konsistensi ultisol

12
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036 49 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN MENDUKUNG PENGEMBANGAN VANILI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR SULAWESI BARAT Land suitability analysis support vanilla development in Polewali Mandar regency, West Sulawesi M. Ramli 1 , Sunanto 1 dan Syaifuddin 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 2 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Gowa ABSTRAK Tanaman Vanili (Vanilla planipolia Andrews) merupakan salah satu jenis komoditas perkebunan/industri. Sekarang komoditas ini sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi disamping lahan cukup tersedia untuk pengembangannya. Oleh karena itu, penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kesesuaian lahan komoditas vanili di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Tujuan penelitian adalah menyediakan informasi tentang kesesuaian lahan secara fisik dan ekonomi. Evaluasi lahan menggunakan program ALES Versi 4,65d. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk pengembangan Vanili di daerah ini memiliki potensi yang cukup baik. Lahan yang sesuai untuk pengembangan Vanili luasnya kurang lebih 5.217 ha (8,46%) dan lahan yang memiliki potensi cukup sesuai luasnya adalah 12.657 ha (20,53%). Jadi, total luas lahan yang dianggap memiliki potensi dengan kondisi cukup baik adalah seluas 27.874 ha atau sekitar 30 %. Sementara sisanya seluas 43.766 ha (70%) potensinya adalah rendah. Nilai GM yang layak pada komoditas vanili berkisar antara Rp. 1.751.975 Rp. 4.275.975. NPV dengan tingkat bunga 15 %/tahun dan umur ekonomis tanaman vanili 20 tahun, maka diperoleh nilai berkisar antara Rp. 389.792 Rp. 11.473.519. Tingkat B/C 1,71 dikelompokan sebagai S1. Sedangkan tingkat B/C 1,37 dikelompokan sebagai S2,] TJTm4T1 0 0 1 1954m 1>> BMC /P <</MCID 48>> BDC BT0 BDumuu1U renda5()]TJ

description

jurnal mengenai konsistensi tanah ultisol untuk membandingkan dengan hasil konsistensi tanah ultisol berdasarkan penelitian yang dilakukan

Transcript of konsistensi ultisol

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036

    49

    ANALISIS KESESUAIAN LAHAN MENDUKUNG PENGEMBANGAN

    VANILI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR SULAWESI BARAT

    Land suitability analysis support vanilla development in Polewali Mandar regency,

    West Sulawesi

    M. Ramli11, Sunanto1

    1 dan Syaifuddin2

    2

    1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan

    22 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Gowa

    ABSTRAK

    Tanaman Vanili (Vanilla planipolia Andrews) merupakan salah satu jenis komoditas

    perkebunan/industri. Sekarang komoditas ini sangat potensial untuk dikembangkan di

    Indonesia, karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi disamping lahan cukup

    tersedia untuk pengembangannya. Oleh karena itu, penelitian telah dilakukan untuk

    mengetahui kesesuaian lahan komoditas vanili di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi

    Barat. Tujuan penelitian adalah menyediakan informasi tentang kesesuaian lahan secara

    fisik dan ekonomi. Evaluasi lahan menggunakan program ALES Versi 4,65d. Hasil

    penelitian menunjukan bahwa untuk pengembangan Vanili di daerah ini memiliki potensi

    yang cukup baik. Lahan yang sesuai untuk pengembangan Vanili luasnya kurang lebih

    5.217 ha (8,46%) dan lahan yang memiliki potensi cukup sesuai luasnya adalah 12.657 ha

    (20,53%). Jadi, total luas lahan yang dianggap memiliki potensi dengan kondisi cukup baik

    adalah seluas 27.874 ha atau sekitar 30 %. Sementara sisanya seluas 43.766 ha (70%)

    potensinya adalah rendah. Nilai GM yang layak pada komoditas vanili berkisar antara Rp.

    1.751.975 Rp. 4.275.975. NPV dengan tingkat bunga 15 %/tahun dan umur ekonomis tanaman vanili 20 tahun, maka diperoleh nilai berkisar antara Rp. 389.792 Rp. 11.473.519. Tingkat B/C 1,71 dikelompokan sebagai S1. Sedangkan tingkat B/C 1,37

    dikelompokan sebagai

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036

    50

    having a suitable land for developing of Vanilla, 12,657 ha (20.53%) of the land has a

    slightly land suitability. The total land considered having a good potential of land

    suitability is about 27,874 ha (30%). The rest of the land of 43,766 ha (70%) is a marginal

    land. GM value feasible to develop for Vanilla is Rp. 1,751,975 to Rp. 4,275,975. NPV is

    Rp. 389,792 to Rp. 11,473,519 with rate of interest of 15% per year and the economic age

    of vanilla is 20 years. BC ratio of 1.71; 1.37; 1.02 is classified as a suitable, a slightly

    suitable, a marginally suitable land respectively. IRR at the suitable and slightly suitable

    land suitability ranges from 26.06 % to 36.28 %. From the economical analyses, Vanilla

    development could be based on the land suitability. Investor that will develop vanilla at the

    suitable and slightly suitable land suitability classes must have rate of interest less than

    26.06%.

    Keywords: Vanilla, land suitability, feasibility analysis

    PENDAHULUAN

    Tanaman Vanili (Vanilla planipolia

    Andrews) merupakan salah satu komo-

    ditas perkebunan/industri, tanaman lunak

    asli Mexico (Anonim, 2005). Sekarang

    komoditas ini sangat potensial untuk

    dikembangkan di Indonesia, karena mem-

    punyai kesesuaian lahan dan memiliki

    nilai ekonomi tinggi, sehingga menjadi

    penyumbang devisa negara yang cukup

    besar. Polong tanaman vanili digunakan

    sebagai bahan penyegar, penyedap dan

    pengharum makanan, gula-gula, ice cream

    dan minuman. Bentuk produk yang dijual

    petani umumnya dalam bentuk polong

    basah, sedangkan yang diperdagangkan

    oleh eksportir ke pasaran Internasional

    adalah polong kering. Di pasaran inter-

    nasional, vanili Indonesia dikenal dengan

    sebutan Java Vanilla Beans (Trubus,

    2004).

    Permintaan komoditas ini terus meningkat

    dari tahun ke tahun seiring peningkatan

    jumlah penduduk, taraf pendidikan, kesa-

    daran akan gizi, dan peranan pariwisata.

    Kebutuhan vanili setiap tahun diperkira-

    kan mencapai 10.000 ton tahun-1

    . Oleh se-

    bab itu peningkatan kebutuhan pelu diim-

    bangi oleh kualitas dan kuantitas vanili.

    Pemenuhan kebutuhan ini hanya akan

    terwujud apabila didukung oleh kondisi

    lahan yang optimal baik dari luasan

    maupun kesesuaiannya.

    Tanaman vanili dapat tumbuh dan ber-

    kembang dengan baik pada kondisi lahan

    dengan tekstur tanah halus sampai agak

    kasar, kedalaman tanah minimal 0,5 m,

    vanili akan tumbuh semakin baik jika

    kedalaman tanah makin dalam. Tanaman

    vanili masih dapat tumbuh dengan baik

    pada kondisi drainase agak terhambat,

    namun yang paling baik adalah berada

    keadaan drainase yang baik. Untuk sifat

    kimia, tanaman vanili akan tumbuh de-

    ngan baik pada kapasitas tukar kation

    (KTK) minimal 16 cmol kg-1

    , pH 4,5-8,5

    terbaik pada pH 5,5-6,5. Kejenuhan basa

    (KB) minimal 35 % terbaik jika KB>50

    %, C-organik minimal 1,2 %. Sementara

    itu tanaman vanili masih dapat tumbuh

    dengan baik pada kandungan alkalinitas

    (ESP) 15 %, terbaik pada ESP

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036

    51

    secara fisik dan ekonomik (FAO, 1999).

    Kedua pendekatan evaluasi lahan ini baik

    secara fisik maupun ekonomik sangat

    penting, karena dapat memberikan gam-

    baran potensi lahan dan keuntungan

    maupun resiko kerugian dari komoditas

    yang akan diusahakan pada tingkatan

    manajemen tertentu (Rossiter, 1994). Ana-

    lisis data dapat menggunakan soft ware

    Automated Land Evaluation System

    (ALES) Versi 4.65d untuk menjawab per-

    masalahan tersebut di atas (Rossiter and

    Wambeke, 1997).

    Evaluasi lahan secara ekonomi, setiap ko-

    moditas dalam pengertian tipe pengguna-

    an lahan atau Land Utization Types

    (LUTs) dirinci menurut persyaratan teknis

    agronomi, dan manajemennya mencakup

    input dan output (FAO, 1976; 1983).

    Keunggulan komparatif dan kompetitif

    dari suatu komoditas yang diusahakan me-

    rupakan persyaratan yang harus terpenuhi

    untuk meraih keuntungan. Oleh karena itu

    untuk mendapatkan gambaran komersial

    dalam program pengembangan komoditas

    pertanian, parameter yang menyangkut

    aspek fisik dan ekonomi harus dipertim-

    bangkan.

    Di Indonesia, tanaman vanili telah diusa-

    hakan sejak lama terutama di Jawa, Bali

    dan Lampung. Sejak tiga tahun terakhir

    perkembangan tanaman vanili sangat

    pesat dan telah tersebar di seluruh wilayah

    Indonesia. Pesatnya pengembangan ta-

    naman vanili menimbulkan permasalahan

    tersendiri dalam ketersediaan bibit sebagai

    bahan tanaman. Kurangnya bahan tanam-

    an vanili karena selama ini, umumnya

    tanaman vanili diusahakan dalam bentuk

    perkebunan rakyat. Ilham et al. (2004)

    berpendapat bahwa pengembangan vanili

    di Indonesia diharapkan lebih diarahkan

    pada peningkatan kualitas, dan perluasan

    tanaman perlu memperhatikan kecende-

    rungan permintaan ekspor.

    BAHAN DAN METODE

    Bahan

    Bahan yang diperlukan dalam penelitian

    adalah peta ZAE skala 1:50.000 daerah

    Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat

    khususnya Kecamatan Binuang, Anreapi,

    Tapango, Matakali, Wonomulyo dan Pole-

    wali. Kelas kesesuaian lahan mengacu

    kepada kriteria yang disusun oleh

    Djaenudin, et al. (2003). Data tanah yang

    berkaitan dengan aspek kesuburan tidak

    digunakan sebagai parameter, karena si-

    fatnya annual yang dengan input tertentu

    relatif mudah untuk diatasi. Evaluasi lahan

    menggunakan program ALES Version

    4.65d (Rossiter dan Wambeke, 1997).

    Metode

    Evaluasi kesesuaian lahan untuk komo-

    ditas vanili dilakukan pada tingkat mana-

    jemen sedang, yaitu digunakannya inves-

    tasi untuk biaya produksi mencakup peng-

    olahan tanah, bibit, pupuk, insektisida,

    dan pemeliharaan tanaman, serta biaya

    pasca panen yang dapat dijangkau oleh

    petani dan atau bantuan dari pemerintah.

    Kegiatan penelitian mencakup:

    1). Membuat model evaluasi dan pohon

    keputusan atau Decision Tree (DT)

    berdasarkan kualitas dan karak-teristik

    lahan dari masing-masing satuan lahan

    (SL), serta persyaratan tumbuh ta-

    namannya.

    2). Menentukan tingkat kendala (severity

    level) berdasarkan kualitas dan karak-

    teristik lahan setiap satuan lahan, yang

    untuk ZAE tingkat semi detil skala

    1:50.000 dibedakan atas: 1) tanpa atau

    tingkat kendala ringan, 2) tingkat ken-

    dala sedang, 3) tingkat kendala berat,

    dan 4) tingkat kendala sangat berat,

    yang masing-masing ini setara dengan

    kelas kesesuaian lahan S1, S2, S3 dan

    N (FAO, 1976; Wibawa dan Baon,

    2008).

    3). Kesesuaian lahan secara fisik dibeda-

    kan atas S1, S2, S3 dan N. Lahan yang

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036

    52

    termasuk tidak sesuai disebabkan oleh

    adanya faktor pembatas permanen

    yang sulit diatasi, jika faktor pembatas

    masih memungkinkan untuk diatasi,

    maka paling rendah kelasnya akan ter-

    masuk S3. Kelas kesesuaian lahan

    secara ekonomi dibedakan atas S1, S2,

    S3, N1, dan N2. Kelas kesesuaian la-

    han secara fisik dan ekonomi, berikut

    pengertiannya masing-ma-sing disaji-

    kan pada Tabel 1 dan 2.

    4). Kelas kesesuaian lahan secara eko-

    nomi N1 dapat berasal secara fisik dari

    kelas S3, S2 atau bahkan S1 tergan-

    tung dari tingkat kendala parameter

    ekonomi. Kelas N2 pasti berasal se-

    cara fisik dari kelas N (permanen),

    karena adanya faktor pembatas yang

    sangat sulit diatasi (FAO, 1976).

    Tabel 1. Kelas kesesuaian lahan secara fisik dan pengertiannya

    Kelas Simbol Kesesuaian Lahan Pengertian/keterangan

    1 S1 Sangat sesuai Tanpa/sedikit pembatas untuk penggunaan-

    nya

    2 S2 Cukup sesuai Tingkat pembatas sedang untuk penggunaan-

    nya

    3 S3 Sesuai marjinal Tingkat pembatas berat untuk penggunaannya

    4 N Tidak sesuai Tingkat pembatas sangat berat, pengguna-

    annya tidak memungkinkan (permanen)

    Sumber: FAO (1976).

    Tabel 2. Kelas kesesuaian lahan secara ekonomi dan pengertiannya

    Kelas Simbol Kesesuaian Lahan Pengertian/Keterangan

    1 S1 Sangat sesuai Secara ekonomi sangat menguntungkan

    2 S2 Cukup sesuai Secara ekonomi cukup menguntungkan

    3 S3 Sesuai marjinal Secara ekonomi marjinal menguntungkan

    4 N1 Tidak sesuai

    sementara

    Memungkinkan tetapi tanpa input tinggi tidak

    menguntungkan (sementara)

    5 N2 Tidak sesuai

    Permanen

    Tidak memungkinkan, dengan input tinggi

    output yang dihasilkan tidak ekonomis

    Sumber : Rossiter and Wambeke (1997)

    5). Menetapkan asumsi tingkat mana-

    jemen, mencakup skala usaha, sistem

    produksi dan pasca panen dalam kait-

    annya dengan input dan output. Lahan

    yang digunakan walaupun milik petani

    sendiri, dan tenaga kerja yang meli-

    batkan keluarga, tetapi dalam evaluasi

    lahan secara ekonomi harus diperhi-

    tungkan (sewa lahan, upah). Hasil

    panen yang dihitung tidak hanya pro-

    duk utama, tetapi juga hasil ikutannya

    selama masih laku dijual harus diper-

    hitungkan.

    6). Data agronomi dan sosial ekonomi

    pertanian diperoleh dari petani melalui

    pendekatan Participatory Rural Ap-

    praisal (PRA), dan dilengkapi dengan

    data sekunder dari instansi terkait me-

    lalui pendekatan Rapid Rural Apprai-

    sal (RRA) (Lovelace et al., 1988).

    Pengambilan data primer dan data se-

    kunder dilaksanakan pada bulan Janu-

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036

    53

    ari hingga Desember 2005. Pelaksana-

    an PRA pada 6 wilayah kecamatan.

    7). Nilai harapan produksi mengikuti pro-

    sedur LECS (Wood S.R and F.J Dent,

    1983), yang dimodifikasi FAO (1983)

    dan Rossiter (1988). Untuk lahan ke-

    las S1 harapan produksi diasumsikan

    mencapai > 80 %; S2 = 60-80 %; S3

    = 25-60 %, dan N < 25 % dari produk-

    si optimal.

    8). Kemungkinan ada Satuan Lahan (SL)

    yang kelas kesesuaian lahannya secara

    fisik berbeda, tetapi dari data produksi

    untuk SPT tersebut memberikan kelas

    yang sama, karena pengaruh pembe-

    rian input yang diberikan berbeda. Na-

    mun setelah dianalisa dengan memper-

    timbangkan besarnya input, maka akan

    diperoleh kelas kesesuaian lahan se-

    cara ekonomi tetap akan berbeda yang

    tercerminkan di dalam output.

    9). Penentuan kelas kesesuaian lahan se-

    cara ekonomi berdasarkan pendapatan

    kotor atau Gross Margin (GM), nilai

    bersih akhir usaha atau Net Present

    Value (NPV), rasio keuntungan ter-

    hadap biaya atau Benefit Cost Ratio

    (B/C), dan tingkat penegembalian mo-

    dal atau Internal Rate of Return (IRR).

    Kesesuaian lahan secara ekonomi si-

    fatnya kondisional bergantung pada

    situasi dan peluang pasar.

    10). ALES menyajikan data hasil evaluasi

    lahan dalam data tabular (tabel), untuk

    menyajikan dalam bentuk peta (spa-

    sial), data tabular tersebut harus dieks-

    por ke Arc/view atau program lainnya

    menggunakan fasilitas Sistem Infor-

    masi Geografis (SIG).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Wilayah Penelitian

    Penelitian dilaksanakan pada 2 wilayah

    kecamatan di kab. Polewali Mandar yakni

    kecamatan Mapilli dan Matangnga dengan

    luas total 61.640 ha. Daerah penelitian

    dapat dicapai dari Makassar melalui jalan

    darat dengan mobil selama kurang lebih 5

    jam dengan kondisi jalan cukup baik.

    Sebagian besar wilayah penelitian adalah

    berupa lahan kering perbukitan dan pe-

    gunungan.

    Iklim

    Data curah hujan sementara di daerah

    penelitian diambil dari Stasiun Balai

    Benih Lantara (2005) No. 442 C. Rerata

    curah hujan tahunan sekitar 1.826 mm

    dengan kisaran dari 1.229 2.593 mm dan jumlah rerata curah hujan bulanan

    berkisar dari 70 - 222 mm (Gambar 2).

    Distribusi curah hujan bulanan tersebut

    menunjukkan bahwa da-erah kabupaten

    Polewali Mamasa mem-punyai musim

    kemarau sekitar 3 bulan (Juli September), musim hujan atau bu-lan

    basah terjadi pada Nopember April, sedangkan kondisi hujan agak kurang

    terjadi mulai Mei, Juni, dan Oktober.

    Distribusi curah hujan bulanan tersebut

    menunjukkan bahwa daerah penelitian

    tergolong beriklim basah dengan curah

    hujan relatif cukup tinggi.

    Tanah dan Klasifikasinya

    Tanah-tanah di daerah penelitian terben-

    tuk dari bahan induk aluvium, volkan

    muda (abu dan tuf batuapung) dan volkan

    tua. Dari lima faktor pembentuk tanah,

    faktor bahan induk dan relief tampaknya

    paling dominan berpengaruh terhadap

    pembentukan tanah-tanah di daerah ter-

    sebut.

    Berdasarkan hasil pengamatan di lapang-

    an, tanah-tanah di daerah penelitian dapat

    diklasifikasikan menurut Soil Taxonomy

    (Soil Survey Staff, 1998) ke dalam 3 ordo,

    yaitu: Entisolls, Inceptisol dan Ultisols

    (Tabel 3).

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036

    54

    NERACA AIR DI WILAYAH KABUPATEN

    POLEWALI MAMASA

    0,0

    50,0

    100,0

    150,0

    200,0

    250,0

    Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des

    BULAN

    --- m

    m --

    -

    Curah hujan ET0 ET50%

    Gambar 1. Neraca Air di Kabupaten Polewali Mamasa dan Sekitarnya

    Entisols

    Tanah yang tergolong dalam order ini

    mempunyai profil yang belum berkem-

    bang, susunan horisonnya adalah A-C atau

    A-C-R. Terbentuk dari bahan induk ba-

    tuan volkan dan batuan sediment termalih-

    kan ataupun bahan endapan sungai resen.

    Umumnya tanah-tanah Entisols yang di-

    temukan berwarna coklat tua, tanahnya

    dangkal, drainase baik, teksturnya halus

    sampai kasar, konsistensi tidak lekat, pH

    tanah berkisar antara 4,5 sampai 5,5 dan

    diklasifikasikan ke dalam Lithic Udorth-

    ents. Sedangkan yang berada di dataran

    alluvial dengan tekstur kasar, pH 6 7 di-klasifikasikan sebagai Typic Udipsam-

    ments. Selanjutnya tanah Entisols yang

    berada di dataran pasang surut dengan

    rejim kelembaban tanah aquic serta kan-

    dungan garamnya tinggi dikelompokan ke

    dalam Typic Haplaquents.

    Inceptisols

    Kelompok tanah ini mempunyai perkem-

    bangan profil dengan susunan horison A-

    Bw-C atau A-Bg-C. Terbentuk dari bahan

    induk aluvio-koluvium, batuan sedimen,

    dan bahan volkan bersifat intermedier

    sampai basis.

    Tanahnya berasal dari bahan aluvio-kolu-

    vium dan fluvio-marin di dataran aluvial,

    teras sungai, dataran pantai, dan cekungan

    karst umumnya mempunyai warna coklat

    kekelabuan dengan karatan di lapisan atas,

    dan warna glei/kelabu di lapisan bawah,

    tanahnya dalam, drainasenya agak terham-

    bat sampai terhambat, tekstur halus sam-

    pai sedang, struktur masif, konsistensi

    lekat, pH tanah 6,0 sampai 7,0. Tanah ini

    selanjutnya diklasifikasikan ke dalam Ae-

    ric Epiaquepts, Typic Eutrudepts. Sedang-

    kan tanah yang mempunyai kandungan

    garam tinggi dimasukan ke dalam Typic

    Haplaquepts.

    Pengelompokkan selanjutnya untuk tanah-

    tanah yang berasal dari bahan volkan de-

    ngan kedalaman tanah dalam, warna cok-

    lat tua/gelap di lapisan atas, tekstur halus

    sampai agak halus, struktur cukup baik,

    konsistensi gembur sampai teguh, maka

    tanah ini diklasifikasikan ke dalam Typic

    Dystrudepts, sedangkan tanah yang ber-

    solum dangkal tanahnya diklasifikasikan

    ke dalam Lithic Dystrudepts. Terakhir un-

    tuk kelompok tanah yang sama dengan pH

    6 7 diklasifikasikan menjadi Typic Eut-rudepts dan yang dangkal sebagai Lithic

    Eutrudepts.

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036

    55

    Tabel 3. Tanah-Tanah di daerah penelitian Kabupaten Polman, 2006.

    Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1998) FAO, 1988

    Ordo Subordo Grup Subgrup

    Entisols Aquents Halaquents Typic Halaquents Salic Fluvisols

    Psammaquents Sodic Psammaquents Salic Fluvisols

    Udipsamments Typic Udipsamments Eutric Regosols

    Orthents Udorthents Lithic Udorthents Lithic Leptosols

    Inceptisols Aquepts Halaquepts Typic Halaquepts Gleyic Solonetz

    Endoaquepts Typic Endoaquepts Eutric Gleysols

    Epiaquepts Aeric Epiaquepts Eutric Gleysols

    Udepts Eutrudepts Aquic Eutrudepts Gleyic Cambisols

    Lithic Eutrudepts Eutric Cambisols

    Typic Eutrudepts Eutric Cambisols

    Dystrudepts Lithic Dystrudeps Dystric Cambisols

    Typic Dystrudepts Dystric Cambisols

    Ultisols Udults Hapludults Typic Hapludults Haplic Acrisols

    Untuk kelompok tanah yang berbahan

    sedimen umumnya mempunyai kedalam-

    an tanah dalam, warna coklat tua/gelap di

    lapisan atas, tekstur umumnya halus sam-

    pai agak halus, struktur cukup baik, kon-

    sistensinya gembur sampai teguh dan pH

    umumnya masam. Tanah-tanah seperti ini

    selanjutnya diklasifikasikan menjadi Ty-

    pic Dystrudepts, sedangkan pada wilayah

    yang dipengaruhi oleh kondisi reduksi dan

    oksidasi maka dikelompokan kedalam Ae-

    ric Epiaquepts dan Aquic Eutrudepts.

    Ultisols

    Tanah Ultisols di daerah penelitian mem-

    punyai perkembangan profil dengan su-

    sunan horison A-Bt-C, tanahnya dicirikan

    pula oleh adanya epipedon okrik dan ho-

    rison argilik. Terbentuk dari bahan volkan

    dan batuan sedimen masam. Tanahnya

    berwarna coklat sangat tua sampai coklat

    tua, dalam, tekstur sedang sampai halus,

    struktur cukup baik, konsistensi gembur

    sampai teguh, pH tanah masam sampai

    sedikit masam. Penyebaran tanah ini ter-

    dapat di dataran dan perbukitan volkan

    dan pada landform struktural. Tanah se-

    perti ini selanjutnya diklasifikasikan ke

    dalam subgrup Typic Hapludults.

    Landform dan Bentuk Wilayah

    Berdasarkan hasil interpretasi peta rupa-

    bumi dan geologi serta pengamatan di la-

    pangan, landform daerah penelitian ber-

    dasarkan Marsoedi et al., (1997) dibeda-

    kan ke dalam lima grup besar (Tabel 4),

    yaitu Grup Aluvial (A), Marin (M), Vol-

    kan (V), dan Struktural (T) dengan uraian

    sebagai berikut.

    Grup Aluvial (A)

    Grup Aluvial terdiri dari tanggul sungai

    meandering (Afq1.1.2.1) tersebar di se-

    panjang sungai-sungai besar dan dataran

    aluvial (Af 1.3), tersebar di belakang tang-

    gul sungai. Bahan yang diendapkan

    umumnya halus (liat dan sedikit pasir).

    Bentuk wilayah datar sampai agak datar/

    melandai dengan lereng 0 3 %. Grup land-form ini umumnya telah digunakan

    untuk pesawahan, tegalan, dan kebun

    campuran.

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036

    56

    Tabel 4. Satuan landform di daerah penelitian

    Simbol Landform Elevasi(m dpl) Satuan Lahan

    SISTEM ALUVIAL (A)

    Afq 112.1 Tanggul sungai meandering 5 - 10 1. 2

    Af 13 Dataran aluvial 5 - 25 3. 4. 5. 6

    Au 15 Jalur aliran sempit 400 - 700 7

    Au 22 Lahan koluvial 10 - 50 8

    Au 23 Dataran antar perbukitan 400 - 700 9

    SISTEM MARIN (M)

    Mq 12 Pesisir pasir 0 - 5 10

    Mf 22 Dataran pasang surut 0 - 5 11

    Mf 23 Rawa belakang pasang surut 0 - 5 12

    SISTEM VOLKAN (V)

    Vab 31 Dataran volkan tua 100 - 1400 13. 14. 15

    Vab 32 Perbukitan volkan tua 50 - 700 16. 17. 18

    Vab 33 Pegunungan volkan tua 700 - 1400 19

    Vg 4 Intrusi 50- 400 20. 21

    Vg 44 Batolit 300 - 700 22

    SISTEM TEKTONIK DAN STRUKTURAL (T)

    Tq 121 Perbukitan struktural 100 - 1200 23. 24

    Tc 131 Pegunungan struktural 1000 - 1200 25

    ANEKA (X)

    X1 Tebing sungai curam 400 - 700 26

    X2 Lereng curam/escarpment 400 - 1400 27

    X3 Pulau Karang 1 - 15 28

    Grup Marin (M)

    Grup Marin, yaitu dataran estuarin sepan-

    jang pantai (Bf 2) tersebar di sepanjang

    pantai. Bahan yang diendapkan umumnya

    halus (liat dan organik) dan umumnya

    tanah di lapisan bawah kaya bahan sul-

    fidik. Bentuk wilayah datar dengan lereng

    0 1 %. Grup landform ini digunakan untuk tambak dan sebagian masih tetap

    berupa hutan bakau.

    Grup Volkan (V)

    Grup volkan sebagian menutupi sebelah

    selatan daerah penelitian, terdiri dari da-

    taran volkanik tua (Vab31) dengan bentuk

    wilayah agak datar (1 3 %), berombak (3 8 %) dan bergelombang (8 15%); Perbukitan volkanik tua (Vab 3.2) dengan

    bentuk wilayah berbukit (lereng 15 45

    %); dan Pegunungan volkanik tua (Vab

    3.3) dengan bentuk wilayah bergunung

    (lereng >45 %). Elevasi grup volkan ini

    berada pada ketinggian 50 700 m dpl di-gunakan untuk sawah tadah hujan, te-

    galan, kebun campuran, belukar, dan hu-

    tan. Grup volkan di daerah penelitian ter-

    bentuk dari bahan volkan tua yang terdiri

    dari breksi, lava, dan tufa.

    Grup Struktural (T)

    Kelompok grup struktural ini menutupi

    daerah penelitian secara terpencar, terdiri

    dari lereng pemiringan hogback (Tqb 5.1)

    dengan bentuk wilayah bergelombang

    (lereng 8 15 %) dari bahan batuan sedi-men dan volkanik, sedangkan komplek

    hog-back (Tqb 5.3) dengan bentuk wila-

    yah bebukit (lereng 15 30%) adalah dari bahan batuan sedimen dan volkanik. Pene-

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036

    57

    plain datar (Tfq 10.1) dengan bentuk wila-

    yah agak datar (1 3 %) adalah dari ba-han batupasir, lanau, dan lempung. Pene-

    plain berombak (Tfq 10.2) dengan bentuk

    wilayah berombak (lereng 3 8 %) adalah dari bahan batupasir, lanau, dan lempung

    dan yang terakhir adalah peneplain berge-

    lombang (Tfq 10.3) dengan bentuk wila-

    yah bergelombang (lereng 8 15 %) ada-lah dari bahan batupasir, lanau, dan lem-

    pung. Elevasi grup stuktural ini adalah

    berada pada ketinggian 20 400 m dpl dan digunakan untuk sawah tadah hujan,

    tegalan, kebun campuran, semak belukar,

    dan hutan. Sebaran bentuk wilayah di

    daerah penelitian ini dapat dibedakan

    menjadi datar, agak datar, berombak,

    bergelombang, berbukit, dan bergunung

    (Tabel 5).

    Tabel 5. Sebaran bentuk wilayah dan lereng

    No. Relief Lereng (%) Satuan Lahan

    1 Datar 0 - 1 1. 10. 11. 12

    2 Agak datar 2 - 3 2. 3. 4. 6

    3 Berombak 3 - 8 5. 7. 8

    4 Bergelombang 8 - 15 9. 13. 14

    5 Berombak/bergelombang 5 - 15 15

    6 Bebukit kecil 15- 30 17. 20

    7 Berbukit 15 - 45 16. 18. 21. 22. 23. 24. 26,

    8 Bergunung > 50 19. 25. 27

    Evaluasi Lahan Untuk Pengembangan

    Vanili

    Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini,

    yakni untuk mengetahui potensi sumber-

    daya lahan untuk pengembangan vanili,

    maka evaluasi lahan dilakukan secara fisik

    dan kemudian dilanjutkan analisis eko-

    nomi dengan menggunakan parameter ka-

    rakteristik lahan yang tentunya dianggap

    dapat berpengaruh terhadap komoditas

    tersebut.

    Evaluasi lahan dilakukan dengan asumsi

    masukan (input) sedang, yaitu dengan penerapan teknologi petani yang ada saat

    ini (existing) serta didukung oleh bantuan

    kredit permodalan untuk penyediaan pra-

    sarana dan sarana produksi dan teknik

    pengelolaan lahan, seperti pemupukan dan

    konservasi tanah (CSR/FAO, 1983).

    Seperti jelas terlihat dalam peta kesesuai-

    an lahan bahwa untuk pengembangan

    vanili di kecamatan Mapilli dan Matang-

    nga memiliki potensi yang cukup baik.

    Lahan yang sesuai untuk pengembangan

    vanili luasnya kurang lebih 5.217 ha (8,46

    %). Sedangkan lahan yang memiliki po-

    tensi agak sesuai luasnya adalah 12.657 ha

    (20,53 %). Sehingga total luas lahan yang

    dianggap memiliki potensi dengan kondisi

    cukup baik adalah seluas 17.874 ha atau

    sekitar 30 %. Sementara sisanya seluas

    43.766 ha (70 %) potensinya rendah. La-

    han ini berasal dari lahan marginal dan

    tidak sesuai (Tabel 6).

    Kelas Kesesuaian Secara Ekonomi

    Berbeda dengan kesesuaian lahan secara

    fisik, pada kesesuaian lahan secara eko-

    nomi dari setiap Satuan Lahan (SL) hanya

    terdiri dari satu kelas, walaupun SL yang

    bersangkutan tersusun lebih dari satu unit

    tanah yang karakteristiknya berbeda. Hal

    ini disebabkan karena yang menentukan

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036

    58

    kelas kesesuaian lahan ekonomi adalah

    faktor input dan output kumulatif, baik

    dalam bentuk produk hasil ton ha-1

    , atau

    rupiah ha-1

    dari harga jual komoditas yang

    dievaluasi pada setiap SL.

    Gambar 2. Peta kesesuaian lahan untuk pengembangan vanili.

    Tabel 6. Klas kesesuaian, potensi, prosentasi lahan pengembangan vanili di Kabupaten

    Polewali Mandar.

    No Kesesuaian lahan Luas lahan (ha) Prosentase (%)

    1.

    2.

    3.

    4

    S1

    S2

    S3

    N

    5.217

    12.657

    28.867

    14.809

    8,46

    20,53

    46,84

    24,17

    Jumlah 61.640 100,00

    Sumber: Data dianalisis, (2006).

    Dalam SL memiliki karakteristik fisik

    kesesuaian untuk komoditas vanili tertentu

    dan juga mempunyai beberapa faktor

    pembatas. Kesesuaian tersebut mempu-

    nyai proporsi yang bervariasi, sehingga

    mempengaruhi kumulatif hasil kesesuaian

    lahan secara ekonomi. Hasil analisis

    dengan menggunakan soft ware ALES

    wilayah Kabupaten Polman mempunyai

    kesesuaian lahan secara ekonomi untuk

    komoditas kakao cukup bervariasi. Penen-

    tuan keseuaian lahan secara ekonomi

    menggunakan nilai Gross Margin, NPV,

    B/C, dan IRR (Tabel 7).

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036

    59

    Tabel 7. Nilai GM, NPV, B/C Ratio, IRR, kesesuaian lahan secara ekonomi pada

    komoditas vanili tingkat manajemen sedang.

    No. GM (x Rp1000) NPV (x Rp 1000) B/C Ratio IRR Kelas Kesesuaian

    Lahan

    1 4.275.975 11.437.519 1,71 36,28 S1

    2 3.013.975 5.913.656 1,37 26,06 S2

    3 1.751.975 389.792 1,02 2,87 S3

    4 (456.525) (9.276.969) 0,43 tr N

    Keterangan : tr = tidak relevan, karena tergolong kelas N2 (permanen tidak sesuai)

    Sumber : Analisis data primer dengan program ALES, (2005).

    Berdasarkan Tabel 6 tersebut dapat di-

    kemukakan bahwa nilai GM yang layak

    pada komoditas vanili berkisar antara Rp.

    1.751.975 Rp. 4.275.975. Nilai GM ter-sebut dapat dijadikan bahan untuk meng-

    klasifikasikan keseuaian lahan secara eko-

    nomi (FAO, 1976; 1983). Nilai GM Rp.

    4.275.975 dimasukkan klasifikasi S1, Rp.

    3.013.975 dimasukkan klasifikasi S2, Rp.

    1.751.975 dimasukkan klasifi-kasikan S3,

    sedangkan pada kondisi tidak relevan

    dimasukkan klasifikasi N.

    NPV dengan tingkat bunga 15 % tahun-1

    dan umur ekonomis tanaman vanili 20

    tahun, maka diperoleh nilai berkisar antara

    Rp. 389.792 Rp. 11.473.519. Nilai NPV Rp. 11.437.519 dimasukkan klasifikasi

    S1, Rp. 5.913.656 dimasukkan klasifikasi

    S2, Rp. 389.792 dimasukkan klasifikasi

    S3. Sedangkan nilai tidak relevan dima-

    sukkan klasifikasi N.

    B/C dapat juga dijadikan patokan untuk

    menentukan klasifikasi lahan secara eko-

    nomi. Pada tingkat B/C 1,71 dimasukkan

    klasifikasi S1. Sedangkan tingkat B/C

    1,37 dimasukkan klasifikasikan S2, dan

    tingkat B/C 1,02 dimasukkan klasifikasi

    S3. Pada lahan tidak relevan yang diklasi-

    fikasikan N tingkat B/C 0,43.

    Nilai IRR pada klasifikasi lahan S1 S2 berkisar 26,06 % 36,28 %. Sedangkan S3 mempunyai nilai IRR sebesar 2,87 %.

    Hal tersebut berarti bahwa nilai IRR yang

    dicapai pada klas kesesuaian lahan S1 dan

    S2 masih dianggap layak karena memiliki

    nilai di atas nilai bunga yang telah dite-

    tapkan yaitu 15 %. Sedangkan pada klas

    kesesuaian lahan S3 nilai IRR sebesar

    2,87 % dengan demikian tidak layak, ka-

    rena tingkat bunga di bawah 15 %.

    KESIMPULAN

    a. Tanah-tanah di daerah penelitian ter-bentuk dari bahan induk aluvium,

    volkan muda (abu dan tuf batuapung)

    dan volkan tua. Tanah diklasifikasi-

    kan menjadi 3 ordo, yaitu: Entisolls,

    Inceptisol dan Ultisols.

    b. Peta kesesuaian lahan untuk pengem-bangan vanili di Kabupaten Polman

    memiliki potensi yang cukup baik.

    Lahan yang sesuai untuk pengem-

    bangan vanili luasnya kurang lebih

    5.217 ha (8,46 %), lahan yang me-

    miliki potensi cukup sesuai luasnya

    adalah 12.657 ha (20,53 %). Total

    luas lahan yang dianggap memiliki

    potensi dengan kondisi baik adalah

    seluas 27.874 ha atau sekitar 30 %.

    Sementara sisanya seluas 43.766 ha

    (70 %) potensinya cukup rendah.

    c. Nilai GM yang layak pada komoditas vanili berkisar antara Rp. 1.751.975 Rp. 4.275.975. NPV dengan tingkat

    bunga 15 % tahun-1

    dan umur ekono-

    mis tanaman vanili 20 tahun, maka

    diperoleh nilai berkisar antara Rp.

    389.792 Rp. 11.473.519. Tingkat

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036

    60

    B/C 1,71 dimasukkan klasifikasi S1.

    Sedangkan tingkat B/C 1,37 dimasuk-

    kan klasifikasikan S2, dan tingkat

    B/C 1,02 dimasukkan klasifikasi S3.

    Pada lahan tidak relevan yang diklasi-

    fikasikan N tingkat B/C 0,43. Nilai

    IRR pada klasifikasi lahan S1 S2 berkisar 26,06 % - 36,28 %.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 2005. Vanili (Vanilla fragrans).

    [diakses 25 Januari 2008 pada situs:

    http://waintek.prograsio.or.id/perkeb

    unan/pnili.html]

    Djaenudin, D., Marwan H., A. Hidayat

    dan H. Subagyo, 2003. Petunjuk

    Teknis Evaluasi Lahan untuk

    Komoditas Pertanian. Balitanah,

    Puslitbangtanak, Balitbang Pertani-

    an.

    FAO, 1976. A framework for land eva-

    luation. Soils. Bulletin No. S12.

    FAO Rome, Italy.

    FAO, 1983. Guidlines land evaluation for

    rainfed agriculture. Soils Bulletin No.

    52, FAO Soil Resources Manajement

    and Conservation Services Land

    Water Development Division.

    FAO, 1999. Land evaluation and farming

    system analysis for land use plan-

    ning. FAO Rome, Italy. Food and

    Agriculture Organization of the

    United Nations. FAO working Doc.

    3rd

    edition.

    Ilham N., Suhartini, dan B.M. Sinaga,

    2004. Penawaran Ekspor Vanili

    Indonesia. Puslitbangbun. Jurnal

    Perkebunan Vol. 10 (2): 11 18.

    Lovelace, G.W., S. Subhadhira, and S.

    Simaraks, 1988. Rapid rural

    appraisal in North East Thailand.

    Case studies. KKU-FORD Rural

    System Research Project. Khon

    Kaen University, Thailand.

    Rossiter D. G., 1988. The automated land

    evaluation system. a micro computer

    program to assist in land evaluation.

    Ph.D. Dissertation Cornell Univer-

    sity. University Microfilms, Ann

    Arbor, MI.

    Rossiter, D. G., 1994. Land evaluation.

    lecture note. College of Agriculture

    and Life Science. Dept. of Soil, Crop

    & Atmospheric Science. SCAS

    Teaching Series T94-S1

    Rossiter D. G., and A. R. van Wambeke,

    1997. Automated land evaluation

    system ALES Version 4.65d Users Manual. Cornel Univ. Dept of Soil

    Crop & Atmospheric Sci. SCAS.

    Ithaca NY, USA.

    Soil Survey Staff, 1998. Keys to Soil

    Taxonomy. Eight Edition 1998.

    USDA. Natural Resources Conser-

    vation Services. Washington D.C.

    Stasiun Balai Benih Lantara. 2005.

    Laporan cuaca curah hujan No. 442

    C di Lontara. SBB Lantara.

    Trubus, 2004. Panduan praktis vanili, kiat

    bebas busuk batang.

    Wibawa, A dan J.B. Baon. 2008. Kese-

    suaian lahan. Panduan Lengkap

    Kakao Manajemen Agribisnis dari

    Hulu hingga Hilir. Swadaya.

    Bogor.

    Wood S.R., and F. J. Dent, 1983. A land

    evaluation computer system (LECS).

    Methodology. AGOF/INS/78/006.

    Manual 6. Version S1, CSR Bogor.