Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

36
BAB II TINJAUAN TEORI KONSEP KEGAWAT DARURATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL A. Penilaian Awal Trauma Muskuloskeletal Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ). Penilaian awal meliputi: 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Secondary survey Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus. 1. Persiapan 1) Fase Pra-Rumah Sakit a. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan b. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian. c. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita.

Transcript of Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

BAB II

TINJAUAN TEORI

KONSEP KEGAWAT DARURATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL

A. Penilaian Awal Trauma Muskuloskeletal

Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ).

Penilaian awal meliputi:

1. Persiapan

2. Triase

3. Primary survey (ABCDE)

4. Resusitasi

5. Secondary survey

Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.

1. Persiapan

1) Fase Pra-Rumah Sakit

a. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan

b. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.

c. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita.

2) Fase Rumah Sakit

a. Perencanaan sebelum penderita tiba

b. Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau

c. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau

d. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.

e. Pemakaian alat-alat proteksi diri

2. Triase

Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Dua jenis triase :

a. Multiple Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

b. Mass Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

3. Primary Survey

a. Airway dengan kontrol servikal

1) Penilaian

Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)

Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

2) Pengelolaan airway

Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi

Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid

Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal Pasang airway definitif sesuai indikasi.

3) Fiksasi leher

4) Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.

5) Evaluasi

b. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi

1) Penilaian

Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi

Tentukan laju dan dalamnya pernapasan

Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.

Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor

Auskultasi thoraks bilateral

2) Pengelolaan

Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit)

Ventilasi dengan Bag Valve Mask

Menghilangkan tension pneumothorax

Menutup open pneumothorax

Memasang pulse oxymeter

3) Evaluasi

c. Circulation Dengan Kontrol Perdarahan

1) Penilaian

Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal

Mengetahui sumber perdarahan internal

Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.

Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.

Periksa tekanan darah

2) Pengelolaan

Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah.

Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).

Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.

Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.

Cegah hipotermia

3) Evaluasi

d. Disability

1) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS

2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi

3) Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

e. Exposure/Environment

1) Buka pakaian penderita

2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.

4. Resusitasi

a. Re-evaluasi ABCDE

b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )

c. Evaluasi resusitasi cairan

Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi tanda-tanda syok

d. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.

Respon cepat

- Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance

- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah

- Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan

- Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan

Respon Sementara

- Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah

- Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif

- Konsultasikan pada ahli bedah

Tanpa respon

- Konsultasikan pada ahli bedah

- Perlu tindakan operatif sangat segera

- Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard

- Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya

B. Trauma Muskuloskeletal yang Mengancam Jiwa

1. Kerusakan pelvis berat dengan perdarahan

a.Trauma

Fraktur pelvis yang disertai perdarahan seringkali disebabkan fraktur sakroiliaka, dislokasi, atau fraktur sacrum. Arah gaya yang membuka pelvic ring akan merobek pleksus vena di pelvis dan kadang-kadang merobek system, arteri iliakainterna (trauma komprresi anterior-posterior). Pada tabrakan kendaraan, mekanisme fraktur pelvis yang tersering adalah tekanan yang mengenai sisi lateral pelvis dan cenderung menyebabkan hemipelvis rotasi ke dalam, mengecilkan rongga pelvis dan mengurangi regangan system vaskularisasi pelvis. Gerakan rotasi ini akan menyebabkan pubis mendesak ke arah sistem urogenital bawah,sehingga menyebabkan trauma uretra atau buli-buli.

b. Pemeriksaan

Diagnosis harus dibuat secepat mungkin agar dapat dilakukan resusitasi. Tanda klinis yang paing penting adalah adanya pembengkakan atau hematom yang progresif pada daerah panggul, skrotum dan perianal. Tanda-tanda trauma pelvicring yang tidak stabil adalah adanya patah tulang terbuka daerah pelvix (terutama daerah perineum, rectum atau bokong), high riding prostate (prostate letak tinggi), perdarahan di meatus uretra, dan didapatkannya instabilitas mekanik. Instabilitas mekanik dari pelvic ring diperiksa dengan manipulasi manuual dari pelvis. Petunjuk awalnya adalah dengan ditemukannya perbedaan panjang tungkai atau rotasi tungkai ( biasanya rotasi eksternal ) tanpa adanya fraktur pada ekstremitas tersebut. Bila penderita sudah stabil, maka foto rontgen AP pelvis akan menunjang pemeriksaan klinis.

c. Pengelolaan

Pengelolaan awal disrupsi pelvis berat disertai perdarahan memerlukan penghentian perdarahan dan resusitasi cairan dengan cepat. Penghentian perdarahan dilakukan dengan stabilisasi mekanik dari pelvic ring dan eksternal counter pressure. Teknik sederhana dapat dilakukan untuk stabilisasi pelvissebelum penderita dirujuk. Traksi kulit longitudinal atau traksi skeletal dapat dikerjakan sebagai tindakan pertama. Prosedur ini dapat ditambah denganmemasang kain pembungkus melilit pelvis yang berfungsi sebagai siling atau vacuum type long spine splinting device atau PASG. Cara-cara sementara inidapat membantu stabilisasi awal. Fraktur pelvis terbuka dengan perdarahan yang jelas, memerlukan balut tekan dengan tampon untuk menghentikan perdarahan.

2. Perdarahan Besar Arterial

a. Trauma

Luka tusuk di ekstremitas dapat menimbulkan trauma arteri. Trauma tumpul yangmenyebabkan fraktur atau dislokasi sendi dekat arteri dapat merobek arteri. Cedera ini dapat menimbulkan perdarahan besar pada luka terbuka atau perdarahan di dalam jaringan lunak.

b. Pemeriksaan

Trauma ekstremitas harus diperiksa adanya perdarahan eksternal, hilangnya pulsasinadi yang sebelumnya masih teraba, perubahan kualitas nadi, dan perubahan pada pemeriksaan Doppler dan ankle/brachial index. Ekstremitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yangmembesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskuler.

c. Pengelolaan

Pengelolaan perdarahan besar arteri berupa tekanan langsung dan resusitasi cairan yang agresif. Penggunaan torniket pneumatic secara bijaksana mungkin akan menolong menyelamatkan nyawa. Penggunaan klem vaskular ditempat perdarahan pada ruang gawat darurat tidak dianjurkan, kecuali pembuluh darahnya terletak disuperfisial dan tampak dengan jelas. Jika fraktur disertai luka terbuka yang berdarah aktif, harus segera diluruskan dan dipasang bidai serta balut tekan diatasluka. Pemeriksaan arteriografi dan penunjang yang lain baru dikerjakan jika penderita telah teresusitasi dan hemodinamik normal.

3. Crush Syndrome ( Rabdomiolisis Traumatik )

a. Trauma

Crush syndrome adalah keadaan klinis yang disebabkan kerusakan otot, yang jika tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal. Kondisi ini terjadi akibatcrush injury pada massa sejumlah otot, yang tersering paha dan betis. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot, iskemia dan pelepasan mioglobin.

b. Pemeriksaan

Mioglobin menimbulkan urine berwarna kuning gelap yang akan positif bila diperiksa untuk adanya hemoglobin. Rabdomiolisis dapat menyebabkan hipovodemi, asidosis metabolik, hiperkalemia, hipokalsemia dan DIC (Disseminated intravascular coagulation).

c. Pengelolaan

Pemberian cairan IV selama ekstrikasi sangat penting untuk melindungi ginjal dari gagal ginjal. Gagal ginjal yang disebabkan oleh mioglobin dapat dicegah dengan pemberian cairan dan diuresis osmotic untuk meningkatkan isis tubulus dan aliranurine. Dianjurkan untuk mempertahankan output urine 100ml/jam sampai bebasdari mioglobin uria.C. Trauma Yang Mengancam Muskuloskeletal

1. Patah Tulang Terbuka dan Trauma Sendi

a. Trauma

Pada patah tulang terbuka terdapat hubungan antara tulang dengan dunia luar.Kerusakan ini disertai kontaminasi bakteri menyebabkan patah tulang terbuka mengalami masalah infeksi, gangguan penyembuhan dan gangguan fungsi.

b. Pemeriksaan

Diagnosa didasarkan atas riwayat trauma dan pemeriksaan fisik ekstermitas yang menemukan fraktur dengan luka terbuka, dengan atau tanpa kerusakaan luas otot serta kontaminasi.Jika terdapat luka terbuka didekat sendi, harus dianggap luka ini berhubungan dengan atau masuk kedalam sendi, dan konsultasi bedah harus dikerjakan. Tidak boleh memasukkan zat warna atau cairan untuk membuktikan rongga sendi berhubungan dengan luka atau tidak. Cara terbaik membuktikan luka terbuka padasendi adalah dengan eksplorasi bedah dan pembersihan luka.

c. Pengelolaan

Setelah deskripsi atau trauma jaringan lunak, serta menentukan ada atau tidaknya gangguan sirkulasi atau trauma saraf maka segera dilakukan imobilisasi. Penderita segera diresusitasi secara adekuat dan hemodinamik sedapat mungkinstabil. Profilaksis tetanus segera diberikan.

2. Trauma Vaskuler, termasuk amputasi traumatik

a. Riwayat dan pemeriksaan

Trauma vaskuler harus dicurigai jika terdapat insufisensi vaskuler yang menyertai trauma tumpul, remuk (crushing), puntiran, atau trauma tembus ekstremitas.Trauma vaskuler parsial menyebabkan ekstremitas bagian distal dingin, pengisian kapiler lambat, pilsasi melemah dan ankle/brachial index abnormal. Aliran yang terputus menyebabkan ekstremitas dingin, pucat dan nadi tidak teraba.

b. Pengelolaan

Otot tidak mampu hidup tanpa aliran darah lebih dari 6 jam dan nekrosis akan segera terjadi. Saraf juga akan sangat sensitif terhadap keadaan tanpa oksigen.Operasi revaskularisasi segera diperlukan untuk mengembalikan aliran darah pada ekstermitas distal yang terganggu. Jika gangguan vaskularisasi disertai fraktur harus dikoreksi segera dengan meluruskan dan memasang bidai. Iskemia menimbulkan nyeri hebat dan konsisten. Amputasi traumatik merupakan bentuk terberat dari fraktur terbuka yang menimbulkan kehilangan ekstermitas dan memerlukan konsultasi dan intervensi bedah. Patah tulang terbuka dengan iskemia berkepanjangan, trauma saraf dan kerusakan otot mungkin memerlukan amputasi. Penderita dengan trauma multipel yang memerlukan resusitasi intensif dan operasi gawat darurat bukan kandidat untuk reimplantasi. Anggota yang teramputasi dicuci dengan larutan isotonic dan dibungkus kasa steril dan dibasahi lautan penisilin (100.000 unit dalam 50 ml RL ) dan dibungkus kantong plastik. Kantong plastik ini dimasukkan dalam termos berisi pecahan es, lalu dikirimkan bersama penderita.

3. Cedera Syaraf akibat Fraktur Dislokasi

a. Trauma

Fraktur atau/dan dislokasi, dapat menyebabkan trauma saraf yang disebabkan hubungan anatomi atau dekatnya posisi saraf dengan persendian. Kembalinya fungsi hanya akan optimal bila keadaan ini diketahui dan ditangani secara cepat.

b. Pemeriksaan

Pemeriksaan neurologis yang teliti selalu dilakukan pada penderita dengan trauma musculoskeletal. Kelainan neurologis atau perubahan neurologis yang progresif harus dicatat. Pada pemeriksaan biasanya akan didapatkan deformitas dari musculoskeletal. Pemeriksaan fungsi saraf memerlukan kerja sama penderita. Setiap saraf perifer yang besar diperiksa fungssi motorik dan sensorik perlu diperiksa secara sistematik.

c. Pengelolaan

Ekstremitas yang cedera harus segera diimobilisasi dalam posisi dislokasi dan konsultasi bedah segera dikerjakan. Setelah reposisi, fungsi saraf di reavaluasi dan ekstremitas dipasang bidai.

4. Trauma Ekstremitas Yang Lain

a. Kontusio dan Laserasi

Secara umum laserasi memerlukan debridemen dan penutupan luka. Jika laserasi meluas sampai dibawah fasia, perlu intervensi operasi untuk membersihkan luka dan memeriksa struktur-struktur di bawahnya yang rusak. Kontusio umumnya dikenal karena ada nyeri dan penurunan fungsi. Palpasi menunjukkan adanya pembengkakan lokal dan nyeri tekan. Kontusio diobati dengan kistirahat dan pemakaian kompres dingin pada fase awal.

b. Trauma Sendi

Trauma sendi bukan dislokasi (sendi masih dalam konfigurasi anatomi normal tetapi terdapat trauma ligamen) biasanya tidak mengancam muskuloskeletal, walaupun dapat menurunkan fungsi musculoskeletal. Biasanya ditemukan adanya gaya abnormal terhadap sebagian contoh tekanan terhadap bagian anterior yang mendorong kebelakang, tekanan terhadap bagian lateral tungkai yang menimbulkan regangan valgus pada lutut atau dengan lengan ekstensi sehingga menimbulkan trauma hiperfleksi siku.

c. Fraktur

Definisi fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang menimbulkan gerakan abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Krepitasi dan gerakan abnormal ditempat fraktur kadang-kadang dilakukan untuk memastikn diagnosis, tetapi hal ini dapat menambah sangat nyeri kerusakan jaringan lunak. Pembengkakan, nyeri tekan dan deformitas biasanya cukup untuk membuat diagnosis fraktur. Mempertimbangkan status hemodinamik pasien, foto rontgen harus mencakup sendiatas dan bawah tulang yang fraktur, untuk menyingkirkan dislokasi dan trauma lain.

D. Definisi Kompartement Syndrome

Syndrome kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.

Syndrome kompartemen yang paling sering terjadi adalah pada daerah tungkai bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal)

Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan kematian jaringan. Dapat dibagi menjadi akut, subakut dan kronik.

E. Penyebab Kompartement Syndrome

Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara lain:

1. Penurunan volume kompartemen

Kondisi ini disebabkan oleh:

Penutupan defek fascia

Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

2. Peningkatan tekanan eksternal

Balutan yang terlalu ketat

Berbaring di atas lengan

Gips

3. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman

Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:

Pendarahan atau Trauma vaskuler

Peningkatan permeabilitas kapiler

Penggunaan otot yang berlebihan

Luka bakar

Operasi

Gigitan ular

Obstruksi vena

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.

F. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:

1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.

2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.

3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )

4. Parestesia (rasa kesemutan)

5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.

Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:

1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari atau beraktivitas selama 20 menit.

2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.

3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

G. Penatalaksanaan Kompartement Syndrome

Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi

Penanganan kompartemen secara umum meliputi:

1. Terapi Medikal/non bedah

Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:

a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia.

b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut kontriksi dilepas.

c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan sindroma kompartemen.

d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.

e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.2. Terapi Bedah

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30 mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.

Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.

Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peronealhttp://nikomang-sugiartini.blogspot.com/2011/11/konsep-kegawatdaruratan-pada-pasien_14.htmlASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA SISTEM MUSKULOSKELETALA.ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA FRAKTUR1.PengertianFraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).

Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995)Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995).

2.EtiologiMenurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

a.Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1)Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.

2)Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

3)Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

b.Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :

1)Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.

2)Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

3)Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c.Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

3.Patofisiologi

Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :

a.Fase hematum

1)Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur

2)Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat

b. Fase granulasi jaringan

1)Terjadi 1 5 hari setelah injury

2)Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis

3)Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.

c.Fase formasi callus

1)Terjadi 6 10 harisetelah injuri

2)Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus

d. Fase ossificasi

1)Mulai pada 2 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh

2)Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah.

e.Fase consolidasi dan remadelling

Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).

4.Tanda dan Gejalaa.DeformitasDaya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

1)Rotasi pemendekan tulang

2) Penekanan tulang

b.Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur

c.Echumosis dari Perdarahan Subculaneous

d.Spasme otot spasme involunters dekat fraktur

e.Tenderness/keempukan

f.Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.

g.Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)

h.Pergerakan abnormal

i.Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

j.Krepitasi (Black, 1993 : 199).

5.Pemeriksaan Penunjanga.Foto Rontgen

1. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung

2. Mengetahui tempat dan type fraktur

3. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodic

b.Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c.Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler

d.Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma

e. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

6.Penatalaksanaana.Fraktur Reduction

1. Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang-terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.

Peralatan traksi :

a) Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek

b) Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.

b.Fraktur ImmobilisasiPembalutan (gips)-Eksternal Fiksasi-Internal Fiksasi-Pemilihan Fraksi-

c.Fraksi terbuka

Pembedahan debridement dan irigrasi-

Imunisasi tetanus-

Terapi antibiotic prophylactic-

Immobilisasi (Smeltzer, 2001).-

7.Asuhan Keperawatana.Pengkajian1)Pengkajian Primer

a) AirwayAdanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk

b) BreathingKelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

c) CirculationTD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

2)Pengkajian Sekunder

a) Aktivitas/istirahat

1. kehilangan fungsi pada bagian yangterkena

2. Keterbatasan mobilitas

b) Sirkulasi

1. Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

2. Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

3. Tachikardi

4. Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

5. Cailary refil melambat

6. Pucat pada bagian yang terkena

7. Masa hematoma pada sisi cedera

8. Neurosensori

9. Kesemutan

10. Deformitas, krepitasi, pemendekan

11. Kelemahan

c) Kenyamanan

1. Nyeri tiba-tiba saat cidera

2. Spasme/ kram otot

d) Keamanan

1. Laserasi kulit

2. Perdarahan

3. Perubahan warna

4. Pembengkakan local

b.Diagnosa Keperawatan dan Intervensi1)Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas

Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :

Nyeri berkurang atau hilangdan klien tampak tenang.

Intervensi dan Implementasi :

Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga

R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif

Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri

R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri

Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri

Observasi tanda-tanda vital.

R/ untuk mengetahui perkembangan klien

Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesikR/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

2)Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.

Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Kriteria hasil :

perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri

pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.

Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

Intervensi dan Implementasi :

Rencanakan periode istirahat yang cukup.

R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.

Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.

Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.

R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

3)Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

Kriteria Hasil :

tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.

Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.

R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.

Pantau peningkatan suhu tubuh.

R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.

Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.

R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.

Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.

Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.

Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

4)Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Kriteria hasil :

- penampilan yang seimbang..

- melakukan pergerakkan dan perpindahan.

- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :

0 = mandiri penuh

1 = memerlukan alat Bantu.

2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.

4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

Intervensi dan Implementasi :

Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

5)Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.

Kriteria hasil :

tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

Pantau tanda-tanda vital.

R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.

Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.

Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

6)Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.

Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.

Kriteria Hasil :

- melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.

- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.

Intervensi dan Implementasi:

Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.

Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.

R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.

Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.

R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

TUGAS MATA KULIAH GADAR

Kegawat daruratan pada sistem muskuloskeletal

Oleh:

1. Laila magfiroh

2. Rudi prihanto

3. Sinta eka

8c

S1 keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKA MEDIKA

JOMBANG

2014KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna serta banyak kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadang kala hanya menuruti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah kami dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kelompok kami susun ini penuh manfaat,sehingga dapat di ambil hikmah dari judul ini KEGAWAT DARURATAN PADA MUSKULOSKELETAL sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Jombang, April 2014Penyusun

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang.

Latar belakang kelompok kami menyusun makalah tentang kegawat daruratan pada muskuloskeletal adalah semakin meningkatnya insiden trauma muskuloskeletal pada berbagai kecelakaan yang terjadi baik itu akibat tenaga asselerasi maupun desselerassi, ataupun trauma akibat pukulan, benturan, pukulan, maupun tekanan, dengan dikupasnya materi tentang kegawat daruratan pada muskuloskeletal, kelompok kami berharap agar para perawat dapat memberikan penanganan yang terbaik pada pasien dengan kasus trauma dada dengan tujuan memperbaiki prognosa suatu penyakit.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa penilaian awal dari trauma muskuloskeletal ?

b. Bagaimana penanganan pertama pada kegawat daruratan muskuloskeletal?c. Bagaimana patofisiologi/mekanisme terjadinya kegawat daruratan pada muskuloskeletal?d. Apa saja Komplikasi yang muncul ?

e. Apa fungsi perawat dalam kasus trauma dada?

f. Bagaimana penatalaksanaan kegawat daruratan pada muskuloskeletal?g. Bagaimana asuhan keperawatan keluarga pada trauma dada ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Umum

Mahasiswa mampu memberikan, menerapkan dan melaksanakan asuhan keperawatan keluarga pada pasien dengan kegawat daruratan muskuloskeletal.1.3.2 Tujuan KhususSetelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu :a. Memahami penilaian awal dari trauma muskuloskeletal b. Bagaimana penanganan pertama pada kegawat daruratan muskuloskeletal?

c. Memahami mekanisme terjadinya kegawat daruratan pada muskuloskeletal?

d. Memahami apa saja komplikasinyae. Memahami penatalaksanaan kegawat daruratan pada muskuloskeletalf. Memahami bagaimana asuhan keperawatan keluarga pada kegawat daruratan pada muskuloskeletal1.4 ManfaatMahasiswa dapat memahami materi tentang kegawat daruratan pada sistem muskuloskeletal sehingga dapat mengaplikasiannya.