Kontroversi Suplementasi Tinggi Kalsium Thdp Osteoporosis
description
Transcript of Kontroversi Suplementasi Tinggi Kalsium Thdp Osteoporosis
TUGAS MATA KULIAH
“METABOLISME GIZI”
“Kontroversi Susu Tinggi Calcium dan Hubungannya dengan Osteoporosis”
Dosen Pengampu :
Prof. DR.dr. Hentarto W. Subagio,MS, Sp.GK
Kelompok 5
YADE KURNIA YASIN (22030112410023)NUR AYU RUHMAYANTI (22030112410024)NUR FARDIAN (22030112410025)PURBOWATI, S.Gz (22030112410026)KUSTIONO, S.ST (22030112410027)ALEXANDER THEEDENS, S.Kep (22030112410028)WIWID WIDIYATNI, S.Gz (22030112410029)HARTONO, S.Gz (22030112410030)RAMLAN, S.Gz (22030112410031)
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU GIZI
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tulang merupakan jaringan aktif yang mengalami proses pembentukan
dan perombakan secara terus menerus. Pembentukan tulang melibatkan sel
osteoblas (pembentuk tulang) dan osteoklas (melepas mineral tulang). Proses
pembentukan dan pelepasan ini terjadi secara terus menerus. Sejak masa kanak
kanak hingga remaja, proses pembentukan tulang oleh osteoblas lebih banyak
terjadi dibandingkan pelepasan kalsium tulang oleh osteoklas. Bila pelepasan
kalsium tulang lebih banyak dibandingkan proses pembentukannya maka akan
terjadi osteoporosis.
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan penurunan
massa tulang, tulang menipis, rapuh dan mudah patah yang bisa menjadi
penyebab kelumpuhan dan kematian. Di Indonesia, berdasarkan penelitan Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi Makanan, Departemen Kesehatan,
bekerjasama dengan PT.Fonterra Brands Indonesia (2005), menunjukkan
prevalensi osteopenia mencapai 41,8% dan osteoporosis 10,3%. Penelitian
tersebut dilakukan di 21 wilayah di Indonesia dan melibatkan sampel hingga
65.727 orang. Hasil penelitian Persatuan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) tahun
2006 menemukan bahwa dari 38% pasien yang datang untuk memeriksakan
Densitas Massa Tulang (DMT) di Makmal Terpadu FKUI Jakarta, terdapat
2
14,7% pasien yang terdeteksi menderita osteoporosis. Penelitian Departemen
Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi osteoporosis adalah 19,7%.1
Sejumlah faktor risiko osteoporosis antara lain adalah rendahnya massa
tulang, laju penurunan massa tulang, riwayat reproduksi, usia, status dan lama
menopause, gaya hidup, faktor genetik, serta asupan gizi.7
Komponen utama tulang adalah kalsium. Kebutuhan kalsium yang
dianjurkan adalah 1000-1500 mg/hari. Di Indonesia, asupan rata rata kalsium
berkisar antara 270-300 mg/hari.3 Susu merupakan produk pangan yang memiliki
banyak kalsium. Telah banyak penelitian yang mencari tahu hubungan antara
konsumsi susu tinggi kalsium dengan osteoporosis. Namun masih banyak
ditemukan sejumlah kontroversi terkait asupan susu tinggi kalsium dengan
pencegahan osteoporosis.
1.2 Tujuan Penulisan
Susu tinggi kalsium dianggap sebagai salah satu sumber gizi bagi
pencegahan dan penanganan osteoporosis. Banyak penelitian terkait hal ini dan
terdapat hubungan antara osteoporosis dengan ketersediaan kalsium dalam tubuh
dan beragam kontroversinya. Sebagai bagian dari proses belajar dalam mata
kuliah Metabolisme Gizi, makalah ini membahas secara ringkas tentang beberapa
hasil penelitian dan teori terkait susu tinggi kalsium dan osteoporosis dan
kontroversinya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Osteoporosis
Menurut WHO, osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan
densitas massa tulang selain osteopenia. Osteoporosis merupakan penyakit tulang
yang menyebabkan berkurangnya jumlah jaringan tulang dan tidak normalnya
struktur atau mikroskopis tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah.2 Kepadatan tulang didefinisikan sebagai perbandingan hasil densitas
mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia
atau dewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (T-score). WHO
menyatakan osteoporosis adalah keadaan dimana kepadatan mineral tulang
dibawah -2,5 SD, osteopenia adalah keadaan dimana kepadatan mineral -1 sampai
-2,5 SD sedangkan dinyatakan normal adalah bila kepadatan mineral tulang diatas
-1 SD.1
Prevalensi osteoporosis meningkat pada populasi > 50 tahun. Pada suatu
penelitian di Depok, prevalensi osteoporosis pada usia > 40 tahun adalah 30%. Di
Indonesia, berdasarkan penelitan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi
Makanan, Departemen Kesehatan, bekerjasama dengan PT.Fonterra Brands
Indonesia (2005), menunjukkan prevalensi osteopenia mencapai 41,8% dan
osteoporosis 10,3%. Di Australia sekitar 25% wanita dan 17% pria mengalami
fraktur osteoporosis. Menurut data International Osteoporosis Foundation (IOF)
4
setidaknya satu dari tiga wanita dan satu dari lima laki-laki d iatas usia 50 tahun
di seluruh dunia terkena osteoporosis.2,3
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010,
angka insiden patah tulang paha atas tercatat sekitar 200/100.000 kasus pada
wanita dan pria diatas usia 40 tahun akibat osteoporosis. WHO menunjukkan
bahwa 50% patah tulang paha atas ini akan menimbulkan kecacatan seumur hidup
dan menyebabkan angka kematian mencapai 30% pada tahun pertama akibat
komplikasi imobilisasi. Data ini belum termasuk patah tulang belakang dan
lengan bawah serta yang tidak memperoleh perawatan medis di Rumah Sakit.4
Tingginya prevalensi osteoporosis terkait erat dengan kurangnya asupan
kalsium harian, khususnya di Indonesia. Di Indonesia, asupan rata rata kalsium
berkisar antara 270-300 mg/hari.3 Masih sangat jauh dibandingkan dosis
rekomendasi sebesar 100-1500 mg/hari.1 Kalsium adalah mineral yang sangat
penting untuk memperkaya puncak massa tulang pada masa kanak-kanak dan
menjaga tulang tetap kuat selama hidup. Kalsium juga diperlukan untuk menjaga
fungsi hati, otot, dan sistem saraf serta diperlukan untuk membentuk jaringan
tulang yang baru. Jika asupan kalsium harian kurang dari yang dianjurkan, maka
kalsium akan dikeluarkan dari tulang masuk ke dalam aliran darah. Hal ini akan
menyebabkan tulang menjadi tipis dan lemah. Pada kondisi demikian diperlukan
tambahan asupan kalsium dari luar, misalnya makanan, minuman atau obat
yang mengandung kalsium sesuai tingkat keperluannya. Dengan pola makan gizi
seimbang kekurangan kalsium dapat dihindari.2
5
Pemberian susu yang difortifikasi dengan kadar kalsium tinggi diharapkan
dapat mempertahankan keseimbangan kadar kalsium serum baik melalui transport
aktif maupun difusi pasif. Selain itu, kalsium susu mempunyai bioavailibilitas
tinggi, dapat diserap walaupun tidak ada kalsitriol, karena ada pengaruh laktosa
pada usus kecil distal (ileum) melalui difusi pasif.5
2.2 Kalsium dan Metabolisme Tulang
Metabolisme tulang dipengaruhi oleh banyak kerja hormon. Level serum
kalsium merupakan stimulus bagi hormon paratiroid (PTH) dan kalsitonin, juga
fosfor. Keduanya berpengaruh terhadap sirkulasi kalsium; PTH memobilisasi
kalsium dari tulang, dan kalsitonin mempercepat deposisi kalsium di tulang. PTH
juga meningkatkan penyerapan kalsium di usus dan menurunkan ekskresi kalsium
dalam urin.2,6 Gambar dibawah memberikan gambaran tentang keterkaitan antara
PTH, kalsium dan kejadian osteoporosis.7
6
Hypocalcemia
↑ PTH
High Phosporus : calcium diet
Calcium Retention and Deposit in Soft Tissue
Stimulation of Parathyroid Gland
Increased 1,25 –(OH)2-vit D3
by Kidney
Calcium mobilization from Bone
BONE LOSS
Vitamin K juga berperan dalam metabolisme tulang. Kadar vitamin K
yang rendah menyebabkan serum osteokalsin dalam darah juga rendah.
Kekurangan vitamin K sering terjadi pada pasien dengan osteoporosis, walau
peran spesifik dari vitamin K terhadap pencegahan osteoporosis belum jelas.
Vitamin D juga penting di usus dalam penyerapan kalsium dan didapat dari
sumber makanan atau disintesis di kulit bila terpapar matahari. Vitamin D
bersumber dari makanan terdapat pada produk susu. Saat kadar kalsium dalam
darah menurun, tubuh akan merespon dengan sejumlah cara. Vitamin D akan
terkonversi menjadi bentuk aktif dan menuju usus untuk menyerap lebih banyak
kalsium ke dalam darah dan meminimalisasi pengeluran kalsium melalui urin.2,6,7
Massa tulang puncak dicapai pada dekade ketiga dan keempat kehidupan,
dengan demineralisasi perlahan sesudah usia itu. Kehilangan massa tulang yang
relatif cepat terjadi pada wanita selama lima tahun sesudah menopause, dengan
densitas tulang belakang menurun sekitar 3-6% pertahun. Pria kehilangan massa
tulang pada kecepatan yang lebih konstan sekitar 0,5-2% pertahun.2,6 Ini yang
menjelaskan mengapa osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita khususnya
pasca menopause. Kondisi klinis yang nyata akibat osteoporosis adalah fraktur,
paling sering di tulang panggul, pergelangan tangan dan tulang belakang. Lebih
dari 50% wanita berusia lebih dari 80 tahun pernah mengalami patah tulang.3
2.3 Studi tentang hubungan konsumsi susu tinggi kalsium dan osteoporosis
7
Zainal Arifin dkk (2010) meneliti tentang efek mengonsumsi susu tinggi
kalsium yang ditambah vitamin D (High Calcium fortified Milk/HCM) dengan
efek suplementasi susu plasebo, terhadap penanda formasi dan resorbsi tulang dan
hormon paratiroid (parathyroid hormone/PTH) pada perempuan pascamenopause
yang tinggal di Jakarta, Indonesia, dalam jangka waktu empat bulan. Penelitian
ini merupakan uji klinik acak tersamar ganda untuk mengetahui pengaruh minum
susu kadar kalsium tinggi (1200 mg/hari) dibandingkan dengan minum susu kadar
kalsium rendah (54 mg/hari) terhadap perubahan penanda kimiawi turnover
tulang perempuan pascamenopause di Indonesia. Partisipan ditujukan kepada
perempuan berusia di atas 55 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
didapatkan perbedaan bermakna antar kelompok pada karakteristik usia, Indeks
Massa Tubuh (IMT), Densitas Mineral
Tulang (DMT), dan asupan kalsium. Didapatkan hasil CTX (C-
Telopeptide) berkurang hingga 34% dalam 2 pekan pemberian suplemen pada
kohor kelompok HCM. OC (Osteocalcin) juga didapatkan berkurang selama 16
pekan pemberian suplemen pada kelompok subjek penelitian, berkurang 10%
pada pekan ke-2, 18% pada pekan ke-8, dan 32% pada pekan ke-16. Peptide
Prokolagen-I (P1NP) tereduksi sebesar 15% pada pekan ke-8 dan 28% pada
pekan ke-16 pada kelompok subjek penelitian. Susu yang difortifikasi kalsium
tinggi dan vitamin D yang dipakai peneliti terbukti dapat memperbaiki status
vitamin D, mengurangi kadar PTH, dan menurunkan turnover tulang secara
bermakna.5
8
Meikawati dkk (2010) dalam penelitian tentang perbedaan kepadatan
tulang menurut jenis kelamin dan hubungan antara kebiasaan minum susu dan
olahraga dengan kepadatan tulang remaja, menemukan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara kebiasaan minum susu dengan kepadatan tulang (p=0,014).
Metode penelitian adalah survei dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan
subjek dilakukan dengan teknik simple random sampling sebanyak 80 siswa.8
Penelitian oleh Kruger dkk (2012), terhadap 63 wanita (> 55 tahun) yang
mendapat susu fortifikasi kalsium/vitamin D dan minuman control selama 12
minggu. PTH, kadar C-telopeptide of type I collagen (CTX) dan procollagen tipe
I N-terminal propeptide (PINP) yang diukur di awal penelitan dan pada minggu
ke 2, 8, dan 12 pasca suplementasi, menunjukkan bahwa intervensi susu
fortifikasi kalsium/vitamin D memperbaiki status vitamin D secara signifikan dan
menurunkan turnover tulang setelah 12 minggu pada wanita pascamenopause
China.9
Utomo dkk (2010) meneliti tentang korelasi antara riwayat keluarga,
aktifitas fisik, status gizi dan kebiasaan makan kalsium tinggi (termasuk susu)
kaitannya dengan massa tulang pada wanita postmenopause. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari total 35 orang wanita postmenopause usia >45 tahun,
17,1% mempunyai riwayat osteoporosis. Sebanyak 74,3% subjek mengkonsumsi
susu dan sebanyak 2 orang (5,7%) termasuk osteoporosis. Terdapat hubungan
antara riwayat keluarga, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan
berkalsium tinggi dengan kepadatan tulang, namun tidak ada hubungan aktifitas
fisik dengan kepadatan tulang. Penelitian ini berkesimpulan bahwa riwayat
9
keluarga, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi
berhubungan dengan kepadatan tulang sedangkan kebiasaan mengkonsumsi
makanan berkalsium tinggi berhubungan negatif dengan kepadatan tulang.
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson Product Moment menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan mengkonsumsi makanan
berkalsium tinggi dengan kejadian osteoporosis pada wanita postmenopause. Hal
ini sejalan dengan pendapat Hiromi Shinya yang mengemukakan bahwa terlalu
banyak mengkonsumsi susu akan mengakibatkan osteoporosis. Kadar kalsium
dalam darah sebanyak 9-10 mg. Namun pada saat minum susu, konsentrasi
kalsium dalam darah tiba-tiba meningkat. Pada saat konsentrasi kalsium dalam
darah tiba-tiba meningkat, tubuh berusaha untuk mengembalikan keadaan
abnormal menjadi normal kembali dengan membuang kalsium dari ginjal melalui
urine.10
Di lain pihak, terdapat penelitian yang justru bertentangan dengan
sejumlah hasil penelitian yang menguatkan peran susu kalsium tinggi dalam
pencegahan osteoporosis. Di Swedia, Chan dkk di Swedia pada tahun 1998
meneliti tentang adanya konsistensi antara peningkatan risiko kejadian kanker
prostat dengan produk susu. Studi sebelumnya di Amerika menyatakan bahwa
konsumsi kalsium yang dapat menurunkan kadar 1,25 dihidroxyvitamin D
berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian kanker prostat. Chan meneliti di
Rebro,Swedia dengan 526 kasus dan 536 kontrol, dengan menggunakan studi
populasi case control menunjukkan bahwa konsumsi yang tinggi atas produk susu
berhubungan dengan peningkatan sebesar 50% risiko kanker prostat.11
10
Adanya inkonsistensi dalam hasil penelitian terkait suplementasi kalsium
disebabkan oleh sejumlah faktor. Hal ini dapat disebabkan oleh terbatasnya
jumlah sampel penelitian, variasi dalam penggunaan preparat kalsium, kebiasaan
asupan kalsium atau efek predominan dari aktifitas fisik, berat badan dan status
hormonal, serta usia.7
Suplementasi kalsium (termasuk juga susu tinggi kalsium) sepertinya akan
kurang efektif dalam menurunkan kecepatan pengeroposan tulang selama periode
awal postmenopause dimana pada periode ini kecepatan pengeroposan tulang
sangat cepat. Lebih dari lima tahun sesudah menopause , saat kecepatan
pengeroposan tulang menurun, respons tulang terhadap suplementasi meningkat.
Suplementasi kalsium pada pria dengan asupan diet kalsium yang adekuat (sekitar
1.000 mg/hari) tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap demineralisasi
tulang. Asupan kalsium tinggi sekitar 2.500 mg/hari masih dianggap secara
umum aman, walaupun asupan yang ekstrim dapat meningkatkan risiko
pembentukan kalkuli pada ginjal maupun saluran kemih bagian bawah, dan akan
mengganggu penyerapan besi, zinc, dan mineral lainnya.6
Asupan berlebihan dari kalsium yang berasal dari makan saja jarang
menyebabkan hiperkalsemia (peningkatan konsentrasi serum kalsium). Seringnya
kondisi ini merupakan akibat dari adanya penyakit hiperparatiroidisme,
penggunaan vitamin D dosis tinggi atau asupan kalsium tinggi baik dari suplemen
maupun makanan. Pasien dengan kecenderungan pembentukan kalkuli di ginjal
dan milk alkali syndrome harus menghindari penggunaan suplemen kalsium
dalam dosis tinggi.2,6,7
11
Terkait dengan efektifitas pemberian suplemntasi kalsium (dan produk
sejenis misalnya susu) , ternyata asupan suplementasi kalsium yang tinggi
tampaknya efektif bila dikonsumsi oleh wanita postmenopause yang
mengkonsumsi kalsium kurang dari 400 mg/hari. Beberapa kajian pada
perempuan pascamenopause menyimpulkan bahwa suplementasi kalsium 1200
mg/hari dan penambahan vitamin D, dapat menurunkan kehilangan massa tulang
sekitar 1% per tahun. Suplementasi susu yang difortifikasi dengan kalsium tinggi
dan vitamin D selama empat bulan secara bermakna dapat meningkatkan status
vitamin D dan mengurangi kadar Hormon Paratiroid (PTH) plasma yang
berhubungan dengan reduksi resorpsi tulang dan turnover tulang pada kelompok
perempuan pascamenopause yang minum HCM. Mengonsumsi susu yang
difortifikasi dengan kalsium tinggi (1200 mg/hari) menyebabkan profil penanda
tulang plasma berkurang dari kadar tinggi yang berhubungan dengan turnover
tulang yang cepat, menuju kadar yang berhubungan dengan metabolisme tulang
sehat.2,5,6,7
12
KESIMPULAN
1. Hasil sejumlah penelitian telah menegaskan peran susu tinggi kalsium (terutama
dengan tambahan vitamin D) dalam perbaikan turnover tulang. Susu kalsium
tinggi terbukti dapat meningkatkan kepadatan tulang, dan menghambat
pengeroposan tulang.
2. Terdapat juga penelitian yang membahas efek samping konsumsi susu maupun
suplementasi kalsium, khususnya pada konsumsi susu tinggi kalsium berlebihan
justru malah menyebabkan osteoporosis bahkan kanker prostat pada pria.
3. Suplementasi kalsium hanya dapat bermanfaat pada mereka dengan asupan
rendah kalsium
4. Pada wanita postmenopause, suplementasi kalsium tidak akan berespons secara
langsung dalam periode awal menopause, namun setelah lima tahun lebih pasca
menopause lebih efektif.
5. Mengingat epidemiologi kasus osteoporosis, dampak kesehatan, psikologis dan
ekonomi yang ditimbulkan akibat osteoporosis, kebiasaan konsumsi kalsium yang
cenderung rendah di Indonesia, pola makan secara umum orang Indonesia, dan
diperlukannya pencegahan secara nyata dalam demineralisasi tulang di usia
lanjut, kelompok kami menyarankan agar penggunaan susu tinggi kalsium dan
suplementasi kalsium dapat digunakan untuk mencegah turnover massa tulang
yang cepat, dan ditambah dengan makanan lain baik produk susu dan non susu
yang mengandung kalsium dalam jumlah besar.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Efektifkah Susu Kalsium untuk Cegah Osteoporosis?. 2012. http://www.m.tribunnews.com/2012/12/07. Diakses tanggal 1 Januari 2012.
2. Gibson, Rosalind. Principles of Nutritional Assessment. New York; Oxford University Press; 2005.p. 641-4
3. Susu Berkalsium Tinggi dan Pelepasan Mineral Tulang. Medical Tribun Ed Desember 2012. http://www.scribd/ doc/Medical- Tribune -December-2012-ID . Diakses tanggal 1 Januari 2012
4. Depkes. Kementerian Kesehatan RI Ajak Masyarakat Lakukan Pencegahan Osteoporosis. 2012. http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 1 Januari 2012
5. Arifin, Z, Hestiantoro A, Baziad, A. Pemberian susu yang difortifikasi kalsium kadar tinggi dan vitamin D dalam memperbaiki turnover tulang perempuan pascamenopause. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Vol 34 No 1 Januari 2010.
6. Katz, David. Nutrition in Clinical Practice: A Comprehensive, Evidence Based Manual for the Practitioner. Lipinkot William and Wilkins. Philadelphia; 2001. p. 127-130
7. Gershwin. Eric, German. Bruce, Keen. Carl. Nutrition and Immunology: Principles and Practices. Humana Press. New Jersey. 2000.p. 431-2
8. Meikawati, W, Rizki A. Hubungan Kebiasaan Minum Susu dan Olahraga Dengan Kepadatan Tulang Remaja (Studi di SMAN 3 Semarang). Prosiding; 2010: Seminar Nasional Unimus 2010.192-7 p. Diakses melalui http://www.jurnal.unimus.ac.id
9. Kruger, P C Ha, Todd JM. Sherlock B Kuhn. High-calcium, vitamin D fortified milk is effective in improving bone turnover markers and vitamin D status in healthy postmenopausal Chinese women. European Journal of Clinical Nutrition. 2012. 66, 856-861
10. Utomo M, Wulandari M, Putri ZK, Faktor faktor yang berhubungan dengan kepadatan tulang pada wanita postmenopause. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol 6 No 2. 2010.
11. Chan J, Giovannucci E, Andersson SO, Yuen J, Adami H, Wolk A, Dairy products, calcium, phosphorus, vitamin D and risk of prostate cancer (Sweden). Cancer Causes and Control, Vol 9. 1998. Diakses melalui www.jstor.org/stable/10.2307/3552903
14