Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

23
Bismillahirrohmanirrohim Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah 1 Oleh: Prof. Sayuti Hasibuan, PhD, Dekan Fak. Ekonomi, UAI dan Dosen Tetap, Program Pasca Sarjana, Univ. Muhammadiyah Surakarta, Solo. Abstrak Hukum konsistensi pembangunan bangsa-bangsa adalah sebuah hukum alam yang diperlu dipatuhi oleh sebuah bangsa bilamana bangsa tersebut menginginkan keberhasilan dalam mencapai cita-citanya. Hukum ini mengatakan akhlak sosial sebuah bangsa harus sesui dengan nilai-nilai yang terkandung dalam visis dan visinya. Visi bangsa Indonesia adalah sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Indonesia dalam sejarah pembangunannya sejak proklamasi kemerdekaan telah melaksanakan strategi yang pada dasarnya adalah kapitalistik. Strategi kapitalistik ini dilaksanakan dalam regim liberal, sosialistik, liberal campuran dan neoliberal. Kapitalisme merupakan kuda tunggang dari materialisme, individualisme, kebebasan dan positivisme. Nilai- nilai ini berlawanan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam visi dan misi bangsa. Oleh karena itu Indonesia belum berhasil merealisasikan cita-cita kemerdekaannya. Untuk masa depan bangsa Indonesia perlu menggantikan proses kapitalisme dalam strategi pembangunannya dengan proses penciptaan kemampuan manusia berbasis syariah yang berisikan peningkatan keimanan, penigkatan kecerdasan, peningkatan mutu hidup dan peningkatan kekayaan materi agar cita-cita kemerdekaan bisa diwujudkan. Kata-kata kunci: hukum konsistensi, visi bangsa, liberalisme, kapitalisme, syariah. 1. Pengantar Kemerdekaan tidak serta merta berarti Indonesia bisa melepaskan diri dari pejajahan nilai sosial ekonomi yang telah diusung penjajah selama ratusan tahun. Nilai-nilai itu adalah materialisme, individualisme, kebebasan, dan positivisme. Kenderaan idiologi 1 Disajikan pada Seminar Nasional Ekonomi Syariah: Menuju Perekonomian Indonesia Berbasis Syariah, UAI, 17 Juni 2009 1

Transcript of Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

Page 1: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

Bismillahirrohmanirrohim

Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah1

Oleh: Prof. Sayuti Hasibuan, PhD, Dekan Fak. Ekonomi, UAI dan Dosen Tetap, Program Pasca Sarjana, Univ. Muhammadiyah Surakarta, Solo.

Abstrak

Hukum konsistensi pembangunan bangsa-bangsa adalah sebuah hukum alam yang diperlu dipatuhi oleh sebuah bangsa bilamana bangsa tersebut menginginkan keberhasilan dalam mencapai cita-citanya. Hukum ini mengatakan akhlak sosial sebuah bangsa harus sesui dengan nilai-nilai yang terkandung dalam visis dan visinya. Visi bangsa Indonesia adalah sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Indonesia dalam sejarah pembangunannya sejak proklamasi kemerdekaan telah melaksanakan strategi yang pada dasarnya adalah kapitalistik. Strategi kapitalistik ini dilaksanakan dalam regim liberal, sosialistik, liberal campuran dan neoliberal. Kapitalisme merupakan kuda tunggang dari materialisme, individualisme, kebebasan dan positivisme. Nilai-nilai ini berlawanan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam visi dan misi bangsa. Oleh karena itu Indonesia belum berhasil merealisasikan cita-cita kemerdekaannya. Untuk masa depan bangsa Indonesia perlu menggantikan proses kapitalisme dalam strategi pembangunannya dengan proses penciptaan kemampuan manusia berbasis syariah yang berisikan peningkatan keimanan, penigkatan kecerdasan, peningkatan mutu hidup dan peningkatan kekayaan materi agar cita-cita kemerdekaan bisa diwujudkan.

Kata-kata kunci: hukum konsistensi, visi bangsa, liberalisme, kapitalisme, syariah.

1. PengantarKemerdekaan tidak serta merta berarti Indonesia bisa melepaskan diri dari pejajahan nilai sosial ekonomi yang telah diusung penjajah selama ratusan tahun. Nilai-nilai itu adalah materialisme, individualisme, kebebasan, dan positivisme. Kenderaan idiologi

1 Disajikan pada Seminar Nasional Ekonomi Syariah: Menuju Perekonomian Indonesia Berbasis Syariah, UAI, 17 Juni 2009

1

Page 2: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

operasional yang digunakan bagi pelaksanaan nilai-nilai ini dalam kehidupan adalah kapitalisme. Indonesia merdeka, walaupun secara resmi telah memiliki idiologi sendiri sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, secara operasional menggunakan idiologi operasional kapitalisme dalam melaksanakan pembangunannya.

Penggunana kenderaan operasional kapitalisme berarti Indonesia telah tidak konsisten dalam langkah-langkah dan strategi pembangunannya dengan visi dan misi awal proklamasi kemerdekaan. Inkonsistensi ini berarti bahwa dalam pembangunan Indonesia selama ini, ilmu yang digunakan dalam memberi arah operasioanal kepada strategi dan kebijakan, moralitas dan pandangan hidup yang terbentuk dan dilaksanakan adalah yang berbasiskan faham materialisme, individualisme, kebebasan, dan posistivisme. Telah tercipta inkonsistensi yang nyata antara nilai-nilai yang efektif terwujud dalam pembangunan dengan nilai-nilai dalam visi dan misi bangsa. Mestinya dalam pembangunan Indonesia selama ini idiologi operasional, pandangan hidup operasional, moralitas operasional, ilmu yang digunakan dalam menuntun kebijakan operasional, dan strategi dan kebijakan operasional itu sendiri semuanya mengejawantahkan nilai-nilai yang terkandung dalam visi dan misi bangsa, utamanya nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab dari Pancasila. Nyatanya nilai-nilai idiologi operasional, moralitas, pandangan hidup dan ilmu yang diusung semuanya adalah nilai-nilai dalam sistem kapitalisme.

Dampak dari adanya ketidakkonsistenan antara idiologi dasar yang dianut dengan langkah-langkah pokok yang ditempuh adalah gagalnya Indonesia memanfaatkan dengan optimal berbgai sumberdaya yang dimiliki utamanya sumber daya manusianya. Dalam sosial-ekonomi Indonesia mengalami kegagalan yang nyata dalam menempatkan dirinya di dunia internasional sesuai dengan jumlah penduduknya yang besar, yang nomor empat di dunia.Untuk sekarang dan masa depan tidak ada alternatif kecuali melaksanakan sistem ekonomi berbasis kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Perangkat ilmu yang mampu memberi arah operasional bagi terlaksananya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah ekonomi syariah. Kedepan Indonesia harus melaksanakan ekonomi syariah agar cita-cita kemerdekaan bisa diwujudkan.

2. Tujuan tulisan Dalam tulisan ini ditinjau lebih lanjut arti konsistensi; pendekatan dan metodologi yang digunakan; kemauan dasar atau visi dan misi bangsa; Pancasila dan empat ide dasar positivisme, materialisme, individualisme, kebebasan; kapitalisme, liberalisme, ekonomi campuran, neoliberalisme; berbagai upaya mewujudkan konsistensi dalam pembangunan dan langkah-langkah kedepan.

3. Hukum konsistensi dalam pembangunan bangsa-bangsa Hukum itu berbunyi akhlak sosial sekolompok manusia seperti sebuah bangsa mestilah konsisten dengan tujuan bangsa tersebut; kalau tidak maka tujuan tidak akan tercapai. ( Hasibuan, S., The Law of Consistency and Socio-economic Development, Fak. Ekonomi

2

Page 3: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

Universitas Al Azhar Indonesia, 2009, www.uai.ac.id ). Hukum ini mengisyaratkan adanya keharusan kesesuaian antara nilai-nilai dasar yang dianut sebagaimana yang tersimpul dalam kemauan dasar suatau bangsa di satu pihak dengan langkah-langkah operasional yang ditempuh oleh bangsa tersebut dilain pihak agar supaya kemauan dasar bangsa tersebut bisa tercapai. Di dunia fisik seperti alam berlaku hukum Allah, hukum mana mengejawantahkan kemauan Allah dalam penciptaan alam raya ini. Hukum tarikan bumi,umpamanya, adalah sebuah hukum alam yang mengejawantahkan kemauan Allah dalam menciptakan alam fisik bumi ini. Hukum tarikan bumi yang mengejawantahkan kemauan Allh ini berlaku amat konsisten. Jadi, umpamanya semua benda di bumi, kalau dijatuhkan, pasti jatuh kebawah; tidak pernah keatas. Tetapi di dunia manusia berlaku hukum manusia atas dasar kemauan yang manusia tetapkan sendiri. Sebagaimana dimaklumi, manusia merupakan wakil Allah di bumi; dan dalam batas-batas tertentu manusia diberi kebebasan mengatur dirinya sendiri. Tetapi supaya kemauan manusia bisa tercapai maka langkah-langkah manusia perlu konsisten dengan kemauannya. ( Hasibuan, S., Apakah Ciri-Ciri Hukum Alam menandai Juga Hukum Pembangunan Manusia? Buletin Fak. Ekonomi, UAI, Vol.3 No.1 Maret 2009 )

Apa maksudnya langkah-langkah yang ditempuh konsisten dengan kemauan? Ini artinya bilamana kemauan dasar bangsa atau visi dan misi bangsa yang tidak berubah sepanjang zaman adalah A, maka keyakinan dan pandangan hidup ( B) yang dikembangkan dan dianut terutama oleh para pejabat negara bangsa tersebut perlu konsisten dengan nilai-nilai yang ada pada A, nilai-nilai moral dan etika benar dan salah( C) yang dianut dan dilaksanakan perlu sejalan dengan nilai-nilai pada (A) dan (B), (B) , ilmu berikut paradigma operasional (D)yang digunakan perlu sejalan dengan dan mengejawantahkan nilai-nilai yang terkandung pada (A), (B) dan (C), strategi dan langkah ( E) yang ditempuh perlulah konsisten dengan ilmu dan paradigma operasional ini. Sejauh konsistensi pada berbagai dimensi ini kurang terpenuhi maka sejauh itu pula kemauan bangsa atau A tidak akan terwujud. Ini merupakan hukum alam dan bukanlah hal yang baru..Tuhan Yang Maha Bijaksana telah menyampaikan hukum ini secara tegas lebih dari 1400 tahun yang lalu. ” Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” ( Al Qur’an: 13:11 ). Dapat diperhatikan bahwa kemauan dasar bangsa, keyakinan dan pandangan hidup, nilai-nilai moral dan etika benar dan salah, ilmu dan paradigma operasional adalah sesuatu yang ada pada benak dan diri manusia. Yang ada pada diri manusia ini diterjemahkan menjadi strategi dan tindakan-tindakan berikut hasil-hasil yang dicapai merupakan gejala-gejala yang yang berada di luar diri manusia.

4. Pendekatan dan metodologiPendekatan konsistensi sebagaimana yang disampaikan diatas memberi arahan mengenai metodologi yang perlu ditempuh untuk sampai kepada kebenaran yang menyangkut pembangunan bangsa.. Pertama tidaklah tepat untuk mengatakan bahwa yang penting adalah langkah-langkah yang ditempuh meningkatkan ekonomi rakyat.dan kesejahteraan rakyat.. Bisa saja langkah-langkah yang ditempuh meningkatkan kinerja ekonomi dan kesejahteraan rakyat sesaat. Namun perlu ditinjau sejauh mana langkah-langkah ini konsisten dengan berbagai dimensi yang berada diatasnya. Kalau langkah-langkah

3

Page 4: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

ditempuh dalam satu gubahan paradigma yang tepat (sesuai visi dan misi) maka dapatlah dikatakan bahwa langkah merupakan langkah yang benar. Kalau tidak maka langkah-langkah menjadi tidak benar walaupun menghasilkan kinerja dan kesejahteraan yang membaik dalam waktu singkat. Sebagaimana terlihat dari sejarah pembangunan bangsa Indonesia, telah banyak langkah pragmatis yang ditempuh yang memperbaki kinerja dan kesejahteraan sesaat tetapi dalam gubahan paradigma yang tidak tepat, yaitu tidak sejalan dengan visi dan misi bangsa, sehingga langkah-langkah ini kurang memberi hasil yang berkelanjutan. Juga, banyak langkah untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif dan birokrasi yang bersih yang telah ditempuh tetapi dalam satu gubahan paradigma yang tidak tepat ( tidak sesuai dengan visidan misi bangsa) sehingga tidak berhasil secara berkelanjutan. Kesimpulannya, langkah-langkah pragmatis jangka pendek kurang bermanfaat dalam jangka panjang kecuali langkah-langkah ini berada dalam satu gubahan paradigma operasional yang tepat, sesuai visi dan misi yang dianut. Kedua, sebagaimana sudah disinggung dalan tujuan tulisan, maka dalam upaya menciptakan konsistensi dalam pembangunan ekonomi Indonesia, maka tidak bisa tidak idiologi-idiologi yang ada di dunia seperti sosialisme, liberalisme, neoliberalisme, kapitalisme perlu diberi tanggapan oleh karena idiologi-idiologi ini, suka atau tidak suka, telah banyak mempengaruhi pemikiran dan praktek perekonomian di Indonesia sejak Indonesia merdeka. Adalah menjadi tesis tulisan ini bahwa sejauh Indonesia belum berhasil menciptakan konsistensi dalam strategi pembanguanan sosial ekonominya sejak Indonsia merdeka secara politik,maka itu adalah disebabkan kegagalan melepaskan diri dari jebakan faham-faham yang ada pada idioolgi-idiologi tersebut. Ketiga, ilmu-ilmu sosial seperti ilmu ekonomi menjadikan masyarakat sebagai laboratoriumnya. Fakta-fakta yang ada dimasyarakat dijadikan sebagai masukan dalam tulisan ini, khususnya dalam menguji tesis yang telah dikemukakan. Sebelum melangkah lebih lanjut, dikemukakan lebih apa yang dianggap sebagai kemauan dasar bangsa..

5. Kemauan dasar atau visi dan misi bangsaApa yang menjadi kemauan bersama kita sebagai bangsa? Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kemauan bangsa Indonsia tercakup dalam UUD 1945.Dalam dekrit itu dikatakan, antara lain,”... Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian- kesatuan dengan Konstutusi tersebut, Maka atas dasar-dasar tersebut di atas, KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG,Menetapkan pembubaran Konstituante; Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara.” ( Pustaka Timur, Konstitusi Indonesia UUD 1945 dan AMENDEMEN I,II,III,& IV, Yogyakarta 2009, hal.232-233). Amendemen-amendemen yang telah diputuskan selama ini tidak mengubah kemauan dasar bangsa Indonesia. Kemauan dasar bangsa yang saya sebut sebagai visi dan misi bangsa tercakup secara padat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu ” ... membentuk suatu Pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

4

Page 5: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Untuk mewujudkan hal-hal ini, ”maka disusunlah Kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyararatan/perwakilan, serta dengan mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”. Singkatnya kemauan dasar atau visi dan misi bangsa perlu diupayakan dengan mengindahkan sepenuhnya nilai-nilai ”Pancasila”

6. Pancasila dan empat ide dasarPresiden-presiden Indonesia telah menempuh berbagai langkah agar pembangunan sosial-ekonomi Indonesia sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam visi/misi bangsa. Namun langkah-langkah ini ditempuh dalam satu gubahan paradigma yang tidak konsisten dengan nilai-nilai pokok yang terkandung dalam visi dan misi bangsa. Akibatnya adalah, walaupun langkah-langkah ini telah berhasil memberikan kinerja yang baik dalam waktu singkat, namun kinerja yang baik tidak bisa dan tidak berkelanjutan.Gubahan paradigma operasional yang melingkupi lngkah-langkah yang ditempuh ditandai oleh empat ide dasar yang bukan saja tidak sesuai bahkan berlawanan dengan nilai-nilai yang tercakup dalam visi/misi bangsa yaitu nilai-nilai Pancasila. Adapun rempat ide dasar itu adalah individualisme, materialisme, kebebasan dan posistivisme. Sebelum meninjau berbagai upaya yang ditempuh oleh berbagai pemerintahan Indonesia sepanjang Indonesia merdeka dalam mengupayakan konsistensi, maka dibahas terlebih dahulu makna empat ide dasar yang pada prinsipnya tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

7. Empat ide dasar. Individualisme adalah sebuah faham yang mengutamakan kepentingan dan kegiatan sendiri dibandingkan dengan kepentingan dan kegiatan kelompok. Pengutamaan kepentingan sendiri merupakan salah satu tiang tonggak kemajuan masyarakat dalam ekonomi konvensional . Adam Smith mendefinisikan kepentingan diri itu dalam bahasa yang amat sederhana: Kepentingan diri: “ It is not from the benevolence of the butcher, the brewer, or the baker that we expect our dinner, but from their regard to their own interest. We address ourselves, not to their humanity but to their self-love, and never talk to them of our own necessities but of their own advantage.” ( Adam Smith, The Wealth of Nations, London, J.M Dent& Sons Ltd, 1960, hal. 13 ).

Yang kedua adalah faham materialisme. Ini adalah sebuah faham yang mengatakan bahwa semua yang ada bersifat fisik. Hal yang bersifat non- fisik seperti Tuhan Yang Maha Esa tidak ada atau tidak perlu ada. Yang dikejar oleh para individu dalam berekonomi adalah sesuatu yang bersifat materi dalam bentuk uang. “To grow rich is to get money; and wealth and money, in short, are, in common language , considered in every respect synonymous” ( Smith, h. 376 )

Yang ketiga adalah kebebasan Yang diartikan dengan kebebasan adalah kebebasan individu untuk mengejar kepentingannya. Pemerintah tidak tepat untuk membuat pembatasan-pembatasan terhaap kebebasan individu. Jeremy Bentham, seorang pengikut

5

Page 6: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

Adam Smith, menyampaikan bahwa “ every man was the best judge of his own advantage, that it was desirable from the public point of view that he should seek it without hindrance…”. ( Ecyclopaedia Britannica, Vol. 2, Chicago, 1991, hal. 110). Jadi setiap orang bebas melaksanakan investasi, konsumsi, berkepercayaan, dan lain-lain. Yang dituju dengan kebebasan ini adalah “maximum pleasure dan minimum pain.”Yang keempat adalah positivisme. Positivisme adalah faham keilmuan bahwa semua ilmu bersumber dari hanya alam nyata dan diperoleh hanya melalui pancaindera. Wahyu tidak diakui sebagai sumber ilmu. Faham ini sejalan penuh dengan faham materialisme.

8. Kapitalisme kuda tunggangan empat ide pokok Keempat ide pokok yaitu materialisme, individualisme, kebebasan dan positivisme sebagaimana sudah dijelaskan menjadi basis teoritis dari ilmu ekonomi klasik. Ekonomi klasik ini menjadi dasar dari faham liberalisme. Ekonomi klasik awalnya diartikulasikan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations yang terbit tahun 1776 di Inggeris.Ekonomi klasik kemudian menjelma menjadi ekonomi neoklasik atau ekonomi konvensional. Ekonomi neoklasik ini yang amat berpengaruh membentuk faham ekonomi-politik liberalisme campuran atau “embedded liberalism” dan akhirnya neoliberalisme. Kapitalisme merupakan kenderaan tunggangan empat ide pokok materialisme, individualisme, kebebasan dan positivisme dan menjelma menjadi liberalisme, “embedded liberalism” atau ekonomi campuran, neoliberaliame. Sosialisme merupakan penentangan terhadap salah satu unsur dari empat unsur yang dikemukakan tadi yaitu unsur individualisme.

Kapitalisme merupakan kuda tunggang atau alat penerjemahan individualisme, materialisme, kebebasan dan positivisme kedalam praktek. Apa yang dimaksud dengan kapitalisme ? “ Captalism is a social system based on the principle of individual rights. Capitalism is used here in the broader philosophical sense and not in the narrower economic sense, i.e. free markets.” ( Google, Capitalism, Capitalism.Org, diunduh, Juni 4, 2009). Jadi kapitalisme bukanlah faham ekonomi dan politik semata tetapi ia juga satu faham filsafat; bukan pula filsafat dalam arti umum dan abstrak saja tetapi filsafat operasional, idiologi operasional. Tujuan umum idiologi ini adalah memperbesar terus kekayaan materi untuk masing-masing pengusaha/pemilik modal dan dengan itu kekayaan materi masyarakat. Pengusaha oleh karena itu memiliki peran utama dalam masyarakat, menurut faham kapitalisme.. Tetapi bagaimana kapitalisme menjadi kenderaan untuk mewujudkan materialisme, individualisme, kebebasan dan positivisme? Ini dilaksanakan melalui satu proses sosial yang oleh Karl Marx disebut sebagai proses M-C-M. M adalah uang atau kekayaan. C adalah komoditas. Dalam sistem kapitalisme, barang-barang modal atau kekayaan lainnya bukanlah sesuatu yang statis tetapi terus bergerak, mengubah kekayaan ini menjadi komoditas. Komoditas dijual dipasar bebas dan penjualan ini menghasilkan surplus. Para kapitalis memiliki semangat untuk mengumpul surplus yang sebanyak-banyaknya sebab semakin besar surplus atau keuntungan semakin besar kekayaan. Kekayaan ini memberi kekuasaan dan prestise pada pemiliknya. Kekuasaan itu mencakup kekuasaan terhadap manusia lain. Semakin besar surplus atau keuntungan, semakin besar kekayaan dan semakin besar kekuasaan dan prestise. “ Profits are for capitalism the

6

Page 7: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

functional equivalent of the acquisition of territory or plunder for military regimes, or an increase in the number of believers for religious ones, or the legitimation of recognized authority for states in which a change of rulership has taken place..” ( Heilbroner, R. L., The Nature and Logic of Capitalism, W.W. Norton & Company Inc., London, 1986, hal.76 ). Jadi ada perlombaan untuk terus memperbesar kekayaan melaui surplus. Perlombaan ini ditujukan bukan saja untuk memperbesar kekayaan tetapi juga untuk terus mempertahankan hidup dalam persaingan bebas. Bagaimanapun, upaya memperbesar surplus bagi pemilik modal berarti bahwa dalam masyarakat kapitalis terjadi proses “komoditisasi”yang terus menerus, yang diikuti oleh proses komersialisasi. Proses komoditisasi dan komersialisasi ini ditunjang oleh kegiatan-kegiatan yang mendorong konsumsi masyarakat, utamanya berbagai kegiatan advertensi. Konsumsi merupakan salah satu komponen utama dalam upaya meningkatkan proses pembentukan kekayaan masyarakat. Dalam konsep kapitalisme, Tuhan Yang Maha Esa tidak ada atau tidak perlu ada. Yang utama adalah uang. Ketuhanan Yang Maha Esa cenderung digantikan oleh keuangan yang maha esa.

Apa fungsi pemerintah dalam suatu regime kapitalis? Fungsi pemerintah adalah, pada dasarnya, untuk menjaga supaya proses “ M-C-M” bisa berjalan lancar dan aman. Salah satu fungsi ini adalah menjamin supaya sistem hak milik terjaga. “ As all theories from Hobbes and Locke and Smith agree, a primary duty of the government is to insure the rights of property.’’ The acquisition of valuable and extensive property, …necessarily requires the establishment of civil government’’” ( Helibroner, op.cit., hal. 101). Fungsi yang lain adalah melaksanakan berbagai kegiatan supaya proses ‘M-C-M’ berjalan lancar seperti di bidang kesehatan, pendidikan dan pembangunan infrastruktur dan keamanan. Terakhir adalah penggunaan kekuatan pemerintah, militer atau diplomatic untuk menjamin supaya kegiatan eknomi lancar dan meningkat. “ Last, there is the direct use of state power, diplomatic and military, to encourage or protect economic activity”( Heilbroner, op.cit., hal. 103 ).

9. Liberalisme, ekonomi campuran, neoliberalisme dan visi/misi bangsa. Liberalisme merupakan salah satu bentuk kapitalisme.Liberalisme dalam ekonomi politik menghendaki kebebasan penuh dalam kegiatan ekonomi tanpa campur tangan pemerinntah. Dalam bentuknya yang asli campur tangan pemerintah sejauh mungkin harus dihindari kecuali campur tangan yang pasti membawa kebaikan. “Laisser-faire, in short, should be the general practice: every departure from it, unless required by some great good, is a certain evil” (Mill, 1909, 8).

Namun dengan adanya berbagai perkembangan di masyarakat barat, antara lain depresi tahun 1930-an, berkembang pesatnya kemajuan Uni Sovyet yang mengaplikasikan perencanaan sentral dalam pembangunan ekonomi, maka berkembanglah pemikiran dan praktek campur tangan pemerintah lebih besar dalam perekonomian. Ide campur tangan dimaksudkan supaya dapat dihindarkan situasi depresi perekenomian dengan tingkat pengangguran yang besar dan berkelanjutan. Ide-ide J,M. Keynes memberi petunjuk praktis bagaimana sebuah pemerintah dapat campur tangan terbatas atau “fine tune “

7

Page 8: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

sistem pasar bebas kearah terwujudnya keseimbangan dalam perekonomian utamanya yang menyangkut lapangan kerja. Sistem dengan campur tangan pemerintah lebih besar dalam sistem perekonomian ini ada yang menyebut sebagai “embedded liberalism.” ( Google, Neoliberalism, from Wikipedia, 2009 ) Di dunia ketiga termasuk Indonesia, sistem pasar bebas dengan campur tangan pemerintah lebih besar disebut sistem ekonomi campuran. Jadi dalam sistem ekonomi campuran ini, kebebasan pasar dikurangi dalam perannya mengatur alokasi sumber-sumber ekonomi dan peran pemerintah ditingkatkan. Namun tujuan yang mau diupayakan adalah keuntungan dan kekayaan materi walaupun kekayaan itu sekarang milik pemerintah. Bagaimanapun “embedded liberalism” ini tetaplah sistem kapitalisme walaupun kemurniannya sudah berkurang dengan adanya campur tangan pemerintah lebih besar.

“Embedded liberalism” atau ekonomi campuran ini memberi hasil pembangunan yang baik di dunia barat.sejak tahun 1945, Namun pada tahun 1970-an muncul permasalahan “stagflation” yaitu pengangguran dan inflasi sekaligus dan berbagai permasalahan di bidang fiskal. Seorang ekonom David Harvey menyampaikan bahwa “ the embedded liberalism that had delivered high rates of growth to at least advanced capitalist countries after 1945 was clearly exhausted and no longer working. “( Google, Neoliberalism, op.cit.). Maka timbullah perdebatan di dunia barat. Ada dua pilihan yang diperdebatkan yaitu demokrasi sosial dan perencanaan sentral disatu pihak dan neoliberlisme dipihak lain. Neoliberalisme berkaitan dengan upaya membebaskan kekuatan korporat dan bisnis. Neoliberalisme menentang regulasi pasar oleh pemerintah karena dianggap tidak efisien. Di sektor keuangan dikemukanan adanya tesis “ efficient market hypothesis” yaitu yang menekankan pasar bebas di bidang keuangan. Secara akademis, faham neoliberalisme ini didukung penuh oleh fakultas ekonomi dari universitas Chicago atau”the Chicago School” . Faham neoliberalisme mengambil bentuk konkrit sebagai hasil diskusi di Washington D.C. diatara beberapa ekonom yang tergabung dalam IMF, Bank Dunia dan departemen Keuangan Amerika Serikat sebagai respons terhadap krisis yang dihadapi di beberapa negara Amerika Latin terutama negara-negara besar disana yaitu Brazil, Mexico dan Argentina pada pertengahan tahun 1980-an. Kesepakatan tersebut disebut “Washington Consensus.” Ada sepuluh elemen sebagaimana yang dirumuskan oleh John Wlliamson. Sementara itu di Inggeris neoliberalisme dilaksanakan pertama kali oleh Margaret Thacther yang menjadi perdana menteri Inggeris antara tahun 1979s/d 1990. Di Amerika Serikaqt adalah Ronald Reagen yang mengemban pendekatan ini. Dia menjadi presiden Amrerika Serikat antara tahun 1981 s/d 1989. Ciri-ciri konkrit kebijakan yang ditempuh oleh kedua pemimpin negara barat ini adalah “ reduced state intervention, more free markets, and more entrepreneurialism”.( Neoriberalism,op.cit. )Jadi secara prinsip dapatlah diperhatikan bahwa faham neoliberalisme tidak berbeda dari faham liberalisme dan “embedded liberalism” atau ekonomi campuran. Semuanya mengusung empat ide pokok yang disampaikan diatas. Tetapi neoliberalisme berupaya bukan saja untuk memurnikan pelaksanaan keempat faham diatas tetapi sekaligus menyempurnakan cara-cara bagaimana keempat faham dapat terwujud di dunia nyata lebih efektif. Aspek pemurnian dan penyempunaan ini dapat diperhatikan pada masing-masing unsur dari apa yang disebut sebagai “Washington Consensus” yang terdiri dari sepuluh elemen pokok:

8

Page 9: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

• Fiscal policy discipline; dengan kebijakan ini tentu akan lebih terjamin stabilitas dan inflasi lebih terkontrol dan dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan lebih terjamin. Ini merupakan rumus umum agar sebuah organisasi manusia tetap sehat.

• Redirection of public spending from subsidies ( “especially indiscriminate subsidies”) toward broad-based provision of key-progrowth , pro-poor services, like primary education, primary health care and infrastructure investment; ini merupakan suatu pengakuan penting dari cara berfikir kapitalisme bahwa pertumbuhan ekonomi hanya bisa berkelanjutan dengan sdm yang sehat dan berpendidikan. Namun mohon diperhatikan bahwa pendidikan dan kesehatan dimaksudkan untuk mendukung materialisme dalam bentuk pertumbuhan ekonomi. Invetasi infrastruktur juga dimaksudkan untuk mendukung pertmbuhan ekonomi. Bahwa ada dampak sampingan yang baik seperti langkah-langkah yang ditempuh sejalan dengan upaya memajukan ekonomi rakyat, itu boleh-boleh saja.

• Tax reform - brodening tax base and adopting moderate marginal tax rates; kebijakan ini dimaksudkan agar sistem pajak disatu pihak dapat meningkatkan pendapatan negara tetapi dilain pihak dapat mendorong dunia usaha untuk berprestasi dan dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan lebih terjamin.

• Interest rates that are market determined and positive (but moderate) in real terms; ini dimaksudkan agar tingkat bunga disatu pihak dapat menarik tabungan dari masyarakat sehinga tersedia dana lebih besar bagi investasi tetapi dilain pihak tidak bersifat “disincentive” bagi investasi. Maksudnya tentu agar pertumbuhan ekononomi bias didorong.

• Competitive exchage rates; kebijakan ini mengisyaratkan perlunya dipertahan pasar uang yang bebas sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap mata uang.

• Trade liberalization – liberalization of imports, with particular emphasis on elimination of quantitative restrictions (licensing,etc); any trade protection to be provided by law and relatively uniform tariffs; yang diutamakan disini adalah meningkatnya volume perdaganan dan bukan keadilan perdaganagan luar negeri.

• Privatization of state enterprises; disini ada anggapan bahwa swasta lebih mampu mengelola perusahaan dengan lebih efisien dan bahwa bukan tugas suatu pemerintah untuk bergiat dibidang bisnis. Ini dimaksudkan agar bisnis bisa membuat keuntungan lebih besar.

• Deregulation – abolition of regulations that impede market entry or restrict competition, except for those justified on safety, environmental and consumer protection grounds, and prudent oversight of financial institutions; kebijakan inidimaksudkan untuk mendukung prinsip “ entrepreneurialism” sebagaimana disampaiakan diatas. Dunia usaha harus bebas. Lembaga-lembaga keuangan perlu diawasi agar tidak terjadi “moral hazards”

• and,Legal security for property rights” (Neoliberalism, op.cit). Keamanan hak milik merupakan syarat mutlak supaya sistem kapitalisme bisa berfungsi.

Dapatlah dilihat bahwa ada diantara prinsip ini yang berlaku umum dan perlu ditempuh oleh setiap organisasi manusia yang menggunakan energi, apakah dalam bentuk uang ataupun lainnya, yaitu prinsip disiplin fiskal. Juga bisa saja aplikasi resep dalam sebuah

9

Page 10: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

ekonomi tepat ataupun kurang tepat sehingga menimbulkan masalah-masalah sampingan sebagaimana yang terjadi di Indonesia.( Sunarsip, Menggugat Neoliberalisme?, Harian Republika, 8 Juni, 2009, hal.1) Namun tidaklah dapat dinafikan bahwa secara keseluruhan niat dasar yang dikandung prinsip-prinsip ini berorientasi memajukan kebabasan pasar dan mencapai peningkatan kemajuan materi adalam bentuk pertumbuhan ekonomi dan keuntungan bagi dunia bisnis. Ditnjau dari segi memajukan ekonomi dan peradaban di Indonesia sesuai dengan niat dasar didirikannya Republik Indonesia apa yang disebut Washington Consensus tidaklah netral.

Ketidak netralan ini dapatlah diperhatikan dalam perkembangan lebih lanjut faham neoliberalisme. Pada saat ini faham neoliberlaisme didorong lebih lanjut aplikasinya dengan memperluas jangkauan pasar bebas dengan cara meningkatkan jumlah, frekwensi, dan formalisasi transaksi melalui sistem kontrak. Itu sebabnya faham ini disebut neoliberal. “A general characteristic of neoliberalism is the desire to intensify and expand the market, by increasing the number, frequency, repeatability, and formalisation of transactions. The ultimate (unreachable) goal of neoliberalism is a universe where every action of every being is a market transaction, conducted in competition with every other being and influencing every other transaction, with transactions occurring in an infinitely short time, and repeated at an infinitely fast rate.” ( Google, Neoliberalism: origins, theory, definition, diunduh 6 Juni 2009 ). Tujuan akhirnya adalah terwujudnya di masyarakat kondisi persaingan sempurna sebagaimana yang dicita-citakan oleh teori ekonomi neoklasik. Teori ekonomi neoklasik merupakan pengejawantahan empat faham dasar yaitu materialisme, individualisme, kebebasan, dan posistivisme. Apliksi faham ekonomi neoklasik di negara-negara Islam dengan kasus Indonesia, dengan dampak yang sangat merugikan, dapat dilihat pada tulisan penulis “Case Study of Muslim-managed Organizations, The Case of Indonesian Development Agenda “ ( Fakultas Ekonomi Universitas Al Azhar, Jakarta 2006, www. uai.ac.id )

Bagaimana perbandingan antara faham neoliberalisme dengan visi/misi bangsa? Bangsa Indonesia menganut prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip ini ingin ditegakkan oleh bangsa Indonesia dengan cara yang tepat. Neoliberalisme dengan empat prinsip yang dianut sebagaimana sudah dikemukakan, tidak menganut faham Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip materilisme menolak adanya Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip posistivisme menegaskan bahwa tidak adanya prinsip wahyu. dalam ilmu maupun kehidupan. Dengan prinsip individualisme dan kebebasan dan prinsip hak azasi manusia, manusia ditempatkan ditempat utama sehingga cenderung menggantikan Tuhan Yang Maha Esa.

Dari segi keyakinan dan pandangan hidup ( B), maka neoliberalisme berpandangan sebagaimana yang tercermin dalam karakteristik umum faham ini yaitu pengutamaan pengembangan pasar sehingga seluruh alam akan diisi dengan transaksi pasar yang berlangsung terus menerus, sebagaimana dikemukakan diatas. Kesenjangan yang besar yang terdapat dalam sebuah masyarakat maka itu dapat dibenarkan selama itu adalah hasil proses pasar. Proses pasar bebas adalah sebuah prinsip yang dipegang teguh seolah manusia hidup untuk pasar dan bukan sebaliknya. Untuk apa hidup manusia? Ini dijawab dengan mengatakan untuk pasar.” "Why are we here" and "What should I do?". We are here for the market, and you should compete. Neo-liberals tend to believe that humans

10

Page 11: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

exist for the market, and not the other way around: certainly in the sense that it is good to participate in the market, and that those who do not participate have failed in some way”(Google, Neoliberalism: origins, theory, definition, op.cit.).

Dari segi -nilai moral dan etika benar dan salah( C) maka faham neoliberlisme mendefinisikan nilai moral sertaetika salah dan benar utamanya dari segi proses pasar bebas. Salah satu formulasi ini adalah seabagai berikut: “The general ethical precept of neoliberalism can be summarised approximately as:

• "act in conformity with market forces"

• "within this limit, act also to maximise the opportunity for others to conform to the market forces generated by your action"

• “hold no other goals" .” Google, Neoliberalism: origins, theory, definition, diunduh 6 Juni 2009 ).

Nilai-nilai etika ditentukan oleh kekuatan-kekuatan pasar dan nilai-nilai ini akan cenderung menggantikan nilai-nilai lain.Ilmu yang mendukung sistem kapitalisme yang berkembang dan terus dikembangkan adalah ilmu ekonomi neoklasik

Dari segi ilmu berikut paradigma operasional(D), maka sistem ilmu yang digunakan neoliberalisme adalah yang berbasiskan faham positivisme yaitu faham ilmu yang tidak mengakui peran wahyu dalam menentukan kebenaran. Kebenaran ilmiah utamanya diperoleh malalui pengamatan pancaindera semata. Di bidang sosial ekonomi ilmu yang demikian adalah ekonomi neolasik.

Dalam strategi dan langkah ( E) yang ditempuh, maka ini utamanya didasarkan kepada ilmu ekonomi neoklasik dan nilai-nilai yang ada pada ilmu tersebut yaitu empat nilai dasar sebagaimana yang sudah dikemukakan. Salah satu bentuk dari strategi dan langkah atas dasar ekonomi neoklasik adalah ”Washington Consensus” sebagaimana yang disampaikan diatas.

10. Berbagai uapaya mewujudkan konsistensi dalam pembangungunan bangsa selama ini.Pertanyaan yang relevan adalah langkah-langkah apa saja yang telah ditempuh selama ini dan sejauh manakah langkah-langkah ini telah berhasil mewujudkan konsistensi dalam berbagai komponen pelaksanaan bagi terwujudnya visi/misi bangsa?

Di zaman liberal antara tahun 1945-1959, walaupun terdapat perbedaan perbedaan mengenai apa yang dimaksud dengan ekonomi nasional, namun ada kesepakatan bahwa ekonomi nasional itu bukanlah ekonomi kapitalis.Tetapi kalau diteliti lebih lanjut yang selalu dipersoalkan adalah masalah kebebasan pasar dan umumnya terkait dengan peran

11

Page 12: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

individu.; jadi secara umum terkait dengan faham individualisme. Prinsip dasar ”Perekonomian Indonesia Merdeka”, menurut badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, adalah ” Orang Indonesia hidup dalam tolong menolong!” ( Soesatro,H., dkk., Pemikiran dan Permaslahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir, 1,1945-1969, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2005, hal. 30.). Tetapi ini menyangkut aspek faham individualisme dan kebebasan individu dari keempat faham yang diusung Adam Smith. Selebihnya yaitu positivisme dan materialisme tidak dipersoalkan. Tidakalah mengherankan bilamana dizaman sebelum zaman pemerintahan Bung Karno, tidak terdapat kesepatan utuh mengenai apa yang dimaksud dengan ekonomi nasional. ” So what was the economic and social system to be? No one but the Communists was quite sure.” ( Higgins, B., Economic Development, W.W.Norton&Company Inc., New York, 1959, hal.737). Kaum Komunis tentu membuang faham individualisme dan menganut faham kebersamaan dan peran pemerintah yang ekstrim. Ekonomi komando demikianlah yang kelihataannya dianut Bung Karno, walaupun diwarnai dengan warna Indonesia.

Sejak kembalinya Indonesia kepada UUD 1945 terlihat adanya berbagai upaya yang yang telah ditempuh oleh berbagai Presiden Indonesia. Bung Karno yang adalah pencetus Pancasila melaksanakan serangkaian kuliah di Istana Negara. Dalam kursus Presiden tentang Pancasila tanggal 26 Mei 1958 antara lain disampaikan mengenai Pancasila sebagai dasar negara ” Dan bukan saja alat pemersatu untuk diatasnya kita letakkan negara Republik Indonesia, tetapi juga pada hakekatnya satu alat pemersatu dalam perjuangan kita melenyapkan segala penyakit-penyakit yang telah kita lawan berpuluh-puluh tahun, yaitu penyakit terutama sekali, ”imperialisme.” ”. ( Rahardjo,P., Gusmian, I., ( Penyunting ), Bung Karno Dan Pancasila, Galang Press, Yogyakarta, 2002, hal.41 ). Tetapi ketika Pancasila ingin diwujudkan, nyatalah Bung karno tidak bisa keluar dari salah satu faham dasar idiologi kaum imperialis yaitu materialisme. Bung Karno ingin mewujudkan sosialisme a la Indonesia dengan cara merapkan marxisme di Indonesia. Walaupun marxisme Bung Karno diidentifikasi sebagai marxisme revisionis sebagaimana dinilai Frans Seda ( Seda, F., Sistem Ekonomi Nasional di Bawah Soekarno, dalam Soesastro, H., dkk., pemikiran dan permaslahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir, 2, 1959-1966, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2005, hal. 29 ), ia tetap marxisme. Baik sosialisme ataupun marxisme memiliki faham dasar materialisme. Faham materialisme bertentangan dengan faham Ketuhanan Yang Maha Esa, sila pertama dari Pancasila. Walaupun Bung Karno telah memberi kuliah-kuliah tetapi ini tidaklah menjadi jaminan bahwa yang mendengar atau memabaca kuliah-kuliah tersebut, utamanya para pejabat negara, akan mengubah pandangan hidup mereka, etika dan nilai-nilai moral yang dianut, dan ilmu yang dimiliki untuk menyusun strategi pelaksanaan Tidaklah mungkin hal-hal ini berubah dalam waktu singkat hanya dengan serangkain kulih tradisional. Adanya inkonsistensi tidaklah bisa dihindarkan, sehingga walaupun ada keinginan yang kuat untuk melaksnakan Pancasila dari pihak Bung Karno, kegagalan tidak bisa dihindarkan. Dalam Rencana Pembangunan Nasional-Semesta Delapan Tahun 1961-1969 tercakup ide untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang antara lain terjaminnya bagi rakyat : 1 Makanan, pakaian dan perumahan, 2. pemeliharaan kesehatan dan pendidikan anggota-anggotanya, 3. Terjamin hari tua anggotanya, 4. Dapat mengikuti dan meperkembangkan kebudayaan dan keruhanian, 5. Dapat menyumbang kepada

12

Page 13: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

kebahagian umat manusia”. Sebagaimana dialami bersama sebagian besar program-program pokok rencana delapan tahun itu belumlah tercapai dengan optimal hingga saat ini lebih dari empat puluh tahun kemudian. Mengenai hal ini saya sudah sampaikan lebih luas dalam buku saya Meraih Keunggulan Indonesia, ( Hasibuan, S., Meraih Keunggulan Indonesia, Fak. Ekon. UAI, Jakarta 2004, hal. 11-14).

Bung Karno meninggalkan banyak tulisan yang berisikan banyak ide yang baik untuk meningkatkan manajemen negara kedepan. Salah satu ide tersebut ialah bahwa ia menganalogikan bangsa sebagai seorang individu manusia. ” Oleh karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri.. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kebudayaannya, dalam perekonomiannya dalam wataknya dan lain sebagainya”. ( Rahardjo & Islah, op. cit., hal. 42). Untuk mewujudkan kehidupan yang baik bagi seorang individu atau kumpulan individu maka amat dibutuhkan terciptanya berbagai keseimbangan dalam kehidupan . Salah satu keseimbangan itu adalah dibidang ekonomi. Energi yang dikeluarkan dari tubuh perlu seimbang dengan energi yang masuk. Salah satu bentuk energi tersebut adalah uang. Pemasukan negara perlu seimbang dengan pengeluaran. Kalau pengeluaran terlalu besar dibandingkan dengan pemasukan maka akan timbul penyakait dalam tubuh bangsa yaitu inflasi. Pelunya hukum termodinamika ini diindahkan disadari betul oleh kaum neoliberal. Makanya perlu ada ”fiscal descipline” sebagaimana resep pertama dari faham neoliberalisme sebagaimana yang tertera dalam ”Washington Consensus”. Manajemen pemerintahan dalam zaman Bung karno terlihat kurang menyadari hukum termodinamika yang juga berlaku bagi organisme negara. Antara tahun 1961 s/d 1965 defist APBN pemerintah terus meningkat. Pada tahun 1966 ( Triw. 1), jumlah penerimaan pemerintah adalah Rp. 333.000 juta sedangkan pengeluaran berjumlah Rp. 2.472.900 juta; sehingga terjadi defisit sebesar Rp. 2.139.900. Inflasi yang tinggi tidak bisa dihindarkan. Menjelang akhir pemerintahan Bung Karno, negara mengalami inflasi yang tinggi yaitu sebesar 337,43 % pada tahun 1965 dan 601,00 % pada Juli 1966.( Prawiro, R., Perkembangan Moneter Hingga Permulaan 1966 dalam Soesastro, H.,dkk., ( Penyunting), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia Dalam Setengah Abad Terakhir, 2, 1959-1966, Penerbit Kanisius, Yohyakarta, 2005, hal. 192-193 ). Ekonomi terpimpin yang diusung Bung Karno, yang pada hakekatnya merupakan upaya mengendalikan beroperasinya faham individualisme dan kebebasan di sektor ekonomi, mengalami kegagalan dalam praktek.

Dizaman pemerintahan Presiden Suharto, berbagai upaya juga sudah dilaksanakan dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa dan sekaligus melaksanakan Pancasila. Bahkan pembangunan itu diartikan sebagai pelaksanaan Pancasila. Dalam upaya memasyarakatkan Pancasila dibentuk badan khusus yaitu BP- 7 ( Badan Pendidikan, Pengembangan, Penghayatan, Penataran, Pancasila ). Para mahasiswa dan pegawai negeri, anggota-anggota angkatan bersensajata diberi penataran Pancasila. Pancasila banyak diwacanakan dan diseminarkan.Sebuah buku yang berjudul Pancasila Sebagai Idiologi ( Oesman,O., dan Alfian (Penyunting), Pancasila Sebagai Idiologi, BP-7 Pusat, Jakarta, 1993 ) memuat tulisan tidak kurang dari tiga belas ahli Indonesia, tulisan-tulisan mana mengulas berbagai segi Pancasila yang kesemuanya relevan bagi pembangunan bangsa. Namun yang amat kentara dari wacana-wacana yang dikembangkan dizaman

13

Page 14: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

pemerintahan Presiden Suharto mauapun dizaman pemerintahan Presiden Soekarno adalah tidak jelasnya bagaimana Pancasila itu harus dilaksanakan dalam suatu sistem pemerintahan negara..Yang mendekati konsep bagaimana ekonomi pancasila dilaksanakan adalah ide-ide yang dikemukakan Boediono, dimana dalam satu tulisan dikemukakan lima ciri utama dari ekonomi Pancasila yaitu peran koperasi yang dominan dalam perekonomian, adanya insentif yang bersifat ekonomi maupun moral, adanya kehendak kuat kearah egaliterianisme, diberikannya prioritas kepada ekonomi nasional yang tangguh, dan sistem desentralisasi dalam pelaksanaan. ( Boediono, Masalah Pengendalian Ekonomi Makro dalam Ekonomi Pancasila dalam Hadi, S., dkk., Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia, 3, 1966-1982, Penerbit Kanisisus, Yogyakarta, 2005, hal. 271-273). Boediono menganggap adanya kelima ciri ini dalam sistem ekonomi tetapi bagaimana mewujudkan kelima ciri ini tidaklah jelas walau secara prinsip sekalipun. Demikian juga tulisan Emil Salim Sistem Ekonomi Pancasila dan tulisan Mubyarto Keadilan Sosial dan Ekonomi Pancasila dalam buku yang sama tidaklah memperjelas bagaimana sistem demikian bisa diwujudkan Juga, penulis ini, dalam buku yang sama ada menganjurkan dalam tulisan Perusahaan-perusahaan Keci ldan Tujuan-tujuan Pembangunan agar dibangun perusahaan-perusahan kecil untuk memperluas lapangan kerja dan menciptakan distribusi pendapatan yang lebih adil. Tetapi bagaimana itu bisa dilakukan tidaklah jelas. Dapatlah dimengerti bilamana sistem pelaksanaan operasional berbasiskan faham ekonomi neoklasik terus dimanfaatkan. Dengan demikian inkonsistensi terus berlanjut; nilai-nilai yang diemban dalam pelaksanaan tidak cocok dengan nilai-nilai yang tersimpul dalam visi dan misi bangsa. Maka berbagai kegagalan tidaklah bisa dihindarkan sebagaimana sudah disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar penulis di Universitas. Muhammadiyah, Surakarta tahun 2008 yang lalu.

Periode 1982-1997 dari orde baru adalah zaman deregulasi dan liberalisasi ekonomi sesuai dengan pentahapan yang disusun oleh Hadi Soesatro dan kawan-kawan, penyunting buku Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir, Buku 1s/d 5.Tidak ada tulisan khusus mengenai sistem ekonomi Pancasila dalam Buku 4. Perkataan Pancasila hanya disebut empat kali dalam buku setebal 493 halaman. Tingkat pengangguran tetap tinggi. Separoh pengangguran yaitu angkatan kerja yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu meningkat dari 36,5 % pada tahun 1980 menjadi 41,6 % pada tahun 1993.. ( Sigit, H., Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan, Soesastro,H., dkk, Penyunting, Buku 4, 1982-1997, hal.486.)Dalam Buku 5 yang mencakup periode 1997-2005, juga tidak terlihat adanya pembahasan mengenai sistem ekonomi Pancasila, Perkataan Pancasila pun sama sekali tidak disebut. Yang banyak disebut dalam Indeks dari buku setebal 735 halaman adalah kata-kata daya saing, globalisasi, krisis ekonomi dan reformasi.

Sementara itu, pada tahun 1997 ( Juni) terbit sebuah buku dengan judul Pembangunan Ekonomi Nasional, Suatu Pendekatan Pemerataan, Keadilan dan Ekonomi Kerakyatan.Buku ini disunting oleh M Dawam Rahardjo, dan memuat tulisan delapan belas penulis, termasuk penulis ini, yang mencakup berbagai topik pembangunan nasional. Apakah konsep ekonomi kerakyatan yang diusung dalam buku ini berbeda secara prinsip dengan konsep-konsep yang diusung dalam periode-periode sebelumnya sehingga akan mampu

14

Page 15: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

membangun ekonomi atas dasar prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab.? Jawabnya adalah tidak, sebab keempat ide dasar Adam Smith masih merupakan prinsip-prinsip yang diusung dalam buku tersebut. Mungkin prinsip kebebasan pasar dikurangi dalam rangka pemerataan dan keadilan; tetapi pemerataan dan keadilan yang dimaksud utamanya adalah yang berkaitan dengan materi.Langkah-langkah yang ditempuh seperti IDT ( Inpres Desa Tertinggal ) dalam menanggulangi kemiskinan tidaklah berbeda secara prinsip dengan banyak langkah lain yang sejenis. Orientasi tetap materi.Prinsip positivisme juga tetap dipegang sebagaimana ia dipegang dalam ide-idepemabngunan ekonomi sebelumnya. ( Rahardjo, D., Pembangunan Ekonomi Nasional, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1997 )

Dapatlah disimpulkan bahwa dalam berbagai zaman pemerintahan di Indonesia pasca kemerdekaan, telah dilaksanakan berbagai upaya untuk menciptakan konsistensi dalam strategi dan langkah-lankah pembangunan dengan nilai-nilai dasar dalam visi dan misi bangsa. . Uapaya-upaya ini menyangkut langkah-langkah konkrit maupun upaya akademis. Namun baik secara akademis maupun strategi dan langkah-langkah yang ditempuh terlihat masih jauh dari konsistensi yang diharapkan sesuai visi dan misi pembangunan bangsa. Empat ide dasar Adama Smith tetap konsep-konsep pembagunan yang diusung.

Bagaimana prospek konsistensi dimasa depan? Dizaman pemerintahan Presiden Yudhoyono yang masih berlangsung lebih besar anggaran pembangunan telah dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi yakyat miskin. Ini ditandai, antara lain, oleh besarnya dana yang dikeluarkan untuk mengatasi kemiskinan melalui berbagai program seperti BLT ( bantuan langsung tunai), BOS ( biaya operasi sekolah), PNPM ( progrm nasional pemberdayaan masyarakat), dan lain-lain. Dana untuk pendidikan merupakan 20 % dari APBN.Jumlah yang demikian itu baru pertama kali dilakukan selama sejarah Republik.. Dampak kumulatif dari pengeluaran APBN yang besar ini memang menurunkan angka kemiskinan absolut di Indonesia.Mengacu kepada ” Siaran Pers Evaluasi Ekonomi 2008 dan Prospek 2009 ” oleh pemerintah pada Januari 2009 yang lalu dapatlah dikemukan bahwa tingkat kemiskinan telah turun baik secara absolut maupun relatif. Secara absolut kemiskinan menurun dari 36,1 juta ( 16,7 % ) pada tahun 2004 menjadi 35 juta (15,4%). Jadi terdapat penurunan sejumlah 1,1 juta orang dan ini tentu perlu disyukuri.

Tetapi sejauh mana penurunan ini sudah optimal, maka itu sulit meugukurnya sebab di RPJMN 2004-2009 tidak terlihat adanya sasaran kuantitatif. Optimalitas ini masalah penting sebab jumlah orang miskin masih dalam bilangan puluhan juta. Optimalitas pencapaian hanya bisa dibandingkan dengan kemauan manusia Dalam bidang pengurangan pengangguran terlihat sasaran belum tercapai. Menurut data-data yang ada pada siaran pers pemerintah, tingkat pengangguran pada tahun 2008 adalah sebasar 8,3 % dari angkatan kerja. Ini sama dengan tingkat pengangguran di tahun 2000 yang juga sebesar 8,3 %.Jumlah ini masih jauh dibawah sasaran RPJMN 2004-2009 yaitu mengurangi pengangguran menjadi 5,1 %. Dengan harapan pemerintah bahwa pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5 % maka sasaran penurunan pengangguran ini akan sulit tercapai.

15

Page 16: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

Untuk masa depan, penurunan ini akan semakin sulit bilamana upaya itu hanya didasarkan kepada APBN semata.sebab tuntutan peningkatan anggaran bagi sektor-sektor yang selama ini kekurangan anggaran dirasakan sulit untuk tidak dipenuhi, khususnya untuk sektor pertahanan dan keamanan. Menurut Menteri Pertahanan Republik Indonesia, setiap kali ia memajukan anggaran Rp. 100 trilliun untuk memenuhi kebutuhan minimal anggaran pertahanan dan keamanan, pasti yang disetujui hanyalah Rp.33 s/d Rp. 35 trilliun saja.(Harian Kompas, 9 Januari 2009, hal.2). Bilamana anggaran untuk pertahanan dan keamanan ini ditingkatkan secara berarti, dengan didua kalikan umpamanya, maka ini kemungkinan besar akan mengambil porsi dari anggaran berbagai pos termasuk porsi untuk kesejahteraan rakyat. Ini akan merupakan masalah pilihan yang sulit. Disatu pihak diinginkan adanya terus pengurangan kemiskinan tetapi dilain pihak tidak dikehendaki sektor pertahanan dan keamanan mengalami kekurangan anggaran yang akut dengan akibat kemampuan militer yang dibawah standar.Jadi satu-satunya cara jangka pendek yang dapat ditempuh adalah melalui peningkatan efisiensi dan efektifitas sektor pasar dan sektor pemerintah.Penambahan hutang disini tidak dianggap menjadi sektor andalan menambah APBN. Tetapi hal ini membawa kita diskusi mengenai langkah-langkah kedepan.

11. Langkah-langkah kedepan: mengubah proses M-C-M menjadi SDM-K-SDMDalam menentukan langkah-langkah yang perlu ditempuh perlu dihindarkan kekeliruan-kekeliruan yang selama ini menghadang upaya menciptakan konsistensi. Apa saja kekeliruan itu? Paling tidak ada tiga kekeliruan. Pertama adalah kesalahan dalam definisi masalah. Diskusi mengenai masyarakat Pancasila selama ini utamaya menyangkut definisi dari masyarakat yang diinginkan itu. Pancasila diartikan sebagai suatu keadaan tertentu yang diinginkan. Pancasila diartikan secara statis. Sesunguhnya Pncasila adalah sesuatu yang dinamis. Masyarakat dengan ciri-ciri Pancasila perlu dilihat sebagai sebuah proses. Masalah utama yng dihadapi bukanlah masalah apa tetapi masalah bagaimana sampai kesuatu situasi masyarakat yang ditandai oleh ciri-ciri yang dikehendaki. Masalah apa itu sudah relatif jelas dari definisi Pancasila itu sendiri. Yang tidak jelas adalah masalah bagaimana sampai ke situasi yang diinginkan.

Kekeliruan kedua adalah kecenderungan menyamakan makna dan pentingnya semua unsur dari Pancasila. Bung Karno dalam pidato bulan Juni 1945 itu menyebut Pancasila sebagai suatu tehnik berkomunikasi, suatu penamaan untuk memudahkan. Tetapi untuk analisa bagaimana mewujudkan masyarakat dengan ciri-ciri Pancasila yang dikehendaki, menganggap semua sila adalah sama pentingnya dan sama derajatnya tidaklah tepat untuk alasan-alasan yang jelas. Tuhan Yang Maha Esa adalah Pencipta seluruh alam. Manusia adalah wakilNya. Yang lainnya adalah sekunder dalam urutan signifikansi dari segi analisa.

Kekeliruan ketiga adalah menganggap semua nilai bersifat subyektif. Ini berkaitan dengan nilai-nilai agama. Semua nilai agama dianggap nilai-nilai yang bersifat subyektif. Kalau semua nilai agama dianggap subyektif maka tidak mungkin mendisusikan nilai-nilai agama yang berkaitan dengan peinsip Ketuhanan Yang Maa Esa. Yang sesungguhnya adalah nilai-nilai agama yang berkaitan dengan hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Esa, itu memang subyektif. Tidak bisa didiskusikan secara

16

Page 17: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

obyektif. Tetapi nilai-nilai agama yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia bukan saja secara prinsip banyak yang sama diantara semua agama tetapi juga bersifat obyektif atau terukur. Kejujuran dalam hubungan manusia adalah sesuatu yang terukur. Kejujuran adalah suatu sifat yang terukur, tergantung ”track record” sesorang, suka mencuri atau tidak, umpamanya. Jadi prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah sesuatu yang taboo untuk didiskusikan. Kalau nilai-nilai dari prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa bisa diobyektifkan, apalagi nilai-nilai dari prinsip-prinsip lain dari Pancasila. Obyektifikasi Pancasila inilah yang tidak dilakukan selama ini dengan akibat yang amat merugikn bagi kehidupan bangsa.

Dengan pengantar agak panjang mengenai kekeliruan selama ini yang perlu dihindarkan, apa tujuan dari langkah-langkah yang akan ditempuh ? Tujuannya adalah menciptakan konsistensi antara nilai-nilai yang tercakup dalam visi/misi bangsa dengan nilai-nilai yang ditempuh dalam kegiatan pembangunan bangsa. Kita ingin menciptakan konsistensi antara nilai-nilai yang tersimpan dalam apa yang dikemukakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, utamanya nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab dengan nilai-nilai yang terdapat dalam langkah-langkah untuk mengatasi berbagai tantangan pembangunan bangsa.

Tetapi apa yang dimaksud dengan tantangan pembangunan bangsa? Mengacu kepada skema konsistensi sebagaimana sudah didiskusikan pada pada titik 3 diatas mengenai hukum konsistensi, maka tantangan-tantangan ini menyangkut. keyakinan dan pandangan hidup ( B), nilai-nilai moral dan etika benar dan salah( C,, ilmu berikut paradigma operasional (D)yang digunakan dan strategi dan langkah ( E) yang ditempuh. Tantangan yang yang dihadapi adalah mengupayakan agar langkah-langkah yang menyangkut keempat bidang ini konsisten dengan nilai-nilai dasar pada visi dan misi bangsa, utamanya Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab.Bilamana diperhatikan maka tantangan-tantangan ini dapat dikatagorikan menjadi dua katagori yaitu tantangan-tantangan yang terdapat dalam diri manusia yaitu tantangan-tantangan yang menyangkut (B.), (C), (D), dan (E) dan tantangan yang berada diluar diri manusia yaitu hasil dari langkah-langkah yang ditempuh

Pertanyaan yang amat penting adalah bagaimana dan dari mana harus mulai supaya konsistensi pada saatnya bisa tercipta? Yang menyangkut bagaimana maka perlu ditanya apa yang menghindarkan bangsa Indonesia untuk menganut keyakinan hidup, d.l.l, yang konsisten dengan visi dan misinya? Sebagaimana sudah dijelaksan diatas bangsa Indonesia sesungguhnya diatur oleh proses kapitalisme dalam kehidupannya. Proses kapitalisme ini yang perlu dibuang dan digantikan dengan proses yang sesuai bagi kehidupan bangsa. Dengan lain perkataan, kita perlu ubah proses dasar kapitalisme yang berbasis materi menjadi proses pembangunan yang berbasis manusia. Sebagaimana sudah dijelaskan diatas, proses kapitalisme disederhanakan oleh Marx menjadi M-C-M, dimana M adalah uang dan C adalah komoditas. Proses kapitalisme pada dasarnya adalah suatu proses kegiatan pengelolaan uang/modal menjadi komditas termasuk jasa-jasa, Komoditas dijual dipasar sehingga menghasilkan uang lebih besar dan dengan begitu dihasilkan keuntungan atau

17

Page 18: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

surplus. Proses inilah yang berlangsung terus menerus, yang menghalangi bangsa Indonesia mencapai sasaran-sasaran kemerdekaannya tetapi sekaligus juga mengubah jati diri dan karakternya.

Sekarang M-C-M perlu diubah menjadi proses yang berbasis manusia. Proses ini adalah SDM-K-SDM. Dengan SDM disini dimaksudkan sumber daya manusia yang dimiliki oleh sebuah bangsa. Tentu ada berbagai kagori status SDM yantu ada yang masih sekolah, ibu-ibu rumah tangga dan tenaga kerja dan lain-lain. Secara prinsip yang diartikan dengan SDM adalah semua golongan penduduk dari semua status dan golongan umur yang dimiliki oleh sebuah bangsa. Pada saat ini jumlah SDM Indonesia diperkirakan 220 juta orang dan nomor 4 besar di dunia.

SDM ini melaksanakan proses kegiatan sehingga menghasikan K. K dapatlah diartikan sebagai peningkatan mutu keimanan, peningkatan mutu intelektual, peningkatan mutu hidup, peningkatan mutu keturunan dan peningkatan jumlah dan mutu kekayaan materi. Jadi kalau K meningkat maka SDM berikutnya adalah SDM dengan kemampuan yang meningkat.

Pada tahap berikutnya, SDM dari tahap pertama yang telah meningkat kemampuannya akan dapat menghasilkan peningkatan keimanan, kecerdasan, mutu hidup, mutu keturunan dan kekayaan materi yang lebih tinggi sehingga SDM selanjutnya adalah SDM yang lebih berkemampuan dari SDM sebelumnya. Dan begitulah seterusnya, sehingga sampai pada suatu tingkatan SDM Indonesia unggul bukan saja secara materi tetapi utamanya secara keimanan.

Apa yang diartikan dengan keimanan ? Penigkatan keimanan adalah peningkatan kemampuan untuk mengakses kemapuan tanpa batas yang dimiliki oleh Tuhan Yang Maha Esa. Cara yang ditempuh tentu berbeda dalam berbagai sistem keyakinan agama. Dalam agama Islam sesuai ajaran Al-Quran, kemampuan Tuhan Maha Esa dapat digolongkan menjadi 99 jenis kemampuan. Dalam 99 jenis kemampuan ini termasuklah kemampuan berkasih sayang seorang manusia terhadap makhluk lainnya.Yang diartikan dengan mutu intelektual adalah mutu kecerdasan, termuasuk kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual. Yang dimaksud dengan mutu hidup adalah mutu hidup bersifat fisik seperti kesehatan maupun mutu hidup bersama seperti adanya keamanan, tejaminnya hukum, dan lain-lain. Yang dimaksud dengan mutu keturunan adalah kehidupan keluarga yang kondusif untuk menghasilkan mutu keturunan yang meningkat. Yang diartikan dengan mutu dan jumlah kekayaan materi adalah pertumbuham ekonomi yang semakin merata dan berkelanjutan.

Dapatlah dilihat bahwa ukuran yang digunakan dalam proses SDM ini adalah peningkatan kemampuan manusia. Satu ukuran umum kemampuan amnsuia dalam konteks kelembagaan tertentu adalah produktivitas total atau apa yang disebut sebagai TFP dari lembaga yang bersangkutan. Jadi secara operasional tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan TFP dalam suatu lembaga, TFP beisikan berbagai komponen kemampuan dan diperoleh melalui proses-proses kemanusiaan yang adil dan beradab.

18

Page 19: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

Sudah barang tentu untuk memperoleh TFP tinggi melalui poses kemanusiaan yang adil dan beradab ini tidak bisa dilakukan dengan panduan keilmuan ekonomi neoklasik berbasis materi dengan logika kapitalisme. Disinilah peran teori ekonomi berbasis manusia dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Teori ekonomi yang demikian itu dikenal oleh dunia sebagai ekonomi syariah.Ekonomi yang demikianlah yang kita perlu laksanakan di Indonesia agar terwujud sistem dan pelaksanaan pembangunan yang konsisten secara vertikal dan secara horizontal untuk mewujudkan kemanusiaan yang beradab dan keadilan bukan saja terhadap sesama manusia tetapi juga terhadap alam dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sistem yang demikianlah yang konsisten dengan visi dan misi bangsa sebagaimana sudah diikrakan bersama pada bulan Agustus 1945 dan didekritkan berlakunya kemabli oleh Presiden Republik Indonesia pada bulan Juli 1959.. 12. Dari mana harus mulai?Kita sebagai bangsa perlu mulai dari tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa saat ini yang segala sesuatunya cenderung menarik kemampuan SDM kebawah.Tantangan-tantangan ini bersifat struktural dan meliputi tantangan-tantangan di bidang lapangan kerja produktif, kesenjangan peran dunia usaha, investasi yang tidak seimbang dan rendahnya produktivitas total masyarakat, meningkatnya kejahatan dan rendahnya posisi Indonesia dalam indeks pembangunan manusia dunia. ( Hasibuan, S., Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Perencanaan dan Manajemen SDM, Universitas Muhammadiyah Surakarta Solo, Maret, 2008). Dari semua tantangan ini kita perlu fokus kepada upaya mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan dalam lima tahun kedepan secara ekonomi syariah. Beberapa implikasi praktis menggunakan faham SDM-K-SDM adalah sebagai berikut.

Pasar: pasar adalah untuk manusia dan bukan sebaliknyaApa artinya mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan secara ekonomi syariah? Ini berarti, diaplikasikan proses SDM-K-SDM dalam membangun usaha kecil-menengah. Indonesia perlu mengubah prinsip operasional yang terkandung dalam faham neoliberalisme bahwa manusia adalah untuk pasar dan menggantikanya menjadi pasar adalah untuk manusia; untuk melayani kebutuhan manusia. Proses pasar dihormati selama ia melayani dengan baik kebutuhan manusia Indonesia. Kalau tidak maka proses itu perlu dintervensi dengan cerdas sehingga kebutuhan manusia Indonesia akan terlayani dengan lebih baik.

Sasaran struktur perlu ditetapkan. Pasar tidak boleh menentukan struktur ekonomi Dalam intervensi ini kita tidak boleh menerima struktur ekonomi yang dihasilkan pasar. Sebaliknya kita perlu menentukan struktur yang kita inginkan dan mengarahkan pasar dengan cerdas agar membantu mewujudkan struktur yang dikehendaki ini. Dalam kaitan ini maka struktur dunia usaha yang kecil di atas, ramping ditengah dan besar dibawah, dimana 0,1% pengusaha menghasilkan 43 % PDB sedangkangkan yang 99,9% menghasilkan 57 %, sudah tentu perlu diubah secara sadar melalui intervesi cerdas. Dalam Buletin Fakultas Ekonomi UAI, Vol.1 No 4, Januari 2008 masalah ini sudah dibahas. Ada tiga usul perubahan struktural yang bersifat indikatif dalam buletin tersebut

19

Page 20: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

yaitu peran pengusaha yang 99,9 % ditingkatkan agar porsi kontribusi untuk PDB meningkat menjadi 65 % dalam waktu secepat-cepatnya ( katakanlah dalam lima tahun ) dari 57 % saat ini; juga ada usul agar pembangunan koperasi digiatkan untuk mewujudkan koperasi syariah dan agar sifat perencanaan pembangunan diubah sehigga menjadi alat operasionl yang efektif dalam menyelesaikan persoalan .Upaya perubahan struktural yang dilaksanakan dengan efektif dan efisien tentu akan memberikan kontribusi yang berarti bagi pertumbuahan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang demikian itu sudah memasukkan di dalamnya dimensi peningkatan keimanan, peningkatan kecerdasan, peningkatan mutu hidup manusia, peningkatan mutu keturunan dan peningkatan kekayaan materi.

Pengembangan usaha menengah/besar perlu menggunakan logika maksimisasi kemampuan manusia dan bukan maksimisasi keuntunagan. Pembangunan usaha menengah/ besar perlu dilaksanakan dengan logika intern yang terkandung dalam proses SDM-K-SDM. Membangun usaha bukan dengan logika maksimisasi keuntungan tetapi dengan logika maksimisasi kemampuan manusia akan membawa perubahan dalam berbagai kebijakan yang menyagkut sdm perusahaan. Umpamanya, kebijakan ”outsourcing” tenaga kerja perlu ditinjau kembali. Tenaga kerja tidak boleh dikorbankan atas nama peningkatan efisiensi perusahaan. Peran negara amat penting dalam menjembatani berbagai perbenturan kepentingan jangka pendek yang mungkin muncul antara pengusaha dan pekerja. Juga, atas dasar logika intern SDM-K-SDM, pemakaian jilbab oleh karyawan-karyawan muslimah seharusnya tidak dilarang tetapi sebaliknya didukung; apalagi pemakaian jilbab ini adalah sebagai bagian pelaksanaan keimanan oleh karyawati bersangkutan

Aplikasi proses SDM-K-SDM di birokrasi pemerintah dan DPR untuk mengubah kultur dan struktur bagi peningkatan efisiensiSalah satu aplikasi proses SDM-K-SDM yang mendesak adalah pada birokrasi pemabagunan bangsa, yaitu birokrasi pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan DPR. Aplikasi proses SDM-K-SDM dengan tepat akan mengubah struktur dan kultur birokrasi-birokrasi ini sehingga akan lebih mampu mengemban kepentingan rakyat dengan lebih baik. Dalam bidang penghapusan korupsi, umpamanya, proses SDM-K-SDM yang tepat akan menciptakan bukan saja”external checks” tetapi sekaligus juga mewujudkan ”internal checks”. Pemberantasan korupsi saat ini hanya mengandalkan kepada ”external checks.” Peningkatan efisiensi aparatur amat mendesak dalam rangka penyediaan anggaran lebih besar untuk sektor yang amat penting yaitu sektor pertahanan dan keamanan..

Aplikasi proses SDM-K-SDM pada pendidikan formalAplikasi SDM-K- SDM mengandung pada dirinya proses pendidikan non-formal yang besar bukan saja untuk meningkatkan ketrampilan dan ilmu tetapi juga untuk mengubah pandangan dunia yaitu unsur keyakinan dan pandangan hidup. Keyakinan hidup dan pandangan dunia dapat diartikan sebagai ” An integrated system of basic beliefs about the nature of yourself, reality, and the meaning of existence.” Ini adalah pandangan filosof Thomas F. Wall, sebagaimana disitir oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi dalam makalahnya Pandangan Hidup Islam pada Seminar Sehari Ke-4 Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah

20

Page 21: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

Mohammad Natsir di Jakarta awal Mei 2008. Kalau kita inginkan keyakinan dan pandangan hidup konsisten dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab, maka pendidikan di SD, SLP dan SLA perlu memperhitungkan cara terbaik untuk menanamkan pandangan hidup yang konsisten dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab itu. Barangkali anak-anak kita yang lulus SD, bagi yang muslim, bukan hanya bisa sholat tetapi juga sudah mampu membaca Al-Qur’an. Kalau tamat SMP, anak-anak sudah hafal beberapa juz Al-Qur’an dan tamat SMU sudah hafal mungkin setengah Al-Qur’an. Sekarang ini banyak mahasiswa yang tidak bisa membaca Al Qur’an.

13. KesimpulanSejak Indonesia merdeka berbagai upaya telah ditempuh oleh berbagai pemerintahan negara untuk mewujudkan visi dan misi bangsa. Namun upaya-upaya ini belum memberi hasil yang optimal sesuai dengan yang dicita-citakan.Walaupun negara Indonesia tetap utuh sebagai negara kesatuan, namun tingkat kecerdasan rakyatnya masih jauh tertinggal dibanding bangsa-bangsa lain, tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakat dalam berbagai bidang kehidupan masih jauh dari terpenuhi, harga dirinya terus terusik dan jatidirinya cenderung terkikis dengan berbagai kegagalannya dalam pembangunan dan merebaknya berbagai kejahatan termasuk korupsi. Ini semua terjadi oleh karena Indonesia tidak konsisten mengusung nilai-nilai operasional yang tersimpul dalam visi dan misinya yaitu Pancasila dan UUD 1945.Indonesia menggunakan proses kapitalisme dalam pembangunannya. Kapitalisme merupakan alat bagi perwujudan secara operasional nilai-nilai asing yaitu positivisme, materialisme, kebebasan dan individualisme. Faham-faham ini muncul dalam idiologi liberalisme, liberalisme-campuran dan neolibealisme. Dari hasil penelitian ini ternyata bahwa nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 tidak bisa diwujudkan dengan memakai panduan ilmu berdasar logika manusia semata, dan tidak bisa diwujudkan dengan pengejaran kekayan materi semata dalam pembangunan bangsa. Untuk masa depan Indonesia tidak punya pilihan kecuali menggunanakan proses berbasis manusia dengan panduan ilmu yang berbasis manusia pula. Ilmu tersebut adalah ekonomi syariah. Proses berbasis materi yaitu kapitalisme perlu digantikan dengan proses berbasis mansusia. Hanya dengan demikian, dengan izin Tuhan Yang Maha Esa, Indonesia berhasil bukan saja merealisasikan cita-cita kemerdekaannya tetapi juga menjadi unggul dikalangan bangsa-bangsa di dunia.

Daftar Pustaka

Departemen Keuangan Republik Indonesia, Siaran Pers Evaluasi Ekonomi 2008 dan Prospek 2009, Jakarta, Januari 2009

Ecyclopaedia Britannica, Vol. 2, Chicago, 1991

Google, Neoliberalism, from Wikipedia, 2009

Google, Neoliberalism: origins, theory, definition, 6 Juni 2009

21

Page 22: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

Hasibuan, S., Apakah Ciri-Ciri Hukum Alam menandai Juga Hukum Pembangunan Manusia? Buletin Fak. Ekonomi, UAI, Vol.3 No.1 Maret 2009

Hasibuan, S.,Case Study of Muslim-managed Organizations, The Case of Indonesian Development Agenda , Fakultas Ekonomi Universitas Al Azhar, Jakarta 2006, www. uai.ac.id

Hasibuan, S., Meraih Keunggulan Indonesia, Fak. Ekon. UAI, Jakarta 2004

Hasibuan, S., Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Perencanaan dan Manajemen SDM, Universitas Muhammadiyah Surakarta Solo, Maret, 2008

Hasibuan, S., The Law of Consistency and Socio-economic Development, Fak. Ekonomi Universitas Al Azhar Indonesia, 2009, www.uai.ac.id

Heilbroner, R. L., The Nature and Logic of Capitalism, W.W. Norton & Company Inc., London, 1986

Higgins, B., Economic Development, W.W.Norton&Company Inc., New York, 1959

Mill,J.,S., The Principles of Political Economy, Book 5, Chapter 11, ,Longmans, Green and Co., 1909, London http://socserv2.soscimcmaster.ca/econ/ugcm/3ll3/mill/prin/book5/bk5ch11, retrieved December 20, 2006

Oesman,O., dan Alfian (Penyunting), Pancasila Sebagai Idiologi, BP-7 Pusat, Jakarta, 1993

Pustaka Timur, Konstitusi Indonesia UUD 1945 dan AMENDEMEN I,II,III,& IV, Yogyakarta 2009.

Rahardjo, D., Pembangunan Ekonomi Nasional, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1997

Rahardjo,P., Gusmian, I., ( Penyunting ), Bung Karno Dan Pancasila, Galang Press, Yogyakarta, 2002.

Soesatro,H., dkk., ( Penyunting) Pemikiran dan Permaslahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir, 1,1945-1959, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2005

Soesastro, H.,dkk., ( Penyunting), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia Dalam Setengah Abad Terakhir, 2, 1959-1966, Penerbit Kanisius, Yohyakarta, 2005

Soesastro,H., dkk.( Penyunting), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia, 3, 1966-1982, Penerbit Kanisisus, Yogyakarta, 2005

22

Page 23: Ekonomi Syariah Dan Perlunya Konsistensi Dalam Membangun Ekonomi Syariah

Soesastro,H., dkk,( Penyunting), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia, 4, 1982-1997, Penerbit Kanisisus, Yogyakarta, 2005

Soesastro,H., dkk,( Penyunting), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia, 5, 1997-2005, Penerbit Kanisisus, Yogyakarta, 2005

Smith, A., The Wealth of Nations, London, J.M Dent& Sons Ltd, 1960

The Holy Qur’an, English translation of the meanings and Commentary, King Fahd Holy Qur’an Printing Complex, Al-Madinah Al-Munawarah, 1411 H.

23