KONTRIBUSIHAKIM PERADILAN AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · 2. Ibu Dra....

109
KONTRIBUSI HAKIM PERADILAN AGAMA DALAM PROSES PEMBENTUKAN YURISPRUDENSI (Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Selatan) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Pada Fakultas Syariah dan Hukum Oleh AGUS ABDILLAH ALI NIM : 101044122130 PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMA JURUSAN AL- AHWAL- AL SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1426 H / 2005 M

Transcript of KONTRIBUSIHAKIM PERADILAN AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · 2. Ibu Dra....

KONTRIBUSI HAKIM PERADILAN AGAMADALAM PROSES PEMBENTUKAN

YURISPRUDENSI(Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam Pada Fakultas Syariah dan Hukum

Oleh

AGUS ABDILLAH ALI

NIM : 101044122130

PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMAJURUSAN AL- AHWAL- AL SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA1426 H / 2005 M

KONTRIBUSI HAKIM PERADILAN AGAMADALAM PROSES PEMBENTUKAN

YURISPRUDENSI(Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk

Memennhi Salah Satn Syarat Mencapai Gelat· Sarjana Huknm Islam

Oleh

AGUS ABDILLAH ALI

NIM : 101044122130

Di Bawah Bimbingan

r-..-/-- ~ ..

1. Drs. . M. Ichwan

NIP. 150216752

,-

2. Kamarnsdial).a, MH

NIP. 150 285972

PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMAJURUSAN AL- AKHWAL- AL SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA1426 H / 2005 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul "Kontribusi Hakim Peradilan Agama Dalam ProsesPembentukan Yurisprudensi (Studi Kasus di Pengadilan Agama JakartaSelatan)" telah diujikan ulang dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah danHukum UlN Syarif Hidayatullah Jakalia, pada tanggal 02 April 2007 karenaketerlambatan dalam perbaikan. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata I (S.l) pada JurUSal1Al-Akhwal Al-Syakhsiyyah Program Studi Peradilan Agama.

Jakalia, 02 April 2007

Mengesahkan,

D~/,If, .

=-:::'C,-;~r::t:::!'!P'=' -'Pmf. D;" I-I. M.AMINSUMA, SH., MA., MMNIP. 150210422

Panitia Sidang Munaqasyah

Ketua merangkap anggotaDrs. H. A. Basig Djalil, SII., MANIP. 150 169 102

Selaetaris merangkap anggotaKamarusdiana, MHNIP. 150285972

Penguji IProf. Dr. H. M. AMIN SUMA, SH., MA.,NIP. 150210422

Penguji IIDrs. H.A. Basig Djalil, SH., MANIP. 150 169 102

Pembimbing IDrs. H. M. Ichwan Ridwan, SHNIP. 150216752

Pembimbing IIKamarusdianll, MHNIP. 150 285 972

(···lb.~..:..~ )

( ~ ,7 'I .-"

'~--

L- -( j\.~ ~.~.:: )!q( ,-

(.......9....... ::......)

~-( //:.:. )

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul "Kontribusi Hakim Peradilan Agama Dalam ProsesPembentukan Yurisprudensi (Studi Kasus di Pengadilan Agama JakartaSelatan)" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan HukumDIN Syarif HidayatuUah Jakarta, pada tanggal 24 Nopember 2005. Skripsi ini telahditerima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum IslamProgram Strata I (S.l) pada Jurusan AI-Akhwal AI-Syaldlsiyyah Program StudiPeradilan Agama.

Jakarta, 24 Nopember 2005

Mengesahkan,Dekan

~/<e- .~Prof. Dr. H. Hasanuddin AF., MANIP. 150 050 917

Panitia Sidang Muna

Ketua merangkap anggotaDra. Hi. Halimah IsmailNIP. 150075 192

Selaetaris merangkap anggotaDrs. H. Asep Syarifuddin H., SH., MHNIP. 150 268 783

Penguji IDrs. H.A. Basig DjaIil, SH., MANIP. 150 169 102

Penguji IIDrs. H. Asep Syarifuddin H., SH., MHNIP. 150268783

Pembimbing IDrs. H. M. Ichwan Ridwan, SHNIP. 150216752

Pembimbing IIKamarusdiana, MHNIP. 150285972

(....~= ..)~~~( :r;:..~: )( ---.. (J~

( ? '::::f..)

( )

Kata Pengantar

Bismillallirrallmanirrallim

Rasa tasyakkur penu:lis haturkan kehadirat Allah Swt; Zat yang serba Maha

atas semua mahlukNya, yang telah memberikan taufiq, hidayah, dan inayahNya

kepada seluruh hambanya yang beriman, dan mudah-mudahan penulis termasuk

golongan didalamnya. Sholawat serta salam mudah-mudahan tetap terlimpah

curahkan pada junjungan kita Nabi Besar Muhammmad Saw sebagai Khotimul

Anbiya' yang telah membawa ummatnya dari sifat kejahiliyahan menuju hidayah

Allah SWT.

Karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Strata I (S.I) di perguruan tinggi

tennasuk di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Atas dasar

itulah penulis membuat skripsi dengan judul "Kontribusi Hakim Peradilan Agama

Dalan1 Proses Pembentukan Yurisprudensi (Studi Kasus di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan).

Selama empat tahun menjalani perkuliahan ditambah penulisan skripsi ini,

tidak sedikit rintangan dan hambatan yang penulis hadapi. Walau demikian, syukur

alhamdulillah berkat rahmat dan hidayahNya, dengan kesungguhan dan kerja keras

penulis disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil

segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat penulis atasi dengan sebaik mungkin.

Sehingga perkuliahan serta penulisan skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan

yang penulis harapkan.

aleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

yang setinggi-tingginya kepada :

I. Bapak Prof. Dr. H. Hasanudddin AF., MA, selaku Dek!ill Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dra. Hj. Halimah Ismail dan Bapak Drs. Asep Syarifuddin Hidayat, SH selaku

Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Al-Akhwal Al-Syakhsiyyah Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selia Bapak dan Ibu Dasen atau StafPengajar Fakultas Syariah dan Hukum yang

telah mendidik serta mentransfer ilmtillya di dalam maUptill di luar ruang

perkuliahan, sehingga dapat mematangkan dan memantapkan keilmuan penulis.

3. Bapak Drs. H. Ichwan Ridwan, SH dan Bapak Kamarusdiana, MH selaku dasen

pembimbing skripsi yang telah memberi arahan serta masukan-masukan tentang

bagaimana menyusun skripsi yang baik, maupoo tentang pengadilan dan hukum

secara luas yang sangat berguna bagi penulisan skripsi inL

4. Ketua Pengadilan, para hakim, panitera serta seluruh staf di lingktmgan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

5. Ketua Mahkamah Agung cq. Urusan Peradilan Agama (Uldilag) yang telah

memberikan bantuan dan kemudahan pada penulis untuk mencari referensi, serta

memberikan hasil putusan yang telah menjadi yurisprudensi yang sangat

bermanfaat bagi penulisan skripsi ini.

6. Pirnpinan d~n Pegawai Perpustakan Utarna Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

I-lidayatullah Jakarta yang dengan professional dan sabar rnelayani setiap

perninjarnan buku yang penulis perlukan.

7. Pirnpinan dan Pegawai Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukurn Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah rnernberikan

pelayanan dan dan sirkulasi buku dengan gaya kekeluargaan dan santun kepada

penulis.

8. Ternan-ternan di Jurusan Al-Akhwal Al-Syakhsiyyah Program Studi Peradilan

Agarna (B) angkatan 200 I, yang telah dengan setia rnenjadi partner kuliah,

diskusi, dan debat bagi penulis. Sulhan, Sanuri, Fajri, Sapnah, Cecep, Vebri, Eko,

Suryanah, Wahyuddin, Lilih, dan seluruh ternan-ternan KKN di Palasarigirang­

Kalapanunggal-Sukaburni, yang dengan berat hati tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu disini, gak cukup kertase rek. .. ! afwan.

9. Sahabat-sahabat PMII Cabang Ciputat. Mbah Nasrul, Sauqi, Tarobin, Imam,

Sholeh, Aziz, Muslim, Darma, Hasan, Afif, Ikhwan, dim seluruh ternan-ternan

asrama PMII. Kesanku, asrarna waktu kita dulu tak jauh beda dengan panti

asuhan tapi penghuninya keren-keren looh.. ! Tak ketinggalan konco-konco lare

using, Uray, Wahab, Sodiq, Fuad, Habib, Yayah, dan seluruh ternan-ternan yang

tergabung dalanl KAMAWANGI (Keluarga Besar Mahasiswa Banyuwangi) yang

tak pernah rnengenal kata putus asa untuk selalu survive di Jakarta.

10. Ucapan terirna kasih secara khusus penulis haturkan kepada Ayahanda H. Ali

Muhsin Husaini dan Ibunda Hj. Siti Supiyah yang senantiasa berdoa kepadaNya

untuk kesuksesan penulis selia putra-putrinya. Dengan dukungan penuh dari

beliau seeara materi dan immateri membuat penulis merasa tegar, sabar, santun,

dan matang seeara rasio dan emosi menghadapi realita kehidupan ini. Juga

penulis tak bisa lewatkan kepada Mbak Nur Azizah dan Mas Ali Mahfudz, yang

telah memberikan support tersendiri baik seeara eksplisit maupun implisit; adik­

adikku Malik Affan dan Moh. Masyhudi, kalian hidup harns punya eita-eita yang

jelas; keponakan-keponakanku Nisa, Farah, dan Najwa, belajarlah semasa keeil

hingga kalian paham arti daripada feminisme dan gender yang mana natinya tak

membuat kalian berhenti untuk belajar dan terns belajar.

Penulis sadar, bahwa tanpa dukungan dan bantuan dari mereka semua penulis

tak ada apa-apanya, dan skripsi ini belum tentu dapat terselesaikan. Mudah-mudahan

taufiq, hidayah, serta inayah dari Allah 8wt senantiasa mengiringi langkah mereka

semua dimanapun berada. Akhimya penulis berharap semoga amal baik dari semua

pihak yang telah membimbing, memperhatikan, dan membantu penulis dapat dibalas

oleh Allah 8wt dengan pahala yang berlipat ganda, amien ya rabbal 'alamin.

Jakarta, I0 Nopember 2005

Penulis

DAFTARISI

KATA PENGANTAR .i

DAFTAR lSI , v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ., 1

B. Pembahasan dan Perumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 6

D. Metode Penelitian 6

E. Sistematika Penulisan 7

BAB n SUMBER HUKUM, KOMPETENSI, DAN ASAS-ASAS HUKUM

ACARA PERADILAN AGAMA

A. Sumber Hukum Peradilan Agama 10

B. Kompetensi Peradilan Agama 16

C. Asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama 23

BAB III YURISPRUDENSI SEBAGAI SUMBER HUKUM DI PERADILAN

AGAMA

A. Pengertian Yurisprudensi 35

B. Kekuatan Mengikat Yurisprudensi Terhadap Hakim 37

C. Prasyarat Suatu Putusan Menjadi Yurisprudensi .42

D. Peran Yurisprudensi di Peradilan Agama .45

BAB IV KONTRIBUsi PRAKSIS HAKIM PERADILAN AGAMA JAKARTA

SELATAN DALAM PROSES PEMBENTUKAN YURISPRUDENSI

A. Metode Penemuan dan Penerapan Hukum 50

B. Kontribusi Hakim Dalam Memakai dan Menghasilkan Yurisprudensi 57

C. Analisis Hukum Yurisprudensi 61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 67

B. Saran-saran 69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (recht staat) tidak

berdasarkan atas kekuasaan belaka (mach staat), artinya bahwa segala aspek dalam

pcnyelcnggaraan dimcnsi kehidupan bcrmasyarakat, berbangsa, dan bcrncgara

haruslah didasarkan atas aturan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis.

Di dalam sistem hukum nasional, Indonesia mengenal beberapa sumber

hukum. Secara teoritis dapat dikemukakan, bahwa "yurisprudensi" merupakan salah

satu sumber hukum di samping sumber hukum lainnya seperti undang-undang,

kebiasaan, traktat atau perjanjian dan doktrin atau pendapat ahli hukum terkemuka.'

Di zaman mutakhir seperti sekarang ini, dimana semua bidang kehidupan

masyarakat mengalami perubahan dan perkembangan yang begitu cepat, undang-

undang dalam bidang apapun, tidak mungkin akan mampu memenuhi semua

kebutuhan hukum di masyarakat. Sehingga betapapun cepatnya badan legislatif

bekerja, persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat temyata lebih cepat lagi.

Lagi pula pembuat undang-undang tidak mungkin untuk menggambarkan semua

persoalan yang bakal tmjadi di kemudian hari. Oleh karena itu sering teIjadi banyak

persoalan dalam masyarakat yang belum ada peraturan hukumnya.

I Riduan Syahrani, Rangkuman In/ism'i !Imu Hukum, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1991), Cet. I,h. 87. Lihat juga, Sudikno Mertokusumo, Mengenal !Imu Hukum: Sua/u Pengan/ar, ( Yogyakarta:Liberty, 1985), h. 6-96

2

,

Yurispmdensi sebagai salah satu smnber hukum, mempakan acuan dalam

tindakan memutus dari hakim, yang ditujukan untuk menyelesaikan suatu

perselisihan tertentu. Sebagai sumber hukum, yurisprudensi mempunyai arti dan

kedudukan yang penting, karena dapat dijadikan dasar atau acuan dalam :

1. Pembentukan undang-undang

2. Mengambil putusan terhadap masalah yang sama oleh hakim lainnya terhadap

hal-hal yang belum diatur atau pelum ditemukan hukumnya

3. Mengembangkan ilmu hukum melalui putusan-putusaa peradilan.2

Oleh karena itu putusan hakim pada dasamya selalu berupa penyelesaian yang

hanya berlaku untuk hal yang kongkrit yang menjadi perselisihan yang sedang di

putuskan dan hanya mengikat kepada pihak-pihak yang bersangkutan (kecuali dalam

hal-hal yang bersifat "ergaomnes,,).3 Meskipun begitu yurisprudensi tetaplah menjadi

kebutuhan fundamental sebagai landasan hakim untuk memu1us perkara dalam kasus

yang sama.

Dalam menghadapi suatu perkara dimana peraturan hukum in abstrakto-nya

belum ada, atau pera1uran hukum itu harus di tafsirkan lebih dahulu, maleu hakim

yang bersangkutan tidak boleh menolak untuk mengadili perkara itu, l11elaiukan harus

2 Paulus Effendie Lotulung, Peranan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum, (Jakarta: BPI-INDepkeham RI, 1998), hal. I

3 Ibid, hal. 2., Erga Omnes (Latin), yang berarti bahwa putusan peradilan TUN tidak hanyaberlaku bagi para pihak yang bersengketa tapi juga berlaku bagi pihak-pihak lain yang terkait (pen.)

3

tetap memeriksa dan mengadilinya dengan menentukan sendiri hukumnya yaitu

dengan cara berijtihad (judge made law).4

Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakimam

menjelaskan, bahwa pen~adilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili

suatu pcrkara yang diajukan dcngan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau kurang

jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya sesuai dengan pasal 16,

ayat (l). Hakim sebagai penegak huklim dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan

memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dijelaskan

di dalam pasal 28, ayat (l).

Jadi dalanl keadaan bagaimanapun, hakim wajib memeriksa dan mengadili

perkara yag diajukan kepadanya. Masyarakat tidak merasakan adanya kedamaian

selarna ada perkara yang tidak atau belum diselesaikan. Dari sinilah timbul apa yang

dinarnakan yurisprudensi, yaitu putusan hakim (pengadilan) yang memuat peratnran

sendiri kemudian di ikuti dan di jadikan dasar putusan oleh hakim yang lain dalam

perkara yang sama.s

Walaupun secara teoritis selanla ini daya mengikathya putusan

(yurisprudensi) terhadap hakim-hakim di bawahnya atau perkara-perkara berikutnya,

dikenal dua sistem yang berbeda pandangan satu sarna lainnya. Pertama, yaitu

negara-negara yang mengikuti sistem hukum Eropa Kontinental, termasuk Belanda

4 Riduan Syahrani, Op. Cil., h. 104

5 C.S.T. Kansil, Penganlar limu Hukum dan Penganlar Tala Hukum Indonesia, (Jakm1a:Bala! Pustaka, 1976), Cet. ll, h. 50

4

yang diikuti oleh Indonesia yang menjelaskan bahwa hakim tidak terikat dengan

adanya yurisprudensi yang telah di hasilkan oleh hakim yang lain atau hakim yang

lebih tinggi. Kedua, yaitu negara-negara Anglo Saxon (Inggris, Australia, Amerika

Serikat), yang mengikuti asas stare decisis, yang berarti keputusan hakim yang

terdahulu harus diikuti olch hakil11 yang I11cmutuskan kcmudian. Namun dari scgi

praktek di Indonesia kedua sistem ini saling melengkapi, sehingga kita sudah tidak

terlalu ketat melihat pcrbedaan ini.6

Sejarah pcradilan telah mencatat tidak sedikit hukum yang merupakan ciptaan

hakim melalui putusan-putusan yang lebih di kenai dengan nama "yurisprudensi",

yang melengkapi peraturan hukum in-abstrakto yang belum ada, maupun

menyelaraskan peraturan hukum in abstrakto yang sudah ada dengan perubahan dan

perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.

Menyadari akan arti pentingnya kedudukan yurisprudensi sebagai sUl11ber

hukum untuk mcmperkaya informasi dan literatur hukum agar dapat dijadikan acuan

bagi hakim berikutnya, maka penulis berminat untuk meneliti seberapa besar

kontribusi hakim di Indonesia (kecuali, Propinsi Nangroe Aceh Darussalam karena

telah memiliki undang-undang tcrsendiri) khususnya hakim di peradilan agama dalam

memakai dan menghasilkan yurisprudensi, serta perkara-perkara apa saja yang telah

di putus oleh hakim, terutama hakim pengadilan agama Jakarta Selatan hingga

menjadi yurisprudensi.

6 Paulus Effendie Lotulung, Op. Cit., h. 2

5

Atas dasar itulah penulis mengarnbil judul skripsi "Kontribusi Haidm

Peradilan Agama Dalam Proses Pembentukan Yurisprudensi, (Studi Kasus di

Pengadilan Agama Jakarta Seintan)".

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Supaya penelitian dan penulisan skipsi ini menjadi fokus dan terarah dalam

pembahasannya, maka penulis memberi batasan dan merumuskan beberapa persoalan

penelitian yang akan dikaji. Batasan yang akan digariskan adalah sebagai berikut:

I. Pengadilan yang menjadi obyek penelitian adalah pengadilan agan1a yang

berkedudukan di Jakarta Selatan

2. Penelitian akan membahas seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh

pengadilan agama Jakarta Selatan atas terbentuknya yurisprudensi

Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak melebar, penulis akan merumuskan

permasalahan sebagai berikut:

I. Bahwa hakim pengadilan agarna Jakarta Selatan dalan1 proses pembuatan

putusan, serta teknik yang di pakai dalam menerapkan hukum in abstrakto

terhadap masalah in concreto yang di tangani tidak menyimpangi undang­

undang yang berlaku

2. Bahwa yurisprudensi sebagai salah satu landasan putusan, akan memberi

dampak pada pengambilan putusan yang dilakulcan oleh hakim-hakim

pengadilan agama Jakarta Selatan

6

C. Tujuan Penelitian

Tttiuan yang ingin di capai oleh penulis dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui :

I. Metode yang dipakai oleh hakim pengadilan agama Jakarta Selatan dalam

proses pembuatan putusan

2. Bagaimana tekhnik penerapan hukurn dalam pengambilan putusan yang

dilakukan oleh hakim pengadilan agama Jakarta Selatan.

3. Sejauh mana hakim pengadilan agama Jakarta Selatan dalam memakai

yurisprudensi sebagai landasan hukurn

4. Perkara-perkara apa saja yang diputus oleh hakim pengadilan agama Jakarta

Selatan hingga menjadi yurisprudensi

D. Metode Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, maim

metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan data melalui kepustakaan, yaitu menggunakan penelitian dengan

membaca buku-buku sumber bacaan yang terkait dengan skripsi ini sebagai data

sekunder

b. Melakukan penelitian lapangan dengan cara mengumpulkan dokurnen dan

data-data yang diperlukan, di samping itu juga memberikan pertanyaan melalui

wawancara dan angket guna dijawab oleh hakim pengadilan agama Jakarta

7

Selatan, sebagai data primer berupa putusan peradilan agama Jakarta Selatan yang

telah di kasasi dan menjadi yurisprudensi

2. Pengolahan Data

a. Menyelel{si Data

Setelah memperoleh data-data dan dokumen yang diperlukan baik melalui

penelusuran pustaka maupun penelitian lapangan Ialu data tersebut diperiksa

kembali secara teliti dan seksama

b. Mengklasifikasi Data

Sesudal1 data diperiksa lalu di klasifikasikan dalam bentuk dan jenis data

tertentu, kemudian dipisah-pisahkan menurut katagori guna memperoleh suatu

kesimpulan

3. Analisis Data

Sesudah bahan dan dokU01en-dokumen dikU01pulkan lalu bal1an-bahan

tersebut dianalisa menggunakan metode kornparatifyaitu untuk mencaj:Jai pemecahan

suatu masalah melalui analisa terhadap faktor-faktor tertentu yang berhubungan

dengan masalah-masalah yang diselidiki dan membandingkannya dengan faktor­

faktor lain.

Eo Sisternatika Penulisan

Karya tulis ini terdiri daTi lima bab dan masing-masil1g bab mempunyai sub­

sub bah. Secara sistematis bah-bab itu terdiri dari:

Bab II

BABI

8

Pendahuluan

Pada bab ini penulis akan menguraikan, latar belakang masalah,

pembahasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

Sumber Hukum', Kompetensi, dan Asas-asas Hukum Acara Peradilan

Agama

Dalam bab ini penulis akan membagi dalam tiga sub bab yang meliputi,

sumber hukum peradilan agama, kompctensi peradHan agama, dan asas­

asas hukum acara peradHan agama.

BAB III Yurisprudensi Sebagai Sumber I-lukull1 di Peradilan Agama

Pada bab ini penulis akan mell1bahas lebih mendalam tentang, pengertian

yurisprudensi, kekuatan ll1engikat yurisprudensi terhadap hakim,

prasyarat suatu putusan menjadi yurisprudensi, dan peran yurisprudensi di

peradilan agall1a

BAB IV Kontribusi Praksis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan Dalam

Proses Pembentukan Yurisprudensi

Dalam bab ini penulis akan ll1ell1bagi dalam tiga sub bab yang mengulas

tentang, metode penemuan dan penerapan hukum, kontribusi hakim

dalam memakai dan ll1enghasilkan yurisprudensi, dan analisis hasH

penelitian.

BABY

9

Penutup

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran yang mmtinya mudah-mudahan

berguna bagi para akademisi maupun praktisi hukum, khususnya hukum

Islam serta masyarakat pada umumnya.

BABII

SUMBER HUKUM, KOMPETENSI, DAN ASAS-ASAS

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

A. Sumber Hukum Peradilan Agama

1. Sumber Hukum Materil

a. Definisi

Sebelum membahas tentang sumber hukum materil pada peradilan agama ada

baiknya bila di jelaskan terlebih dahulu tentang hukum perdlata materi!. Menurut R.

Susilo dalam bukunya HIR/RIB Dan Penjelasannya, dikatakan bahwa: "Hukum

perdata materil ialah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan hukum yang mengatur

perhubungan-perhubungan antar orang-orang atau badan hukum satu sama lain, yang

timbul dari perhubungan pergaulan masyarakat, seperti misalnya: Peraturan tentang

jual beli, sewa menyewa, gadai, perseroan dagang, kawin dan perceraian, dan lain

sebagainya". I

Dari definisi diatas dapatlah ditarik suatu pemahaman bahwa hukum materil

baik yang tertulis (undang-undang) maupun tidak tertulis (hukum adat), merupakan

pedoman bagi masyarakat tentang bagaimana orang selayaknya berbuat atau tidak

berbuat didalam masyarakat. Sebagaimana di contohkan oleh Sudikno Mertokusumo,

bahwa ketentuan-ketentuan seperti: "siapa yang mengambil barang milik orang lain

dengan nia/ un/uk dimiliki sendiri secara melawan hukum.....dan sebagainya",

1 R. Susilo, HIR/RIB Dan Pe1Jjelasannya, (Bogar: Karya Nusanlara Politeia, 1979), h. 77

II

,

"Siapa yang karena salahnya menimbulkan kerugian pada orang lain diwajibkan

mengganti kerugiclI1 kepada orang lain tersebut", itu semuanya merupakan pedoman

atau kaidah yang pada hakikatnya bertujuan untuk melindungi kepentingan orang,2

Sementara peradilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,

dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam di bidang perkawinan, warisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq,

shadaqah, dan ekonomi syariah yang dilakukan berdasark:m hukum Islam sesuai

dengan pasal 49 UU No.3 lahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Dari penj abaran diatas dapatlah disimpulkan bahwa, hukum perdata materil

peradilan agama adalah kumpulan-kunlpulan peraturan hukum baik yang tertulis

(undang-undang) maupun yang tidak terlulis namun tercatat seperti, Alquran, hadits,

kitab-kilab fikih, hukum adat, dan peraturan hukum yang tidak tertulis dan tidak

tercatat pula seperti, norma masyarakat, adat istiadat serta kebiasaan, yang mengatur

hubungan antara orang satu sama lain yang seagama (Islam), yang timbul karena

adanya hubungan dalam masyarakat.

b. Sumber Hukum MateriI Peradilan Agama

Adapun sumber-sumber hukum materil peradilan agama meliputi:

I. Undang-undang No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

2. Undang-undang No. No, 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung

3. Undang- undang No, 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama

2 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. (Yol,'Yakarta: Liberty, 1989), Cet.2, h. 1

12

4. Undang-undang No. I tahun 1974 tentang Perkawinan

5. PP No.9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 tahun 1974

6. PP No.45 tahun 1990 tentang perubahan atas PP No.1 0 tahun 1983 tenlang

lzin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS

7. Instruksi Presiden No.1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

8. Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokok-Pokok

Agraria

9. PP No. 28 tahun 1977 tcntang Perwakafan Tanah Milik

10. Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan alas Undang-undang

No.7 tahtll 1992 tentang Perbankan

II. Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

2. Suinber Hukum formil

a. Definisi

Swnber hukum perdata formil atau hukum acara perdata adalah peraturan­

peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan

hukunl perdata materil atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana caranya

mengajukan sesuatu perkara perdata kemuka pengadilan perdata dan bagaimana

caranya hakim perdata memberikan putusan.3

3 R. Susilo, Gp. Cit, h. 72

13

Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum acara perdata adalah peraturan

hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata

materil dengan perantaraan hakim.4

Sedangkan menurut Wiryono Prodjodikoro, hukum acara perdata adalah,

rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak

terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu hams bertindak

satu sarna lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.5

Sementara hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan

peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam

Iingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus sesuai dengan

pasal 54 UU. No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Dari definisi-definisi singkat di atas dapatlah disimpulkan bahwa hukum acara

perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin

pelaksanaan hukum perdata materi!. Maka hukum formil atall hllkum acara peradilan

agama mempakan suatu cara untuk melaksanakan hukum Islam di bidang

perkawinan, warisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi

syariah pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama

4 Sudikno Mertokusumo, Gp. Cit, h.25 R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di lndanesia, (Jakarta: Sumur Bandung,

1980), h.13

14

b. Sumber hukum formil Peradilan Agama

Sumber hukum formil (acara) yang berlaku pada lingkungan peradilan agama

tela11 diatur dalam bab IV UU No. 3 ta11un 2006 tentang Peradilan Agama, mulai

pasal 54 sampai dengan pasal 105. Menurut pasal 54, "Hukum acara yang berlalku

pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang

berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur

secara khusus dalam undang-undang ini".

Di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa terdapat hukum acara perdata yang

berlalku secara umum pada peradilan umum dan peradilan agama, dan ada juga

hukum acara yang hanya berlaku pada peradilan agama. Hal ini menunjukkan sifat

kekhususan pada peradilan agama.

Peraturan perundang-undangan yang menjadi inti hukum acara perdata

peradilan umum, antara lain:

I. HlR (Het Herzeine Inlandsche Reglement) atau di sebut juga RIB (Reglemen

Indonesia yang di Ba11arui)

2. REg (Rechts Reglement Buitengewesten) atau di sebut juga Reglemen untuk

daera11 seberang, malksudnya untuk luar Jawa dan Madura

3. Rsv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) yang zaman jaja11an

Belanda dahulu berlalku untuk Raad Van Justitie

15

4. BW (Burgerlijke Wetboek) atau disebut juga Kitab Undang-undang Hukum

Perdata Eropa.6

5. Undang-undang No.8 tahun 2004 tentang Peradilan Umum

Selain itu ada pula berbagai peraturan perundang-undangan hukum acara

perdata bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama,

yaitu:

I. Undang-undang No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaall Kehakiman

2. Undang-undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung

3. Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan

Pemerintah No.9 tabun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang

NO.1 tahun 1975

Menurut ketentuan pasal 54 UU No.3 tabun 2006 tentang Peradilan Agama,

semua peraturan perundang-undangan di atas berlaku dilingkungan peradilan agama.

Sedangkan hukum acara yang secara khusus diatur dalam ulldang-undang No.3 tabun

2006 tentang Peradilan Agarna meliputi tiga bagian. Bagian pertama nierupakan

ketelltuan yang bersifat umum, diantaranya tentang asas-asas peradilan, penetapan

dan putusan pengadilan serta upaya hukum (banding dan kasasi). Bagian Kedua

mengatur tentang pemeriksaan sengketa perkawinaan, yang meliputi perkara cerai

talak, cerai gugat dan cerai dengan alasan zina. Bagian Ketiga mengatur tentang

6 Raihan A. Rasyid, HlIkllm Acara Peradilan Agama, ( Jakarne Raja Grafindo, 2002), Cet.IX, h. 21. Lihat pula, Mukti Arlo, Praklek Perkara Perdala Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003), Cet. IV, h. 12

16

biaya perkara.7'Dengan adanya UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, maka

bagian kedua di tambah dengan masalah ekonomi syariah.

B. Kompetensi Peradilan Agama

Kompetensi berasal dari bahasa Belanda, Competentie yang mempunyai

makna kekuasaan atau wewenang,8 sehingga ketiga kata tersebut mempunyai arti

yang sama. Disini penulis sengaja memilih menggunakan kata kompetensi karena

lebih mendekati bahasa aslinya. Kompetensi di dalam peradilan di bedakan atas dua

macam:

1. Kompetensi Relatif

Menurut Raihan A. Rasyid, kompetensi atau kekuasaan relatif diartikan

sebagai kekuasaan pengadilan yang satu jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaaanya

dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan sarna tingkatan lainnya. Misalnya

antara pengadilan negeri Magelang dengan pengadilan negeri Purworejo, antara

pengadilan agama Muara Enim dengan pengadilan agama Batu Raja.9

Dalam pasal 4 ayat (I) UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama

disebutkan bahwa, "pengadilan agama berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dan

daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota". Sedangkan pada penjelasan

7 Cik Hasan Bisri, MS., Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 1998), Cet.2, h. 227

8 Lihat, Van Pramadya Puspa, Kamus Hukum: Edisi Lengkap Bahasa-Belanda-Indonesia­Inggris, (Semarang: Aneka lImu, tth.)

9 Raihan A. Rasyid, Gp. Cit., h. 25

17

pasal 4 ayat (I) dikatakan, bahwa pada dasarnya tempat kedudukan pengadilan

agama ada di ibukota kabupaten dan kota, yang daerah hukumnya meliputi wilayah

kabupaten dan kota, tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya pengecualian.

Dengan demikian setiap pengadilan agama mempunyai wilayah hukum

masing-masing, dalam hal ini meliputi satu kotamadya atau satu kabupaten, atau

dalam keadaan tertentu ada pengecualian bisa jadi lebih atau mungkin bisa kurang,

seperti pengadilan agama Tangerang .dan pengadilan agama Bogor. Daerah hukum

pengadilan agama Tangerang meliputi wilayah kotamadya Tangerang dan kabupaten

Tangerang, sedangkan pengadilan agama Bogor meliputi wilayah kotamadya Bogor

dan kabupaten Bogor.

Melihat perkembangan jumlah penduduk yang semakin banyak bukan tidak

mungkin bila kedepan kedua wilayah tersebut akan mengalami penambahan

pengadilan agama untuk masing-masing kotamadya dan kabupaten mempunyai satu

pengadilan agama sebagaimana amanat pasal 4 ayat (I) UU No.3 tahun 2006 tentang

Peradilan Agama di atas.

Kompetensi relatif ini mempunyai arti penting sehubungan dengan wilayah

pengadilan agama mana orang akan mengajukan perkaranya dan sehubungan dengan

hak eksepsi tergugat. 10

Sedangkan secara teknis efektivitas kekuasaan relatif pangadilan tergantwlg

kepada perkara-perkara yang terkait dengan para pihak yang bertempat tinggal di

10 Ibid, h. 26

18

daerah hukum' pengadilan, Sebagaimana dikatakan oleh Cik Hasan Bisri, bahwa

pengadilan agama mempunyai kekuasaan untuk memeriksa dan memutus perkara di

daerah hukumnya yang meliputi antara lain: tempat kediaman pemohon dalam

perkara cerai talak, tempat kediaman tergugat dalam perkara cerai gugat, dan letak

tempat harta peninggalan' dalam perkara kewarisan. 11

2. Kompetensi Absolut

Kompetensi absolut adalah kompetensi pengadilan yang berhubungan dengan

jenis perkara atau pengadilan atau tingkat pengadilan, dalam perbedaannya dalam

jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkat pengadilan lainnya, misalnya

pengadilan agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang beragama

Islanl sedangkan bagi yang selain Islam menjadi kekuasaan peradilan umum. 12

Dalam hal ini pengadilan dalam lingkunan peradilan agama mempunyai

kewenangan untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tertentu di

kalangan orang-orang yang betagama islam,

Kornpetensi absolut pengadilan agama telall diatur dalarri pasal 49 sampai

dengan 53 UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Di dalam ketentuan pasal

49 dinyatakan:

11 Cik Hasan Bisri, MS., Gp. CiI., h. 20612 Raihan A. Rasyid, Gp. CiI., h. 27

19

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang, memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Islam di bidang

a. perkawinan

b. kewarisan

c. wasiat

d. hibah

e. wakaf

f zakat

g. infaq

h. shadaqah

i. ekonomi syariah

Di dalam penjelasan pasa! 49 UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama

di katakan bahwa, penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan

syariah, melainkan juga di bidang ekonomi syariah lainnya. Yang di maksud dengan

"antara orang-orartg yang beragama islam" ada!ah termasuk orang alau badan hukum

yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan suka rela kepada hukum islam

mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan peradilan agama sesuai dengan

ketentuan pasal ini.

20

Hurufa

Yang di maksud dengan "perkawinan" adalah hal-hal yang di atur dalam atau

berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukakan

-menurut syariat islam, antara lain:

I. Izin beristri lebih dari seorang,

2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 2I tatllIll,

dalam hal orang tua atau waH atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan

pendapat,

3. Dispensasi kawin,

4. Pencegal1an perkawinan

5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah

6. Pembatalan perkawinan

7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri

8. Perceraian karena talak

9. Gugatan perceraian

10. Penyelesaian harta bersama

I I. Mengenai penguasaan anak-anak

12. Ibu dapat memilnJl biaya pemeHharan dan pendidikan anak bilamana bapak

yang seharusnya bertanggungjawab tidak memenuhinya

13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas

istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri

14. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak

21

15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua

16. Pencabutan kekuasaan wali

17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan

seorang wali dicabut

18. Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18

(delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuannya padahal tidak ada

penunjukan wali oleh orang tUl\nya

19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan

kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kel.:uasaanya

20. Penetapan asal usul seorang anak

21. Putusan tentang hal penolakan pemberian ketera!lgan untuk melakukan

perkawinan campuran

22. Pemyataan tentang sahnya perkawinan yang teJjadi sebelum UU Nomor 1

tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.

Hurufb

Yang di maksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli

waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing­

masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut,

serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan

siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.

22

Hurufc

Yang di maksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang memberikan

suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembagalbadan hukum, yang

berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.

Hurufd

Hibah adalah pemberian suatu benda secara suka rela dan tanpa imbalan dari

seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukmn untuk di

miliki.

Hurufe

Wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk

memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk di

manfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan

kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum

menurut syariah.

Huruff

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan

hukum yang di miliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syariah

untuk di berikan kepada yang berhak menerimanya.

Hurufg

Yang di maksud dengan "infaq" adalah perbuatan seseorang memberikan

sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan,

23

minuman, mendenna, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan

sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah SWT.

Hurufi

Yang di maksud de?gan "ekonomi syariah" adalah perbuatan atau kegiatan

usaha yang di laksanakan menurut prinsip syariah, meliputi:

a. bank syariah

b. asuransi syariah

c. reasuransi syariah

d. reba dana syariah

e. obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah

f. sekuritas syariah

g. pembiayaan syariah

h. pegadaian syariah

i. dana pensiun lembaga keuangan syariah

j. bisnis syariah, dan

k. lembaga keungan mikro syariah.

C. Asas- Asas Hukum Acara Pcradilau Agama

Asas Hukum (rechtsbeginsellen) adalah pokok pikiran yang bersifat umum

yang menjadi latar belakang dari peraturan hukum yang kongkrit (hukum positif).13

13 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1985), h. 32

24

Sedangkan menurut Satcipto Raharjo, asas hukum adalah jiwa peraturan hukum,

karena ia merupakan dasar lahirnya peraturan hukurn, ialah rasio logisnya peraturan

hukum. 14

Asas-asas hukurn peradilan agama dapat di temukan di dalam undang-undang

yang mengatur tentang hukum perdata di peradilan umum maupun dalam undang­

undang yang secara khusus mengatur tentang peradilan agama. Secara garis besar

asas-asas tersebut meliputi:

1. Hakim Bersifat Menunggu

Asas daripada hukum acara perdata pada urnurnnya, termasuk hukurn acara

peradilan agama, bahwa inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak, gugatan maupun

permohonan di serahkan sepenuhnya pada yang berkepentingan.

Kalau tidak ada tuntutan hak ataupun gugatan dan permohonan, maka tidak

ada hakim sebagaiman pameo yang tak asing lagi mengatakan: Wo Kein klager ist, ist

kein richter, nemo judex sine actore, yang artinya kalau tidak ada tuntutan hak atau

penuntutan, maka tidak ada hakim. ls

Maka yang niengajukan tuntutan hak adalah pihak yang berkepentingan,

sedangkan hakim hanya menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan padanya.

Hal ini sesuai dengan pasal 118 HIR, dan 142 Rbg. Pasal 142 ayat (1) berbunyi:

"Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang

pengadilan negeIi dilakukan oleh penggugat atau oleh seorang kuasanya yang

14 Satcipto Rahmjo, I1mu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986), h. 85

15 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Gp. Cit, h.1 0

25

diangkat menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 147, dengan suatu surat

permohonan yang di tandatangani olehnya atau oleh kuasa t'~rsebut dan di sampaikan

kepada ketua pengadilan negeri yang menguasai wilayah hukum tempat tinggal

tergugat alau, jika tempat tinggalnya tidak di ketahui di tempat tinggalnya yang

sebenamya".

Dari pasal 142 ayat (I) tersebut, dapat kita ketahui bahwa adanya sesuatu

perkara perdata adalah di mulai dengan adanya pemasukan surat permohonan yang di

tandatangani oleh penggugat atau wakilnya kepada ketua pengadilan

negeri/pengadilan agama yang berwenang.Setelah itu barulah hakim menerima untuk

memproses dan menyelesaikannya.

Dari situ diketahui bahwa dimulainya perkara berasal dari penggugat, adapun

hakim sifatnya adalah menunggu. Akan tetapi sekali perkara di ajukan kepadanya,

hakim dilarang untuk menolak memeriksa dan mengadilinya walaupun dengan alasan

hukum tidak ada atau kurang jelas.

2. Sidang Tcrbuka Untllk Umum

Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali apabila

undang-undang menentukan lain (pasal 19 ayat 1 UU No.4 tahun 2004). Sedangkan

pasal 59 ayat 1 UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama menyatakan: "Sidang

pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang

menentukan lain atau jika hakim dengan alasan- alasan penting yang dicatat dalam

berita acara sidang, memerintahkan bahwa pemeriksaan secara keselUluhan atau

sebagian akan dilakukan dengan sidang tertutup".

26

Alasan yang dijadikan dasar oleh hakim untuk memerintahkan pemeriksaan

sidang tertutup harus di catat dalam berita acara, maka persidangan dilakukan dengan

tertutup seperti dalam kasus perkara cerai, zina, dan lain-lain, untuk melindungi hak

privasi para pihak.

Hal ini berarti bahwa setiap orang boleh hadir, mendengar dan menyaksikan

jalannya pemerikaan perkara di pengadilan. Tujuan asas ini untuk menjamin

pelaksanaan peradilan yang tidak memihak, adil serta melindungi hak asasi manusia

dalam bidang peradilan, sesuai hukum yang berlaku. Asas ini membuka sosial kontrol

dari masyarakat, yaitu dengan meletakkan peradilan di bawah pengawasan umum. 16

3. Hakim Pasif

Di dalam memeriksa perkara perdata hakim bersikap pasif, dengan kata lain

bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk

diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara, bukan oleh

hakim. Para pihaklah yang dapat secara bebas mengakhiri sendiri sengketa yang telah

diajukannya ke muka pengadilan, sedang hakim tak dapat menghalang-halangi,

misalnya mengakhiri dengan cara damai atau mencabut gugatan.

Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala

hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan

biaya ringan, Pasal 4 ayat (2) UU No.4 tahun 2004 tentfuig Kekuasaan Kehakiman.

16 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, (Jakarta: PustakaKarlini, 1988), h.16

27

Disarnping itu hakim wajib untuk mengadili seluruh gugatan yang diajukan

kepadanya saja, dan dilarang menjatuhkan atas perkara yang tidak di tuntut atau

mengabulkan lebih dari pada yang di tuntut. Hal ini sebagimana telah diatur dalam

HIR pasal 178 ayat 2 dan ~, yang berbunyi: Pasal (2) Hakim wajib mengadili atas

segala bahagian gugatan. Pasal (3) la tidak di izinkan me!1iatuhkan keputusan atas

perkara yang tidak di gugat atau memberikan dari pada yang di gugat.

4. Hakim Harus Mendengarlmn Kedua Belah Pihak

Hakim haruslah bersikap moderat dan memperlakukan sarna terhadap kedua

belah pihak, tidak berat sebelah dan mendengarkan keterangan dari masing-masing

pihak. Hal sesuai dengan pasal 5 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman dan juga pasal 58 ayat (1) dan (2) UU No.3 tahoo 2006 tentang Peradilan

Agarna, yang berbunyi:

(I) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang.

(2) Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya

mengatasi segala harnbatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang

sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Asas bahwa kedua belah pihak harus di dengar lebih di kenai dengan asas,

"audi e/ a//eram par/em" atau "Eines Mannes Rede is/ keines Mannes Rede, man solI

sie horen a//e beide". Hal ini berarti bahwa hakim tidak boleh menerima keterangan

28

dari salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan tidak di dengar atau tidak di beri

kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. 17

5. Putusan Hams Disertai Alasan-alasan

Hakim haruslah ~erhati-hati dalam dalam menjatuhkan segala putusan (vonis)

terhadap para pihak, karena pengadilan mempakan tumpuan terakhir bagi para

pencari keadilan. Ia harus menjaga agar putusan itu benar berdasarkan atas hukum

dan juga dapat memenuhi rasa keadihin masyarakat, maka putusan tersebut harusJah

disertai alasan-alasan berdasarkan atas hukum baik tertulis maupun hukum yang tak

tertulis.

Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 25 ayat (l) UU No. 4 tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman, jo pasal 62 ayat (1) UU No.3 tahun 2006 tentang

Peradilan Agama yang berbunyi: "Segala penetapan dan putusan pengadilan, selain

harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasamya juga hams memuat pasal-pasal

tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis

yang dijadikan dasar untuk mengadili".

6. Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Riligan

Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan (pasal 57 ayat 3

UU No.3 tahUll 2006 tentang Peradilan Agama) jo Pasal 4 ayat 2 UU No.4 tahun

2004. Sederhana maksudnya acaranya jelas, mudah di fahami dan tidak berbelit-belit.

Mal(in sedikit dan sederhana formalitas dalanl beracara semakin baik. Sebaliknya

17 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Op. Cit, h.14

29

terlalu banyak formalitas atau peraturan akan sulit dipaharni dan akan menimbulkan

beraneka ragarn penafsiran sehingga kurang menjarnin adanya kepastian hukum. 18

Cepat menunjukkan jalarnmya peradilan yang cepat dan proses

penyelesaiannya tidak berlarut-larut yang terkadang harus dilanjutkan oleh ahli

warisnya. Adanya parneo justice delayed is justice denie, yang artinya bahwa dengan

menunda-nunda keadilan sarna dengan menyangkal keadilan itu sediri, yang

berakibat pada kekecewaan para pencari keadilan (justiciable).19

Biaya ringan dimaksudkan agar biaya berperkara di pengadilan sedapat

mungkin dapat di jangkau oleh semua kalangan masyarakat. Biaya yang tinggi hanya

akan membuat enggan orang berperkara di pengadilan. KalaupUIl memang ternyata

orang yang bersangkutan tidak mampu, maka boleh bebas biaya (prodeo). Hal ini

sesuai dengan pasal 237 HIR yang mengatakan: "Orang -orang yang demikian, yang

sebagai penggugat, atau sebagai tergugat hendak berperkara akan tetapi tidak marnpu

membayar biaya perkara, dapat di berikan izin untuk berperkara dengan tak berdaya".

7. Asas Objektifitas

Pengadilan haruslah bersikap objektif dan memperlakukan sarna terhadap

kedua belah pihak, tidak berat sebelah dan mendengarkan keterarigandari masing-

masing pihak. Hal ini sesuai dengan pasal 58 ayat (I) UU No.3 tahun 2006 tentang

Peradilan Agarna dan juga pasal 5 ayat (I) UU No.4 tahun2004 tentang Kekuasaan

\8 Bambang Sutioso dan Sri HaslUti Puspitasari, Aspek-aspek Perkembangan KekuasaanKehakiman di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2005), Cet.!, h. 73

\, Ibid.

30

Kehakiman, yang berbunyi: "Pengadilan mengadili menw:ut hukum dengan tidak

membedakan orang".

Untuk menjamin asas ini bagi pihak yang diadili dapat mengajukan keberatan

yang di sertai dengan alasan-alasan terhadap hakim yang akan mengadili perkaranya,

yang disebut hak ingkar. Hak ingkar yaitu hak seseorang yang di adili untuk

mengajukan keberatan yang di sertai alasan-alasan terhadap seorang hakim yang

akan mengadili perkaranya.

Hal ini sesuai dengan pasal 29 ayat (I), (2), dan (3) UU No.4 tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan:

(I) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili

perkaranya.

(2) Hak ingkar sebagaimana di maksud pada ayat (I) ada!ah hak seseorang yang

diadili untuk mengajukan keberatan yang di sertai dengan alasan terhadap

seorang hakim ynag mengadili perkaranya.

(3) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat

hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau

hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah

seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.

8. Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YjlDg Maha Esa

Peradilan dilakukan DEMI KEADILAN BERDASJIRKAN KETUHANAN

YANG MAHA ESA (Pasa! 57 ayat 1 UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama

31

jo Pasal 4 ayat 1 UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman). Rumusan ini

berlaku untuk semua pengadilan dalam semua lingkungan peradilan.

Di dalam pengadilan agama sebelum kata-kata, Demi keadilan berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa haruslah ditambah dengan kalimat,

"BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM", (pasal 57 ayat 2 UU No. 3 tahun 2006

tentang Peradilan Agama).

KaIimat diatas secara sadar telah dipilih oleh pembuat undang-undang

(Legislatif), yaitu Demi keadilan berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa, bukan

berdasarakan atas hukum atau yang lainnya. Dengan demikain hakim harus selalu

insyaf atas sumpah jabatannya, baIlwa ia tidak hanya bertanggung jawab kepada

hukum, diri sendiri maupun masyarakat, tetapi bertanggung jawab langsung kepada

Tuhan Yang Maha Esa.

Menurut Bismar siregar, kaIimat Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa, bila di hayati merupakan doa dan janji antara hakim dengan Tuhan yang

kurang lebih berbunyi, "Ya Tuhan, atas nama-Mu saya ucapkan putusan tentang

keadilan im",.20

9. Susl1nan Persldangan: Majelis

Susunan persidangan untuk semua pengadilan pada asasnya merupakan

majelis, yang sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang hakim kecuali ditentukan

20 Bismar Siregar, Segi-Segi Banluan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: PSK- FakultasHukum UII, 1986), h. 8

32

lain oleh undang-undang. Hal tersebut sesuai dengan pasal 17 ayat I, 2 UU. No.4

tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan:

(I) Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan sekurang­

kurangnya (3) tiga orang hakim kecuali undang-undallg menentukan lain.

(2) Diantara hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (I), seorang bertindak

sebagai ketua dan lainnya sebagai hakim anggota sidang.

Pengecualian pada pasal ini dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap terlalu

banyaknya jumlah perkara, sedangkan jumlall hakim tidak sebanding dengan perkara

yang ada tersebut. Jika teJjadi masalall seperti ini maka sidang boleh dilakukan oleh

seorang hakim saja dengan tujuan demi terselenggaranya proses peradilan.

Menurut Sudikno Mertokusumo, hal ini dimungkinkan karena pasal 11

undang-undang Darurat No. 11 tallun 1955 memperbolehkan untuk memeriksa dan

memutus suatu perkara dengan seorang hakim, apabila. ditentukan oleh ketua

pengadilan tinggi.21

10. Peradilan Agama Bagi Orang Islain

Hal ini sebagimana telall dinyatakan pasal 1 ayat (I), dan pasal 2 UU No.3

tallun 2006 tentang Peradilan Agama yang berbunyi:

1. Peradilan agama adalall peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.

2. Peradilan Agama merupakan salall satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi

rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu

yang diatur dalam undang-undang ini.

2i Ibid., h. 27

33

Dari keaua pasal diatas dapatlah kita tarik suatu pemahaman bahwa, pertama

pihak-pihak yang bersengketa haruslah sama-sama beragama islam, kedua perkara

perdata tertentu yang dimaksud disini adalah perkara dalam bidang perkawinan,

kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah.

Beragama Islam 'disini adalah orang yang memiliki personalitas keislaman

tanpa melihat kualitas keislamannya. Sebagaimana dikatakan oleh Yahya Harahap,

bahwa patokan personalitas keislaman berdasarkan pada saat terjadi hubungan

hukum, ditentukan oleh dua syarat: Pertama pada saat terjadi hubungan hukum kedua

belah pihak sama-sama beragama islam, kedua hubungan ikatan hukum yang mereka

lakukan berdasarkan hukunl Islan1.22

11. Hakim Wajib Mendamaikan

Kewajiban hakim untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara,

sangatlah sejalan dengan tuntunan ajaran Islam. Islam telah mengajarkan jalan islah

(perdamaian) dalam memecahkan setiap perselisihan, oleh sebab itu hakim peradilan

agama haruslah mengutamakan jalan perdamaian terhadap para pihak selama jalan

kearah itu masih di mungkinkan.

Di dalam pasal 65 UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama dikatakan

bahwa, "perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah

Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah

22 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peraditan Agama, (Jakarta:Pustaka Kartini, 1997), h. 39

34

pihak". lsi pasal ini sama persis bunyinya dengan pasal 39 ayat (I) UU No.1 tahun

1974 tentang Perkawinan.

Disamping itu di dalam PP No.9 tahtill 1975 tentang pe1aksanaan UU No.1

tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 31 ayat (I) menjelaskan bahwa, "Hakim yang

memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan

selama perkara belum di putuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap

sidang pemeriksaan".

BAEIII

YURISPRUDENSI SEBAGAI SUMBER HUKUM

DI PERADILAN AGAMA

A. Pengertian Yurisprudensi

Yurisprudensi berasal dari kata, "Jurisprudentia'" (Latin), yang berarti

pengetahuan hukum (rechtsgeleerheid). Kala yurisprudensi sebagai istilah teknis

Indonesia, sarna artinya dengan kata "Jurisprudentie" (Belanda), dan "Jurisprudence"

(Prancis), yaitu peradilan tetap atau hukum peradilan. Kata "Jurisprudence" (Inggris)

berarti teori ilmu hukum (Algemene Rechtsleer, General Theory of Law), sedang

untuk pengertian yurisprudensi dipergunakan istilah-istilah "Case Law" atau "Judge

Made Law".!

Pengertian yurisprudensi di negara- negara Anglo Saxon yang menganut

sistem common law seperti, Inggris, Australia, Amerika Serikat dan lainnya, berbeda

dengan Negara- negara Eropa Kontinental (Daratan Eropa) yang menganut sistem

civil law seperti, Jerman, Prancis, Belanda, dan lain sebagainya.2

Dalam sistem common law, yurisprudensi diterjemahkan sebagai, "suatu ilmu

pengetahuan hukum positif dan hubungan-hubungannya dengan hukum lain".

Sedangkan dalarn sistem statute law dan civil law, diterjemahkan, "Putusan-putusan

I Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaidah Hukum, (Bandung: Alumni,1978), Cet. I, h. 55

2 Paulus Effendie Lotulung, Peranan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum, (Jakarta: BPHN,1998), h, 7

36

hakim terdahulu yang telah berkekuatan hukum tetap dan diikuti oleh para hakim atau

badan peradilan lain dalam memutus perkara atau kasus yang sama".3

Di dalam sistim comon law putusan- putusan hakim yang lebih tinggi dan

yang diikuti secara tetap sehingga menjadi bagian dari ilmu hukum di sebut sebagai

case law atau di sebutjuga sebagaijudge made law4

Menurut Van Apeldoom dalam bukunya "Pengantar ilmu hukum" dikatakan

bahwa yurisprudensi mempunyai persanlaan dan perbedaan dengan undang-undang.

Persamaanya, baik yurisprudensi maupun undang-undang keduanya merupakan

hukum yang mempunyai sifat mengikat. Sedangkan perbedaanya, bahwa

yurisprudensi atau putusan hakim merupakan hukum in-concreto atau individual

norm, artinya hukum yang berlaku terhadap subjek hukum tertentu, misalnya putusan

hakim hanya mengikat tergugat A dan penggugat B atau terhukum X, sedangkan

undang-undang merupakan hukum in-abstracto atau general norm, artinya hukum

yang berlaku umum, mengikat setiap penduduk dalam wilayah hukum suatu negara,

misalanya undang-undang pokok agraria tahun 1960, undang-undang pemilihan

umum. S

Menurut Subekti, bahwa yang dimaksud dengan yurisprudensi adalah'

"Putusan-putusan hakim atau pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan di

3 Ahmad Kami! dan M Fauzan, Kaidah-kaidah l-fukum Yurisprudensi, (Jakarta: PrenadaMedia, 2004), Edisi I, h. I0

4 Paulus Effendie Lotulung, Loc. Cit.

5 Bachsan Mustafa, Skelsa Dari Tala l-fukum Indonesia, (Bandung: Armico,1982), Edisi II,h.3J

37

benarkan oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan kasasi, atau putusan Mabkamah

Agung sendiri yang sudah berkekuatan hukum tetap, maka barulah dapat dikatakan

ada hukum yang di cipta melalui yurisprudensi".6

Dari definisi-definisi itu dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud

yurisprudensi adalah putusan pengadilan tingkat pertama d!ffi atau banding dan atau

kasasi (MA) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yang di pedomani oleh

hakim pengadilan secara berkesinarnbungan dan di pedomani untuk putusan

berikutnya.

B. Kekuatan Mengil{at Yurisprudensi Terhadap l[akim

Walaupun sistem hukum Eropa Kontinental berbeda dengan sistem hukum

Anglo Saxon dalam memandang yurisprudensi, namum dalam prakteknya tak ada

diantara negara-negara itu yang menerapkan sistem hu.kum itu secara murni.

Misalnya Inggris walaupun mengutamakan asas stare decisis (para hakim terikat

pada putusan hakim terdahulu, baik yang sederajat tingkatarmya ataupUn secm'a

hierarkis lebih tinggi, dalam kasus yang sama atau hampir sarna) mengikat hakim tapi

masih memperhatikan statute law (undang-undang). Demikian juga sebaliknya

Belanda termasuk Indonesia meskipun memilih mengutamakan sistem statute law

namunjuga mulai mengembangkan yurisprudensi sebagai sumber hukum.7

6 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Gp. Cit., h. 10

7 Paulus Effendie Lolulung. Gp. Cit., h. 10

38

,

Oleh karena itu kedudukan yurisprudensi sebagai salah satu surnber hukum,

sangatlah diharapkan kontribusinya dalam ikut berperan membangun hukum nasional

termasuk di peradilan agama.

Paulus Effendi Lotulung, berpendapat bahwa dalam pembentukan hukurn

melalui yurisprudensi, perlu senantiasa diingat akan tiga nilai dasar yang penting

yaitu:

a. nilai filosofis, yang berarti b<jhwa putusan hakim harus mencerminkan dan

berintikan rasa keadilan dan kebenaran

b. nilai sosiologis, yang berarti bahwa putusan hakim harus sesuai dengan tata

nilai budaya maupun nilai hukum yang hidup dar. berlaku dalam masyarakat

c. nilai yuridis, yang berarti bahwa putusan hakim harus sesuai dan mengacu

pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.8

Dengan memenuhi tiga nilai dasar tersebut suatu yurisprudensi diharapkan

dapat menjadi solusi pada setiap permasalahan yang belurn alau kurang jelas sumber

hukurnnya, sehingga bisa menjadi surnber hukurn baik bagi para teoritisi (menjadi

wacana dikalangan akademisi) maupun praktisi (hakim, jaksa, dan advokat) di

pengadilan.

Sebagaimana dikutip oleh Riduan Syahrani dalam bukunya, Rangkuman

Inlisari Ilmu Hukum, Utrecht dalam bukunya Penganlar Dalam Hukum Indonesia

mengatakan bahwa, ada 3 (tiga) sebab seorang hakim mengikuti putusan hakim yang

lainya:

8 Paulus Effendie Lotulung, Ibid., h. 22

39

a. Sebab psykologis: seorang hakim mengikuti hakim laiImya yang kedudukannya

lebih tinggi (pengadilan Tinggi atau Mahkarnah Agung) karena hakim yang

putusannya dituruti tersebut adalah pengawas pekeljaarmya. Putusan hakim

mempunyai kekuasaaan (gezag), terutarna apabila putusan itu dibuat oleh

Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, karena hakim tinggi maupun

hakim agung dipandang telah banyak pengalarnan.

b. Sebab praktis: seorang hakim mengikuti putusan halcim yang kedudukannya

lebih tinggi yang sudah ada. Apabila hakim tersebut memberikan putusan

yang berbeda dengan putusan hakim yang lebih tinggi, maka sudah barang

tentu pihak yang dikalahkan (merasa tidak adil) akan meminta pemeriksaan

pada tingkat yang lebih tinggi (banding atau kasasi), yaitu pada hakim yang

pernah memberikan putusan dalam perkara yang sarna, agar perkaranya juga

diberikan putusan yang sarna dengan putusan sebelumnya.

c. Sebab dirasakan sudah adil: Seorang hakim mengikuti putusan hakim lain

karena dirasakan sudah adil, sudah tepat, sudah patut, sehingga tidak ada

alasan untuk keberatan mengikuti putusan hakim yang terdahulu itu.9

Maka dengan demikian, kekuatan mengikat putusan-putusan yang lebih

dalmlu dari hakim yang lebih tinggi dalarn kasus yang sarna lebih bersifat persuasif

9 Utrecht, Penganlar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Ikhtiar, 1957), Cet. IV, h.161., Lihatdalam, Riduan Syahrani, Rangkuman In/isari Ilmu Hukum, (Jakarta: Pustaka Karlini, 1991), Cet. I,h.I07.

40

(kepercayaan) - dari hakim-hakim dibawahnya dan bulGill merupakan paksaan

sebagaimana didalam doktrin stare decisis.

Seorang hakim dalam menyusun suatu putusan pada dasamya selalu

memenuhi dua unsur atau sifat yang berupa legalitas dan rasionalitas sebagai alasan

hukum dalam putusannYa. Putusan dikatakan bersifat legal apabila dijatuhkan oleh

pejabat yang berwenang (hakim) dan aturan-aturan hukum yang berlaku, sedangkan

putusan dikatakan bersifat rasional apabila didasari penalariill hukum yang menjadi

motif hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap para pihak.

Dad sinilah akan tampak apa yang menjadi "ratio decidendi" dari putusan

hakim tersebut, sehingga hal ini dapat dikatakan sebagai fonnula yang mengatur bagi

putusan itu dalam kasus atau perkara kongkrit yang dihadapiJlya. Putusan hakim tidak

saja harus memuat norma-norma hukum sebagai landasannya (asas legalitas),namun

juga harus bisa menjadi aturan juga bagi penyelesaian konflik dalam perkaral kasus

d'h d' 10yang 1 a apmya.

Undang-undang sebagai norma hukum tertulis tidaklah selalu leI1gkap, dan

ketika undang-undang itu telah disahkan maka ia akan selalu ketinggalan dengan

perkembangan masyarakat yang tak pemah berhenti dan selalu berubah-ubah.Maka

putusan hakim yang bersifat in-concreto yang memuat aturan bagi kasus tertentu akan

dapat menjadi pedoman bagi penyelesaian kasus-kasus yang sama atau hampir sama

jika terjadi kekosongan hukum dimasa mendatang. Dengan demikian yurisprudensi

10 Paulus Effendie Lotu]ung, Gp. Cit., h. 14

41

telah memberikan kontribusi bagi perkembangan hukum baik secara teoritis maupun

praktik.

Namun bagaimanapun juga, kreasi hukum dari hakim tidak sarna dengan

kreasi hukum dari pembentuk undang-undang. Kreasi hukum dari hakim hanya boleh

berlaku terhadap persoalan kongkrit tertentu saja, hanya mengikat terhadap pihak­

pihak yang perkaranya diputuskan hakim saja, dalam bentuk ketetapan khusus.

Sedangkan kreasi hukum pembentuk undang-undang boleh berlaku umum. 11

Maka dari itu telah terbukti bahwa pembuat undang-undang (legislatif)

sendiri dengan sadar telah menyerahkan "penciptaan hukum" itu kepada para hakim,

dalarn rangka memeriksa dan mengadili perkara yang menjadi wewenangnya yang

diajukan kepengadilan.

Aristoteles ahli filsafat dan hukum pada zarnanya pernah mengatakan bahwa

putusan-putusan hakim mempunyai sifat kewenangan umum (publikpower)

disarnping kewenangan hukum lainnya yang berupa permusyawaratan (deliberation)

dan tindakan eksekusi (executive action). OLeh sebab itu badan-badan peradilan

dikatakan mengandung ciri-ciri kewenangan umum melalui putusan-plltusannya.

Sebagaimana dikemukakan oleh Paulus Effendie Lotlliungciri-ciri itu berupa:

I. Melalui putusan-putusannya, badan peradilan tersebllt menyatakan hukum

yang seharnsnya ditaati. Hal ini berarti bahwa badan peradilan rrtenentukan

bagimana suatu aturan hukum harns diterapkan atall diinterperetasikan, dan

II Riduan Syahrani, Gp. Cit., h.l08

42

bagaimana suatu asas hukum harus diwujudkan. Proses demikian senng

memberikan arahan didalam pengembangan hukum yang baru

2. Badan-badan peradilan menjatuhkan putusan-putusan yang mengikat, dalam

arti bahwa hakim mengakhiri sengketa dengan mendasarkan pada

kewenanagan yang diberikan padanya sehinggga p<:rkara telah diputus (Res

Est Judicata).

3. Dengan menjatuhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap, berarti bahwa

putusan tersebut mempunyai daya memaksa untuk dilaksanakan dalam wujud

misalnya: hukum penjara, pembayaran denda, penyitaan barang, pembayaran

ganti rugi, dan sebagainya (enforceable title).12

Dari ciri-ciri diatas dapat dipahami bahwa yurisprudensi mempunym

kontribusi besar dalam pembangunan dan pengembangan hukum dari segi daya

pengikat melalui putusan-putusml tetap peradilan.

C. Prasyarat Suatt1 PutusaI1 Meujadi Yurisprudensi

Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi terhadap putusan hakim yang akan

dijadikan yurisprudensi, karena tidak semua putusan hakim yang berkekuatan hukum

tetap harus dipublikasikan. Hanya putusan-putusan yang punya dampak penting

ditinjau dari segi hukum dan perkembanganya, dengan tujuan demi tercapainya

kepastian hukum, kesamaan hukum dan predikbilitas.

12 Paulus Effendie Lotulung, Gp. Cit., h. 16

43

Mahkamah Agung dalam kurun waktu 1989 sampai 1992 pemah membuat

prasyarat terhadap putusan-putuan hakim yang dapat dijadikan yurisprudensi.

Putusan-putusan hakim tersebut baru dapat di publikasikan (dijadikan yurisprudensi)

apabila:

I. Putusan tersebut"menarik perhatian masyarakat

2. Putusan tersebut mencerminkan pendekatan baru terhadap sesuatu masalah

hukum

3. Putusan tersebut melibatkan berbagai masalah hukum (complexitas yuridis)

4. Putusan tersebut mempertegas sesuatu aspek hukum

5. Putusan tesebut mencerminkan arah perkembangan hukum nasional

6. Putusan tersebut menyangkut kepentingan masyarakat luas

7. Putusan tersebut mencerminkan konsistensi pendirian Mahkamah Agung

sebagai suatu lembaga tinggi llegara. 13

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum

Nasional (BPHN) tahun 1994/1995, bahwa putusan hakim dapat di sebut sebagai

-yurisprudensi apabila putusan itu sekurang-kurangnya memiJiki 5 (lima) unsur pokok,

yaitu:

a. Putusan atas sesuatu peristiwa hukum yang belum jelas pengaturan perundang­

undangannya

b. Pulusan tersebut harus sudah merupakan putusan tetap

13 Ibid., h. 28

44

c. Telah berulangkali diputus dengan putusan yang sarna dalarn kasus yang sarna

d. Memenubi rasa keadilan

e. Putusan itu dibenarkan oleh Mahkarnah Agwlg.14

Di dalarn penelitian tersebut dinyatakan bahwa alasan dapat diterimanya

yurisprudensi sebagai sumber hukum adalah:

a. Adanya kewajiban halcim untuk menetapkan dan memutus perkara yang

diajukan kepadanya meskipun ·belum ada peraturan yang mengaturnya

b. Salah satu fungsi pengadilan dalam pembaharuan dIm pembangunan hukum

ialah menciptakan sumber hukum barn

c. Hal yang baik dalarn mencari dan menegakkan keadilan. 15

Maka dengan demikian putusan hakim (Mahkarnall Agung) barulah dapat

dikatakan sebagai yurisprudensi apabila telah memennhi lima unsur pokok

sebagaimana hasil penelitian di atas. Bahkan dikalangan praktisi II1asih dibedakan

nntara yurisprudensi tetap dan yurisprudensi tidak tetap.

Adapun yang dimaksud yurisprudensi tetap, ialah putusan hakim yang teIjadi

karena rangkaian putusan serupa dan dijadikan dasar ataupatokan untuk memutus

suatu perkara (standard arresten). Sedangkan yurisprudensi tidak tetap, ialah ptttusan

hakim terdahulu yang bukan standard arresten. 16

14 Ibid., h. 815 Ibid

16 J.B. Daliyo dkk., Penganlar I1mu Hukum, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), Cet.IV, h. 60

45

Yurisprudensi dikatakan sebagai yurisprudensi tetap atau yurisprudensi belum

tetap tidaklah didasarkan pada hitungan berapa kali telah diputus dengan putusan

yang sarna mengenai kasus yang sarna, tapi lebih ditekankan pada muatannya secara

prinsipil tidak jauh berbeda dari pandangan sebelunmya, sehingga dapat diterima

sebagai standard.

Menurut Ahmad Karnil dan M. Fauzan, bahwa yurisprudensi tetap memiliki

tahapan-tahapan proses sebagai berikut:

a. Adanya putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap

b. Atas perkara atau kasus yang diputus belurn ada aturan huktmmya atau

hukurnnya kurangjelas

c. Memiliki muatan kebenaran, dan keadilan

d. Telah berulang kali diikuti oleh hakim berikutnya dalarn memutus kasus yang

sarna

e. Telah melalui uji eksaminasi atau anotasi oleh tim yurisprudensi Hakim Agung

Mahkarnah Agung Rl

f. Telah direkomendasikan sebagai putusan yang berkualifikasi yurisprudensi

tetap.17

D. Peran Yurisprudensi di Peradilan Agama

Seorang hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan

memutus perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan karena belurn ada aturan

17 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Gp. CiI., h. 12

46

hukumnya, atas nama peradilan ia diminta menemukan hukumnya sendiri. Bila ia

menolak menerima perkara maka ia bisa dikenakan sangsi pidana.

Hal ini sebagaimana telah diatur dalam pasal 22 AB (Algemene Bepalingen

Van Vetgeving/ Ketentuan Umum tentang Perundang-undangan) yang berbunyi:

o'seorang hakim yang menolak memutuskan perkara, berdalih bahwa undang-undang

tidak terang atau kurang lengkap, dan lain-lain, dapat dituntut karena mengingkari

hukum". Sedangkan Pasal 16 UU No, 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

menyatakan:" Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan

memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau

kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya".

Dalam menghadapi perkara yang tidak ada atau belum jelas dasar hukumnya,

hakim diberi wewenang untuk melakukan penafsiran dengan berbagai cara penafsiran

yang diakui terhadap hukum tertulis ataupun hukum tidak tertulis yang diakui oleh

hukum perdata Indonesia. Hal itu sejalan dengan pasal 28 ayat I UU No.4 tahun

2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang memerintahkan hakim wajib menggali,

mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam

masyarakat.

Oleh sebab itu hakim dalam menafsirkan hukum dan rasa keadilan masyarakat

yang tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan dapat merumuskan

putusannya sendiri dengan cara menggali hukum yang ada di masyarakat baik itu

berupa hukum adat maupun hukum islam, yang mana bila putusan itu dipakai dan

47

diikuti oleh hakim selanjutnya ia dapat menjadi putusan yurisprudensi (bila telal1

memenuhi persyaratan yang ada).

Walaupun pada dasarnya hakim tidak terikat oleh yurisprudensi, namun bila ia

menghadapi kasus demikian (tidak ditemukan DU tertulisnya) ia dapat memakai

Jlutusan hakim terdalmlu (yurisprudensi) sebagai pertimbangan putusarmya manakala

putusan itu sudah dianggap tepat dan adil, serta kasus yang diperiksanya sarna atau

hampir sama.

Pada talmn 1992/1993, Badan Pembinaan Hukum Nasional membentuk satu

tim untuk menginventarisasi, sekaligus menganalisa dan mengevaluasi yurisprudensi

peradilan agama selama 27 talmn, mulai dari tahun 1958 sampai dengan tahun 1985.

Dipilihnya talmn tersebut, karena bal1an-bal1an yang dapat dikumpulkan adalal1

putusan-putusan peradilan agama pada tal1un-tahun iiu, lui berarti bal1wa

yurisprudensi itu dibuat sebelum undang-undang tentang peradilan agama dan

Kompilasi Hukum Islam berlaku. Tim inventarisasi, analisa, dan evaluasi Badan

Pembinaan Hukun1 Nasional itu terdiri dari para teoritisi dari perguruan tinggi dan

BPHN serta praktisi dari pengadilan tinggi agama, pengadilan tinggi negeri dan

mal1kamah agung, is

Jumlal1 putusan peradilan agama yang dianalisa dan dievaluasi oleh tim

tersebut ada sekitar 96 buah putusan mengenai hukum perkawinan, meliputi:

1. Izin kawin

18 Mohammmad Oaud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2002), eel. 2, h.361

48

2. poligami

3. pembatalan nikah

4. pengesahan nikah

5. fasid nikah

6. mahar

7. maskan

8. syiqaq

9. fasakh

10. pembatalan dan pengesahan talak

I I. gugatan cerai dan cerai talak

12. natkah

13. harta bersama

14. taklik talak

15.hadanah

16. rujuk. 19

Pengalaman menggali asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam untuk

dijadikan bahan. baku penyusunan dan pembangunan hukum nasional melalui

yurisprudensi terbukti berhasil dengan baik waktu pembuatan kompilasi hukum Islam

19 Ibid

49

dahulu, yang kini berlaku secara nasional dan karena itu merupakan bagian hukum

. lId ·20naSlOna n OneSIa.

Yurisprudensi peradilan agama sama makna dan unsurnya dengan

yurisprudensi peradilan umum, yang bcrbeda hanyalah mang lingkupnya. Ruang

lingkup yurisprudensi peradilan agama terbatas pada hukum yang menjadi

wewenangnya dan hukum acara peradilan agama. Yurisprudensi peradilan agama

merupakan jalan terbaik untuk di tempuh dalam pengembangan hukum islam di

Indonesia. Yurisprudensi peradilan agama yang telah di analisis dan di evaluasi oleh

tim analisa dan evaJuasi peradilan agama di mahkamah agwlg dapat di kembangkan

menjadi yurisprudensi tetap, karena bersifat mengembangkan kaidah hukum Islam

dan menjamin kepastian hukum di lingkungan peradilan aganla.

20 Ibid., h.357

HABIV

KONTRIHUSI PRAKSIS HAKIM PENGADILAN AGAMA JAKARTA

SELATAN DALAM PROSES PEMBENTillUN YURISPRUDENSI

A. Metode Penemuan dan Penerapan Hukum

a. Metode Penemuan Hukum

Di dalam pasal 28 ayat (1) UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman dikatakan bahwa hakim sebagai penegak hukum wajib menggali,

mengikuti dan memahami nilai hukum yang hidup di masyarakat. Pasal inilah yang

menjadi dasar legal formal bagi para hakim untuk menafsirkan atau mencari sumber

hukum diluar sumber hukum tertulis (undang-undang), yang dapat berupa hukum

syara', hukum adat, kebiasaan ataupun living law yang ada di masyarakat. Pasal ini

juga sebagai jawaban atas pasal 16 ayat (1) UU No.4 tahun 2004 yang menyatalcan

bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memberikan dan mengadili sesuatu

perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,

melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Majelis hakim sebelum menjatuhkan putusannya terlebih dahulu harus

-menggali peristiwa dan fakta-fakta yang terungkap dari penggugat dan tergugat, serta

alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak dalam persidangan. Peristiwa dan fakta­

fakta tersebut harus di konstatir dan di kualifisir sehingga dlitemukan peristiwa atau

fakta yang kongkret. Hila peristiwa dan fakta telah ditemukan secara obyektif, maka

51

majelis hakim' berusaha menemukan hukumnya secara tepat dan akurat terhadap

peristiwa yang terjadi tersebut I

Di dalam Proses penemuan hukurn terhadap sualu perkara yang sedang

diperiksa dalam persidangan, majelis hakim dapat mencari hukurnnya di dalam;

L Kitab Undang-undang sebagai hukum tertulis

2. Penasehat agama atau kepala adat bagi hukurn tidak tertulis

3. Yurisprudensi, sepanjang yurisprudensi tersebut dapat memenuhi rasa keadilan

bagi pihak-pihak yang berperkara

4. Tulisan-tulisan ilmiah para pakar hukum dan bllku-bllku ilmu pengetahllan lain

yang ada sangkut pautnya dengan perkara yang sedang di periksa.2

Apabila sumber-sumber hukum diatas secara letterlijk tidak dapat membantu

hakim dalam menemukan hukum maka ia dapat mempergunakan metode interpretasi

dan konstruki. Metode Interpretasi merupakan penafsiran terhadap teks llndang-

undang dan masih tetap berpegang pada bunyi teks tersebut Adapun rnetode

konstruksi yaitu hakim mempergunakan penalaran logisnya untuk mengembangkan

lebih lanjut suatu teks undang-undang di mana hakim tidak lagi terikat dan berpegang

pada bunyi teks. Tetapi dengan syarat hakim tidak mengabaikan hukurn sebagai suatu

sistem.3

I Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peraditan Agama,(Jakarata: Yayasan al hikmah, 2000), Cet.Ke-l, h.163

'Ibid

] Achmad Ali, Menguak Tabir hukum Suatu Kajian Fi/osofis dan Sosia/ogis, (Jakarta:Chandra Pratama, 1996), Cet. Ke-l h.167

52

denganundang-undangmenafsirkan

Penemuim hukum dengan metode interpretasi dapat di klasifikasikan lebih

spesifik lagi menjadi :

I. Interpretasi gramatikal

Undang-undang yang tertuang dalam bentuk bahasa tertulis perlu di

interpretasikan dengan menguraikannya dalam bentuk bahasa sehari-hari. Interpretasi

gramatikal merupakan interpretasi yang sederhana dan mudah di nalar.

2. Interpretasi historis

Interpretasi historis merupakan suatu langkah penafsiran yang di dasarkan

pada sejarah teIjadinya peraturan tersebut. Interpretasi historis dapat berupa

penafsiran terhadap sejarah lahirnya undang-undang dan bisa juga berupa sejarah

hukum.

3. Interpretasi komparatif

Interpretasi 1m berusaha

memperbandingkan antara berbagai sistem hukum. Interpretasi komparatif ini kalau

dalam perkara perdata islam digunakan untuk memperbandingkan undang-undang

hukum perdata Islam antar negara-negara Islam

4. Interpretasi sosiologis

Interpretasi ini berusaha menerapkan makna undang-undang berdasarkan dari

tujuan masyarakat. Makna undang-undang di sesuaikan dengan tujuan di bentuknya

undang-undang tersebut, yaitu kemaslahatan bagi masyarakat. Dengan lain perkataan

walaupun undang-undangnya belum diamandemen tapi sejatinya makna dan

53

penerapan undang-undang tersebut telah diamandemen oleh hakim dengan cara

mempertimbangkan rasa keadilan yang tumbuh di suatu masyarakat.

5. Interpretasi futuristik

Interpretasi ini merupakan metode antisipatif terhadap undang-lmdang yang

belum di berlakukan. Namun undang-undang tersebut diperkirakan akan di

berlakukan dimasa yang akan datang, karena diyakini mencerminkan rasa keadilan

dan up to date di masa itu

Sedangkan penemuan hukum dengan menggunakan metote konstruksi Inl

mempunyai tiga syarat utama, yaitu :

I. Konstruksi harus mampu meliput semua bidang hukum positif yang bersangkutan

2. Dalam pembuatan konstruksi tidak boleh ada pertentangan logis didalamnya

3. Konstruksi harus mengandung keindahan dan tidak di buat-buat, sehingga masalah

yang belum jelas diatur dalam undang-undang tersebut menjadi jelas. Adapun tujuan

dari metode konstruksi adalah agar putusan hakim dalam peristiwa kongkret dapat

memenuhi tuntutan keadilan dan bermanfaat bagi pencari keadilan.4

Metode konstruksi ini dalam peradilan dapat berupa :

I. Analogi/ qiyas

Analogi atau qlyas yaitu apabila hakim dalam mengambil putusantidak

menemukan hukum dalam undang-undang namun peristiwa itu mirip sebagaimana

yang diatur dalam undang-undang maka ia dapat menggunakan analogi atau qiyas

4 Ibid. h. 192

54

tersebut. Di sini hakim di beri kesempatan untuk membentuk undang-undang agar

tidak terjadi kekosongan hukum

2. a Contrario

Sebagaimana dikatakan oleh Alunad Ali metode ini menggunakan penalaran,

bahwa jika undang-unaarig menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu,

berarti peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu dan bagi peristiwa di luamya

berlaku kebalikannya.5 Dapat diambil contoh dalam pasal 39 PP No.9 tahun 1975

yang mengatur bagi janda yang hendak kawin lagi harus menunggu masa iddah.

Sedangkan untuk duda tidak diatur, maka hal itu berlaku argumen a contrario bahwa

duda yang hendak kawin lagi tidak perlu ada masa iddah (menunggu)

3. Fiksi hukum

Menurut Satjipto Raharjo fiksi adalah metode penemuan hukum yang

mengemukakan fakta-fakta barn kepada kita, sehinggga tampil suatu personifikasi

barn di hadapan kita. 6 Sedangkan menurnt Achrnad Ali metode fiksi sebagai

penemuan hukum ini sebenarnya berlandaskan asas in dubio pro reo yaitu asas yang

menyatakan bahwa setiap orang diangggap mengetahui hukum. Pada fiksi hukum

pembentuk undang-undang dengan sadar menerima sesuatu yang bertentangan

dengan kenyataan sebagai kenyataan yang nyata.7 Fungsi dari fiksi ini selain untuk

5 Ibid. h.197

6 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakal, (Bandung: Angkasa, 1992), h.136

7 Achmad Ali, Op. Cit. h. 200

55

menciptakan srabilitas hukum juga untuk mengisi kekosongan hukum yang mana hal

tersebut memang menjadi tugas daripada hakim.

4. Penyempitan hukum

Peraturan perundang-undangan biasanya terJalu amum dan sangat luas ruang

lingkupnya. Agar dapat" di pergunakan dalam menemukan hukum terhadap suatu

perkara yang sedang di periksa, masalah hukum yang sangat luas itu perlu di

persempit ruang Jingkupnya sehingga dapat diterapkan dalam suatu perkara yang

kongkret

b. Metode Penerapan Hukum

Majelis hakim dalam setiap menyelesaikan perkara yang di tangani haruslah

melalui proses. Pertama, mengkonstatir peristiwa hukum yang diajukan oleh para

pihak kepadanya dengan melihat, mengakui dan membenarkan telah teIjadinya

peristiwa yang telah diajukan tersebut. Kedua, mengkualifisir peristiwa hulcum yang

diajukan oleh para pihak. Mengkualifisir berarti menilai peristiwa yang dianggap

benar-benar teIjadi sebagai suatu hubungan hukum bagi peristiwa yang telah di

konstatif. Ketiga, mengkonstitusi yaitu menetapkan hukurnnya atau memberi keadilan

kepada para pihak yang berperkara.8

Di dalam menerapkan hukum dalam rangka mengambil putusan ada langkah­

langkah serta tahapan yang secara sistematis harus dilakukan oleh majeJis hakim,

yaitu:

8 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (yogyakarta: Liberty, 1988) h. 87

56

1. Formulasi pokok masalah

Masalah tersebut dapat di simpulkan dari informasi yang di peroleh dari pihak

penggugat yang berupa gugatan maupun tergugat yang berupa jawaban, dan replik,

duplik dalam proses persidangan.

2. Pengumpulan data

Pengumpulan Data dapat di peroleh dari tergugat maupun penggugat yang

berupa pembuktian atau barang bukti dari para pihak. Data tersebut merupakan

peristiwa-peistiwa yang telah dinyatakan dengan alat bukti dan telah di verifikasi

kebenarannya

3. Penemuan fakta

Data yang telah diolah akan melahirkan fakta-fakta yang akan diproses lebih

lanjut sehingga melahirkan suatu keputusan yang akurat dan benar. Fakta merupakan

kegiatan yang dilaksanakan atau sesuatu yang dikerjakan atau kejadian yang sedang

berlangsung atau kejadian yang benar-benar telah terwujud.

4. Penemuan hukum

Untuk menemukan hukum atau undang-undangnya untuk dapat di terapkan

pada peristiwa kongkret, peristiwa kongkret itu harus diarahkan pada undang-undang

dan sebaliknya undang-undang harus di sesuaikan dengan peristiwa yang kongkret,

agar terjadi balance dalam penerapan hukum

5. Pengambilan putusan

Penganlbilan putusan merupakan langkah akhir yang dilakukan oleh hakim

dalam rangka memproses penyelesaian suatu perkara. HasH proses perkara yang

57

disidangkan haruslah dituangkan oleh hakim dalam bentuk tulisan yang disebut

sebagai putusan.

B. Kontribusi Hakim Dalam Memakai dan Menghasilkan Yurisprudensi

Dari judul sub bab C di atas yang penulis maksud hakim disini adalah hakim

pengadilan agama Jakarta selatan. Jadi yang menjadi pokok pennasalahan pada bab

ini adalah sejauh mana kontribusi atau sumbangsih hakim pengadilan agama Jaksel

memakai yurisprudensi dalam proses pengambilan putusan untuk menyelesaikan

suatu kasus. Sedangkan pennasalahan selanjutnya adalah sejauh mana atau seberapa

besar kontribusi hakim peradilan agama Jakarta Selatan dalam menghasilkan

yurisprudensi.

Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi yang di berikan oleh hakim

pengadilan agama Jakarta Selatan tersebut, penulis memberikan sepuluh angket yang

berisi pertanyan-pertanyaan yang mengarah kepada metode penemuan dan penerapan

hukum yang kemudian berlanjut mengenai yurisprudensi. Penulis sengaja

memberikan sepuluh angket dengan asumsi bahwa semua hakim pengadilan agama

Jaksel dapat mengisi angket-angket tersebut, karena jumlah hakim di pengadilan

agama Jaksel ada sepuluh orang di luar ketua dan wakil ketua.

Namun mereka bersepakat untuk mengisi dua angket saja dengan alasan

bahwa jawaban yang mereka berikan telah mewakili seluruh hakim yang ada di

pengadilan agama Jakarta Selatan. Angket tersebut diisi oleh H. Musfizal Musa,

sebagai wakil ketua pengadilan agama Jakarta Selatan, yang mewakili pejabat

58

struktural peraailan agama tersebut. Sedangkan yang kedua di isi oleh M. Hasany

Nasir, yang mewakili hakim-hakim anggota lainnya.

Berbicara masalah hukum di peradilan tidaklah bisa elilepaskan dari sosok dan

peran hakim sebagai pengambil kebijakan baik secara personal maupun institusi.

Kepada merekalah masyarakat menaruh harapan dan kepercayaan untuk

menyelesaikan masalahnya. Seorang hakim maupun majelis hakim dalam mengambil

putusan tentulah memerlukan sumber-sumber hukum sebagai pertimbangan atau

dasar dari putusannya. Sumber-sumber hukum tersebut dapat berupa hukum tertulis

(peraturan perunelang-undangan), hukum tak tertulis (syara, adat, living law), ilmu

hukum (eloktrin), maupun yurisprudensi.

Tentang sumber hukum yang dipakai oleh hakim tidaklah bisa dilepaskan dari

metode penemuan dan penerapan hukum, karena hukum bani bisa di temllkan setelah

memeriksa perkara sebagai suatu fakta yang kemudian di earikan dasar hukumnya

pada sumber-sumber hukum yang mengatur tentang perkam tersebut. Dari sinilah

metode penemuan hukum tersebut di perlukan oleh hakim untuk menyelesaikan

j:Jeristiwa in-concreto. Dalam proses penemuan hukum, hakim pengaelilan agama

Jakarta Selatan menggunakan semua metode, baik interpretasi (penerjemahan

terhadap undang-undang) maupun konstruksi (menyimpangi undang-undang).

Namun demikian semua metode yang di gunakan tersebut eli usahakan untuk selalu

sejalan dengan ruh syariat Islam. Oleh karena itu penggwlaan hukum tak tertulis

khususnya syara' selalu di gunakan dalam hal tidak di temukan peraturan perundang-

59

undangannya guna menyelesaikan masalah disamping dalam upaya pengayaan

terhadap hukum.

Dissenting opinion kadangkala merupakan suatu hal yang tak dapat di hindari

oleh majelis hakim dalam mengambil putusan. Bila hal ini terjadi maka di usahakan

untuk di musyawarahkan terlebih dahulu, tetapi bila musyawarah tidak menemui

kesepakatan maka pendapat minoritas harns mengikuti pendapat mayoritas, dan

pendapat yang minor tersebut di catat dalam sebuah buku catatan khusus. Dissenting

opinion akan sulit diatasi bila hakim beJjumlah genap, oleh karena itu jumlah hakim

selahl ganjil untuk menghindari putusan yang diambil akan berakhir draw. Kalaupun

hal itu teJjadi, misalnya ketiga hakim mempunyai pendapat yang saling bertentangan

maka masalahnya dapat di bawa kepada ketua pengadilan tersebut.

Dari masalah metode penerapan hukum tersebut pembahasan berlanjut pada

masalah yurisprudensi. Sejauh mana para hakim memakai yurisprudensi sebagai

sumber penyelesaian suatu perkara. M. Hasany Nasir, dalam semua perkara yang

ditanganinya menggunakan yurisprudensi apabila perkara yang di tangani tersebut

memang sesuai dengan yurisprudensi yang ada. Sedangkan H. Musfizal Musa, lebih

kongkret lagi menyatakan pemah menggunakan dalam masalah hadhonah

(pemeliharaan anak) dan salah satu orang tl.lanya adalah non muslim, terutama

ibunya.

Indonesia sebagai Negara yang menganl.lt statute law system dapat di pahami

apabila para hakimnya tidak merasa terikat dengan yurisprudensi yang ada tersebut.

Alasan para hakim memakai yurisprudensi tidak lebih di karenakan ; Pertama, secara

60

psikologis apabila ia menyimpang dari yurisprudensi yang ada kemungkinan besar

putusan tersebut akan di batalkan oleh hakim yang lebih tinggi, bila putusan tersebut

di banding atau kasasi oleh para pihak yang berperkara, apabila putusan itu tak

memiliki dasar hukum yang kuat untuk menyimpangi yurisprudensi yang ada. Kedua.

alasan kepraktisan sehingga akan mendorong hakim untuk berfikir, bila sesuatu bisa

di permudah kenapa harus di persulit. Ketiga, boleh jadi karena memang hakim

tersebut sependapat dengan isi dan putusan yurisprudensi yang ada tersebut.

Demikian juga jawaban dari Hakim Pengadilan Agarna Jakarta Selatan, mereka

mengatakan merasa tidak terikat sarna sekali dengan yurisprudensi yang ada.

Ketika pertanyaan penulis mengarah pada pernah tidaknya putusan yang

mereka jatuhkan atau setidaknya mereka menjumpai putus,m PA Jaksel yang telah

menjadi yurisprudensi sepertinya mereka kompak dengan menjawab tidak tahu dan

belum. Hal ini bisa di paharni karena kesibukan hakim menangani perkara-perkara

yang harus di selesaikan dengan cepat, sehingga mereka tidak sempat memantau

putusanya atau putusan PA Jaksel yang menjadi yurisprudensi. Asas stare decisis

(putusan hakim terdahulu harus di iknti oleh hakim kemudian ) dan precedent yang

memang merupakan asas yang di pakai oleh negara-negara anglo saxon mereka

katakan tidaklah tepat bila di berlakukan di Indonesia, asas :ini mereka tolak dengan

alasan mengganggu kebebasan para hakim untuk berkreativitas.9

Pembentukan yurisprudensi yang merupakan otoritas Mahkarnah Agung akan

lebih berbobot lagi bila mendapatkan anotasi (catatan) dari para praktisi laiunya

9 Lihat, Jawaban alas angket pada halaman lampiran.

61

seperti jaksa dan pengacara senior maupun para pakar hukurn (akademisi). Bagi

peradilan agama yurisprudensi mempunyai nilai dan peran lebih untuk menambah

referensi serta wawasan para hakim dalam menjalankan tugasnya. Merupakan

kepuasan tersendiri bagi hakim bila putusannya dijadikan yurisprudensi, sebab

putusannya tersebut dinflai berbobot dan diakui oleh Hakim Agung sebagai sebuah

yurisprudensi yang dipedomani oleh hakim-hakim lainnya.

C. Analisis Hukum YUI"isprudensi

Suatu putusan barulah dapat dikatakan sebagai yurisprudensi apabila putusan

tersebut telah memenuhi kriteria-kriteria yurisprudensi sebagaimana yang penulis

paparkan pada bab III diatas. Yurisprudensi peradilan agama yang penulis maksud di

sini adalah yurisprudensi yang telah di teliti oleh tim peneliti Mahkamah Agung serta

-telah mendapatkan rekomendasi dari para hakim agung yang mengurusi bidang

peradilan agama, yang mana nantinya yurisprudensi tersebut di publikasikan menjadi

sebuah buku yang di keluarkan oleh Mahkamah Agung.

Dari hasil penelitan penulis terhadap buku yurisprudensi yang di keluarkan

oleh Mahkamah Agung mulai tahun 1989-2003, penulis hanya menemukan dua buah

yurisprudensi peradilan agan1a yang bermula dari pengadilan agama Jakarta Selatan.

Hal ini dapat dimengerti karena tiap kali buku yurisprudensi di terbitkan hanya dua

buah dan paling banyak tiga buah putusan peradilan agama yang memenuhi kriteria

untuk dijadikan yurisprudensi. Alasan penulis memilih memulai pada 1989 karena

baru pada tahun tersebut peradilan agama secara legal formal mempunyai undang-

62

undang tersendiri, yakni Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang peradilan agama.

Yurisprudensi yang penulis temukan tersebut yakni putusan Mahkamah Agung No.

266 KlAG/1993 tentang Cerai Talak dan putusan Mahkamah Agung No. 10

KIAGII1995 tentang Cerai Gugat. Tapi disini penulis hanya akan menganalisis satu

putusan saja yakni merigenai cerai talak, karena terciptanya kaidah hukurn yang

dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Mengenai pasal 19 f PP No. 9 tahun 1975

tentang peraturan Pelaksanaan UU No. I tahun 1974 tent311g Perkawinan.

Putusan MA No. 266 KlAG/1993 tentang Cerai TalakDalam kasus ini permohonan cerai talak yang diajukan oleh Mahendra

Wardhana bin Ali Wardhana terhadap istrinya Ny Mala Satina binti Nasrun Syahrun.

Alasan pelIDohonan hendak mcnceraikan istrinya dilatarbelakangi oleh adanya nilai-

nilai hidup yang berbeda terulama dalam memandang materi yang kemudian

merembet ke masalah-masalah sepele lainnya. Hal inilah yang menimbulkan

ketidaIcsepahaman antara pemohon dan termohon ditanlbah lagi bahwa selama lima

tahun usia perkawinan mereka belurn juga dikaruniai anak. Padahal mereka telah

memeriksakan diri ke dokter dan masing-masing dari mereka mengatakan tidak ada

yang mengalami kelainan dalam dirinya alias normal. Tapi hal mana sebenarnya yang

lebih dominan yang memicu keinginan suami untuk menceraikan istrinya, mungkin

bisa salah satu dari kedua penyebab itu alau bahkan kedua-duanya.

Menurut penulis pengadilan agama Jakarta Selatan lewat putusannya No.

473/Pdt.G/92/PAJS memang telah berada pada track yang benar. Hakim pengadilan

agama Jakarta Selatan telah berusaha untuk mendamaikan dan merukunkan

63

pemohon-termehon dalam tiap kali sidang. Dan hakim telah memberi nasehat kepada

pemohon termohon untuk mengadakan musyawarah. Dan hal ini telah dilakukan oleh

pemohon termohon namun tidak ditemukan lagi kata sepakat lmtuk berdanlai,

langkah pengadilan agama Jakarta Selatan ini telah sejaJan dengan pasal 39 UU No. I

tahun 1974. Antara pemohon dan termohon tidak pemah berkumpullagi kurang lebih

1,7 tahun dan tak ada tanda-tanda untuk kumpul kembali. Disini tujuan daripada

perkawinan telah diabaikan sehingga rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan

rahmah tidak bisa terwujud lagi.

Terjadinya percekcokan atau perselisihan antara suami dan istri ini dalam

Islam disebut syiqoq. Dalam hal ini al quran dengan jelas telah memberi petunjuk

dalam surat an-Nisa' ayat 35 yang artinya, "Dan jika kamu· khawatir ada

persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki

dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang haJ(am itu bermaksud

mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami istri tersebut.

Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana". Penunjukan hakam dari

kedua belah pihak ini diharapkan dapat mengadakan perdamaian dan perbaikan untuk

menyelesaiakan persengketaan diaatara kedua belah pihak, suami dan istri.

Dalam dasar menimbangnya pengadilan agama Jakarta Selatan memakai ayat

19 ayat (f) PP No.9 tahun 1975, bahwa antara suami istri terus menerus terjadi

perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam

rumah tangga. Perselisihan dalam keluarga pemohon dan termohon yang bemlUla dari

perbedaan prinsip dan kepribadian hidup masing-masing yang akhimya merembet

64

kemasalah-maialah sepele lainnya yang mengakibatkan keduanya tidak dapat rukun

lagi dalam rumah tangga. Ditambah lagi tiadanya kehadiran anak, yang mana

keberadaan anak dalam keluarga dipandang sebagai gurraw a'yun, penyejuk hati ibu

bapak. Hal inilah yang melengkapi peIlliohonan pemohon untuk menceraikan

termohon. Sehingga bila Hakim pengadilan agama Jakarta Selatan memakai dasar

pasal 19 f diatas sudah sangat tepat, karena unsur-unsur yang mengizinkan terjadinya

perceraian telah terpenuhi.

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta melalui putusannya No. 03/1993/PTA.JK

telah membatalkan putusan dari pengadilan agama Jakarta Selatan No.

473/Pdt.G/92/PAJS tersebut. Hakim banding beralasan bahwa pasal 19 f PP No.9

tahun 1975 harus diartikan mempakan akibat dari sebab-sebab yang mendahuluinya.

Sebab-sebab yang mendahului perselisihan mutlak harus di buktikan terlebih lagi

sebagimana di kehendaki pasal 22 PP No.9 tahun 1975 yang mengatakan bahwa

gugatan perceraian dapat di terima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan

mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak

keluarga serta orang-orang dekat dengan suami- istri tersebut.

Lebih lanjut Pengadilan Tinggi Agama Jakarta memakai pertimbangan pasal

163 HIR yang menyatakan, barang siapa yang mengatakan ia mempunyai hak atau ia

menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah

hak orang lain maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya

kejadian itu. Pengadilan Tinggi Agama mengambil pertimbangan bahwa

pertengkaran dan percekcokan antara terrnohon/pembanding dengan

65

pemohon/terbanding kalaupun telah terjadi bukan merupakan sebab semula, akan

tetapi percekcokan dan pertengkaran itu justru di ciptakan sendiri oleh

pemohon/terbanding, yaitu setelah terbanding mempunyai hubllngan dengan seorang

wanita dikantoruya yang baru, sebagaiman dalil bantahan termohon/pembanding dan

ini tidak pernah dibantah' oleh terbanding.

Menurut hemat penulis pertimbangan hakim banding memakai pasal 22 PP

No.9 tahun 1975 kuranglah tepat, karena usaha untuk melakukan perdamaian telah

diusahakan oleh kedua belah pihak di dampingi kedua orang tua masing-masing

tetapi tetap tidak dicapai kata sepakat untuk rlljuk kembali. Kalau hakim banding

memakai pasal 163 HIR dengan maksud agar pemohon membuktikan sebab-sebab

percekcokan tersebut mengapa tidak hakim banding menyurub kepada temohon/

pembanding untllk membuktikan pula adanya pihak ketiga (affair pemohon)

sebagimana yang ia tllduhkan? Walaupun pemohon/terbanding tidak membantah hal

tersebut, karena atas terjadinya percekcokan dan perselisihan termohon/pembanding

juga tidak membantah.

Mahkamah Agung melalui plltllsannya No. 226 K/AG/1993 telah

membatalkan plltusan dari PTA Jakarta dengan alasan menimbang, bahwa al1tara

pemohon kasasi dan termohon kasasi telah berpisah kurang lebih· dua setel1gaIl (2,5)

tahun hingga apabila mereka dipaksa UJ1tuk rukun kembali berarti Pengadilan Tinggi

Agama telah mengabaikan fakta bahwa hati kedua belah pihak telah pecah. MaIm

pasal 19 f PP No.9 tahun 1975 telah tepat apabila di gunakan. Pengadilan Tinggi

Agama Jakarta telah mengabaikan yurisprudensi MA R1 No. 865 K/Pdtll990 yaitu

-apabila pemohon dan termohon dipaksa untuk rukun kembali maka tidak akan

tercipta rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah sebagaiman di kehendaki

oleh al-Qur'an, Termohon kasasi di sini tidak bisa membuktikan adanya pihak ketiga

yang memulai percekcokan tersebut sehingga Mahkamah Agung menganggap hal ini

sebagai fitnah.

Dari putusan Mahkamah Agung tersebut terciptalah kaidah hukum yang

menyatakan bahwa, isi pasal19 f PP No.9 lahun 1975 lelah lerpenuhi apabilajudex

facli berpendapal bahwa alasan perceraian lelah lerbukri lanpa mempersoalkan

siapa yang salah.

67

BABV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

I. Semua metode pel1eIhuan hukum yang tercakup dalam metode interpretasi dan

konstruksi di pakai oleh hakim pengadilan agama Jakarta Selatan, dengan

alasan sesuai dengan perkara yang di tangani. Namun dalam masalah perdata

termasuk perdata peradilan agama Indonesia tidak menggunakan metode

analogi (qiyas) karena undang-undangnya telah jelas. Jadi yang dilakukan

oleh hakim lebih kepada analisis perkara yang kemudian di carikan dasar

hukum (peraturan penmdang-undangannya).

2. Proses penemuan hukum dengan memakai hukurn tak tertulis khususnya

syara' dijadikan proritas utama oleh hakim pengadihm agama Jakarta Selatan.

Sedangkan hukum tak tertulis diluar hukum syara' yang meliputi hukum adat

dan kebiasaan (living law), juga di gunakan oleh halcim pengailan agama

Jakarta Selatan selama mencerminkan rasa kebenaran dan keadilan serta tidak

bertentangan dengan hukum syara' .

3. Tcknik penerapan hukum di mulai dengan cara mempelajari berkas-berkas

perkara, mengumpulkan fakta-fakta dan bu1.'ti-bukti yang kemudian di carikan

dasar hukum dalam peraturam perundang-undangannya. Setelah itu barulah di

tuangkan dalam pertimbangan hukum untuk di jadikan suatu putusan. Apabila

terjadi dissenting opinion(perbedaaan pendapat dalam pegambilan putusan)

68

maka pendapat yang berbeda itu di catat dalam catatan tersendiri dan

dicantumkan dalam dasar pcrtimbangan putusan.

4. Yurisprudensi seringkali dipakai oleh hakim pengadilan aganla Jakarta

Selatan sebagai salal1 satu sumber penemuan hukwn. Untuk alasan kehati­

hatian hanya yurisprudensi yang telal1 di kasasi di Mahkamah Agung lal1 yang

dipakai oleh hakim pengadilan aganla Jakarta Selatan, karena putusan

pengadilan agama yang lelab di kasasi secara olomalis telal1 melalui tahapan

pemeriksaan dari hakim tingkat pertama, tingkat banding dan tingkat kasasi di

Mahkamah Agung.

5. Lewat putusarmya yang telal1 menjadi yurisprudensi berarti hakim pengadilan

agama Jakarta Selatan telah melaksanakan amanat dari pasal 28 ayat I UU

No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, bal1wasannya hakim sebagai

penegak hukwn wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum

dan rasa keadilan yang hidup dimasyarakat. Nilai-nilai hukwn dan rasa

keadilan yang hidup di masyarakat bagi peradilan agama tentulal1 yang tidak

bertentangan dengan syara' (rub syariat Islam). Walaupun hakim tersebut

tidak menyadari akan kualitas putusannya, namun dari keserius!\l1 ijtihadnya

menggali hukum-hukum tertulis maupun tak tertulis berarti ia telal1

menorehkan suatu kaidab hukwn baru bagi dunia peradilan.

69

B. SARAN-SARAN

I. Pengadilan Aganm Jakarta Selatan sebagai salab satu pengadilan agan1a yang

berada di wilayah ibukota, hendaknya dapat menata putusan-putusan yang

dikeluarkan yang telab berkekuatan hukum tetap atau salinan dari banding

maupun kasasi yang bermula dari peradilan tersebut. Karena penulis melihat

tidak ada kerapian dan sistematisir terhadap putusan-putusan yang ada.

Sehingga pihak-pihak yang ingin mengetabui atau meneliti hasil putusan

tersebut sebagai proses pengembangan ilmu hukun mengalami kesulitan

2. UIN Syarif Hidayatullab Jakarta, khususnya fakultas Syariab dan Hukum

hendaknya membangun hubungan dan komunikasi yang intens dengan

Mahkamah Agung. Sehingga yurisprudensi Mabkamah Agung terutama yang

menyangkut wilayah peradilan agama sebelum di keluarkan oleh Mabkamab

Agung selain telah mendapatkan seleksi dad Hakim Agung juga mendapatkan

anotasi (catatanlkomentar) dari pakar (akademisi) Fakultas Syariab dan

Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta, Departemen Agama RI, 1996

Ali, Achmad, Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, Jakarta: STIHIBLAM, 2004 Cet., Ke-I

Apeldoorn, LJ. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 2000, Cet.Ke-28

A. Rasyid, Raihan, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo, 2002,Cet. Ke-IX

Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003, Cet. Ke-IV

Daliyo, J.B., et.a!., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Grameclia Pustaka Utama, 1996,Cet. Ke-IV

Daucl Ali, Mohammmad, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2002, Cet. Ke-2

Hasanuclclin, AF, et. aI., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003,Cel. Ke-I

Hasan Bisri, Cik, MS., Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Raja Grafinclo, 1998,Cel. Ke-2

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama,Jakarta: Depag RI, 200 I

Kamil, Alunacl clan Fauzan, M., Kaidah-kaidah Hukum Yurisprudensi, Jakarta:Prertada Media, 2004, Edisi Ke-I

Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia,Jakarta: Balai Pustaka, 1976, Cel. Ke-II

Lotulung, Paulus Efenclie, Peranan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum, Jakarta:BPHN Depkeham RI, 1998

Manan, Abdul; et.al., Pokok-pokok Hukwn Perdata Wewenang Peradilan AgamaJakarta: Raja Gratindo Persada, 2002, Cet. Ke- V

Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdala Indonesia, Yogyakarta: Liberty,1989, Cet. Ke-2

----------------, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1985

Mustafa, Bachsan, Skeisa Dari Tala Hukum Indonesia, Bandung: Armico, 1982,Edisi Ke-II

Pedoman Penulisan Sla'ipsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif HidayatulJahJakarta, 2005

Purbacaraka, Purnadi dan Soekanto, Soerjono, Perihal Kaidah Hukum, Bandung:Alumni, 1978, Cet. Ke-I

Rabmjo, Satcipto, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1986

Ratiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja GraHndo Persada, 2000, Cet.Ke- IV

Siregar, Bismar, Segi-Segi Bantuan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: PSK- FakultasHukum UII,1986

S, Lev., Daniel, Peradilan Agama Islam di Indonesia, Jakarta: Intermasa, 1986, CeLKe-II

Suara Uldilag, Lingkungan Peradilan Agama, Mahkamab Agung RI, 2004, Vol.II,No,5

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakmia: Intermesa, 1979, Cet. Ke-VI

Susilo, R., HIR/RIB Dan Penjelasannya, Bogor: Karya Nusantara Politeia, 1979

Sutiyoso, Bambang, dan Hastuti Puspitasari, Sri, Aspek-aspek PerkembanganKekuasaan Kehakiman di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2005, Cet. Ke-l

Syahrani, Riduan, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Jakarta:Pustaka Kartini, 1988

Syahrani, Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Jakarta: Pustaka Kartini, 1991,Cet. Ke-I

Syukri, Juaini, Keyakianan Hakim dalam Pembllktian Perkara Perdata MenllrlltHukum Acara Positif dan Hukum Acara Islam, Jakarta: Magenta BhaktiGuna, 1993, Cel. Ke-2

Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Ikhtiar, 1957, Cel. Ke-IV

Wiryono Prodjodikoro, oK; Hukllm Acara Perdata di Indonesia, Jakarta: SumurBandung, 1980

Wisnubroto, Hakim dan Peradilan di Indonesia Dalam Beberapa Aspek Kajian,Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogya, 1997, Cel., Ke-I

Yahya I-Iarahap, M., Kedudllkan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta:Pustaka Kartini, 1997, Cel. Ke-lII

10 Tahun Undang-undang Peradilan Agama, laporan semmar, keljasamaDitbinbapera Islam, FH UI dan Pusat Pengkajian Hnkum Islam danMasyarakat, 1999, Cel. Ke-l

P_"W"LJ,L",_-'L"NREG"NO" 266 K/AG/1993

SISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM"

OEMI KEADILAN SERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

M A H K A M A H A GUN G

memeriksa dalam tingkat kasasi telah mengambil

putusan sebagai beril<ut dalam perkara :

MAHENDRA WARDHANA SIN ALI WARDHANA,

bertempat tinggal di Jl. Brawijaya

111/5 RT 002/03 Kelurahan Pula. Ke-

camatan Kebayoran 8aru, Jakarta Se-

latan, pemohon'kasBsi dahulu pemohon/

terbanding ;

melawan

NY. MALA SATINA SINTI NASRUN SYAHRUN,

bertempat tinggal di Jl. Lebak 8ulus

Raya No. 49 RT 08/02 Kelurahan Lebak

Bulus Kecamatan Cilandak. Jakarta Se-

latan, termohon kasasi dahulu t€!rmo-

hon/pembanding ;

Mahkamah Agung tersebut

Melihat surat-surat yang bersangkutan

Menimbang, bahwa dari surat-suj-at terssbut

ternyata bahwa sekarang pemohon kasasi sebagai

pemohon telah mengajukan permohonan izin ikrar

talak atas sekarang termohon I(asasi sebagai

termohon dimuka persidangan Pengadilan Agama Ja-

karta Selatan pada pClkoknya atas dalil-dalil :

bahwa pemohon dan termohon telah menikah di

Kantor Urusan Agama Kecamatan Luhak 50 Kota (Pa-

yakumbuh, Sumatera Sarat) tanggal 25 Desembor

1985 dengan No. Register 383/XII/40/1985 dongan

wali ayah, mas I<awinnya seperangkat alat sholat,

1 buah Al Qur'an dan tafsir serta 1 set perhiasan

tunai, kemudian pernohon mengucapkan ta'lik talak;

bahwa salama pernil<ahan tersabut belum di­

karuniai ana!<, sed~ng antara pemohon dengan ter­

mahan telah borpisah 1 (satu) tahun lobih ;

bahwa antara pemohon dan termohon seja!<

awal tahun 1991 sudah tidal< ada ]<Bcocokan lagi

karena antara pemohon dan termohon sudah tidak

ada lagi saling pengertian sehingga pemohon pu­

lang ke orang tua pemohon karena tidak mungkin

dapat hidup rukun lagi dengan termohon ;

bahwa semula pemohon tidak ingin memapar­

kan persoalan rumah tangga pemohon-termohon

sebagai penyebab terjadinya perceraian, karena

hal ini akan memancirlg keributan seperti yang

terjadi pada musyaw~Lrah pemohon termohon yang di­

dampingi kedua orang tua pemohon-termohon sehing­

ga tidak menjadi beban pikiran dan dami menjaga

nama baik termohon dan keluarga pemo~on ;

bahwa sebab-sabab perceraian antara lain :

pemohon dan termohon memiliki nilai-nilai hidup

yang berbeda terutama dalam h?l menilai materi

contohnya termohon melnaksakan untuk membeli ru­

mah tinggal yang diluar jangkauan dana yang di­

sediakan orang tua pemohon ;

- termohon selalu lebih mementingkan keluarga/say

dara sendiri dan tidak pernah berusaha untuk

mendekatkan diri dengan keluarga pemohon, oon­

tohnya sering kali pemohon diminta oleh termo-

3

han untuk ikut pulang bersama ternan kant(Jr ka­

rena adik dari termohon ingin menggunakan mobil

milik pemohan. Selanjutnya pada waktu ibu pe

mohon menyarankan agar pemohon dan tennohon

menempati rumah p~mohon dan termohon, tet"mohon

menjawab dengan menyarankan untul~ menjual ru ­

mah tersebut ;

termohon mempermasalahkan siaps yang akar\ mem­

bay~r biaya per~watan pemohan salama dua nlinggu

di Rumah Sakit

- Antara pemohan dan termohon tidal< dikaruniai

anal< sekalipun telah berumah, tangga salama 5

(lima) tahun lamanya, telah berusaha ke dokter

dan dokter menyatakan tidak ada kelainan pada

pemohon maupun termohon ;

bahwa antara pemollon dan termohon telah

berpisah selama 17 bulan dan salama berpisah atas

anjuran hal<im telah diadal<an musyawarah antara

pemohan dan termohon yang didanlpingi orang tua

kedua belah pihak namun tidak barhasil. Tetapi

pemohon tetap ingin mencerail~an termohon, sedang­

kan termohon tetap ingin rukun kembali ;

bahwa percekcokkan dan sebab-sebab perce­

raian telah diberitahukan kepada termohon. dan

termohon bersedia bercerai setelah Januari 1991 ;

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas,

mal<a pemohon memohon kepada Pengadilan Agama

Jakarta Selatan agar memberikan putusan sebagai

berikut

1. mengabulkan permohonan pemohen

2. menetapl<an agama memberi izin kepada panohen

untuk menceraikan tarmohon ;

3. rnenetapkan biaya perkal-a s"esuai menurut hukuro;

4. Dan atau memberikan penetapan yang seadil­

adilnya ;

Menimban9, bahwa termahan telah membe,"ikan

jawaban yang pada pol<ol~nya sebagai berikut :

bahwa benar antara pemohan dan termahon

telah rukun selarna 5 tahun dan telah berpisah 1

tahun lebih karena pemahon pergi meninggalkan

tarmohon ditempat kediaman ,bersama dirumah orang

tua tarmahan ;

bahwa tidak benar tarmahan memaksakan untul(

mambeli rumah tinggal diluar jang](auan dana. se­

mua hasil kesepakatan pSlnahon dan termohon

bahwa tarmahon tidak pernah menyuruh pemo­

han untuk pulang dengan mobil temannya karena

adik tarmahan mau memakai mobil pemohon-tarmol,on

adik termohan rneminjam mobil pemohon-terrnohon

apabila tidak dipakai oleh pemohan-termohan dan

pemohon tidak menunjukkan keberatannys, seandai­

nya tarmohon tahu bahwa pemahon keberatan tentu

tarmohan melarang adik termohon mernakai mobil pe­

mohon termohan tersebut ;

bahwa tarmahan benar-benar tidak menyangka

pertanyaan termahon ten tang uang siapa yang akan

membayar biaya perawatan pemohon di Rumah Sakit

itu akan dipermasalahkan, baik uang pemohon atau

termahon tentu i tu uang pemahon-termohon jlJga,

namun apabila pertanyaan termohon tersebut tidak

berkenan dihati pernohon maka tarmahan minta maaf;

5

bahwa rnenurut termohon usaha ke dokter be­

lurn sempurna baik pemohon 'rnaupun termOhlJn !<;e

dokter secara sendiri-sendiri ssdang dokter me­

nyuruh datang berssma-sama

bahwa termohon tidak pornah nlcnyatakar1 se­

tuju bercerai t~tapi termohon menyatakan pada

waktu pemohon meninggalkan termohon agar pemohon

yang tidak membuat I<;(!putusan yang targesa-gasa ;

bahwa pada pertemuan psmohon-termohorl yang

ketiga pemohon menyatakan ,: buat apa bertemlJ lagi

.dan tidak ada gunanya, pemohon merasa tidak bisa

kembali kepada termollon lagi.Bahwa termohon tidak

menyetujui pernyataan pemohon tersebut dan tidak

mengerti apa yang telah terjadi kemudian pemohon

menyatakan : belum menemukan jawabannya ;

bahwa pada pertemuan pemohon-termohon diru-

fnah bersama Lebak L8stari Indah, pernohon memi nta

agar pernikahan pemohon-termohon diselesaikan,

bahwa termohon benar-benar terkejut dan shock ka­

rena pemohon-termohon tidak pernah bertengkar he­

bat dan rukun-rukun saja ;

bahwa menu rut termohon perbedaan antara pe­

rnohon dengan termohon bisa diperbaiki dan rumah

tangga bisa rukun kembali termohon merasa penye­

bab dari semua ini adalah karena belum saling me­

mahami tata cara ungkapan J~epribadian masing-ma­

sing, sehingga tadinya termohon sebagai i:steri

I<urang mengetahui isi hati keeil pemohon selaku

suami termohon namun dari pengalarnan ini semua

termohon yakin bahwa pemohon-termohon akan lebih

mengerti jalan pikiran dan sikap masing-masing-'

serta l~bih terbuka satu sam~ lainnya Cleh sabab

itu termohon menolak permohonan pemohon untuk

bercerai dengan lain perkataan termohon tidak se-

tuju bercerai dengan pemohon ;

bahwa terhadap permohonan tersebut IJenga-

dilan Agama Jakarta Selatan telah mengalnbil pu-

tusan, yaitu putusannya tanggal 8 Oktaber 1992 M.

rtepatan dengan tanggal 11 Rabiul Akhir 1413 H.

No. 473!Pdt.G!92!PA.JS yang amarnya berbunyi

sebagai berikut :

1. mengabulkan permohonan pemohon ;

2. menetapkan, memberi izin kepada pemohon un-

tuk menceraikan termohon setelah penetapan

ini mempunyai kekuatan hukum ;

3. menetapkan. nlenghukum pemohon membayar biaya

perkara sebesar Rp. 55.500,- (lima puluh li-

rna ribu lima ratus rupiah) ;

putusan mana dalam tingkat banding atas permohon-

an termohon telah dibatalkan oleh Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta dengan putusannya tanggal

14'Juli 1993 M, bertepatan dengan tanggal 29 Mu-

harram 1414 H. NO.03!1993!PTA.JK yang amarnya

berbunyi sebagai berikut ;

- menyatakan, bahwa permohonan banding termo-

hon!pembanding dapat diterima

- membatalkan putusan Pengadilan Agama Jakarta

Selatan tanggal 8 Oktober 1992 M, bertepatan

dengan tanggal 11 Rabiul AI<hir 1413 H Nomor

473!Pdt.G!1992!PA.JS ;

7

Dan dengan mengadili sendiri :

m~nyatakan menolal< permohonan pemohon se­

luruhnya ;

- menghul<.um pemohon/terbanding untuk ffiE3mba ­

yar biaya yan~ timbul dalam perkara ini se­

besar Rp. 55.500,- (lima puluh lima ribu

lima ratus rupiah)

bahwa sesudah putusan terakhir ini diberi­

tahukan kepada pemohon/terbanding pada tanggal 8

Oktober 1993 kemudian terhadapnya oleh pemohon/

terbanding diajukan permohonan untuk pemeril<saan

kasasi secara lisan pada tanggal 18 Oktabar 1993

sebagaimana ternyata dari surat keterangan No.

PA.j/4/P/Hk.o3.4/1653/93 yang dibuat oleh Pani­

tera Pengadilan Agama Jakarta Salatan permohonan

mana kemudian disusul cleh memori kasasi yang

memuat alasan-alasannya yang diterima dil<epani­

teraan Pengadilan Agama tersebut tersebut pada

tanggal 19 Oktober 1993

bahwa setelah itu oleh termohonjpembanding

yang pada tanggal 29 Oktober 1993 telah dibe­

ritahu tentang memori l~asasi dari pemohon/ ter­

banding diajukan jawaban memori kasasi yang di­

terima dikepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta

Selatan pada tanggal 8 Nopember 1993 ;

Menimbang, bahwa dengan berlakunya Undang­

undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,

maka permohonan I~asasi atas putusan atau penetap­

an Pengadilan Tingl~at banding atau tingkat ter­

akhir di Lingkungan Peradilan Agama dan penerim~-

8

an memori kasasi yang memuat alasan-alasannya,

serta penerimaan surat jawaban terhadap memori

kasasi tersebut harus didasarkan pads tenggang­

tenggang waktu sebagimana ketentuan Undang-undang

Mahkamah Agung tersebut

Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo

beserta alasan-alasannya yang telah diberitahukan

kepada pihak lawan dengan sal<sama diajukan dalam

tenggang waktu dan dengan cars yang ditentukan

Undang-undang, maka oish karena itu permononan

kasasi tersebut formil dapat diterima.

Menimbang, bahwa keberatan-keberatan yang

diajukan oish pemohon I<ssasi dalam memori I<a­

sasinya terse but pada pokoknya ialah :

1. bahwa antara pemohon kasasijpemohon dan termo­

han kasasi/termohon telah be(pisah b=.mpat

tinggal dan masing-masing tinggal di tempat

yang berlainan sejak kira-l<ira 2 1/2 tahun

yang lalu) yaitu pemohon kasasi/pemohon ting­

gal di Jl. Brawijaya III No.5 sedang termohon

kasasi/termohon tinggal di Lebak Bulu5 Rays

No. 49 Jakarta Selatan. hal ini membuktikan

antara pemohon kasasi/pemohon dengan termohon

kasasi/termohon suejah tidak ada lagi keharmo­

nisan dalam rumah tangganya

2. bahwa berdasarkan pasal 163 HIR Pengadilan

Ting9i Agama Jakarta tida!< berhasil membukti­

kan dalilnya atas tuduhan termohan kasasi/ter­

mahan terhadap pem()hon kasasi/pemohon tentang

adanya pihak keti9a dalam hubungan perkavJin,an

9

antara pemohon l~asasi/pemohon dengan termohon

kasasi/termohon. Seharusnya adanya telpon ge­

lap yang ditujukan kepada termohon kasasi/ter­

mohon dikualifiJ<asikan sebagai suatu fitnah,

dan hal ini bukan merupakan alat bukti, se­

hingga secara hukum tuduhan termohon kasasi/

termohon ten tang hubungan asmara pemohon kasa­

si/pemohon dengan piha]< ketiga sarna sakal.i ti­

daJ< terbuk ti ;

3. bahwa pertimbangan hukum Pengadilan Ting9i Agj'i

rna Jakarta tidak obyektif dan bertentangan de­

ngan kenyataan apabila pemohon kasdsi/pemohon

dengan termohon kasasi/termohon dipaksa untuk

rukun kembali sehingga dalam hal ini Pengadil­

an Tinggi Agama Jakarta telah mengabaikan

fakta bahwa hati kedua pihak telah peeah, maka

apabila Pengadilan Tinggi Agama Jakarta akan

memakai ketentuan pasal 19 f PP No.9 tahun

1975 te1ah terpenuhi, apa1agi pemohon ka­

sasi/pemohon telah meninggall<an termohan kasa­

si/termohon lebih kurang 2 1/2 tahun lamanya ;

4. bahwa Pengadilan Tinggi Agama Jakarta telah

mengabaikan yurisprudensi Mahkamah Agung RI

No. 863 K/Pdt/1990. Dalam hal ini apabila pe­

mohan kasasi/pemohon dengan termohon !<asasi/

termohon dipaksa untuk rul<un lag1, maka tidak

akan tercipta unsur rumah tangga yang sakinah

mawwadah dan rohmah dalam rumah tangga pemohon

kasasi/pemohon dangan terrnohon J<asasijtermohon

sebagaimana dil<ehendaki Al Qur'an ;

10

5. bahwa pemohon kasasi/pemohon merelakan 50%

(lima puluh persan dari,' ni1ai ,"umah/tanah di

Jl. Kana Lestari Blol< J 1<0. 26 Lebal< Les ta ri

Indah Kelurahan Lebal" Bulus, Jakarta Selatan

untukdiber'ikan kepada termohon j(Bsasi/termohon

sebagai mut'ah "

Menimbang :

r.J).QQ.9?_Q.9J.__l<,..§J?_ELLstt.9.D.::JS!,:d?§LsLt,_0.JL..sH':L ."....~......g..9..D ~:t :

bahwa keberatan-keberatan ini dapat dibe-

narkan kal"ena Perlgadilan Tinggi Agama Jakarta

telah salah menerapkzln hukum karena telah tidak

mempertimbangkan k8nyataan-l<enyata~n yang ada

isteri yangatau yang terjadi dian tara suami

berperkara

Menimbang, bahwa sebagaimana yang terungkap

dipersidangan antar~l pemohon dan termohon telah

bel"pisah hidup dan tllmpat tinggal lebih dari satu

tahun dan telah terjadi I<etidak rul<unan/ketidak

Ilarmonisan dalam runlah tangga pemohon dan termo­

hon ;

bahwa selama 5 (lima) tahun dalam hubungan

perkawinan antara pemoll0n dan termohon tidak di­

peroleh keturunan/anak j

bahwa telah diusahakan perdamaian oleh Pe­

ngadilan Agama beberapa kali namun tidak berha­

sil j

bahwa telah pula didengar keterangan ibu

kandung masing-masing piak dipersidangan juga ti­

dak berhasil mempertemukan hati suami isteri ter­

sebut

bahwa rumah tersebut adalah ru-

11

Menimbang, bahwa Pengadilan Ting9i Agama

JaJ<arta telah pula salah dalam menerapkan hukum

yaitu dalam hal alasan perceraian menu rut pasal

19 f PP No. 9 tahun 1975 masih maneari kesalahan

salah satu pihal<

Menimbang',. bahwa kalau judex facti berpen­

dapat alasan perceraian menurut pasal 19 f PP No.

9 tahun 1975 telah terbukti maka hal ini semata­

mata ditujukan pada perkawinan ftu sendiri tanpa

mempersoalkan siapa yang salah

Menimbang, bahwa kalau Pengadilan telah

yakin bahwa perkawinan ini telah pecah. berarti

hati kedua belah pihak telah pecah, maRa teroenu­

hilah isi pasal 19 f PP No. 9 tahun 1975 terse­

but ;

Menimbang. bahwa pemohon kasasi dalam risa­

lah kasasinya telah pula menawarkan 50% dari har­

ga rumah di Jl. Kana Lestari Blok J No. 26 l.ebak

Lestari Indah Kelurahan Lebak Bulus Kecamatarl Ci­

landak Jakarta Selatan untuk termohon kasasi se­

bagai mut' ah ;

Menimbang,

mah yang sekarang ditempati termohon kasasi dan

dari berita aeara sidang Pengadilan Agama terung­

kap bahwa rumah tersebut adalah untuk rumah tang­

9a mereka berdua

Menimbang, bahwa melihat kedudukan isteri

dan kemampuan suami, maka wajar dan adillah kalau

mut'ah tersebut berupa seluruh rumah ini diserah­

kan pada termohon kasasi ;

12

Menimbang, bahwa berdasarkan apa yang di­

pertimbangkan diatas tanpa ·mempertimbangkan lagi

keberatan-keberatan lainnya, mska telah terdapat

cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi

dari pemohon kasas~ Mahendra Wardhana bin Ali

Wardhana ters~bu~ dan membatalkan putusan Penga­

dilan Tinggi Agama Jakarta sehingga Matlkamah

Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan

menguatkan putusan Pengadilan Agama Jakarta Sa­

latan yang dianggapnya ·telah benar dan tepat,

akan tetapi masih memerlukan sekedar perlJail<sn

mengenai amarnya yang berbunyi sepel~ti yan~;j akan

disebut dibawah ini

Memperhatikan pasal-pasal dari Undarlg-un­

dang No. 14 tahun 1970, Undang-undang No. 14 ta­

hun 1985 dan Undang-undang No. 7 tahun 1989 yang

bersangkutan

MEN GAD I ~ I :

Mengabulkan permohonan kasasi dari pamohon

kasasi : MAHENDRA WARDHANA BIN ALI WARDHANA

tersebut

Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta tanggal 14 Juli 1993 M, bertepatan dengan

tanggal 29 Muharram 1414 H. No. 03/1993/PTA.JK

oe rJ22.n_m.g.o.9.9..9..t.ljH._~_Q.~.t.:Lr._i :

1. Mengabulkan permohonan pemohon ;

2. Memberi izin kepada pemohon (Mahendra Wardhana

bin Ali Wardhana) untuk mengucapkan ikrar ta­

lak atas termohon (Ny. Mala Satina binti Nas­

run Syahrun) dihadapan sidang Pengadilan Agama

Jakarta Selatan)

13

3. Monghu,.kurn pemohon untuJ<; rnenyel~ahkan sebuah

rumah/tanah di Jl.Kana Lostari 81ol( J No. 26

Lebak Lestari Indah, KeIurahaJ1 Lebak 8uIus

Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan kepada teL

mohon sebagai mut'ah ;

4. Menghukum pem.oho.n untuk membayar biaya pel~kara

dalam tingkat pertama sebesar Rp. 55.500.­

Clima puluh lima ribu lilna ratus rupiah ;

Menghukum pembanding membayar biaya per!(ara

dalam ting!(at banding sebesal~ Rp. 17.500,- Ctujuh

bolas ribu lima ratus rupiah)

Menghukum pemohon kasasi a!<..an mernbayar

biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ditetapkan

sebanyak Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) ;

Demikianlah diputuskan dalam rapat permu­

syawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin.

tanggal 27 Juni 1994 (jengan Prof. DR.H. Busthanul

Arifin, SH. Ketua MIJda yang ditunjul<.. oleh Ketua

Mahkamah Agung sebag~li Ketua Sidang. H. Masrani

Basran, SH. dan I s W 0 • SH. sebagai Hakim-ha­

kim Anggota. dan dilJCapkan dalarn sidang terbuka

pada hari : RABU. TANGGAL 29 JUNI 1994, oleh Ke­

tua Sidang tersebut. dengan dihadiri oleh H.

Masrani Basran, SH. dan I 5 W 0 , SH. Hakim-ha­

kim anggota. dan H. Achmad Djunaeni. SH Panitera

Pengganti, dengan tidak dihadiri oleh kedua belah

pihak

14

ikim Anggota

.td.

..

K e t u a

ttd .

•ni Basran. SH.

.td.

SH.

aya :

Prof.DR.H. Busthanul Arifin, SH

Panitera Pengganti

era i

a 1<. s i

Rp. 1. 000,-

Rp. 1.000,-

ttd.

H. Achmad Djunaeni,SH

listrasi Rp.48.000,-

Ilah Rp.50.000,-::::::===========

Untuk salinan,

MAHKAMAH AGUNG RI

DIREKTUR PERDATA AGAMA,

POETOET SOERENORO, SH.

PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATANJ/. Rambutan V1I148, fe/p. (021) 7901323, Pejaten Barat-Pasar Minggu

I Jakarta Selatan 12510 I

Jawaban atas angket (pertanyaan) yang diajukan oleh saudara Aglls Abdillah Ali,

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

beljudul, Kontribusi Pral<sis Hal<im Peradilan Agama Dalam Proses

Pembentukall Yurisprudensi, Studi Kasus di Pellgadilan Agama Jakarta

Selatan.

Biodata HaldmlResponden

-Nama

-Tempat tanggallahir

-Jabatan

-Mulai tugas di PA Jaksel

: Drs. H. Musfizal Musa, SH.

: Padang, 19 Agustus 1956

: Wakil ketua/hakim

: Januari 2005

-Perguruan tinggi/gelar/tahun lulus :

a. Fak.Syariah lAIN SUKA Yogyakarta/Drs/1982

b. Fakultas Hukum UIA Jakarta/SH/1992

Jawaban

I. Metode apa yang sering bapaklibll gllnakan dalam proses penemuan hllklll11

(interpretasi/analogi/a contrario/atau yag lainnya) dan apa alasallnya ?

Semua metode tersebut digunakan, tentunya dengan penerapan yang paling

tepat sesuai denganfakta yang ada.

2. Apakah tiap hakim dalam l11ajelis hakim menggunakan metode yang sarna ?

mengapa?

Disesuaikan kasus perkasus.

3. Sejauh'mana bapaklibu menggunakan hukum tak tertulis/syara' (al-quran,

hadits, fikih/ijtihad) dalam proses penemuan hukum?

Dalam hal-hal tidak ditemukan hukum yang tertulis dan dalam hal pengayaan

terhadap hukum yang tertulis.

4. Pernahkah bapak/ibu menggunakan hukum tak tertulis diluar hukum syara'

(misalnya hukuIU adat/kebiasaan/living law), dalam masalah apa? dan apa

alasannya?

Terutama dalam masalah harta gono-gini.

5. Berapa lama biasanya majelis hakim mempelajari berkas, menemukan dan

menerapkan hukum ? dan bagaimana prosesnya?

Paling cepat satu minggu, dan paling lama dua minggu.

6. Bagaimana teknik penerapan hukum yang telah ditemukan?

Biasanya paling banyak dipakai teknik interpretasi.

7. Setelah tiap hakim mempelajari berkas, menemukan hukum dan menerapkan

bagaimana cara melakukan pengambilan putusan?

Iv/engadakan mu,\yawarah majelis hakim,

8. Bila terjadi dissenting opinion (perbedaan pendapat), apa yang dilakukan oleh

majelis hakim dan bagaimana prosesnya?

Diambil pendapat yang banyak. Sebelumnya diusahakan untuk mw,yawarah

tetapi bila tidak ada kesatuan pendapat, maka pendapat yang sedikit

mengikuti yang banyak, dan pendapat yang sedikit tersebut dicatat dalam

sebuah buku catatan.

9. Pernahkah bapaklibu memakai yurisplUdensi (sebagai sumber hukum) dalam

proses pengambilan putusan ? dalam masalah apa ? dan apa alasannya?

Pernah, dalam masalah hadhonah yang salah satu orang tuanya non muslim

terutama ibunya.

10. Dari mana sumber yurisplUdensi yang bapaklibu palmi (PA1PTAlMA), dan

apa alasan memakainya ?

Biasanya putusan lv/A.

II. Menurut bapakJibu sejauh mana yurisprudensi itu mengikat hakim di

bawahnya (hakim kemudian) ?

Yurisprudensi lidak mengikal, bila hakim berpendapal lain dan menurulnya

ilu yang benar dapal berlainan dengan yuri.sprudensi

12. Pernahkah putusan bapakJibu menjadi yurisprudensi 'J Dalam masalah apa ?

Belum.

13. Pernahkah bapakJibu menjumpai putusan yang yang bermula dari PA Jaksel

yang telah menjadi yurisprudensi (baik, PAJPTAJMA) ? dalam masalah apa ?

Bellim.

14. Setujukah bapakJibu bila asas slare decisis (putusan hakim yag dahulu harus

diikuti hakim kemudian) dan asas precedenl bila diterapkan di Indonesia?

mengapa?

Tidak, karena menggang1l kebebasan hakim.

15. Menurut bapakJibu siapa yang mempunyai otoritas untuk menyusun

yurisprudensi, dan apa yang menjadi kriteria (prasyarat) yurisprudensi ?

Hakim, dalam mctsalah lidctk jelcts hukumnyct. Jjlihctd pul1lsctn lerseb1l1 dan

berbobol.

16. Seberapa besar peran dan fungsi yurisprudensi bagi peradilan agama ?

Sctngal berperan, sebctb menctmbcth wmvctsctn hctkim dalctm memulus perkara.

17. Bagaimana perasan bapakJibu jib putusan anda dijadikan yurisprudensi ? apa

alasannya?

Yct bctgus, sebctb pUIlIsctnnyct dinilcti berbobol.

Jakarta, 20 September 2005

WAKILJETUA

PENGADIL W",.•~ AKSEL

/tiffDRS H. MUSF AL MUSA, SH.

/

PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN.fl. Rambutan VJJI48, relp. (021) 7901323, Pejaten Barat-Pasar Minggu

I Jakarta Selatan 12510 I

Jawaban atas angket (pertanyaan) yang diajukan oleh saudara Agus Abdillah Ali,

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

beljudul, Kontl'ibusi Pl'aksis Hakim Peradilan Agama Dalam Proses

Pembentukau YUl'isprudensi, Studi Kasus di Pengadilan Agama Jalmrta

Selatan,

Biodata HaldmlResponden

-Nama

-Tempat tangga1lahir

-Jabatan

-Mulai tugas di PA Jaksel

: Drs. M. Hasany Nasir

: Blora, 24 April 1954

: Hakim

: 2003

-Perguruan tinggi/gelar/tahun lulus :

a. Fak.Syariah lAIN SUKA YogyakalialDrs/] 980

b. Fakultas Hukum ISH/1991

Jawaban

1. Metode apa yang sering bapak/ibu gunakan dalam proses penemuan hukum

(interpretasi/analogi/a contrario/atau yag lainnya) dan apa alasannya ?

Bisa yang mana saja, tergantung perkaranya.

2. Apakah tiap hakim dalam majelis hakim menggunakan metode yang sama ?

mengapa?

Tidak, tergantung perkaranya.

3. Sejauh mana bapak/ibu menggunakan hukum tak tertulis/syara' (al-quran,

hadits, fikih/ijtihad) dalam proses penemuan hukum?

Semlla 1mtllsan dillsahakan sejalan dengan rllh syariat islam.

4. Pernahkah bapaklibu menggunakan hukum tak tertulis diluar hukum syara'

(misalnya hukum adat/kebiasaanJliving law), dalam masalah apa? dan apa

alasannya?

Pernah, dalam soal hadhonah dannajkah anak/istri.

5. Berapa lama biasanya majelis hakim mempelajari berkas, menemukan dan

menerapkan hukum ? dan bagaimana prosesnya?

Sangat relatif

6. Bagaimana teknik penerapan hukum yang telah ditemukan?

Pertanyaan tidak jelas.

7. Setelah tiap hakim mempelajari berkas, menemukan hukum dan menerapkan

bagaimana cara melakukan pengambilan putusan?

MlIsyawarah.

8. Bila terjadi dissenting opinion (perbedaan pendapat), apa yang dilakukan oleh

majelis hakim dan bagaimana prosesnya?

Pertal11a, mencatat dalam sebuah buku catatan kedua, dial11bil suara

terbanyak.

9. Pernahkah bapaklibu memakai yurisprudensi (sebagai sumber hukum) dalam

proses pengambilan putusan ? dalam masalah apa ? dan apa alasannya?

Pernah, dalam semua perkara karena sesuai dengan perkaranya.

10. Dari mana sumber yurisprudensi yang bapak/ibu pakai (PNPTNMA), dan

apa alasan memakainya ?

Semuanya, karena diperbolehkan.

I I. Menurut bapak/ibu sejauh mana yurisprudensi itu mengikat hakim di

bawahnya (hakim kemudian) ?

Tidak l11engikat sama sekali.

12. Pernahkah putusan bapalJibu menjadi yurisprudensi ? Dalam masalah apa ?

Tidak tahu.

13. Pernahkah bapalJibu menjumpai putusan yang yang bermula dari PA Jaksel

yang telah menjadi yurispruelensi (baik, PNPTAlMA) ? elalam masalah apa ?

Ka/au PH ada, masa/ah orang yang menjadi saksi.

14. Setujukah bapak/ibu bila asas stare decisis (putusan hakim yag elahulu harus

diikuti hakim kemuelian) dan asas precedent bila eliterapkan eli Indonesia ?

mengapa?

Tidak.

15. Menurut bapalJibu smpa yang mempunyal otoritas untuk menyusun

yurispruelensi, dan apa yang menjaeli kriteria (prasyarat) yurispruelensi ?

MA, yang sudah diikuti/dituruti berkali-kali.

16. Seberapa besar peran dan fungsi yurisprudensi bagi peradilan agama ?

Sangat besar.

17. Bagaimana perasan bapalJibu jika plltllsan anda dijadikan yurisprudensi ? apa

alasannya?

Tentu senang, karena mera.l'a pendapatnya sama dengan pendapat hakim­

hakim /ainnya.

Jakarta, 20 September 2005

HAKIM

PENGADILAN AGAMA JAKSEL

DRS. M. HASANY NASIR, SH.

PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN.ll. Rambutan VII/48, Telp. (021) 7901323, Pejaten Barat-Pasar Minggu

I Jakarta Selatan 12510 I

Naskah hasil wawancara yang dilakukan oleh Saudara Agus Abdillah Ali,

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukwn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan

Drs. Muhyiddin, SH., MH., Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

1. Metode apa yang senng bapak gunakan dalam proses penemuan hukul11

(interpretasi/analogi/a contrario/atau yang lainnya) dan apa alasannya ?

Di Indonesia dalam masalah perdata tidak menggunakan anaiogi karena

undang-undangnya telah jelas. .ladi yang dilakukan oleh hakim lebih kepada

analisis perkara yang kemudian dicarikan dasar hukum (Peraturan

Perundang-undangannya)

2. Sejauh mana bapak menggunakan hukwn tak tertulis/syara' (al-quran, hadits,

fikih/ijtihad) dalam proses penemuan hukum?

Sejauh hukum tersebut mencerminkan rasa keadilan. Misalnya anak sebelum

mumayyis harus diasuh oleh ibunya, namun bila akhlak ibunya itu rusak yang

dapat mengakibatkan agama dan pendidikan anak terbengkalai, maka

pengasuhan anak dapat dialihkan kepada ayahnya. Hal ini sesuai dengan

ushul fiqh bahwa hifd naji; merupakan prioritas utama setelah hifd dUn.

3. Pernahkall bapak menggunakan hukwn tak tertulis diluar hukum syara'

(misalnya hukum adat/kebiasaan/living law) ?

Saya selalu mengutamakan hukum syara' apabila terjadi pertentangan antara

hukum syara' dengan hukum adat, kebiasaan ataupun living law. Menurut

saya pengertian al-addah al-muhakkamah bukan adat atau kebiasaan dapat

dijadikan hukum, namun adat atau kebiasaan tersebut dapat dijadikan

pertimbangan hukum.

4. Bagairriana teknik menerapkan hukum dan mengambil putusan ?

Kita pelqjari berkas-berkas perkara, mengumpulkan fakla~rakla dan bukli­

bukli kemudian kita carikan dasar hukum dalam peraluran perundang­

undangannya, lalu diluangkan dalam perlimbangan hukum unluk dijadikan

sualu pulusal1. Pengambilan pulusan dilakukan oleh liga orang hakim yang

mempunyai hak yang sama. Apabila kala sepakal lidak lercapai maka suara

yang dominanlah yang yang dipakai, sedangkan yang pendapalnya berbeda

(dissenting opinion) dicalal dalam calalan lersendiri dan dicantumkan dalam

dasar perlimbangan pulusal1.

5. Pernahkah bapak memakai yurisprudensi (sebagai sumber hukum) dalam

proses pengambilan putusan ?

Kila sering memakai yurisprudensi dalam menangani perkara-perkara yang

ada. Salah salunya masalah perceraian dengan lidak mempersoalkan siapa

yang salah, alasannya karena lelah sesuai dengan kebenaran dan memenuhi

rasa keadilal1.

6. Dari mana sumber yurisprudensi yang bapak pakai (PAIPTAlMA), apa alasan

memakainya, dan apakah yurisprudensi itu mengikat hakim dibawahnya

(kemudian) ?

Kila memakai yurisprudensi yang lelah di kasasi di MA dengan alasan kehali­

halian, karena pulusan yang lelah di kasasi secara olomalis lelah mengalami

penyaringan-penyaringan melalui beberapa hakim. Adapun yurisprudensi ilu

lidak mengikal sama sekali karena Indonesia menganul sislem civil law.

7. Pemahkah putusan bapak menjadi yurisprudensi ? Dalam masalah apa ?

Saya pernah memulus masalah haria bersama yang mana dalam pasal 97

KHI harus di bagi separa-separo unluk suami dan istri bila haria lersebul

lidak di peljanjikal1. Namun saya menelapkan 2/3 untuk islri dan 1/3 unluk

suami karena suami sebagai kepala keluarga yang seharusnya memberikan

najkah pada keluarganya lelah melalaikan kewajibannya itu. Tapi saya lidak

lahu apakah pulusan saya ilu dijadikan yurisprudensi.

Nomor

Lampiran

Hal

: Istimewa

: 1 (satu) bunde1 Proposal

: Pengajuan Judul Skripsi

IV

Kcpada yth.

Ibu Dra. Hj. Halimah Ismail

Kctua Jurusan AI-AI,hwal al- Syakhshiyah.

di- Tempat

Assalamu alaikum WI'. Wh.

Salam sejahtera teriring clo'a saya sampaikan sernoga ibu se1a1u cla1am

keaclaan sellat clan clapat menja1ankan tugas sehari-hari clengan sukses, amino

Selanjutnya, sehubungan clengan akan berakhirnya masa tugas be1ajar

untuk menempuh strata 1 (satu) yang mana salah satu syaratnya aclalah clengan

pembuatan skripsi, maim clengan ini saya :

Nama

NIM

Procli/Jur.

Faku1tas

Smt

Bermaksucl

: Aglls Abclillah Ali

: 101044122130

: Peradi1an Agama I al Akhwal a1 Syakhshiyah

: Syariah clan Hukum UIN Jakarta

: VIII (De1apan) . (tt-e.....mengajukan proposal skripsi clengan jUcl~~ibUSi Praksis

Hakim Peradilan Agama DaIam Proses Pembentllkal1 Yurisprudellsi, (Studi

Kaslls di Pellgadilan Agama Jakarta SeIatan)"

Demikian surat permohonan ini saya buat dan atas terkabulka11l1ya

permohonan ini saya sampaikan terima kasih.

Wassalamu alaikum Wr. Wh.

Jakarta, 21 Maret 2005

DEPARTEMEN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTAFAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

I. Ir. H, Juanda No, 95 Cipulal Jakarta 15412, Indonesia

Nomor: ES/PP,042,21 IIV 12005LampHaI : Mohon Kesediaan Menjadi

Pembimbing Skripsi

Kepada Yang TerhormatDrs, H, Icllwan Ridwan, S,H,Kamarusdiana, M,H.Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN JakartaDi-

JAI\ARTA

Assalamu'a/aikum Wr, Wb,

Jakalia, 11 April 2005

Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakartamengharapkan kesediaan saudara unluk menjadi pembimbing skripsi mahasiswa:

NamaNliviJur. I ProdiJudul Skripsi

: Agus Abdillah Ali: 101044122130: Peradilan Agama (PA): "I\ontribusi Praksis Hakim Pengadilan Agama dalam

Proses Pembentukan Yurisprudensi, (Studi I\asus diPengadilan Agama Jakarta Selatan)"

Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut :

1. Topik bahasan dan outline bila dianggap perlu dapal diadakanperubahan dan penyempurnaan,

2. Teknik penulisan agar merujuk kepada buku "Pedoman Penulisan KaryaIImiah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta".

Demikian alas kesediaan saudara kami ucapkan terima kasih,

Wassalamualaikum Wr. Wb.

An. 0 n~t®:'.rot;ll,!' r,,p,I'f)h,v:'.al al-Syakhshiyyah

,.' ,\-,,?'"

DEPARTEMEN AGAMA RIUIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

Telp. (021) 7471 1537 Fax. (021) 7491821I. lr H.Juanda No.95 Ciplltal 15412 Website: "\\\\'.lIinjkt.ac.id. Email: [email protected]

NomorLampiranHal

: ES/KA.032.4J.:"t'!IIVlIlOS

: Mohon OatH f\Yaw~wcJln.l

Kepada Yth.Ketua Pengadilan AgamaJakarta Selatandi-

Tempat

Jakarta, Juli 2005

Ass(Jlalllu '(JlaikulII Warahlllatuf/ahi Wa!JarakaJuhDengan Hormat.

Pimpinan Fakliltas Syari'ah & Hukum UJN SyarifHidayatuJlah Jakartamenerangkan bahwa:

Nama : Agus Abdillah Ali

NIM : 101044122130

Tempatffgl.Lahir : Banyuwangi,14 Juli 1981

Semester : Vlll (Delapan)

Jurusan/Prog.studi : SAS I Peradilan Agama

Alamat : JJ. lbnu Rusyd III No. 156 Komp. UIN Cipumt Jak- SeJ.

adalah mahasiswa Fakultas Syari'ah & Hukum UlN SyarifHidayatuliahJakarta yang sedang menyelesaikan skripsinya dengan:

Topik/Judul : "Kolltri!Jusi Praktis Hakim Peradilall Agama dalam ProsesPem!JelltukallYuriprudensi (Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakartasela/all). ..

Untuk mclcngkapi bahan/data yang berkaitan dengan pcnulisan/pcmbaha­san topik/judul di atas, di mohon kiranya Bapaklibn/sdr dapat membantu!mencrimayang bcrsangkutan untuk berwawancara.

Atas kesedian Bapak lIbui sdr-i, kami ucapkan terima kasih. (

DEPARTEMEN AGAMA RIUIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

,FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

I. Ir H,Juanda No.95 Ciputat 15412Telp. (021) 74711537 Fax. (021) 7491821

Website : "~'-'-.1!i.!liJ,t.ac.id. Email ;[email protected]

NomorLampiranHat

; ES/KA,032,4/ :1-1''''15/ IX /05

: lVlohon Data.lWawancara

Kcpada Yth.Kellia Mahkamah Agllng RICq.t Jrusan Lingkung,ltl Pcraclilan AgaJlwdi

Jakarta

Assa!amu '"!,,ikum W"rahmatu!!"hi W"!J,,rak,,(uh.

Dengan I-format.

Jakarta, .;1;' September 2005

Pimpinan Fakultas Syari'ah & Hukum UIN Syarif I-lidayatullah Jakartamenerangkan bahwa:

Nama

NIM

TcmpatlTgl.Lahir

Semester

Jurusan/Prog.stuci i

Alamat

; Agus Abclillah Ali

: 10104122130

; Banyuwangi, 14 Juli 1981

: IX ( Sembi Ian )

: SAS / Peradilan Agama

; J!.Ibnu Rusyd III No I56 Komp, UIN Jakarta,

aclalah mahasiswa Fakultas Syari'ah & Hukum UrN SyarifHiclayatullahJakarta yang seclang menyelesaikan skripsinya clengan:

TopikiJuclul : " Kontribusi Praktis Hakim Peraclilan Agama clalam ProsesPembentukan Yurisprudensi ( Stud! Kasus di Peradilan AgamaJakarta Selatan ),

Untuk melengkapi bahan/data yang berkaitan dengan penulisanipembaha­san topikijudul di atas, di mohon kiranya Bapakiibu/sdr-i dapat memban­tu/menerima yang bersangkutan untuk berwawancara,

Atas keseclian Bapak /Ibu/ sclr-i, kami ucapkan terima kasih,

PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATANJI.RambutanV71/48, Telp.(021) 7901323, Pejaten Barat - Pasar Minggu

Jakarta Selatall12510

NomorLamp.E a I

PAJ/4/P/OT.0.01l.'!o8& 105

Mohon Data I Bahan lmtukSkripsi

KEPADA YTH.:

Jakarta, 22 September 2005

DEKANPemnantu Dekan Bid.AkadernikUIN SYARIF HIDAYATOLLiffi JAKARTAFAKULTAS SYARl'AH DAN HUKUlvf .Assalamu 'alaikum Wr. Wh.

Memenuhi maksud surat saudara tmggal Juti 2005

Nomor : ESIKA032.4/2028NIII05 Perihal s\)bagaimana tersebut

pada pokok surat dengan ini kami betitahukan bahwa Mahasiswa/i :

NamaNPM

AGUS ABDILLAH ALI101044122130

Telah melaksanakan riset di Kantor Pengadilan Agama Jakarta

Selatan pada tanggal 22 September 2005 dan telah diberikan

data untuk mclcngkapi ballan-baluln yang bcrkaitan dcngan tugas-

tugas dalam rangka penyelesaian Skripsi yang berjudul

"KONTRIBUSI PRAKTIS IWGM PERADILAN AGAMA

DALAM PROSES PEMBENTUKAN YURISPRUDENSI "

Studi Kasus Putusan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ).

Demikianlal1 agar maldum