KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi oleh proses menjadi tua. Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut. B. Tujuan 1. Mengetahui definisi diabetes mellitus 2. Mengetahui gambaran klinis diabetes mellitus pada lansia 3. Mengetahui asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita diabetes mellitus

Transcript of KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

Page 1: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti

halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan

berakhir dengan kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran

kesehatannya kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat

penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir semua produksi dan pengeluaran hormon

dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi oleh proses menjadi tua.

Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi

luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai

penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.

B. Tujuan

1. Mengetahui definisi diabetes mellitus

2. Mengetahui gambaran klinis diabetes mellitus pada lansia

3. Mengetahui asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita diabetes

mellitus

Page 2: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

BAB II

TINJAUN TEORI

A. Pengertian

Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi

insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah

(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis

yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif

dan atau adanya gangguan fungsi insulin.

Diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai

kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan komplikasi kronik.

(Mansjoer, 2000 dalam buku Kapita Selekta Kedokteran hal 580).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002

dalam buku Ilmu Penyakit Dalam hal 1220).

B. Etiologi

Menurut Brunner & Suddarth dalam buku Keperawatan Medikal Bedah hal. 1225,

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin

pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetic diperkirakan memegang

peranan penting dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-

faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Factor-

faktor ini adalah :

1. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas umur 65 tahun)

2. Obesitas

3. Riwayat keluarga

Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi

terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas

glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.

Page 3: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas

fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan,

disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih

dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat

dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan

insulin terutama pada post reseptor.

Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena

mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan

laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes

mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke

dalam dua besar :

1. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi

pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan

baik).

2. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol,

dan lain-lain.)

3. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab

terjadinya diabetes mellitus.

4. Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda

dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan,

perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering

merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan

anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari

proses penuaan itu sendiri.

C. Klasifikasi diabetes melitus tipe II

Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin

relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.

Karakteristik DM tipe II :

a. Sukar terjadi ketoasidosis

b. Pengobatan tidak harus dengan insulin

Page 4: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

c. Onset lambat

d. Gemuk atau tidak gemuk

e. Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun

f. Tidak berhubungan dengan HLA

g. Tidak ada antibodi sel Islet

h. 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

D. Patofisiologi

Menurut Sudoyo, 2006 dalam buku Ilmu Penyakit Dalam hal 1916. Timbulnya

resistensi insulin pada usia lanjut disebabkan oleh 4 faktor yaitu pertama adanya

perubahan komposisi tubuh. Penurunan jumlah masa otot dari 19% menjadi 12%,

disamping peningkatan jumlah lemak 14% menjadi 30%, mengakibatkan menurunnya

jumlah serta sensitivitas reseptor insulin. Faktor yang kedua adalah turunnya aktivitas

yang akan mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang akan mengakibatkan

penurunan jumlah reseptorinsulin yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan

translokasi GLUT-4 juga menurun, kedua hal tersebut akan menurunkan baik kecepatan

maupun jumlah ambilan glukosa. Ketiga perubahan pola makan pada usia lanjut yang

disebabkan oleh berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan makanan

karbohidrat akan meningkat. Faktor ke empat adalah perubahan neuro-harmonal,

khususnya insulin-like growth factor-1(IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS)

plasma. Konsentras IGF-1 serum turun sampai 50% pada usia lanjut. Penurunan hormon

ini akan mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas

reseptor insulin serta menurunnya aksi insulin. Hal ini didasarkan atas percobaan in vitro

serta in vivo bahwa IGF-1meningkat baik ambilan glukosa maupun kecepatan oksidasi.

Demikian pula konsentrasi DHEAS tersebut ada kaitannya dengan kenaikan lemak tubuh

serta turunnya aktivitas fisik. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan

bahwa penurunan DHEAS mempunyai hubungan terbalik dengan tingginya konsentrasi

insulin plasma puasa. Keempat faktor diatas menunjukkan bahwa kenaikan kadar glukosa

darah pada usia lanjut karena resistensi insulin.

Page 5: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

Menurut Brunner & Suddarth dalam buku Keperawatan Medikal Bedah hal.1223,

Pada lansia dengan diabetes tipe II terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan

insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan

terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin

dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa dalam

sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini.

Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa

oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam

darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita

toleoleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan,

dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.

Namun demikian, jiak sel sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan

akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu

memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah

suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada

maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di

pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.

Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin

normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang

sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi

meningkat.

Page 6: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

C. Pathway

OBESITAS RESEPTOR INSULIN PROSES PENUAAN

> NUTRISI

Jaringan lemak(14 → 30 %)

Sensitivitas reseptor insulin

GLUT-4 & IGF 1 ( 50 %)

Ambilan Glukosa Plasma

Glukosa Plasma

aktivitas

massa otot

Penyimpana glukosa di otot

Maksovaskuler Mikrovaskuler

SerebralJantung Ekstremitas

AMI STROKE GANGREN

Gangguan Integritas Kulit

Retina

Retinopati Diabetikum

Resiko Injury/cedera

glukagon

glukoneogenesis

Resiko Gangguan nutrisi kurang dari

kebutuhan

Sel Beta Pankreas produksi insulin

Kelelahan pada sel beta pankreas

Viskositas

Trombosis

Aterosklesoris

Page 7: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

E. Manifestasi Klinis

Menurut Sudoyo,2000 dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam hal 1917, Keluhan

umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak ada.

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan

dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.

Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi

adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada

stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat

komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.

Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga

gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi

yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena

katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka

pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :

penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan. Penatalaksanaan

secara medis adalah sebagai berikut:

1. Obat Hipoglikemik oral

a. Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas

Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat

golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat

golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel

beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan

berat badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari kelompok ini adalah:

1) Glibenklamida (5mg/tablet).

2) Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).

3) Glikasida (80 mg/tablet).

4) Glikuidon (30 mg/tablet).

Page 8: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

b. Golongan Biguanid / Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan

glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada

pasien dengankelebihan berat badan.

c. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase

Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan,

sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien

dengan kadar gula puasa yang masih normal.

2. Insulin

a. Indikasi insulin

Injeksi insulin diberikan kepada penderita DM tipe II yang kehilangan berat

badan secara drastis dan tidak berhasil dengan penggunaan obat – obatan anti DM

dengan dosis maksimal, atau mengalami kontra indikasi dengan obat – obatan

tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dan asidosis laktat, stress

berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil dengan gejala

DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet.

b. Jenis Insulin

1) Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan

semilente.

2) Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral Protamine

Hagerdon)

3) Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)

Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai berikut :

1. Diet

Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun

telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien

tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu diet

seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan

12 % protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah

agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi

Page 9: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak

konsumsi serat.

2. Olahraga

Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin

bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,

memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan

olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang

berat – berat.

3. Terapi obat

Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil

mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis

maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang

memuaskan, maka insulin dapat digunakan.

4. Pendidikan

Pendidikan dan penelitian mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi pasien

diabetes, yang bertujuan menunjang perubahan prilaku untuk meningkatkan

pemahaman pasien tentang penyakit DM, yang diperlukan untuk mencapai

keadaan sehat yang optimal. Penyuluhan sjuga sangat diperlukan agar pasien

mematuhi diet.

G. Pemeriksaan Diagnostik

Glukosa darah sewaktu

1. Kadar glukosa darah puasa

2. Tes toleransi glukosa

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi

75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/Cl

Page 10: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

H. Komplikasi

Menurut Brunner & Suddarth dalam buku Keperawatan Medikal Bedah hal 1267,

Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk

dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan

hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam

komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia,

dan hipertensi.

1. Komplikasi akut

a. Diabetes ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat

pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat

sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi

( penyakit)

2. Komplikasi kronis:

a. Retinopati diabetic

Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.

Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah

retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah

baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan

dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan

ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.

b. Nefropati diabetic

Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang

nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.

Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.

Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.

c. Neuropati

Neuropati dalam diabetes mengacu kepada sekelompok penyakit yang

menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom dan

spinal. Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan bergantung pada

lokasi sel syaraf yang terkena. Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu

Page 11: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

DM. neuropati diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer

dan autonomic.

d. Displidemia

Peningkatan fraksi lemak didalam darah berupa hiperkoleserol, hipertrigliserida

dan LDL meningkatan serta HDL menurun. Lima puluh persen individu dengan

DM mengalami dislipidemia.

e. Hipertensi

Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.

Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa

memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.

f. Kaki diabetic

Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan

sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki

mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan

makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,

iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.

g. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,

yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.

Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin

eksogen atau hipoglikemik oral.

Page 12: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Data Subyektif

a. Identitas

DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan umumnya

adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe DMTTI.

b. Keluhan utama

DM pada usila mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan asimtomatik

( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi minor,

kebingungan akut, atau depresi ).

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan

karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot ( neuropati

perifer ) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

e. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi

insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa

saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari

1) Aktivitas/ Istirahat :

Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

2) Sirkulasi

Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada

ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,

perubahan tekanan darah

3) Integritas Ego

Stress, ansietas

Page 13: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

4) Eliminasi

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

5) Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,

penggunaan diuretik.

6) Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,

gangguan penglihatan.

7) Nyeri / Kenyamanan

Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

8) Pernapasan

Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

9) Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Data obyektif

Pemeriksaan fisik pada Lansia

a. Sel ( perubahan sel )

Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar,

berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intrasel.

b. Sistem integument

Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan

terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan

menurunnya sel – sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki

menjadi tebal dan rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat,

rambut menipis / botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang

jumlah dan fungsinya.

c. Sistem Muskuler

Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot karena

menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.

Page 14: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

d. Sistem pendengaran

Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran timpani menjadi

altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga mengeras

karena meningkatnya keratin.

e. Sistem Penglihatan

Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon

terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan ( daya

adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya

daya akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas

pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.

f. Sistem Pernafasan

Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya

aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah

berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada

arteri tidak berganti – kemampuan batuk berkurang.

g. Sistem Kardiovaskuler

Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah

menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan darah

meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

h. Sistem Gastointestinal

Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar menurun,

asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah sehingga

sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.

i. Sistem Perkemihan

Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50

%, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang

sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria

bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih

menurun ( zoome ) karena otot – otot yang lemah, frekwensi berkemih meningkat,

kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi urin dan

pembesaran prostat (75 % usia diatas 60 tahun).

Page 15: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

j. Sistem Reproduksi

Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi

payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara

berangsur – angsur, dorongan sek menetap sampai usia diatas 70 tahun asal

kondisi kesehatan baik.

k. Sistem Endokrin

Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,

berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas tiroid sehingga

laju metabolisme tubuh ( BMR ) menurun, menurunnya produk aldusteran,

menurunnya sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen, testosteron.

l. Sistem Sensori

Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak menurun

sekitar 10 – 20 % )

B. Batasan Karakteristik

1. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan

metabolisme protein, lemak

a. Kram abdomen

b. Nyeri abdomen

c. Menghindari makan

d. Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal

e. Kerapuhan kapiler

f. Diare

g. Kehilangan rambut berlebih

h. Bising usus hiperaktif

i. Kurang makan

j. Kurang informasi

k. Kurang minat pada makanan

l. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat

m. Kesalahan konsepsi

n. Kesalahan informasi

Page 16: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

o. Membran mukosa pucat

p. Ketidakmampuan memakan makanan

q. Tonus otot menurun

r. Mengeluh gangguan sensasi rasa

s. Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (Recomemded Daily Allowance)

t. Cepat kenyang setelah makan

u. Sariawan rongga mulut

v. Steatorea

w. Kelemahan otot pengunyah

x. Kelemahan otot untuk menelan

Faktor yang berhubungan

a. Faktor biologis

b. Faktor ekonomi

c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

d. Ketidak mampuan untuk mencerna makanan

e. Ketidakmampuan menelan makanan

f. Faktor psikologis

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati

perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas

a. Kerusakan lapisan kulit

b. Gangguan permukaan kulit

c. Infeksi struktur tubuh

Faktor yang berhubungan

Eksternal

a. Zat kimia

b. Usia yang ekstrim

c. Kelembapan

d. Hipertermia

e. Hipotermia

f. Faktor mekanik misal: gaya gunting, tekanan, pengekangan

g. Medikasi

Page 17: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

h. Lembap

i. Imobilisasi fisik

j. Radiasi

Internal

a. Perubahan status cairan

b. Perubahan pigmentasi

c. Perubahan turgor

d. Faktor perkembangan

e. Kondisi ketidakseimbangan nutrisi misal: obesitas, emasiasi.

f. Penurunan imunologis

g. Penurunan sirkulasi

h. Kondisi gangguan metabolik

i. Gangguan sensasi

j. Tonjolan tulang

3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi

a. Penyakit kronis meliputi: diabetes melitus, obesitas

b. Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan patogen

c. Pertahanan tubuh primer yang adekuat meliputi:

1) gangguan peristalsis

2) kerusakan integritas kulit ( pemasangan kateter intravena, prosedur invasif)

3) Perubahan sekresi ph

4) Penurunan kerja siliaris

5) Pecah ketuban dini

6) Pecah ketuban lama

7) Merokok

8) Stasis cairan tubuh

9) Trauma jaringan (misal: trauma, destruksi jaringan)

Page 18: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

d. Ketidak adekuatan pertahanan sekunder

1) Penurunan hemoglobin

2) Imuno supresi ( misal: imunitas didapat tidak adekuat, agens pharmaseutikal

termasuk imuno supresan, steroid, anti body, monoklonal, imuno modulator)

3) Leukopenia

4) Supresi respon inflamasi

e. Toksinasi tidak adekuat

f. Pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat

1) Wabah

g. Prosedur infasif

h. Mal nutrisi

4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan

a. Gangguan kognitif (misal: demensia, psikosis)

b. Tingkat perkembangan (bayi, lansia)

c. Pemajanan pada suhu ekstrim

d. Keletihan

e. Supervisi tidak adekuat

f. Tidak perhatian

g. Intoksikasi (alkohol, obat)

h. Kurang pengetahuan (pasien, pemberi asuhan)

i. Kurang pakaian pelindung (misal: pakaian libur, sarung tangan, penutup telinga

yang tahan api)

j. Kerusakan neuromuskular (misal: struk, sklerosis lateral, amiotrofik, sklerosis

multipel)

k. Neuropati

l. Merokok

m. Efek samping terkait pengobatan (misal: agens pharmaseutikal)

n. Lingkungan tidak aman

Page 19: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

C. Analisa Data

No. Data Fokus Etiologi Masalah

1 S : kelelahan, anoreksia, mual muntah

O: BB menurun, kulit keriput dan

kering

Peningkatan

glukoneogenesis Gangguan nutrisi

2 S : rasa kesemutan pada tungkai

O : luka pada kaki

Penurunan sirkulasi

perifer

Gangguan integritas

kulit

3 S : penglihatan tidak jelas/ buram,

O : sfingter pupil timbul sklerosis dan

hilangnya respon terhadap sinar, lensa

menjadi keruh, menurunnya lapang

pandang

Trombosis pada

mikrovaskulerResiko cidera

D. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan

metabolisme protein, lemak.

b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati

perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.

c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.

d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

e. Intervensi Keperawatan

Page 20: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi

1 Gangguan nutrisi : kurang

dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan

peningkatan metabolisme

protein, lemak

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x24 jam di

harapkan kebutuhan nutrisi

dapat terpenuhi dengan

kriteria hasil : BB stabil

O : Timbang BB

N : membantu atau

menyediakan asupan

makanan dan cairan diet

seimbang

E :

berikan informasi

yang tepat tentang

kebutuhan nutrisi

dan bagaimana

memenuhinya

Batasi asupan

Glukosa, lemak /

kolesterol

C : diskusikan dengan ahli

gizi dalam menentukan

kebutuhan nutrisinya.

2 Gangguan integritas kulit

berhubungan dengan

perubahan status metabolik

(neuropati perifer) ditandai

dengan gangren pada

extremitas.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x24 jam

diharapakan tidak terjadi

komplikasi, dengan kriteria

hasil : perluasan luka ke

jaringan di bawah kulit

berkurang

O : observasi luka pada

setiap mengganti balutan

N : lakukan perawatan luka

atau perawatan kulit secara

rutin

E : ajarkan pasien

perawatan luka

C : konsultasikan pada

dokter tentang implementasi

pemberian makanan dan

nutrisienteral atau parenteral

untuk meningkatkan potensi

penyembuhan luka

Page 21: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

3 Resiko terjadi injury

berhubungan dengan

penurunan penglihatan

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x24 jam

diharapakan resiko cidera

menurun dengan criteria

hasil : keamanan personal,

pengendalian resiko dan

lingkungan rumah yang

aman

O : identifikasi factor

lingkungan yang

memungkinkan resiko

terjatuh

N :

memantau dan

memanipulasi

lingkungan fisik

untuk mempasilitasi

keamanan

Bantu ambulasi

pasien jika perlu

E : berikan materi edukasi

yang berhubungan dengan

strategi dan tindakan untuk

mencegah cidera

C : Kolaborasi dalam

modifikasi lingkungan (ex :

pencahayaan)

BAB V

PENUTUP

Page 22: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

A. Kesimpulan

Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan

metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara

relatif kekurangan insulin. Faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada

lansia adalah Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi

insulin, Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan

perubahan vaskuler, Obesitas, banyak makan, Aktivitas fisik yang kurang, Penggunaan

obat yang bermacam-macam, Keturunan, Keberadaan penyakit lain, sering menderita

stress.

Pada DM lansia tidak terjadi poliuria, polidipsia, akan tetapi keluhan yang sering

muncul adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan

saraf. Prinsip penatalaksanaan DM lansia adalah menilai penyakitnya secara menyeluruh

dan memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya, menghilangkan gejala-

gejala akibat hiperglikemia, lebih bersifat konservatif, mengendalikan glukosa darah dan

berat badan.

Peran keluarga sangat penting dalam pencegahan terjadinya komplikasi lanjut

pada penderita diabetes terutama lansia.

B. Saran

1. Dengan mengetahui asuhan keperawatan pada penderita diabetes mellitus pada lansia

kita dapat melakukan pencegahan agar penyakit yang timbul tidak menuju keparahan

2. Pada pasien DM pada lansia kita harus mewaspadai adanya perubahan fungsi

fisiologis maupun psikologisnya untuk mengantisipasi

DAFTAR PUSTAKA

Page 23: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa

YasminAsih. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni

Made Sumarwati. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,

Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.

Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Herdman, T Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan Definisi dan

Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta : EGC.

MAKALAH KOMUNITAS II

Page 24: KOMUNITAS 1 DM LANSIA.doc

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM

ENDOKRIN

(PENGARUH PROSES MENUA PADA SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELITUS)

Dosen pengampu : Dwi Novitasari, S. Kep., Ns., Msc

Oleh :

KELOMPOK III

DENI WAHYU AGUSTINA

DESI RATNASARI

DESY LINI WAGIARTI

DWI PUJI SUSILAWATI

ELLA HERLINA

ENDANG DWI RAHAYU

ERA SETIAWATI

ESTHI WAHYUNINGSIH

KIKI ERNA DAMAYANTI

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO

UNGARAN

2015