Kontribusi UKM Pariwisata-I-O Model

download Kontribusi UKM Pariwisata-I-O Model

of 56

Transcript of Kontribusi UKM Pariwisata-I-O Model

KONTRIBUSI USAHA KECIL SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PENDAPATAN REGIONAL BALI: SUATU PENDEKATAN MODEL INPUT-OUTPUT MADE ANTARA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Email: [email protected] ABSTRACT Development in Bali Province Bali based on economic aspect with emphasis at agricultural sector in wide meaning to continue of efforts to settle self sufficiency in food, development of tourism sector with character culture of Bali which is soul by Hinduism, and also small industrial sector and small industry which related to agricultural sector and tourism sector. Tourism sector obtaining priority in development of economics have shown mushroom growth, marked increasing foreign exchange coming from tourism, total of tourist visit, length of stay, tourist expenditure and sum of facilities and basic facilities of tourism. Foreign tourist visit direct come to Bali during pelita of V mount 19,9% per year, and growth of period 1994-2000 mean 7,0% per year. Length of stay of tourist since year 1994 until year 2000 tend to increase, with length of stay year 2000 during 11 day for the foreign tourist and 5,9 day for the domestic tourist. Objective of the research those are: (1) To know contribution of small industry on tourism sector to Bali regional income (gross added value); (2) To know forward and backward linkages and also forwards and backward dispersive power of small industries at tourism sector with other economic sectors; and (3) To Know impact of output and income multiplier generated by small industries at tourism sector toward economics sectors in Bali. This research use approach of Input-Output Tourism Bali year 2000, as source of especial data and also data-processing method to answer the objective research. Result of research indicate that small industry contribution at tourism sectors those are: restaurant sector, non stars hotels, transportation of tourism, travel bureau, money changer, cultural attraction and other entertainment amusement and individual service, household included tourism service toward Bali regional income (gross added value) is equal to Rp 2.694.049 million or 16,3% from totalizing income of Bali regional. Primary Input Coefficient of small industry equal to 0,618 (> 0,5) including is efficient, because can create wages, salary, profit or enterprise surplus and indirect tax that big, meaning also can become mover machine of Bali economics region, specially indirect and direct society activities who related direct and indirect to the small industry mentioned. Small industry at tourism sector has forward and backward indirect linkages are strongly that indicated by linkage coefficient bigger than one. Despitefully that small industry at tourism sector have backward dispersive power high and forward dispersive power forwards lower, so that including potential sector to be developed, because can pull other sectors to increase its outputs or absorption of input generating demand pulling of raw material for production. Small industry at tourism sector has output multiplier impact bigger than average multiplier. This indicates that small industries at tourism sector have ability as trigger of growth of Bali region economics region. Although this small industry have income multiplier impact smaller than average multiplier, but this small industry can create income higher toward other economic sectors from each of ones monetary that expended to fulfill request finally.1

Tourism small industry have potential and strategic role to be developed and also personate as trigger of economic growth. Therefore, small industries at this tourism sector better continue to be developed and constructed, either through capital aid, training of management, and also aid access market, so that powered progressively and professional. Development of small industry at tourism sector, for example non star hotel, restaurant sector have to adhere Common Plan of Bali Plano logy (RUTR) and Government of Province and regency have to be continuous to control and rule of law without differentiating. If the crosser of Common Plan of Panoply and there are no sanction to its trespasser, hence sooner or later will become boomerang to growth of Bali tourism forwards. Key Words: Contribution, Small Industry, Tourism Sector, Input-Output Model ABSTRAK Pembangunan di Propinsi Bali didasarkan pada bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian dalam arti luas guna melanjutkan usaha-usaha memantapkan swasembada pangan, pengembangan sektor pariwisata dengan karakter kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu, serta sektor industri kecil dan kerajinan yang berkaitan dengan sektor pertanian dan sektor pariwisata. Sektor pariwisata yang memperoleh prioritas dalam pembangunan ekonomi telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, yang ditandai oleh peningkatan devisa yang berasal dari pariwisata, total kunjungan wisatawan, lama tinggal, pengeluaran wisatawan dan jumlah sarana dan prasarana pariwisata. Kunjungan wisatawan mancanegara yang langsung datang ke Bali selama pelita V meningkat 19,9 persen per tahun, dan pertumbuhan periode 1994-2000 rata-rata 7,0 persen per tahun. Lama tinggal wisatawan sejak tahun 1994 sampai tahun 2000 cenderung meningkat, dengan lama tinggal tahun 2000 selama 11 hari untuk wisatawan mancanegara dan 5,9 hari untuk wisatawan nusantara. Tujuan penelitian ini yaitu: (1) Mengetahui kontribusi usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap pendapatan daerah (nilai tambah bruto) Bali; (2) Mengetahui keterkaitan ke belakang dan ke depan serta daya sebar ke belakang dan ke depan usaha kecil pada sektor pariwisata dengan sektor-sektor ekonomi lainnya; dan (3) Mengetahui dampak pengganda output dan pendapatan yang ditimbulkan oleh usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Bali. Penelitian ini menggunakan pendekatan Input-Output Pariwisata Bali tahun 2000, baik sebagai sumber data utama maupun metode pengolahan data untuk menjawab tujuan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi usaha kecil pada sektor-sektor pariwisata yaitu: sektor restoran, rumah makan dan warung, hotel non bintang, angkutan wisata, travel biro, money chnger, atraksi budaya dan hiburan lainnya dan jasa perorangan, rumah tangga dan pramuwisata terhadap pendapatan daerah (nilai tambah bruto) Bali adalah sebesar Rp 2.694.049 juta atau 16,3% dari total pendapatan regional Bali. Koefisien Input Primer (KIP) usaha kecil sebesar 0,618 (>0,5) termasuk efisien, karena mampu menciptakan upah, gaji, surplus usaha dan pajak tidak langsung yang besar, berarti pula mampu menjadi mesin penggerak perekonomian daerah Bali, khususnya aktivitas-aktivitas masyarakat yang terkait langsung dan tidak langsung dengan usaha kecil tersebut. Usaha kecil pada sektor pariwisata memiliki keterkaitan tidak langsung ke belakang dan depan kuat yang ditunjukkan oleh koefisien keterkaitan lebih besar dari pada satu. Di samping itu usaha kecil pada sektor pariwisata ini memiliki daya sebar ke belakang tinggi dan daya sebar ke depan rendah, sehingga termasuk sektor potensial untuk dikembangkan, karena mampu menarik sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya atau penyerapan input yang menimbulkan tarikan permintaan bahan baku atau sarana produksi. Usaha kecil pada sektor pariwisata memiliki dampak pengganda output lebih besar dari pada pengganda rata-rata. Ini menunjukkan bahwa usaha-usaha kecil pada sektor2

pariwisata memiliki kemampuan sebagai pemicu pertumbuhan perekonomian daerah Bali. Walau usaha kecil ini memiliki dampak pengganda pendapatan lebih kecil dari pada pengganda rata-rata, tetapi usaha kecil ini mampu menciptakan pendapatan lebih tinggi terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya dari setiap satu-satuan meneter yang dikeluarkan untuk memenuhi permintaan akhirnya. Usaha kecil pariwisata memiliki peran strategis dan potensial untuk dikembangkan serta berperan sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, usaha-usaha kecil pada sektor pariwisata ini sebaiknya terus dikembangkan dan dibina, baik melalui bantuan permodalan, pelatihan manajemen, maupun bantuan akses pasar, sehingga semakin berdaya dan profesional. Pengembangan usaha kecil pada sektor pariwisata, misalnya hotel non bintang, restoran, rumah dan warung harus mentaati Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Bali atau Kabupaten dan Pemerintah Propinsi atau Kabupaten harus terus-menerus melakukan pengawasan dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Jika pengembangannya melanggar RUTR dan tidak ada sanksi terhadap pelanggarnya, maka cepat atau lambat akan menjadi bumerang bagi perkembangan kepariwisataan Bali ke depan. Kata Kunci: Kontribusi, Usaha Kecil, Pariwisata, Model Input-Output

PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan di Propinsi Bali didasarkan pada bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian dalam arti luas guna melanjutkan usaha-usaha memantapkan

swasembada pangan, pengembangan sektor pariwisata dengan karakter kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu, serta sektor industri kecil dan kerajinan yang berkaitan dengan sektor pertanian dan sektor pariwisata (Anonim, 1999; Anonim, 2001). Kebijakan prioritas tiga sektor ini, jika mengacu terminologi Nurkse, 1953 (dalam Yotopoulos dan Nugent, 1976) dapat digolongkan ke dalam pertumbuhan seimbang, yakni ada keterkaitan penawaran dan permintaan antara satu sektor dengan sektor lainnya, atau pengembangan sektor-sektor itu dapat menciptakan permintaan mereka sendiri. Kebijakan prioritas tiga sektor (pertanian, pariwisata dan industri kecil) dalam pembangunan ekonomi Bali telah menunjukkan hasil yang sangat fantastis, ditandai oleh pertumbuhan ekonomi Bali selalu lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. Pada Pelita I perekonomian Bali tumbuh 7,32%; Pelita II sebesar 8,55%; Pelita III sebesar 14,01%, Pelita IV sebesar 8,28%; dan pada Pelita V tumbuh sebesar 8,40%. Sedangkan dalam Pelita VI (1994-1998) pertumbuhan perekonomian Bali rata-rata 5,07% lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sebelumnya. Pertumbuhan perekonomian Bali 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 sebesar 2,78%, Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan lima tahun sebelumnya yang disebabkan oleh dampak krisis ekonomi nasional 1997/1999 dan Bom Kuta I tahun 2002. Namun pertumbuhan ekonomi Bali 2004-2005 atas harga konstan tahun 20003

mengalami kenaikan rata-rata sebesar 5.09%. Walau tahun 2005 Bali lagi-lagi diguncang Bom Kuta II, tetapi tidak banyak berpengaruh terhadap perekonomian Bali karena wisatawan tetap dating ke Bali walau sedikit mengalami penurunan. Sektor pariwisata yang memperoleh prioritas dalam pembangunan ekonomi telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, yang ditandai oleh beberapa indikator antara lain adanya peningkatan devisa dalam total kunjungan wisatawan, lama tinggal, pengeluaran wisatawan dan jumlah sarana dan prasarana pariwisata. Kunjungan wisatawan mancanegara yang langsung datang ke Bali selama pelita I sampai dengan Pelita VII secara persentase cenderung berfluktuasi, tetapi secara absolute cenderung meningkat secara fantastik. Sebagai ilustrasi Tahun 1969 jumlah wisatawan asing yang langsung datang ke Bali hanya 11.278 orang, tahun 2000 mencapai 1.412.839 orang, tahun 2004 sudah mencapai 1.458.309 orang,tetapi tahun 2005 menurun menjadi 1.167.791 orang. Lama tinggal wisatawan sejak tahun

1994 sampai tahun 2000 cenderung meningkat, dengan lama tinggal tahun 2000 selama 11 hari untuk wisatawan mancanegara dan 5,9 hari untuk wisatawan nusantara. Sedangkan pengeluaran wisatawan per orang per hari dalam periode yang sama cenderung turun yakni tahun 2000 sebesar US $ 77,35 untuk wisatawan mancanegara dan US $ 20,04 untuk wisatawan nusantara. Akomodasi kepariwisataan di Bali tahun 1994 hanya berjumlah 687 unit dengan 24.222 kamar, tahun 2000 meningkat menjadi 1.037 unit dengan 31.944 kamar (Anonim, 2000), dan tahun 2005 meningkat menjadi (Anonim, 2005). Tragedi World Trade Center (WTC) di New York 11 September 2001, invasi Amerika ke Irak, wabah SARS di China dan Singapura serta kondisi sosial, politik dan keamanan dalam negeri yang belum sepenuhnya kondusif, berdampak negatif terhadap kepariwisataan Bali, sehingga mempengaruhi aktivitas ekonomi mikro dan makro daerah Bali. Belum sepenuhnya perekonomian Bali pulih dampak faktor eksternal, kepariwisataan Bali kembali diguncang tragedi Bom Legian (Kuta I) tanggal 12 Oktober 2002 berdampak terhadap kunjungan wisatawan ke Bali mencapai titik nadir tahun 2003, yaitu sebanyak 993.029 orang. Pasca tragedi bom Kuta I, kepariwisataan Bali kembali bergairah yang ditunjukkan oleh jumlah wisatawan yang datang langsung ke Bali tahun 2004 mencapai 1.458.309 orang melampaui kunjungan wisatawan sebelum bom Kuta I. Namun pada 1 Oktober 2005 malam kembali terjadi tragedi bom Jimbaran dan Kuta (Kuta II), yang dikhawatirkan oleh banyak pihak kembali akan menebarkan awan kelabu terhadap kepariwisataan Bali. Namun demikian, tampaknya keterpurukan pariwisata seperti digambarkan sebelumnya hanya bersifat sementara. Ketika tulisan ini dibuat, gejala-gejala pemulihan kepariwisataan Bali dari4

1.437 unit dengan 37.371 kamar

keterpurukan sudah mulai tampak, yang ditunjukkan oleh mulai meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali, meningkatnya tingkat hunia hotel-hotel di Bali dan aktivitas ekonomi mikro yang berkait dengan pariwisata sudah mulai tampak menggeliat. Apalagi pada 3-14 Desember 2007 di Nusa Dua Bali diselengarakan berhelatan dunia berupa Konferensi Perubahan Iklim Global (Global Climate Change Conference) merupakan promosi gratis kepada wisatawan di manca negara bahwa Bali benar-benar aman untuk dikunjungi. Ini terbukti menjelang Natal dan Tahun Baru 2008, tingkat hunian hotel-hotel bintang dan non bintang di Bali penuh rata-rata di atas 90% yang mengindikasikan bahwa kepariwisataan Bali tampaknya mulai pulih. Data dan fakta seperti diungkapkan di atas mengilustrasikan bahwa perekonomian Bali memang tidak terbantahkan sangat tergantung pada pariwisata. Bukan hanya pemerintah daerah yang banyak berharap dari sektor jasa ini untuk menggerakkan roda pembangunan, tetapi juga sebagian besar masyarakat hidupnya tergantung pada sektor jasa ini. Jadi dapat dikatakan bahwa pariwisata Bali telah menjadi mesin penggerak perekonomian rakyat di Bali, bahkan ikut menggerakkan perekonomian propinsi berdekatan melalui permintaan produkproduk kebutuhan masyarakat Bali dan wisatawan yang diproduksikan di propinsi tersebut; misalnya, bahan pangan dari Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Menurut terminologi Bank Indonesia dan beberapa departemen seperti Departemen Koperasi dan UKM, usaha kecil adalah salah satu dari tiga kelompok usaha yaitu kecil, menengah dan besar. Dalam mendefisnikan siapakah pengusaha kecil dan menengah ini sendiri masih terasa absurd. Tidak ada satu persamaan dalam memahami karakter usaha kecil menengah. Semua definisi tergantung pada tujuan pendefinisiannya. Di dalam UU No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil dan menengah misalnya, disebutkan batasan kepemilikan kekayaan paling besar Rp 200 juta dan memiliki omzet tahunan paling banyak Rp 1 milyar. Untuk usaha menengah, inpres No, 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah menyebutkan kekayaan lebih besar dari Rp 200 juta sampai Rp 10 milyar. Masih berkaitan dengan pendefinisian seperti ini, Departemen Perindustrian dan Perdagangan mencatat sebanyak 11.760.120 unit usaha industri dan dagang kecil menengah yang tersebar di 26 propinsi. Di sisi lain, juga dikenal batasan berdasarkan jumlah tenagakerja yang direkrut. Batasan usaha kecil oleh Badan Pusat Statistik (BPS) jika jumlah tenagakerja yang dimiliki antara 5 hingga 9 orang. Sementara, usaha menengah berkisar antara 20 -99 orang. Lebih besar dari 100 dikatagorikan sebagai usaha besar. Dengan batasan ini, paling tidak terdapat 640 ribu perusahaan menengah di negeri ini.

5

Usaha kecil dan Menengah (UKM) sesuai dengan kriteria Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2002, perihal Pemberian KUK dan Surat Edaran (SE) No. 3/9/BK tanggal 17 Mei 2001 perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemberian KUK sebagai penyempurnaan terhadap ketentuan KUK dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/4/KEP/DIR tanggal 4 April 1997 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil yaitu: (1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; (2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah); (3) Milik Warga Negara Indonesia; (4) Berdiri sendiri, tidak dikuasai, atau tidak berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar; (5) Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Berdasarkan data kantor Menteri Negara Koperasi dan UKM, lembaga menurut Inpress No.163 Tahun 2000 bertanggung jawab merumuskan kebijakan pembinaan usaha kecil-menengah, tahun 2000 sekurangnya ada 39 juta pelaku usaha kecil, 900.000 usaha menengah dan hanya sekitar 57.000 perusahaan besar. Dari jumlah tersebut setidaknya 74,4 juta tenagakerja terserap atau sepertiga jumlah penduduk Indonesia. Kelompok usaha ini sedang memperoleh perhatian dari pemerintah, pengamat dan praktisi ekonomi, karena selama krisis ekonomi tahun 1997/1998 dan dalam tahun-tahun terakhir, sektor usaha kecil justru bertahan dan dapat menggerakkan perekonomian nasional dan regional. Ketika usaha besar dan konglomerat masih menata usaha kembali atau merestrukturisasi usaha yang prosesnya berlarut-larut, usaha kecil justru terus berproduksi, bahkan sebagian mulai melakukan ekspansi. Beberapa studi mengenai usaha kecil dan menengah (UKM) menunjukkan bahwa pada masa krisis ekonomi UKM mempunyai

ketahanan relatif lebih baik dibandingkan usaha besar. Hal ini disebabkan UKM tidak tergantung pada bahan baku impor. Pada saat harga bahan baku impor melambung sejalan dengan melemahnya nilai tukar rupiah, UKM terus berproduksii dengan harga relatif stabil karena menggunakan bahan baku lokal. Di samping itu UKM memiliki daya saing tinggi karena biaya produksi rendah, harga produk menjadi lebih murah, sehingga terjangkau oleh kalangan pasar terbesar di Indonesia, yaitu golongan ekonomi lemah. Usaha kecil dan menengah (UKM) di Bali adalah motor penggerak perekonomian Bali yang berbasis pariwisata, sebagai penghasil atau penghemat devisa, penyerap jutaan tenagakerja, kontributor PDRB dan penyerap bahan baku lokal. UKM di Bali tersebar pada sektor-sektor ekonomi yaitu, pertanian dan yang terkait dengan pertanian (agribisnis), industri6

kecil/kerajinan dan jasa-jasa yang terkait langsung atau tidak langsung dengan pariwisata. UKM di Bali telah mampu menyelamatkan perekonomian Bali ketika krisis melanda perekonomian nasional tahun 1997/1998. Usaha kecil pada sektor pariwisata adalah usaha-usaha kecil pada setiap sektor yang mendukung langsung kegiatan kepariwisataan atau perjalanan wisatawan, yaitu: (1) sektor restoran, rumah makan dan warung, (2) hotel non bintang, angkutan wisatwa, (4) travel biro, (5) money changer, (6) atraksi budaya dan hiburan lainnya, dan (7) jasa perorangan, rumah tangga lainnya dan pramuwisata. Sedangkan sektor hotel bintang walaupun pendukung utama sektor pariwisata, karena usaha-usaha pada sektor ini tidak memenuhi ketentuan usaha kecil BI, maka tidak termasuk usaha kecil sektor pariwisata. Jadi, melalui efek pengganda (multiplier effects) dan efek menyebar (spread effects), pengeluaran wisatawan yang ditangkap oleh usaha-usaha kecil pada sektor-sektor pendukung kelancaran pariwisata telah memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah (nilai tambah bruto) Bali, menciptakan efek keterkaitan ke belakang dan ke depan, dan menimbulkan efek pengganda terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya dalam perekonoian Bali yang sampai saat ini belum diketahui, yang perlu dicari jawabannya melalui penelitian dengan menggunakan pendekatan Input-Output Pariwisata Bali Tahun 2000.

Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan untuk dicari jawabannya melalui studi sebagai berikut: 1. Berapakah kontribusi usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap pendapatan daerah (nilai tambah bruto) Bali. 2. Bagaimanakah keterkaitan ke belakang dan ke depan serta daya sebar ke belakang dan ke depan usaha kecil pada sektor pariwisata dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. 3. Bagaimanakah dampak pengganda output dan pendapatan yang ditimbulkan oleh usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Bali.

Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan studi ini yaitu: 1. Mengetahui kontribusi usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap pendapatan daerah (nilai tambah bruto) Bali. 2. Mengetahui keterkaitan ke belakang dan ke depan serta daya sebar ke belakang dan ke depan usaha kecil pada sektor pariwisata dengan sektor-sektor ekonomi lainnya.7

3. Mengetahui dampak pengganda output dan pendapatan yang ditimbulkan oleh usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Bali.

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain: 1. Sebagai sumber informasi dalam pengambilan keputusan bagi para perencana pembangunan pariwisata di tingkat wilayah/kabupaten khususnya dan di Propinsi Bali umumnya. 2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan kepariwisataan dengan penerapan model Input-Output Pariwisata Tahun 2000, khususnya di Bali di mana sektor pariwisata berkembang pesat.

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Propinsi Bali, yang didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu: (1) Propinsi Bali dengan luas wilayah hanya 5.561 km 2, tetapi memiliki aktivitas perekonomian unik yang berbeda dibandingkan perekonomian propinsi lain, sehingga pantas menjadi sebuah objek penelitian semacam ini; (2) Dalam pembangunan ekonomi, Propinsi Bali memberikan prioritas pada sektor pertanian, pariwisata dan industri, tanpa mengabaikan sektor-sektor lainnya. Dengan makin maju dan berkembangnya kepariwisataan, membawa dampak terhadap kinerja perekonomian Bali, utamanya terhadap peningkatan pendapatan regional, di mana sebagian pendapatan regional ini dampak dari bergeliatnya usaha-usaha kecil pada sektor pariwisata; (3) Belum pernah dilakukan penelitian serupa oleh peneliti-peneliti sebelumnya, sehingga dipandang perlu dilakukan penelitian semacam ini.

Jenis dan Sumber Data Mencermati judul penelitian ini, ingin mengetahui dampak usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap pendapatan daerah Bali, menggiring asosiasi kita ke cakupan ekonomi makro Bali, sehingga penelitian ini tidak bersifat kasus atau parsial, tapi bersifat makro yaitu Bali. Oleh karena itu data yang diperlukan adalah data sekunder ekonomi makro Bali dalam bentuk Tabel Input-Output Pariwisata Bali Tahun 2000 dan data pendukung lainnya yaitu data PDRB Propinsi Bali 1997-2005, data Tinjauan Perekonomian Bali Tahun 2001-2005, data

8

Pariwisata Bali 1969-2005, data Propeda Propinsi Bali 2001-2005, Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Bali Tahun 2005. Sumber data yakni Badan Pusat Statistik Propinsi Bali, Bappeda Propinsi Bali, Dinas Pariwisata Bali, dan beberapa instansi lain.

Agregasi Sektor-Sektor Tabel Input Output Pariwisata Bali Tahun 2000 yang terdiri dari 68 sektor klasifikasinya didasarkan atas Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), di mana seluruh kegiatan ekonomi dibagi habis menjadi sektor-sektor ekonomi. Klasifikasi didasarkan pada satuan komoditi atau kegiatan ekonomi yang mempunyai kesamaan dalam produk yang dihasilkan atau kesamaan dalam kegiatan yang dilakukan. Jika sektor-sektornya dirinci yaitu, Sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan dan hasil hasilnya mencakup 20 sektor (kode 1 s/d 20), Sektor Pertambangan dan Penggalian mencakup 3 sektor (kode 21 s/d 23), Sektor Industri Pengolahan mencakup 19 sektor (kode 24 s/d 42), Listrik,Gas dan Air Minum mencakup 2 sektor (kode 43 dan 44), Bangunan mencakup 1 sektor (kode 45), Perdagangan, Hotel dan Restoran mencakup 4 sektor (kode 46 s/d 49), Pengangkutan dan Komunikasi mencakup 9 sektor (kode 50 s/d 58), Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan mencakup 5 sektor (kode 59 s/d 63) dan Sektor Jasa Lainnya terdiri dari 5 sektor (kode 64 s/d 68). Mengenai pembagian sektor yang berbeda-beda dapat dilakukan sesuai dengan tujuan analisis yang ingin dilakukan. Di dalam penelitian ini dari 68 sektor pada Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2000, dilakukan agregasi menjadi 33 sektor dengan tetap

memperhatikan sektor utamanya, di samping juga memperhatikan kesamaan komoditi yang ada sesuai dengan pengembangan pariwisata di Bali. Dengan demikian semua analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada Tabel I-O Pariwisata Bali 2000 yang telah diagregasi menjadi 33 sektor. Dari 33 sektor tersebut, sektor-sektor usaha kecil pada sektor pariwisata adalah sektor-sektor yang mendukung langsung kegiatan kepariwisataan atau perjalanan wisatawan, yaitu: (1) sektor restoran, rumah makan dan warung, (2) hotel non bintang, angkutan wisatwa, (4) travel biro, (5) money changer, (6) atraksi budaya dan hiburan lainnya, dan (7) jasa perorangan, rumah tangga lainnya dan pramuwisata. Sedangkan sektor hotel bintang walaupun pendukung utama sektor pariwisata, karena usaha-usaha pada sektor ini tidak memenuhi ketentuan usaha kecil BI, maka tidak termasuk usaha kecil sektor pariwisata.

9

Definisi Operasional Dalam sub bab ini didefinisi secara opersional beberapa variabel penting yang berkaitan dengan judul penelitian, dengan maksud agar diperoleh pemahaman dan pengertian yang sama terhadap arti dan makna variabel-variabel tersebut, al.: 1. Penelitian (re-search), yaitu kegiatan pencarian atau penyelidikan secara terorganisasi dan sistematis untuk memecahkan suatu masalah. Penelitian adalah prosesnya, sedangkan hasilnya adalah suatu kebenaran (ilmu pengetahuan). 2. Pariwisata (Tourism) adalah perjalanan yang dilakukan secara perseorangan maupun berkelompok dari satu tempat ke tempat lain yang sifatnya sementara dan bertujuan untuk mendapatkan kesenangan dari bertamasya atau rekreasi, di mana di tempat yang dikunjungi, mereka tidak mendapatkan penghasilan, tetapi sebagai konsumen. 3. Wisatawan (Tourist) adalah orang maupun sekelompok orang yang melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan tujuan apapun asal tidak mencari nafkah atau mendapat pekerjaan di tempat yang dikunjungi, bersifat sementara dan

tinggal sekurang-kurangnya 24 jam di tempat yang dituju. 4. Dampak (Impact) adalah akibat yang timbul karena adanya penyebab langsung dan tidak langsung. Dalam penelitian ini, penyebabnya adalah aktivitas usaha kecil pada sektor pariwisata dan akibatnya adalah pendapatan daerah atau pendapatan regional. 5. Usaha kecil (Small Scale). Menurut UU No. 5/1995, usaha kecil adalah usaha yang memiliki asset kurang atau sama dengan 200 juta rupiah di luar tanah dan bangunan dan beromset kurang atau sama dengan satu miliar setiap tahun. 6. Sektor pariwisata. Dalam terminologi ekonomi, khususnya sektor-sektor ekonomi dalam PDB atau PDRB tidak ada sektor pariwisata, tetapi yang ada hanya sektor-sektor pendukung langsung atau tidak langsung kegiatan kepariwisataan. Jadi yang dimaksud sektor pariwisata dalam penelitian ini adalah sektor-sektor ekonomi dalam Input-Output Pariwisata 2000 yang mendukung langsung kegiatan kepariwisataan atau perjalanan wisatawan, yaitu: (1) sektor restoran, rumah makan dan warung, (2) hotel non bintang, (3) angkutan wisata, (4) travel biro, (5) money changer, (6) atraksi budaya dan hiburan lainnya, dan (7) jasa perorangan, rumah tangga lainnya dan pramuwisata. 7. Usaha kecil pada sektor pariwisata, yaitu usaha-usaha bisnis yang memiliki asset kurang atau sama dengan 200 juta rupiah di luar tanah dan bangunan dan beromset kurang atau sama dengan satu miliar setiap tahun pada sektor pariwisata atau pada sektor-sektor pendukung utama pariwisata, seperti disebutkan pada butir 6.

10

8. Pendapatan daerah. Pendapatan daerah yang dimaksud dalam penelitian yaitu pendapatan regional Propinsi Bali (PDRB), yaitu penjumlahan semua balas jasa faktor produksi yang ada dalam masyararakat Bali, berupa gaji pegawai dan upah tenagakerja, bunga modal, sewa tanah, dan surplus usaha. 9. Dampak usaha kecil pada sektor pariwisata, yaitu kegiatan-kegiatan usaha kecil pada sektor pariwisata atau sektor-sektor pendukung pariwisata seperti disebutkan pada butir 6 yang mengakibatkan timbulnya pendapatan pada perekonomian daerah Bali. 10. Penelitian tentang dampak usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap peningkatan pendapatan daerah, yaitu kegiatan pengkajian terhadap usaha-usaha kecil pada sektorsektor pariwisata atau sektor-sektor yang disebutkan pada butir 6, yang mengakibatkan timbulnya pendapatan pada perekonomian daerah Bali.

Metode Analisis Data Pengolahan data menggunakan metode kuantitatif, yakni formula-formula kuantitatif berdasarkan Tabel Input-Output, sebagai berikut: 1. Metode Kuantitatif-Deskriptif Kontribusi usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap pendapatan daerah atau regional Bali dianalisis menggunakan metode kuantitatif Deskriptif. Untuk itu terlebih dahulu dihitung secara kuantitatif kontribusi usaha kecil pada setiap sektor yang mendukung langsung kepariwisataan, setelah itu baru pendapatan sektor-sektor tersebut dalam bentuk nilai tambar bruto dijumlahkan menjadi pendapatan usaha kecil pada sektor pariwisata.n

Pendapatan Bruto usaha kecil Sektor ke-i = nilai tambah bruto usaha kecil ke-i i=1n Pendapatan Bruto Usaha Kecil pada Pariwisata = Pendapatan Bruto sektor ke-i

i=1 2. Analisis Keterkaitan Antar Sektor Model I-O dapat digunakan untuk mengukur keterkaitan atau derajat saling ketergantungan antar sektor perekonomian. Keterkaitan ini memberi petunjuk sejauh mana pertumbuhan suatu sektor mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Keterkaitan semacam ini sangat berperanan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sektor-sektor ekonomi lainnya.

11

Demikian pula halnya usaha kecil pada sektor pariwisata yang merupakan penjumlahan sektor-sektor pendukung pariwisata dapat dihitung keterkaitan ke depan dan ke belakangnya terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya. Makin kuat keterkaitan ini berarti usaha kecil pada sektor pariwisata makin mampu menciptakan pendapatan terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya, yang berarti mampu membangkitkan perekonomian daerah Bali. Jenis-jenis keterkaitan usaha kecil yang dihitung dalam penelitian ini mengacu pada Parikh and Bailey (1990), yaitu keterkaitan langsung, keterkaitan tidak langsung, dan daya penyebaran. Untuk mengukur keterkaitan langsung menggunakan matriks koefisien

teknologi, A = [aij], sedangkan untuk mengukur keterkaitan tidak langsung menggunakan matriks invers A yaitu (I-A)-1. Besaran-besaran ini dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menyusun prioritas-prioritas atau perencanaan sektor perekonomian dalam rangka mencapai tujuan pembangunan.

a. Keterkaitan Langsung Jenis keterkaitan langsung yang dihitung yaitu keterkaitan langsung ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan langsung ke depan (forward linkage) formula sebagai berikut: (1) Keterkaitan Langsung ke Belakang (Backward Linkages) Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan berapa banyak input yang berasal dari produksi berbagai sektor yang dipakai oleh suatu sektor (dalam penelitian ini: sektor-sektor usaha kecil yang mendukung pariwisata atau usaha kecil pada sektor pariwisata) dalam proses produksi. Besaran ini didapat dengan menjumlahkan elemen-elemen koefisien teknologi menurut kolom atau secara vertikal dari matrik koefisien teknologi, yaitu:

KB

j

x i 1 ij X j

n

n i 1

a

ij

di mana : KBj xij Xj aij j = koefisien keterkaitan langsung ke belakang sektor j; = permintaan input antar sektor j; = total input sektor j (= total output sektor i); = unsur-unsur matriks koefisien teknologi sektor j; = 1, 2, .., n12

Bila KBj lebih besar dari pada satu menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat. Dengan kata lain sektor ini banyak mempengaruhi pertumbuhan sektor-sektor lain dalam memenuhi permintaan turunan (derived demand) yang ditimbulkan oleh sektor ini.

(2) Keterkaitan Langsung ke Depan (Forward Linkage) Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan banyaknya output suatu sektor (dalam penelitian ini: sektor-sektor usaha kecil yang mendukung pariwisata atau usaha kecil pada sektor pariwisata) yang digunakan oleh sektor-sektor lain sebagai input. Besaran ini diperoleh dengan menjumlahkan elemen-elemen dalam satu baris pada tabel transaksi antar sektor kemudian dibagi dengan total output sektor tersebut, atau diperoleh dengan menjumlahan elemen-elemen koefisien teknologi (aij) menurut baris atau secara horizontal dari matrik koefisien teknologi, yaitu : n j =1 KDi = TDi di mana = n xij + FDi j=1 = koefisien keterkaitan langsung ke depan sektor i; = permintaan antara untuk output sektor i; = total output sektor i; = total permintaan sektor i; = Yi = permintaan akhir sektor i; = unsur-unsur matriks koefisien teknologi sektor i; = 1,2,. n n n j =1 = Xi =

xij

xij

xij n aij j=1

j =1

KDi xij Xi TDi FDi aij i

Bila KDi lebih besar dari satu menunjukkan bahwa output dari suatu sektor secara relatif lebih banyak digunakan oleh sektor-sektor lain sebagai input. Hal ini berarti sektor tersebut dapat menimbulkan penawaran turunan (derived supply) yang besar.

13

b. Keterkaitan tidak Langsung Jenis keterkaitan tidak langsung yang dihitung adalah keterkaitan tidak langsung ke belakang (indirect backward linkage) dan keterkaitan tidak langsung ke depan (indirect forward linkage), dengan formula sbb:

(1) Keterkaitan tidak Langsung ke Belakang (Indirect Backward Linkage)

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang atau

sering hanya disebut

keterkaitan tidak langsung ke belakkang menyatakan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan ini juga menunjukkan kekuatan suatu sektor dalam mendorong peningkatan produksi seluruh sektor perekonomian. Dengan kata lain seberapa besar permintaan akhir suatu sektor dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian. Besaran ini diperoleh dengan menjumlahkan menurut kolom elemen-elemen matriks invers Leontief, bij, yaitu:

KTB

n j i 1

b

ij

di mana : KTBj = bij i = koefisien keterkaitan tidak langsung ke belakang sektor j; unsur-unsur matriks inverse Leontief sektor j;

= 1, 2, , n

Arti dari koefisien tersebut yaitu, bila permintaan akhir sektor j naik satu unit, maka produksin . bij i=1

seluruh sektor perekonomian meningkat sebesar

(2) Keterkaitan tidak Langsung ke Depan (Indirect Forward Linkage) Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan atau sering hanya disebut keterkaitan tidak langsung ke depan mengukur akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit peningkatan permintaan akhir. Koefisien keterkaitan ini juga menunjukkan seberapa besar suatu sektor memenuhi permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian. Besaran ini diperoleh dengan

14

menjumlahkan elemen-elemen matriks (I-A)-1 atau bij menurut baris sektor yang bersangkutan, yaitu :

KTD

n i j 1

b

ij

Di mana: KTDi bij i = = = koefisien keterkaitan tidak langsung ke depan sektor i; unsur-unsur matriks inverse Leontief sektor i; 1, 2, , n

Arti koefisien ini yaitu, bila permintaan akhir setiap sektor perekonomian meningkat satu unit (yang berarti peningkatan perekonomian akhir seluruh sektor perekonomian sebesar n unit), n b unit. maka sektor i tersebut dapat menyumbang pemenuhannya sebesar j 1 ij c Daya Sebar Daya sebar yang akan dihitung dalam penelitian ini yaitu, daya sebar ke belakang (daya penyebaran) dan daya sebar ke depan (derajat kepekaan) dengan formula sebagai berikut:

(1) Daya Sebar ke Belakang (Daya Penyebaran) Daya sebar ini menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir sesuatu sektor dalam mendorong pertumbuhan produksi di masing-masing sektor perekonomian secara keseluruhan. Bila permintaan akhir setiap sektor perekonomian naik satu unit, yang berartin

permintaan akhir keseluruhan sektor naik n unit, maka total kenaikan produksij 1

bij unit.

Dari kenaikan total produksi seluruh sektor sebesar ini, ditumbuhkan oleh akibat kenaikann

permintaan akhir sektor j sebesarj 1 n

bij unit. Rata-rata kekuatan rangsangan permintaann

akhir sektor-sektor adalah 1/nj 1

bij.i 1

Jadi daya sebar ke belakang dari j sesuatu sektor adalah :

15

n

b ij DSB 1/nj 1 i 1 i 1 n n

b ij

Di mana DSBj adalah indeks daya sebar ke belakang sektor j. Bila nilai DSBj lebih besar dari satu, menunjukkan bahwa secara relatif permintaan akhir sektor j dalam merangsang pertumbuhan produksi lebih besar dari rata-rata. Berarti sektor ini merupakan sektor yang strategis untuk memacu pertumbuhan ekonomi wilayah. Indeks daya penyebaran ke belakang disebut juga tingkat pengaruh keterkaitan ke belakang (backward linkages effect ratio). (2) Daya Sebar ke Depan (Derajat Kepekaan) Daya sebar ini menunjukkan besarnya sumbangan relatif sesuatu sektor dalam memenuhi permintaan akhir keseluruhan sektor perekonomian. Bila permintaan akhir seluruh sektor masing-masing naik 1 unit, yang berarti kenaikan permintaan akhir seluruh sektor perekonomian adalah n unit, maka sektor i dapat memenuhi permintaan akhir tersebut n b unit. Rata-rata kapasitas pemenuhan permintaan akhir oleh setiap sektor sejumlah j 1 ij adalah sebesar 1 x nn n b i=1 j 1 ij

Jadi daya sebar ke depan sesuatu sektor adalah:nDSD i 1

b

j 1 nn i

ij n

b

1

j 1

ij

Di mana DSDi adalah daya sebar ke depan atau indeks derajat kepekaan sektor i. Bila sesuatu sektor memiliki nilai DSDi lebih besar dari satu, berarti sektor ini merupakan salah satu sektor yang strategis, karena secara relatif dapat memenuhi permintaan akhir kemampuan rata-rata sektor. Indeks daya sebar ke depan disebut juga tingkat pengaruh keterkaitan ke depan (forward linkages effects ratio).

3. Analisis Pengganda Dalam penelitian ini akan dihitung berbagai jenis pengganda baik tipe I maupun tipe II, sedangkan formula yang digunakan merujuk BPS (1994) dan Nazara (1997)

16

a. Pengganda Output Pengganda output (Output Multiplier) yaitu dampak peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di wilayah penelitian. Pengganda output sederhana adalah dampak kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap kenaikan output sektor yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan pengganda output total yaitu dampak kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap kenaikan output sektor yang lain, baik secara langsung, tidak langsung maupun dampak induksi. (1) Pengganda Output Sederhanan

Oji 1

b ij

dimana : Oj = pengganda output sederhana sektor j; bij = unsur-unsur matriks invers Leontief terbuka sektor j. (2) Pengganda Output Totaln 1

Oji 1

d ij

dimana : Oj = pengganda output total sektor j; dij = unsur-unsur matriks invers Leontief tertutup sektor j. b. Pengganda Pendapatan Pengganda pendapatan (Income Multiplier) yaitu dampak peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di wilayah penelitian secara keseluruhan. Pengganda pendapatan tipe I adalah dampak peningkatan permintaan akhir suatu sektor secara langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga. Artinya apabila permintaan akhir terhadap output tertentu meningkat sebesar satu rupiah, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja pada sektor tersebut sebesar nilai pengganda sektor yang bersangkutan. Sedangkan pengganda pendapatan tipe II yaitu dampak peningkatan permintaan akhir secara langsung, tidak langsung dan induksi suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tagga. Ada beberapa jenis pengganda pendapatan yaitu:

17

(1) Pengganda Pendapatan Rumahtangga Sederhanan

Hj =i 1

an

1.i

b ij

Dimana : Hj = an+1.i = bij =

pengganda pendapatan rumahtanggal sederhana sektor j; koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor i; unsur-unsur matriks invers Leontief terbuka sektor j.

(2) Pengganda Pendapatan Rumahtangga Totaln 1

Hji 1

an

1.i

d ij

di mana : Hj = pengganda pendapatan rumahtangga total sektor j; dij = unsur-unsur matriks invers Leontief tertutup sektor j. (3). Pengganda Pendapatan Rumahtangga Tipe I Yj =dampak langsung dampak tid ak langsung dampak langsung

Atau secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut: Hj an+1.i bij n+1 Yj = = an+1, i an+1,j i=1 dimana: Yj = pengganda pendapatan tipe I sektor j; bij = unsur-unsur metriks invers Leontief terbuka sektor j; an+1.i = koefisien input gaji/upah rumahtangga sektor i; an+1.j = koefisien input gaji/upah rumahtangga sektor j; (4) Pengganda Pendapatan Rumahtangga Tipe IIYj dampak langsung dampak tid ak langsung dampak induksi dampak langsung

atau secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : Hj n+1 an+1.i dij Yj = = an+1, j an+1,j i=1 dimana : Yj = pengganda pendapatan tipe II sektor j; dij = unsur-unsur matriks invers Leontief tertutup sektor j

18

Kerangka Pemikiran Konseptual Prioritas pembangunan dalam perekonomian Bali yang meliputi tiga sektor utama yaitu; pembangunan sektor pertanian dalam arti luas, pengembangan industri pariwisata yang bermodalkan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu, pengembangan industri kecil dan kerajinan, terutama yang berkaitan dengan sektor pertanian dan sektor pariwisata. Jadi berkembangnya ketiga sektor prioritas tadi diharapkan bisa saling bersinergi atau terkait antara sektor yang satu dengan sektor lainnya. Sektor pariwisata yang yang memperoleh prioroitas dalam pembanguan ekonomi, ternyata telah memberikan corak khusus terhadap perekonomian daerah Bali. Perkembangan sektor pariwisata yang pesat di Bali ternyata merangsang tumbuh-kembangnya usaha-usaha kecil yang memproduksi barang dan jasa yang berkaitan langsung dan tidak langsung dengan pariwisata. Semua usaha-usaha kecil yang berkaitan langsung dengan pariwisata dapat dikelompokkan ke dalam sektor-sektor, seperti sektor restoran, rumah makan dan warung, sektor hotel non bintang, sektor travel biro, sektor angkutan wisata, sektor money changer, sektor atraksi budaya dan hiburan lainnya, sektor jasa peorangan, rumahtangga dan pramuwisata, dll. Usaha-usaha kecil pada sektor-sektor pariwisata di dalam aktivitasnya menghasilkan pendapatan yang diperoleh dari penjualan barang dan jasa yang diproduksikan untuk sektor pariwisata. Sedangkan dalam aktivitas produksinya, usaha-usaha kecil ini memperoleh input yang berasal dari output sektor-sektor ekonomi lainnya. Inilah yang disebut keterkaitan langsung dan tidak langsung dalam suatu poerekonomian. Di samping itu, setiap peningkatan permintaan barang dan jasa yang langsung dikonsumsi oleh usaha-usaha kecil ini akan meningkatkan output dan pendapatan sektor lain. Inilah yang disebut pengganda usaha kecil terhadap sektor-sektor ekonomi lainnnya. Dengan menggunakan pendekatan Input-Output terhadap Tabel Input-Output Pariwisata Bali tahun 2000, semuanya akan dapat diketahui (Gambar 2).

Asumsi Dalam penerapan input-output (I-O), ada beberapa asumsi yang mendasari model tersebut. Metode yang dikembangkan Leontief memiliki asumsi dasar fixed proportion production function atau dikenal sebagai fungsi produksi Leontief, artinya hanya ada satu kombinasi input untuk memproduksi tingkat output tertentu. Asumsi dasar ini selanjutnya dirinci lebih lanjut oleh OConnor dan Henry, 1975 (dalam Dasril, 1993) menjadi tiga yaitu :

19

(1) Homogenitas, yang berarti suatu komoditi hanya dihasilkan secara tunggal oleh suatu sektor dengan susunan yang tunggal dan tidak ada substitusi output di antara berbagai sektor. (2) Linearitas adalah suatu prinsip dimana fungsi produksi bersifat linear dan homogen. Artinya perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan pemakaian input secara proporsional. Asumsi ini dikenal juga sebagai prinsip proporsionalitas. (3) Aditivitas adalah suatu prinsip di mana efek total dari pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing masing sektor secara terpisah. Hal ini berarti bahwa semua pengaruh di luar sistem input-output diabaikan.

20

Tujuan dan

Prioritas Pembangunan Daerah Bali

Sektor Pertanian

Sektor Pariwisata Usaha Kecil di Sektor Pariwisata

Sektor Industri

Model Input Output -1 X= (I A) Y

Tabel Input-Output Pariwisata Bali 2000

Kontribusi Usaha Kecil Pariwisata thd Pendapatan Daerah (NTB) Bali

Keterkaitan Usaha Kecil Pariwisata: Langsung Tak Langsung Daya Sebar

Dampak Pengganda: Pengganda Output Pengganda Pendapatan

Usaha Kecil pd Sektor Pariwisata:Kontribusi thd Pendapatan Daerah (NTB) Bali Keterkaitan langsung, tak langsung, daya sebar ke belakang dan ke depan dg Sektor-Sektor Ekonomi lain

Dampak thd Sektor-Sektor Ekononmi lainnya

Rekomendasi Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Dampak Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Daerah (Nilai Tambah Bruto) Bali

21

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Kontribusi Usaha Kecil Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Daerah (Nilai Tambah Bruto) Daerah Bali memang tidak dikaruniahi kekayaan sumberdaya alam seperti pertambangan, kehutanan, lahan, dsb. Namun harus mensyukuri bahwa Bali dikaruniahi

keunikan budaya yang didukung oleh adat-istiadat dan agama Hindu serta keindahan lingkungan alam, akhirnya berkembanglah pariwisata yang berkaitan dengan karuniah tersebut yang merupakan berkah bagi masyarakat Bali. Agar kepariwisataan Bali lebih berkembang dan mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Bali, maka kebijakan pembangunan ekonomi Pemerintah Daerah Bali yang memprioritaskan

pengembangan kepariwisataan adalah suatu langkah yang tepat dan implementasi kebijakan tersebut telah menunjukkan kesuksesan. Akhirnya, tidak hanya Pemerintah Daerah Bali sangat tergantung pada pariwisata.sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) melalui Pajak Hotel dan Restoran (PHR), tetapi juga masyarakat Bali pada umumnya sebagian besar sumber penghidupannya tergantung pada pariwisata. Implikasinya, ketika pariwisata terputuk karena tragedi Bom Kuta, 12 Oktober 2002, maka Pemerintah Propinsi dan Kabupaten yang PAD-nya bersumber dari pariwisata kelimpungan dan perekonommian masyarakat Bali pada umumnya ikut terpuruk. Pendapatan Daerah Bali dalam pengertian pendapatan regional Bali (PDRB) yang bersumber dari berbagai aktivitas ekonomi, termasuk aktivitas pada industri pariwisata dapat diklasifikasikan ke dalam sektor-sektor ekonomi. Misal, masyarakat dan pengusaha yang bekerja pada restoran, rumah makan dan warung dengan metode perhitungan nilai tambah bruto, pendapatannya dikelompokkan ke dalam sektor restoran, rumah makan dan warung. Jadi perhitungan pendapatan regional dengan metode nilai tambah adalah penjumlahan balas jasa dari faktor-faktor produksi yang dimiliki masyarakat Bali, yang diklasifikasikan ke dalam 9 sektor, seperti sektor-sektor perekonomian dalam PDRB untuk tingkat regional atau PDB untuk tingkat nasional. Nilai tambah bruto (NTB) atau input primer merupakan balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer ini terdiri dari; (a) upah dan gaji, (b) surplus usaha, (c) penyusutan barang modal, (d) pajak tak langsung neto. Besarnya NTB perekonomian Bali tahun 2000 juga merupakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali untuk periode tersebut.

22

Namun, dalam Tabel Input-Output Pariwisata Bali Tahun 2000 yang menjadi 33 sektor, dimaksudkan agar sektor-sektor jasa

diagregasi

yang terkait dengan industri

pariwisata tampil lebih rinci, seperti sektor restoran, warung dan rumah makan, sektor hotel non bintang, dll. Artinya sumbangan masing-masing sektor tersebut terhadap nilai tambah bruto daerah Bali merupakan penjumlahan dari pendapatan masyarakat dan pengusaha yang bekerja pada masing-masing sektor tersebut. Dari hasil perhitungan Tabel Input-Output Pariwisata Bali Tahun 2000 yang terdiri dari 33 sektor, diperoleh bahwa sektor-sektor pendukung industri pariwisata (sektor 17, 18, 19, 22, 23, 24, 28, 32 dan 33) mendominasi pembentukan NTB perkonomian Bali untuk tahun 2000 yakni sebesar Rp 5.328.136 juta atau 33,12% dari total NTB Bali tahun 2000. Belum terhitung lagi sektor-sektor lain yang sebagian aktivitasnya mendukung kelancaran industri pariwisata, seperti sektor perdagangan (besar dan eceran), angkutan darat dan laut, komunikasi, pos dan giro, perbankan dan lembaga keuangan lainnya, maka peranan industri pariwisata Bali menjadi semakin besar. Jadi temuan ini menjastifikasi pernyataan sebelumnya bahwa perekomian daerah Bali sangat didominansi oleh industri atau sektor pariwisata. Namun dari 9 sektor yang mendukung langsung industri atau sektor pariwisata Bali, 3 sektor yang memilki kontribusi besar yaitu sektor hotel bintang sebesar 12,32%, sektor restoran, rumah makan dan warung sebesar 8,14% dan sektor jasa perorangan, rumahtangga lainnya termasuk pramuwisata sebesar 5,97%. Namun jika dicermati sektor-sektor pendukung pariwisata yang menampung usahausaha kecil atau usaha kecil pada sektor pariwisata (sektor 17, 19, 22, 24, 28, 32 dan 33) memiliki kontribusi bersama sebesar Rp 2.694.049 juta atau 16,3% dari total pendapatan regional Bali (total Nilai Tambah Bruto Nali) (Tabel 5). Pada Tabel 12 juga dihitung koefisien input primer (KIP) ke 33 sektor ekonomi. Bila mengacu kriteria Riyanto (1997), apabila suatu sektor memiliki koefisien input primer (KIP) 0,5, berarti secara teknis sektor tersebut mampu bekerja secara efisien. Implikasinya sektor yang bersangkutan mampu menciptakan upah dan gaji, surplus usaha, dan pajak tidak langsung yang besar. Pada Tabel 5 tampak bahwa ada enam sektor yang memiliki KIP besar serta memberikan kontribusi tertinggi yaitu; sektor hotel bintang (18), perdagangan (16), pertanian (1), restoran, rumah makan, warung (17), jasa umum dan sosial (31), jasa perseorangan, rumah tangga lainnya, termasuk pramuwisata (33). Di samping sektor-sektor dominan tadi, sebaliknya ada satu sektor yang tidak memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah Bali yaitu sektor bahan bakar minyak (11) dengan nilai kontribusi sebesar Rp. 0,- atau 0,00 % serta dengan KIP = 1, berarti walaupun sektor ini efisien dari23

segi KIP yang dihasilkan, tetapi sektor ini tidak memberikan kontribusi terhadap perekonomian Bali. Hal ini disebabkan bahan bakar minyak tidak melibatkan faktor-faktor

Tabel 5. Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi dan Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Daerah (Nilai Tambah Bruto, NTB) Bali Tahun 2000.Kode Sektor

Sektor Pertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolah hasil pertanian Industri tekstil & pakaian jadi Industri kerajinan kayu & perhiasan Industri kimia, barang dari kimia, karet dan plastik Bahan bakar minyak Industri kerajinan bahan galian, bahan bangunan Industri lainnya Listrik dan air minum Bangunan/konstruksi Perdagangan Hotel bintang Angkutan darat Angkutan laut Angkutan udara Jasa penunjang angkutan lainnya Komunikasi, pos dan giro Perbankan dan lembaga keuangan lainnya Persewaan bangunan dan tanah Jasa perusahaan Jasa umum dan sosial Restoran, rumah makan, warung Hotel non-bintang Angkutan wisata Travel biro Money changer Atraksi budaya & hiburan lainnyaJasa perorangan,rumah tangga lainnya,termasuk pramuwisata Sub Jumlah Usaha Kecil Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)

NTB=PDRB= Pendp.Daerah

(Rp juta)

Sumb. .(%) 11,71 0,83 5,84 0,01 2,54 0,70 1,60 3,81 2,33 0,94 0,00 0,08 0,54 1,25 4,16 12,11 12,32 1,91 0,68 4,49 1,65 1,58 2,44 2,68 0,60 6,88 8,14 0,62 0,40 0,59 0,23 0,36 5,97 16,31 100,00

KIP 0,907 0,798 0,394 0,864 0,661 0,937 0,147 0,403 0,435 0,363 1,000 0,422 0,507 0,617 0,354 0,636 0,626 0,559 0,721 0,500 0,812 0,635 0,682 0,805 0,789 0,899 0,464 0,617 0,573 0,370 0,740 0,823 0,736 0,618 -

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 18 20 21 23 25 26 27 29 30 31 17 19 22 24 28 32 33

J u m l a h (1-33)

1.933.102 137.252 964.557 1.145 419.970 114.892 264.316 629.619 384.643 155.209 0 12.683 89.610 206.379 687.511 1.999.575 2.033.392 316.142 112.085 740.854 272.810 261.355 402.872 442.302 98.593 1.135.069 1.344.606 102.219 66.750 97.940 37.751 59.323 985.460 2.694.049 16.509.986

Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Bali 2000 (33 sektor) Catatan : KIP = Koefisien Input Primer Shading = Penebalan = Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33) Nilai Tambah Bruto (NTB) = Produk Domestik Regional Bruto = Pendapatan Daerah (Regional) Bali

24

produksi yang ada di daerah, sehingga balas jasanya terhadap faktor produksi tidak ada. Nampaknya penguasaan bahan bakar minyak ini dominan dikuasai oleh pemerintah (Pertamina) pusat. Namun sektor-sektor pariwisata yang menampung usaha-usaha kecil (17, 19, 22, 24, 28, 32 dan 33) memiliki koefisien input primer (KIP) bervariasi dari 0,370 untuk travel biro (terkecil) sampai dengan 0,823 untuk atraksi budaya (terbesar) dengan KIP rata-rata sebesar 0,618. Jika KIP usaha kecil ini dihubungkan dengan kriteria Riyanto (1997), maka usaha kecil pada sektor pariwisata termasuk efisien, karena mampu menciptakan upah, gaji, surplus usaha dan pajak tidak langsung yang besar, yang berarti pula mampu menjadi mesin penggerak perekonomian daerah Bali, khususnya aktivitas-aktivitas masyarakat yang terkait langsung dan tidak langsung terhadap kedua sektor tersebut. Jika nilai tambah bruto (NTB) sektor-sektor perekonomian Bali tahun 2000 dijabarkan menurut komponen penggunaannya, maka teralokasi pada komponen upah dan gaji 32,73%, surplus usaha 54,83%, pajak tidak langsung 4,20% dan penyusutan 8,23%. Penggunaan PDRB yang relatif dominan pada komponen surplus usaha, hal ini memumjukkan bahwa nilai tambah yang terbentuk dalam perekonomian Bali sebagian besar diperuntukkan sebagai balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan para pemilik modal. Rasio upah dan gaji dengan surplus usaha sebesar 59,69%. Rasio ini akan semakin baik, jika mendekati keseimbangan. Semakin besar rasio ini menunjukkan besarnya upah dan gaji yang diterima oleh tenaga kerja sektor yang bersangkutan dibandingkan surplus yang diterima oleh produsen. Sebaliknya apabila rasio ini semakin kecil, menunjukkan terjadi penghisapan oleh pengusaha terhadap para karyawan atau pekerjanya (Tabel 6) Tabel 6. Nilai Tambah Bruto (NTB) Perekonomian Bali Menurut Komponen Penggunaannya Tahun 2000Komponen Upah dan Gaji (201) Surplus Usaha (202) Penyusutan (203) Pajak Tidak Langsung Neto (204) Nilai Tambah Bruto (209) Nilai (juta rupiah) 5.403.727 9.052.868 1.359.423 693.968 16.509.986 %tase (%) 32,73 54,83 8,23 4,20 100,00

Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Bali 2000 (33 Sektor)

Berdasarkan data input-output tahun 2000, jumlah nilai Permintaan Akhir (PA) oleh sektor-sektor perekonomian Bali adalah sebesar Rp. 20.824.361 juta (Tabel 7). Dari jumlah tersebut, sebesar 35,00% diminta oleh industri pariwisata untuk memenuhi permintaan barang25

dan jasa hotel bintang (18), restoran, rumah makan, warung (17), perdagangan (16). Sektorsektor ekonomi lainnya yang dapat dimasukkan sebagai sepuluh besar dalam memberikan kontribusi terhadap permintaan akhir adalah bangunan/kontruksi (15), industri pengolah hasil pertanian (7), jasa umum dan sosial (31), peternakan (3), industri tekstil dan pakaian jadi (8), angkutan udara (23), dan jasa perorangan, rumah tangga lainnya termasuk pramuwisata (33). Tabel 7. Kontribusi Sektor Sektor Ekonomi dan Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata Terhadap Permintaan Akhir (PA) dalam Perekonomian Daerah Bali Tahun 2000 (Juta Rupiah)Sektor Pertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolah hasil pertanian Industri tekstil & pakaian jadi Industri kerajinan kayu dan perhiasan Industri kimia, barang dari kimia.karet dan plastik Bahan bakar minyak Industri kerajinan bahan galian, bahan bangunan Industri lainnya Listrik dan air minum Bangunan/konstruksi Perdagangan Hotel bintang Angkutan darat Angkutan laut Angkutan udara Jasa penunjang angkutan lainnya Komunikasi , pos dan giro Perbankan & lembaga keuangan lainnya Persewaan bangunan dan tanah Jasa perusahaan Jasa umum dan sosial Restoran, rumah makan, warung Hotel non bintang Angkutan wisata Travel biro Money changer Atraksi budaya & hiburan lainnyaJasa perorangan,rmh tangga lainnya,termasuk pramuwisataSub Jumlah Usaha Kecil Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)

Kode Sektor

Permt Akhir (PA) 858.363 44.237 1.203.388 2.587 464.884 807 1.366.023 1.073.865 632.600 168.354 123.941 9.257 649.892 318.346 1.470.284 1.623.414 3.180.624 330.988 117.135 1.073.243 119.659 135.310 201.612 375.649 10.649 1.238.980 2.485.370 163.584 124.362 275.977 28.588 77.783 874.666 4.030.330 20.824.361

Sumb(%) 4,12 0,21 5,78 0,01 2,23 0,00 6,56 5,16 3,04 0,81 0,60 0,04 3,12 1,53 7,06 7,80 15,27 1,59 0,56 5,15 0,57 0,65 0,97 1,80 0,05 5,95 11,93 0,79 0,60 1,33 0,14 0,37 4,20 19,36 100,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 18 20 21 23 25 26 27 29 30 31 17 19 22 24 28 32 33

J u m l a h (1-33)

Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Bali 2000 (33 sektor) Catatan : Shading = Penebalan = Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)

26

Di samping sektor-sektor dominan tadi yang relatif besar kontribusinya terhadap pembentukan permintaan akhir, sebaliknya masih terdapat banyak sektor yang hanya mampu menyumbang atau memberikan kontribusi di bawah 1% yakni perbankan dan lembaga keuangan lainnya (27), industri kimia, barang dari kimia karet dan plastik (10), hotel non-bintang (19), komunikasi, pos dan giro (26), angkutan wisata (22), bahan bakar minyak (11), jasa penunjang angkutan lainnya (25), angkutan laut (21), atraksi budaya dan hiburan lainnya (32), perkebunan (2), money changer (28), jasa perusahaan (30), industri kerajinan, bahan galian, bahan bangunan (12), kehutanan (4), pertambangan dan penggalian (6). Mencermati permintaan akhir oleh sektor-sektor perekonomian, utamanya usaha kecil pada sektor pariwisata, maka tampak usaha kecil ini mampu menciptakan permintaan akhir atau permintaan barang dan jasa yang langsung dikonsumsi, seperti permintaan berbagai produk pertanian dalam arti luas sebesar Rp. 4.030.330 juta atau sebesar 19,36% dari total permintaan akhir (Tabel 7). Implikasinya bahwa sektor pertanian termasuk petaninya akan terangsang untuk meningkatkan produksinya dalam usaha memenuhi peningkatan permintaan untuk dikonsumsi langsung oleh usaha-usaha kecil pada sektor pariwisata.

Keterkaitan Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata dengan Sektor-Sektor Ekonomi Lainnya Satu penggunaan model input-output yang paling umum dilakukan adalah untuk menganalisis keterkaitan antar sektor, terutama sebagai kerangka dasar untuk menentukan sektor-sektor prioritas atau unggulan. Analisis keterkaitan antar sektor dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kegiatan suatu sektor terhadap sektor-sektor lain, baik langsung maupun tidak langsung, dan mengukur tingkat ketergantungan sektoral dari sektor-sektor yang ada dalam perekonomian. Analisis keterkaitan antar sektor dibedakan ke dalam keterkaitan ke belakang yakni kegiatan-kegiatan sektor ekonomi lain yang menyediakan input bagi kegiatan ekonomi sektor bersangkutan dan keterkaitan ke depan yakni kegiatan-kegiatan sektor lain yang menggunakan output dari sektor yang bersangkutan. Keterkaitan ke depan dan ke belakang dapat dibedakan menjadi dua yaitu keterkaitan langsung ke depan dan ke belakang serta keterkaitan tidak langsung ke depan dan ke belakang. Keterkaitan langsung ke depan dan ke belakang didapat dari koefisien input, sedangkan keterkaitan tidak langsung ke depan dan ke belakang diperoleh dari matriks kebalikan Leontief terbuka.

27

Keterkaitan Langsung Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan berapa banyak input yang berasal dari produksi berbagai sektor yang dipakai oleh sektor tersebut dalam proses produksi. Jadi keterkaitan langsung ke belakang merupakan suatu nilai besaran yang menunjukkan peranan suatu sektor dalam menciptakan penambahan output sektor penyedia input untuk per kenaikan satu satuan permintaan akhir sektor penerima input tersebut. Sedangkan keterkaitan langsung ke depan menunjukkan berapa banyak output suatu sektor yang digunakan oleh sektor-sektor lain sebagai input. Jadi keterkaitan langsung ke depan menunjukkan peranan suatu sektor dalam menciptakan output sektor penerima output akibat penambahan satu satuan permintaan akhir sektor penyedia output tersebut. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien keterkaitan langsung ke belakang (KBj) untuk seluruh sektor perekonomian Bali lebih kecil dari satu (KBj < 1), yang berarti bahwa semua sektor perekonomian yang ada belum mampu menciptakan permintaan turunan (derived demand) yang kuat terhadap sektor-sektor lain. Sebagai contoh untuk sektor industri pengolah hasil pertanian (7) yang memiliki nilai KB tertinggi yaitu 0,853, artinya sektor pengolah hasil pertanian dalam aktivitas produksinya menggunakan input antara sebesar 0,853 satuan untuk setiap satu-satuan peningkatan permintaan akhir sektor industri pengolah hasil pertanian tersebut (Tabel 8). Tabel 8 juga dapat menjelaskan keterkaitan langsung ke depan masing-masing sektor perekonomian, yang mana hanya dua sektor memiliki koefisien keterkaitan langsung ke depan (KDi) lebih besar dari satu (KDi > 1), yaitu sektor perdagangan (16) sebesar 1,267 dan sektor bahan bakar minyak (11) sebesar 1,046. Ini artimya, output dari kedua sektor ini secara relatif lebih banyak digunakan oleh sektor-sektor lain sebagai input atau kedua sektor tersebut merupakan pemasok input yang kuat bagi seluruh sektor perekonomian.

28

Tabel 8. Keterkaitan Langsung Ke Belakang dan Ke Depan Sektor-Sektor Ekonomi dan Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata dengan Sektor-Sektor lainnya dalam Perekonomian Daerah Bali Tahun 2000Kode Sektor

Sektor Pertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolah hasil pertanian Industri tekstil & pakaian Jadi Industri kerajinan kayu & perhiasan Industri kimia, barang dari kimia, karet dan plastik Bahan bakar minyak Industri Kerajinan bahan galian, bahan bangunan Industri lainnya Listrik dan air minum Bangunan/konstruksi Perdagangan Hotel bintang Angkutan darat Angkutan laut Angkutan udara Jasa penunjang angkutan lainnya Komunikasi, pos dan giro Perbankan dan lembaga keuangan lainnya Persewaan bangunan dan tanah Jasa perusahaan Jasa umum dan sosial Restoran, rumah makan, warung Hotel non-bintang Angkutan wisata Travel biro Money changer Atraksi budaya & hiburan lainnya Jasa perorangan,rumah tangga lainnya,termasuk pramuwisata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 18 20 21 23 25 26 27 29 30 31 17 19 22 24 28 32 33

Rata-Rata Usaha Kecil Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33) Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Bali 2000 (33 sektor) Catatan: KBj = keterkaitan langsung ke belakang KDi = keterkaitan langsung ke depan Shading = Penebalan = Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33

KBj 0,093 0,202 0,606 0,136 0,339 0,063 0,853 0,597 0,565 0,637 0,000 0,578 0,493 0,383 0,646 0,364 0,374 0,441 0,279 0,500 0,188 0,365 0,318 0,195 0,211 0,101 0,536 0,383 0,427 0,630 0,260 0,177 0,264 0,382

KDi 0,713 0,150 0,585 0,066 0,132 0,254 0,404 0,438 0,536 0,455 1,046 0,247 0,819 0,429 0,559 1,267 0,410 0,310 0,102 0,409 0,342 0,372 0,524 0,182 0,106 0,041 0,428 0,021 0,002 0,056 0,067 0,007 0,724 0,186

Koefisien keterkaitan langsung ke depan sektor perdagangan menduduki urutan teratas dari sektor-sektor lainnya, yaitu sebesar 1,267, yang menunjukkan setiap peningkatan satu-satuan permintaan akhir sektor perdagangan (16), mampu menciptakan kenaikan output sebesar 1,267 satuan semua sektor pengguna (user) output sektor perdagangan.

29

Memperhatikan kedua koefisien KBk dan KDi pada Tabel 8, tampak bahwa sebanyak 22 sektor memiliki nilai KB > KD, berarti sektor yang demikian menunjukkan belum mampu melakukan deversifikasi produk dan sekaligus telah mengalami kehilangan nilai tambahnya. Kondisi demikian disebabkan oleh karena sektor yang bersangkutan lebih banyak tergantung pada pembelian input dari pada penjualan outputnya. Jika sebaliknya nilai KB 1). Namun, sektor peternakan (3) memiliki daya sebar ke belakang terbesar yaitu 1,384 dan sektor bahan bakar minyak (11)

memiliki daya sebar ke belakang terlemah yaitu 0,621. Daya sebar ke belakang sebesar 1,384 artinya, bila permintaan akhir seluruh sektor perekonomian (33 sektor) masing-masing meningkat satu unit (kenaikan permintaan akhir seluruh sektor perekonomian adalah 33 unit), maka sektor peternakan (3) dapat memenuhi permintaan akhir tersebut sebesar 1,384 unit.32

Sedangkan daya sebar ke depan (DSDi) merupakan ukuran dampak relatif dari peningkatan output suatu sektor tetentu (misal sektor n) terhadap dorongan peningkatan output sektor-sektor lainnya yang menggunakan output sektor n tersebut sebagai input. Apabila nilai DSDi suatu sektor besar, maka sektor tersebut dikatakan sebagai sektor yang peka terhadap pengaruh sektor lainnya. DSDi suatu sektor sering juga disebut sebagai daya dorong terhadap peningkatan output sektor-sektor lain penerima output sektor tersebut. Sebagai implikasinya, jika suatu sektor memiliki daya dorong yang tinggi maka kondisi demikian menunjukkan kemampuannya dalam mendorong perkembangan sektor-sektor lain atau dengan perkataan lain bahwa sektor tersebut memiliki efek hubungan ke depan yang memberikan pasokan tinggi. Semakin besar nilai DSDi suatu sektor, maka sektor tersebut semakin besar daya dorongnya terhadap perekonomian di wilayahnya. Sektor-sektor

perekonomian Bali yang memiliki nilai daya sebar ke depan lebih besar dari satu (DSDi > 1), sebanyak 15 sektor. Sektor yang memiliki nilai daya sebar ke depan tertinggi adalah sektor perdagangan (16) sebesar 2,001 dan daya sebar ke depan terkecil adalah sektor angkutan wisata (22) sebesar 0,624. Daya sebar ke depan sebesar 2,001, artinya bila permintaan akhir setiap sektor perekonomian meningkat sebesar satu unit (total peningkatan produksi sebanyak 33 unit), maka dari total produksi seluruh sektor perekonomian (33 sektor), yang ditumbuhkan oleh kenaikan permintaan akhir sektor perdagangan (16) sebesar 2,001 unit. Sektor-sektor perekonomian Bali yang memiliki daya sebar ke belakang dan ke depan lebih besar dari satu, artinya sektor-sektor tersebut termasuk sektor yang strategis atau memiliki pengaruh yang tinggi terhadap keseluruhan sektor perekonomian wilayah. Mengamati Tabel 9, terdapat 11 sektor yang memenuhi kriteria tadi dengan rincian; satu sektor primer yaitu peternakan, tujuh buah termasuk sektor industri (sekunder), dan tiga buah termasuk kelompok sektor tersier (jasa). Jadi informasi ini juga menunjukkan bahwa ke sebelas sektor tersebut mampu mendorong peningkatan produksi seluruh sektor

perekonomian di atas rata-rata sektor, atau dengan kata lain bahwa peningkatan permintaan akhir terhadap output sektor tersebut akan dapat mendorong peningkatan output dari sektorsektor yang berkaitan dengan ke sebelas sektor. Menurut Kuncoro (1993), yang dimasukkan sebagai sektor prioritas adalah sektorsektor perekonomian yang memiliki koefisien daya penyebaran ke belakang dan ke depan kuat (dengan koefisien lebih besar dari satu). Sektor potensial dengan daya sebar ke belakang tinggi tapi ke depan rendah atau sebaliknya, dan sektor tertinggal jika daya sebar ke belakang dan ke depannya rendah. Untuk lebih jelasnya gambarkan sektor-sektor perekonomian Bali33

yang dapat dimasukkan sebagai sektor prioritas, sektor potensial maupun sektor yang masih tertinggal dalam perekonomian daerah Bali berdasarkan data tahun 2000 disajikan pada Tabel 10.Tabel 10. Klasifikasi Sektor-Sektor Prioritas, Potensial dan Tertinggal dalam Perekonomian Daerah Bali Tahun 2000Daya Daya Sebar Tinggi Sebar Ke Belakang Rendah

Sektor-Sektor Prioritas:Peternakan (3) Industri tekstil & pakain jadi (8) Industri pengolah hasil pertanian (7) D a y a S e b a r K eIndustri kimia,brg dari kimia,karet dan plastik (10)

Sektor-Sektor Potensial:Bahan bakar minyak (11) Pertanian (1) Perbankan dan lembaga keuangan lainnya (27)

Tinggi

Bangunan/konstruksi (15) Industri kerajinan kayu dan perhiasan (9) Angkutan udara (23) Industri lainnya (13) Listrik dan air minum (14) Perdagangan (16)

Sektor-Sektor Potensial:Industri kerajinan, bahan galian, bahan bangunan (12) Hotel bintang (18) Angkutan darat (20)

Sektor-Sektor tertinggal: Perikanan (5) Angkutan laut (21)Persewaan bangunan dan tanah (29) Jasa penumpang angkutan lainnya (25)

Rendah

Kehutanan (4) Usaha Kecil Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33) D Jasa umum dan sosial (31) e Pertambangan dan penggalian (6) p a n Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Bali 2000 (33 Sektor)

Mengamati koefisien daya sebar sektor-sektor pendukung pariwisata atau sektor pariwisata yang menampung usaha-usaha kecil (17, 19, 22, 24, 28, 32 dan 33)(lihat Tabel 9 dan 10), tampak bahwa usaha kecil pada sektor pariwisata mempunyai daya sebar ke belakang tinggi dan daya sebar ke depan rendah dan jika mengacu pada Kuncoro (1993), maka usaha kecil pada sektor pariwisata tersebut termasuk sektor potensial untuk dikembangkan. Artinya usaha kecil pada sektor pariwisata tersebut mampu menarik sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya atau dengan perkataan lain bahwa dampak hubungan ke belakang adalah penyerapan input yang menimbulkan tarikan permintaan bahan baku atau sarana produksi. Jika dihubungkan dengan fakta empirik, dalam proses produksinya (produksi berbagai mcam jasa) memang benar usaha kecil pada sektor-sektor pariwisata membutuhkan berbagai output dari sektor lainnya, seperti pertanian, industri dan jasa lain. Jadi setiap ada peningkatan permintaan akhir seluruh sektor perekonomian masing-masing sebesar satu unit, maka usaha kecil pada sektor pariwisata mampu memenuhinya sebesar 0,788 unit.

34

Dampak Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata Terhadap Peningkatan Output dan Pendapatan Daerah Bali Dampak usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap peningkatan pendapatan daerah yang dimaksud di sini adalah dampak pengganda usaha kecil pada sektor pariwisata, baik dampak pengganda output maupun dampak pengganda pendapatan. Artinya setiap perubahan (peningkatan/penurunan) satu unit moneter usaha kecil pada sektor pariwisata akan mampu meningkatkan output atau pendapatan sektor-sektor ekonomi lainya. Di dalam menganalisis ekonomi suatu wilayah, koefisien dampak pengganda penting untuk diketahui mengingat peranannya sebagai indikator perkembangan perekonomian wilayah itu sendiri. Pada dasarnya koefisien dampak pengganda merupakan nilai yang menunjukkan hasil pertambahan yang muncul sebagai akibat injeksi investasi sektoral ke dalam sistem perekonomian. Berdasarkan jenisnya, koefisen dampak pengganda dibedakan menjadi dua yaitu koefisien dampak pengganda tipe I dan koefisien dampak pengganda tipe II. Koefisien dampak pengganda tipe I menunjukkan besarnya pengaruh permintaan akhir suatu sektor terhadap pertumbuhan sistem perekonomian, di mana komponen rumah tangga bertindak sebagai variabel eksogenus. Sedangkan nilai koefisien pengganda tipe II

menunjukkan hal yang sama, tetapi komponen rumah tangga bertindak sebagai variabel endogenus. Di dalam penelitian ini sesuai data yang ada, dampak tersebut hanya dapat digambarkan dalam dua model yaitu dampak pengganda output dan dampak pengganda pendapatan. Setiap dampak pengganda dalam model input-output dapat dibedakan dalam beberapa katagori, yaitu; Pertama, dampak awal (initial impact). Kedua, dampak imbasan kegiatan produksi (production induced impact), yang terdiri dari: pengaruh langsung (direct effect) atau juga disebut pengaruh putaran pertama (first round effect) dan pengaruh tidak langsung (indirect effect) yang merupakan pengaruh putaran kedua dan seterusnya atau yang dikenal dengan pengaruh dukungan industri (industrial-support effect), serta dampak imbasan konsumsi (consumption induced effect). Penjumlahan dampak awal dengan dampak imbasan tersebut dikenal dengan dampak pengganda total (total multiplier effect). Di samping itu terdapat katagori lainnya yang disebut dengan dampak luberan (flow-on impact) yang merupakan dampak bersih. Katagori pengganda yang disebutkan terakhir ini akan sangat berperan guna menentukan sektor-sektor pendukung bagi sektor prioritas dengan analisis pengganda.

35

Pengganda Output Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, dalam analisis dampak pengganda output, koefisien initial effect selalu sama dengan satu, sehingga untuk mendapatkan nilai pengganda output riil dalam analisis ini akan lebih ditekankan pada angka penggada output tipe II. Berdasarkan koefisien tipe II ini akan bisa digambarkan sektor-sektor perekonomian Daerah Bali dan sektor-sektor perekonomian yang menampung usaha kecil pariwisata yang memiliki angka pengganda tipe II lebih besar dari 2 sebagai sektor yang mampu memicu pertumbuhan ekonomi. Sektor-sektor perekonomian Bali berdasarkan data I-O Pariwisata Tahun 2000 (33 sektor) mempunyai nilai koefisien pengganda output tipe I (pengganda output sederhana) maupun pengganda output tipe II (pengganda output total) seperti disajikan pada Tabel 11. Jika Tabel tersebut diamati tampak bahwa antara nilai koefisien pengganda output tipe I dan tipe II memiliki perbedaan yang cukup besar, di mana nilai tertinggi pada tipe I masih berada dibawah angka 3, sedangkan pada tipe II semua nilainya berada diatas 3, kecuali bahan bakar minyak (11). Perbedaan yang demikian disebabkan oleh penempatan komponen rumah tangga sebagai variabel endogenus pada pengganda output tipe II. Untuk dapat memberikan interpretasi terhadap angka-angka yang terdapat dalam Tabel 11, maka akan diangkat satu contoh yaitu sektor yang memiliki peringkat pengganda output tertinggi yaitu sektor peternakan (3) dengan koefisien pengganda output tipe I sebesar 2,227 dan sektor jasa umum dan sosial (31) yang memiliki koefisien pengganda output tipe II sebesar 5,871. Sektor peternakan (3) dengan koefisien pengganda output tipe I sebesar 2,227, artinya setiap peningkatan permintaan akhir pada sektor peternakan sebesar Rp. 1.000,- akan mampu meningkatkan output sektor-sektor perekonomian lainnya di Bali sebesar Rp. 2.227,-. Peningkatan output sebesar itu disebabkan oleh, dampak awal sebesar Rp. 1.000,-, dampak langsung (direct effect) sebesar Rp.606,- dan dampak tidak langsung yaitu pengaruh dukungan industri sebesar Rp. 621,-. Kemudian untuk peringkat tertinggi pengganda output tipe II yakni sektor jasa umum dan sosial (31) memiliki koefisien pengganda output tipe II sebesar 5,871. Artinya setiap terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor jasa umum dan sosial sebesar Rp. 1.000,- akan meningkatkan output sektor-sektor ekonomi lainnya sebesar Rp. 5.871,-. Peningkatan output sebesar itu dsebabkan oleh, dampak awal sebesar Rp. 1.000,-, dampak langsung (direct effect) sebesar Rp.933,-, dampak tidak langsung yaitu pengaruh dukungan industri sebesar Rp. 3.647,- dan dampak imbasan konsumsi sebesar Rp 291,-. Bila dikaitkan dengan nilai rata-rata pengganda output tipe II seluruh sektor36

perekonomian Bali, maka terdapat 16 sektor yang memiliki koefisien pengganda di atas ratarata, yaitu jasa umum dan sosial (31), peternakan (3), industri pengolah hasil pertanian (7), pertanian (1), perkebunan (2), kehutanan (4) restoran, rumah makan dan warung (17), bangunan/kontruksi (15), industri kimia, barang dari kimia, karet dan plastik (10), industri tekstil dan pakaian jadi (8), industri kerajinan kayu dan perhiasan (9), industri kerajinan, bahan galian, bahan bangunan (12), perdagangan (16), travel biro (24), hotel non bintang (19), hotel bintang (18). Bila diamati secara keseluruhan tampak bahwa sektor-sektor perekonomian Bali hampir seluruhnya memiliki nilai koefisien tipe II lebih besar dari pada dua, kecuali sektor bahan bakar minyak (11). Berdasarkan kondisi yang demikian dapat dikatakan bahwa sektor-sektor perekonomian Bali telah mampu memacu pertumbuhan output daerahnya. Dari pengganda output tipe II dapat pula digambarkan nilai induksi masing-masing sektor perekonomian Bali. Nilai induksi bisa memberikan informasi tentang peranan pola konsumsi dan pendapatan rumah tangga dalam pembangunan. Bila nilai induksi suatu sektor besar, berarti hal demikian menunjukkan bahwa permintaan akan sektor tersebut oleh rumah tangga meningkat akibat adanya peningkatan pendapatan rumah tangga. Jadi sehubungan dengan penanaman investasi, sebaiknya diarahkan pada sektor-sektor yang memiliki nilai induksi terbesar untuk diberikan injeksi investasi. Beberapa sektor yang memiliki nilai induksi besar antara lain: sektor perdagangan (16), bangunan/kontruksi (15), pertambangan dan penggalian (6), atraksi budaya dan hiburan lainnya (32), industri kimia, barang dari kimia, karet dan plastik (10). Mengamati Tabel 11 secara lebih rinci, tampak bahwa sektor-sektor pendukung utama pariwisata yang menampuing usaha-usaha kecil pariwisata (sektor 17, 19, 22, 24, 28, 32 dan 33) memiliki angka pengganda output tipe I rata-rata 1,631 lebih besar dari angka pengganda rata-rata umum sebesar 1,609 dan dampak pengganda output tipe II rata-rata 3,041 lebih besar dari pada 2. Ini menunjukkan bahwa sektor-sektor pendukung utama pariwisata yang menampung usaha kecil pariwisata atau usaha-usaha kecil pada sektor pariwisata memiliki kemampuan sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi daerah Bali. Angka pengganda output tipe II rata-rata usaha kecil pada sektor pariwisata sebesar 3,041, artinya setiap peningkatan permintaan akhir usaha kecil pada sektor pariwisata (17, 19, 22, 24, 29, 32 dan 33) sebesar satu rupiah, mampu meningkatkan output sektor-sektor ekonomi lainnya (melalui permintaan output oleh usaha-usaha kecil) dalam perekonomian daerah Bali sebesar Rp 3,041. Misalnya, hotel non bintang dengan pengganda tipe II sebesar 3,856, artinya setiap peningkatan37

permintaan akhir sektor hotel non bintang dari penyewaan kamarnya sebesar satu rupiah, akan mampu meningkatkan output sektor-sektor ekonomi lainnya (melalui peningkatan output oleh hotel non bintang) dalam perekonomian pariwisata daerah Bali sebesar Rp 3,856,-. Tabel 11. Pengganda Output Tipe I dan Tipe II Sektor-Sektor Ekonomi dan Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Bali Tahun 2000 Pengganda Output Kode Sektor Tipe I Tipe II Sektor 1 Pertanian 1,152 4,758 2 Perkebunan 1,324 4,746 3 Peternakan 2,227 5,382 4 Kehutanan 1,229 4,689 5 Perikanan 1,471 3,797 6 Pertambangan dan Penggalian 1,098 3,508 7 Industri Pengolah Hasil Pertanian 2,125 5,272 8 Industri Tekstil & Pakaian Jadi 2,152 4,160 9 Industri Kerajinan Kayu & Perhiasan 2,031 4,025 10 Industri kimia, brg dr kimia, karet dan plastik 2,101 4,191 11 Bahan bakar minyak 1,000 1,000 12 Industri Kerajinan Bhn Galian, Bhn Bangunan 1,840 3,919 13 Industri Lainnya 1,788 3,499 14 Listrik dan Air Minum 1,641 3,379 15 Bangunan/Kontruksi 2,098 4,302 16 Perdagangan 1,610 3,896 18 Hotel bintang 1,643 3,827 20 Angkutan Darat 1,614 3,295 21 Angkutan Laut 1,391 3,301 23 Angkutan Udara 1,833 3,521 25 Jasa penunjang angkutan lainnya 1,328 3,279 26 Komunikasi,pos dan giro 1,604 3,332 27 Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya 1,512 3,641 29 Persewaan Bangunan dan tanah 1,337 2,880 30 Jasa Perusahaan 1,354 3,444 31 Jasa Umum dan Sosial 1,185 5,871 17 Restoran, rumah makan, warung 1,983 4,397 19 Hotel non-Bintang 1,671 3,856 22 Angkutan Wisata 1,586 3,194 24 Travel Biro 2,050 3,894 28 Money Changer 1,397 3,528 32 Atraksi Budaya & Hiburan lainnya 1,280 2,612 33 1,449 3,415 Jasa perorangan,rumah tangga lainnya, termasuk pramuwisata 1,631 3,041 Rata-Rata Usaha Kecil Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33) Rata-rata (1-33) 1,609 3,812Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Bali 2000 (33 sektor) Shading = Penebalan = Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33) 38

Namun jika dicermati dampak pengganda tipe I dan tipe II dari sektor-usaha kecil pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32 dan 33), tampak bahwa diantara sektor-sektor tersebut memiliki dampak penganda tipe I dan tipe II yang bervariasi. Atraksi budaya dan hiburan lainnya memiliki angka pengganda terkecil, bik untuk tipei I dan tipe II masing-masing sebesar 1,280 dan 2,612. Angkutan wisata memiliki dampak pengganda terbesar untuk tipe I dan tipe II masing-masing 2,050 dan 3,894. Walau ada variasi, tetapi secara rata-rata usaha kecil pada sektor pariwisata memiliki kemampuan memicu pertumbuhan ekonomi dari permintaan yang mereka ciptakan terhadap produk-produk (Output) sektor-sektor ekonomi lainnya.

Pengganda Pendapatan Pengganda pendapatan rumah tangga (Income Multiplie) sektor tertentu menunjukkan jumlah pendapatan rumah tangga total yang tercipta akibat adanya tambahan satu-satuan moneter permintaan akhir pada sektor tersebut. Seperti halnya pengganda output, maka sektor-sektor perekonomian Bali berdasarkan data I-O Pariwisata Tahun 2000 (33 sektor) mempunyai nilai koefisien pengganda pendapatan tipe I maupun tipe II seperti disajikan pada Tabel 12. Pengganda pendapatan rata-rata tipe I sektor-sektor perekonomian Bali sebesar 1,738, artinya rata-rata kenaikan permintaan akhir seluruh sektor perekonomian sebesar Rp. 1000,-, maka akan meningkatkan pendapatan rata-rata masyarakat sebesar Rp.1.738,-. Sektor-sektor ekonomi yang memiliki pengganda pendapatan di atas rata-rata berarti, setiap peningkatan permintaan akhir sektor-sektor tersebut sebesar satu rupiah, akan lebih besar menciptakan pendapatan terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya dibandingkan dengan sektor-sektor yang memiliki pengganda pendapatan di bawah rata-rata. Sektor-sektor perekonomian Bali yang memiliki angka pengganda pendapatan di atas rata-rata adalah industri pengolah hasil

pertanian (7), persewaan bangunan dan tanah (29), peternakan (3). travel biro (24), restoran, rumah makan, dan warung (17), industri kerajinan bahan galian, bahan bangunan (12), industri tekstil dan pakaian jadi (8), industri kerajinan kayu dan perhiasan (9), sektor bangunan/konstruksi (15), industri kimia, barang dari kimia, karet dan plastik (10), perbankan dan lembaga keuangan lainnya (27), industri lainnya (13), komunikasi pos dan giro (26).

39

Tabel 12. Pengganda Pendapatan Tipe I dan Tipe II Sektor-Sektor Ekonomi dan Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata dalam Perekonomian Bali Tahun 2000Pengganda Pendapatan

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 18 20 21 23 25 26 27 29 30 31 17 19 22 24 28 32 33

SektorPertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolah Hasil Pertanian I ndustri Tekstil & Pakaian Jadi Industri Kerajinan Kayu & Perhiasan Industri kimia, brg dr kimia, karet dan plastik Bahan bakar minyak Industri Kerajinan Bhn Galian, Bhn Bangunan Industri Lainnya Listrik dan Air Minum Bangunan/Konstruksi Perdagangan Hotel bintang Angkutan Darat Angkutan Laut Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan lainnya Komunikasi,pos dan giro Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya Persewaan Bangunan dan Tanah Jasa perusahaan Jasa Umum dan Sosial Restoran, Rumah Makan, Warung Hotel non-Bintang Angkutan Wisata Travel Biro Money changer Atraksi Budaya & Hiburan lainnya Jasa perorangan,rumah tangga lainnya,termasuk pramuwisataRata-rata Usaha Kecil Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)

Rata-rata (1-33)

Tipe I Tipe II 1,339 12,751 1,513 0,000 2,767 0,000 1,156 0,000 1,262 46,932 1,033 1,540 3,717 8,613 2,371 6,906 2,289 5,819 2,036 3,009 0,000 0,000 2,396 132,543 1,950 62,036 1,475 2,068 2,133 1,878 1,282 1,389 1,589 4,318 1,734 16,255 1,226 7,855 1,723 5,288 1,272 9,252 1,920 15,374 2,002 11,658 2,987 0,000 1,247 0,000 1,037 6,461 2,400 6,077 1,505 4,335 1,537 7,553 2,497 24,876 1,492 2,617 1,229 1,341 1,250 4,638 1,701 6,269 1,738 12,527

Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Bali 2000 (33 Sektor) Shading = Penebalan = Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)

40

Angka pengganda pendapatan tipe I tertinggi adalah sektor industri pengolah hasil pertanian (7) sebesar 3,717, artinya setiap peningkatan permintaan akhir sektor ini sebesar Rp. 1.000,- akan meningkatkan pendapatan total masyarakat Bali sebesar Rp. 3.717,-. Sedangkan angka pengganda pendapatan tipe II dengan nilai rata-rata sebesar 12,527, artinya kenaikan permintaan akhir rata-rata keseluruhan sektor yang ada sebesar Rp. 1.000,- akan mampu menciptakan pendapatan rata-rata masyarakat sebesar Rp.12.527,-. Sektor industri kerajinan, bahan galian, bahan bangunan (12) dengan koefisien pengganda tipe II tertinggi yaitu sebesar 132,543, artinya kenaikan permintaan akhir sektor ini sebesar Rp.1.000,- akan mengakibatkan peningkatan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor ini sebesar Rp. 132.543,-. Lebih jauh gambaran sektor-sektor dengan peringkat pengganda tipe II di atas rata-rata yakni; sektor industri kerajinan bahan galian, bahan bangunan (12), industri lainnya (13), perikanan (5), travel biro (24), angkutan darat (20), komunikasi, pos dan giro (26), pertanian (1).

Sebaliknya ada satu sektor yang memiliki koefisien pengganda pendapatan tipe I samadengan 0,000 yaitu bahan bakar minyak (11), dan terdapat enam sektor yang memiliki pengganda pendapatan tipe II sebesar 0,000 yaitu sektor perkebunan (2), peternakan (3), kehutanan (4), bahan bakar minyak (11), persewaan bangunan dan tanah (29) dan jasa perusahaan (30), berarti investasi yang ditanamkan pada sektor-sektor ini belum mampu memacu pendapatan masyarakat yang bekerja pada sektor tersebut. Implikasi temuan di atas yakni dalam perencanaan pembangunan ekonomi daerah Bali yang bertujuan meningkatkan pendapatan, maka investasi pada sektor-sektor perekonomian sebaiknya diarahkan pada sektor-sektor yang memiliki nilai koefisien pengganda pendapatan tinggi. Jadi semakin banyak sektor-sektor perekonomian Bali yang memiliki koefisien pengganda pendapatan tinggi, berarti semakin heterogen sumber mata penghidupan masyarakat atau dengan perkataan lain tidak hanya mengantungkan diri pada satu sektor saja. Meminjam istilah yang sering dipergunakan dalam kehidupan masyarakat Bali,

berkembangnya sektor-sektor perekonomian secara bersama-sama, saling bersinergi atau saling terkait satu dengan lainnya, menyebabkan kehidupan masyarakat Bali tidak hanya bersyukur dengan pencaharian (merta) di (ring) hotel, tetapi juga merta ring segara, merta ring benang, merta ring kayu/sangging, merta ring margi. Bila mencermati angka pengganda pendapatan sektor-sektor yang menampung usaha kecil pariwisata atau pengganda pendapatan usaha kecil pada sektor pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32 dan 33) yang juga disajikan pada Tabel 12, tampak bahwa angka pengganda pendapatan tipe I dan II rata-rata lebih kecil dari angka pengganda rata-rata umum. Walau41

lebih kecil, tetapi mereka memiliki peran penting dalam menciptakan peningkatan pendapatan sektor-sektor dalam perekonomian daerah Bali. Angka pengganda pendapatan tipe II usaha kecil rata-rata sebesar 6,269, artinya setiap usaha kecil meningkatkan permintaan akhirnya atau permintaan barang-barang yang langsung dikonsumksi sebesar Rp 1000, akan mampu meningkatkan pendapatan sektor-sektor ekonomi lainnya (karena adanya peningkatan permintaan output sebagai input oleh usaha kecil) sebesar Rp 6.269,-. Jika proporsi angkanya dibesarkan, maka setiap terjadi peningkatan permintaan akhir oleh usaha kecil pada sektor pariwisata sebesa Rp 100.000.000,- maka akan meningkatkan pendapatan sektor-sektor ekonomi secara keseluruhan dalam perekonomian Bali sebesar 6,289 x Rp 100.000.000,yaitu Rp 6.289.000.000,- Jadi, pengeluaran wisatawan di Bali yang ditangkap oleh usahausaha kecil pada sektor pariwisata, dikeluarkan kembali untuk membeli berbagai macam kebutuhan untuk dikonsumsi langsung (permintaan akhir) akan mampu meningkatkan pendapatan sektor-sektor lain sebear 6,3 kali lipat dari setiap satu-satuan moneter pengeluaran usaha kecil. Bila kita rangkum semua indikator-indikator dampak usaha kecil menjadi sebuah tabel (Tabel 13), tampak bahwa (1) Usaha kecil pada sektor pariwisata memiliki kontribusi

terhadap pendapatan daerah Bali sebesar Rp 2.694.049,- atau 16,31% dari total pendapatan regional (nilai tambah bruto) Bali, dan menyebabkan timbulnya permintaan akhir atau

permintaan barang dan jasa untuk dikonsumsi langsung oleh usaha