KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas · oleh iklim laut (Marine climate) dan bentuk lahan...
Transcript of KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas · oleh iklim laut (Marine climate) dan bentuk lahan...
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas
Secara astronomi HLGN terletak di antara 128º11’12” – 128º12’52” BT
dan 3º41’31” – 3º40’45” BT dengan kawasan seluas 877,78 ha yang secara
administratif termasuk pada dua daerah kecamatan yakni kecamatan Sirimau dan
kecamatan Nusaniwe di pulau Ambon dan secara geografis pada bagian utara
berbatasan dengan teluk Ambon Baguala, sebelah selatan berbatasan dengan laut
Banda, Sebelah timur berbatasan dengan desa Kilang, kelurahan Honipopu dan
kelurahan Ahusen dan sebelah barat berbatasan dengan laut Banda. Lokasi
kawasan hutan lindung ini berbatasan langsung dengan kota Ambon, berakibat
pada tingginya kerentanan konversi lahan oleh masyarakat.
Pada Kawasan HLGN ini terdapat 2 (dua) desa yang berada di dalam
kawasan yaitu desa Urimesing dan desa Amahusu. Desa Urimesing berada dalam
wilayah Kecamatan Sirimau - Kota Ambon, Propinsi Maluku. Luas desa adalah
sekitar 46,16 Km2, yang terdiri dari 4 dusun yaitu Kusu-kusu, Tuni, Mahia dan
Seri. Jarak dari ibu kota Provinsi sekitar 4 km2, yang dapat ditempuh dalam
waktu 15 menit perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun
roda empat. Desa Urimesing merupakan daerah perbukitan dan daerah pantai.
Secara administratif desa Urimesing memiliki batas-batas sebagai berikut :
• Sebelah timur berbatasan dengan desa Hatalai dan Soya.
• Sebelah barat berbatasan dengan desa Nusaniwe (Amahusu, Latuhalat).
• Sebelah utara berbatasan dengan teluk Ambon/kota Ambon.
• Sebelah selatan berbatasan dengan laut Banda.
Desa Amahusu berada pada wilayah kecamatan Nusaniwe – kota Ambon.
Luas desa adalah sekitar 4 Km2, yang terdiri dari 3 dusun antara lain dusun
Wakkang, Westapong dan Nahel. Jarak dari ibu kota Provinsi sekitar 2 km, yang
dapat ditempuh dalam waktu 10 menit perjalanan dengan menggunakan
kendaraan roda dua maupun roda empat. Secara administrative batas-batas
wilayah terdiri dari :
• Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Ambon
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Urimesing
24
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Ambon
• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Nusaniwe
Topografi dan Iklim
Desa Urimesing 2000 meter di atas permukaan laut sedangkan desa
Amahusu berada di ketinggian 3 – 8 meter di atas permukaan laut, dengan kondisi
topografi yang berbukit dan kemiringan lereng berkisar antara 50-80%. Kondisi
inilah yang merupakan salah satu kriteria mengapa kawasan ini ditetapkan sebagai
kawasan lindung. Jenis tanahnya adalah latosol dengan warna merah kehitam-
hitaman dan sebagian lainnya podsolid merah kuning dengan tekstur liat berpasir
dan pH berkisar 5-7.
Curah hujan berkisar antara 1.000-3.000 mm/tahun dengan musim hujan
pada bulan Oktober-Maret dan musim kemarau pada bulan April-September,
sedangkan suhu udara berkisar antara 30-36oC dan kelembaban udara berkisar
antara 80-85%. Kawasan hutan Gunung Nona tertutup vegetasi yang
bertipe sangat spesifik. Spesifikasinya adalah pada aspek komposisi,
yakni komposisi vegetasi campuran antara hutan alam dengan upaya budidaya
manusia, sehingga bentuk penutup lahan yang dijumpai merupakan
perpaduan antara tipe vegetasi hutan hujan tropis dataran rendah yang dipengaruhi
oleh iklim laut (Marine climate) dan bentuk lahan pekarangan (dusung) dengan
vegetasi campuran.
26
Pada peta tergambar jelas bahwa kedua desa tepat berada pada kawasan
HLGN.
Penggunaan Lahan
Pada desa Urimesing dari total luas lahan (46,16 km), sekitar 32,15 km
(69,65%) digunakan sebagai lahan kebun campuran. Untuk desa Amahusu
dari total luas 4 km, sekitar 2 km (50%) juga digunakan sebagai kebun
campuran. Penggunaan lahan ini dikenal dengan nama Dusung Dati.
Dusung Dati adalah penguasaan atas lahan berdasarkan garis kekeluargaan
sedarah dari beberapa keluarga.
Biasanya vegetasi yang tumbuh baik secara alami di lahan ini
yaitu vegetasi pohon hutan dan budidaya yaitu vegetasi penghasil
buah-buahan. Beberapa jenis tanaman industri juga terdapat di kawasan
ini terutama di pekarangan, seperti cengkih (Eugenia aromatica), pala
(Mirystica frarans) dan kayu manis (Cinnamomun zeylannicim).
Tabel 4. Jenis penggunaan lahan desa Urimesing
Jenis penggunaan lahan Luas lahan (km2) Persentase (%) Pemukiman penduduk 11.36 24,61 Kebun Campuran 32,15 69.65 Lahan peternakan 0,15 0,32 Perkantoran 1,5 3,25 Lain-lain 1 2,2
Jumlah 46,16 100,00
Sumber: BPS Maluku (2006)
Tabel 5. Jenis penggunaan lahan desa Amahusu
Jenis penggunaan lahan Luas lahan (km2) Persentase (%) Pemukiman penduduk 1,8 45 Kebun Campuran 1,2 30 Perkantoran 0,5 12,5 Lain-lain 0,5 12,5
Jumlah 4 100,00
Sumber: BPS Maluku (2006)
27
Tabel 6. Pemanfaatan kawasan Hutan Lindung di kota Ambon
Luas lahan (ha) Persentase (%) Pemukiman penduduk 164,58 18,75 Kebun Campuran (dusung) 474,77 54,02 Semak belukar/lahan kosong Hutan Primer
147,12 65,31
16,76 7,44
Lain-lain 26,60 3,03 877,78 100,00
Sumber : BAPEDA Maluku (2008)
Dari tabel 6 tergambar kondisi hutan lindung di kota Ambon didominasi
oleh dusung (54,02%) dan pemukiman penduduk (18,75%). Perkembangan
keberadaan pemukiman penduduk sangat penting menjadi perhatian pemerintah
agar tidak bertambah luasannya mengingat pentingnya fungsi kawasan HLGN.
Komposisi Penduduk
Jumlah penduduk desa Urimesing pada tahun 2008 adalah 6.823 jiwa yang
terdiri dari 2.481 jiwa laki-laki (36,36%) dan 4.342 jiwa perempuan (63,63 %).
Kelompok tenaga kerja merupakan kelompok umur penduduk produktif yang
berumur 10-56 tahun dengan jumlah jiwa terbesar, yaitu sebesar 68,57% (Tabel
4). Sebagian besar kaum perempuan di desa ini ikut terlibat secara aktif
membantu bekerja dan biasanya pengelolaan lahan dilakukan secara bersama-
sama oleh seluruh anggota keluarga.
Tabel 7. Jumlah penduduk Desa Urimesing berdasarkan kelompok umur
Kelompok umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) <10
10-14 15-19 20-26 27-40 41-56 >57
1076 489 513 781
1326 1570 1068
15,77 7,16 7,52
11,45 19,43 23,01 15.65
Jumlah 6823 100,00
Sumber: Monografi Desa Urimesing (2008)
Sedangkan jumlah penduduk desa Amahusu pada tahun 2008 adalah 2.484
jiwa yang terdiri dari 1.481 jiwa laki-laki (59,62%) dan 1003 jiwa perempuan
(40,37%). Kelompok tenaga kerja merupakan kelompok umur penduduk produktif
28
yang berumur 10-56 tahun dengan jumlah jiwa terbesar, yaitu sebesar 84,33%
(Tabel 7.).
Tabel 8. Jumlah penduduk Desa Amahusu berdasarkan kelompok umur
Kelompok umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) <10
10-14 15-19 20-26 27-40 41-56 >57
296 303 242 501 502 249 391
11,92 12,19 9,74
40,46 10,02 15,66
Jumlah 2484 100,00
Sumber: Monografi Desa Amahusu (2008)
Sebagian besar penduduk desa Urimesing bermata pencaharian sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebesar 874 orang atau 38,74% (Tabel 7).
Ketersediaan lahan bagi masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk
memperoleh pendapatan tambahan.
Sedangkan untuk penduduk Desa Amahusu sebagian besar juga bermata
pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebesar 243 orang atau
28,12 % (Tabel 9).
Tabel 9. Jumlah penduduk desa Urimesing berdasarkan jenis mata pencaharian
Jenis mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) PNS Swasta Wiraswasta/pedagang Petani pengolah dusung Pertukangan Pensiunan Peternak Jasa Nelayan
874 516 415 225 36 44 4
94 48
38,74 22,87 18,39 9,97 1,59 1,95 0,17 4,16 2,12
Jumlah 2256 100,00
Sumber: Monografi Desa Urimesing (2008)
29
Tabel 10. Jumlah penduduk desa Amahusu berdasarkan jenis mata pencaharian
Jenis mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) PNS Swasta Wiraswasta Petani pengolah dusung Nelayan Pertukangan Pensiunan Jasa TNI/POLRI
243 131 118 68 43 37 94
111 19
28,12 15,16 13,65 7,87 4,97 4,28
10.87 12,84 2,19
Jumlah 864 100,00
Sumber: Monografi Desa Amahusu (2008)
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan kepala keluarga masyarakat desa Urimesing pada
tahun 2008 masih tergolong rendah. Sebagian kepala keluarga hanya menamatkan
pendidikannya sampai tingkat SD/SLTP, yaitu sebesar 71,37.% (Tabel 9). Tetapi
dalam kegiatan mengolah dusung, pemahaman mereka terhadap pengetahuan
budidaya suatu jenis tanaman, baik yang berasal dari pengalaman sendiri maupun
orang lain cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari pengetahuan mereka dalam
membudidayakan tanaman cengkeh, kakao dan pala serta jenis buah-buahan yang
tiap tahun rutin dipasarkan. Sedangkan tingkat pendidikan kepala keluarga
masyarakat desa Amahusu pada tahun 2008 tergolong tinggi 63,85 % adalah
lulusan SLTA/sarjana.
Tabel 11. Jumlah kepala keluarga desa Urimesing berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) Tidak tamat SD Tamat SD/SLTP Tamat SLTA ke atas
22 4391 1739
0,35 71,37 28,26
Jumlah 6152 100,00
Sumber: BPS Maluku (2008)
Tabel 12. Jumlah kepala keluarga desa Amahusu berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) Tidak tamat SD Tamat SD/SLTP Tamat SLTA ke atas
359 271
1113
20,59 15,72 63,85
Jumlah 1743 100,00
Sumber: BPS Maluku (2008)
30
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang cukup baik di Desa Urimesing dan Amahusu,
terutama prasarana jalan, yang memungkinkan akses ke ibukota Provinsi berjalan
lancar. Kondisi jalan yang cukup baik dan jarak yang relatif dekat dengan ibukota
kecamatan dan propinsi membuat upaya menjalurkan hasil-hasil olahan dusung
berjalan baik. Bahkan beberapa penduduk menjual langsung hasil dusungnya ke
beberapa pasar yang berada di ibukota propinsi (Tabel 13).
Tabel 13. Sarana dan prasarana desa Urimesing
Sarana/prasarana Jenis Jumlah (unit) Perhubungan Jalan aspal
Jalan batu Jalan tanah
5 km 0,7 km
2 km Pendidikan TK
SD SMP
3 buah 4 buah 1 buah
Tempat ibadah Gereja 7 buah Sosial Balai desa
Poskamling 1 buah
19 buah
Sumber: BPS Maluku (2008)
Tabel 14. Sarana dan prasarana desa Amahusu
Sarana/prasarana Jenis Jumlah (unit) Perhubungan Jalan aspal
Jalan batu Jalan tanah
4 km 0,5 km
4 km Pendidikan TK
SD SMP
1 buah 1 buah 1 buah
Tempat ibadah Gereja 1 buah Sosial Balai desa
Poskamling 1 buah 4 buah
Sumber: BPS Maluku (2008)
Belum adanya SMA di desa ini membuat sebagian masyarakat berupaya
menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah yang berada di Ibukota provinsi.
Kegiatan-kegiatan rutin seperti ibadah-ibadah unit gereja, arisan, koperasi
dan kegiatan olahraga, baik di tingkat desa maupun dusun juga turut membantu
proses terjadinya tukar menukar pengalaman pengelolaan dusung di masyarakat.
31
Sejarah Pengelolaan Dusung
Keberadaan keragaman vegetasi di sekitar kawasan hutan lindung,
disebabkan oleh keberadaan interaksi antara kawasan ini dengan
beragam jenis vegetasi dalam daerah penyangga. Daerah ini merupakan satuan
ruang yang dapat menghasilkan buah maupun kayu serta hasil hutan
lainnya. Kondisi ini tetap dijaga untuk kelangsungan hidup masyarakat
yang ada di sekitar hutan lindung. Kondisi seperti ini telah tertanam lama
dalam budaya masyarakat setempat, yakni suatu s ist im sosial
dalam mengant isipasi sumber daya alam baik vegetasi darat
maupun komponen biotik lautnya (aspek konservasi) yang dikenal
dengan petuanan dusun dati. Keberadaan petuanan dusun dati ini
membentuk suatu kondisi yang memungkinkan terbentuknya daerah-
daerah penyangga bayangan terhadap daerah-daerah kritis lingkungan
yang dikelola secara tradisional.
Beberapa bagian kawasan lindung yang telah dikonversi menjadi kebun
campuran (untuk permukiman), bukan saja di daerah perbatasan kawasan
hutan lindung, tetapi juga ditemukan hingga daerah hulu DAS dalam kawasan
inti lindung. Kawasan termodifikasi ditemukan yaitu di petuanan Desa Soya,
Desa Urimessing (Mahia, Kusu-kusu, Seri), Desa Ema dan Desa Naku dan
petuanan Kilang. Penggunaan lahan ini dikenal dengan nama Dusung Dati.
Dusung Dati adalah penguasaan atas lahan berdasarkan garis kekeluargaan
sedarah dari beberapa keluarga. Biasanya vegetasi yang tumbuh baik secara
alami di lahan ini yaitu vegetasi pohon hutan dan budidaya yaitu
vegetasi penghasil buah-buahan. Beberapa jenis tanaman industri juga
terdapat di kawasan ini terutama di pekarangan, seperti cengkih
(Eugenia aromatica), pala (Mirystica frarans) dan kayu manis (Cinnamomun
zeylannicim). Vegetasi semak belukar ditemukan terutama di bagian tengah
DAS terutama di DAS Air Besar, Batu Gajah sampai daerah Kudamati,
jumlahnya ± 10% dengan pertumbuhan jelek. Tumbuhanya semak belukar ini
akibat penebangan hutan dengan sistim perladangan berpindah-pindah
pada masa lalu. Di samping itu terbakarnya semak belukar dari tahun ke
tahun (sengaja atau bencana alam) tidak memberi kesempatan untuk
32
tumbuhnya tanaman pohon-pohon, melainkan semakin memberi
kesempatan meluasnya semak belukar. Pada umumnya bentuk vegetasi yang
ditemukan pada bentuk penggunaan lahan ini, adalah paku kawat
(Equistentum debile), kayu bunga (Melastoma, sp), kayu putih (Melaleuca
lecadendron), alang-alang (Impreta cilindria) dan beberapa jenis rumput-
rumputan yang tidak merambat.
Desa Urimesing
Desa Urimesing memiliki 192 buah dusung dati dan pusaka berdasarkan
register dati tanggal 26 Mei 1814. Rincian hak pemilik dusung dati sesuai dengan
register 26 Mei 1814 adalah 65 dusung negeri, 29 dusung dati perintah/raja dan
127 dusung dati yang dikuasai oleh 7 kepala dati masing-masing :
1. Jacob Wattimena 14 dusung dati
2. Marthen Janaren 9 dusung dati
3. Zadrach Wattimena 11 dusung dati
4. Corneles Samaleleway 11 dusung dati
5. Paulus Matiluseny 15 dusung dati
6. Amos Salakay 16 dusung dati
7. Stevanus Wattimena 30 dusung dati
Ditambah dengan sejumlah dusung pusaka yang telah menjadi milik warga
tertentu. Dusung pusaka adalah dusung yang merupakan hak bersama dari
kelompok ahli waris yang mereka peroleh melalui warisan. Hak pemilikan dusung
dati ini ada sebelum tahun 1814. Kemudian pada masa peralihan Pemerintah
Inggris dirasa perlu untuk menata kelompok kerja dengan hak-hak pemilikannya
agar dengan mudah dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pemerintah pada waktu
itu. Kemudian oleh pemerintah Belanda dilakukan registrasi di Pulau-pulau Lease
dan pulau Ambon tahun 1883 dengan batas-batas yang jelas tetapi tidak tuntas
(Godlief pada artikel Ziwar Effendi,1997).
Valentyn F. dalam bukunya ”Oud en nieuw India II” hal 184 : Dati adalah
Hoofdienst dimana pada bulan dilaksanakan pelayaran Hongi (Hongi Tohten)
setiap tumah tangga diwajibkan menyerahkan seorang laki-laki untuk selama
lebih kurang 1 (satu) bulan kepada VOC untuk melaksanakan tugas pelayaran
33
Hongi tanpa usaha (imbalan). Sedangkan menurut Reidel G.E.F mengartikan
sebagai petak tanah yang dibagi-bagikan kepada orang kuat kerja (weebaar) atau
kepala rumah tangga dengan syarat harus hongi. Sehingga menurut G.A.Adries
(2009) yang dimaksud dengan tanah dati adalah sebidang tanah negeri yang
diberikan negeri kepada salah satu cabang keluarga yang pernah berjasa bagi
negeri sebagai suatu unit produksi yang berfungsi menjamin keberlangsungan
kehidupan ekonomi dari cabang keluarga tersebut menurut garis keturunan
bapanya, dengan ketentuan bahwa anak perempuan yang tidak menikah juga
berhak ”Makan Dati” (menikmati hasilnya juga) oleh karena anak wanita masih
memikul nama keluarga ayah (Holleman 1923,12.70).
Hak pemilikan dusun dati adalah hak kelompok (dati artinya kelompok
kerja), bukan perorangan. Dusung dati memiliki 2 (dua) hak kepemilikan yaitu
hak penguasaan tanaman (usaha) adalah pemegang dusung dati dan hak petuanan
adalah hak saniri negeri/desa. Pada tanggal 1 Juni 1923 hak dati dihapuskan. Hak
dati atas dusung-dusung dati tidak lagi diatur secara jelas sehingga dusung
tersebut dimiliki oleh dati yang kemudian menjadi persoalan negeri/desa dengan
pemilik dati-dati tersebut. Hingga saat ini, penguasaan lahan dusung di desa ini
tetap dikuasai oleh keluarga-keluarga pemegang hak dati tersebut dan diakui oleh
Pemerintah Desa.
Desa Amahusu
Hingga era tahun 1970-an, dalam melaksanakan pemerintahan desa istilah-
istilah adat masih digunakan. Misalnya pemimpin pemerintahan adalah Raja
(Kepala Desa) dan dibantu oleh staf pemerintahan seperti Kapitang, Kepala
kewang, Marinyo kemudian perkumpulan pemuda-pemudi yang disebut Jujaro-
mungare yang dipimpin oleh Kepala Jujaro-mungare. Selain itu terdapat juga
lembaga musyawarah desa yang disebut Saniri Negeri.
Sejak tahun 1980-an, Desa Amahusu memiliki sistem Pemerintahan yang
telah menyesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dimana
istilah-istilah seperti Raja (Kepala Pemerintahan Desa/Negeri), Saniri Negeri
(Lembaga Musyawarah Desa/Negeri) beserta staf desa/negeri antara lain
Kapitang, Marinyo, Kepala Kewang yang sudah tidak dipergunakan.
34
Sebagai desa adat, masyarakat Desa Amahusu juga memiliki kemiripan
dengan desa-desa adat yang terdapat di Kota Ambon. Hal ini dapat dilihat dari
istilah kemasyarakatan seperti soa, marga (asli dan pendatang) dan dusun dati
seperti halnya desa Urimesing.
Istilah Soa diartikan sebagai bentuk kekerabatan genealogis dalam batas
territorial tertentu. Pada masyarakat Desa Amahusu terdapat tiga soa yaitu : Soa
Wakkang, Soa Westopong dan Soa Nahel dimana saat ini ketiga soa tersebut telah
berubah nama menjadi dusun yaitu dusun Wakkang, dusun Westopong dan dusun
Nahel. Marga asli desa Amahusu antara lain Silooy, de Costa, Matitaputi,
Mainake, Soplanit, Tomasila, Akioar, Tahalele, Nussy dan Pupela yang memiliki
hak atas beberapa dusung dati.
Masyarakat masih memiliki ketergantung pada HLGN, penggarapan
kawasan hutan berdasarkan sistem dusung tetap diberlakukan dan diakui oleh
Pemerintah. Secara de jure adalah hak pemerintah namun secara de facto adalah
hak masyarakat. Untuk itulah maka sangat diperlukan aspek partisipasi dalam
pengelolaan kawasan ini.
Sebelum tahun 1996, kawasan HLGN adalah sebuah kawasan hutan yang
sebagai besar (18,75%) telah dijadikan pemukiman dimana terdapat 2 desa di
dalamnya yaitu desa Amahusu dan Urimesing dengan sejumlah dusung yang telah
dikelola secara bertahun-tahun oleh masyarakat. Tidak semua kawasan hutan
lindung di kota Ambon dimanfaatkan sebagai dusung hanya 54,02 % dari
keseluruhan luas kawasan hutan (BAPEDA kota Ambon, 2007). Kemudian pada
tahun 1996 kawasan ini ditetapkan sebagai hutan lindung berdasarkan keputusan
Menteri Kehutanan Nomor : 430/KPTS-II/1996 tentang Penetapan kelompok
hutan lindung gunung Sirimau seluas 3.449 hektar dan kelompok hutan Gunung
Nona seluas 877,78 hektar yang terletak di Kotamadya Ambon, Provinsi Daerah
Tingkat I Maluku, sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi hutan lindung.
Penetapan ini diberlakukan karena HLGN memiliki fungsi sebagai daerah resapan
air bagi masyarakat kota Ambon.
Banyak kebutuhan masyarakat, seperti kayu bakar, makanan ternak,
terutama air bersih dan lain-lain yang berasal dari hutan tersebut. Pemerintah telah
berupaya menegakkan hukum dengan mengosongkan hutan tersebut dari aktivitas
35
masyarakat dan melibatkan masyarakat dalam aktivitas pengelolaan kawasan
seperti kegiatan reboisasi namun peran aktif masyarakat masih sebatas
keterlibatan dalam proyek tertentu dan perlindungan mereka terhadap kawasan
dusungnya. Saat ini, keterlibatan masyarakat dalam sistem pengelolaan hutan
dengan membentuk Kelompok tani yang dikhususkan untuk memelihara berbagai
jenis tanaman reboisasi.
Keberadaan HLGN seluas sekitar 877,78 ha di Provinsi Maluku ini
memiliki arti yang sangat penting dan strategis ditinjau dari aspek ekologi dan
lingkungan hidup serta aspek pembangunan sosial ekonomi Provinsi Maluku,
antara lain: (1) sebagai kawasan pelestarian alam yang diperlukan untuk
perlindungan sistem penyangga kehidupan, untuk pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa (plasma nutfah) serta pemanfaatan sumberdaya hayati
dan ekosistemnya secara lestari, (2) sebagai daerah tangkapan air bagi Kota
Ambon, yang dalam hal ini sangat penting artinya dalam menjaga siklus tata air,
menangkap, menyimpan dan menyediakan air permukaan dan air bawah tanah,
serta menjaga kestabilan lingkungan dari bahaya kekeringan, banjir dan tanah
longsor; dan (3) sebagai penyedia berbagai jasa lingkungan bagi wilayah di
sekitarnya, serta menunjang budidaya pertanian, peternakan, perkebunan, dan
perikanan (Dinas Kehutanan Propinsi Maluku, 2006).
Pengelolaan kawasan ini dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan
kota Ambon bersama BAPEDA kota Ambon serta dikoordinasikan dengan Dinas
Kehutanan Provinsi Maluku serta BPDAS Waihapu Batumerah. Berbagai pihak
pun dilibatkan dalam pengelolaan kawasan HLGN ini antaralain berbagai
lembaga swadaya masyarakat baik nasional maupun internasional dan beberapa
universitas di kota Ambon, dengan tujuan meningkatkan fungsi kawasan dan
kelestariannya serta peningkatan peran serta masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan uraian diatas maka terurai beberapa pembelajaran (lesson
learn) bagi pengembangan penelitian ini yaitu :
1. Mengidentifikasi dan mendiskripsikan peran partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan dusung saat ini yang akan berguna mendukung upaya
perlindungan kawasan HLGN.