konsep medis llimfadenitis (1)

43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang tersebar di seluruh tubuh. Kelenjar inimempunyai fungsi penting berupa barier atau filter terhadap kuman-kuman/bakteri-bakteri yang termasuk ke dalam badan dan barier pula untuk sel-sel tumor ganas (kanker). Disamping itu bertugas pula untuk membentuk sel-sel limfosit darah tepi. Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain. Streptokokus dan bakteri staphylococcal adalah penyebab paling umum dari limfadenitis, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar getah bening. Streptokokus dan bakteri penyebab adalah pagar staphylococcal limfadenitis Umum, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan TBC juga dapat menginfeksi kelenjar getah bening. Penyakit yang melibatkan kelenjar getah bening di seluruh tubuh termasuk mononucleosis, infeksi

Transcript of konsep medis llimfadenitis (1)

Page 1: konsep medis llimfadenitis (1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang

tersebar di seluruh tubuh. Kelenjar inimempunyai fungsi penting berupa barier

atau filter terhadap kuman-kuman/bakteri-bakteri yang termasuk ke dalam badan

dan barier pula untuk sel-sel tumor ganas (kanker). Disamping itu bertugas pula

untuk membentuk sel-sel limfosit darah tepi. Limfadenitis adalah peradangan

kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi primer akibat adanya

infeksi dari bagian tubuh yang lain.

Streptokokus dan bakteri staphylococcal adalah penyebab paling umum

dari limfadenitis, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga

dapat menginfeksi kelenjar getah bening. Streptokokus dan bakteri penyebab

adalah pagar staphylococcal limfadenitis Umum, meskipun virus, protozoa,

rickettsiae, jamur, dan TBC juga dapat menginfeksi kelenjar getah bening.

Penyakit yang melibatkan kelenjar getah bening di seluruh tubuh termasuk

mononucleosis, infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan brucellosis. Gejala

awal limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh

penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel darah putih akibat

respon tubuh terhadap infeksi. Pembesaran kelenjar terjadi karena adanya

hiperplasia limfoid dan terbentuknya tuberkel, kemudian terjadi granulasi kronis,

di kelenjar terjadi nekrosis dan perkejuan. Kelenjar dapat membesar dan melekat

satu dengan yang lainnya serta melekat dengan jaringan sekitarnya, kemudian

terjadi perkejuan selanjutnya terbentuk abses.

Page 2: konsep medis llimfadenitis (1)

B. Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk membahas konsep medis dan keperawatan

limfadenitis.

C. Manfaat Penulisan

Agar mampu memahami tentang penyakit peradangan kelenjar getah

bening (limfadenitis), dan dapat menerapkan bagaimana cara penanganan

pasien dengan limfadenitis.

Page 3: konsep medis llimfadenitis (1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis

1. Defenisi

Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening.

Jadi, limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau

getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009). Apabila

peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula

(Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang

biasanya paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula diambil dari

bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.)

menyebutkan istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya (Mohaputra,

2009). Penyakit ini juga sudah dikenal sejak zaman raja-raja Eropa pada

zaman pertengahan dengan nama “King’s evil”, dimana dipercaya bahwa

sentuhan tangan raja dapat menyembuhkannya (McClay, 2008). Infeksi

M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung tuberkulosis ke

kulit dari struktur dasar atau terpajan melalui kontak dengan tuberkulosis

disebut dengan scrofuloderma (Dorland, 1998).

2. Epidemiologi

Selama beberapa abad tuberkulosis merupakan salah satu penyakit

terparah pada manusia. Dari semua penyakit infeksi, tuberkulosis masih

merupakan penyebab kematian tersering. WHO memprediksikan insidensi

penyakit tuberkulosis ini akan terus meningkat, dimana akan terdapat 12 juta

kasus baru dan 3 juta kematian akibat penyakit tuberkulosis setiap tahun.

Sepertiga dari peningkatan jumlah kasus baru disebabkan oleh epidemi HIV,

dimana tuberkulosis menyebabkan kematian pada satu orang dari tujuh orang

yang menderita AIDS (Ioachim, 2009).

Page 4: konsep medis llimfadenitis (1)

Indonesia pada tahun 2009 menempati peringkat kelima negara dengan

insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,35-0,52 juta setelah India (1,6-2,4

juta), Cina (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,40-0,59 juta), dan Nigeria (0,37-

0,55 juta) (WHO, 2010). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

1995 menempatkan TB sebagai penyebab kematian terbesar ketiga setelah

penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan

nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi (Depkes, 2007).

Tuberkulosis dapat melibatkan berbagai sistem organ di tubuh.

Meskipun TB pulmoner adalah yang paling banyak, TB ekstrapulmoner juga

merupakan salah satu masalah klinis yang penting. Istilah TB ekstrapulmoner

digunakan pada tuberkulosis yang terjadi selain pada paru-paru. Berdasarkan

epidemiologi TB ekstrapulmoner merupakan 15-20% dari semua kasus TB

pada pasien HIV-negatif, dimana limfadenitis TB merupakan bentuk

terbanyak (35% dari semua TB ekstrapulmoner). Sedangkan pada pasien

dengan HIV-positif TB ekstrapulmoner adalah lebih dari 50% kasus TB,

dimana limfadenitis tetap yang terbanyak yaitu 35% dari TB ekstrapulmoner

(Sharma, 2004).

Limfadenitis TB lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan

perbandingan 1,2:1 (Dandapat, 1990). Berdasarkan penelitian terhadap data

demografik 60 pasien limfadenitis TB didapat 41 orang wanita dan 19 orang

pria dengan rentang umur 40,9 ± 16,9 (13 – 88) (Geldmacher, 2002).

Penelitian lainnya terhadap 69 pasien limfadenitis TB didapat 48 orang wanita

dan 21 orang pria dengan rentang umur 31,4 ± 13,1 (14 – 60) (Jniene, 2010).

3. Etiologi

Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis. Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo

Actinomyceales. Spesies patogen yang termasuk dalam Mycobacterium

kompleks, yang merupakan agen penyebab penyakit yang tersering dan

terpenting adalah Mycobacterium tuberculosis. Yang tergolong dalam

Page 5: konsep medis llimfadenitis (1)

Mycobacterium tuberculosae complex adalah : 1. M. tuberculosae, 2. M.

bovis, 3. M. caprae, 4. M. africanum, 5. M. Microti, 6. M. Pinnipedii, 7.

M.canettii Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan epidemiologi

(Raviglione, 2010).

Basil TB adalah bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis lurus

berukuran sekitar 0,4 x 3 μm dan tidak berspora. Pada media buatan

berbentuk kokoid dan filamentous tampak bervariasi dari satu spesies ke

spesies lain. Mycobacteria termasuk M.tuberculosis tidak dapat diwarnai

dengan pewarnaan Gram dan hanya dapat diwarnai dengan pewarnaan khusus

serta sangat kuat mengikat zat warna tersebut sehingga tidak dapat

dilunturkan walaupun menggunakan asam alkohol, sehingga dijuluki bakteri

tahan asam (Raviglione, 2010; Jawetz, 2004). M.tuberculosis mudah mengikat

pewarna Ziehl-Neelsen atau karbol fuksin (Kumar, 2004).

Dinding bakteri Mikobakterium kaya akan lipid yang terdiri dari asam

mikolat, lilin, dan fosfat. Muramil dipeptida yang membuat kompleks dengan

asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma. Lipid inilah yang

bertanggung jawab pada sifat tahan asam bakteri Mikobakterium.

Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan

sifat tahan asam bakteri ini (Brooks, 2004).

Bakteri ini mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon

sederhana. Penambahan CO2 meningkatkan pertumbuhan. Aktivitas biokimia

tidak khas dan laju pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan

bakteri. Waktu replikasi basil tuberkulosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofit

cenderung tumbuh lebih cepat, berproliferasi dengan baik pada temperatur 22-

23°C, dan tidak terlalu bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk

patogennya (Brooks, 2004).

4. Etiologi

Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis. Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo

Page 6: konsep medis llimfadenitis (1)

Actinomyceales. Spesies patogen yang termasuk dalam Mycobacterium

kompleks, yang merupakan agen penyebab penyakit yang tersering dan

terpenting adalah Mycobacterium tuberculosis. Yang tergolong dalam

Mycobacterium tuberculosae complex adalah : 1. M. tuberculosae, 2. M.

bovis, 3. M. caprae, 4. M. africanum, 5. M. Microti, 6. M. Pinnipedii, 7.

M.canettii Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan epidemiologi

(Raviglione, 2010).

Basil TB adalah bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis lurus

berukuran sekitar 0,4 x 3 μm dan tidak berspora. Pada media buatan

berbentuk kokoid dan filamentous tampak bervariasi dari satu spesies ke

spesies lain. Mycobacteria termasuk M.tuberculosis tidak dapat diwarnai

dengan pewarnaan Gram dan hanya dapat diwarnai dengan pewarnaan khusus

serta sangat kuat mengikat zat warna tersebut sehingga tidak dapat

dilunturkan walaupun menggunakan asam alkohol, sehingga dijuluki bakteri

tahan asam (Raviglione, 2010; Jawetz, 2004). M.tuberculosis mudah mengikat

pewarna Ziehl-Neelsen atau karbol fuksin (Kumar, 2004).

Dinding bakteri Mikobakterium kaya akan lipid yang terdiri dari asam

mikolat, lilin, dan fosfat. Muramil dipeptida yang membuat kompleks dengan

asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma. Lipid inilah yang

bertanggung jawab pada sifat tahan asam bakteri Mikobakterium.

Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan

sifat tahan asam bakteri ini (Brooks, 2004).

Bakteri ini mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon

sederhana. Penambahan CO2 meningkatkan pertumbuhan. Aktivitas biokimia

tidak khas dan laju pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan

bakteri. Waktu replikasi basil tuberkulosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofit

cenderung tumbuh lebih cepat, berproliferasi dengan baik pada temperatur 22-

23°C, dan tidak terlalu bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk

patogennya (Brooks, 2004).

Page 7: konsep medis llimfadenitis (1)

5. Patogenesis

Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB

pulmoner dan TB ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan

menjadi TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). TB

primer sering terjadi pada anak-anak sehingga sering disebut child-type

tuberculosis, sedangkan TB post-primer (sekunder) disebut juga adult-type

tuberculosis karena sering terjadi pada orang dewasa, walaupun faktanya TB

primer dapat juga terjadi pada orang dewasa (Raviglione, 2010).

Basil tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang

disebut sebagai TB ekstrapulmoner. Menurut Raviglione (2010), organ

ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar

getah bening, pleura, saluran kemih, tulang, meningens, peritoneum, dan

perikardium.

TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap

basil tuberkulosis (Raviglione, 2010). Basil TB ini masuk ke paru dengan cara

inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag

dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit

oleh makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan

bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar

secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen.

Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe

regional di hilus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan

reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe

regional (limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3 – 4

minggu setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini

akan membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB

dalam makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon.

Fokus Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional

disebut dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan

Page 8: konsep medis llimfadenitis (1)

dua hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah

terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon

merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam

keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa

tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit (Datta, 2004).

Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah

memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya

imunitas seluler akan membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB

primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti

pada TB primer, basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama

melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ (Datta, 2004).

Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat

penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru (Mohapatra, 2009).

Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu

menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah

basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan

difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke

kelenjar limfe di leher (Datta, 2004).

6. Manifestasi Klinis

Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB

ekstrapulmoner. Limfadenitis TB juga dapat merupakan manifestasi lokal dari

penyakit sistemik. Pasien biasanya datang dengan keluhan pembesaran

kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-

negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi yang paling sering

dijumpai yaitu sekitar dua pertiga pasien. Oleh karena itu, infeksi

mikobakterium harus menjadi salah satu diagnosis banding dari

pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang endemis.

Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai

beberapa bulan (Mohapatra, 2004).

Page 9: konsep medis llimfadenitis (1)

Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening

servikalis, kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar

mediastinal, aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar

inguinalis (Mohapatra, 2004). Berdasarkan penelitian oleh Geldmacher (2002)

didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu: 63,3% pada kelenjar limfe

servikalis, 26,7% kelenjar mediastinal, dan 8,3% pada kelenjar aksila, dan

didapatkan pula pada 35% pasien pembengkakan terjadi pada lebih dari satu

tempat. Menurut Sharma (2004), pada pasien dengan HIV-negatif maupun

HIV-positif, kelenjar limfe servikalis adalah yang paling sering terkena,

diikuti oleh kelenjar limfe aksilaris dan inguinalis.

Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau

bilateral, tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri

dan berkembang secara lambat dalam hitungan minggu sampai bulan, dan

paling sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang lebih jarang di

regio supraklavikular (Mohapatra, 2004). Keterlibatan multifokal ditemukan

pada 39% pasien HIV-negatif dan pada 90% pasien HIV-positif. Pada pasien

HIV-positif, keterlibatan multifokal, limfadenopati intratorakalis dan

intraabdominal serta TB paru adalah sering ditemukan (Sharma, 2004).

Beberapa pasien dengan limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala sistemik

yaitu seperti demam, penurunan berat badan, fatigue dan keringat malam.

Lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala sistemik (Mohapatra, 2004).

Terdapat riwayat kontak terhadap penderita TB pada 21,8% pasien, dan

terdapat TB paru pada 16,1% pasien (Mohapatra, 2004).

Menurut Jones dan Campbell (1962) dalam Mohapatra (2004)

limfadenopati tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima

stadium yaitu:

A. Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret.

Page 10: konsep medis llimfadenitis (1)

B. Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan

sekitar oleh karena adanya periadenitis.

C. Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening)

akibat pembentukan abses.

D. Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess.

E. Stadium 5, pembentukan traktus sinus.

Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit.

Kelenjar limfe yang terkena biasanya tidak nyeri kecuali (i) terjadi infeksi

sekunder bakteri, (ii) pembesaran kelenjar yang cepat atau (iii) koinsidensi

dengan infeksi HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah, dan kemudian kadang-

kadang dapat terjadi sinus yang tidak menyembuh secara kronis dan

pembentukan ulkus. Pembentukan fistula terjadi pada 10% dari limfadenitis

TB servikalis (Mohapatra, 2004). Berdasarkan penelitian oleh Jniene (2010)

dari 69 pasien limfadenitis TB didapat 11 orang dengan pembengkakan

kelenjar yang nyeri dan 6 orang dengan adanya pembentukan fistula. Terdapat

juga 10 orang dengan pembengkakan kelenjar yang disertai adanya tanda-

tanda inflamasi tetapi tidak disertai oleh adanya fistula. Secara klasik, sinus

tuberkulosis mempunyai pinggir yang tipis, kebiru-biruan, dan rapuh dengan

pus cair yang sedikit. Skrofuloderma adalah infeksi mikobakterial pada kulit

disebabkan oleh perluasan langsung infeksi TB ke kulit dari struktur

dibawahnya atau oleh paparan langsung terhadap basil TB (Mohapatra, 2004).

Limfadenitis TB mediastinal lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada

dewasa limfadenitis mediastinal jarang menunjukkan gejala. Manifestasi yang

jarang terjadi pada pasien dengan keterlibatan kelenjar limfe mediastinal

termasuk disfagia, fistula oesophagomediastinal, dan fistula tracheo-

oesophageal. Pembengkakan kelenjar limfe mediastinal dan abdomen atas

juga dapat menyebabkan obstruksi duktus toraksikus dan chylothorax, chylous

ascites ataupun chyluria. Pada keadaan tertentu, obstruksi biliaris akibat

Page 11: konsep medis llimfadenitis (1)

pembesaran kelenjar limfe dapat menyebabkan obstructive jaundice.

Tamponade jantung juga pernah dilaporkan terjadi akibat limfadenitis

mediastinal (Mohapatra, 2004).

Pembengkakan kelenjar getah bening yang berukuran ≥ 2 cm biasanya

disebabkan oleh M.tuberculosis. Pembengkakan yang berukuran < 2 cm

biasanya disebabkan oleh mikobakterium atipik, tetapi tidak menutup

kemungkinan pembengkakan tersebut disebabkan oleh M.tuberculosis

(Narang, 2005).

F. Diagnosis

Untuk mendiagnosa limfadenitis TB diperlukan tingkat kecurigaan

yang tinggi, dimana hal ini masih merupakan suatu tantangan diagnostik

untuk banyak klinisi meskipun dengan kemajuan teknik laboratorium.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pewarnaan BTA,

pemeriksaan radiologis, dan biopsi aspirasi jarum halus dapat membantu

dalam membuat diagnosis awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam

memberikan pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan

biopsi dan kultur (Bayazit, 2004). Juga penting untuk membedakan infeksi

mikobakterium tuberkulosis dengan non-tuberkulosis.

Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa

limfadenitis TB :

a. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan

mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan

dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Spesimen untuk pewarnaan dapat

diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini

kita dapat memastikan adanya basil mikobakterium pada spesimen,

Page 12: konsep medis llimfadenitis (1)

diperlukan minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan dapat positif

(Mohapatra, 2009; Bayazit, 2004).

Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan

diagnosis limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk

membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-

69% kasus (Mohapatra, 2009). Berbagai media dapat digunakan

seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, dan Bactec TB.

Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil

kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab

tersering, diikuti oleh M.bovis (Bayazit, 2004).

b. Tes Tuberkulin

Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk

menunjukkan adanya reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk

antigen mikobakterium pada seseorang. Reagen yang digunakan

adalah protein purified derivative (PPD). Pengukuran indurasi

dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi. Dikatakan positif apabila

terbentuk indurasi lebih dari 10 mm, intermediat apabila indurasi 5-

9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4 mm (Mohapatra,

2009).

c. Pemeriksaan Sitologi

Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan

menggunakan biopsi aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan

spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi untuk

menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99%

(Kocjan, 2001). CT scan dapat digunakan untuk membantu

pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan

intraabdominal (Sharma, 2004). Pada pemeriksaan sitologi akan

terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa.

Page 13: konsep medis llimfadenitis (1)

Muncul kesulitan dalam pendiagnosaan apabila gambaran

konvensional seperti sel epiteloid atau Langhans giant cell tidak

ditemukan pada aspirat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lubis

(2008), bahwa gambaran sitologi bercak gelap dengan materi

eusinofilik dapat digunakan sebagai tambahan karakteristik

tuberkulosis selain gambaran epiteloid dan Langhans giant cell.

Didapati bahwa aspirat dengan gambaran sitologi bercak gelap

dengan materi eusinofilik, dapat memberikan hasil positif

tuberkulosis apabila dikultur.

d. Pemeriksaan Radiologis

Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan

untuk membantu diagnosis limfadenitis TB. Foto toraks dapat

menunjukkan kelainan yang konsisten.dengan TB paru pada 14-

20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-

anak dibandingkan dewasa, yaitu sekitar 15% kasus (Bayazit,

2004).

USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik

multilokular singular atau multipel hipoekhoik yang dikelilingi oleh

kapsul tebal (Bayazit, 2004). Pemeriksaan dengan USG juga dapat

dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar

(infeksi TB, metastatik, lymphoma, atau reaktif hiperplasia). Pada

pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh infeksi TB biasanya

ditandai dengan fusion tendency, peripheral halo, dan internal

echoes (Khanna, 2011).

Pada CT scan, adanya massa nodus konglumerasi dengan

lusensi sentral, adanya cincin irregular pada contrast enhancement

serta nodularitas didalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi,

adanya manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan subkutan

mengarahkan pada limfadenitis TB (Bayazit, 2004).

Page 14: konsep medis llimfadenitis (1)

Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret,

konglumerasi, dan konfluens. Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering

terjadi pada daerah perifer dibandingkan sentral, dan hal ini

bersama-sama dengan edema jaringan lunak membedakannya

dengan kelenjar metastatik (Bayazit, 2004).

Page 15: konsep medis llimfadenitis (1)

G. Penatalaksanaan

Tata laksana pembesaran kelenjar getah bening leher didasarkan

kepada penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah

bening leher sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan

pengobatan apa pun selain dari observasi. Kegagalan untuk mengecil

setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsy

kelenjar getah bening. Biopsy dilakukan bila terdapat tanda dan gejala

yang mengarahkan kepada keganasan, kelenjar getah bening yang

menetap atau bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau

diagnosis belum dapat ditegakkan.

Pembesaran kelenjar getah bening biasanya disebabkan oleh virus

dan sembuh sendiri, walaupun pembesaran kelenjar getah bening dapat

berlangsung mingguan. Pengobatan pada infeksi kelenjar getah bening

oleh bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic oral 10 hari dengan

pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali

sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotic golongan penicillin dapat

diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari

atau erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Limfedenitis

1. Pengkajian

a. Pengkajian : selain nama klien, juga orangtua; asal kota dan daerah,

jumlah keluarga.

b. Keluhan : penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.

c. Riwayat penyakit sekarang : Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat

benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti : leher, inguinal, axilla

dan sub mandibula.

Page 16: konsep medis llimfadenitis (1)

d. Riwayat penyakit dahulu :

a) Pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta

tempat kelenjar yang lainnya seperti amandel atau adanya infeksi gigi

dan gusi, dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-

sembuh?

b) Pernah berobat tapi tidak sembuh?

c) Pernah berobat tapi tidak teratur?

d) Riwayat kontak dengan penderita TBC.

e) Daya tahan yang menurun.

f) Riwayat imunisasi/vaksinasi.

g) Riwayat pengobatan.

e. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.

a) Riwayat keluarga: biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit

yang sama.

b) Aspek psikososial: merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi

dengan bebas, menarik diri.

c) Biasanya pada keluarga yang kurang mampu: masalah berhubungan

dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan

biaya yang banyak, tidak bersemangat dan putus harapan.

d) Lingkungan: Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman

yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga

yang banyak.

f. Pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan

Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi.

b) Pola nutrisi-metabolik.

Page 17: konsep medis llimfadenitis (1)

Anoreksia, mual, tidak enak diperut,  berat badan turun, turgor kulit

jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit

menelan, turgor kulit jelek.

c) Pola Eliminasi

Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran

kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan

splenomegali.

d) Pola aktivitas latihan

Sesak nafas, fatique, tachicardia,aktifitas berat timbul sesak nafas

(nafas pendek).

e) Pola tidur dan istirahat: iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam

hari.

f) Pola kognitif perceptual

Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,

takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu.

g) Pola persepsi diri: tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah.

h) Pola peran-hubungan: menjadi ketergantungan terhadap orang lain /

tidak mandiri.

i) Pola seksualitas/reproduktif

j) Pola koping-toleransi stres: menarik diri, pasif.

g. Pemeriksaan fisik :    pemeriksaan yang dilakukan terhadap fisik pasien

yang berkaitan dengan penyakit yang diderita oleh pasien untuk

melakukan pengambilan data-data kesehatan pasien serta untuk

mengambil langkah yang tepat dalam pemberian terapi lebih lanjut.

a) Demam: suhu 40-410C hilang timbul.

b) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini

membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering

sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).

Page 18: konsep medis llimfadenitis (1)

c) Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai

setengah paru.

d) Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang

sampai ke pleura.

e) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit

kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari.

f) Pada tahap dini sulit diketahui.

g) Ronchi basah, kasar dan nyaring.

h) Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada

auskultasi memberi suara limforik.

i) Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.

j) Adanya Pembesaran kelenjar biasanya multipel.

k) Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal

dan sub mandibula.

l) Kadang terjadi abses

h. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan laboratorium yang dilakukan

terhadap sampel yang telah diambil dari pasien yang berguna sebagai data

penunjang untuk membantu menentukan terapi yang diberikan kepada

pasien.

a) Ultrasonografi (USG)

USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk

mengetahui ukuran, bentuk, dan gambaran mikronodular.

b) Biopsy

Biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sel keluar melalui jarum

atau dengan operasi menghapus satu atau lebih kelenjar getah bening.

Sel-sel atau kelenjar getah bening akan dibawa ke lab dan diuji. Biopsi

dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan

kepada keganasan.

Page 19: konsep medis llimfadenitis (1)

c) Kultur

Kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur

medium yang membiarkan mikroorganisme untuk berkembang)

kemungkinan diperlukan untuk memastikan diagnosa dan untuk

mengidentifikasikan organisme penyebab infeksi.

d) CT-Scan

CT Scan adalah mesin x-ray yang menggunakan komputer untuk

mengambil gambar tubuh Anda untuk mengetahui apa yang mungkin

menyebabkan limfadenitis Anda. Sebelum mengambil gambar, Anda

mungkin akan diberi pewarna melalui intravena di pembuluh darah

Anda agar dapat melihat gambar dengan jelas. CT Scan dapat

mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening servikalis dengan

diameter 5 mm atau lebih.

e) MRI

Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk melihat dalam

tubuh Anda. Dokter dapat menggunakan gambar ini untuk mencari

penyebab limfadenitis.

2. Analisis Data

a. Lokasi pembesaran kelenjar getah bening

Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara

mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan

bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran

Kelenjar Getah Bening hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama

(kronik) dapat disebabkan infeksi oleh mikobakterium, toksoplasma,

ebstein barr virus atau citomegalovirus

b. Gejala-gejala penyerta (symptoms)

Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab

infeksi saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan

penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau

Page 20: konsep medis llimfadenitis (1)

keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri

sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit

serum (serum sickness), ditambah riwayat obat-obatan.

c. Riwayat Penyakit

Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya mengarahkan kepada

infeksi oleh streptokokus. Adanya infeksi gigi dan gusi dapat mengarahkan

kepada infeksi bakteri anaerob.

Page 21: konsep medis llimfadenitis (1)

3. Penyimpangan KDM Klien dengan Limfadenitis

Page 22: konsep medis llimfadenitis (1)

4. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :

a) Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis

b) Kerusakan membran alveolar kapiler

c) Sekret yang kental

d) Edema bronchial

Tujuan keperawatan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi

gangguan pertukaran gas dengan kriteria hasil : klien tidak melaporkan

dispneu, atau dyspneu bertambah, menunjukkan ventilasi dan oksigenasi

jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. (Doenges 2002 : 245)

b. Risiko infeksi berhubungan dengan :

a) Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap

b) Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar

c) Malnutrisi

d) Terkontaminasi oleh lingkungan

e) Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman/menghindari pemajanan

pathogen.

Tujuan Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi

penyebaran/reaktivasi dengan kriteria hasil : klien mampu melaksanakan

intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko penyebaran infeksi,

menunjukkan teknik/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan

lingkungan yang aman. (Dongoes.2002 : 244)

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :

a) Kelelahan

b) Batuk yang sering, adanya produksi sputum

c) Dyspnoe

d) Anoreksia

Page 23: konsep medis llimfadenitis (1)

e) Penurunan kemampuan finansial (keluarga).

Tujuan Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukkan

status gizi asupan makanan dan cairan sesuai dengan kebutuhan dengan

criteria hasil : menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan,dan

bebas tanda malnutrisi, melakukan perubahan perilaku pola hidup untuk

meningkatkan atau mempertahannkan berat yang tepat, nilai laboratorium

berada (transferin, albumin dan elektrolit) pada rentang normal. Doengoes.

2002 : 246)

d. Hipertermia berhubungan dengan :

a) Efek langsung dari sirkulasi endotoksin ada hipotalamus. Perubahan

regulasi tubuh.

b) Dehidrasi

c) Peningkatan tingkatan tingkat metabolisme penyakit

Tujuan keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukkan

kondisi suhu tubuh pada rentang yang normal dengan kriteria hasil

berkeringat saat panas, nilai suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi pernapasan

dan tekanan darah dalam rentang normal, tidak mengalami komplikasi yang

berhubungan, bebas dari kedinginan (Doenges 2002:875).

e. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan,

berhubungan dengan :

a) Kurang terpajan/salah interpretasi informasi

b) Keterbatasan kognitif

c) Informasi yang didapat tidak lengkap

Tujuan keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan memahami tentang

kondisi, prognosis, pencegahan penyakitnya dengan criteria hasil klien

menjelaskan proses penyakit, menyebutkan prognosis dan kebutuhan

Page 24: konsep medis llimfadenitis (1)

pengobatan dengan benar melalui kata-katanya sendiri, melakukan perilaku

perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan

risiko pengaktifan ulang TB serta menggambarkan rencana untuk menerima

perawatan kesehatan adekuat (Doengoes. 2002:248)

5. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Diagnosa I

a. Kaji dyspnoe, takipnoe, bunyi pernafasan abnormal. Meningkatnya

respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatique: TB paru dapat

menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari

bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural

efusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.

b. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan

perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku: akumulasi sekret dapat

mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan.

c. Demontrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir

disiutkan, terutama pada klien dengan fibrosis atau kerusakan parenkhim:

meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan

nafas dan mengurangi residu dari paru-paru.

d. Anjurkan untuk bedrest/mengurangi aktivitas: mengurangi konsumsi

oksigen pada periode respirasi.

e. Kolaborasi monitor BGA: menurunnya oksigen, saturasi atau

meningkatnya karbon dioksida menunjukkan perlunya penanganan yang

lebih adekuat atau perubahan therapi.

f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan: membantu mengoreksi

hipoksemia yang secara sekunder mengurangi ventilasi dan menurunnya

tegangan paru.

2. Diagnosa II

a. Identifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti

anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan:

Page 25: konsep medis llimfadenitis (1)

memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk

mendapatkan terapi pencegahan.

b. Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk: kebiasaan ini untuk

mencegah terjadinya penularan infeksi.

c. Gunakan masker setap melakukan tindakan: untuk mengurangi resiko

penyebaran infeksi

d. Monitor temperatur: febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.

e. Ditekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani: periode

menular dapat terjadi hanya 2 – 3 hari setelah permulaan kemoterapi

tetapi dalam keadaan sudah terjadi kavitas atau penyakit sudah berlanjut

sampai tiga bulan.

f. Kolaborasi dalam pemberian terapi.

g. Kolaborasi monitor sputum: penumpukan sputum yang berlebihan dapat

menimbulkan infeksi.

3. Diagnosa III

a. Kaji kemampuan belajar klien (misalnya; tingkat kecemasan, perhatian,

kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan yang memungkinkan klien

untuk belajar, seberapa banyak yang telah diketahui, media yang tepat

dan siapa yang dipercaya): kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan

emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada sebatasmana

kemampuan klien.

b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter (misalnya;

hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan nafas, kehilangan pendengaran,

vertigo): mengindikasikan perkembangan penyakit atau efek samping

dari pengobatan yang membutuhkan evaluasi secepatnya.

c. Menekankan pentingnya asupan diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein)

dan intake cairan yang adekuat: mencukupi kebutuhan metabolik,

mengurangi kelelahan, intake cairan yang memadai membantu

mengencerkan dahak.

Page 26: konsep medis llimfadenitis (1)

d. Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan untuk klien dan

keluarga (misalnya; jadwal minum obat. Informasi tertulis dapat

mengingatkan klien tentang informasi yang telah diberikan. Pengulangan

informasi dapat membantu mengingatkan klien): menjelaskan dosis obat,

frekwensi, tindakan yang diharapkan dan perlunya therapi dalam jangka

waktu lama. Mengulangi penyuluhan mengenai potensial interaksi antara

obat yang diminum dengan obat / subtansi lain.

e. Peningkatan partisipasi klien dan keluarga untuk mematuhi aturan terapi

dan mencegah terjadinya putus obat. Jelaskan tentang efek samping dari

pengobatan yang mungkin timbul (misalnya; ulut kering, konstipasi,

gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah: dapat

mencegah keraguan terhadap pengobatan dan meningkatkan kemampuan

klien untuk menjalani terapi.

4. Diagnosa IV

a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola)

perhatikan menggigil/diaphoresis

Suhu 38,9º-41,1º menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola

demam membantu dalam diagnosis; mis, kurva demam lanjut berakhir

lebih dari 24 jam menunjukan pneumonia pneumokokal, demam scarlet

atau tifoid.

b. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur.

Suhu ruangan/jumlah selimut harus dirubah untuk mempertahankan suhu

mendekati normal.

c. Berikan kompres mandi air hangat, hindari penggunaan alcohol

Dapat mengurangi demam. Penggunaan alcohol mungkin menyebabkan

kedinginan, peningkatan suhu secara actual.

d. Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol)

Page 27: konsep medis llimfadenitis (1)

digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada

hipotalamus, meskipun demem mungkin dapat berguna dalam membatasi

pertumbuhan organisme.

e. Berikan selimut pendingin

Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5º-

40ºC pada waktu terjadi kerusakan/ganguan pada otak. Marilynn E.

Doengoes, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan pasien. (2000:875).

5. Diagnosa V

a. Kaji dan komunikasikan status nutrisi klien dan keluarga seperti yang

dianjurkan (misalnya; catat turgor kulit, timbang berat badan, integritas

mukosa mulut, kemampuan dan ketidakmampuan menelan, adanya bising

usus, riwayat nausea, vomiting atau diare: digunakan untuk

mendefinisikan tingkat masalah dan intervensi.

b. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai: membantu intervensi

kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.

c. Monitor intake dan output secara periodik: mengukur keefektifan nutrisi

dan cairan.

d. Catat adanya anoreksia, nausea, vomiting, dan tetapkan jika ada

hubungannya dengan medikasi. Monitor volume, frekwensi, konsistensi

BAB: dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan

masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

e. Anjurkan bedrest: membantu menghemat energi khususnya terjadinya

metabolik saat demam.

f. Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi:

mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang

digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.

Page 28: konsep medis llimfadenitis (1)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Limfadenitis merupakan penyakit peadangan pada kelenjar limfe, sedangkan

limfadenitis Tuberkulosis adalah peradangan Kelenjar Limfe akibat infeksi

Mycobacterium Tuberculosae, gejala khas pada penyakit ini adalah pembesaran

keenjar getah bening baik bilateral, unilateral maupun multiple, dapat disertai

nyeri atau tidak, serta melibatkan gejala sistemik seperti demam.

B. saran

DAFTAR PUSTAKA

Doenges E. Marillyn,2000. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Johnson, Marion;Maas,Maridean,Moorhead,Sue.2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Phiadelphia: Mosby

Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC: Jakarta.

Anonym. Kajian Pustaka limfadenitis. www.usu.ac.id. Universitas Sumatra Utara di

unduh 3 Mei 2012