Kontroversi Standar Pendidikan Smk Kesehatan

7
KONTROVERSI STANDAR PENDIDIKAN SMK KESEHATAN Saat ini tuntutan kebutuhan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan akan terus meningkat baik dalam aspek mutu maupun keterjangkauan serta cakupan pelayanan. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat akan kesehatan secara umum meningkat, dan peningkatan daya emban ekonomi masyarakat serta meningkatnya kompleksitas masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Masyarakat semakin sadar akan hukum sehingga mendorong adanya tuntutan tersedianya pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan dengan mutu yang dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian keperawatan perlu terus mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perubahan yang terjadi diberbagai bidang lainnya. Perkembangan keperawatan bukan saja karena adanya pergeseran masalah kesehatan di masyarakat, akan tetapi juga adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan serta perkembangan profesi keperawatan dalam menghadapi era globalisasi. Sejak per 1 Januari 2009, perawat luar negeri akan bebas datang dan bekerja di Indonesia. Hal ini terjadi karena kesepakatan Mutual Recognition Arrangement (MRA) yang sudah ditandatangani oleh 10 negara ASEAN. Isi dari MRA adalah pengaturan pengakuan timbal balik negara-negara ASEAN untuk keperawatan. Pendidikan keperawatan di Indonesia mulai menghasilkan Sarjana Keperawatan sejak tahun 1995 secara mandiri. Tahun 2006 ada 12 Universitas yang menyelenggarakan PSIK dan 14

Transcript of Kontroversi Standar Pendidikan Smk Kesehatan

Page 1: Kontroversi Standar Pendidikan Smk Kesehatan

KONTROVERSI STANDAR PENDIDIKAN SMK KESEHATAN

Saat ini tuntutan kebutuhan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan akan

terus meningkat baik dalam aspek mutu maupun keterjangkauan serta cakupan pelayanan. Hal

ini disebabkan kesadaran masyarakat akan kesehatan  secara umum meningkat, dan peningkatan

daya emban ekonomi masyarakat serta meningkatnya kompleksitas masalah kesehatan yang

dihadapi masyarakat. Masyarakat semakin sadar akan hukum sehingga mendorong adanya

tuntutan tersedianya pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan dengan mutu yang

dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian keperawatan perlu terus

mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perubahan yang terjadi diberbagai

bidang lainnya.

 Perkembangan keperawatan bukan saja karena adanya pergeseran masalah kesehatan di

masyarakat, akan tetapi juga adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

keperawatan serta perkembangan profesi keperawatan dalam menghadapi era globalisasi. Sejak

per 1 Januari 2009, perawat luar negeri akan bebas datang dan bekerja di Indonesia. Hal ini

terjadi karena kesepakatan Mutual Recognition Arrangement (MRA) yang sudah ditandatangani

oleh 10 negara ASEAN. Isi dari MRA adalah pengaturan pengakuan timbal balik negara-negara

ASEAN untuk keperawatan.  Pendidikan keperawatan di Indonesia mulai menghasilkan Sarjana

Keperawatan sejak tahun 1995 secara mandiri. Tahun 2006 ada 12 Universitas yang

menyelenggarakan PSIK dan 14 STIKES (Dikti) dan lulusan sarjana keperawatan sebanyak 6000

orang. Pada tahun 2008 sudah mencapai 114 STIKES (PTS online), dan dalam program

pendidikannya memisahkan program pendidikan sarjana keperawatan (4 tahun) dimana

lulusannya bergelar SKp (Sarjana Keperawatan) dengan program pendidikan profesi

keperawatan (1,5 tahun) yang lulusannya bergelar Ners. Menjadi perawat professional berarti

menjadi seorang perawat yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan berkompetensi

untuk melakukan pelayanan keperawatan klinik yang dibuktikan dengan sertifikat Registered

Nurse (RN) melalui proses akreditasi.  

Pendidikan tinggi keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga keperawatan profesional

yang mampu mengadakan pembaruan dan perbaikan mutu pelayanan atau asuhan keperawatan,

serta penataan perkembangan kehidupan  profesi keperawatan secara terus menerus dan

berkesinambungan. Keperawatan sebagai suatu profesi, dalam melaksanakan tugas dan

Page 2: Kontroversi Standar Pendidikan Smk Kesehatan

tanggungjawab pengembangannya harus mampu mandiri. Untuk itu memerlukan suatu wadah

yang mempunyai fungsi utama untuk menetapkan, mengatur serta mengendalikan berbagai hal

yang berkaitan dengan profesi seperti pengaturan hak dan batas kewenangan, standar praktek,

standar pendidikan, legislasi, kode etik profesi dan peraturan lain yang berkaitan dengan profesi

keperawatan. Perawat dalam menjalankan peran dan tanggungjawabnya sangat dituntut memiliki

pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang baik yang dapat menunjang tindak prilaku

profesionalnya. Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baik akan dapat diperoleh dalam

lingkungan perguruan tinggi yang memiliki komitmen yang kuat untuk mencetak perawat yang

profesional. Namun di satu sisi bahwa dengan maraknya peningkatan pengetahuan perawat yang

ditandai dengan semakin banyaknya pendirian sekolah tinggi di daerah, di sisi lain semakin

banyak pula pendirian Sekolah Menengah Kejuruan Kesehatan (SMK Kesehatan) dibawah

naungan dinas pendidikan yang membuka jurusan keperawatan.

SMK Kesehatan ini pada awal pendiriannya menuai kontroversi bukan bongkar-pasang

kurikulum pendidikan saja, permasalahan yang dihadapi siswa- siswi di Indonesia. Tapi, yang

lebih ekstrim, Kemendiknas menghidupkan kembali jurusan Keperawatan tingkat Sekolah

Lanjutan Atas yang telah mati. Jelas, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), telah dihapus oleh

Kemenkes pada tahun 1999. Lulusan SPK terakhir tahun 2002, setelah itu SPK yang ada di

berbagai daerah dikonversi menjadi Akademi Keperawatan (Akper). Mengherankan, Kenapa

Kemendiknas memberi izin lahirnya kembali SMK Kesehatan Jurusan Keperawatan. Lulusannya

akan dikemanakan?

Kurikulum yang diusung oleh SMK Keperawatan, mengadopsi pelajaran Keperawatan

sebagaimana yang di pelajari mahasiswa di Akper, ataupun di jurusan Kesehatan Masyarakat.

Seperti, pelajaran Kebutuhan Dasar Manusia (KDM), dan Promosi Kesehatan, seperti

Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Kemudian, juga disertai Praktek Lapangan di

Rumah Sakit, Puskesmas,dll. Tenaga pengajar juga ada dari Sarjana Keperawatan dan Sarjana

Kesehatan masyarakat. Seutuhnya, apa yang dipelajari siswa-siswi di SMK, tidak mendalam dan

mendetil, layaknya belajar di Akademi/Universitas, dilengkapi dengan mata kuliah penulisan

ilmiah, dan ilmu anatomi, fisiologi,patologi dan Asuhan Keperawatan.

“SMK Bisa ! Siap Kerja, Cerdas dan Kompetitif.”  khusus untuk SMK jurusan Keperawatan

jargon dalam tanda kutip, tidak pantas disematkan. Banyak alasan yang melatar belakanginya.

Promosi tentang SMK jurusan keperawatan yang mengiming-imingi calon siswa-siswi mudah

Page 3: Kontroversi Standar Pendidikan Smk Kesehatan

mendapat pekerjaan di Pelayanan Kesehatan adalah pembohongan publik. Terindikasi, lahirnya

SMK Kesehatan jurusan Keperawatan ‘membiniskan’ lahan pendidikan, yang akhirnya

merugikan masyarakat karena minimnya informasi awam tentang dunia keperawatan.

Lulusan SMK Keperawatan, tidak dapat disebut sebagai Perawat. Belum peraturan yang jelas

mengaturnya. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Wamenkes saat seminar nasional di UGM

tentang “Optimalisasi Peran Agen Kesehatan Gigi dan Mulut Dalam Peningkatan Derajat

Kesehatan Nasional. Kata Wamenkes,  Ali Ghufron, (2012) ” Mereka yang sekolah di SMK

kesehatan dengan motivasi agar memiliki fungsi sebagai manusia agar dapat meningkatkan

derajat kemanusiaan tentu tidak masalah. Tetapi bagi mereka yang berharap pekerjaan tentu akan

terkatung-katung, karena SMK khusus kesehatan sesungguhnya tidak ada lagi nomenklatur yang

mengatur.”Senada dengan itu, Dewi Irawaty, MA. PhD, selaku Ketua Umum Persatuan Perawat

Nasional Indonesia (PPNI) dalam acara pertemuan Press Briefing di Gedung Kemenkes,

sebagaimana yang dipublikasikan health.detik.com,(2011) bahwa “Untuk jadi perawat itu

minimal D3 dan SMK jurusan keperawatan bukan sekolah untuk jadi Perawat.”

Selain bertujuan meningkatkan kualitas SDM. Perawat itu sendiri, dibawah koordinasi

PPNI, tidak ingin dikatakan pembantu Dokter. Jika Perawat tidak bersedia disebut pembantu,

apakah Perawat sudah memiliki pendidikan layaknya dokter? Dokter tidak menolak Perawat

sebagai mitra kerjanya, karena memang saling membutuhkan untuk memajukan kesehatan

masyarakat, namun apakah Perawat memiliki kompetensi layaknya kompetensi yang dimiliki

dokter?Pertanyaan di atas salah satu alasan dihapusnya SPK. Di bawah kendali Menteri

Kesehatan. Kualitas Perawat harus ditingkatkan. Sebelum dihapusnya SPK, Tahun 1983 cikal-

bakal lahirnya kesadaran akan pentingnya profesionalitas, tertuang dalam Lokakarya Nasional

Keperawatan. Perawat diharapkan menguasai berbagai aspek, mampu jadi peneliti,

menyeimbangkan kemampuan praktik dengan teori.  Achir Yani S, Hamid, DN. Sc, dkk , dibantu

beberapa pakar dari Konsorsium Ilmu Kesehatan dan sembilan pakar Keperawatan dari Badan

Kesehatan Dunia (WHO) mempelopori lahirnya PSIK (Program Studi Ilmu Keperawatan).

Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan SK Dirjen

DIKTI No. 339/D2/1985 menyetujui lahirnya pendidikan tinggi keperawatan dan merupakan

pendidikan tinggi jenjang Sarjana yang pertama di Indonesia untuk profesi Perawat ysng terletak

di Kampus Universitas Indonesia.

Page 4: Kontroversi Standar Pendidikan Smk Kesehatan

Berdirinya PSIK tak terlepas dari bantuan Dokter. Bukti nyata, Dokter juga ingin Perawat

menjadi profesional,sebut saja Prof. Dr. Marifin Husein selaku Ketua Konsorsium Ilmu

Kesehatan. Beliau ikut memperjuangkan lahirnya PSIK-FKUI. Dan, Sesuai surat keputusan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. nomor 0332/O/1995 tanggal 15 Nopember 1995, PSIK

telah disyahkan menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI). PSIK-

FKUI pun memisahkan diri dari Fakultas kedokteran menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan UI.

Langkah mundur atas kebijakan Kemendiknas memberi izin berdirinya SMK Keperawatan, jadi

pertanyaan besar. Sesungguhnya apa motivasi sebenarnya? Sementara UI sedang giat

mengembangkan program S3 untuk Perawat, di sisi lain, lahir pula pendidikan keperawatan

vocasional setara SPK yang telah mati.

Munculnya SMK Keperawatan, patut di sesali, terutama oleh kalangan Perawat di

berbagi Forum di dunia maya. Siswa-siswi jadi  korban, mereka tidak bisa praktek di Rumah

Sakit.  Karena, tujuan mereka praktek di Rumah Sakit untuk apa? Mereka tidak diakui sebagai

calon Perawat oleh PPNI, juga tidak direstui oleh Kemenkes sebagai calon tenaga kesehatan.

Kemendiknas tidak berkoordinasi dengan Kemenkes dalam pengeluaran izin sekolah SMK. Jika

MoU ada, tentunya bagian Diklat Rumah Sakit tidak akan berani menolak, ketika siswa-siswi

ingin melaksanakan praktek ke pasien.  Jika Rumah Sakit menerima, tentunya tidak patuh lagi

pada pernyataan Wamenkes, bahwa belum ada peraturan yang mengaturnya.

Sistim pendidikan nasional berubah menurut pasar, bukan menurut kebutuhan. Ketika profesi

kesehatan diminati, dunia pendidikan terkesan ‘latah’ menyediakan lahan belajar, yang tidak

jelas lulusannya mau dikemanakan. Carut-marut sistim pendidikan di Indonesia, membawa

dampak buruk bagi masyarakat. Di satu sisi ingin maju, di sisi lain ingin mundur, alhasil

masyarakat jadi korban.  Penulis berharap, Kemendiknas seiring sejalan dengan Kemenkes, agar

penduduk Indonesia tidak terkecoh dan terus dibodohi oleh program-program antah-barantah

yang tidak jelas keberadaannya. jika kita mencoba melibatkan nurani dan niat baik dalam

memandang hakikat penyelenggaraan pendidikan keperawatan dan mencoba menerawang

prospektifitasnya, bukan hanya melihat kuantitasnya tetapi juga mempersiapkan kualitasnya.