Penanganan Kegawatdaruratan Trauma Oromaksilofasial

29
PEMERIKSAAN KEGAWATDARURATAN TRAUMA OROMAKSILOFASIAL BESERTA PENANGANANNYA A. Definisi Kegawatdaruratan / Emergency dan Penanganan Kegawatdaruratan Dalam dunia medis, suatu keadaan dikatakan “gawat” apabila sifatnya mengancam jiwa namun tidak memerlukan penanganan yang segera. Biasanya keadaan gawat dijumpai pada penyakit-penyakit yang sifatnya kronis. Sedangkan suatu keadaan diatakan “darurat” apabila sifatnya memerlukan penanganan yang segera. Meskipun keadaan darurat tidak selalu mengancam jiwa, namun penanganan yang lambat dapat mengancam jiwa seseorang. Biasanya keadaan darurat dijumpai pada penyakit-penyakit yang sifatnya akut. Keadaan gawat dan darurat dapat terjadi bersamaan. Dalam hal ini, jiwa pasien benar-benar dalam keadaan yang mengkhawatirkan dan memerlukan penanganan yang segera. Penanganan kegawatdaruratan merupakan identifikasi dan penanganan segera untuk mempertahankan kehidupan. Tujuan penanganan kegawatdaruratan adalah untuk memperbaiki bentuk dan fungsi dengan rehabilitasi awal. Pada beberapa menit hingga jam awal setelah injuri, terdapat waktu kritis yang merupakan waktu antara terjadinya injuri menuju ke perawatan definit. Waktu kritis ini disebut golden hour. Golden hour dapat ditingkatkan dengan pertolongan pertama prehospital yang efektif. Pada kasus dimana terjadi injuri multiple pada

description

Kedokteran Gigi

Transcript of Penanganan Kegawatdaruratan Trauma Oromaksilofasial

PEMERIKSAAN KEGAWATDARURATAN TRAUMA OROMAKSILOFASIAL BESERTA PENANGANANNYAA. Definisi Kegawatdaruratan / Emergency dan Penanganan Kegawatdaruratan Dalam dunia medis, suatu keadaan dikatakan gawat apabila sifatnya mengancam jiwa namun tidak memerlukan penanganan yang segera. Biasanya keadaan gawat dijumpai pada penyakit-penyakit yang sifatnya kronis. Sedangkan suatu keadaan diatakan darurat apabila sifatnya memerlukan penanganan yang segera. Meskipun keadaan darurat tidak selalu mengancam jiwa, namun penanganan yang lambat dapat mengancam jiwa seseorang. Biasanya keadaan darurat dijumpai pada penyakit-penyakit yang sifatnya akut. Keadaan gawat dan darurat dapat terjadi bersamaan. Dalam hal ini, jiwa pasien benar-benar dalam keadaan yang mengkhawatirkan dan memerlukan penanganan yang segera. Penanganan kegawatdaruratan merupakan identifikasi dan penanganan segera untuk mempertahankan kehidupan. Tujuan penanganan kegawatdaruratan adalah untuk memperbaiki bentuk dan fungsi dengan rehabilitasi awal. Pada beberapa menit hingga jam awal setelah injuri, terdapat waktu kritis yang merupakan waktu antara terjadinya injuri menuju ke perawatan definit. Waktu kritis ini disebut golden hour. Golden hour dapat ditingkatkan dengan pertolongan pertama prehospital yang efektif. Pada kasus dimana terjadi injuri multiple pada tubuh, maka prioritas utama perawatan adalah menangani injuri fasial, setelah itu baru ditangani injuri ekstremitasnya.

Perawatan kegawatdaruratan pada trauma maksilofasial oleh dokter gigi hanya mencakup bantuan hidup dasar (basic life support) yang berguna menurunkan tingkat kecacatan dan kematian pasien sampai diperolehnya penanganan selanjutnya di rumah sakit. Oleh karena itu, dokter gigi harus mengetahui prinsip dasar ALTS (Advanced Trauma Life Support) yang merupakan prosedur-prosedur penanganan pasien yang mengalami kegawatdaruratan. B. Prinsip Dasar Penanganan Pasien Kegawatdaruratan Injuri Maksilofasial (Penanganan Awal) Keberhasilan pertolongan pasien gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan awal. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin pertolongan pada pasien juga dapat lebih cepat diberikan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.

Cedera yang mengancam jiwa menimbulkan hasil mortalitas dan morbiditas dalam pola distribusi trimodal. Puuncak pertama kematian adalah dalam detik hingga menit setelah cedera. Puncak kedua terjadi dalam menit hingga beberapa jam setelah cedera. Puncak ketiga, terjadi beberapa hari hingga minggu setelah cedera awal, biasanya disebabkan oleh sepsis dan kegagalan berbagai sistem organ.

Injuri yang mengancam jiwa harus dievaluasi dan ditangani dengan tepat. Jam pertama setelah cedera merupakan saat paling penting pada pasien dengan cedera berbagai sistem organ. Terhambatnya jalur pernapasan / airway membunuh lebih cepat daripada kehilangan volume darah. Kehadiran massa intrakranial yang meluas dapat memerlukan intervensi bedah sebelum terjadi fraktur ekstrimitas.Terdapat tiga tahapan utama dalam penanganan kegawatdaruratan injuri maksilofasial:1. Penilaian segera dan perawatan kondisi yang mengancam jiwa2. Pemeriksaan klinis secara umum3. Pemeriksaan lokal pada regio maksilofasial dan leherPrinsip penanganan kegawatdaruratan injuri maksilofasial adalah:1. Evaluasi cepat dan penanganan kegawatdaruratan yang mengancam jiwa 2. Menyelamatkan nyawa

3. Memperbaiki fungsi C. Primary SurveyPrimary survey merupakan tahapan penilaian atau deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam jiwa, tidak boleh ditunda dan harus segera dilakukan. Tujuan primary survey adalah untuk mengetahui kondisi pasien yang mengancam jiwa dan kemudian melakukan tindakan life saving / penyelamatan nyawa. Primary survey dilakukan pada kondisi-kondisi: Obstruksi jalan napas dan mulut oleh darah, saliva, tulang, gigi dan bagian dari gigi tiruan

Penelanan benda asing

Obstruksi nasofaring dan orofaring oleh perpindahan lidah ke belakang

Gangguan nasofaring karena perpindahan fraktur maksila ke bawah dan kebelakang Edem jaringan lunak pada wajah

Primary survey mempunyai lima komponen/tindakan yang harus dilakukan secara berurutan dan simultan. Kompone-komponen tersebut sering disingkat sebagai ABCDE, yaitu Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure.

1. Airway (A)Pemeriksaan jalur napas dan restorasi ventilasi merupakan langkah pertama yang penting pada manajemen pasien trauma. Manajemen jalur udara harus selalu dilakukan dengan memperhatikan potensial iatrogenik untuk dari tidak mengontrol tulang servikal. Kegagalan dalam mengamankan jalur udara yang adekuat menandakan kematian.Terdapat dua posisi pasien yang memungkinkan pada saat ditemukan:

Posisi supine (terlentang)

Jika pasien trauma terlentang, darah dapat tertelan dan terkumpul di lambung. Hal ini dapat menyebabkan mual dan muntah tiba-tiba, namun tidak ada beban aksial.

Posisi duduk

Jika pasien trauma ditemukan terduduk, tubuh dapat mengalirkan darah dan sekresi namun menyebabkan beban aksial.Hal yang pertama dilakukan setelah menemukan pasien adalah memeriksa jalur napasnya dengan Lihat, Dengar, Raba (Look, Listen, Feel). Jika pasien mengalami obstruksi jalan napas maka kita harus memberikan oksigenasi maksimum. Cara penanganan airway:

a. Chin lift, head tilt, dan jaw thrustMengangkat dagu/chin lift dan menengadahkan kepala/head tilt kemudian mendorong rahang/jaw thrust merupakan bentuk upaya untuk membuka/memudahkan jalur napas. Tindakan ini harus hati-hati dilakukan, terutama untuk pasien trauma, karena tindakan ini berisiko merobek mukosa sehingga terjadi perdarahan yang semakin parah.

b. Finger sweep

Finger sweep merupakan salah satu cara untuk membersihkan/menghilangkan obstruksi di daerah mulut. Finger sweep dilakukan hanya jika pasien tidak sadar. Langkahnya adalah:a) Cross finger: sebuah metode untuk membuka mulut dan untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut

b) Mengangkat lidah dan rahangc) Memasukkan jari

d) Gerakan menyapu / sweeping motione) Mengambil obstruksi

f) Mengeluarkan obstruksi

c. Suction/debridement

Suction dapat dilakukan bila perlu. Fungsinya sama, yaitu menghilangkan obstruksi jalur napas pasien. Cara ini menggunakan alat penghisap bervolume besar/penghisap plastik lebar dandapat untuk membersihkan mulut dan hidung dari kotoran dan perdarahan dan sekresi lain. Penggunaannya harus hati-hati jangan sampai menimbulkan reflek muntah.

d. Oropharyngeal airway

Oropharyngeal airway merupakan pembebasan jalur napas menggunakan oropharyngeal tube yang ideal untuk mengembalikan jalur napas yang terhambat oleh lidah pasien yang tidak sadar atau untuk membantu ventilasi. Cara ini dikhususkan untuk pasien tidak sadar, karena pada pasien tidak sadar biasanya lidah jatuh ke bagian posterior faring dan menghalangi jalan napas. Oropharyngeal airway juga dapat memfasilitasi pelaksanaan suction.

e. Nasopharyngeal airway

Nasopharyngeal airway merupakan salah satu cara pembebasan jalur napas yang dapat digunakan pada pasien yang berisiko obstruksi jalur napas namun kesadarannya tidak turun terlalu dalam. Namun cara nasopharyngeal airway ini tidak membantu menyingkirkan lidah jatuh ke orofaring. Bila tujuannya untuk mempertahankan posisi lidah, maka oropharyngeal airway masih lebih baik. Tetapi nasopharyngeal airway tetap menjadi pilihan utama ketika ada hambatan untuk menggunakan cara oropharyngeal airway, seperti trauma masif di sekitar mandibular dan maksila.

f. Tongue suturePada kasus di mana pasien tidak sadar dan terjadi fraktur mandibula anterior dan lidah sudah tidak tersupport, maka dilakukan penjahitan lidah ke anterior sehingga suction dan intubasi dapat dilakukan, namun penjahitan ini dapat memicu/memperparah perdarahan.

g. Laryngeal mask airway (LMA)

Tidak diindikasikan pada kasus trauma

Dalam penanganan airway tersebut di atas, mencegah pergerakan cervical spine juga penting. Kepala dan leher tidak boleh hiperekstensi atau hiperfleksi untuk mempertahankan jalan nafas. Selain itu, seperti sudah disebutkan sebelumnya, dokter gigi harus mengetahui prinsip dasar ALTS (Advanced Trauma Life Support) yang merupakan prosedur-prosedur penanganan pasien yang mengalami kegawatdaruratan, yaitu:

1. Immobilisasi yang benar dicapai dengan pasien dalam kondisi netral

2. Pasien dengan injuri pada cervical spine membutuhkan immbolisasi dengan tubuhnya diberi semirigid cervical collar, back board, atau tape and straps, sebelum dan selama perjalanan menuju rumah sakit

Back board dan cervical collar

Pada pasien yang sedang ditangani airway, muntah biasanya dapat terjadi. Muntah dapat ditangani dengan suction flow tinggi. Faktor predisposisi terjadinya muntah:

1. Baru makan

2. Darah di lambung

3. Intoksikasi alkohol

4. Injuri otakintoksikasi alkohol merupakan penyebab paling sering terjadinya muntah pada kasus trauma

2. Breathing (B)

Pada tahap ini, dengan jalur napas pasien yang sudah terbuka, nilai pernapasan pasien dengan dengan Lihat, Dengar, Raba (Look, Listen, Feel) selama