Konsensus Petri 2010 Tifoid

2
PENDAHULUAN Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara didunia, terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Sekitar 15-30 juta penduduk dunia menderita demam tifoid setiap tahun, 600 ribu diantaranya meninggal. Di Indonesia, demam tifoid merupakan penyakit endemik dengan angka kejadian masih tinggi dan merupakan salah satu ancaman internasional di era globalisasi. Penyakit ini berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan sanitasi yang kurang memadai. Manifestasi klinis demam tifoid sangat bervariasi, sehingga diagnosisnya sering tidak mudah karena menyerupai penyakit lain. Beberapa faktor mempengaruhi angka kejadian demam tifoid antara lain kerentanan individu, variasi gambaran klinis, diagnosis yang tidak tepat, terapi kurang optimal, malnutrisi, munculnya galur multiresisten S. typhi yang mempengaruhi keberhasilan terapi. Kerentanan individu terhadap penyakit demam tifoid dipengaruhi oleh intensitas infeksi, intensitas respon imun host dan faktor genetik. Diagnosis klinis terutama ditandai oleh adanya panas badan, gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar, hepatomegali/splenomegali, serta beberapa gejala umum yang lain. Diagnosis laboratoris kebanyakan di Indonesia memakai tes serologi Widal, tetapi sensitifitas dan spesifitasnya sangat terbatas, kesepakatan titer dapat berbeda untuk masing-masing daerah. Biakan S.typhi merupakan pemeriksaan baku emas, tetapi hasilnya banyak negatif dan memerlukan waktu lama, padahal dokter harus segera memberi pengobatan. Beberapa serodiagnostik lain yang saat ini telah dikembangkan lebih banyak memberi manfaat. Penatalaksanaan demam tifoid memerlukan obat antimikroba yang diharapkan dapat menurunkan lama sakit dan mencegah kematian. Kloramfenikol, ampisilin, amoksisilin, dan kotrimoksasol merupakan obat konvensional yang dibeberapa negara melaporkan kurang efektif sehubungan dengan munculnya galur MDR. Fluorokuinolon, sefalosporin ( antara lain seftriakson) merupakan pilihan lini kedua. Meskipun demikian pemilihan obat-obatan perlu mempertimbangkan derajat beratnya penyakit, kemudahan, serta sensitivitasnya. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis selain disebabkan oleh serovar typhi (S.typhi), juga disebabkan oleh Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C. Ada 3 spesies utama Salmonella (S. Typhi, S. choleraesuis, dan S. Enteridis). Spesies S.typhi,famili Enterobacteriaceae, merupakan kuman gram negatif yang dapat menyebabkan berbagai masalah di organ tubuh manusia. Gambaran klinis demam tifoid begitu luas dan bervariasi, dari manifestasi yang atipikal (tidak khas) hingga klasik, dari yang ringan hingga yang complicated. Penyakit ini mempunyai kesamaan dengan penyakit demam lainnya terutama pada minggu pertama sehingga sulit dibedakan, maka untuk menegakkan diagnosa demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium penunjang yang dapat diandalkan. Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5-30 tahun, laki-laki = wanita. Jarang pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60 tahun. Masa inkubasi umumnya 3-60 hari,biasanya didapatkan keluhan utama demam yang diderita kurang lebih 5-7 hari yang tidak berhasil diobati dengan antipiretika. Demam bersifat bertahap makin naik setiap hari (step ladder), disertai dengan lemah badan (lesu), malas, nyeri kepala, nyeri otot punggung dan sendi, perut kembung kadang-kadang nyeri, obstipasi (kadang-kadang diare), mual, muntah, batuk. Kadang-kadang penderita nampak gelisah, delir atau koma. Gejala lain yang dapat dijumpai yaitu bradikardi relatif, pendengaran menurun, lidah tifoid, rose spot, bronchitic chest, penurunan tekanan darah dan renjatan. KOMPLIKASI Komplikasi yang sering dan penting adalah perdarahan saluran cerna,perforasi, hepatitis tifosa, pankreatitis tifosa, komplikasi pada kardiovaskuler (miokarditis dan syok kardiogenik), komplikasi pada susunan saraf pusat (ensefalopati, delirium, meningitis), komplikasi pada paru ( bronkitis,pneumonia), anemia,syok septik dan kelainan psikiatri. Tifoid toksik adalah diagnosis klinis. Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi disertai dengan kekacauan mental hebat dimana kesadaran menurun mulai dari apatis, delirium sampai koma. DIAGNOSIS DIAGNOSIS KLINIS Diagnosis klinis adalah kegiatan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan sindrom klinis demam tifoid. Diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas 3: 1. Possible case Dengan anamnesis/pemeriksaan fisik di dapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/spenomegali. Sindrom demam tifoid yang didapatkan belum lengkap. Diagnosis possible case hanya dibuat pada. pelayanan kesehatan dasar 2. Probable case Telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong demam tifoid (titer Widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan 3. Definite case Diagnosis pasti, ditemukan S.typhi pada pemeriksaan biakan atau positif S.typhi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titer Widal 4 kali lipat ( pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer Widal O > 1/320, H > 1/640 yang menetap pada pemeriksaan ulang. DIAGNOSIS BANDING Pada tahap diagnosis klinis ini, beberapa penyakit dapat menjadi diagnosis banding demam tifoid, diantaranya: . Abses dalam . Malaria . Sepsis Gram negatif . Demam dengue/DBD . Leptospirosis . Influenza . Tuberculosis . Meningoensephalitis . Typhus . Endokarditis TATALAKSANA Tirah baring Dukungan nutrisi (makro dan mikronutrien) Pemberian antimikroba Terapi penyulit: Kemoterapi dengan obat-obat antimikroba yang efektif. Fluorokuinolon, sefalosporin generasi 3 (antara lain seftriakson) telah terbukti efektif sebagai alternatif untuk mengobati infeksi demam tifoid dengan MDR. Karier Kronik : Siprofloksasin 750 mg, 2 kali sehari selama 28 hari terbukti efektif. Bila tidak ada siprofloksasin dan galur tersebut peka, 2 tablet ko-trimoksaszol 2 kali sehari selama 3 bulan , atau 100 mg/kg/hari amoksisilin dikombinasi dengan probenesid 30 mg/kg/hari, keduanya diberikan selama 3 bulan juga efektif. Karier dengan batu empedu hanya memperlihatkan respons sementara terhadap kemoterapi, dan diperlukan kolesistektomi untuk mengakhiri keadaan karier pada kasus tersebut.

description

Konsensus

Transcript of Konsensus Petri 2010 Tifoid

  • PENDAHULUAN Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik

    bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara didunia, terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Sekitar 15-30 juta penduduk dunia menderita demam tifoid setiap tahun, 600 ribu diantaranya meninggal. Di Indonesia, demam tifoid merupakan penyakit endemik dengan angka kejadian masih tinggi dan merupakan salah satu ancaman internasional di era globalisasi. Penyakit ini berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan sanitasi yang kurang memadai. Manifestasi klinis demam tifoid sangat bervariasi, sehingga diagnosisnya sering tidak mudah karena menyerupai penyakit lain. Beberapa faktor mempengaruhi angka kejadian demam tifoid antara lain kerentanan individu, variasi gambaran klinis, diagnosis yang tidak tepat, terapi kurang optimal, malnutrisi, munculnya galur multiresisten S. typhi yang mempengaruhi keberhasilan terapi. Kerentanan individu terhadap penyakit demam tifoid dipengaruhi oleh intensitas infeksi, intensitas respon imun host dan faktor genetik.

    Diagnosis klinis terutama ditandai oleh adanya panas badan, gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar, hepatomegali/splenomegali, serta beberapa gejala umum yang lain. Diagnosis laboratoris kebanyakan di Indonesia memakai tes serologi Widal, tetapi sensitifitas dan spesifitasnya sangat terbatas, kesepakatan titer dapat berbeda untuk masing-masing daerah. Biakan S.typhi merupakan pemeriksaan baku emas, tetapi hasilnya banyak negatif dan memerlukan waktu lama, padahal dokter harus segera memberi pengobatan. Beberapa serodiagnostik lain yang saat ini telah dikembangkan lebih banyak memberi manfaat.

    Penatalaksanaan demam tifoid memerlukan obat antimikroba yang diharapkan dapat menurunkan lama sakit dan mencegah kematian. Kloramfenikol, ampisilin, amoksisilin, dan kotrimoksasol merupakan obat konvensional yang dibeberapa negara melaporkan kurang efektif sehubungan dengan munculnya galur MDR. Fluorokuinolon, sefalosporin ( antara lain seftriakson) merupakan pilihan lini kedua. Meskipun demikian pemilihan obat-obatan perlu mempertimbangkan derajat beratnya penyakit, kemudahan, serta sensitivitasnya.

    GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis selain disebabkan oleh serovar typhi

    (S.typhi), juga disebabkan oleh Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C. Ada 3 spesies utama Salmonella (S. Typhi,

    S. choleraesuis, dan S. Enteridis). Spesies S.typhi,famili Enterobacteriaceae, merupakan kuman gram negatif yang dapat menyebabkan berbagai masalah di organ tubuh manusia.

    Gambaran klinis demam tifoid begitu luas dan bervariasi, dari manifestasi yang atipikal (tidak khas) hingga klasik, dari yang ringan hingga yang complicated. Penyakit ini mempunyai kesamaan dengan penyakit demam lainnya terutama pada minggu pertama sehingga sulit dibedakan, maka untuk menegakkan diagnosa demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium penunjang yang dapat diandalkan. Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5-30 tahun, laki-laki = wanita. Jarang pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60 tahun. Masa inkubasi umumnya 3-60 hari,biasanya didapatkan keluhan utama demam yang diderita kurang lebih 5-7 hari yang tidak berhasil diobati dengan antipiretika. Demam bersifat bertahap makin naik setiap hari (step ladder), disertai dengan lemah badan (lesu), malas, nyeri kepala, nyeri otot punggung dan sendi, perut kembung kadang-kadang nyeri, obstipasi (kadang-kadang diare), mual, muntah, batuk. Kadang-kadang penderita nampak gelisah, delir atau koma. Gejala lain yang dapat dijumpai yaitu bradikardi relatif, pendengaran menurun, lidah tifoid, rose spot, bronchitic chest, penurunan tekanan darah dan renjatan.

    KOMPLIKASI

    Komplikasi yang sering dan penting adalah perdarahan saluran cerna,perforasi, hepatitis tifosa, pankreatitis tifosa, komplikasi pada kardiovaskuler (miokarditis dan syok kardiogenik), komplikasi pada susunan saraf pusat (ensefalopati, delirium, meningitis), komplikasi pada paru ( bronkitis,pneumonia), anemia,syok septik dan kelainan psikiatri.

    Tifoid toksik adalah diagnosis klinis. Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi disertai dengan kekacauan mental hebat dimana kesadaran menurun mulai dari apatis, delirium sampai koma.

    DIAGNOSIS DIAGNOSIS KLINIS

    Diagnosis klinis adalah kegiatan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan sindrom klinis demam tifoid.

    Diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas 3: 1. Possible case

    Dengan anamnesis/pemeriksaan fisik di dapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/spenomegali. Sindrom demam tifoid yang didapatkan belum lengkap. Diagnosis possible case hanya dibuat pada. pelayanan kesehatan dasar

    2. Probable case Telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong demam tifoid (titer Widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan

    3. Definite case Diagnosis pasti, ditemukan S.typhi pada pemeriksaan biakan atau positif S.typhi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titer Widal 4 kali lipat ( pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer Widal O > 1/320, H > 1/640 yang menetap pada pemeriksaan ulang.

    DIAGNOSIS BANDING Pada tahap diagnosis klinis ini, beberapa penyakit dapat

    menjadi diagnosis banding demam tifoid, diantaranya: . Abses dalam . Malaria . Sepsis Gram negatif . Demam dengue/DBD . Leptospirosis . Influenza . Tuberculosis . Meningoensephalitis . Typhus . Endokarditis

    TATALAKSANA

    Tirah baring Dukungan nutrisi (makro dan mikronutrien) Pemberian antimikroba Terapi penyulit: Kemoterapi dengan obat-obat antimikroba yang efektif.

    Fluorokuinolon, sefalosporin generasi 3 (antara lain seftriakson) telah terbukti efektif sebagai alternatif untuk mengobati infeksi demam tifoid dengan MDR.

    Karier Kronik : Siprofloksasin 750 mg, 2 kali sehari selama 28 hari terbukti efektif. Bila tidak ada siprofloksasin dan galur tersebut peka, 2 tablet ko-trimoksaszol 2 kali sehari selama 3 bulan , atau 100 mg/kg/hari amoksisilin dikombinasi dengan probenesid 30 mg/kg/hari, keduanya diberikan selama 3 bulan juga efektif. Karier dengan batu empedu hanya memperlihatkan respons sementara terhadap kemoterapi, dan diperlukan kolesistektomi untuk mengakhiri keadaan karier pada kasus tersebut.

  • Antibiotik untuk Pengobatan Demam Tifoid Tahun 2010 ( KONSENSUS KONAS PETRI BALI )

    PENCEGAHAN Vaksin tifoid Saat ini ada 3 vaksin tifoid yang tersedia. Ty21a, ViCPS, dan Vi-rEPA masing- masing tiap 6 tahun, 2 tahun, dan 6 bulan. Vaksin oral Ty21a memerlukan 3 dosis selama 5 hari, dianjurkan pengulangan setiap 6 tahun. Vaksin antigen Vi murni, diberikan dalam dosis tunggal sevara intramuskular, pengulangan diperlukan setiap 2 tahun. Suatu modifikasi vaksin yang baru yaitu vaksin konjugat Vi sekarang sedang dikembangkan di Vietnamdan 92% efektif

    KONSENSUS

    PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID DIPERUNTUKAN BAGI DOKTER UMUM DAN

    DOKTER SPESIALIS

    KONAS PETRI BALI 2010

    Kontributor : Prof. Dr. RHH. Nelwan, DTM&H, Sp.PD, K-PTI Prof. Dr. Djoko Widodo, DTM&H, Sp.PD, K-PTI Prof. Dr. Herdiman T. Pohan, DTM&H, Sp.PD, K-PTI Prof. DR. Dr. Suharyo Hadisaputro, Sp.PD, K-PTI Prof. DR. Dr. Guntur Hermawan, Sp.PD, K-PTI Prof. Dr. Eddy Soewandojo, Sp.PD, K-PTI Prof. DR. Dr. Suharto, MSc., DTM&H, Sp.PD, K-PTI Prof. Dr. A. Halim Mubin, MSc, Sp.PD, K-PTI Prof. Dr. Akmal Syaroni,DTM&H, Sp.PD, K-PTI Prof. Dr. Ketut Tuti Parwati Merati, Sp.PD, K-PTI Dr. Budi Setiawan,Sp.PD,K-PTI Dr. Widayat Djoko Santoso, Sp.PD,K-PTI Dr. Erni J.Nelwan Sp.PD Dr. Hadi Yusuf, Sp.PD, K-PTI Dr. Primal Sudjana, Sp.PD, K-PTI Dr. Rudi Wicaksana Sp.PD Dr. Bachti A.,Sp.PD Dr. Erwin Asta Triyono, Sp.PD Dr. Gatoet Ismanoe, Sp.PD, K-PTI Dr. Agus Somia, Sp.PD, K-PTI Dr. P.N. Harijanto, Sp.PD, K-PTI Dr. Carta Gunawan, Sp.PD,K-PTI Dr. Zaitul Wardhana, SpPD Dr. H. Armen Ahmad, Sp.PD, K-PTI Dr. Kurnia F. Jamil M.Kes, Sp.PD, K-PTI