KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas · oleh iklim laut (Marine climate) dan bentuk lahan...

14
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Secara astronomi HLGN terletak di antara 128º11’12” – 128º12’52” BT dan 3º41’31” – 3º40’45” BT dengan kawasan seluas 877,78 ha yang secara administratif termasuk pada dua daerah kecamatan yakni kecamatan Sirimau dan kecamatan Nusaniwe di pulau Ambon dan secara geografis pada bagian utara berbatasan dengan teluk Ambon Baguala, sebelah selatan berbatasan dengan laut Banda, Sebelah timur berbatasan dengan desa Kilang, kelurahan Honipopu dan kelurahan Ahusen dan sebelah barat berbatasan dengan laut Banda. Lokasi kawasan hutan lindung ini berbatasan langsung dengan kota Ambon, berakibat pada tingginya kerentanan konversi lahan oleh masyarakat. Pada Kawasan HLGN ini terdapat 2 (dua) desa yang berada di dalam kawasan yaitu desa Urimesing dan desa Amahusu. Desa Urimesing berada dalam wilayah Kecamatan Sirimau - Kota Ambon, Propinsi Maluku. Luas desa adalah sekitar 46,16 Km 2 , yang terdiri dari 4 dusun yaitu Kusu-kusu, Tuni, Mahia dan Seri. Jarak dari ibu kota Provinsi sekitar 4 km 2 , yang dapat ditempuh dalam waktu 15 menit perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Desa Urimesing merupakan daerah perbukitan dan daerah pantai. Secara administratif desa Urimesing memiliki batas-batas sebagai berikut : Sebelah timur berbatasan dengan desa Hatalai dan Soya. Sebelah barat berbatasan dengan desa Nusaniwe (Amahusu, Latuhalat). Sebelah utara berbatasan dengan teluk Ambon/kota Ambon. Sebelah selatan berbatasan dengan laut Banda. Desa Amahusu berada pada wilayah kecamatan Nusaniwe – kota Ambon. Luas desa adalah sekitar 4 Km 2 , yang terdiri dari 3 dusun antara lain dusun Wakkang, Westapong dan Nahel. Jarak dari ibu kota Provinsi sekitar 2 km, yang dapat ditempuh dalam waktu 10 menit perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Secara administrative batas-batas wilayah terdiri dari : Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Ambon Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Urimesing

Transcript of KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas · oleh iklim laut (Marine climate) dan bentuk lahan...

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Luas

Secara astronomi HLGN terletak di antara 128º11’12” – 128º12’52” BT

dan 3º41’31” – 3º40’45” BT dengan kawasan seluas 877,78 ha yang secara

administratif termasuk pada dua daerah kecamatan yakni kecamatan Sirimau dan

kecamatan Nusaniwe di pulau Ambon dan secara geografis pada bagian utara

berbatasan dengan teluk Ambon Baguala, sebelah selatan berbatasan dengan laut

Banda, Sebelah timur berbatasan dengan desa Kilang, kelurahan Honipopu dan

kelurahan Ahusen dan sebelah barat berbatasan dengan laut Banda. Lokasi

kawasan hutan lindung ini berbatasan langsung dengan kota Ambon, berakibat

pada tingginya kerentanan konversi lahan oleh masyarakat.

Pada Kawasan HLGN ini terdapat 2 (dua) desa yang berada di dalam

kawasan yaitu desa Urimesing dan desa Amahusu. Desa Urimesing berada dalam

wilayah Kecamatan Sirimau - Kota Ambon, Propinsi Maluku. Luas desa adalah

sekitar 46,16 Km2, yang terdiri dari 4 dusun yaitu Kusu-kusu, Tuni, Mahia dan

Seri. Jarak dari ibu kota Provinsi sekitar 4 km2, yang dapat ditempuh dalam

waktu 15 menit perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun

roda empat. Desa Urimesing merupakan daerah perbukitan dan daerah pantai.

Secara administratif desa Urimesing memiliki batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah timur berbatasan dengan desa Hatalai dan Soya.

• Sebelah barat berbatasan dengan desa Nusaniwe (Amahusu, Latuhalat).

• Sebelah utara berbatasan dengan teluk Ambon/kota Ambon.

• Sebelah selatan berbatasan dengan laut Banda.

Desa Amahusu berada pada wilayah kecamatan Nusaniwe – kota Ambon.

Luas desa adalah sekitar 4 Km2, yang terdiri dari 3 dusun antara lain dusun

Wakkang, Westapong dan Nahel. Jarak dari ibu kota Provinsi sekitar 2 km, yang

dapat ditempuh dalam waktu 10 menit perjalanan dengan menggunakan

kendaraan roda dua maupun roda empat. Secara administrative batas-batas

wilayah terdiri dari :

• Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Ambon

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Urimesing

24

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Ambon

• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Nusaniwe

Topografi dan Iklim

Desa Urimesing 2000 meter di atas permukaan laut sedangkan desa

Amahusu berada di ketinggian 3 – 8 meter di atas permukaan laut, dengan kondisi

topografi yang berbukit dan kemiringan lereng berkisar antara 50-80%. Kondisi

inilah yang merupakan salah satu kriteria mengapa kawasan ini ditetapkan sebagai

kawasan lindung. Jenis tanahnya adalah latosol dengan warna merah kehitam-

hitaman dan sebagian lainnya podsolid merah kuning dengan tekstur liat berpasir

dan pH berkisar 5-7.

Curah hujan berkisar antara 1.000-3.000 mm/tahun dengan musim hujan

pada bulan Oktober-Maret dan musim kemarau pada bulan April-September,

sedangkan suhu udara berkisar antara 30-36oC dan kelembaban udara berkisar

antara 80-85%. Kawasan hutan Gunung Nona tertutup vegetasi yang

bertipe sangat spesifik. Spesifikasinya adalah pada aspek komposisi,

yakni komposisi vegetasi campuran antara hutan alam dengan upaya budidaya

manusia, sehingga bentuk penutup lahan yang dijumpai merupakan

perpaduan antara tipe vegetasi hutan hujan tropis dataran rendah yang dipengaruhi

oleh iklim laut (Marine climate) dan bentuk lahan pekarangan (dusung) dengan

vegetasi campuran.

25

Gambar 1 Lokasi penelitian.

26

Pada peta tergambar jelas bahwa kedua desa tepat berada pada kawasan

HLGN.

Penggunaan Lahan

Pada desa Urimesing dari total luas lahan (46,16 km), sekitar 32,15 km

(69,65%) digunakan sebagai lahan kebun campuran. Untuk desa Amahusu

dari total luas 4 km, sekitar 2 km (50%) juga digunakan sebagai kebun

campuran. Penggunaan lahan ini dikenal dengan nama Dusung Dati.

Dusung Dati adalah penguasaan atas lahan berdasarkan garis kekeluargaan

sedarah dari beberapa keluarga.

Biasanya vegetasi yang tumbuh baik secara alami di lahan ini

yaitu vegetasi pohon hutan dan budidaya yaitu vegetasi penghasil

buah-buahan. Beberapa jenis tanaman industri juga terdapat di kawasan

ini terutama di pekarangan, seperti cengkih (Eugenia aromatica), pala

(Mirystica frarans) dan kayu manis (Cinnamomun zeylannicim).

Tabel 4. Jenis penggunaan lahan desa Urimesing

Jenis penggunaan lahan Luas lahan (km2) Persentase (%) Pemukiman penduduk 11.36 24,61 Kebun Campuran 32,15 69.65 Lahan peternakan 0,15 0,32 Perkantoran 1,5 3,25 Lain-lain 1 2,2

Jumlah 46,16 100,00

Sumber: BPS Maluku (2006)

Tabel 5. Jenis penggunaan lahan desa Amahusu

Jenis penggunaan lahan Luas lahan (km2) Persentase (%) Pemukiman penduduk 1,8 45 Kebun Campuran 1,2 30 Perkantoran 0,5 12,5 Lain-lain 0,5 12,5

Jumlah 4 100,00

Sumber: BPS Maluku (2006)

27

Tabel 6. Pemanfaatan kawasan Hutan Lindung di kota Ambon

Luas lahan (ha) Persentase (%) Pemukiman penduduk 164,58 18,75 Kebun Campuran (dusung) 474,77 54,02 Semak belukar/lahan kosong Hutan Primer

147,12 65,31

16,76 7,44

Lain-lain 26,60 3,03 877,78 100,00

Sumber : BAPEDA Maluku (2008)

Dari tabel 6 tergambar kondisi hutan lindung di kota Ambon didominasi

oleh dusung (54,02%) dan pemukiman penduduk (18,75%). Perkembangan

keberadaan pemukiman penduduk sangat penting menjadi perhatian pemerintah

agar tidak bertambah luasannya mengingat pentingnya fungsi kawasan HLGN.

Komposisi Penduduk

Jumlah penduduk desa Urimesing pada tahun 2008 adalah 6.823 jiwa yang

terdiri dari 2.481 jiwa laki-laki (36,36%) dan 4.342 jiwa perempuan (63,63 %).

Kelompok tenaga kerja merupakan kelompok umur penduduk produktif yang

berumur 10-56 tahun dengan jumlah jiwa terbesar, yaitu sebesar 68,57% (Tabel

4). Sebagian besar kaum perempuan di desa ini ikut terlibat secara aktif

membantu bekerja dan biasanya pengelolaan lahan dilakukan secara bersama-

sama oleh seluruh anggota keluarga.

Tabel 7. Jumlah penduduk Desa Urimesing berdasarkan kelompok umur

Kelompok umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) <10

10-14 15-19 20-26 27-40 41-56 >57

1076 489 513 781

1326 1570 1068

15,77 7,16 7,52

11,45 19,43 23,01 15.65

Jumlah 6823 100,00

Sumber: Monografi Desa Urimesing (2008)

Sedangkan jumlah penduduk desa Amahusu pada tahun 2008 adalah 2.484

jiwa yang terdiri dari 1.481 jiwa laki-laki (59,62%) dan 1003 jiwa perempuan

(40,37%). Kelompok tenaga kerja merupakan kelompok umur penduduk produktif

28

yang berumur 10-56 tahun dengan jumlah jiwa terbesar, yaitu sebesar 84,33%

(Tabel 7.).

Tabel 8. Jumlah penduduk Desa Amahusu berdasarkan kelompok umur

Kelompok umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) <10

10-14 15-19 20-26 27-40 41-56 >57

296 303 242 501 502 249 391

11,92 12,19 9,74

40,46 10,02 15,66

Jumlah 2484 100,00

Sumber: Monografi Desa Amahusu (2008)

Sebagian besar penduduk desa Urimesing bermata pencaharian sebagai

Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebesar 874 orang atau 38,74% (Tabel 7).

Ketersediaan lahan bagi masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk

memperoleh pendapatan tambahan.

Sedangkan untuk penduduk Desa Amahusu sebagian besar juga bermata

pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebesar 243 orang atau

28,12 % (Tabel 9).

Tabel 9. Jumlah penduduk desa Urimesing berdasarkan jenis mata pencaharian

Jenis mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) PNS Swasta Wiraswasta/pedagang Petani pengolah dusung Pertukangan Pensiunan Peternak Jasa Nelayan

874 516 415 225 36 44 4

94 48

38,74 22,87 18,39 9,97 1,59 1,95 0,17 4,16 2,12

Jumlah 2256 100,00

Sumber: Monografi Desa Urimesing (2008)

29

Tabel 10. Jumlah penduduk desa Amahusu berdasarkan jenis mata pencaharian

Jenis mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) PNS Swasta Wiraswasta Petani pengolah dusung Nelayan Pertukangan Pensiunan Jasa TNI/POLRI

243 131 118 68 43 37 94

111 19

28,12 15,16 13,65 7,87 4,97 4,28

10.87 12,84 2,19

Jumlah 864 100,00

Sumber: Monografi Desa Amahusu (2008)

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan kepala keluarga masyarakat desa Urimesing pada

tahun 2008 masih tergolong rendah. Sebagian kepala keluarga hanya menamatkan

pendidikannya sampai tingkat SD/SLTP, yaitu sebesar 71,37.% (Tabel 9). Tetapi

dalam kegiatan mengolah dusung, pemahaman mereka terhadap pengetahuan

budidaya suatu jenis tanaman, baik yang berasal dari pengalaman sendiri maupun

orang lain cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari pengetahuan mereka dalam

membudidayakan tanaman cengkeh, kakao dan pala serta jenis buah-buahan yang

tiap tahun rutin dipasarkan. Sedangkan tingkat pendidikan kepala keluarga

masyarakat desa Amahusu pada tahun 2008 tergolong tinggi 63,85 % adalah

lulusan SLTA/sarjana.

Tabel 11. Jumlah kepala keluarga desa Urimesing berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) Tidak tamat SD Tamat SD/SLTP Tamat SLTA ke atas

22 4391 1739

0,35 71,37 28,26

Jumlah 6152 100,00

Sumber: BPS Maluku (2008)

Tabel 12. Jumlah kepala keluarga desa Amahusu berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) Tidak tamat SD Tamat SD/SLTP Tamat SLTA ke atas

359 271

1113

20,59 15,72 63,85

Jumlah 1743 100,00

Sumber: BPS Maluku (2008)

30

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang cukup baik di Desa Urimesing dan Amahusu,

terutama prasarana jalan, yang memungkinkan akses ke ibukota Provinsi berjalan

lancar. Kondisi jalan yang cukup baik dan jarak yang relatif dekat dengan ibukota

kecamatan dan propinsi membuat upaya menjalurkan hasil-hasil olahan dusung

berjalan baik. Bahkan beberapa penduduk menjual langsung hasil dusungnya ke

beberapa pasar yang berada di ibukota propinsi (Tabel 13).

Tabel 13. Sarana dan prasarana desa Urimesing

Sarana/prasarana Jenis Jumlah (unit) Perhubungan Jalan aspal

Jalan batu Jalan tanah

5 km 0,7 km

2 km Pendidikan TK

SD SMP

3 buah 4 buah 1 buah

Tempat ibadah Gereja 7 buah Sosial Balai desa

Poskamling 1 buah

19 buah

Sumber: BPS Maluku (2008)

Tabel 14. Sarana dan prasarana desa Amahusu

Sarana/prasarana Jenis Jumlah (unit) Perhubungan Jalan aspal

Jalan batu Jalan tanah

4 km 0,5 km

4 km Pendidikan TK

SD SMP

1 buah 1 buah 1 buah

Tempat ibadah Gereja 1 buah Sosial Balai desa

Poskamling 1 buah 4 buah

Sumber: BPS Maluku (2008)

Belum adanya SMA di desa ini membuat sebagian masyarakat berupaya

menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah yang berada di Ibukota provinsi.

Kegiatan-kegiatan rutin seperti ibadah-ibadah unit gereja, arisan, koperasi

dan kegiatan olahraga, baik di tingkat desa maupun dusun juga turut membantu

proses terjadinya tukar menukar pengalaman pengelolaan dusung di masyarakat.

31

Sejarah Pengelolaan Dusung

Keberadaan keragaman vegetasi di sekitar kawasan hutan lindung,

disebabkan oleh keberadaan interaksi antara kawasan ini dengan

beragam jenis vegetasi dalam daerah penyangga. Daerah ini merupakan satuan

ruang yang dapat menghasilkan buah maupun kayu serta hasil hutan

lainnya. Kondisi ini tetap dijaga untuk kelangsungan hidup masyarakat

yang ada di sekitar hutan lindung. Kondisi seperti ini telah tertanam lama

dalam budaya masyarakat setempat, yakni suatu s ist im sosial

dalam mengant isipasi sumber daya alam baik vegetasi darat

maupun komponen biotik lautnya (aspek konservasi) yang dikenal

dengan petuanan dusun dati. Keberadaan petuanan dusun dati ini

membentuk suatu kondisi yang memungkinkan terbentuknya daerah-

daerah penyangga bayangan terhadap daerah-daerah kritis lingkungan

yang dikelola secara tradisional.

Beberapa bagian kawasan lindung yang telah dikonversi menjadi kebun

campuran (untuk permukiman), bukan saja di daerah perbatasan kawasan

hutan lindung, tetapi juga ditemukan hingga daerah hulu DAS dalam kawasan

inti lindung. Kawasan termodifikasi ditemukan yaitu di petuanan Desa Soya,

Desa Urimessing (Mahia, Kusu-kusu, Seri), Desa Ema dan Desa Naku dan

petuanan Kilang. Penggunaan lahan ini dikenal dengan nama Dusung Dati.

Dusung Dati adalah penguasaan atas lahan berdasarkan garis kekeluargaan

sedarah dari beberapa keluarga. Biasanya vegetasi yang tumbuh baik secara

alami di lahan ini yaitu vegetasi pohon hutan dan budidaya yaitu

vegetasi penghasil buah-buahan. Beberapa jenis tanaman industri juga

terdapat di kawasan ini terutama di pekarangan, seperti cengkih

(Eugenia aromatica), pala (Mirystica frarans) dan kayu manis (Cinnamomun

zeylannicim). Vegetasi semak belukar ditemukan terutama di bagian tengah

DAS terutama di DAS Air Besar, Batu Gajah sampai daerah Kudamati,

jumlahnya ± 10% dengan pertumbuhan jelek. Tumbuhanya semak belukar ini

akibat penebangan hutan dengan sistim perladangan berpindah-pindah

pada masa lalu. Di samping itu terbakarnya semak belukar dari tahun ke

tahun (sengaja atau bencana alam) tidak memberi kesempatan untuk

32

tumbuhnya tanaman pohon-pohon, melainkan semakin memberi

kesempatan meluasnya semak belukar. Pada umumnya bentuk vegetasi yang

ditemukan pada bentuk penggunaan lahan ini, adalah paku kawat

(Equistentum debile), kayu bunga (Melastoma, sp), kayu putih (Melaleuca

lecadendron), alang-alang (Impreta cilindria) dan beberapa jenis rumput-

rumputan yang tidak merambat.

Desa Urimesing

Desa Urimesing memiliki 192 buah dusung dati dan pusaka berdasarkan

register dati tanggal 26 Mei 1814. Rincian hak pemilik dusung dati sesuai dengan

register 26 Mei 1814 adalah 65 dusung negeri, 29 dusung dati perintah/raja dan

127 dusung dati yang dikuasai oleh 7 kepala dati masing-masing :

1. Jacob Wattimena 14 dusung dati

2. Marthen Janaren 9 dusung dati

3. Zadrach Wattimena 11 dusung dati

4. Corneles Samaleleway 11 dusung dati

5. Paulus Matiluseny 15 dusung dati

6. Amos Salakay 16 dusung dati

7. Stevanus Wattimena 30 dusung dati

Ditambah dengan sejumlah dusung pusaka yang telah menjadi milik warga

tertentu. Dusung pusaka adalah dusung yang merupakan hak bersama dari

kelompok ahli waris yang mereka peroleh melalui warisan. Hak pemilikan dusung

dati ini ada sebelum tahun 1814. Kemudian pada masa peralihan Pemerintah

Inggris dirasa perlu untuk menata kelompok kerja dengan hak-hak pemilikannya

agar dengan mudah dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pemerintah pada waktu

itu. Kemudian oleh pemerintah Belanda dilakukan registrasi di Pulau-pulau Lease

dan pulau Ambon tahun 1883 dengan batas-batas yang jelas tetapi tidak tuntas

(Godlief pada artikel Ziwar Effendi,1997).

Valentyn F. dalam bukunya ”Oud en nieuw India II” hal 184 : Dati adalah

Hoofdienst dimana pada bulan dilaksanakan pelayaran Hongi (Hongi Tohten)

setiap tumah tangga diwajibkan menyerahkan seorang laki-laki untuk selama

lebih kurang 1 (satu) bulan kepada VOC untuk melaksanakan tugas pelayaran

33

Hongi tanpa usaha (imbalan). Sedangkan menurut Reidel G.E.F mengartikan

sebagai petak tanah yang dibagi-bagikan kepada orang kuat kerja (weebaar) atau

kepala rumah tangga dengan syarat harus hongi. Sehingga menurut G.A.Adries

(2009) yang dimaksud dengan tanah dati adalah sebidang tanah negeri yang

diberikan negeri kepada salah satu cabang keluarga yang pernah berjasa bagi

negeri sebagai suatu unit produksi yang berfungsi menjamin keberlangsungan

kehidupan ekonomi dari cabang keluarga tersebut menurut garis keturunan

bapanya, dengan ketentuan bahwa anak perempuan yang tidak menikah juga

berhak ”Makan Dati” (menikmati hasilnya juga) oleh karena anak wanita masih

memikul nama keluarga ayah (Holleman 1923,12.70).

Hak pemilikan dusun dati adalah hak kelompok (dati artinya kelompok

kerja), bukan perorangan. Dusung dati memiliki 2 (dua) hak kepemilikan yaitu

hak penguasaan tanaman (usaha) adalah pemegang dusung dati dan hak petuanan

adalah hak saniri negeri/desa. Pada tanggal 1 Juni 1923 hak dati dihapuskan. Hak

dati atas dusung-dusung dati tidak lagi diatur secara jelas sehingga dusung

tersebut dimiliki oleh dati yang kemudian menjadi persoalan negeri/desa dengan

pemilik dati-dati tersebut. Hingga saat ini, penguasaan lahan dusung di desa ini

tetap dikuasai oleh keluarga-keluarga pemegang hak dati tersebut dan diakui oleh

Pemerintah Desa.

Desa Amahusu

Hingga era tahun 1970-an, dalam melaksanakan pemerintahan desa istilah-

istilah adat masih digunakan. Misalnya pemimpin pemerintahan adalah Raja

(Kepala Desa) dan dibantu oleh staf pemerintahan seperti Kapitang, Kepala

kewang, Marinyo kemudian perkumpulan pemuda-pemudi yang disebut Jujaro-

mungare yang dipimpin oleh Kepala Jujaro-mungare. Selain itu terdapat juga

lembaga musyawarah desa yang disebut Saniri Negeri.

Sejak tahun 1980-an, Desa Amahusu memiliki sistem Pemerintahan yang

telah menyesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dimana

istilah-istilah seperti Raja (Kepala Pemerintahan Desa/Negeri), Saniri Negeri

(Lembaga Musyawarah Desa/Negeri) beserta staf desa/negeri antara lain

Kapitang, Marinyo, Kepala Kewang yang sudah tidak dipergunakan.

34

Sebagai desa adat, masyarakat Desa Amahusu juga memiliki kemiripan

dengan desa-desa adat yang terdapat di Kota Ambon. Hal ini dapat dilihat dari

istilah kemasyarakatan seperti soa, marga (asli dan pendatang) dan dusun dati

seperti halnya desa Urimesing.

Istilah Soa diartikan sebagai bentuk kekerabatan genealogis dalam batas

territorial tertentu. Pada masyarakat Desa Amahusu terdapat tiga soa yaitu : Soa

Wakkang, Soa Westopong dan Soa Nahel dimana saat ini ketiga soa tersebut telah

berubah nama menjadi dusun yaitu dusun Wakkang, dusun Westopong dan dusun

Nahel. Marga asli desa Amahusu antara lain Silooy, de Costa, Matitaputi,

Mainake, Soplanit, Tomasila, Akioar, Tahalele, Nussy dan Pupela yang memiliki

hak atas beberapa dusung dati.

Masyarakat masih memiliki ketergantung pada HLGN, penggarapan

kawasan hutan berdasarkan sistem dusung tetap diberlakukan dan diakui oleh

Pemerintah. Secara de jure adalah hak pemerintah namun secara de facto adalah

hak masyarakat. Untuk itulah maka sangat diperlukan aspek partisipasi dalam

pengelolaan kawasan ini.

Sebelum tahun 1996, kawasan HLGN adalah sebuah kawasan hutan yang

sebagai besar (18,75%) telah dijadikan pemukiman dimana terdapat 2 desa di

dalamnya yaitu desa Amahusu dan Urimesing dengan sejumlah dusung yang telah

dikelola secara bertahun-tahun oleh masyarakat. Tidak semua kawasan hutan

lindung di kota Ambon dimanfaatkan sebagai dusung hanya 54,02 % dari

keseluruhan luas kawasan hutan (BAPEDA kota Ambon, 2007). Kemudian pada

tahun 1996 kawasan ini ditetapkan sebagai hutan lindung berdasarkan keputusan

Menteri Kehutanan Nomor : 430/KPTS-II/1996 tentang Penetapan kelompok

hutan lindung gunung Sirimau seluas 3.449 hektar dan kelompok hutan Gunung

Nona seluas 877,78 hektar yang terletak di Kotamadya Ambon, Provinsi Daerah

Tingkat I Maluku, sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi hutan lindung.

Penetapan ini diberlakukan karena HLGN memiliki fungsi sebagai daerah resapan

air bagi masyarakat kota Ambon.

Banyak kebutuhan masyarakat, seperti kayu bakar, makanan ternak,

terutama air bersih dan lain-lain yang berasal dari hutan tersebut. Pemerintah telah

berupaya menegakkan hukum dengan mengosongkan hutan tersebut dari aktivitas

35

masyarakat dan melibatkan masyarakat dalam aktivitas pengelolaan kawasan

seperti kegiatan reboisasi namun peran aktif masyarakat masih sebatas

keterlibatan dalam proyek tertentu dan perlindungan mereka terhadap kawasan

dusungnya. Saat ini, keterlibatan masyarakat dalam sistem pengelolaan hutan

dengan membentuk Kelompok tani yang dikhususkan untuk memelihara berbagai

jenis tanaman reboisasi.

Keberadaan HLGN seluas sekitar 877,78 ha di Provinsi Maluku ini

memiliki arti yang sangat penting dan strategis ditinjau dari aspek ekologi dan

lingkungan hidup serta aspek pembangunan sosial ekonomi Provinsi Maluku,

antara lain: (1) sebagai kawasan pelestarian alam yang diperlukan untuk

perlindungan sistem penyangga kehidupan, untuk pengawetan keanekaragaman

jenis tumbuhan dan satwa (plasma nutfah) serta pemanfaatan sumberdaya hayati

dan ekosistemnya secara lestari, (2) sebagai daerah tangkapan air bagi Kota

Ambon, yang dalam hal ini sangat penting artinya dalam menjaga siklus tata air,

menangkap, menyimpan dan menyediakan air permukaan dan air bawah tanah,

serta menjaga kestabilan lingkungan dari bahaya kekeringan, banjir dan tanah

longsor; dan (3) sebagai penyedia berbagai jasa lingkungan bagi wilayah di

sekitarnya, serta menunjang budidaya pertanian, peternakan, perkebunan, dan

perikanan (Dinas Kehutanan Propinsi Maluku, 2006).

Pengelolaan kawasan ini dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan

kota Ambon bersama BAPEDA kota Ambon serta dikoordinasikan dengan Dinas

Kehutanan Provinsi Maluku serta BPDAS Waihapu Batumerah. Berbagai pihak

pun dilibatkan dalam pengelolaan kawasan HLGN ini antaralain berbagai

lembaga swadaya masyarakat baik nasional maupun internasional dan beberapa

universitas di kota Ambon, dengan tujuan meningkatkan fungsi kawasan dan

kelestariannya serta peningkatan peran serta masyarakat sekitarnya.

Berdasarkan uraian diatas maka terurai beberapa pembelajaran (lesson

learn) bagi pengembangan penelitian ini yaitu :

1. Mengidentifikasi dan mendiskripsikan peran partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan dusung saat ini yang akan berguna mendukung upaya

perlindungan kawasan HLGN.

36

2. Mendiskripsikan pembelajaran dari kerjasama yang diperlihatkan oleh

berbagai pihak (stakeholder) dalam pengelolaan kawasan HLGN.