KONTRIBUSIHAKIM PERADILAN AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · 2. Ibu Dra....
Transcript of KONTRIBUSIHAKIM PERADILAN AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · 2. Ibu Dra....
KONTRIBUSI HAKIM PERADILAN AGAMADALAM PROSES PEMBENTUKAN
YURISPRUDENSI(Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam Pada Fakultas Syariah dan Hukum
Oleh
AGUS ABDILLAH ALI
NIM : 101044122130
PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMAJURUSAN AL- AHWAL- AL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1426 H / 2005 M
KONTRIBUSI HAKIM PERADILAN AGAMADALAM PROSES PEMBENTUKAN
YURISPRUDENSI(Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk
Memennhi Salah Satn Syarat Mencapai Gelat· Sarjana Huknm Islam
Oleh
AGUS ABDILLAH ALI
NIM : 101044122130
Di Bawah Bimbingan
r-..-/-- ~ ..
1. Drs. . M. Ichwan
NIP. 150216752
,-
2. Kamarnsdial).a, MH
NIP. 150 285972
PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMAJURUSAN AL- AKHWAL- AL SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1426 H / 2005 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Kontribusi Hakim Peradilan Agama Dalam ProsesPembentukan Yurisprudensi (Studi Kasus di Pengadilan Agama JakartaSelatan)" telah diujikan ulang dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah danHukum UlN Syarif Hidayatullah Jakalia, pada tanggal 02 April 2007 karenaketerlambatan dalam perbaikan. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata I (S.l) pada JurUSal1Al-Akhwal Al-Syakhsiyyah Program Studi Peradilan Agama.
Jakalia, 02 April 2007
Mengesahkan,
D~/,If, .
=-:::'C,-;~r::t:::!'!P'=' -'Pmf. D;" I-I. M.AMINSUMA, SH., MA., MMNIP. 150210422
Panitia Sidang Munaqasyah
Ketua merangkap anggotaDrs. H. A. Basig Djalil, SII., MANIP. 150 169 102
Selaetaris merangkap anggotaKamarusdiana, MHNIP. 150285972
Penguji IProf. Dr. H. M. AMIN SUMA, SH., MA.,NIP. 150210422
Penguji IIDrs. H.A. Basig Djalil, SH., MANIP. 150 169 102
Pembimbing IDrs. H. M. Ichwan Ridwan, SHNIP. 150216752
Pembimbing IIKamarusdianll, MHNIP. 150 285 972
(···lb.~..:..~ )
( ~ ,7 'I .-"
'~--
L- -( j\.~ ~.~.:: )!q( ,-
(.......9....... ::......)
~-( //:.:. )
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Kontribusi Hakim Peradilan Agama Dalam ProsesPembentukan Yurisprudensi (Studi Kasus di Pengadilan Agama JakartaSelatan)" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan HukumDIN Syarif HidayatuUah Jakarta, pada tanggal 24 Nopember 2005. Skripsi ini telahditerima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum IslamProgram Strata I (S.l) pada Jurusan AI-Akhwal AI-Syaldlsiyyah Program StudiPeradilan Agama.
Jakarta, 24 Nopember 2005
Mengesahkan,Dekan
~/<e- .~Prof. Dr. H. Hasanuddin AF., MANIP. 150 050 917
Panitia Sidang Muna
Ketua merangkap anggotaDra. Hi. Halimah IsmailNIP. 150075 192
Selaetaris merangkap anggotaDrs. H. Asep Syarifuddin H., SH., MHNIP. 150 268 783
Penguji IDrs. H.A. Basig DjaIil, SH., MANIP. 150 169 102
Penguji IIDrs. H. Asep Syarifuddin H., SH., MHNIP. 150268783
Pembimbing IDrs. H. M. Ichwan Ridwan, SHNIP. 150216752
Pembimbing IIKamarusdiana, MHNIP. 150285972
(....~= ..)~~~( :r;:..~: )( ---.. (J~
( ? '::::f..)
( )
Kata Pengantar
Bismillallirrallmanirrallim
Rasa tasyakkur penu:lis haturkan kehadirat Allah Swt; Zat yang serba Maha
atas semua mahlukNya, yang telah memberikan taufiq, hidayah, dan inayahNya
kepada seluruh hambanya yang beriman, dan mudah-mudahan penulis termasuk
golongan didalamnya. Sholawat serta salam mudah-mudahan tetap terlimpah
curahkan pada junjungan kita Nabi Besar Muhammmad Saw sebagai Khotimul
Anbiya' yang telah membawa ummatnya dari sifat kejahiliyahan menuju hidayah
Allah SWT.
Karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Strata I (S.I) di perguruan tinggi
tennasuk di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Atas dasar
itulah penulis membuat skripsi dengan judul "Kontribusi Hakim Peradilan Agama
Dalan1 Proses Pembentukan Yurisprudensi (Studi Kasus di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan).
Selama empat tahun menjalani perkuliahan ditambah penulisan skripsi ini,
tidak sedikit rintangan dan hambatan yang penulis hadapi. Walau demikian, syukur
alhamdulillah berkat rahmat dan hidayahNya, dengan kesungguhan dan kerja keras
penulis disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil
segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat penulis atasi dengan sebaik mungkin.
Sehingga perkuliahan serta penulisan skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan
yang penulis harapkan.
aleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang setinggi-tingginya kepada :
I. Bapak Prof. Dr. H. Hasanudddin AF., MA, selaku Dek!ill Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dra. Hj. Halimah Ismail dan Bapak Drs. Asep Syarifuddin Hidayat, SH selaku
Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Al-Akhwal Al-Syakhsiyyah Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selia Bapak dan Ibu Dasen atau StafPengajar Fakultas Syariah dan Hukum yang
telah mendidik serta mentransfer ilmtillya di dalam maUptill di luar ruang
perkuliahan, sehingga dapat mematangkan dan memantapkan keilmuan penulis.
3. Bapak Drs. H. Ichwan Ridwan, SH dan Bapak Kamarusdiana, MH selaku dasen
pembimbing skripsi yang telah memberi arahan serta masukan-masukan tentang
bagaimana menyusun skripsi yang baik, maupoo tentang pengadilan dan hukum
secara luas yang sangat berguna bagi penulisan skripsi inL
4. Ketua Pengadilan, para hakim, panitera serta seluruh staf di lingktmgan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
5. Ketua Mahkamah Agung cq. Urusan Peradilan Agama (Uldilag) yang telah
memberikan bantuan dan kemudahan pada penulis untuk mencari referensi, serta
memberikan hasil putusan yang telah menjadi yurisprudensi yang sangat
bermanfaat bagi penulisan skripsi ini.
6. Pirnpinan d~n Pegawai Perpustakan Utarna Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
I-lidayatullah Jakarta yang dengan professional dan sabar rnelayani setiap
perninjarnan buku yang penulis perlukan.
7. Pirnpinan dan Pegawai Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukurn Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah rnernberikan
pelayanan dan dan sirkulasi buku dengan gaya kekeluargaan dan santun kepada
penulis.
8. Ternan-ternan di Jurusan Al-Akhwal Al-Syakhsiyyah Program Studi Peradilan
Agarna (B) angkatan 200 I, yang telah dengan setia rnenjadi partner kuliah,
diskusi, dan debat bagi penulis. Sulhan, Sanuri, Fajri, Sapnah, Cecep, Vebri, Eko,
Suryanah, Wahyuddin, Lilih, dan seluruh ternan-ternan KKN di Palasarigirang
Kalapanunggal-Sukaburni, yang dengan berat hati tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu disini, gak cukup kertase rek. .. ! afwan.
9. Sahabat-sahabat PMII Cabang Ciputat. Mbah Nasrul, Sauqi, Tarobin, Imam,
Sholeh, Aziz, Muslim, Darma, Hasan, Afif, Ikhwan, dim seluruh ternan-ternan
asrama PMII. Kesanku, asrarna waktu kita dulu tak jauh beda dengan panti
asuhan tapi penghuninya keren-keren looh.. ! Tak ketinggalan konco-konco lare
using, Uray, Wahab, Sodiq, Fuad, Habib, Yayah, dan seluruh ternan-ternan yang
tergabung dalanl KAMAWANGI (Keluarga Besar Mahasiswa Banyuwangi) yang
tak pernah rnengenal kata putus asa untuk selalu survive di Jakarta.
10. Ucapan terirna kasih secara khusus penulis haturkan kepada Ayahanda H. Ali
Muhsin Husaini dan Ibunda Hj. Siti Supiyah yang senantiasa berdoa kepadaNya
untuk kesuksesan penulis selia putra-putrinya. Dengan dukungan penuh dari
beliau seeara materi dan immateri membuat penulis merasa tegar, sabar, santun,
dan matang seeara rasio dan emosi menghadapi realita kehidupan ini. Juga
penulis tak bisa lewatkan kepada Mbak Nur Azizah dan Mas Ali Mahfudz, yang
telah memberikan support tersendiri baik seeara eksplisit maupun implisit; adik
adikku Malik Affan dan Moh. Masyhudi, kalian hidup harns punya eita-eita yang
jelas; keponakan-keponakanku Nisa, Farah, dan Najwa, belajarlah semasa keeil
hingga kalian paham arti daripada feminisme dan gender yang mana natinya tak
membuat kalian berhenti untuk belajar dan terns belajar.
Penulis sadar, bahwa tanpa dukungan dan bantuan dari mereka semua penulis
tak ada apa-apanya, dan skripsi ini belum tentu dapat terselesaikan. Mudah-mudahan
taufiq, hidayah, serta inayah dari Allah 8wt senantiasa mengiringi langkah mereka
semua dimanapun berada. Akhimya penulis berharap semoga amal baik dari semua
pihak yang telah membimbing, memperhatikan, dan membantu penulis dapat dibalas
oleh Allah 8wt dengan pahala yang berlipat ganda, amien ya rabbal 'alamin.
Jakarta, I0 Nopember 2005
Penulis
DAFTARISI
KATA PENGANTAR .i
DAFTAR lSI , v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ., 1
B. Pembahasan dan Perumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 6
D. Metode Penelitian 6
E. Sistematika Penulisan 7
BAB n SUMBER HUKUM, KOMPETENSI, DAN ASAS-ASAS HUKUM
ACARA PERADILAN AGAMA
A. Sumber Hukum Peradilan Agama 10
B. Kompetensi Peradilan Agama 16
C. Asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama 23
BAB III YURISPRUDENSI SEBAGAI SUMBER HUKUM DI PERADILAN
AGAMA
A. Pengertian Yurisprudensi 35
B. Kekuatan Mengikat Yurisprudensi Terhadap Hakim 37
C. Prasyarat Suatu Putusan Menjadi Yurisprudensi .42
D. Peran Yurisprudensi di Peradilan Agama .45
BAB IV KONTRIBUsi PRAKSIS HAKIM PERADILAN AGAMA JAKARTA
SELATAN DALAM PROSES PEMBENTUKAN YURISPRUDENSI
A. Metode Penemuan dan Penerapan Hukum 50
B. Kontribusi Hakim Dalam Memakai dan Menghasilkan Yurisprudensi 57
C. Analisis Hukum Yurisprudensi 61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 67
B. Saran-saran 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (recht staat) tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka (mach staat), artinya bahwa segala aspek dalam
pcnyelcnggaraan dimcnsi kehidupan bcrmasyarakat, berbangsa, dan bcrncgara
haruslah didasarkan atas aturan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis.
Di dalam sistem hukum nasional, Indonesia mengenal beberapa sumber
hukum. Secara teoritis dapat dikemukakan, bahwa "yurisprudensi" merupakan salah
satu sumber hukum di samping sumber hukum lainnya seperti undang-undang,
kebiasaan, traktat atau perjanjian dan doktrin atau pendapat ahli hukum terkemuka.'
Di zaman mutakhir seperti sekarang ini, dimana semua bidang kehidupan
masyarakat mengalami perubahan dan perkembangan yang begitu cepat, undang-
undang dalam bidang apapun, tidak mungkin akan mampu memenuhi semua
kebutuhan hukum di masyarakat. Sehingga betapapun cepatnya badan legislatif
bekerja, persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat temyata lebih cepat lagi.
Lagi pula pembuat undang-undang tidak mungkin untuk menggambarkan semua
persoalan yang bakal tmjadi di kemudian hari. Oleh karena itu sering teIjadi banyak
persoalan dalam masyarakat yang belum ada peraturan hukumnya.
I Riduan Syahrani, Rangkuman In/ism'i !Imu Hukum, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1991), Cet. I,h. 87. Lihat juga, Sudikno Mertokusumo, Mengenal !Imu Hukum: Sua/u Pengan/ar, ( Yogyakarta:Liberty, 1985), h. 6-96
2
,
Yurispmdensi sebagai salah satu smnber hukum, mempakan acuan dalam
tindakan memutus dari hakim, yang ditujukan untuk menyelesaikan suatu
perselisihan tertentu. Sebagai sumber hukum, yurisprudensi mempunyai arti dan
kedudukan yang penting, karena dapat dijadikan dasar atau acuan dalam :
1. Pembentukan undang-undang
2. Mengambil putusan terhadap masalah yang sama oleh hakim lainnya terhadap
hal-hal yang belum diatur atau pelum ditemukan hukumnya
3. Mengembangkan ilmu hukum melalui putusan-putusaa peradilan.2
Oleh karena itu putusan hakim pada dasamya selalu berupa penyelesaian yang
hanya berlaku untuk hal yang kongkrit yang menjadi perselisihan yang sedang di
putuskan dan hanya mengikat kepada pihak-pihak yang bersangkutan (kecuali dalam
hal-hal yang bersifat "ergaomnes,,).3 Meskipun begitu yurisprudensi tetaplah menjadi
kebutuhan fundamental sebagai landasan hakim untuk memu1us perkara dalam kasus
yang sama.
Dalam menghadapi suatu perkara dimana peraturan hukum in abstrakto-nya
belum ada, atau pera1uran hukum itu harus di tafsirkan lebih dahulu, maleu hakim
yang bersangkutan tidak boleh menolak untuk mengadili perkara itu, l11elaiukan harus
2 Paulus Effendie Lotulung, Peranan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum, (Jakarta: BPI-INDepkeham RI, 1998), hal. I
3 Ibid, hal. 2., Erga Omnes (Latin), yang berarti bahwa putusan peradilan TUN tidak hanyaberlaku bagi para pihak yang bersengketa tapi juga berlaku bagi pihak-pihak lain yang terkait (pen.)
3
tetap memeriksa dan mengadilinya dengan menentukan sendiri hukumnya yaitu
dengan cara berijtihad (judge made law).4
Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakimam
menjelaskan, bahwa pen~adilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili
suatu pcrkara yang diajukan dcngan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau kurang
jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya sesuai dengan pasal 16,
ayat (l). Hakim sebagai penegak huklim dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dijelaskan
di dalam pasal 28, ayat (l).
Jadi dalanl keadaan bagaimanapun, hakim wajib memeriksa dan mengadili
perkara yag diajukan kepadanya. Masyarakat tidak merasakan adanya kedamaian
selarna ada perkara yang tidak atau belum diselesaikan. Dari sinilah timbul apa yang
dinarnakan yurisprudensi, yaitu putusan hakim (pengadilan) yang memuat peratnran
sendiri kemudian di ikuti dan di jadikan dasar putusan oleh hakim yang lain dalam
perkara yang sama.s
Walaupun secara teoritis selanla ini daya mengikathya putusan
(yurisprudensi) terhadap hakim-hakim di bawahnya atau perkara-perkara berikutnya,
dikenal dua sistem yang berbeda pandangan satu sarna lainnya. Pertama, yaitu
negara-negara yang mengikuti sistem hukum Eropa Kontinental, termasuk Belanda
4 Riduan Syahrani, Op. Cil., h. 104
5 C.S.T. Kansil, Penganlar limu Hukum dan Penganlar Tala Hukum Indonesia, (Jakm1a:Bala! Pustaka, 1976), Cet. ll, h. 50
4
yang diikuti oleh Indonesia yang menjelaskan bahwa hakim tidak terikat dengan
adanya yurisprudensi yang telah di hasilkan oleh hakim yang lain atau hakim yang
lebih tinggi. Kedua, yaitu negara-negara Anglo Saxon (Inggris, Australia, Amerika
Serikat), yang mengikuti asas stare decisis, yang berarti keputusan hakim yang
terdahulu harus diikuti olch hakil11 yang I11cmutuskan kcmudian. Namun dari scgi
praktek di Indonesia kedua sistem ini saling melengkapi, sehingga kita sudah tidak
terlalu ketat melihat pcrbedaan ini.6
Sejarah pcradilan telah mencatat tidak sedikit hukum yang merupakan ciptaan
hakim melalui putusan-putusan yang lebih di kenai dengan nama "yurisprudensi",
yang melengkapi peraturan hukum in-abstrakto yang belum ada, maupun
menyelaraskan peraturan hukum in abstrakto yang sudah ada dengan perubahan dan
perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.
Menyadari akan arti pentingnya kedudukan yurisprudensi sebagai sUl11ber
hukum untuk mcmperkaya informasi dan literatur hukum agar dapat dijadikan acuan
bagi hakim berikutnya, maka penulis berminat untuk meneliti seberapa besar
kontribusi hakim di Indonesia (kecuali, Propinsi Nangroe Aceh Darussalam karena
telah memiliki undang-undang tcrsendiri) khususnya hakim di peradilan agama dalam
memakai dan menghasilkan yurisprudensi, serta perkara-perkara apa saja yang telah
di putus oleh hakim, terutama hakim pengadilan agama Jakarta Selatan hingga
menjadi yurisprudensi.
6 Paulus Effendie Lotulung, Op. Cit., h. 2
5
Atas dasar itulah penulis mengarnbil judul skripsi "Kontribusi Haidm
Peradilan Agama Dalam Proses Pembentukan Yurisprudensi, (Studi Kasus di
Pengadilan Agama Jakarta Seintan)".
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Supaya penelitian dan penulisan skipsi ini menjadi fokus dan terarah dalam
pembahasannya, maka penulis memberi batasan dan merumuskan beberapa persoalan
penelitian yang akan dikaji. Batasan yang akan digariskan adalah sebagai berikut:
I. Pengadilan yang menjadi obyek penelitian adalah pengadilan agan1a yang
berkedudukan di Jakarta Selatan
2. Penelitian akan membahas seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh
pengadilan agama Jakarta Selatan atas terbentuknya yurisprudensi
Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak melebar, penulis akan merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
I. Bahwa hakim pengadilan agarna Jakarta Selatan dalan1 proses pembuatan
putusan, serta teknik yang di pakai dalam menerapkan hukum in abstrakto
terhadap masalah in concreto yang di tangani tidak menyimpangi undang
undang yang berlaku
2. Bahwa yurisprudensi sebagai salah satu landasan putusan, akan memberi
dampak pada pengambilan putusan yang dilakulcan oleh hakim-hakim
pengadilan agama Jakarta Selatan
6
C. Tujuan Penelitian
Tttiuan yang ingin di capai oleh penulis dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui :
I. Metode yang dipakai oleh hakim pengadilan agama Jakarta Selatan dalam
proses pembuatan putusan
2. Bagaimana tekhnik penerapan hukurn dalam pengambilan putusan yang
dilakukan oleh hakim pengadilan agama Jakarta Selatan.
3. Sejauh mana hakim pengadilan agama Jakarta Selatan dalam memakai
yurisprudensi sebagai landasan hukurn
4. Perkara-perkara apa saja yang diputus oleh hakim pengadilan agama Jakarta
Selatan hingga menjadi yurisprudensi
D. Metode Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, maim
metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data melalui kepustakaan, yaitu menggunakan penelitian dengan
membaca buku-buku sumber bacaan yang terkait dengan skripsi ini sebagai data
sekunder
b. Melakukan penelitian lapangan dengan cara mengumpulkan dokurnen dan
data-data yang diperlukan, di samping itu juga memberikan pertanyaan melalui
wawancara dan angket guna dijawab oleh hakim pengadilan agama Jakarta
7
Selatan, sebagai data primer berupa putusan peradilan agama Jakarta Selatan yang
telah di kasasi dan menjadi yurisprudensi
2. Pengolahan Data
a. Menyelel{si Data
Setelah memperoleh data-data dan dokumen yang diperlukan baik melalui
penelusuran pustaka maupun penelitian lapangan Ialu data tersebut diperiksa
kembali secara teliti dan seksama
b. Mengklasifikasi Data
Sesudal1 data diperiksa lalu di klasifikasikan dalam bentuk dan jenis data
tertentu, kemudian dipisah-pisahkan menurut katagori guna memperoleh suatu
kesimpulan
3. Analisis Data
Sesudah bahan dan dokU01en-dokumen dikU01pulkan lalu bal1an-bahan
tersebut dianalisa menggunakan metode kornparatifyaitu untuk mencaj:Jai pemecahan
suatu masalah melalui analisa terhadap faktor-faktor tertentu yang berhubungan
dengan masalah-masalah yang diselidiki dan membandingkannya dengan faktor
faktor lain.
Eo Sisternatika Penulisan
Karya tulis ini terdiri daTi lima bab dan masing-masil1g bab mempunyai sub
sub bah. Secara sistematis bah-bab itu terdiri dari:
Bab II
BABI
8
Pendahuluan
Pada bab ini penulis akan menguraikan, latar belakang masalah,
pembahasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Sumber Hukum', Kompetensi, dan Asas-asas Hukum Acara Peradilan
Agama
Dalam bab ini penulis akan membagi dalam tiga sub bab yang meliputi,
sumber hukum peradilan agama, kompctensi peradHan agama, dan asas
asas hukum acara peradHan agama.
BAB III Yurisprudensi Sebagai Sumber I-lukull1 di Peradilan Agama
Pada bab ini penulis akan mell1bahas lebih mendalam tentang, pengertian
yurisprudensi, kekuatan ll1engikat yurisprudensi terhadap hakim,
prasyarat suatu putusan menjadi yurisprudensi, dan peran yurisprudensi di
peradilan agall1a
BAB IV Kontribusi Praksis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan Dalam
Proses Pembentukan Yurisprudensi
Dalam bab ini penulis akan ll1ell1bagi dalam tiga sub bab yang mengulas
tentang, metode penemuan dan penerapan hukum, kontribusi hakim
dalam memakai dan ll1enghasilkan yurisprudensi, dan analisis hasH
penelitian.
BABY
9
Penutup
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran yang mmtinya mudah-mudahan
berguna bagi para akademisi maupun praktisi hukum, khususnya hukum
Islam serta masyarakat pada umumnya.
BABII
SUMBER HUKUM, KOMPETENSI, DAN ASAS-ASAS
HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
A. Sumber Hukum Peradilan Agama
1. Sumber Hukum Materil
a. Definisi
Sebelum membahas tentang sumber hukum materil pada peradilan agama ada
baiknya bila di jelaskan terlebih dahulu tentang hukum perdlata materi!. Menurut R.
Susilo dalam bukunya HIR/RIB Dan Penjelasannya, dikatakan bahwa: "Hukum
perdata materil ialah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan hukum yang mengatur
perhubungan-perhubungan antar orang-orang atau badan hukum satu sama lain, yang
timbul dari perhubungan pergaulan masyarakat, seperti misalnya: Peraturan tentang
jual beli, sewa menyewa, gadai, perseroan dagang, kawin dan perceraian, dan lain
sebagainya". I
Dari definisi diatas dapatlah ditarik suatu pemahaman bahwa hukum materil
baik yang tertulis (undang-undang) maupun tidak tertulis (hukum adat), merupakan
pedoman bagi masyarakat tentang bagaimana orang selayaknya berbuat atau tidak
berbuat didalam masyarakat. Sebagaimana di contohkan oleh Sudikno Mertokusumo,
bahwa ketentuan-ketentuan seperti: "siapa yang mengambil barang milik orang lain
dengan nia/ un/uk dimiliki sendiri secara melawan hukum.....dan sebagainya",
1 R. Susilo, HIR/RIB Dan Pe1Jjelasannya, (Bogar: Karya Nusanlara Politeia, 1979), h. 77
II
,
"Siapa yang karena salahnya menimbulkan kerugian pada orang lain diwajibkan
mengganti kerugiclI1 kepada orang lain tersebut", itu semuanya merupakan pedoman
atau kaidah yang pada hakikatnya bertujuan untuk melindungi kepentingan orang,2
Sementara peradilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang perkawinan, warisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq,
shadaqah, dan ekonomi syariah yang dilakukan berdasark:m hukum Islam sesuai
dengan pasal 49 UU No.3 lahun 2006 tentang Peradilan Agama.
Dari penj abaran diatas dapatlah disimpulkan bahwa, hukum perdata materil
peradilan agama adalah kumpulan-kunlpulan peraturan hukum baik yang tertulis
(undang-undang) maupun yang tidak terlulis namun tercatat seperti, Alquran, hadits,
kitab-kilab fikih, hukum adat, dan peraturan hukum yang tidak tertulis dan tidak
tercatat pula seperti, norma masyarakat, adat istiadat serta kebiasaan, yang mengatur
hubungan antara orang satu sama lain yang seagama (Islam), yang timbul karena
adanya hubungan dalam masyarakat.
b. Sumber Hukum MateriI Peradilan Agama
Adapun sumber-sumber hukum materil peradilan agama meliputi:
I. Undang-undang No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
2. Undang-undang No. No, 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
3. Undang- undang No, 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama
2 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. (Yol,'Yakarta: Liberty, 1989), Cet.2, h. 1
12
4. Undang-undang No. I tahun 1974 tentang Perkawinan
5. PP No.9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 tahun 1974
6. PP No.45 tahun 1990 tentang perubahan atas PP No.1 0 tahun 1983 tenlang
lzin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS
7. Instruksi Presiden No.1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
8. Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokok-Pokok
Agraria
9. PP No. 28 tahun 1977 tcntang Perwakafan Tanah Milik
10. Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan alas Undang-undang
No.7 tahtll 1992 tentang Perbankan
II. Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
2. Suinber Hukum formil
a. Definisi
Swnber hukum perdata formil atau hukum acara perdata adalah peraturan
peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan
hukunl perdata materil atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana caranya
mengajukan sesuatu perkara perdata kemuka pengadilan perdata dan bagaimana
caranya hakim perdata memberikan putusan.3
3 R. Susilo, Gp. Cit, h. 72
13
Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum acara perdata adalah peraturan
hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata
materil dengan perantaraan hakim.4
Sedangkan menurut Wiryono Prodjodikoro, hukum acara perdata adalah,
rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak
terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu hams bertindak
satu sarna lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.5
Sementara hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan
peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam
Iingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus sesuai dengan
pasal 54 UU. No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
Dari definisi-definisi singkat di atas dapatlah disimpulkan bahwa hukum acara
perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin
pelaksanaan hukum perdata materi!. Maka hukum formil atall hllkum acara peradilan
agama mempakan suatu cara untuk melaksanakan hukum Islam di bidang
perkawinan, warisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi
syariah pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama
4 Sudikno Mertokusumo, Gp. Cit, h.25 R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di lndanesia, (Jakarta: Sumur Bandung,
1980), h.13
14
b. Sumber hukum formil Peradilan Agama
Sumber hukum formil (acara) yang berlaku pada lingkungan peradilan agama
tela11 diatur dalam bab IV UU No. 3 ta11un 2006 tentang Peradilan Agama, mulai
pasal 54 sampai dengan pasal 105. Menurut pasal 54, "Hukum acara yang berlalku
pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang
berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur
secara khusus dalam undang-undang ini".
Di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa terdapat hukum acara perdata yang
berlalku secara umum pada peradilan umum dan peradilan agama, dan ada juga
hukum acara yang hanya berlaku pada peradilan agama. Hal ini menunjukkan sifat
kekhususan pada peradilan agama.
Peraturan perundang-undangan yang menjadi inti hukum acara perdata
peradilan umum, antara lain:
I. HlR (Het Herzeine Inlandsche Reglement) atau di sebut juga RIB (Reglemen
Indonesia yang di Ba11arui)
2. REg (Rechts Reglement Buitengewesten) atau di sebut juga Reglemen untuk
daera11 seberang, malksudnya untuk luar Jawa dan Madura
3. Rsv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) yang zaman jaja11an
Belanda dahulu berlalku untuk Raad Van Justitie
15
4. BW (Burgerlijke Wetboek) atau disebut juga Kitab Undang-undang Hukum
Perdata Eropa.6
5. Undang-undang No.8 tahun 2004 tentang Peradilan Umum
Selain itu ada pula berbagai peraturan perundang-undangan hukum acara
perdata bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama,
yaitu:
I. Undang-undang No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaall Kehakiman
2. Undang-undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
3. Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan
Pemerintah No.9 tabun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang
NO.1 tahun 1975
Menurut ketentuan pasal 54 UU No.3 tabun 2006 tentang Peradilan Agama,
semua peraturan perundang-undangan di atas berlaku dilingkungan peradilan agama.
Sedangkan hukum acara yang secara khusus diatur dalam ulldang-undang No.3 tabun
2006 tentang Peradilan Agarna meliputi tiga bagian. Bagian pertama nierupakan
ketelltuan yang bersifat umum, diantaranya tentang asas-asas peradilan, penetapan
dan putusan pengadilan serta upaya hukum (banding dan kasasi). Bagian Kedua
mengatur tentang pemeriksaan sengketa perkawinaan, yang meliputi perkara cerai
talak, cerai gugat dan cerai dengan alasan zina. Bagian Ketiga mengatur tentang
6 Raihan A. Rasyid, HlIkllm Acara Peradilan Agama, ( Jakarne Raja Grafindo, 2002), Cet.IX, h. 21. Lihat pula, Mukti Arlo, Praklek Perkara Perdala Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003), Cet. IV, h. 12
16
biaya perkara.7'Dengan adanya UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, maka
bagian kedua di tambah dengan masalah ekonomi syariah.
B. Kompetensi Peradilan Agama
Kompetensi berasal dari bahasa Belanda, Competentie yang mempunyai
makna kekuasaan atau wewenang,8 sehingga ketiga kata tersebut mempunyai arti
yang sama. Disini penulis sengaja memilih menggunakan kata kompetensi karena
lebih mendekati bahasa aslinya. Kompetensi di dalam peradilan di bedakan atas dua
macam:
1. Kompetensi Relatif
Menurut Raihan A. Rasyid, kompetensi atau kekuasaan relatif diartikan
sebagai kekuasaan pengadilan yang satu jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaaanya
dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan sarna tingkatan lainnya. Misalnya
antara pengadilan negeri Magelang dengan pengadilan negeri Purworejo, antara
pengadilan agama Muara Enim dengan pengadilan agama Batu Raja.9
Dalam pasal 4 ayat (I) UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama
disebutkan bahwa, "pengadilan agama berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dan
daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota". Sedangkan pada penjelasan
7 Cik Hasan Bisri, MS., Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 1998), Cet.2, h. 227
8 Lihat, Van Pramadya Puspa, Kamus Hukum: Edisi Lengkap Bahasa-Belanda-IndonesiaInggris, (Semarang: Aneka lImu, tth.)
9 Raihan A. Rasyid, Gp. Cit., h. 25
17
pasal 4 ayat (I) dikatakan, bahwa pada dasarnya tempat kedudukan pengadilan
agama ada di ibukota kabupaten dan kota, yang daerah hukumnya meliputi wilayah
kabupaten dan kota, tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya pengecualian.
Dengan demikian setiap pengadilan agama mempunyai wilayah hukum
masing-masing, dalam hal ini meliputi satu kotamadya atau satu kabupaten, atau
dalam keadaan tertentu ada pengecualian bisa jadi lebih atau mungkin bisa kurang,
seperti pengadilan agama Tangerang .dan pengadilan agama Bogor. Daerah hukum
pengadilan agama Tangerang meliputi wilayah kotamadya Tangerang dan kabupaten
Tangerang, sedangkan pengadilan agama Bogor meliputi wilayah kotamadya Bogor
dan kabupaten Bogor.
Melihat perkembangan jumlah penduduk yang semakin banyak bukan tidak
mungkin bila kedepan kedua wilayah tersebut akan mengalami penambahan
pengadilan agama untuk masing-masing kotamadya dan kabupaten mempunyai satu
pengadilan agama sebagaimana amanat pasal 4 ayat (I) UU No.3 tahun 2006 tentang
Peradilan Agama di atas.
Kompetensi relatif ini mempunyai arti penting sehubungan dengan wilayah
pengadilan agama mana orang akan mengajukan perkaranya dan sehubungan dengan
hak eksepsi tergugat. 10
Sedangkan secara teknis efektivitas kekuasaan relatif pangadilan tergantwlg
kepada perkara-perkara yang terkait dengan para pihak yang bertempat tinggal di
10 Ibid, h. 26
18
daerah hukum' pengadilan, Sebagaimana dikatakan oleh Cik Hasan Bisri, bahwa
pengadilan agama mempunyai kekuasaan untuk memeriksa dan memutus perkara di
daerah hukumnya yang meliputi antara lain: tempat kediaman pemohon dalam
perkara cerai talak, tempat kediaman tergugat dalam perkara cerai gugat, dan letak
tempat harta peninggalan' dalam perkara kewarisan. 11
2. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut adalah kompetensi pengadilan yang berhubungan dengan
jenis perkara atau pengadilan atau tingkat pengadilan, dalam perbedaannya dalam
jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkat pengadilan lainnya, misalnya
pengadilan agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang beragama
Islanl sedangkan bagi yang selain Islam menjadi kekuasaan peradilan umum. 12
Dalam hal ini pengadilan dalam lingkunan peradilan agama mempunyai
kewenangan untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tertentu di
kalangan orang-orang yang betagama islam,
Kornpetensi absolut pengadilan agama telall diatur dalarri pasal 49 sampai
dengan 53 UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Di dalam ketentuan pasal
49 dinyatakan:
11 Cik Hasan Bisri, MS., Gp. CiI., h. 20612 Raihan A. Rasyid, Gp. CiI., h. 27
19
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang, memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang
a. perkawinan
b. kewarisan
c. wasiat
d. hibah
e. wakaf
f zakat
g. infaq
h. shadaqah
i. ekonomi syariah
Di dalam penjelasan pasa! 49 UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama
di katakan bahwa, penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan
syariah, melainkan juga di bidang ekonomi syariah lainnya. Yang di maksud dengan
"antara orang-orartg yang beragama islam" ada!ah termasuk orang alau badan hukum
yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan suka rela kepada hukum islam
mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan peradilan agama sesuai dengan
ketentuan pasal ini.
20
Hurufa
Yang di maksud dengan "perkawinan" adalah hal-hal yang di atur dalam atau
berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukakan
-menurut syariat islam, antara lain:
I. Izin beristri lebih dari seorang,
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 2I tatllIll,
dalam hal orang tua atau waH atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan
pendapat,
3. Dispensasi kawin,
4. Pencegal1an perkawinan
5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah
6. Pembatalan perkawinan
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri
8. Perceraian karena talak
9. Gugatan perceraian
10. Penyelesaian harta bersama
I I. Mengenai penguasaan anak-anak
12. Ibu dapat memilnJl biaya pemeHharan dan pendidikan anak bilamana bapak
yang seharusnya bertanggungjawab tidak memenuhinya
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas
istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri
14. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak
21
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua
16. Pencabutan kekuasaan wali
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan
seorang wali dicabut
18. Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18
(delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuannya padahal tidak ada
penunjukan wali oleh orang tUl\nya
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan
kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kel.:uasaanya
20. Penetapan asal usul seorang anak
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian ketera!lgan untuk melakukan
perkawinan campuran
22. Pemyataan tentang sahnya perkawinan yang teJjadi sebelum UU Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
Hurufb
Yang di maksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli
waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing
masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut,
serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan
siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
22
Hurufc
Yang di maksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang memberikan
suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembagalbadan hukum, yang
berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
Hurufd
Hibah adalah pemberian suatu benda secara suka rela dan tanpa imbalan dari
seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukmn untuk di
miliki.
Hurufe
Wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk di
manfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah.
Huruff
Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan
hukum yang di miliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syariah
untuk di berikan kepada yang berhak menerimanya.
Hurufg
Yang di maksud dengan "infaq" adalah perbuatan seseorang memberikan
sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan,
23
minuman, mendenna, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan
sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah SWT.
Hurufi
Yang di maksud de?gan "ekonomi syariah" adalah perbuatan atau kegiatan
usaha yang di laksanakan menurut prinsip syariah, meliputi:
a. bank syariah
b. asuransi syariah
c. reasuransi syariah
d. reba dana syariah
e. obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah
f. sekuritas syariah
g. pembiayaan syariah
h. pegadaian syariah
i. dana pensiun lembaga keuangan syariah
j. bisnis syariah, dan
k. lembaga keungan mikro syariah.
C. Asas- Asas Hukum Acara Pcradilau Agama
Asas Hukum (rechtsbeginsellen) adalah pokok pikiran yang bersifat umum
yang menjadi latar belakang dari peraturan hukum yang kongkrit (hukum positif).13
13 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1985), h. 32
24
Sedangkan menurut Satcipto Raharjo, asas hukum adalah jiwa peraturan hukum,
karena ia merupakan dasar lahirnya peraturan hukurn, ialah rasio logisnya peraturan
hukum. 14
Asas-asas hukurn peradilan agama dapat di temukan di dalam undang-undang
yang mengatur tentang hukum perdata di peradilan umum maupun dalam undang
undang yang secara khusus mengatur tentang peradilan agama. Secara garis besar
asas-asas tersebut meliputi:
1. Hakim Bersifat Menunggu
Asas daripada hukum acara perdata pada urnurnnya, termasuk hukurn acara
peradilan agama, bahwa inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak, gugatan maupun
permohonan di serahkan sepenuhnya pada yang berkepentingan.
Kalau tidak ada tuntutan hak ataupun gugatan dan permohonan, maka tidak
ada hakim sebagaiman pameo yang tak asing lagi mengatakan: Wo Kein klager ist, ist
kein richter, nemo judex sine actore, yang artinya kalau tidak ada tuntutan hak atau
penuntutan, maka tidak ada hakim. ls
Maka yang niengajukan tuntutan hak adalah pihak yang berkepentingan,
sedangkan hakim hanya menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan padanya.
Hal ini sesuai dengan pasal 118 HIR, dan 142 Rbg. Pasal 142 ayat (1) berbunyi:
"Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang
pengadilan negeIi dilakukan oleh penggugat atau oleh seorang kuasanya yang
14 Satcipto Rahmjo, I1mu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986), h. 85
15 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Gp. Cit, h.1 0
25
diangkat menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 147, dengan suatu surat
permohonan yang di tandatangani olehnya atau oleh kuasa t'~rsebut dan di sampaikan
kepada ketua pengadilan negeri yang menguasai wilayah hukum tempat tinggal
tergugat alau, jika tempat tinggalnya tidak di ketahui di tempat tinggalnya yang
sebenamya".
Dari pasal 142 ayat (I) tersebut, dapat kita ketahui bahwa adanya sesuatu
perkara perdata adalah di mulai dengan adanya pemasukan surat permohonan yang di
tandatangani oleh penggugat atau wakilnya kepada ketua pengadilan
negeri/pengadilan agama yang berwenang.Setelah itu barulah hakim menerima untuk
memproses dan menyelesaikannya.
Dari situ diketahui bahwa dimulainya perkara berasal dari penggugat, adapun
hakim sifatnya adalah menunggu. Akan tetapi sekali perkara di ajukan kepadanya,
hakim dilarang untuk menolak memeriksa dan mengadilinya walaupun dengan alasan
hukum tidak ada atau kurang jelas.
2. Sidang Tcrbuka Untllk Umum
Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali apabila
undang-undang menentukan lain (pasal 19 ayat 1 UU No.4 tahun 2004). Sedangkan
pasal 59 ayat 1 UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama menyatakan: "Sidang
pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang
menentukan lain atau jika hakim dengan alasan- alasan penting yang dicatat dalam
berita acara sidang, memerintahkan bahwa pemeriksaan secara keselUluhan atau
sebagian akan dilakukan dengan sidang tertutup".
26
Alasan yang dijadikan dasar oleh hakim untuk memerintahkan pemeriksaan
sidang tertutup harus di catat dalam berita acara, maka persidangan dilakukan dengan
tertutup seperti dalam kasus perkara cerai, zina, dan lain-lain, untuk melindungi hak
privasi para pihak.
Hal ini berarti bahwa setiap orang boleh hadir, mendengar dan menyaksikan
jalannya pemerikaan perkara di pengadilan. Tujuan asas ini untuk menjamin
pelaksanaan peradilan yang tidak memihak, adil serta melindungi hak asasi manusia
dalam bidang peradilan, sesuai hukum yang berlaku. Asas ini membuka sosial kontrol
dari masyarakat, yaitu dengan meletakkan peradilan di bawah pengawasan umum. 16
3. Hakim Pasif
Di dalam memeriksa perkara perdata hakim bersikap pasif, dengan kata lain
bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk
diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara, bukan oleh
hakim. Para pihaklah yang dapat secara bebas mengakhiri sendiri sengketa yang telah
diajukannya ke muka pengadilan, sedang hakim tak dapat menghalang-halangi,
misalnya mengakhiri dengan cara damai atau mencabut gugatan.
Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan
biaya ringan, Pasal 4 ayat (2) UU No.4 tahun 2004 tentfuig Kekuasaan Kehakiman.
16 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, (Jakarta: PustakaKarlini, 1988), h.16
27
Disarnping itu hakim wajib untuk mengadili seluruh gugatan yang diajukan
kepadanya saja, dan dilarang menjatuhkan atas perkara yang tidak di tuntut atau
mengabulkan lebih dari pada yang di tuntut. Hal ini sebagimana telah diatur dalam
HIR pasal 178 ayat 2 dan ~, yang berbunyi: Pasal (2) Hakim wajib mengadili atas
segala bahagian gugatan. Pasal (3) la tidak di izinkan me!1iatuhkan keputusan atas
perkara yang tidak di gugat atau memberikan dari pada yang di gugat.
4. Hakim Harus Mendengarlmn Kedua Belah Pihak
Hakim haruslah bersikap moderat dan memperlakukan sarna terhadap kedua
belah pihak, tidak berat sebelah dan mendengarkan keterangan dari masing-masing
pihak. Hal sesuai dengan pasal 5 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman dan juga pasal 58 ayat (1) dan (2) UU No.3 tahoo 2006 tentang Peradilan
Agarna, yang berbunyi:
(I) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang.
(2) Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya
mengatasi segala harnbatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Asas bahwa kedua belah pihak harus di dengar lebih di kenai dengan asas,
"audi e/ a//eram par/em" atau "Eines Mannes Rede is/ keines Mannes Rede, man solI
sie horen a//e beide". Hal ini berarti bahwa hakim tidak boleh menerima keterangan
28
dari salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan tidak di dengar atau tidak di beri
kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. 17
5. Putusan Hams Disertai Alasan-alasan
Hakim haruslah ~erhati-hati dalam dalam menjatuhkan segala putusan (vonis)
terhadap para pihak, karena pengadilan mempakan tumpuan terakhir bagi para
pencari keadilan. Ia harus menjaga agar putusan itu benar berdasarkan atas hukum
dan juga dapat memenuhi rasa keadihin masyarakat, maka putusan tersebut harusJah
disertai alasan-alasan berdasarkan atas hukum baik tertulis maupun hukum yang tak
tertulis.
Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 25 ayat (l) UU No. 4 tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman, jo pasal 62 ayat (1) UU No.3 tahun 2006 tentang
Peradilan Agama yang berbunyi: "Segala penetapan dan putusan pengadilan, selain
harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasamya juga hams memuat pasal-pasal
tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis
yang dijadikan dasar untuk mengadili".
6. Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Riligan
Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan (pasal 57 ayat 3
UU No.3 tahUll 2006 tentang Peradilan Agama) jo Pasal 4 ayat 2 UU No.4 tahun
2004. Sederhana maksudnya acaranya jelas, mudah di fahami dan tidak berbelit-belit.
Mal(in sedikit dan sederhana formalitas dalanl beracara semakin baik. Sebaliknya
17 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Op. Cit, h.14
29
terlalu banyak formalitas atau peraturan akan sulit dipaharni dan akan menimbulkan
beraneka ragarn penafsiran sehingga kurang menjarnin adanya kepastian hukum. 18
Cepat menunjukkan jalarnmya peradilan yang cepat dan proses
penyelesaiannya tidak berlarut-larut yang terkadang harus dilanjutkan oleh ahli
warisnya. Adanya parneo justice delayed is justice denie, yang artinya bahwa dengan
menunda-nunda keadilan sarna dengan menyangkal keadilan itu sediri, yang
berakibat pada kekecewaan para pencari keadilan (justiciable).19
Biaya ringan dimaksudkan agar biaya berperkara di pengadilan sedapat
mungkin dapat di jangkau oleh semua kalangan masyarakat. Biaya yang tinggi hanya
akan membuat enggan orang berperkara di pengadilan. KalaupUIl memang ternyata
orang yang bersangkutan tidak mampu, maka boleh bebas biaya (prodeo). Hal ini
sesuai dengan pasal 237 HIR yang mengatakan: "Orang -orang yang demikian, yang
sebagai penggugat, atau sebagai tergugat hendak berperkara akan tetapi tidak marnpu
membayar biaya perkara, dapat di berikan izin untuk berperkara dengan tak berdaya".
7. Asas Objektifitas
Pengadilan haruslah bersikap objektif dan memperlakukan sarna terhadap
kedua belah pihak, tidak berat sebelah dan mendengarkan keterarigandari masing-
masing pihak. Hal ini sesuai dengan pasal 58 ayat (I) UU No.3 tahun 2006 tentang
Peradilan Agarna dan juga pasal 5 ayat (I) UU No.4 tahun2004 tentang Kekuasaan
\8 Bambang Sutioso dan Sri HaslUti Puspitasari, Aspek-aspek Perkembangan KekuasaanKehakiman di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2005), Cet.!, h. 73
\, Ibid.
30
Kehakiman, yang berbunyi: "Pengadilan mengadili menw:ut hukum dengan tidak
membedakan orang".
Untuk menjamin asas ini bagi pihak yang diadili dapat mengajukan keberatan
yang di sertai dengan alasan-alasan terhadap hakim yang akan mengadili perkaranya,
yang disebut hak ingkar. Hak ingkar yaitu hak seseorang yang di adili untuk
mengajukan keberatan yang di sertai alasan-alasan terhadap seorang hakim yang
akan mengadili perkaranya.
Hal ini sesuai dengan pasal 29 ayat (I), (2), dan (3) UU No.4 tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan:
(I) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili
perkaranya.
(2) Hak ingkar sebagaimana di maksud pada ayat (I) ada!ah hak seseorang yang
diadili untuk mengajukan keberatan yang di sertai dengan alasan terhadap
seorang hakim ynag mengadili perkaranya.
(3) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau
hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah
seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.
8. Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YjlDg Maha Esa
Peradilan dilakukan DEMI KEADILAN BERDASJIRKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA (Pasa! 57 ayat 1 UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama
31
jo Pasal 4 ayat 1 UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman). Rumusan ini
berlaku untuk semua pengadilan dalam semua lingkungan peradilan.
Di dalam pengadilan agama sebelum kata-kata, Demi keadilan berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa haruslah ditambah dengan kalimat,
"BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM", (pasal 57 ayat 2 UU No. 3 tahun 2006
tentang Peradilan Agama).
KaIimat diatas secara sadar telah dipilih oleh pembuat undang-undang
(Legislatif), yaitu Demi keadilan berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa, bukan
berdasarakan atas hukum atau yang lainnya. Dengan demikain hakim harus selalu
insyaf atas sumpah jabatannya, baIlwa ia tidak hanya bertanggung jawab kepada
hukum, diri sendiri maupun masyarakat, tetapi bertanggung jawab langsung kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Bismar siregar, kaIimat Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa, bila di hayati merupakan doa dan janji antara hakim dengan Tuhan yang
kurang lebih berbunyi, "Ya Tuhan, atas nama-Mu saya ucapkan putusan tentang
keadilan im",.20
9. Susl1nan Persldangan: Majelis
Susunan persidangan untuk semua pengadilan pada asasnya merupakan
majelis, yang sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang hakim kecuali ditentukan
20 Bismar Siregar, Segi-Segi Banluan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: PSK- FakultasHukum UII, 1986), h. 8
32
lain oleh undang-undang. Hal tersebut sesuai dengan pasal 17 ayat I, 2 UU. No.4
tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan:
(I) Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan sekurang
kurangnya (3) tiga orang hakim kecuali undang-undallg menentukan lain.
(2) Diantara hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (I), seorang bertindak
sebagai ketua dan lainnya sebagai hakim anggota sidang.
Pengecualian pada pasal ini dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap terlalu
banyaknya jumlah perkara, sedangkan jumlall hakim tidak sebanding dengan perkara
yang ada tersebut. Jika teJjadi masalall seperti ini maka sidang boleh dilakukan oleh
seorang hakim saja dengan tujuan demi terselenggaranya proses peradilan.
Menurut Sudikno Mertokusumo, hal ini dimungkinkan karena pasal 11
undang-undang Darurat No. 11 tallun 1955 memperbolehkan untuk memeriksa dan
memutus suatu perkara dengan seorang hakim, apabila. ditentukan oleh ketua
pengadilan tinggi.21
10. Peradilan Agama Bagi Orang Islain
Hal ini sebagimana telall dinyatakan pasal 1 ayat (I), dan pasal 2 UU No.3
tallun 2006 tentang Peradilan Agama yang berbunyi:
1. Peradilan agama adalall peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.
2. Peradilan Agama merupakan salall satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu
yang diatur dalam undang-undang ini.
2i Ibid., h. 27
33
Dari keaua pasal diatas dapatlah kita tarik suatu pemahaman bahwa, pertama
pihak-pihak yang bersengketa haruslah sama-sama beragama islam, kedua perkara
perdata tertentu yang dimaksud disini adalah perkara dalam bidang perkawinan,
kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah.
Beragama Islam 'disini adalah orang yang memiliki personalitas keislaman
tanpa melihat kualitas keislamannya. Sebagaimana dikatakan oleh Yahya Harahap,
bahwa patokan personalitas keislaman berdasarkan pada saat terjadi hubungan
hukum, ditentukan oleh dua syarat: Pertama pada saat terjadi hubungan hukum kedua
belah pihak sama-sama beragama islam, kedua hubungan ikatan hukum yang mereka
lakukan berdasarkan hukunl Islan1.22
11. Hakim Wajib Mendamaikan
Kewajiban hakim untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara,
sangatlah sejalan dengan tuntunan ajaran Islam. Islam telah mengajarkan jalan islah
(perdamaian) dalam memecahkan setiap perselisihan, oleh sebab itu hakim peradilan
agama haruslah mengutamakan jalan perdamaian terhadap para pihak selama jalan
kearah itu masih di mungkinkan.
Di dalam pasal 65 UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama dikatakan
bahwa, "perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah
22 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peraditan Agama, (Jakarta:Pustaka Kartini, 1997), h. 39
34
pihak". lsi pasal ini sama persis bunyinya dengan pasal 39 ayat (I) UU No.1 tahun
1974 tentang Perkawinan.
Disamping itu di dalam PP No.9 tahtill 1975 tentang pe1aksanaan UU No.1
tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 31 ayat (I) menjelaskan bahwa, "Hakim yang
memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan
selama perkara belum di putuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap
sidang pemeriksaan".
BAEIII
YURISPRUDENSI SEBAGAI SUMBER HUKUM
DI PERADILAN AGAMA
A. Pengertian Yurisprudensi
Yurisprudensi berasal dari kata, "Jurisprudentia'" (Latin), yang berarti
pengetahuan hukum (rechtsgeleerheid). Kala yurisprudensi sebagai istilah teknis
Indonesia, sarna artinya dengan kata "Jurisprudentie" (Belanda), dan "Jurisprudence"
(Prancis), yaitu peradilan tetap atau hukum peradilan. Kata "Jurisprudence" (Inggris)
berarti teori ilmu hukum (Algemene Rechtsleer, General Theory of Law), sedang
untuk pengertian yurisprudensi dipergunakan istilah-istilah "Case Law" atau "Judge
Made Law".!
Pengertian yurisprudensi di negara- negara Anglo Saxon yang menganut
sistem common law seperti, Inggris, Australia, Amerika Serikat dan lainnya, berbeda
dengan Negara- negara Eropa Kontinental (Daratan Eropa) yang menganut sistem
civil law seperti, Jerman, Prancis, Belanda, dan lain sebagainya.2
Dalam sistem common law, yurisprudensi diterjemahkan sebagai, "suatu ilmu
pengetahuan hukum positif dan hubungan-hubungannya dengan hukum lain".
Sedangkan dalarn sistem statute law dan civil law, diterjemahkan, "Putusan-putusan
I Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaidah Hukum, (Bandung: Alumni,1978), Cet. I, h. 55
2 Paulus Effendie Lotulung, Peranan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum, (Jakarta: BPHN,1998), h, 7
36
hakim terdahulu yang telah berkekuatan hukum tetap dan diikuti oleh para hakim atau
badan peradilan lain dalam memutus perkara atau kasus yang sama".3
Di dalam sistim comon law putusan- putusan hakim yang lebih tinggi dan
yang diikuti secara tetap sehingga menjadi bagian dari ilmu hukum di sebut sebagai
case law atau di sebutjuga sebagaijudge made law4
Menurut Van Apeldoom dalam bukunya "Pengantar ilmu hukum" dikatakan
bahwa yurisprudensi mempunyai persanlaan dan perbedaan dengan undang-undang.
Persamaanya, baik yurisprudensi maupun undang-undang keduanya merupakan
hukum yang mempunyai sifat mengikat. Sedangkan perbedaanya, bahwa
yurisprudensi atau putusan hakim merupakan hukum in-concreto atau individual
norm, artinya hukum yang berlaku terhadap subjek hukum tertentu, misalnya putusan
hakim hanya mengikat tergugat A dan penggugat B atau terhukum X, sedangkan
undang-undang merupakan hukum in-abstracto atau general norm, artinya hukum
yang berlaku umum, mengikat setiap penduduk dalam wilayah hukum suatu negara,
misalanya undang-undang pokok agraria tahun 1960, undang-undang pemilihan
umum. S
Menurut Subekti, bahwa yang dimaksud dengan yurisprudensi adalah'
"Putusan-putusan hakim atau pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan di
3 Ahmad Kami! dan M Fauzan, Kaidah-kaidah l-fukum Yurisprudensi, (Jakarta: PrenadaMedia, 2004), Edisi I, h. I0
4 Paulus Effendie Lotulung, Loc. Cit.
5 Bachsan Mustafa, Skelsa Dari Tala l-fukum Indonesia, (Bandung: Armico,1982), Edisi II,h.3J
37
benarkan oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan kasasi, atau putusan Mabkamah
Agung sendiri yang sudah berkekuatan hukum tetap, maka barulah dapat dikatakan
ada hukum yang di cipta melalui yurisprudensi".6
Dari definisi-definisi itu dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
yurisprudensi adalah putusan pengadilan tingkat pertama d!ffi atau banding dan atau
kasasi (MA) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yang di pedomani oleh
hakim pengadilan secara berkesinarnbungan dan di pedomani untuk putusan
berikutnya.
B. Kekuatan Mengil{at Yurisprudensi Terhadap l[akim
Walaupun sistem hukum Eropa Kontinental berbeda dengan sistem hukum
Anglo Saxon dalam memandang yurisprudensi, namum dalam prakteknya tak ada
diantara negara-negara itu yang menerapkan sistem hu.kum itu secara murni.
Misalnya Inggris walaupun mengutamakan asas stare decisis (para hakim terikat
pada putusan hakim terdahulu, baik yang sederajat tingkatarmya ataupUn secm'a
hierarkis lebih tinggi, dalam kasus yang sama atau hampir sarna) mengikat hakim tapi
masih memperhatikan statute law (undang-undang). Demikian juga sebaliknya
Belanda termasuk Indonesia meskipun memilih mengutamakan sistem statute law
namunjuga mulai mengembangkan yurisprudensi sebagai sumber hukum.7
6 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Gp. Cit., h. 10
7 Paulus Effendie Lolulung. Gp. Cit., h. 10
38
,
Oleh karena itu kedudukan yurisprudensi sebagai salah satu surnber hukum,
sangatlah diharapkan kontribusinya dalam ikut berperan membangun hukum nasional
termasuk di peradilan agama.
Paulus Effendi Lotulung, berpendapat bahwa dalam pembentukan hukurn
melalui yurisprudensi, perlu senantiasa diingat akan tiga nilai dasar yang penting
yaitu:
a. nilai filosofis, yang berarti b<jhwa putusan hakim harus mencerminkan dan
berintikan rasa keadilan dan kebenaran
b. nilai sosiologis, yang berarti bahwa putusan hakim harus sesuai dengan tata
nilai budaya maupun nilai hukum yang hidup dar. berlaku dalam masyarakat
c. nilai yuridis, yang berarti bahwa putusan hakim harus sesuai dan mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.8
Dengan memenuhi tiga nilai dasar tersebut suatu yurisprudensi diharapkan
dapat menjadi solusi pada setiap permasalahan yang belurn alau kurang jelas sumber
hukurnnya, sehingga bisa menjadi surnber hukurn baik bagi para teoritisi (menjadi
wacana dikalangan akademisi) maupun praktisi (hakim, jaksa, dan advokat) di
pengadilan.
Sebagaimana dikutip oleh Riduan Syahrani dalam bukunya, Rangkuman
Inlisari Ilmu Hukum, Utrecht dalam bukunya Penganlar Dalam Hukum Indonesia
mengatakan bahwa, ada 3 (tiga) sebab seorang hakim mengikuti putusan hakim yang
lainya:
8 Paulus Effendie Lotulung, Ibid., h. 22
39
a. Sebab psykologis: seorang hakim mengikuti hakim laiImya yang kedudukannya
lebih tinggi (pengadilan Tinggi atau Mahkarnah Agung) karena hakim yang
putusannya dituruti tersebut adalah pengawas pekeljaarmya. Putusan hakim
mempunyai kekuasaaan (gezag), terutarna apabila putusan itu dibuat oleh
Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, karena hakim tinggi maupun
hakim agung dipandang telah banyak pengalarnan.
b. Sebab praktis: seorang hakim mengikuti putusan halcim yang kedudukannya
lebih tinggi yang sudah ada. Apabila hakim tersebut memberikan putusan
yang berbeda dengan putusan hakim yang lebih tinggi, maka sudah barang
tentu pihak yang dikalahkan (merasa tidak adil) akan meminta pemeriksaan
pada tingkat yang lebih tinggi (banding atau kasasi), yaitu pada hakim yang
pernah memberikan putusan dalam perkara yang sarna, agar perkaranya juga
diberikan putusan yang sarna dengan putusan sebelumnya.
c. Sebab dirasakan sudah adil: Seorang hakim mengikuti putusan hakim lain
karena dirasakan sudah adil, sudah tepat, sudah patut, sehingga tidak ada
alasan untuk keberatan mengikuti putusan hakim yang terdahulu itu.9
Maka dengan demikian, kekuatan mengikat putusan-putusan yang lebih
dalmlu dari hakim yang lebih tinggi dalarn kasus yang sarna lebih bersifat persuasif
9 Utrecht, Penganlar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Ikhtiar, 1957), Cet. IV, h.161., Lihatdalam, Riduan Syahrani, Rangkuman In/isari Ilmu Hukum, (Jakarta: Pustaka Karlini, 1991), Cet. I,h.I07.
40
(kepercayaan) - dari hakim-hakim dibawahnya dan bulGill merupakan paksaan
sebagaimana didalam doktrin stare decisis.
Seorang hakim dalam menyusun suatu putusan pada dasamya selalu
memenuhi dua unsur atau sifat yang berupa legalitas dan rasionalitas sebagai alasan
hukum dalam putusannYa. Putusan dikatakan bersifat legal apabila dijatuhkan oleh
pejabat yang berwenang (hakim) dan aturan-aturan hukum yang berlaku, sedangkan
putusan dikatakan bersifat rasional apabila didasari penalariill hukum yang menjadi
motif hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap para pihak.
Dad sinilah akan tampak apa yang menjadi "ratio decidendi" dari putusan
hakim tersebut, sehingga hal ini dapat dikatakan sebagai fonnula yang mengatur bagi
putusan itu dalam kasus atau perkara kongkrit yang dihadapiJlya. Putusan hakim tidak
saja harus memuat norma-norma hukum sebagai landasannya (asas legalitas),namun
juga harus bisa menjadi aturan juga bagi penyelesaian konflik dalam perkaral kasus
d'h d' 10yang 1 a apmya.
Undang-undang sebagai norma hukum tertulis tidaklah selalu leI1gkap, dan
ketika undang-undang itu telah disahkan maka ia akan selalu ketinggalan dengan
perkembangan masyarakat yang tak pemah berhenti dan selalu berubah-ubah.Maka
putusan hakim yang bersifat in-concreto yang memuat aturan bagi kasus tertentu akan
dapat menjadi pedoman bagi penyelesaian kasus-kasus yang sama atau hampir sama
jika terjadi kekosongan hukum dimasa mendatang. Dengan demikian yurisprudensi
10 Paulus Effendie Lotu]ung, Gp. Cit., h. 14
41
telah memberikan kontribusi bagi perkembangan hukum baik secara teoritis maupun
praktik.
Namun bagaimanapun juga, kreasi hukum dari hakim tidak sarna dengan
kreasi hukum dari pembentuk undang-undang. Kreasi hukum dari hakim hanya boleh
berlaku terhadap persoalan kongkrit tertentu saja, hanya mengikat terhadap pihak
pihak yang perkaranya diputuskan hakim saja, dalam bentuk ketetapan khusus.
Sedangkan kreasi hukum pembentuk undang-undang boleh berlaku umum. 11
Maka dari itu telah terbukti bahwa pembuat undang-undang (legislatif)
sendiri dengan sadar telah menyerahkan "penciptaan hukum" itu kepada para hakim,
dalarn rangka memeriksa dan mengadili perkara yang menjadi wewenangnya yang
diajukan kepengadilan.
Aristoteles ahli filsafat dan hukum pada zarnanya pernah mengatakan bahwa
putusan-putusan hakim mempunyai sifat kewenangan umum (publikpower)
disarnping kewenangan hukum lainnya yang berupa permusyawaratan (deliberation)
dan tindakan eksekusi (executive action). OLeh sebab itu badan-badan peradilan
dikatakan mengandung ciri-ciri kewenangan umum melalui putusan-plltusannya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Paulus Effendie Lotlliungciri-ciri itu berupa:
I. Melalui putusan-putusannya, badan peradilan tersebllt menyatakan hukum
yang seharnsnya ditaati. Hal ini berarti bahwa badan peradilan rrtenentukan
bagimana suatu aturan hukum harns diterapkan atall diinterperetasikan, dan
II Riduan Syahrani, Gp. Cit., h.l08
42
bagaimana suatu asas hukum harus diwujudkan. Proses demikian senng
memberikan arahan didalam pengembangan hukum yang baru
2. Badan-badan peradilan menjatuhkan putusan-putusan yang mengikat, dalam
arti bahwa hakim mengakhiri sengketa dengan mendasarkan pada
kewenanagan yang diberikan padanya sehinggga p<:rkara telah diputus (Res
Est Judicata).
3. Dengan menjatuhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap, berarti bahwa
putusan tersebut mempunyai daya memaksa untuk dilaksanakan dalam wujud
misalnya: hukum penjara, pembayaran denda, penyitaan barang, pembayaran
ganti rugi, dan sebagainya (enforceable title).12
Dari ciri-ciri diatas dapat dipahami bahwa yurisprudensi mempunym
kontribusi besar dalam pembangunan dan pengembangan hukum dari segi daya
pengikat melalui putusan-putusml tetap peradilan.
C. Prasyarat Suatt1 PutusaI1 Meujadi Yurisprudensi
Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi terhadap putusan hakim yang akan
dijadikan yurisprudensi, karena tidak semua putusan hakim yang berkekuatan hukum
tetap harus dipublikasikan. Hanya putusan-putusan yang punya dampak penting
ditinjau dari segi hukum dan perkembanganya, dengan tujuan demi tercapainya
kepastian hukum, kesamaan hukum dan predikbilitas.
12 Paulus Effendie Lotulung, Gp. Cit., h. 16
43
Mahkamah Agung dalam kurun waktu 1989 sampai 1992 pemah membuat
prasyarat terhadap putusan-putuan hakim yang dapat dijadikan yurisprudensi.
Putusan-putusan hakim tersebut baru dapat di publikasikan (dijadikan yurisprudensi)
apabila:
I. Putusan tersebut"menarik perhatian masyarakat
2. Putusan tersebut mencerminkan pendekatan baru terhadap sesuatu masalah
hukum
3. Putusan tersebut melibatkan berbagai masalah hukum (complexitas yuridis)
4. Putusan tersebut mempertegas sesuatu aspek hukum
5. Putusan tesebut mencerminkan arah perkembangan hukum nasional
6. Putusan tersebut menyangkut kepentingan masyarakat luas
7. Putusan tersebut mencerminkan konsistensi pendirian Mahkamah Agung
sebagai suatu lembaga tinggi llegara. 13
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN) tahun 1994/1995, bahwa putusan hakim dapat di sebut sebagai
-yurisprudensi apabila putusan itu sekurang-kurangnya memiJiki 5 (lima) unsur pokok,
yaitu:
a. Putusan atas sesuatu peristiwa hukum yang belum jelas pengaturan perundang
undangannya
b. Pulusan tersebut harus sudah merupakan putusan tetap
13 Ibid., h. 28
44
c. Telah berulangkali diputus dengan putusan yang sarna dalarn kasus yang sarna
d. Memenubi rasa keadilan
e. Putusan itu dibenarkan oleh Mahkarnah Agwlg.14
Di dalarn penelitian tersebut dinyatakan bahwa alasan dapat diterimanya
yurisprudensi sebagai sumber hukum adalah:
a. Adanya kewajiban halcim untuk menetapkan dan memutus perkara yang
diajukan kepadanya meskipun ·belum ada peraturan yang mengaturnya
b. Salah satu fungsi pengadilan dalam pembaharuan dIm pembangunan hukum
ialah menciptakan sumber hukum barn
c. Hal yang baik dalarn mencari dan menegakkan keadilan. 15
Maka dengan demikian putusan hakim (Mahkarnall Agung) barulah dapat
dikatakan sebagai yurisprudensi apabila telah memennhi lima unsur pokok
sebagaimana hasil penelitian di atas. Bahkan dikalangan praktisi II1asih dibedakan
nntara yurisprudensi tetap dan yurisprudensi tidak tetap.
Adapun yang dimaksud yurisprudensi tetap, ialah putusan hakim yang teIjadi
karena rangkaian putusan serupa dan dijadikan dasar ataupatokan untuk memutus
suatu perkara (standard arresten). Sedangkan yurisprudensi tidak tetap, ialah ptttusan
hakim terdahulu yang bukan standard arresten. 16
14 Ibid., h. 815 Ibid
16 J.B. Daliyo dkk., Penganlar I1mu Hukum, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), Cet.IV, h. 60
45
Yurisprudensi dikatakan sebagai yurisprudensi tetap atau yurisprudensi belum
tetap tidaklah didasarkan pada hitungan berapa kali telah diputus dengan putusan
yang sarna mengenai kasus yang sarna, tapi lebih ditekankan pada muatannya secara
prinsipil tidak jauh berbeda dari pandangan sebelunmya, sehingga dapat diterima
sebagai standard.
Menurut Ahmad Karnil dan M. Fauzan, bahwa yurisprudensi tetap memiliki
tahapan-tahapan proses sebagai berikut:
a. Adanya putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap
b. Atas perkara atau kasus yang diputus belurn ada aturan huktmmya atau
hukurnnya kurangjelas
c. Memiliki muatan kebenaran, dan keadilan
d. Telah berulang kali diikuti oleh hakim berikutnya dalarn memutus kasus yang
sarna
e. Telah melalui uji eksaminasi atau anotasi oleh tim yurisprudensi Hakim Agung
Mahkarnah Agung Rl
f. Telah direkomendasikan sebagai putusan yang berkualifikasi yurisprudensi
tetap.17
D. Peran Yurisprudensi di Peradilan Agama
Seorang hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan
memutus perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan karena belurn ada aturan
17 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Gp. CiI., h. 12
46
hukumnya, atas nama peradilan ia diminta menemukan hukumnya sendiri. Bila ia
menolak menerima perkara maka ia bisa dikenakan sangsi pidana.
Hal ini sebagaimana telah diatur dalam pasal 22 AB (Algemene Bepalingen
Van Vetgeving/ Ketentuan Umum tentang Perundang-undangan) yang berbunyi:
o'seorang hakim yang menolak memutuskan perkara, berdalih bahwa undang-undang
tidak terang atau kurang lengkap, dan lain-lain, dapat dituntut karena mengingkari
hukum". Sedangkan Pasal 16 UU No, 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
menyatakan:" Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau
kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya".
Dalam menghadapi perkara yang tidak ada atau belum jelas dasar hukumnya,
hakim diberi wewenang untuk melakukan penafsiran dengan berbagai cara penafsiran
yang diakui terhadap hukum tertulis ataupun hukum tidak tertulis yang diakui oleh
hukum perdata Indonesia. Hal itu sejalan dengan pasal 28 ayat I UU No.4 tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang memerintahkan hakim wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat.
Oleh sebab itu hakim dalam menafsirkan hukum dan rasa keadilan masyarakat
yang tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan dapat merumuskan
putusannya sendiri dengan cara menggali hukum yang ada di masyarakat baik itu
berupa hukum adat maupun hukum islam, yang mana bila putusan itu dipakai dan
47
diikuti oleh hakim selanjutnya ia dapat menjadi putusan yurisprudensi (bila telal1
memenuhi persyaratan yang ada).
Walaupun pada dasarnya hakim tidak terikat oleh yurisprudensi, namun bila ia
menghadapi kasus demikian (tidak ditemukan DU tertulisnya) ia dapat memakai
Jlutusan hakim terdalmlu (yurisprudensi) sebagai pertimbangan putusarmya manakala
putusan itu sudah dianggap tepat dan adil, serta kasus yang diperiksanya sarna atau
hampir sama.
Pada talmn 1992/1993, Badan Pembinaan Hukum Nasional membentuk satu
tim untuk menginventarisasi, sekaligus menganalisa dan mengevaluasi yurisprudensi
peradilan agama selama 27 talmn, mulai dari tahun 1958 sampai dengan tahun 1985.
Dipilihnya talmn tersebut, karena bal1an-bal1an yang dapat dikumpulkan adalal1
putusan-putusan peradilan agama pada tal1un-tahun iiu, lui berarti bal1wa
yurisprudensi itu dibuat sebelum undang-undang tentang peradilan agama dan
Kompilasi Hukum Islam berlaku. Tim inventarisasi, analisa, dan evaluasi Badan
Pembinaan Hukun1 Nasional itu terdiri dari para teoritisi dari perguruan tinggi dan
BPHN serta praktisi dari pengadilan tinggi agama, pengadilan tinggi negeri dan
mal1kamah agung, is
Jumlal1 putusan peradilan agama yang dianalisa dan dievaluasi oleh tim
tersebut ada sekitar 96 buah putusan mengenai hukum perkawinan, meliputi:
1. Izin kawin
18 Mohammmad Oaud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2002), eel. 2, h.361
48
2. poligami
3. pembatalan nikah
4. pengesahan nikah
5. fasid nikah
6. mahar
7. maskan
8. syiqaq
9. fasakh
10. pembatalan dan pengesahan talak
I I. gugatan cerai dan cerai talak
12. natkah
13. harta bersama
14. taklik talak
15.hadanah
16. rujuk. 19
Pengalaman menggali asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam untuk
dijadikan bahan. baku penyusunan dan pembangunan hukum nasional melalui
yurisprudensi terbukti berhasil dengan baik waktu pembuatan kompilasi hukum Islam
19 Ibid
49
dahulu, yang kini berlaku secara nasional dan karena itu merupakan bagian hukum
. lId ·20naSlOna n OneSIa.
Yurisprudensi peradilan agama sama makna dan unsurnya dengan
yurisprudensi peradilan umum, yang bcrbeda hanyalah mang lingkupnya. Ruang
lingkup yurisprudensi peradilan agama terbatas pada hukum yang menjadi
wewenangnya dan hukum acara peradilan agama. Yurisprudensi peradilan agama
merupakan jalan terbaik untuk di tempuh dalam pengembangan hukum islam di
Indonesia. Yurisprudensi peradilan agama yang telah di analisis dan di evaluasi oleh
tim analisa dan evaJuasi peradilan agama di mahkamah agwlg dapat di kembangkan
menjadi yurisprudensi tetap, karena bersifat mengembangkan kaidah hukum Islam
dan menjamin kepastian hukum di lingkungan peradilan aganla.
20 Ibid., h.357
HABIV
KONTRIHUSI PRAKSIS HAKIM PENGADILAN AGAMA JAKARTA
SELATAN DALAM PROSES PEMBENTillUN YURISPRUDENSI
A. Metode Penemuan dan Penerapan Hukum
a. Metode Penemuan Hukum
Di dalam pasal 28 ayat (1) UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman dikatakan bahwa hakim sebagai penegak hukum wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai hukum yang hidup di masyarakat. Pasal inilah yang
menjadi dasar legal formal bagi para hakim untuk menafsirkan atau mencari sumber
hukum diluar sumber hukum tertulis (undang-undang), yang dapat berupa hukum
syara', hukum adat, kebiasaan ataupun living law yang ada di masyarakat. Pasal ini
juga sebagai jawaban atas pasal 16 ayat (1) UU No.4 tahun 2004 yang menyatalcan
bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memberikan dan mengadili sesuatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Majelis hakim sebelum menjatuhkan putusannya terlebih dahulu harus
-menggali peristiwa dan fakta-fakta yang terungkap dari penggugat dan tergugat, serta
alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak dalam persidangan. Peristiwa dan fakta
fakta tersebut harus di konstatir dan di kualifisir sehingga dlitemukan peristiwa atau
fakta yang kongkret. Hila peristiwa dan fakta telah ditemukan secara obyektif, maka
51
majelis hakim' berusaha menemukan hukumnya secara tepat dan akurat terhadap
peristiwa yang terjadi tersebut I
Di dalam Proses penemuan hukurn terhadap sualu perkara yang sedang
diperiksa dalam persidangan, majelis hakim dapat mencari hukurnnya di dalam;
L Kitab Undang-undang sebagai hukum tertulis
2. Penasehat agama atau kepala adat bagi hukurn tidak tertulis
3. Yurisprudensi, sepanjang yurisprudensi tersebut dapat memenuhi rasa keadilan
bagi pihak-pihak yang berperkara
4. Tulisan-tulisan ilmiah para pakar hukum dan bllku-bllku ilmu pengetahllan lain
yang ada sangkut pautnya dengan perkara yang sedang di periksa.2
Apabila sumber-sumber hukum diatas secara letterlijk tidak dapat membantu
hakim dalam menemukan hukum maka ia dapat mempergunakan metode interpretasi
dan konstruki. Metode Interpretasi merupakan penafsiran terhadap teks llndang-
undang dan masih tetap berpegang pada bunyi teks tersebut Adapun rnetode
konstruksi yaitu hakim mempergunakan penalaran logisnya untuk mengembangkan
lebih lanjut suatu teks undang-undang di mana hakim tidak lagi terikat dan berpegang
pada bunyi teks. Tetapi dengan syarat hakim tidak mengabaikan hukurn sebagai suatu
sistem.3
I Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peraditan Agama,(Jakarata: Yayasan al hikmah, 2000), Cet.Ke-l, h.163
'Ibid
] Achmad Ali, Menguak Tabir hukum Suatu Kajian Fi/osofis dan Sosia/ogis, (Jakarta:Chandra Pratama, 1996), Cet. Ke-l h.167
52
denganundang-undangmenafsirkan
Penemuim hukum dengan metode interpretasi dapat di klasifikasikan lebih
spesifik lagi menjadi :
I. Interpretasi gramatikal
Undang-undang yang tertuang dalam bentuk bahasa tertulis perlu di
interpretasikan dengan menguraikannya dalam bentuk bahasa sehari-hari. Interpretasi
gramatikal merupakan interpretasi yang sederhana dan mudah di nalar.
2. Interpretasi historis
Interpretasi historis merupakan suatu langkah penafsiran yang di dasarkan
pada sejarah teIjadinya peraturan tersebut. Interpretasi historis dapat berupa
penafsiran terhadap sejarah lahirnya undang-undang dan bisa juga berupa sejarah
hukum.
3. Interpretasi komparatif
Interpretasi 1m berusaha
memperbandingkan antara berbagai sistem hukum. Interpretasi komparatif ini kalau
dalam perkara perdata islam digunakan untuk memperbandingkan undang-undang
hukum perdata Islam antar negara-negara Islam
4. Interpretasi sosiologis
Interpretasi ini berusaha menerapkan makna undang-undang berdasarkan dari
tujuan masyarakat. Makna undang-undang di sesuaikan dengan tujuan di bentuknya
undang-undang tersebut, yaitu kemaslahatan bagi masyarakat. Dengan lain perkataan
walaupun undang-undangnya belum diamandemen tapi sejatinya makna dan
53
penerapan undang-undang tersebut telah diamandemen oleh hakim dengan cara
mempertimbangkan rasa keadilan yang tumbuh di suatu masyarakat.
5. Interpretasi futuristik
Interpretasi ini merupakan metode antisipatif terhadap undang-lmdang yang
belum di berlakukan. Namun undang-undang tersebut diperkirakan akan di
berlakukan dimasa yang akan datang, karena diyakini mencerminkan rasa keadilan
dan up to date di masa itu
Sedangkan penemuan hukum dengan menggunakan metote konstruksi Inl
mempunyai tiga syarat utama, yaitu :
I. Konstruksi harus mampu meliput semua bidang hukum positif yang bersangkutan
2. Dalam pembuatan konstruksi tidak boleh ada pertentangan logis didalamnya
3. Konstruksi harus mengandung keindahan dan tidak di buat-buat, sehingga masalah
yang belum jelas diatur dalam undang-undang tersebut menjadi jelas. Adapun tujuan
dari metode konstruksi adalah agar putusan hakim dalam peristiwa kongkret dapat
memenuhi tuntutan keadilan dan bermanfaat bagi pencari keadilan.4
Metode konstruksi ini dalam peradilan dapat berupa :
I. Analogi/ qiyas
Analogi atau qlyas yaitu apabila hakim dalam mengambil putusantidak
menemukan hukum dalam undang-undang namun peristiwa itu mirip sebagaimana
yang diatur dalam undang-undang maka ia dapat menggunakan analogi atau qiyas
4 Ibid. h. 192
54
tersebut. Di sini hakim di beri kesempatan untuk membentuk undang-undang agar
tidak terjadi kekosongan hukum
2. a Contrario
Sebagaimana dikatakan oleh Alunad Ali metode ini menggunakan penalaran,
bahwa jika undang-unaarig menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu,
berarti peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu dan bagi peristiwa di luamya
berlaku kebalikannya.5 Dapat diambil contoh dalam pasal 39 PP No.9 tahun 1975
yang mengatur bagi janda yang hendak kawin lagi harus menunggu masa iddah.
Sedangkan untuk duda tidak diatur, maka hal itu berlaku argumen a contrario bahwa
duda yang hendak kawin lagi tidak perlu ada masa iddah (menunggu)
3. Fiksi hukum
Menurut Satjipto Raharjo fiksi adalah metode penemuan hukum yang
mengemukakan fakta-fakta barn kepada kita, sehinggga tampil suatu personifikasi
barn di hadapan kita. 6 Sedangkan menurnt Achrnad Ali metode fiksi sebagai
penemuan hukum ini sebenarnya berlandaskan asas in dubio pro reo yaitu asas yang
menyatakan bahwa setiap orang diangggap mengetahui hukum. Pada fiksi hukum
pembentuk undang-undang dengan sadar menerima sesuatu yang bertentangan
dengan kenyataan sebagai kenyataan yang nyata.7 Fungsi dari fiksi ini selain untuk
5 Ibid. h.197
6 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakal, (Bandung: Angkasa, 1992), h.136
7 Achmad Ali, Op. Cit. h. 200
55
menciptakan srabilitas hukum juga untuk mengisi kekosongan hukum yang mana hal
tersebut memang menjadi tugas daripada hakim.
4. Penyempitan hukum
Peraturan perundang-undangan biasanya terJalu amum dan sangat luas ruang
lingkupnya. Agar dapat" di pergunakan dalam menemukan hukum terhadap suatu
perkara yang sedang di periksa, masalah hukum yang sangat luas itu perlu di
persempit ruang Jingkupnya sehingga dapat diterapkan dalam suatu perkara yang
kongkret
b. Metode Penerapan Hukum
Majelis hakim dalam setiap menyelesaikan perkara yang di tangani haruslah
melalui proses. Pertama, mengkonstatir peristiwa hukum yang diajukan oleh para
pihak kepadanya dengan melihat, mengakui dan membenarkan telah teIjadinya
peristiwa yang telah diajukan tersebut. Kedua, mengkualifisir peristiwa hulcum yang
diajukan oleh para pihak. Mengkualifisir berarti menilai peristiwa yang dianggap
benar-benar teIjadi sebagai suatu hubungan hukum bagi peristiwa yang telah di
konstatif. Ketiga, mengkonstitusi yaitu menetapkan hukurnnya atau memberi keadilan
kepada para pihak yang berperkara.8
Di dalam menerapkan hukum dalam rangka mengambil putusan ada langkah
langkah serta tahapan yang secara sistematis harus dilakukan oleh majeJis hakim,
yaitu:
8 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (yogyakarta: Liberty, 1988) h. 87
56
1. Formulasi pokok masalah
Masalah tersebut dapat di simpulkan dari informasi yang di peroleh dari pihak
penggugat yang berupa gugatan maupun tergugat yang berupa jawaban, dan replik,
duplik dalam proses persidangan.
2. Pengumpulan data
Pengumpulan Data dapat di peroleh dari tergugat maupun penggugat yang
berupa pembuktian atau barang bukti dari para pihak. Data tersebut merupakan
peristiwa-peistiwa yang telah dinyatakan dengan alat bukti dan telah di verifikasi
kebenarannya
3. Penemuan fakta
Data yang telah diolah akan melahirkan fakta-fakta yang akan diproses lebih
lanjut sehingga melahirkan suatu keputusan yang akurat dan benar. Fakta merupakan
kegiatan yang dilaksanakan atau sesuatu yang dikerjakan atau kejadian yang sedang
berlangsung atau kejadian yang benar-benar telah terwujud.
4. Penemuan hukum
Untuk menemukan hukum atau undang-undangnya untuk dapat di terapkan
pada peristiwa kongkret, peristiwa kongkret itu harus diarahkan pada undang-undang
dan sebaliknya undang-undang harus di sesuaikan dengan peristiwa yang kongkret,
agar terjadi balance dalam penerapan hukum
5. Pengambilan putusan
Penganlbilan putusan merupakan langkah akhir yang dilakukan oleh hakim
dalam rangka memproses penyelesaian suatu perkara. HasH proses perkara yang
57
disidangkan haruslah dituangkan oleh hakim dalam bentuk tulisan yang disebut
sebagai putusan.
B. Kontribusi Hakim Dalam Memakai dan Menghasilkan Yurisprudensi
Dari judul sub bab C di atas yang penulis maksud hakim disini adalah hakim
pengadilan agama Jakarta selatan. Jadi yang menjadi pokok pennasalahan pada bab
ini adalah sejauh mana kontribusi atau sumbangsih hakim pengadilan agama Jaksel
memakai yurisprudensi dalam proses pengambilan putusan untuk menyelesaikan
suatu kasus. Sedangkan pennasalahan selanjutnya adalah sejauh mana atau seberapa
besar kontribusi hakim peradilan agama Jakarta Selatan dalam menghasilkan
yurisprudensi.
Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi yang di berikan oleh hakim
pengadilan agama Jakarta Selatan tersebut, penulis memberikan sepuluh angket yang
berisi pertanyan-pertanyaan yang mengarah kepada metode penemuan dan penerapan
hukum yang kemudian berlanjut mengenai yurisprudensi. Penulis sengaja
memberikan sepuluh angket dengan asumsi bahwa semua hakim pengadilan agama
Jaksel dapat mengisi angket-angket tersebut, karena jumlah hakim di pengadilan
agama Jaksel ada sepuluh orang di luar ketua dan wakil ketua.
Namun mereka bersepakat untuk mengisi dua angket saja dengan alasan
bahwa jawaban yang mereka berikan telah mewakili seluruh hakim yang ada di
pengadilan agama Jakarta Selatan. Angket tersebut diisi oleh H. Musfizal Musa,
sebagai wakil ketua pengadilan agama Jakarta Selatan, yang mewakili pejabat
58
struktural peraailan agama tersebut. Sedangkan yang kedua di isi oleh M. Hasany
Nasir, yang mewakili hakim-hakim anggota lainnya.
Berbicara masalah hukum di peradilan tidaklah bisa elilepaskan dari sosok dan
peran hakim sebagai pengambil kebijakan baik secara personal maupun institusi.
Kepada merekalah masyarakat menaruh harapan dan kepercayaan untuk
menyelesaikan masalahnya. Seorang hakim maupun majelis hakim dalam mengambil
putusan tentulah memerlukan sumber-sumber hukum sebagai pertimbangan atau
dasar dari putusannya. Sumber-sumber hukum tersebut dapat berupa hukum tertulis
(peraturan perunelang-undangan), hukum tak tertulis (syara, adat, living law), ilmu
hukum (eloktrin), maupun yurisprudensi.
Tentang sumber hukum yang dipakai oleh hakim tidaklah bisa dilepaskan dari
metode penemuan dan penerapan hukum, karena hukum bani bisa di temllkan setelah
memeriksa perkara sebagai suatu fakta yang kemudian di earikan dasar hukumnya
pada sumber-sumber hukum yang mengatur tentang perkam tersebut. Dari sinilah
metode penemuan hukum tersebut di perlukan oleh hakim untuk menyelesaikan
j:Jeristiwa in-concreto. Dalam proses penemuan hukum, hakim pengaelilan agama
Jakarta Selatan menggunakan semua metode, baik interpretasi (penerjemahan
terhadap undang-undang) maupun konstruksi (menyimpangi undang-undang).
Namun demikian semua metode yang di gunakan tersebut eli usahakan untuk selalu
sejalan dengan ruh syariat Islam. Oleh karena itu penggwlaan hukum tak tertulis
khususnya syara' selalu di gunakan dalam hal tidak di temukan peraturan perundang-
59
undangannya guna menyelesaikan masalah disamping dalam upaya pengayaan
terhadap hukum.
Dissenting opinion kadangkala merupakan suatu hal yang tak dapat di hindari
oleh majelis hakim dalam mengambil putusan. Bila hal ini terjadi maka di usahakan
untuk di musyawarahkan terlebih dahulu, tetapi bila musyawarah tidak menemui
kesepakatan maka pendapat minoritas harns mengikuti pendapat mayoritas, dan
pendapat yang minor tersebut di catat dalam sebuah buku catatan khusus. Dissenting
opinion akan sulit diatasi bila hakim beJjumlah genap, oleh karena itu jumlah hakim
selahl ganjil untuk menghindari putusan yang diambil akan berakhir draw. Kalaupun
hal itu teJjadi, misalnya ketiga hakim mempunyai pendapat yang saling bertentangan
maka masalahnya dapat di bawa kepada ketua pengadilan tersebut.
Dari masalah metode penerapan hukum tersebut pembahasan berlanjut pada
masalah yurisprudensi. Sejauh mana para hakim memakai yurisprudensi sebagai
sumber penyelesaian suatu perkara. M. Hasany Nasir, dalam semua perkara yang
ditanganinya menggunakan yurisprudensi apabila perkara yang di tangani tersebut
memang sesuai dengan yurisprudensi yang ada. Sedangkan H. Musfizal Musa, lebih
kongkret lagi menyatakan pemah menggunakan dalam masalah hadhonah
(pemeliharaan anak) dan salah satu orang tl.lanya adalah non muslim, terutama
ibunya.
Indonesia sebagai Negara yang menganl.lt statute law system dapat di pahami
apabila para hakimnya tidak merasa terikat dengan yurisprudensi yang ada tersebut.
Alasan para hakim memakai yurisprudensi tidak lebih di karenakan ; Pertama, secara
60
psikologis apabila ia menyimpang dari yurisprudensi yang ada kemungkinan besar
putusan tersebut akan di batalkan oleh hakim yang lebih tinggi, bila putusan tersebut
di banding atau kasasi oleh para pihak yang berperkara, apabila putusan itu tak
memiliki dasar hukum yang kuat untuk menyimpangi yurisprudensi yang ada. Kedua.
alasan kepraktisan sehingga akan mendorong hakim untuk berfikir, bila sesuatu bisa
di permudah kenapa harus di persulit. Ketiga, boleh jadi karena memang hakim
tersebut sependapat dengan isi dan putusan yurisprudensi yang ada tersebut.
Demikian juga jawaban dari Hakim Pengadilan Agarna Jakarta Selatan, mereka
mengatakan merasa tidak terikat sarna sekali dengan yurisprudensi yang ada.
Ketika pertanyaan penulis mengarah pada pernah tidaknya putusan yang
mereka jatuhkan atau setidaknya mereka menjumpai putus,m PA Jaksel yang telah
menjadi yurisprudensi sepertinya mereka kompak dengan menjawab tidak tahu dan
belum. Hal ini bisa di paharni karena kesibukan hakim menangani perkara-perkara
yang harus di selesaikan dengan cepat, sehingga mereka tidak sempat memantau
putusanya atau putusan PA Jaksel yang menjadi yurisprudensi. Asas stare decisis
(putusan hakim terdahulu harus di iknti oleh hakim kemudian ) dan precedent yang
memang merupakan asas yang di pakai oleh negara-negara anglo saxon mereka
katakan tidaklah tepat bila di berlakukan di Indonesia, asas :ini mereka tolak dengan
alasan mengganggu kebebasan para hakim untuk berkreativitas.9
Pembentukan yurisprudensi yang merupakan otoritas Mahkarnah Agung akan
lebih berbobot lagi bila mendapatkan anotasi (catatan) dari para praktisi laiunya
9 Lihat, Jawaban alas angket pada halaman lampiran.
61
seperti jaksa dan pengacara senior maupun para pakar hukurn (akademisi). Bagi
peradilan agama yurisprudensi mempunyai nilai dan peran lebih untuk menambah
referensi serta wawasan para hakim dalam menjalankan tugasnya. Merupakan
kepuasan tersendiri bagi hakim bila putusannya dijadikan yurisprudensi, sebab
putusannya tersebut dinflai berbobot dan diakui oleh Hakim Agung sebagai sebuah
yurisprudensi yang dipedomani oleh hakim-hakim lainnya.
C. Analisis Hukum YUI"isprudensi
Suatu putusan barulah dapat dikatakan sebagai yurisprudensi apabila putusan
tersebut telah memenuhi kriteria-kriteria yurisprudensi sebagaimana yang penulis
paparkan pada bab III diatas. Yurisprudensi peradilan agama yang penulis maksud di
sini adalah yurisprudensi yang telah di teliti oleh tim peneliti Mahkamah Agung serta
-telah mendapatkan rekomendasi dari para hakim agung yang mengurusi bidang
peradilan agama, yang mana nantinya yurisprudensi tersebut di publikasikan menjadi
sebuah buku yang di keluarkan oleh Mahkamah Agung.
Dari hasil penelitan penulis terhadap buku yurisprudensi yang di keluarkan
oleh Mahkamah Agung mulai tahun 1989-2003, penulis hanya menemukan dua buah
yurisprudensi peradilan agan1a yang bermula dari pengadilan agama Jakarta Selatan.
Hal ini dapat dimengerti karena tiap kali buku yurisprudensi di terbitkan hanya dua
buah dan paling banyak tiga buah putusan peradilan agama yang memenuhi kriteria
untuk dijadikan yurisprudensi. Alasan penulis memilih memulai pada 1989 karena
baru pada tahun tersebut peradilan agama secara legal formal mempunyai undang-
62
undang tersendiri, yakni Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang peradilan agama.
Yurisprudensi yang penulis temukan tersebut yakni putusan Mahkamah Agung No.
266 KlAG/1993 tentang Cerai Talak dan putusan Mahkamah Agung No. 10
KIAGII1995 tentang Cerai Gugat. Tapi disini penulis hanya akan menganalisis satu
putusan saja yakni merigenai cerai talak, karena terciptanya kaidah hukurn yang
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Mengenai pasal 19 f PP No. 9 tahun 1975
tentang peraturan Pelaksanaan UU No. I tahun 1974 tent311g Perkawinan.
Putusan MA No. 266 KlAG/1993 tentang Cerai TalakDalam kasus ini permohonan cerai talak yang diajukan oleh Mahendra
Wardhana bin Ali Wardhana terhadap istrinya Ny Mala Satina binti Nasrun Syahrun.
Alasan pelIDohonan hendak mcnceraikan istrinya dilatarbelakangi oleh adanya nilai-
nilai hidup yang berbeda terulama dalam memandang materi yang kemudian
merembet ke masalah-masalah sepele lainnya. Hal inilah yang menimbulkan
ketidaIcsepahaman antara pemohon dan termohon ditanlbah lagi bahwa selama lima
tahun usia perkawinan mereka belurn juga dikaruniai anak. Padahal mereka telah
memeriksakan diri ke dokter dan masing-masing dari mereka mengatakan tidak ada
yang mengalami kelainan dalam dirinya alias normal. Tapi hal mana sebenarnya yang
lebih dominan yang memicu keinginan suami untuk menceraikan istrinya, mungkin
bisa salah satu dari kedua penyebab itu alau bahkan kedua-duanya.
Menurut penulis pengadilan agama Jakarta Selatan lewat putusannya No.
473/Pdt.G/92/PAJS memang telah berada pada track yang benar. Hakim pengadilan
agama Jakarta Selatan telah berusaha untuk mendamaikan dan merukunkan
63
pemohon-termehon dalam tiap kali sidang. Dan hakim telah memberi nasehat kepada
pemohon termohon untuk mengadakan musyawarah. Dan hal ini telah dilakukan oleh
pemohon termohon namun tidak ditemukan lagi kata sepakat lmtuk berdanlai,
langkah pengadilan agama Jakarta Selatan ini telah sejaJan dengan pasal 39 UU No. I
tahun 1974. Antara pemohon dan termohon tidak pemah berkumpullagi kurang lebih
1,7 tahun dan tak ada tanda-tanda untuk kumpul kembali. Disini tujuan daripada
perkawinan telah diabaikan sehingga rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan
rahmah tidak bisa terwujud lagi.
Terjadinya percekcokan atau perselisihan antara suami dan istri ini dalam
Islam disebut syiqoq. Dalam hal ini al quran dengan jelas telah memberi petunjuk
dalam surat an-Nisa' ayat 35 yang artinya, "Dan jika kamu· khawatir ada
persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki
dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang haJ(am itu bermaksud
mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami istri tersebut.
Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana". Penunjukan hakam dari
kedua belah pihak ini diharapkan dapat mengadakan perdamaian dan perbaikan untuk
menyelesaiakan persengketaan diaatara kedua belah pihak, suami dan istri.
Dalam dasar menimbangnya pengadilan agama Jakarta Selatan memakai ayat
19 ayat (f) PP No.9 tahun 1975, bahwa antara suami istri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga. Perselisihan dalam keluarga pemohon dan termohon yang bemlUla dari
perbedaan prinsip dan kepribadian hidup masing-masing yang akhimya merembet
64
kemasalah-maialah sepele lainnya yang mengakibatkan keduanya tidak dapat rukun
lagi dalam rumah tangga. Ditambah lagi tiadanya kehadiran anak, yang mana
keberadaan anak dalam keluarga dipandang sebagai gurraw a'yun, penyejuk hati ibu
bapak. Hal inilah yang melengkapi peIlliohonan pemohon untuk menceraikan
termohon. Sehingga bila Hakim pengadilan agama Jakarta Selatan memakai dasar
pasal 19 f diatas sudah sangat tepat, karena unsur-unsur yang mengizinkan terjadinya
perceraian telah terpenuhi.
Pengadilan Tinggi Agama Jakarta melalui putusannya No. 03/1993/PTA.JK
telah membatalkan putusan dari pengadilan agama Jakarta Selatan No.
473/Pdt.G/92/PAJS tersebut. Hakim banding beralasan bahwa pasal 19 f PP No.9
tahun 1975 harus diartikan mempakan akibat dari sebab-sebab yang mendahuluinya.
Sebab-sebab yang mendahului perselisihan mutlak harus di buktikan terlebih lagi
sebagimana di kehendaki pasal 22 PP No.9 tahun 1975 yang mengatakan bahwa
gugatan perceraian dapat di terima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan
mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak
keluarga serta orang-orang dekat dengan suami- istri tersebut.
Lebih lanjut Pengadilan Tinggi Agama Jakarta memakai pertimbangan pasal
163 HIR yang menyatakan, barang siapa yang mengatakan ia mempunyai hak atau ia
menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah
hak orang lain maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya
kejadian itu. Pengadilan Tinggi Agama mengambil pertimbangan bahwa
pertengkaran dan percekcokan antara terrnohon/pembanding dengan
65
pemohon/terbanding kalaupun telah terjadi bukan merupakan sebab semula, akan
tetapi percekcokan dan pertengkaran itu justru di ciptakan sendiri oleh
pemohon/terbanding, yaitu setelah terbanding mempunyai hubllngan dengan seorang
wanita dikantoruya yang baru, sebagaiman dalil bantahan termohon/pembanding dan
ini tidak pernah dibantah' oleh terbanding.
Menurut hemat penulis pertimbangan hakim banding memakai pasal 22 PP
No.9 tahun 1975 kuranglah tepat, karena usaha untuk melakukan perdamaian telah
diusahakan oleh kedua belah pihak di dampingi kedua orang tua masing-masing
tetapi tetap tidak dicapai kata sepakat untuk rlljuk kembali. Kalau hakim banding
memakai pasal 163 HIR dengan maksud agar pemohon membuktikan sebab-sebab
percekcokan tersebut mengapa tidak hakim banding menyurub kepada temohon/
pembanding untllk membuktikan pula adanya pihak ketiga (affair pemohon)
sebagimana yang ia tllduhkan? Walaupun pemohon/terbanding tidak membantah hal
tersebut, karena atas terjadinya percekcokan dan perselisihan termohon/pembanding
juga tidak membantah.
Mahkamah Agung melalui plltllsannya No. 226 K/AG/1993 telah
membatalkan plltusan dari PTA Jakarta dengan alasan menimbang, bahwa al1tara
pemohon kasasi dan termohon kasasi telah berpisah kurang lebih· dua setel1gaIl (2,5)
tahun hingga apabila mereka dipaksa UJ1tuk rukun kembali berarti Pengadilan Tinggi
Agama telah mengabaikan fakta bahwa hati kedua belah pihak telah pecah. MaIm
pasal 19 f PP No.9 tahun 1975 telah tepat apabila di gunakan. Pengadilan Tinggi
Agama Jakarta telah mengabaikan yurisprudensi MA R1 No. 865 K/Pdtll990 yaitu
-apabila pemohon dan termohon dipaksa untuk rukun kembali maka tidak akan
tercipta rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah sebagaiman di kehendaki
oleh al-Qur'an, Termohon kasasi di sini tidak bisa membuktikan adanya pihak ketiga
yang memulai percekcokan tersebut sehingga Mahkamah Agung menganggap hal ini
sebagai fitnah.
Dari putusan Mahkamah Agung tersebut terciptalah kaidah hukum yang
menyatakan bahwa, isi pasal19 f PP No.9 lahun 1975 lelah lerpenuhi apabilajudex
facli berpendapal bahwa alasan perceraian lelah lerbukri lanpa mempersoalkan
siapa yang salah.
67
BABV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
I. Semua metode pel1eIhuan hukum yang tercakup dalam metode interpretasi dan
konstruksi di pakai oleh hakim pengadilan agama Jakarta Selatan, dengan
alasan sesuai dengan perkara yang di tangani. Namun dalam masalah perdata
termasuk perdata peradilan agama Indonesia tidak menggunakan metode
analogi (qiyas) karena undang-undangnya telah jelas. Jadi yang dilakukan
oleh hakim lebih kepada analisis perkara yang kemudian di carikan dasar
hukum (peraturan penmdang-undangannya).
2. Proses penemuan hukum dengan memakai hukurn tak tertulis khususnya
syara' dijadikan proritas utama oleh hakim pengadihm agama Jakarta Selatan.
Sedangkan hukum tak tertulis diluar hukum syara' yang meliputi hukum adat
dan kebiasaan (living law), juga di gunakan oleh halcim pengailan agama
Jakarta Selatan selama mencerminkan rasa kebenaran dan keadilan serta tidak
bertentangan dengan hukum syara' .
3. Tcknik penerapan hukum di mulai dengan cara mempelajari berkas-berkas
perkara, mengumpulkan fakta-fakta dan bu1.'ti-bukti yang kemudian di carikan
dasar hukum dalam peraturam perundang-undangannya. Setelah itu barulah di
tuangkan dalam pertimbangan hukum untuk di jadikan suatu putusan. Apabila
terjadi dissenting opinion(perbedaaan pendapat dalam pegambilan putusan)
68
maka pendapat yang berbeda itu di catat dalam catatan tersendiri dan
dicantumkan dalam dasar pcrtimbangan putusan.
4. Yurisprudensi seringkali dipakai oleh hakim pengadilan aganla Jakarta
Selatan sebagai salal1 satu sumber penemuan hukwn. Untuk alasan kehati
hatian hanya yurisprudensi yang telal1 di kasasi di Mahkamah Agung lal1 yang
dipakai oleh hakim pengadilan aganla Jakarta Selatan, karena putusan
pengadilan agama yang lelab di kasasi secara olomalis telal1 melalui tahapan
pemeriksaan dari hakim tingkat pertama, tingkat banding dan tingkat kasasi di
Mahkamah Agung.
5. Lewat putusarmya yang telal1 menjadi yurisprudensi berarti hakim pengadilan
agama Jakarta Selatan telah melaksanakan amanat dari pasal 28 ayat I UU
No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, bal1wasannya hakim sebagai
penegak hukwn wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dimasyarakat. Nilai-nilai hukwn dan rasa
keadilan yang hidup di masyarakat bagi peradilan agama tentulal1 yang tidak
bertentangan dengan syara' (rub syariat Islam). Walaupun hakim tersebut
tidak menyadari akan kualitas putusannya, namun dari keserius!\l1 ijtihadnya
menggali hukum-hukum tertulis maupun tak tertulis berarti ia telal1
menorehkan suatu kaidab hukwn baru bagi dunia peradilan.
69
B. SARAN-SARAN
I. Pengadilan Aganm Jakarta Selatan sebagai salab satu pengadilan agan1a yang
berada di wilayah ibukota, hendaknya dapat menata putusan-putusan yang
dikeluarkan yang telab berkekuatan hukum tetap atau salinan dari banding
maupun kasasi yang bermula dari peradilan tersebut. Karena penulis melihat
tidak ada kerapian dan sistematisir terhadap putusan-putusan yang ada.
Sehingga pihak-pihak yang ingin mengetabui atau meneliti hasil putusan
tersebut sebagai proses pengembangan ilmu hukun mengalami kesulitan
2. UIN Syarif Hidayatullab Jakarta, khususnya fakultas Syariab dan Hukum
hendaknya membangun hubungan dan komunikasi yang intens dengan
Mahkamah Agung. Sehingga yurisprudensi Mabkamah Agung terutama yang
menyangkut wilayah peradilan agama sebelum di keluarkan oleh Mabkamab
Agung selain telah mendapatkan seleksi dad Hakim Agung juga mendapatkan
anotasi (catatanlkomentar) dari pakar (akademisi) Fakultas Syariab dan
Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta, Departemen Agama RI, 1996
Ali, Achmad, Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, Jakarta: STIHIBLAM, 2004 Cet., Ke-I
Apeldoorn, LJ. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 2000, Cet.Ke-28
A. Rasyid, Raihan, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo, 2002,Cet. Ke-IX
Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003, Cet. Ke-IV
Daliyo, J.B., et.a!., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Grameclia Pustaka Utama, 1996,Cet. Ke-IV
Daucl Ali, Mohammmad, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2002, Cet. Ke-2
Hasanuclclin, AF, et. aI., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003,Cel. Ke-I
Hasan Bisri, Cik, MS., Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Raja Grafinclo, 1998,Cel. Ke-2
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama,Jakarta: Depag RI, 200 I
Kamil, Alunacl clan Fauzan, M., Kaidah-kaidah Hukum Yurisprudensi, Jakarta:Prertada Media, 2004, Edisi Ke-I
Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia,Jakarta: Balai Pustaka, 1976, Cel. Ke-II
Lotulung, Paulus Efenclie, Peranan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum, Jakarta:BPHN Depkeham RI, 1998
Manan, Abdul; et.al., Pokok-pokok Hukwn Perdata Wewenang Peradilan AgamaJakarta: Raja Gratindo Persada, 2002, Cet. Ke- V
Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdala Indonesia, Yogyakarta: Liberty,1989, Cet. Ke-2
----------------, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1985
Mustafa, Bachsan, Skeisa Dari Tala Hukum Indonesia, Bandung: Armico, 1982,Edisi Ke-II
Pedoman Penulisan Sla'ipsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif HidayatulJahJakarta, 2005
Purbacaraka, Purnadi dan Soekanto, Soerjono, Perihal Kaidah Hukum, Bandung:Alumni, 1978, Cet. Ke-I
Rabmjo, Satcipto, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1986
Ratiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja GraHndo Persada, 2000, Cet.Ke- IV
Siregar, Bismar, Segi-Segi Bantuan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: PSK- FakultasHukum UII,1986
S, Lev., Daniel, Peradilan Agama Islam di Indonesia, Jakarta: Intermasa, 1986, CeLKe-II
Suara Uldilag, Lingkungan Peradilan Agama, Mahkamab Agung RI, 2004, Vol.II,No,5
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakmia: Intermesa, 1979, Cet. Ke-VI
Susilo, R., HIR/RIB Dan Penjelasannya, Bogor: Karya Nusantara Politeia, 1979
Sutiyoso, Bambang, dan Hastuti Puspitasari, Sri, Aspek-aspek PerkembanganKekuasaan Kehakiman di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2005, Cet. Ke-l
Syahrani, Riduan, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Jakarta:Pustaka Kartini, 1988
Syahrani, Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Jakarta: Pustaka Kartini, 1991,Cet. Ke-I
Syukri, Juaini, Keyakianan Hakim dalam Pembllktian Perkara Perdata MenllrlltHukum Acara Positif dan Hukum Acara Islam, Jakarta: Magenta BhaktiGuna, 1993, Cel. Ke-2
Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Ikhtiar, 1957, Cel. Ke-IV
Wiryono Prodjodikoro, oK; Hukllm Acara Perdata di Indonesia, Jakarta: SumurBandung, 1980
Wisnubroto, Hakim dan Peradilan di Indonesia Dalam Beberapa Aspek Kajian,Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogya, 1997, Cel., Ke-I
Yahya I-Iarahap, M., Kedudllkan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta:Pustaka Kartini, 1997, Cel. Ke-lII
10 Tahun Undang-undang Peradilan Agama, laporan semmar, keljasamaDitbinbapera Islam, FH UI dan Pusat Pengkajian Hnkum Islam danMasyarakat, 1999, Cel. Ke-l
P_"W"LJ,L",_-'L"NREG"NO" 266 K/AG/1993
SISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM"
OEMI KEADILAN SERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A GUN G
memeriksa dalam tingkat kasasi telah mengambil
putusan sebagai beril<ut dalam perkara :
MAHENDRA WARDHANA SIN ALI WARDHANA,
bertempat tinggal di Jl. Brawijaya
111/5 RT 002/03 Kelurahan Pula. Ke-
camatan Kebayoran 8aru, Jakarta Se-
latan, pemohon'kasBsi dahulu pemohon/
terbanding ;
melawan
NY. MALA SATINA SINTI NASRUN SYAHRUN,
bertempat tinggal di Jl. Lebak 8ulus
Raya No. 49 RT 08/02 Kelurahan Lebak
Bulus Kecamatan Cilandak. Jakarta Se-
latan, termohon kasasi dahulu t€!rmo-
hon/pembanding ;
Mahkamah Agung tersebut
Melihat surat-surat yang bersangkutan
Menimbang, bahwa dari surat-suj-at terssbut
ternyata bahwa sekarang pemohon kasasi sebagai
pemohon telah mengajukan permohonan izin ikrar
talak atas sekarang termohon I(asasi sebagai
termohon dimuka persidangan Pengadilan Agama Ja-
karta Selatan pada pClkoknya atas dalil-dalil :
bahwa pemohon dan termohon telah menikah di
Kantor Urusan Agama Kecamatan Luhak 50 Kota (Pa-
yakumbuh, Sumatera Sarat) tanggal 25 Desembor
1985 dengan No. Register 383/XII/40/1985 dongan
wali ayah, mas I<awinnya seperangkat alat sholat,
1 buah Al Qur'an dan tafsir serta 1 set perhiasan
tunai, kemudian pernohon mengucapkan ta'lik talak;
bahwa salama pernil<ahan tersabut belum di
karuniai ana!<, sed~ng antara pemohon dengan ter
mahan telah borpisah 1 (satu) tahun lobih ;
bahwa antara pemohon dan termohon seja!<
awal tahun 1991 sudah tidal< ada ]<Bcocokan lagi
karena antara pemohon dan termohon sudah tidak
ada lagi saling pengertian sehingga pemohon pu
lang ke orang tua pemohon karena tidak mungkin
dapat hidup rukun lagi dengan termohon ;
bahwa semula pemohon tidak ingin memapar
kan persoalan rumah tangga pemohon-termohon
sebagai penyebab terjadinya perceraian, karena
hal ini akan memancirlg keributan seperti yang
terjadi pada musyaw~Lrah pemohon termohon yang di
dampingi kedua orang tua pemohon-termohon sehing
ga tidak menjadi beban pikiran dan dami menjaga
nama baik termohon dan keluarga pemo~on ;
bahwa sebab-sabab perceraian antara lain :
pemohon dan termohon memiliki nilai-nilai hidup
yang berbeda terutama dalam h?l menilai materi
contohnya termohon melnaksakan untuk membeli ru
mah tinggal yang diluar jangkauan dana yang di
sediakan orang tua pemohon ;
- termohon selalu lebih mementingkan keluarga/say
dara sendiri dan tidak pernah berusaha untuk
mendekatkan diri dengan keluarga pemohon, oon
tohnya sering kali pemohon diminta oleh termo-
3
han untuk ikut pulang bersama ternan kant(Jr ka
rena adik dari termohon ingin menggunakan mobil
milik pemohan. Selanjutnya pada waktu ibu pe
mohon menyarankan agar pemohon dan tennohon
menempati rumah p~mohon dan termohon, tet"mohon
menjawab dengan menyarankan untul~ menjual ru
mah tersebut ;
termohon mempermasalahkan siaps yang akar\ mem
bay~r biaya per~watan pemohan salama dua nlinggu
di Rumah Sakit
- Antara pemohan dan termohon tidal< dikaruniai
anal< sekalipun telah berumah, tangga salama 5
(lima) tahun lamanya, telah berusaha ke dokter
dan dokter menyatakan tidak ada kelainan pada
pemohon maupun termohon ;
bahwa antara pemollon dan termohon telah
berpisah selama 17 bulan dan salama berpisah atas
anjuran hal<im telah diadal<an musyawarah antara
pemohan dan termohon yang didanlpingi orang tua
kedua belah pihak namun tidak barhasil. Tetapi
pemohon tetap ingin mencerail~an termohon, sedang
kan termohon tetap ingin rukun kembali ;
bahwa percekcokkan dan sebab-sebab perce
raian telah diberitahukan kepada termohon. dan
termohon bersedia bercerai setelah Januari 1991 ;
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas,
mal<a pemohon memohon kepada Pengadilan Agama
Jakarta Selatan agar memberikan putusan sebagai
berikut
1. mengabulkan permohonan pemohen
2. menetapl<an agama memberi izin kepada panohen
untuk menceraikan tarmohon ;
3. rnenetapkan biaya perkal-a s"esuai menurut hukuro;
4. Dan atau memberikan penetapan yang seadil
adilnya ;
Menimban9, bahwa termahan telah membe,"ikan
jawaban yang pada pol<ol~nya sebagai berikut :
bahwa benar antara pemohan dan termahon
telah rukun selarna 5 tahun dan telah berpisah 1
tahun lebih karena pemahon pergi meninggalkan
tarmohon ditempat kediaman ,bersama dirumah orang
tua tarmahan ;
bahwa tidak benar tarmahan memaksakan untul(
mambeli rumah tinggal diluar jang](auan dana. se
mua hasil kesepakatan pSlnahon dan termohon
bahwa tarmahon tidak pernah menyuruh pemo
han untuk pulang dengan mobil temannya karena
adik tarmahan mau memakai mobil pemohon-tarmol,on
adik termohan rneminjam mobil pemohon-terrnohon
apabila tidak dipakai oleh pemohan-termohan dan
pemohon tidak menunjukkan keberatannys, seandai
nya tarmohon tahu bahwa pemahon keberatan tentu
tarmohan melarang adik termohon mernakai mobil pe
mohon termohan tersebut ;
bahwa tarmahan benar-benar tidak menyangka
pertanyaan termahon ten tang uang siapa yang akan
membayar biaya perawatan pemohon di Rumah Sakit
itu akan dipermasalahkan, baik uang pemohon atau
termahon tentu i tu uang pemahon-termohon jlJga,
namun apabila pertanyaan termohon tersebut tidak
berkenan dihati pernohon maka tarmahan minta maaf;
5
bahwa rnenurut termohon usaha ke dokter be
lurn sempurna baik pemohon 'rnaupun termOhlJn !<;e
dokter secara sendiri-sendiri ssdang dokter me
nyuruh datang berssma-sama
bahwa termohon tidak pornah nlcnyatakar1 se
tuju bercerai t~tapi termohon menyatakan pada
waktu pemohon meninggalkan termohon agar pemohon
yang tidak membuat I<;(!putusan yang targesa-gasa ;
bahwa pada pertemuan psmohon-termohorl yang
ketiga pemohon menyatakan ,: buat apa bertemlJ lagi
.dan tidak ada gunanya, pemohon merasa tidak bisa
kembali kepada termollon lagi.Bahwa termohon tidak
menyetujui pernyataan pemohon tersebut dan tidak
mengerti apa yang telah terjadi kemudian pemohon
menyatakan : belum menemukan jawabannya ;
bahwa pada pertemuan pemohon-termohon diru-
fnah bersama Lebak L8stari Indah, pernohon memi nta
agar pernikahan pemohon-termohon diselesaikan,
bahwa termohon benar-benar terkejut dan shock ka
rena pemohon-termohon tidak pernah bertengkar he
bat dan rukun-rukun saja ;
bahwa menu rut termohon perbedaan antara pe
rnohon dengan termohon bisa diperbaiki dan rumah
tangga bisa rukun kembali termohon merasa penye
bab dari semua ini adalah karena belum saling me
mahami tata cara ungkapan J~epribadian masing-ma
sing, sehingga tadinya termohon sebagai i:steri
I<urang mengetahui isi hati keeil pemohon selaku
suami termohon namun dari pengalarnan ini semua
termohon yakin bahwa pemohon-termohon akan lebih
mengerti jalan pikiran dan sikap masing-masing-'
serta l~bih terbuka satu sam~ lainnya Cleh sabab
itu termohon menolak permohonan pemohon untuk
bercerai dengan lain perkataan termohon tidak se-
tuju bercerai dengan pemohon ;
bahwa terhadap permohonan tersebut IJenga-
dilan Agama Jakarta Selatan telah mengalnbil pu-
tusan, yaitu putusannya tanggal 8 Oktaber 1992 M.
rtepatan dengan tanggal 11 Rabiul Akhir 1413 H.
No. 473!Pdt.G!92!PA.JS yang amarnya berbunyi
sebagai berikut :
1. mengabulkan permohonan pemohon ;
2. menetapkan, memberi izin kepada pemohon un-
tuk menceraikan termohon setelah penetapan
ini mempunyai kekuatan hukum ;
3. menetapkan. nlenghukum pemohon membayar biaya
perkara sebesar Rp. 55.500,- (lima puluh li-
rna ribu lima ratus rupiah) ;
putusan mana dalam tingkat banding atas permohon-
an termohon telah dibatalkan oleh Pengadilan
Tinggi Agama Jakarta dengan putusannya tanggal
14'Juli 1993 M, bertepatan dengan tanggal 29 Mu-
harram 1414 H. NO.03!1993!PTA.JK yang amarnya
berbunyi sebagai berikut ;
- menyatakan, bahwa permohonan banding termo-
hon!pembanding dapat diterima
- membatalkan putusan Pengadilan Agama Jakarta
Selatan tanggal 8 Oktober 1992 M, bertepatan
dengan tanggal 11 Rabiul AI<hir 1413 H Nomor
473!Pdt.G!1992!PA.JS ;
7
Dan dengan mengadili sendiri :
m~nyatakan menolal< permohonan pemohon se
luruhnya ;
- menghul<.um pemohon/terbanding untuk ffiE3mba
yar biaya yan~ timbul dalam perkara ini se
besar Rp. 55.500,- (lima puluh lima ribu
lima ratus rupiah)
bahwa sesudah putusan terakhir ini diberi
tahukan kepada pemohon/terbanding pada tanggal 8
Oktober 1993 kemudian terhadapnya oleh pemohon/
terbanding diajukan permohonan untuk pemeril<saan
kasasi secara lisan pada tanggal 18 Oktabar 1993
sebagaimana ternyata dari surat keterangan No.
PA.j/4/P/Hk.o3.4/1653/93 yang dibuat oleh Pani
tera Pengadilan Agama Jakarta Salatan permohonan
mana kemudian disusul cleh memori kasasi yang
memuat alasan-alasannya yang diterima dil<epani
teraan Pengadilan Agama tersebut tersebut pada
tanggal 19 Oktober 1993
bahwa setelah itu oleh termohonjpembanding
yang pada tanggal 29 Oktober 1993 telah dibe
ritahu tentang memori l~asasi dari pemohon/ ter
banding diajukan jawaban memori kasasi yang di
terima dikepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pada tanggal 8 Nopember 1993 ;
Menimbang, bahwa dengan berlakunya Undang
undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,
maka permohonan I~asasi atas putusan atau penetap
an Pengadilan Tingl~at banding atau tingkat ter
akhir di Lingkungan Peradilan Agama dan penerim~-
8
an memori kasasi yang memuat alasan-alasannya,
serta penerimaan surat jawaban terhadap memori
kasasi tersebut harus didasarkan pads tenggang
tenggang waktu sebagimana ketentuan Undang-undang
Mahkamah Agung tersebut
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo
beserta alasan-alasannya yang telah diberitahukan
kepada pihak lawan dengan sal<sama diajukan dalam
tenggang waktu dan dengan cars yang ditentukan
Undang-undang, maka oish karena itu permononan
kasasi tersebut formil dapat diterima.
Menimbang, bahwa keberatan-keberatan yang
diajukan oish pemohon I<ssasi dalam memori I<a
sasinya terse but pada pokoknya ialah :
1. bahwa antara pemohon kasasijpemohon dan termo
han kasasi/termohon telah be(pisah b=.mpat
tinggal dan masing-masing tinggal di tempat
yang berlainan sejak kira-l<ira 2 1/2 tahun
yang lalu) yaitu pemohon kasasi/pemohon ting
gal di Jl. Brawijaya III No.5 sedang termohon
kasasi/termohon tinggal di Lebak Bulu5 Rays
No. 49 Jakarta Selatan. hal ini membuktikan
antara pemohon kasasi/pemohon dengan termohon
kasasi/termohon suejah tidak ada lagi keharmo
nisan dalam rumah tangganya
2. bahwa berdasarkan pasal 163 HIR Pengadilan
Ting9i Agama Jakarta tida!< berhasil membukti
kan dalilnya atas tuduhan termohan kasasi/ter
mahan terhadap pem()hon kasasi/pemohon tentang
adanya pihak keti9a dalam hubungan perkavJin,an
9
antara pemohon l~asasi/pemohon dengan termohon
kasasi/termohon. Seharusnya adanya telpon ge
lap yang ditujukan kepada termohon kasasi/ter
mohon dikualifiJ<asikan sebagai suatu fitnah,
dan hal ini bukan merupakan alat bukti, se
hingga secara hukum tuduhan termohon kasasi/
termohon ten tang hubungan asmara pemohon kasa
si/pemohon dengan piha]< ketiga sarna sakal.i ti
daJ< terbuk ti ;
3. bahwa pertimbangan hukum Pengadilan Ting9i Agj'i
rna Jakarta tidak obyektif dan bertentangan de
ngan kenyataan apabila pemohon kasdsi/pemohon
dengan termohon kasasi/termohon dipaksa untuk
rukun kembali sehingga dalam hal ini Pengadil
an Tinggi Agama Jakarta telah mengabaikan
fakta bahwa hati kedua pihak telah peeah, maka
apabila Pengadilan Tinggi Agama Jakarta akan
memakai ketentuan pasal 19 f PP No.9 tahun
1975 te1ah terpenuhi, apa1agi pemohon ka
sasi/pemohon telah meninggall<an termohan kasa
si/termohon lebih kurang 2 1/2 tahun lamanya ;
4. bahwa Pengadilan Tinggi Agama Jakarta telah
mengabaikan yurisprudensi Mahkamah Agung RI
No. 863 K/Pdt/1990. Dalam hal ini apabila pe
mohan kasasi/pemohon dengan termohon !<asasi/
termohon dipaksa untuk rul<un lag1, maka tidak
akan tercipta unsur rumah tangga yang sakinah
mawwadah dan rohmah dalam rumah tangga pemohon
kasasi/pemohon dangan terrnohon J<asasijtermohon
sebagaimana dil<ehendaki Al Qur'an ;
10
5. bahwa pemohon kasasi/pemohon merelakan 50%
(lima puluh persan dari,' ni1ai ,"umah/tanah di
Jl. Kana Lestari Blol< J 1<0. 26 Lebal< Les ta ri
Indah Kelurahan Lebal" Bulus, Jakarta Selatan
untukdiber'ikan kepada termohon j(Bsasi/termohon
sebagai mut'ah "
Menimbang :
r.J).QQ.9?_Q.9J.__l<,..§J?_ELLstt.9.D.::JS!,:d?§LsLt,_0.JL..sH':L ."....~......g..9..D ~:t :
bahwa keberatan-keberatan ini dapat dibe-
narkan kal"ena Perlgadilan Tinggi Agama Jakarta
telah salah menerapkzln hukum karena telah tidak
mempertimbangkan k8nyataan-l<enyata~n yang ada
isteri yangatau yang terjadi dian tara suami
berperkara
Menimbang, bahwa sebagaimana yang terungkap
dipersidangan antar~l pemohon dan termohon telah
bel"pisah hidup dan tllmpat tinggal lebih dari satu
tahun dan telah terjadi I<etidak rul<unan/ketidak
Ilarmonisan dalam runlah tangga pemohon dan termo
hon ;
bahwa selama 5 (lima) tahun dalam hubungan
perkawinan antara pemoll0n dan termohon tidak di
peroleh keturunan/anak j
bahwa telah diusahakan perdamaian oleh Pe
ngadilan Agama beberapa kali namun tidak berha
sil j
bahwa telah pula didengar keterangan ibu
kandung masing-masing piak dipersidangan juga ti
dak berhasil mempertemukan hati suami isteri ter
sebut
bahwa rumah tersebut adalah ru-
11
Menimbang, bahwa Pengadilan Ting9i Agama
JaJ<arta telah pula salah dalam menerapkan hukum
yaitu dalam hal alasan perceraian menu rut pasal
19 f PP No. 9 tahun 1975 masih maneari kesalahan
salah satu pihal<
Menimbang',. bahwa kalau judex facti berpen
dapat alasan perceraian menurut pasal 19 f PP No.
9 tahun 1975 telah terbukti maka hal ini semata
mata ditujukan pada perkawinan ftu sendiri tanpa
mempersoalkan siapa yang salah
Menimbang, bahwa kalau Pengadilan telah
yakin bahwa perkawinan ini telah pecah. berarti
hati kedua belah pihak telah pecah, maRa teroenu
hilah isi pasal 19 f PP No. 9 tahun 1975 terse
but ;
Menimbang. bahwa pemohon kasasi dalam risa
lah kasasinya telah pula menawarkan 50% dari har
ga rumah di Jl. Kana Lestari Blok J No. 26 l.ebak
Lestari Indah Kelurahan Lebak Bulus Kecamatarl Ci
landak Jakarta Selatan untuk termohon kasasi se
bagai mut' ah ;
Menimbang,
mah yang sekarang ditempati termohon kasasi dan
dari berita aeara sidang Pengadilan Agama terung
kap bahwa rumah tersebut adalah untuk rumah tang
9a mereka berdua
Menimbang, bahwa melihat kedudukan isteri
dan kemampuan suami, maka wajar dan adillah kalau
mut'ah tersebut berupa seluruh rumah ini diserah
kan pada termohon kasasi ;
12
Menimbang, bahwa berdasarkan apa yang di
pertimbangkan diatas tanpa ·mempertimbangkan lagi
keberatan-keberatan lainnya, mska telah terdapat
cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi
dari pemohon kasas~ Mahendra Wardhana bin Ali
Wardhana ters~bu~ dan membatalkan putusan Penga
dilan Tinggi Agama Jakarta sehingga Matlkamah
Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan
menguatkan putusan Pengadilan Agama Jakarta Sa
latan yang dianggapnya ·telah benar dan tepat,
akan tetapi masih memerlukan sekedar perlJail<sn
mengenai amarnya yang berbunyi sepel~ti yan~;j akan
disebut dibawah ini
Memperhatikan pasal-pasal dari Undarlg-un
dang No. 14 tahun 1970, Undang-undang No. 14 ta
hun 1985 dan Undang-undang No. 7 tahun 1989 yang
bersangkutan
MEN GAD I ~ I :
Mengabulkan permohonan kasasi dari pamohon
kasasi : MAHENDRA WARDHANA BIN ALI WARDHANA
tersebut
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama
Jakarta tanggal 14 Juli 1993 M, bertepatan dengan
tanggal 29 Muharram 1414 H. No. 03/1993/PTA.JK
oe rJ22.n_m.g.o.9.9..9..t.ljH._~_Q.~.t.:Lr._i :
1. Mengabulkan permohonan pemohon ;
2. Memberi izin kepada pemohon (Mahendra Wardhana
bin Ali Wardhana) untuk mengucapkan ikrar ta
lak atas termohon (Ny. Mala Satina binti Nas
run Syahrun) dihadapan sidang Pengadilan Agama
Jakarta Selatan)
13
3. Monghu,.kurn pemohon untuJ<; rnenyel~ahkan sebuah
rumah/tanah di Jl.Kana Lostari 81ol( J No. 26
Lebak Lestari Indah, KeIurahaJ1 Lebak 8uIus
Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan kepada teL
mohon sebagai mut'ah ;
4. Menghukum pem.oho.n untuk membayar biaya pel~kara
dalam tingkat pertama sebesar Rp. 55.500.
Clima puluh lima ribu lilna ratus rupiah ;
Menghukum pembanding membayar biaya per!(ara
dalam ting!(at banding sebesal~ Rp. 17.500,- Ctujuh
bolas ribu lima ratus rupiah)
Menghukum pemohon kasasi a!<..an mernbayar
biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ditetapkan
sebanyak Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) ;
Demikianlah diputuskan dalam rapat permu
syawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin.
tanggal 27 Juni 1994 (jengan Prof. DR.H. Busthanul
Arifin, SH. Ketua MIJda yang ditunjul<.. oleh Ketua
Mahkamah Agung sebag~li Ketua Sidang. H. Masrani
Basran, SH. dan I s W 0 • SH. sebagai Hakim-ha
kim Anggota. dan dilJCapkan dalarn sidang terbuka
pada hari : RABU. TANGGAL 29 JUNI 1994, oleh Ke
tua Sidang tersebut. dengan dihadiri oleh H.
Masrani Basran, SH. dan I 5 W 0 , SH. Hakim-ha
kim anggota. dan H. Achmad Djunaeni. SH Panitera
Pengganti, dengan tidak dihadiri oleh kedua belah
pihak
14
ikim Anggota
.td.
..
K e t u a
ttd .
•ni Basran. SH.
.td.
SH.
aya :
Prof.DR.H. Busthanul Arifin, SH
Panitera Pengganti
era i
a 1<. s i
Rp. 1. 000,-
Rp. 1.000,-
ttd.
H. Achmad Djunaeni,SH
listrasi Rp.48.000,-
Ilah Rp.50.000,-::::::===========
Untuk salinan,
MAHKAMAH AGUNG RI
DIREKTUR PERDATA AGAMA,
POETOET SOERENORO, SH.
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATANJ/. Rambutan V1I148, fe/p. (021) 7901323, Pejaten Barat-Pasar Minggu
I Jakarta Selatan 12510 I
Jawaban atas angket (pertanyaan) yang diajukan oleh saudara Aglls Abdillah Ali,
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
beljudul, Kontribusi Pral<sis Hal<im Peradilan Agama Dalam Proses
Pembentukall Yurisprudensi, Studi Kasus di Pellgadilan Agama Jakarta
Selatan.
Biodata HaldmlResponden
-Nama
-Tempat tanggallahir
-Jabatan
-Mulai tugas di PA Jaksel
: Drs. H. Musfizal Musa, SH.
: Padang, 19 Agustus 1956
: Wakil ketua/hakim
: Januari 2005
-Perguruan tinggi/gelar/tahun lulus :
a. Fak.Syariah lAIN SUKA Yogyakarta/Drs/1982
b. Fakultas Hukum UIA Jakarta/SH/1992
Jawaban
I. Metode apa yang sering bapaklibll gllnakan dalam proses penemuan hllklll11
(interpretasi/analogi/a contrario/atau yag lainnya) dan apa alasallnya ?
Semua metode tersebut digunakan, tentunya dengan penerapan yang paling
tepat sesuai denganfakta yang ada.
2. Apakah tiap hakim dalam l11ajelis hakim menggunakan metode yang sarna ?
mengapa?
Disesuaikan kasus perkasus.
3. Sejauh'mana bapaklibu menggunakan hukum tak tertulis/syara' (al-quran,
hadits, fikih/ijtihad) dalam proses penemuan hukum?
Dalam hal-hal tidak ditemukan hukum yang tertulis dan dalam hal pengayaan
terhadap hukum yang tertulis.
4. Pernahkah bapak/ibu menggunakan hukum tak tertulis diluar hukum syara'
(misalnya hukuIU adat/kebiasaan/living law), dalam masalah apa? dan apa
alasannya?
Terutama dalam masalah harta gono-gini.
5. Berapa lama biasanya majelis hakim mempelajari berkas, menemukan dan
menerapkan hukum ? dan bagaimana prosesnya?
Paling cepat satu minggu, dan paling lama dua minggu.
6. Bagaimana teknik penerapan hukum yang telah ditemukan?
Biasanya paling banyak dipakai teknik interpretasi.
7. Setelah tiap hakim mempelajari berkas, menemukan hukum dan menerapkan
bagaimana cara melakukan pengambilan putusan?
Iv/engadakan mu,\yawarah majelis hakim,
8. Bila terjadi dissenting opinion (perbedaan pendapat), apa yang dilakukan oleh
majelis hakim dan bagaimana prosesnya?
Diambil pendapat yang banyak. Sebelumnya diusahakan untuk mw,yawarah
tetapi bila tidak ada kesatuan pendapat, maka pendapat yang sedikit
mengikuti yang banyak, dan pendapat yang sedikit tersebut dicatat dalam
sebuah buku catatan.
9. Pernahkah bapaklibu memakai yurisplUdensi (sebagai sumber hukum) dalam
proses pengambilan putusan ? dalam masalah apa ? dan apa alasannya?
Pernah, dalam masalah hadhonah yang salah satu orang tuanya non muslim
terutama ibunya.
10. Dari mana sumber yurisplUdensi yang bapaklibu palmi (PA1PTAlMA), dan
apa alasan memakainya ?
Biasanya putusan lv/A.
II. Menurut bapakJibu sejauh mana yurisprudensi itu mengikat hakim di
bawahnya (hakim kemudian) ?
Yurisprudensi lidak mengikal, bila hakim berpendapal lain dan menurulnya
ilu yang benar dapal berlainan dengan yuri.sprudensi
12. Pernahkah putusan bapakJibu menjadi yurisprudensi 'J Dalam masalah apa ?
Belum.
13. Pernahkah bapakJibu menjumpai putusan yang yang bermula dari PA Jaksel
yang telah menjadi yurisprudensi (baik, PAJPTAJMA) ? dalam masalah apa ?
Bellim.
14. Setujukah bapakJibu bila asas slare decisis (putusan hakim yag dahulu harus
diikuti hakim kemudian) dan asas precedenl bila diterapkan di Indonesia?
mengapa?
Tidak, karena menggang1l kebebasan hakim.
15. Menurut bapakJibu siapa yang mempunyai otoritas untuk menyusun
yurisprudensi, dan apa yang menjadi kriteria (prasyarat) yurisprudensi ?
Hakim, dalam mctsalah lidctk jelcts hukumnyct. Jjlihctd pul1lsctn lerseb1l1 dan
berbobol.
16. Seberapa besar peran dan fungsi yurisprudensi bagi peradilan agama ?
Sctngal berperan, sebctb menctmbcth wmvctsctn hctkim dalctm memulus perkara.
17. Bagaimana perasan bapakJibu jib putusan anda dijadikan yurisprudensi ? apa
alasannya?
Yct bctgus, sebctb pUIlIsctnnyct dinilcti berbobol.
Jakarta, 20 September 2005
WAKILJETUA
PENGADIL W",.•~ AKSEL
/tiffDRS H. MUSF AL MUSA, SH.
/
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN.fl. Rambutan VJJI48, relp. (021) 7901323, Pejaten Barat-Pasar Minggu
I Jakarta Selatan 12510 I
Jawaban atas angket (pertanyaan) yang diajukan oleh saudara Agus Abdillah Ali,
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
beljudul, Kontl'ibusi Pl'aksis Hakim Peradilan Agama Dalam Proses
Pembentukau YUl'isprudensi, Studi Kasus di Pengadilan Agama Jalmrta
Selatan,
Biodata HaldmlResponden
-Nama
-Tempat tangga1lahir
-Jabatan
-Mulai tugas di PA Jaksel
: Drs. M. Hasany Nasir
: Blora, 24 April 1954
: Hakim
: 2003
-Perguruan tinggi/gelar/tahun lulus :
a. Fak.Syariah lAIN SUKA YogyakalialDrs/] 980
b. Fakultas Hukum ISH/1991
Jawaban
1. Metode apa yang sering bapak/ibu gunakan dalam proses penemuan hukum
(interpretasi/analogi/a contrario/atau yag lainnya) dan apa alasannya ?
Bisa yang mana saja, tergantung perkaranya.
2. Apakah tiap hakim dalam majelis hakim menggunakan metode yang sama ?
mengapa?
Tidak, tergantung perkaranya.
3. Sejauh mana bapak/ibu menggunakan hukum tak tertulis/syara' (al-quran,
hadits, fikih/ijtihad) dalam proses penemuan hukum?
Semlla 1mtllsan dillsahakan sejalan dengan rllh syariat islam.
4. Pernahkah bapaklibu menggunakan hukum tak tertulis diluar hukum syara'
(misalnya hukum adat/kebiasaanJliving law), dalam masalah apa? dan apa
alasannya?
Pernah, dalam soal hadhonah dannajkah anak/istri.
5. Berapa lama biasanya majelis hakim mempelajari berkas, menemukan dan
menerapkan hukum ? dan bagaimana prosesnya?
Sangat relatif
6. Bagaimana teknik penerapan hukum yang telah ditemukan?
Pertanyaan tidak jelas.
7. Setelah tiap hakim mempelajari berkas, menemukan hukum dan menerapkan
bagaimana cara melakukan pengambilan putusan?
MlIsyawarah.
8. Bila terjadi dissenting opinion (perbedaan pendapat), apa yang dilakukan oleh
majelis hakim dan bagaimana prosesnya?
Pertal11a, mencatat dalam sebuah buku catatan kedua, dial11bil suara
terbanyak.
9. Pernahkah bapaklibu memakai yurisprudensi (sebagai sumber hukum) dalam
proses pengambilan putusan ? dalam masalah apa ? dan apa alasannya?
Pernah, dalam semua perkara karena sesuai dengan perkaranya.
10. Dari mana sumber yurisprudensi yang bapak/ibu pakai (PNPTNMA), dan
apa alasan memakainya ?
Semuanya, karena diperbolehkan.
I I. Menurut bapak/ibu sejauh mana yurisprudensi itu mengikat hakim di
bawahnya (hakim kemudian) ?
Tidak l11engikat sama sekali.
12. Pernahkah putusan bapalJibu menjadi yurisprudensi ? Dalam masalah apa ?
Tidak tahu.
13. Pernahkah bapalJibu menjumpai putusan yang yang bermula dari PA Jaksel
yang telah menjadi yurispruelensi (baik, PNPTAlMA) ? elalam masalah apa ?
Ka/au PH ada, masa/ah orang yang menjadi saksi.
14. Setujukah bapak/ibu bila asas stare decisis (putusan hakim yag elahulu harus
diikuti hakim kemuelian) dan asas precedent bila eliterapkan eli Indonesia ?
mengapa?
Tidak.
15. Menurut bapalJibu smpa yang mempunyal otoritas untuk menyusun
yurispruelensi, dan apa yang menjaeli kriteria (prasyarat) yurispruelensi ?
MA, yang sudah diikuti/dituruti berkali-kali.
16. Seberapa besar peran dan fungsi yurisprudensi bagi peradilan agama ?
Sangat besar.
17. Bagaimana perasan bapalJibu jika plltllsan anda dijadikan yurisprudensi ? apa
alasannya?
Tentu senang, karena mera.l'a pendapatnya sama dengan pendapat hakim
hakim /ainnya.
Jakarta, 20 September 2005
HAKIM
PENGADILAN AGAMA JAKSEL
DRS. M. HASANY NASIR, SH.
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN.ll. Rambutan VII/48, Telp. (021) 7901323, Pejaten Barat-Pasar Minggu
I Jakarta Selatan 12510 I
Naskah hasil wawancara yang dilakukan oleh Saudara Agus Abdillah Ali,
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukwn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan
Drs. Muhyiddin, SH., MH., Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
1. Metode apa yang senng bapak gunakan dalam proses penemuan hukul11
(interpretasi/analogi/a contrario/atau yang lainnya) dan apa alasannya ?
Di Indonesia dalam masalah perdata tidak menggunakan anaiogi karena
undang-undangnya telah jelas. .ladi yang dilakukan oleh hakim lebih kepada
analisis perkara yang kemudian dicarikan dasar hukum (Peraturan
Perundang-undangannya)
2. Sejauh mana bapak menggunakan hukwn tak tertulis/syara' (al-quran, hadits,
fikih/ijtihad) dalam proses penemuan hukum?
Sejauh hukum tersebut mencerminkan rasa keadilan. Misalnya anak sebelum
mumayyis harus diasuh oleh ibunya, namun bila akhlak ibunya itu rusak yang
dapat mengakibatkan agama dan pendidikan anak terbengkalai, maka
pengasuhan anak dapat dialihkan kepada ayahnya. Hal ini sesuai dengan
ushul fiqh bahwa hifd naji; merupakan prioritas utama setelah hifd dUn.
3. Pernahkall bapak menggunakan hukwn tak tertulis diluar hukum syara'
(misalnya hukum adat/kebiasaan/living law) ?
Saya selalu mengutamakan hukum syara' apabila terjadi pertentangan antara
hukum syara' dengan hukum adat, kebiasaan ataupun living law. Menurut
saya pengertian al-addah al-muhakkamah bukan adat atau kebiasaan dapat
dijadikan hukum, namun adat atau kebiasaan tersebut dapat dijadikan
pertimbangan hukum.
4. Bagairriana teknik menerapkan hukum dan mengambil putusan ?
Kita pelqjari berkas-berkas perkara, mengumpulkan fakla~rakla dan bukli
bukli kemudian kita carikan dasar hukum dalam peraluran perundang
undangannya, lalu diluangkan dalam perlimbangan hukum unluk dijadikan
sualu pulusal1. Pengambilan pulusan dilakukan oleh liga orang hakim yang
mempunyai hak yang sama. Apabila kala sepakal lidak lercapai maka suara
yang dominanlah yang yang dipakai, sedangkan yang pendapalnya berbeda
(dissenting opinion) dicalal dalam calalan lersendiri dan dicantumkan dalam
dasar perlimbangan pulusal1.
5. Pernahkah bapak memakai yurisprudensi (sebagai sumber hukum) dalam
proses pengambilan putusan ?
Kila sering memakai yurisprudensi dalam menangani perkara-perkara yang
ada. Salah salunya masalah perceraian dengan lidak mempersoalkan siapa
yang salah, alasannya karena lelah sesuai dengan kebenaran dan memenuhi
rasa keadilal1.
6. Dari mana sumber yurisprudensi yang bapak pakai (PAIPTAlMA), apa alasan
memakainya, dan apakah yurisprudensi itu mengikat hakim dibawahnya
(kemudian) ?
Kila memakai yurisprudensi yang lelah di kasasi di MA dengan alasan kehali
halian, karena pulusan yang lelah di kasasi secara olomalis lelah mengalami
penyaringan-penyaringan melalui beberapa hakim. Adapun yurisprudensi ilu
lidak mengikal sama sekali karena Indonesia menganul sislem civil law.
7. Pemahkah putusan bapak menjadi yurisprudensi ? Dalam masalah apa ?
Saya pernah memulus masalah haria bersama yang mana dalam pasal 97
KHI harus di bagi separa-separo unluk suami dan istri bila haria lersebul
lidak di peljanjikal1. Namun saya menelapkan 2/3 untuk islri dan 1/3 unluk
suami karena suami sebagai kepala keluarga yang seharusnya memberikan
najkah pada keluarganya lelah melalaikan kewajibannya itu. Tapi saya lidak
lahu apakah pulusan saya ilu dijadikan yurisprudensi.
Nomor
Lampiran
Hal
: Istimewa
: 1 (satu) bunde1 Proposal
: Pengajuan Judul Skripsi
IV
Kcpada yth.
Ibu Dra. Hj. Halimah Ismail
Kctua Jurusan AI-AI,hwal al- Syakhshiyah.
di- Tempat
Assalamu alaikum WI'. Wh.
Salam sejahtera teriring clo'a saya sampaikan sernoga ibu se1a1u cla1am
keaclaan sellat clan clapat menja1ankan tugas sehari-hari clengan sukses, amino
Selanjutnya, sehubungan clengan akan berakhirnya masa tugas be1ajar
untuk menempuh strata 1 (satu) yang mana salah satu syaratnya aclalah clengan
pembuatan skripsi, maim clengan ini saya :
Nama
NIM
Procli/Jur.
Faku1tas
Smt
Bermaksucl
: Aglls Abclillah Ali
: 101044122130
: Peradi1an Agama I al Akhwal a1 Syakhshiyah
: Syariah clan Hukum UIN Jakarta
: VIII (De1apan) . (tt-e.....mengajukan proposal skripsi clengan jUcl~~ibUSi Praksis
Hakim Peradilan Agama DaIam Proses Pembentllkal1 Yurisprudellsi, (Studi
Kaslls di Pellgadilan Agama Jakarta SeIatan)"
Demikian surat permohonan ini saya buat dan atas terkabulka11l1ya
permohonan ini saya sampaikan terima kasih.
Wassalamu alaikum Wr. Wh.
Jakarta, 21 Maret 2005
DEPARTEMEN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTAFAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
I. Ir. H, Juanda No, 95 Cipulal Jakarta 15412, Indonesia
Nomor: ES/PP,042,21 IIV 12005LampHaI : Mohon Kesediaan Menjadi
Pembimbing Skripsi
Kepada Yang TerhormatDrs, H, Icllwan Ridwan, S,H,Kamarusdiana, M,H.Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN JakartaDi-
JAI\ARTA
Assalamu'a/aikum Wr, Wb,
Jakalia, 11 April 2005
Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakartamengharapkan kesediaan saudara unluk menjadi pembimbing skripsi mahasiswa:
NamaNliviJur. I ProdiJudul Skripsi
: Agus Abdillah Ali: 101044122130: Peradilan Agama (PA): "I\ontribusi Praksis Hakim Pengadilan Agama dalam
Proses Pembentukan Yurisprudensi, (Studi I\asus diPengadilan Agama Jakarta Selatan)"
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut :
1. Topik bahasan dan outline bila dianggap perlu dapal diadakanperubahan dan penyempurnaan,
2. Teknik penulisan agar merujuk kepada buku "Pedoman Penulisan KaryaIImiah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta".
Demikian alas kesediaan saudara kami ucapkan terima kasih,
Wassalamualaikum Wr. Wb.
An. 0 n~t®:'.rot;ll,!' r,,p,I'f)h,v:'.al al-Syakhshiyyah
,.' ,\-,,?'"
DEPARTEMEN AGAMA RIUIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
Telp. (021) 7471 1537 Fax. (021) 7491821I. lr H.Juanda No.95 Ciplltal 15412 Website: "\\\\'.lIinjkt.ac.id. Email: [email protected]
NomorLampiranHal
: ES/KA.032.4J.:"t'!IIVlIlOS
: Mohon OatH f\Yaw~wcJln.l
Kepada Yth.Ketua Pengadilan AgamaJakarta Selatandi-
Tempat
Jakarta, Juli 2005
Ass(Jlalllu '(JlaikulII Warahlllatuf/ahi Wa!JarakaJuhDengan Hormat.
Pimpinan Fakliltas Syari'ah & Hukum UJN SyarifHidayatuJlah Jakartamenerangkan bahwa:
Nama : Agus Abdillah Ali
NIM : 101044122130
Tempatffgl.Lahir : Banyuwangi,14 Juli 1981
Semester : Vlll (Delapan)
Jurusan/Prog.studi : SAS I Peradilan Agama
Alamat : JJ. lbnu Rusyd III No. 156 Komp. UIN Cipumt Jak- SeJ.
adalah mahasiswa Fakultas Syari'ah & Hukum UlN SyarifHidayatuliahJakarta yang sedang menyelesaikan skripsinya dengan:
Topik/Judul : "Kolltri!Jusi Praktis Hakim Peradilall Agama dalam ProsesPem!JelltukallYuriprudensi (Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakartasela/all). ..
Untuk mclcngkapi bahan/data yang berkaitan dengan pcnulisan/pcmbahasan topik/judul di atas, di mohon kiranya Bapaklibn/sdr dapat membantu!mencrimayang bcrsangkutan untuk berwawancara.
Atas kesedian Bapak lIbui sdr-i, kami ucapkan terima kasih. (
DEPARTEMEN AGAMA RIUIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
,FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
I. Ir H,Juanda No.95 Ciputat 15412Telp. (021) 74711537 Fax. (021) 7491821
Website : "~'-'-.1!i.!liJ,t.ac.id. Email ;[email protected]
NomorLampiranHat
; ES/KA,032,4/ :1-1''''15/ IX /05
: lVlohon Data.lWawancara
Kcpada Yth.Kellia Mahkamah Agllng RICq.t Jrusan Lingkung,ltl Pcraclilan AgaJlwdi
Jakarta
Assa!amu '"!,,ikum W"rahmatu!!"hi W"!J,,rak,,(uh.
Dengan I-format.
Jakarta, .;1;' September 2005
Pimpinan Fakultas Syari'ah & Hukum UIN Syarif I-lidayatullah Jakartamenerangkan bahwa:
Nama
NIM
TcmpatlTgl.Lahir
Semester
Jurusan/Prog.stuci i
Alamat
; Agus Abclillah Ali
: 10104122130
; Banyuwangi, 14 Juli 1981
: IX ( Sembi Ian )
: SAS / Peradilan Agama
; J!.Ibnu Rusyd III No I56 Komp, UIN Jakarta,
aclalah mahasiswa Fakultas Syari'ah & Hukum UrN SyarifHiclayatullahJakarta yang seclang menyelesaikan skripsinya clengan:
TopikiJuclul : " Kontribusi Praktis Hakim Peraclilan Agama clalam ProsesPembentukan Yurisprudensi ( Stud! Kasus di Peradilan AgamaJakarta Selatan ),
Untuk melengkapi bahan/data yang berkaitan dengan penulisanipembahasan topikijudul di atas, di mohon kiranya Bapakiibu/sdr-i dapat membantu/menerima yang bersangkutan untuk berwawancara,
Atas keseclian Bapak /Ibu/ sclr-i, kami ucapkan terima kasih,
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATANJI.RambutanV71/48, Telp.(021) 7901323, Pejaten Barat - Pasar Minggu
Jakarta Selatall12510
NomorLamp.E a I
PAJ/4/P/OT.0.01l.'!o8& 105
Mohon Data I Bahan lmtukSkripsi
KEPADA YTH.:
Jakarta, 22 September 2005
DEKANPemnantu Dekan Bid.AkadernikUIN SYARIF HIDAYATOLLiffi JAKARTAFAKULTAS SYARl'AH DAN HUKUlvf .Assalamu 'alaikum Wr. Wh.
Memenuhi maksud surat saudara tmggal Juti 2005
Nomor : ESIKA032.4/2028NIII05 Perihal s\)bagaimana tersebut
pada pokok surat dengan ini kami betitahukan bahwa Mahasiswa/i :
NamaNPM
AGUS ABDILLAH ALI101044122130
Telah melaksanakan riset di Kantor Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pada tanggal 22 September 2005 dan telah diberikan
data untuk mclcngkapi ballan-baluln yang bcrkaitan dcngan tugas-
tugas dalam rangka penyelesaian Skripsi yang berjudul
"KONTRIBUSI PRAKTIS IWGM PERADILAN AGAMA
DALAM PROSES PEMBENTUKAN YURISPRUDENSI "
Studi Kasus Putusan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ).
Demikianlal1 agar maldum