT Scan dapat memperlihatkan lokasi faktor penyebab

    sinusitis kronis, yaitu KOM (Zinriech, et al, 2001) .

    Tujuan penelitian ini secara umum adalah menilai hubungan antara variasi anatomi

    hidung dan sinus paranasalis pada kejadian rinosinusitis kronik berdasarkan pemeriksaan CT

    Scan.

    BAHAN DAN METODE

     Lokasi dan rancangan penelitian

    Penelitian ini dilakukan di bagian Radiologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

    Makassar mulai bulan November 2012 sampai dengan Februari 2013. Rancangan penelitian

    yang digunakan adalah observational  dengan desain cross sectional   study .

     Populasi dan sampel  

    Populasi adalah seluruh pasien-pasien yang dicurigai menderita rinosinusitis kronik

    yang datang ke bagian Radiologi untuk pemeriksaan CT Scan sinus paranasalis. Sampel

    sebanyak 119 pasien dengan gejala klinik rinosinusitis kronik yang diperoleh dengan cara

    consecutive sampling   yang memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien dengan gejala klinikrinosinusitis kronik yang menjalani pemeriksaan CT Scan sinus paranasalis potongan coronal

    dan didapatkan rinosinusitis dan gambaran sel frontal, sel agger nasi, pembesaran bula

    etmoid, prosessus unsinatus, konka bullosa, sel Haller dan deviasi septum nasi, serta bersedia

    mengikuti penelitian ini dengan menandatangani informed consent   yang dikeluarkan oleh

    Komite Etik Fakultas Kedokteran Unhas..

     Metode pengumpulan data

    Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti. Dilakukan pencatatan identitas pasien yang

    memenuhi kriteria inklusi dan memberikan penjelasan lengkap dan bila setuju mereka akan

    mengisi dan menandatangani informed concent. Sampel menjalani pemeriksaan CT Scan

    sinus paranasalis potongan coronal dalam posisi prone, kepala dihiperekstensikan dengan

    kepala bertumpu pada dagu, gantry diangulasikan tegak lurus dengan garis infraorbitomeatal.

    Tebal irisan yang ideal adalah 3 mm per slice dengan window width: 2000-2500 HU dan

    window level 200-350 HU. Hasil CT Scan pada monitor atau print out dievaluasi ada atau

    tidaknya gambaran variasi anatomi hidung dan sinus paranasalis dan rinosinusitis kronik pada

    tiap sisi. Penilaian hasil CT Scan dilakukan oleh pemeriksa dan hasilnya dinilai oleh konsulen

  • 8/19/2019 Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

    5/10

    5

    dan hasilnya dicatat dalam format penelitian. Data dikumpulkan dan dilakukan analisis data

    dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

     Analisis data

    Data yang diperoleh dikelompokkan sesuai dengan variabel penelitian dan disajikan

    dalam bentuk deskriptif, kemudian dipilih metode statistic yang sesuai. Pada penelitian ini

    digunakan Uji Chi-Square.  Batas kemaknaan yang digunakan adalah nilai α = 0,05. Hasil

    yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

    HASIL PENELITIAN

     Karakteristik sampel

    Tabel 1 memperlihatkan sebaran sampel penelitian berdasarkan umur dan jenis

    kelamin, rentang umur dari 119 sampel adalah 10-76 tahun dengan kelompok umur terbanyak

     pada umur 31-40 tahun yaitu 30 subjek (25,2%) dan paling banyak pada perempuan yaitu 69

    kasus (58%).

    Pada tabel 2 memperlihatkan frekuensi variasi anatomi pada 119 sampel dengan

    gejala klinik rinosinusitis kronik ditemukan variasi anatomi yang paling banyak pada deviasi

    septum nasi yaitu sebanyak 80 (67,2%) dan pada bula ethmoid yaitu sebanyak 32 (26,9%)

    kemudian diikuti oleh prosessus unsinatus sebanyak 25 (21%), concha bullosa sebanyak 15

    (12,6%), sel Haller sebanyak 8 (6,7%), sel agger sebanyak 7 (5,9%) dan sel frontal sebanyak5 (4,2%).

     Analisis statistik

    Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji korelasi  Fisher seperti yang terlihat

     pada tabel 3, tidak ditemukan hubungan bermakna antara ada atau tidaknya variasi anatomi

    dengan kejadian rinosinusitis kronik.. Begitu pun dengan hasil analisis uji korelasi  Fisher  

     pada tabel 4 antara jumlah variasi anatomi dengan kejadian rinosinusitis kronik menunjukkan

     bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah variasi anatomi dengan

    kejadian rinosinusitis kronik.

    Kemudian pada tabel 5, dilakukan analisis statistik untuk masing-masing variasi

    anatomi dimana berdasarkan uji  Fisher yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

     bermakna antara variasi anatomi sel frontal dengan kejadian rinosinusitis kronik (RSK).

    Begitu pula antara variasi anatomi sel agger nasi, dilakukan uji  Fisher yang menunjukkan

    tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sel agger nasi dengan kejadian RSK.

    Kemudian untuk variasi anatomi bula etmoid, dilakukan uji Chi Square menunjukkan

    terdapat hubungan yang bermakna antara bula etmoid dengan kejadian RSK dengan OD =

  • 8/19/2019 Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

    6/10

    6

    0,352. Untuk variasi anatomi prosessus unsinatus, dilakukan uji  Fisher yang menunjukkan

    tidak terdapat hubungan yang bermakna antara prosessus unsinatus dengan kejadian RSK.

    Untuk variasi anatomi sel haller, dilakukan uji  Fisher yang menunjukkan tidak terdapat

    hubungan yang bermakna antara sel Haller dengan RSK. Kemudian untuk variasi anatomi

    concha bullosa, dilakukan uji  Fisher menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna

    antara concha bullosa dengan kejadian RSK. Untuk variasi anatomi deviasi septum nasi,

    dilakukan uji Chi Square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara deviasi

    septum nasi dengan kejadian RSK dengan OD = 3,111.

    PEMBAHASAN

    Penelitian ini menunjukkan bahwa jenis variasi anatomi hidung dan sinus paranasalis

    yang didapatkan pada CT Scan sinus paranasalis potongan coronal adalah sel frontal, sel

    agger nasi, bula ethmoid, prosessus unsinatus, sel Haller, concha bullosa dan deviasi septi.

    Dimana dari 119 sampel didapatkan variasi anatomi sel frontal sebanyak 5 (4,2%) sampel, sel

    agger nasi sebanyak 7 (5,9%) sampel, bula ethmoid 32 (26,9%) sampel, prosessus unsinatus

    25 (21%) sampel, sel Haller 8 (6,7%) sampel, concha bullosa 15 (12,6%) sampel dan deviasi

    septi sebanyak 80 (67,2%) sampel. Dari hasil uji masing-masing jenis variasi anatomi

    terhadap kejadian rinosinus kronik didapatkan bahwa yang variasi anatomi hidung dan sinus

     paranasalis yang terbanyak menyebabkan rinosinusitis kronik adalah deviasi septi yaitu 80

    (67,2%) hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh  Kuang, C.T   (2004) dan

    Chalabi  (2010) dan juga sesuai dengan teori tentang pengaruh aerodinamik yaitu deviasi

    septum nasi yang terjadi akibat peningkatan kecepatan aliran udara dalam rongga nasal yang

    menyebabkan mukosa kering dan fungsi mukosiliat berkurang. Sedangkan variasi anatomi

    kedua yang terbanyak dari data penelitian ini adalah bula etmoid yaitu sebanyak 32 (26,9%)

    sampel.  Pinas P.I   et al (2000) menyatakan dari 110 gambaran CT Scan pasien yang

    dicurigai rinosinusitis kronik terdapat 95% berhubungan dengan pembesaran bula ethmoid.

    Bula ethmoid adalah sel ethmoid yang paling besar dengan derajad pneumatisasi yang

     bervariasi dan dapat mencapai ukuran yang sangat besar sehingga dapat menyebabkan

     prosessus unsinatus melekuk ke medial dan ke anterior, sehingga dapat mengganggu ventilasi

    sinus karena menyempitkan meatus media.

    Kemudian dilakukan uji statistik untuk melihat apakah ada hubungan korelasi antara

    ada tidaknya variasi anatomi secara umum dengan kejadian rinosinusitis kronik menunjukkan

     bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna (nilai p>0,05) antara ada atau tidaknyavariasi anatomi dengan kejadian rinosinusitis kronik. Hal ini mungkin disebabkan bahwa

  • 8/19/2019 Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

    7/10

    7

    kejadian rinosinusitis tidak hanya disebabkan oleh karena adanya variasi anatomi, tetapi dari

     beberapa literatur disebutkan bahwa kejadian rinosinusitis kronis juga dicetuskan oleh

     banyak factor seperti karena alergi, infeksi, polusi udara, proses autoimun, genetik bahkan

    dapat pula karena idiopatik.

    Dilakukan pula uji statistik untuk melihat apakah ada hubungan antara jumlah variasi

    anatomi dengan kejadian rinosinusitis kronik (tabel 6) menunjukkan bahwa tidak terdapat

    hubungan yang bermakna (p>0,05) antara jumlah variasi anatomi dengan kejadian

    rinosinusitis kronik. Hal ini mungkin disebabkan karena selain variasi anatomi, ada factor-

    faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya obstruksi KOM, seperti infeksi, polip, polusi

    lingkungan dan kebiasaan hidup seperti merokok. Dan juga sepanjang variasi anatomi itu

    tidak mengganggu fungsi mukosilier, ventilasi dan drainase sinus serta tidak menimbulkan

    gangguan respirasi, maka variasi anatomi ini tidak dikategorikan sebagai keadaan yang

     patologis.

    KESIMPULAN DAN SARAN 

    Variasi anatomi yang sering menyebabkan rinosinusitis kronik adalah deviasi septum

    nasi dan bula etmoid. Dari uji statistik yang dilakukan menunjukkan tidak terdapat hubungan

     bermakna antara ada atau tidaknya variasi anatomi hidung dan sinus paranasalis dengan

    kejadian rinosinusitis kronik. Dan juga tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah

    variasi anatomi dengan kejadian rinosinusitis kronik.

    Diagnosis variasi anatomi dapat ditegakkan dengan pemeriksaan CT Scan, karena CT

    Scan mampu menilai anatomi hidung dan sinus paranasalis serta struktur sekitarnya secara

    keseluruhan dan lebih jelas. Penilaian gambaran variasi anatomi hidung dan sinus paranasalis

    akan lebih baik dan lebih jelas dengan menggunakan CT Scan multislice potongan coronal.

    Dan penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing

    variasi anatomi terhadap kejadian dari setiap tipe sinusitis tertentu.

    DAFTAR PUSTAKA

    Arfandy RB. (2003). Patogenesis dan Etiologi Rinosinusitis. Dalam : Kursus, Diseksi dan

    Demo Bedah sinus Endoskopik Fungsional II. Makassar. 1-4.

    Ballenger JJ. (1994). Hidung dan Sinus paranasalis. Dalam : Penyakit Telinga, Hidung,

    Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edidsi 13. Jakarta : Binarupa Aksara. 1-10.

    Chalabi Y.E (2010). Clinical Manifestations in different types of nasal septal deviation.The N

    Iraqi J Med; 6 (3): 24-29.

  • 8/19/2019 Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

    8/10

    8

    Kuang, CT, (2004). Uncommon Anatomic Variation in Patiens with Cronic Paranasal

    Sinusitis. American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery. 09. 221-25.

    Muslim R (1999). Peran Tomografi Komputer dalam Deteksi Kelainan dan Sebagai

    Persiapan Pra Operasi Bedah Sinus Endoskopi Fungsional pada Penderita Sinusitis

    Kronik. Kumpulan Makalah Simposium Sinusitis. Bagian THT FK-UI/ RSUP Dr.Ciptomangunkusumo, Jakarta.

    Pinas P.I et al. (2000). Anatomical Variation in the Human Paranasalsinus Region Studied by

    CT. J. Anat.; 199: 221-27.

    Pinheiro AD, Facer, Kem EB, (2003). Rhinosinusitis Current Concept and Management in

    Balley Head and Neck Surgery-Otolaryngology 3rd

     edition. 346-69. 

    Punagi Q, dkk, (2008). Pola Penyakit. Sub Bagian Rinologi di RS Pendidikan Makassar

     periode 2003-2008. Bagian Ilmu kesehatan THT-KL. Fakukltas Kedokteran

    Universitas Hasanuddin.

    Rao JJ, et all. (2005). Classification Septum Nasal Deviations- Relation The Sinonasal

    Pathology. Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery. July-

    September. 3.

    Zinreich SJ, Gotwald T. (2001). Radiographic Anatomy of the Sinuses. In: Kennedy DW,

    Bolger WE, Zinreich SJ, editor. Diseases. Hamilton BC Decker Inc. 13-26.

    .

  • 8/19/2019 Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

    9/10

    9

    Lampiran

     Daftar Tabel

    Tabel 1. Sebaran sampel penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin

    Karakteristik Jumlah Persentase(%)Umur (tahun) ≤ 20  21 17,7

    21-30 20 16,8

    31-40 30 25,2

    41-50 28 23,5

    51-60 15 12,6

    > 60 5 4,2

    Jumlah 119 100

    Jenis KelaminLaki-laki 50 42

    Perempuan 69 58

    Jumlah 119 100

    Tabel 2. Frekuensi variasi anatomi pada 119 sampel dengan gejala klinis

    rinosinusitis kronik

    Variasi anatomi Ada Tidak ada

    n % n %

    Sel frontal 5 4,2 114 95,8

    Sel agger nasi 7 5,9 112 94,1

    Bula ethmoid 32 26,9 87 73,1

    Prosessus unsinatus 25 21 94 79

    Sel Haller 8 6,7 111 93,3

    Concha bullosa 15 12,6 104 87,4

    Deviasi septi 80 67,2 39 32,8

    Tabel 3. Korelasi antara ada tidaknya variasi anatomi dengan kejadian rinosinusitis

    kronik.

    Variasi

    AnatomiRinosinusitis Kronik Jumlah

     p 

    Ada Tidak adaAda 88 19 107 0,694

    Tidak ada 9 3 12

    Jumlah 97 22 119

    Uji Fisher

  • 8/19/2019 Korelasi Variasi Anatomi Hidung Dan Sinus Paranasalis

    10/10

    10

    Tabel 4. Korelasi antara jumlah variasi anatomi dengan kejadian rinosinusitis kronik .

    Jumlah variasi anatomi Rinosinusitis Kronik Jumlah

    Ada Tidak ada  p< dari 3 87 20 107 1,000

    ≥ 3 10 2 12

    Jumlah 97 22 119

    Uji Fisher

    Tabel 5. Korelasi antara setiap jenis variasi anatomi dengan kejadian rinosinusitis

    kronik.

    Variasi Anatomi Rinosinusitis Kronik Jumlah

    Ada Tidak ada  p

    Sel Frontal Ada 3 2 5 0,230

    Tidak ada 94 20 114

    Jumlah 97 22 119

    Sel Agger Nasi Ada 6 1 7 1,000

    Tidak ada 91 21 112

    Jumlah 97 22 119

    Bulla etmoid Ada 22 10 32 0.03

    Tidak ada 75 12 87

    Jumlah 97 22 119

    Prosessus Unsinatus Ada 21 4 25 1,000

    Tidak ada 76 18 94

    97 22 119

    Sel Haller Ada 7 1 8 1,000

    Tidak ada 90 21 111

    Jumlah 97 22 119

    Concha Bullosa Ada 12 3 15 1,000

    Tidak ada 85 19 104

    Jumlah 97 22 119

    Deviasi septi Ada 70 10 80 0,016

    Tidak ada 27 12 39

    Jumlah 97 22 119