Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

34
MAKALAH KAPITA SELEKTA FARMAKOTERAPI Komplikasi Makrovaskular pada Diabetes Melitus Disusun Oleh : Angky Glori, S.Farm. 158115130 Christina Gabriella Rawing, S.Farm. 158115134 Dui Sostales, S.Farm. 158115136 Maria Angelika Suhadi, S.Farm. 158115147 Maria Dora Cahya Sapphira, S.Farm. 158115148 Sophia Sari Asdini, S.Farm. 158115160 Yeni Mardiati Pasaribu, S.Farm. 158115165 Yulica Tumaruk, S.Farm. 158115166 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

description

3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalahpenyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, danpenyakit pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease = PVD).

Transcript of Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

Page 1: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

MAKALAH

KAPITA SELEKTA FARMAKOTERAPI

Komplikasi Makrovaskular pada Diabetes Melitus

Disusun Oleh :

Angky Glori, S.Farm. 158115130

Christina Gabriella Rawing, S.Farm. 158115134

Dui Sostales, S.Farm. 158115136

Maria Angelika Suhadi, S.Farm. 158115147

Maria Dora Cahya Sapphira, S.Farm. 158115148

Sophia Sari Asdini, S.Farm. 158115160

Yeni Mardiati Pasaribu, S.Farm. 158115165

Yulica Tumaruk, S.Farm. 158115166

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016

Page 2: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

DIABETES MELITUS

1. Definisi

Suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai

dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan

protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan

oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas,

atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin dan dapat menimbulkan

komplikasi kronik (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005, Dipiro, 2008).

2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA, 2013), klasifikasi diabetes meliputi empat

kelas klinis :

Diabetes Melitus tipe 1

Hasil dari kehancuran sel β pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut.

Diabetes Melitus tipe 2

Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif ynag menjadi latar belakang terjadinya

resistensi insulin

Diabetes tipe spesifik lain

Misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel β, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit

eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti

dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).

Gestational Diabetes Melitus

Pada beberapa pasien tidak dapat dengan jelas diklasifikasikan sebagai diabetes tipe 1 atau

tipe 2. Presentasi klinis dan perkembangan penyakit bervariasi jauh dari kedua jenis diabetes.

Kadang-kadang, pasien yang dinyatakan memilki diabetes tipe 2 dapat hadir dengan

ketoasidosis. Demikian pula, pasien dengan tipe 1 diabetes mungkin memiliki onset terlambat

dan memperlambat perkembangan penyakit walaupun memilki fitur penyakit autoimun.

Kesulitan seperti itu pada diagnosis mungkin terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa.

Diagnosis yang benar dapat menjadi lebih jelas dari waktu ke waktu.

Page 3: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

3. Komplikasi kronis

Komplikasi kronis pada diabetes disebabkan oleh tingginya konsentrasi glukosa darah dan

berperan menyebabkan morbiditas dan mortalitas penyakit. Komplikasi tersebut adalah

komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler (Corwin, 2001). Diabetes melitus kronik yang

menyebabkan terjadinya kerusakan mikrovaskuler di arteriol, kapiler dan venula serta kerusakan

makrovaskuler yang terjadi di arteri besar dan sedang.

- Komplikasi Makrovaskuler

3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah

penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan

penyakit pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease = PVD). Walaupun komplikasi

makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan

komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi,

dislipidemia dan atau kegemukan (Depkes RI, 2005).

a) Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan

kerja jantung untuk memompa darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik.

Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (ateroklerosis)

dengan resiko PJK (Corwin, 2001).

b) Peripheral Arterial Disease (PAD)

Peripheral arterial disease (PAD) adalah suatu gangguan pada pembuluh darah, dimana

terdapat sumbatan/blokade pada arteri yang berukuran besar hingga sedang, dan biasanya

menyerang tungkai kaki bagian bawah.

PAD meningkatkan insidensi terjadinya gangren pada kaki dan mengakibatkan

gangguan penyembuhan ulkus pada kaki pada penderita diabetes. Pengobatan gangren kaki yang

tidak adekuat meningkatkan prevalensi terjadinya amputasi. Amputasi dapat mengakibatkan

pasien kehilangan pekerjaan dan pendapatannya, meningkatkan ketergantungan pada keluarga,

depresi dan penurunan dari kualitas hidup pasien. Pasien dengan PAD pun memiliki risiko

kematian akibat penyakit kardiovaskular 2-4 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien tanpa

PAD (Lilly,L.S, 2007).

Page 4: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

c) Cerebrovascular Disease (CVD)

Stroke atau CVD adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan

fungsi otak fokal atau global, dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih

atau menyebabkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (WHO, 2005).

Kriteria untuk diagnosis pada DM (ADA, 2015; AACE/ACE, 2015)*

Tes Result

Confirming DM Keterangan

HbA1c ≥6.5% Jika pasien memiliki hasil tidak sama pada dua tes

(misalnya FPG vs HbA1c), maka yang lebih

tinggi dari dua nilai yang harus digunakan

Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dL (11.1

mmol/L)

Merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu

hari tanpa memperh tikan waktu makan terakhir

FPG (Kadar Glukosa Darah

Puasa)

≥126 mg/dL (7 0

mmol/L)

Puasa didefinisikan sebagai tidak ada asupan kalori

selama minimal 8 jam

TTGO (Test Toleransi

Glukosa Oral)

≥200 mg/dL (11.1

mmol/L)

OGTT dilakukan dengan standart WHO,

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75

g glukosa anhidr t dilarutkan ke dalam air

Abbreviations: HbA1c = glycosylated hemoglobin, type A1c; FPG = fasting plasma glucose;

TTGO= Test Toleransi Glukosa Oral

Pedoman Pengendalian DM, 2008.

Page 5: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

1. NONFARMAKOLOGI

a. Diet

Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal

karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengaturan diet pada diabetes adalah:

- Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal.

- Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.

- Mencegah komplikasi akut dan kronik.

- Meningkatkan kualitas hidup.

Pasien dengan DM tipe 2 lebih membutuhkan pembatasan jumlah kalori untuk menurunkan

berat badan (GroupHealth, 2013).

b. Olahraga

Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah agar tetap normal

dan mengurangi faktor risiko kardivaskular. Aktivitas fisik (olahraga) setidaknya dilakukan

setidaknya 30 menit per hari, seperti jalan santai, lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain-lain

(GroupHealth, 2013).

c. Menjaga berat badan

Penderita diabetes melitus perlu untuk mengetahui indeks masa tubuh (BMI) dengan cara :

(Berat badan (Kg)/ Tinggi badan (m) x tinggi badan (m) sehingga dapat memberikan

gambaran apakah pasien tersebut tergolong obesitas atau tidak. BMI normal adalah 18,5-22,9.

Risiko kesehatan yang serius seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, arthritis, stroke,

dan diabetes sesuai dengan meningkatnya BMI (BMI 25 atau lebih tinggi)(GroupHealth,

2013).

d. Melakukan perawatan kaki

Pasien diabetes melitus pada umumnya beresiko tinggi mengalami ulkus pada kaki yang dapat

berujung pada amputasi, oleh sebab itu penderita DM disarankan untuk menjaga kebersihan

kaki, melakukan perawatan kaki rutin, memeriksakan kaki secara teratur (GroupHealth,

2013).

e. Manajemen

Pasien penderita DM harus selalu mengecek gula darah untuk memantau gula darah agar

selalu dibatas normal (GroupHealth, 2013).

Page 6: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

IHD (Ischemic Heart Disease)

Yaitu penyakit jantung iskemik, keadaan berkurangnya pasokan darah pada otot jantung

yang menyebabkan nyeri di bagian tengah dada dengan intensitas yang beragam dan dapat

menjalar ke lengan serta rahang. Lumen pembuluh darah jantung biasanya menyempit karena

plak ateromatosa. Jika pengobatan dengan obat-obatan vasodilator tidak berhasil, operasi bypass

perlu dipertimbangkan.Penyakit jantung iskemik adalah keadaan berbagai etiologi, yang semua

mempunyai kesamaan ketidakseimbangan antara suplai dan tuntutan oksigen (Dipiro, 2008).

o TUJUAN TERAPI

1. Mengurangi dan menghindari serangan

2. Mengurangi rasa sakit pasien

3. Mengihindari komplikasi

4. Memperpanjang usia hidup

5. Meningkatkan kualitas hidup pasien

Manifestasi klinik dari IHD yang sering dijumpai adalah angina pectoris Manifestasi

klinik yang lain adalah angina stabil, angina prinzmetal, angina tak stabil, infark miokard,

Silent Myocardial Ischemic (SMI), Gagal jantung.

Tujuan terapi pasien DM dengan IHD jangka panjang adalah untuk mencegah

perkembangan penyakit komplikasi makrovasler lainnya, seperti mencegah aritmia, gagal

jantung dan PJK serta meningkatkan kualitas hidup dan terapi jangka pendeknya mengurangi

gejala angina muncul kembali.

- Terapi farmakologi yang diberikan yaitu Metformin dosis 500 mg 2 x 1 tablet seharidosis

maksimal 2550 mg dengan target glycated haemoglobin < 4,5% (IFCC methodology).

- Regimen Insulin digunakan untuk maintain kadar glukosa darah, seperti Glargine 1 x sehari

(Vnitr Lek, 2010).

- Terapi hipertensi dapat diberikan untuk mengontrol tekanan darah dan menghindari

perkembangan penyakit kardiovaskuler seperti golongan ACEi dan atau Angiotensin II

Receptor Blockers (ARBs).

- Obat golongan Nitrat seperti Sublingual nitroglycerin dengan dosis 0.3-0.4 mg dapat

Page 7: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

diberikan untuk mengurangi nyeri ketika terjadi serangan angina pectoris.

o Pengobatan IHD pada DM II

a. β-Bloker

Mengurangi laju jantung, mengurangi kontraktilitas dan menurunkan tekanan darah

sehingga menurunkan kebutuhan oksigen.

- β-Adrenoreceptor bloker

Efektif pada ngina kronik sebagai monoterapi dan dikombinasikan dengan notrat dan

antagonis saluran Ca.

- Propanolol

Indikasi : Hipertensi, angina pektoris, post miokard infark, kardiak aritmia

Dosis :

b. Nitrat

Berefek dilatasi pembuluh darah, mengurangi kebutuhan oksigen miokardial. Untuk

mencegah terjadinya serangan akibat stress dan aktifitas berat atau untuk profilaksis

jangka panjang.

- Merupakan pilihan pertama pada pasien angina fase terminal

- Biasanya dikombinasikan dengan β-Bloker atau antagonis saluran Ca.

Ex : Nitrogliserin, Isosorbide dinitrat

Indikasi : Angina pektoris, gangguan angina setelah infark miokard, pencegahan

penyakit angina pektoris pada penyakit koroner menahun.

Page 8: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

c. Antagonis Saluran Ca

Menyebabkan vasodilatasi arteriol dan arteri koroner, memperlambat laju jantung

sehingga mencegah spasme arteri koroner.

Ex : verapamil, diltiazem, nifedipin

Dikombinasikan dengan β-Bloker untuk mencegah terjadinya takikardia.

Verapamil

Diltiazem HCl

Indikasi : Angina pektoris, Angina varian, hipertensi

toris / varian 30 mg 3 x sehari

Page 9: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

Nifedipine

d. Obat Anti Platelet

Aspirin dosis rendah. Aspirin adalah penghalang paling potent terhadap produksi platelet

tromboksan

TERAPI NON FARMAKOLOGI :

1. Menjaga pola hidup sehat

2. Olahraga ringan minimal 2 kali seminggu

3. Hindari merokok dan alkohol

4. Kurangi makanan tinggi gula dan lemak

HIPERTENSI

PENGERTIAN HIPERTENSI

Hipertensi adalah tekanan darah yang naik secara terus-menerus (persistensi). Hipertensi

merupakan komorbiditas diabetes yang umum terjadi yang mempengaruhi mayoritas pasien,

dengan prevalensi tergantung pada jenis diabetes, usia, obesitas, dan etnis. Hipertensi merupakan

Page 10: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

faktor risiko utama untuk CVD dan komplikasi mikrovaskuler (American Diabetes Association,

2015).

KLASIFIKASI: ESH/ESC; JNC VII/VIII

TUJUAN TERAPI (TARGET TEKANAN DARAH)

Tekanan darah sistolik (SBP) pasien diabetes dengan kompikasi hipertensi harus <140

mmHg, atau lebih rendah <130 mmHg untuk pasien yang berusia muda

Tekanan darah diastolik <90 mmHg, atau lebih rendah <80 mmHg untuk pasien yang

berusia muda.

(American Diabetes Association, 2015).

TREATMENT

1. Non Farmakologi

Page 11: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

Semua pasien dengan hipertensi harus memodifikasi gaya hidup. Modifikasi yang telah terbukti

menurunkan BP tercantum pada Tabel 13-4.

diet yang kaya buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak dan lemak total. Hal ini

dianjurkan oleh JNC 7 sebagai diet yang wajar dan layak, yang disarankan adalah kurang dari

2,4 g (100 mEq) natrium per hari. Pasien harus menyadari berbagai sumber natrium

(misalnya, daging olahan, sup, dan garam meja)

Penggunaan alkohol berlebihan dapat menyebabkan atau memperburuk hipertensi.

aktivitas fisik dapat menurunkan BP. Latihan aerobik teratur selama minimal 30 menit sehari

hampir setiap hari dalam seminggu Penelitian telah menunjukkan bahwa latihan aerobik,

seperti jogging, berenang, berjalan, dan bersepeda, dapat mengurangi BP. Pasien harus

berkonsultasi dengan dokter mereka sebelum memulai program olahraga

Berhenti merokok karena merokok adalah faktor risiko utama untuk penyakit jantung.

Edukasi:

Memberitahu pasien agar menjalankan pola hidup sehat seperti olahraga teratur 30 menit setiap

hari, kurangi makanan berlemak. Banyak konsumsi sayuran dan buah-buahan, mengurangi

asupan garam, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Selain itu pasien juga harus

mengurangi stress. Edukasi pasien juga untuk mengukur atau mengontrol tekanan darah di

rumah.

2. Farmakologi

Terapi farmakologi untuk pasien diabetes dengan kompilikasi hipertensi adalah ACE

inhibitor atau ARB (Angiotensin Receptor blocker).

Multiple-drug therapy yeitu diuretik tiazid dan ACEi atau ARB pada dosis maksimal,

untuk mencapai target tekanan darah

Jika ACEi, ARB, atau diuretik digunakan, serum kreatinin, eGFR (estimated glomerular

filtration rate) harus dimonitor.

Pada ibu hamil yang menderita diabetes dan hipertensi, target tekanan darahnya 110-

129/65-79 mmHg.

ACEi dan ARB kontraindikasi pada ibu hamil.

Page 12: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

Antihipertensi yang aman dan efektif untuk ibu hamil adalah methyldopa, labetalol,

diltiazem, clonidine dan prazosin.

Page 13: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

a. Angiotensin-Converting enzyme inhibitors

Mekanisme

memblok konfersi angiotensin I ke angiotensin 2 (vasokontriksi dan stimulator sekresi

aldosteron). ACEi juga memblok rusaknya bradikinin dan menstimulasi sintesis substansi

yang bisa menyebabkan vasodilatasi termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin.

Efek samping

hipotensi, ACEi menurunkan aldosteron dan dapat meningkatkan konsentrasi potasium

serum. Hiperkalemia muncul pada pasien dengan CKD atau yang sedang menggunakan

suplemen potasium, ARBs atau direct inhibitor renin. Gagal ginjal akut adalah efek

samping yang jarang terjadi tapi serius. GFR menurun pada pasien yang menerima ACEi

karena penghambatan vasokonstriksi angiotensin II pada arteriol eferen. Serum kreatini

sering mengalami peningkatan. Angioedema muncul pada 1% pasien. Batuk kering muncul

pada 20% sampai lebih pada pasien dan dikarenakan penghambatan merusaknya

bradikinin. ACEi kontraindikasi dengan wanita hamil.

Dosis: Dosis awal harus rendah dengan titrasi dosis yang pelan.

Page 14: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

b. Angiotensin II Receptor Blockers

Mekanisme

memblok reseptor angiotensin II sub tipe 1 yang memediasi terjadinya vasokonstriksi,

pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon antidiuretik, konstriksi

arteriola eferen pada glomerulus. ARB tidak memblok bradikinin (mediator vasodilatasi)

sehingga vasodilatasi dapat terjadi.

Efek samping

insufisiensi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi ortostatik. ARB kontraindikasi pada wanita

hamil.

Dosis

c. Calcium Channel Blokers

Mekanisme

CCB menyebabkan relaksasi otot jantung dan otot halus dengan menghambat voltage-

sensitive calcium channels, sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke

dalam sel. Hal ini menyebabkan vasodilatasi dan penurunan BP.

Efek samping

Diltiazem dan verapamil dapat menyebabkan kelainan konduksi jantung seperti

bradikardia, AV blok, dan HF. Keduanya dapat menyebabkan anoreksia, mual, edema

perifer, dan hipotensi. Verapamil menyebabkan sembelit pada 7% pasien, dihidropiridin

menyebabkan peningkatan refleks baroreseptor yang dimediasi denyut jantung karena efek

Page 15: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

vasodilatasi perifer yang kuat. Dihidropiridin tidak menurunkan AV simpul konduksi dan

tidak efektif untuk mengobati takiaritmia supraventrikuler. Short-acting nifedipine jarang

dapat meningkatkan frekuensi, intensitas, dan durasi angina berkaitan dengan hipotensi

akut. Efek ini dapat dihindarkan dengan menggunakan formulasi lepas lambat dari

nifedipine atau dihidropiridin lainnya. Sisi lain efek dihidropiridin adalah pusing, flushing,

sakit kepala, hiperplasia gingiva, dan edema perifer.

Dosis

Page 16: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

d. Diuretik

Mekanisme

menghambat reabsorpsi natrium di tubulus distal di ginjal, mengakibatkan peningkatan

ekskresi air dan natrium, ion kalium, dan hidrogen dan juga mengurangi volume plasma,

volume cairan ekstraseluler, dan cardiac output.

Efek samping

Hipokalemia, hiperurisemia, hiperglikemia, disfungsi ereksi, trombositopenia dan ruam

kulit

Dosis

Page 17: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

e. β Blocker

Mekanisme

secara kompetitif memblok reseptor -adrenergik yang terletak di miokardium. Akibat dari

penghambatan ini denyut jantung, kontraktilitas miokardial, tekanan darah menurun, dan

juga mengurangi kebutuhan oksigen miokardial. Penurunan denyut jantung meyebabkan

peningkatan waktu diastolik, sehingga meningkatkan perfusi ventrikular dan arteri koroner.

Generasi pertama beta blockers seperti propanolol merupakan beta bloker non selektive,

yang mana propanolol memblok reseptor beta 1 dan beta 2 dan akan mempengaruhi

jantung, ginjal, paru-paru, saluran pencernaan, hati, uterus, otot polos dan otot skeletal

dan memberikan efekpenurunan cardiac output, mengurangi output renal dan lain-lain.

Generasi kedua beta blokers seperti metoprolol, acebutolol hydrochloride, bisoprolol

fumarate, esmolol hydrochloride merupakan beta bloker selektive yang memblok hanya

beta 1 reseptor dan mempengaruhi jantung yang mana menurunkan cardiac output.

Beta bloker seperti pindolol, penbutolol sulfate, acebutolol hydrochloride berbeda dengan

yang lainnya karena mereka memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA), yang

berarti mereka meniru efek dari epinefrin dan norepinefrin (menyebabkan aktivitas pada

sistem saraf simpatik yaitu respon adrenergik) dan dapat menyebabkan meningkatkan

tekanan darah dan denyut jantung. ISA memiliki efek yang kecil dalam mengurangi

resting cardiac output dan denyut jantung, dibandingkan dengan obat yang tidak

Page 18: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

memiliki ISA. Manfaat dari ISA belum sering dibuktikan tetapi penelitian mengatakan

bahwa beta bloker tanpa ISA mengurangi morbiditas dan mortalitas.

Efek samping :hipotensi, gagal jantung akut, bradikardi, dan heart block.

Dosis

f. Alternatif Antihipertensi

Page 19: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

Peripheral Arterial Disease (PAD)

Penyakit Diabetes melitus merupakan degeneratif yang memerlukan penanganan

yang tepat dan serius karena jika tidak maka akan berdampak pada komplikasi penyakit

serius lainnya seperti Peripheral Arterial Disease (PAD). Penyakit arteri perifer (PAD)

juga dikenal dengan penyakit pembuluh darah periver (PVD). PAD berkembang paling

sering sebagai akibat dari aterosklerosis atau pengerasan arteri, yang terjadi ketika

kolesterol dan jaringan parut terbentuk, membentuk zat yang disebut plak dalam arteri.

Salah satu PAD adalah gangrene diabetic.

a.) Pengertian Gangrene diabetic

Gangrene diabetic adalah suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

kematian jaringan yang diakibatkan karena penghentian supply darah ke organ.

Hambatan dalam aliran darah menyebabkan jaringan kekurangan nutrisi sehingga sel

kehilangan kemampuan / fungsinya / mati. Penyakit ini sering sering terjadi pada

bagian tubuh yang terendah terutama pada bagian kaki.

Gejala gangrene diabetic yaitu daerah akral tampak merah dan terasa hangat

akibat peradangan dan terdapat lesi. Menurut berat ringannya lesi dibagi menjadi 5

derajat. Pada derajat 0 kulit utuh tetapi ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati.

Pada derajat 1 terdapat tukak superficial. Derajat 2 tukak menjadi lebih dalam.

Derajat 3 tukak lebih dalam disertai abses dengan kemungkinan selulitis dan atau

osteomyelitis. Derajat 4 terjadi gangrene jari dan derajat 5 terjadi gangrene kaki.

Gangrene adalah kondisi yang sangat serius. Arteri tersumbat oleh plak sehingga

terjadi penurunan aliran darah ke kaki, yang dapat mengakibatkan rasa sakit saat

berjalan, dan akhirnya terjadi gangrene dan dapat diamputasi. Risiko terjadinya PAD

meningkat pada orang yang memiliki riwayat DM-2. PAD adalah kondisi yang mirip

dengan penyakit arteri coroner (penyumbatan di arteri yang berfungsi pemasok darah

ke otot jantung). Namun, pada PAD arteri yang tersumbat adalah arteri yang berada

diluar jantung, seperti lengan, perut dan paling sering di kaki. Penumpukan lemak

dilapisan dalam dinding arteri membuat saluran mengecil sehingga menghalangi

aliran darah dan bahkan dapat menghentikan aliran darah. Kondisi ini dapat

menyebabkan nyeri, terutama saat berjalan serta luka di kaki yang lambat sembuh.

Page 20: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

Pasien dengan kondisi diabetes dapat meningkatkan risiko terjadinya PAD, selain

itu kondisi lain yang dapat memicu PAD adalah :

1. Kegemukan

2. Aktivitas fisik

3. Merokok

4. Hipertensi

5. Kolesterol tinggi

6. Riwayat keluarga

Semua faktor risiko yang telah disebutkan dapat dikendalikan untuk

meminimalkan kemungkinan pengembangan PAD. Pada penderita diabetes, hal

yang perlu diperhatikan adalah menjaga kadar glukosa darah senormal mungkin,

pengaturan aktivitas fisik, penggunaan alas kaki, mengkonsumsi obat hal ini

bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup.

b.) Patologi

The American Diabetes Association baru-baru ini mengeluarkan pernyataan

konsensus tentang epidemiologi, patofisiologi, diagnosis, dan manajemen PAD pada

pasien dengan diabetes. Keadaan metabolic abnormal yang menyertai diabetes

memberikan kontribusi untuk perkembangan aterosklerosis. Perubahan

proatherogenic termasuk peningkatan peradangan pembuluh darah dan perubahan

dalam beberapa jenis sel. Peradangan merupakan faktor risiko untuk pengembangan

aterosklerosis. Peningkatan kadar C-reactive protein (CRP) berhubungan dengan

perkembangan PAD. Selanjutnya, peningkatan CRP yang abnormal menjadi faktor

risiko terjadinya PAD, CRP memiliki efek prokoagulan yang terkait dengan

peningkatan ekspresi faktor jaringan. CRP menghambat sel endotel nitrat oksida

(NO) synthase yang mengakibatkan pertumbuhan abnormal tonus pembuluh darah

dan meningkatkan plasmonigen activator inhibitor-1 yang menghambat pembentukan

plasmin fibronolitik dari plasminogen. Banyak pasien diabetes dengan PAD

menunjukan disfungsi sel endotel. Pada tubuh yang sehat, sel endotel mensintesis

NO, vasodilator kuat yang menghambat aktivasi trombosit dan migrasi sel otot polos.

Disfungsi sel endotel meningkatkan kerentanan arteri aterosklerosis.

Page 21: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

c.) Jenis Gangrene

Ada dua tipe utama gangrene, gangrene kering dan gangrene basah. Gangrene

kering umumnya terjadi pada penderita diabetes dan penyakit autoimun, gangren

kering biasanya mempengaruhi tekanan darah pada tangan dan kaki. Hal itu terjadi

ketika aliran darah ke daerah yang terkena terganggu, biasanya sebagai akibat dari

sirkulasi yang buruk. Pada tipe ini, jaringan mengering. Tidak seperti jenis lain dari

gangren, infeksi biasanya tidak hadir dalam gangren kering. Namun, gangrene kering

dapat menyebabkan gangren basah jika menjadi terinfeksi. Tidak seperti gangrene

kering, pada gangrene basah sering terjadi infeksi. Infeksi dari gangrene basah dapat

menyebar dengan cepat keseluruh tubuh sehingga mengancam nyawa jika tidak

ditangani dengan cepat.

Gangrene kering Gangrene basah

Sakit pada daerah lesi Bengkak

Daerah menjadi pucat, kebiruan dan

kemudian muncul bercak ungu yang lama-

kelamaan berubah menjadi hitam

Daerah berubah warna dari merah tua

menjadi kehitaman

Denyut tidak terasa Dingin

Bila diraba terasa kering dan dingin Basah

Terdapat garis batas pemisah Lunak

Ada jaringan nekrose berbau busuk

Page 22: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

d.) Diagnosis PAD

Screening ABI dapat digunakan untuk memastikan diagnosis, ABI adalah

pengukuran yang cukup akurat untuk mendeteksi PAD. ABI didefinisikan sebagai rasio

dari tekanan darah sistolik ankle kaki dibagi dengan tekanan darah sistolik brachial

(normal 1,00 – 1,40). Dalam PAD, tekanan darah sistolik pergelangan kaki lebih kecil dari

tekanan darah brachial. Karena ancaman utama bagi pasien diabetes dengan PAD adalah

kardiovaskuar, terapi yang utama adalah memodifikasi faktor risiko ateriosklerosis.

Diagnosis gangrene dapat menggunakan screening ABI. Meskipun pemeriksaan fisik

memberikan informasi penting, pengujian non-invasif dapat diperlukan sebagai informasi

tambahan. ABI didefinisikan sebagai rasio dari sistolik pergelangan kaki dibagi dengan

tekanan darah sistolik brachial (biasanya 1,00 – 1,40). Dalam PAD tekanan darah sistolik

pada pergelangan kaki < dari brakialis. Rendahnya nilai ABI menunjukan PAD lebih parah

Page 23: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

dan risiko kardiovaskular tinggi. Tekanan darah pada lengan dan pergelangan kaki

diperiksa menggunakan manset dan stetoskop ultrasound yang disebut doopler, kemudian

dibandingkan untuk menentukan seberapa baik darah mengalir dalam tubuh.

e.) Pengobatan Gangrene

Modifikasi faktor risiko dapat mengobati PAD. Pada penderita yang

merokok, jumlah dan durasi penggunaan tembakau korelasi langsung dengan

pengembangan dan perkembangan PAD. Berhenti merokok meningkat kelangsungan hidup

jangka panjang pada pasien dengan PAD. Metode yang efektif untuk berhenti merokok

adalah terapi pengganti nikotin dengan menggunakan antidepresan oral bupropion. Pada

penderita hipertensi, penggunaan ACEi dapat memberikan outcome yang diinginkan.

Obat untuk PAD meliputi antiplatelet, cilostazol, pentoxifylline, ethaverine,

dan prostacyclin. Aspirin dengan dosis 80 – 325 mg/hari direkomendasikan untuk semua

individu diabetes dengan umur 21 tahun. Clopidogrel, antagonis reseptor adenosine

difosfat memiliki aktivitas antiplatelet ampuh. Clopidogrel vs aspirin pada pasien dengan

risiko iskemik menunjukan risiko PAD 23,8% lebih besar pada pasien yang mengkonsumsi

aspirin dibanding dengan pasien yang mengkonsumsi clopidogrel.

Cilostazol adalah turunan quinolone yang menghambat phosphodiesterase III,

sehingga mengurangi degradasi adenosine monofosfat dan meningkatkan konsentrasi

trombosit dan pembuluh darah sehingga penghambatan agregasi platelet dan menyebabkan

vasodilatasi. Dosis yang dianjurkan adalah 50 mg PO dua kali sehari.

Pentoxifylline adalah analog teofilin dan phosphodiesterase inhibitor, terbukti

meningkatkan aliran darah di daerah iskemik dengan mengurangi kekentalan darah utuh

dan dapat meningkatkan fleksibilitas sel darah merah. Dosis yang dianjurkan 400mg

Ethaverine merupakan vasodilator perifer oral yang memiliki indikasi untuk insufisiensi

vascular perifer dengan spasme arteri. Ethaverine menyebabkan relaksasi otot polos,

dengan dosis 100-200 mg.

Naftidrofuryl merupakan vasodilator perifer yang dapat meningkatkan secara

signifikan kapasitas fungsional seorang pasien yang mengalami intermittent claudication

(rasa sakit dan / atau kram di tungkai bawah akibat kurangnya aliran darah ke otot-otot).

Obat ini diberikan pada dosis 200 mg TDS dan menunjukkan dapat mengurangi rasa sakit

atau nyeri pada saat berjalan sebanyak 37% dibandingkan dengan placebo.

Page 24: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

Trafermin merupakan Angiogenic growth factors. Obat ini merupakan sebuah

rekombinan dari Beta Fibroblast Growth Factor (BFGF). Obat ini meningkatkan proteksi

terhadap neuron-neuron dari kerusakan akibat dari stroke – termasuk kekurangan oksigen

dan glukosa. Obat ini diberikan menggunakan infuse selama 8 atau 24 jam.

Nicotinic acid derivatives merupakan terapi ajuvan ( merupakan pengobatan yang

ditambahkan untuk meningkatkan efektivitas terapi primer ) untuk peripheral vascular

disease. Nicotinic acid merupakan agen vasodilator dan berguna pada kondisi

vasospastic. Rekomendasi penggunaan dosis adalah 100-150 mg PO, diberikan sebanyak

3-5 kali sehari.

Ginkgo Biloba (Indigenous drugs )merupakan produk herbal atau dietary

supplement. Obat ini dapat mengurangi rasa sakit atau nyeri pada pasien dengan PVD

atau klaudaksio saat berjalan. Pengobatan dengan obat ginkgo biloba harus bersamaan

dengan terapi fisik, obat ini harus di berikan dengan total dosis 120-160 mg per hari

peroral dan dibagi dalam 2-3 kali dosis. Efek samping menggunakan obat ini adalah

anaphylactic shock, bleeding, seizures dan oedema.

Revascularisasi dari ischaemic limb menunjukkan adanya rasa sakit, ulceration

atau lokalisasi gangrene (fontaine stage III and IV). Revascularisasi ini bisa didapatkan

dengan cara surgery (peripheral bypass atau endarterectomy), atau karena adanya

angioplasty. Kedua hal ini dilihat bukan sebagai penyelesaian tetapi dapat dilihat sebagai

terapi komplementer. Pada umumnya, angioplasty berada di arteri besar (aorta, iliac) dan

arteri kecil, dimana bypass bekerja lebih baik pada keadaan tersumbat pada jangka waktu

lama dan pada femoral atau penyakit distal. Bypass dapat menjaga atau menghindari dari

amputasi kaki.

f.) Monitoring

Alasan utama untuk mendiagnosa PAD adalah agar dapat memulai terapi

sehingga dapat menurunkan risiko atherothombotik, meningkatkan kualitas hidup, dan

mengurangi kecacatan. Fontaine tahap I adalah orang yang memiliki PAD tapi

asimptomatik, tahap IIa dan IIb termasuk pasien dengan gejala ringan dan sedang sampai

berat. Fantaine tahap III adalah orang-orang yang nyeri saat istirahat. Fontaine stadium

IV adalah pasien dengan ulserasi distal dan gangrene. PAD juga dapat didiagnosis

Page 25: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

noninvasively dengan teknik penggambaran yang disebut magnetic resonance

angiography (MRA) atau dengan computed tomography (CT) angiografi.

DISLIPIDEMIA

Dislipidemia didefinisikan sebagai peningkatan kolestrol total,kolestrol LDL, atau trigliserida;

kolestrol HDL; maupun kombinasi dari ketidaknormalan tersebut. Hiperproteinemia

dideskripsikan sebagai suatu peningkatan konsentrasi makromolekul lipoprotein yang

mengangkut lipid dalam plasma. (Dipiro, 2008)

Peningkatan kolesterol VLDL yang menyebabkan kolesterol LDL menjadi lebih

aterogenik merupakan dislipidemia utama pada sindrom metabolik dan juga pada DM tipe 2.

Peningkatan TG dan penurunan konsentrasi kolesterol HDL ditemukan pada sekitar 50%

penderita DM tipe 2. Pasien dengan DM tipe 1 yang terkontrol konsentrasi gula darahnya juga

berpotensi mengalami perubahan aterogenik dari partikel LDL walau mempunyai konsentrasi

kolesterol LDL dan TG di bawah normal. Profil lipid yang normal pada pasien DM tipe 1

berhubungan dengan aktivasi lipoprotein lipase akibat terapi insulin. Strategi pengobatan pasien

sindrom metabolik dan DM tipe 2 mengikuti tatalaksana dislipidemia bagi pasien risiko tinggi

dan sangat tinggi. Mengingat kelemahan studi yang menyatakan intervensi gaya hidup secara

intensif gagal menurunkan kejadian kardiovaskular pada pasien DM tipe 2 dengan obesitas,

maka terapi intervensi gaya hidup untuk memperbaiki profil lipid aterogenik direkomendasikan

bagi semua pasien dengan sindrom metabolik dan DM tipe 2.

Terapi Farmakologi

1. Statin (inhibitor HMG-CoA reduktase)

Statin adalah obat penurun lipid paling efektif untuk menurunkan kolesterol LDL dan terbukti

aman tanpa efek samping yang berarti. Selain berfungsi untuk menurunkan kolesterol LDL,

statin juga mempunyai efek meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan TG. Berbagai jenis

statin dapat menurunkan kolesterol LDL 18-55%, meningkatkan kolesterol HDL 5-15%, dan

menurunkan TG 7-30%. Cara kerja statin adalah dengan menghambat kerja HMG-CoA

reduktase. Efeknya dalam regulasi CETP menyebabkan penurunan konsentrasi kolesterol LDL

dan VLDL. Di hepar, statin meningkatkan regulasi reseptor kolesterol LDL sehingga

meningkatkan pembersihan kolesterol LDL. Dalam keadaan hipertrigliseridemia (tidak berlaku

bagi normotrigliseridemia), statin membersihkan kolesterol VLDL. Mekanisme yang

Page 26: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

bertanggungjawab terhadap peningkatan konsentrasi kolesterol HDL oleh statin sampai sekarang

belum jelas.88 Studi awal yang menggunakan statin untuk menurunkan kolesterol LDL

menunjukkan penurunan laju PJK dan mortalitas total serta berkurangnya infark miokard,

prosedur revaskularisasi, stroke, dan penyakit vaskular perifer. Statin hendaknya diresepkan

sampai dosis maksimal yang direkomendasikan (Tabel 5) atau yang dapat ditoleransi untuk

mencapai target kolesterol LDL.

2. Inhibitor absorpsi kolesterol

Ezetimibe merupakan obat penurun lipid pertama yang menghambat ambilan kolesterol dari diet

dan kolesterol empedu tanpa mempengaruhi absorpsi nutrisi yang larut dalam lemak. Dosis

ezetimibe yang direkomendasikan adalah 10 mg/hari dan harus digunakan bersama statin,kecuali

pada keadaan tidak toleran terhadap statin, di mana dapat dipergunakan secara tunggal. Tidak

diperlukan penyesuaian dosis bagi pasien dengan gangguanhati ringan atau insufisiensi ginjal

berat. Kombinasi statin dengan ezetimibe menurunkan kolesterol LDL lebih besar daripada

menggandakan dosis statin yang berarti dari pemakaian ezetimibe.105-107 Sebelum ada hasil

studi klinis yang lengkap, ezetimibe yang dikombinasikan dengan statin direkomendasikan

sebagai obat penurun kolesterol LDL lini kedua jika target tidak tercapai dengan statin dosis

maksimal. Pemakaian ezetimibe tunggal atau kombinasinya dengan bile acid sequestrant atau

asam nikotinat dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak toleran terhadap statin.

3. Bile acid sequestrant

Terdapat 3 jenis bile acid sequestrant yaitu kolestiramin, kolesevelam,dan kolestipol. Bile acid

sequestrant mengikat asam empedu (bukan kolesterol) di usus sehingga menghambat sirkulasi

enterohepatik dari asam empedu dan meningkatkan perubahan kolesterol menjadi asam empedu

di hati. Dosis harian kolestiramin, kolestipol, dan kolesevelam berturutan adalah 4-24 gram, 5-30

gram, dan 3,8-4,5 gram. Penggunaan dosis tinggi (24 g kolestiramin atau 20 g of kolestipol)

menurunkan konsentrasi kolesterol LDL sebesar 18-25%. Bile acid sequestrant tidak mempunyai

efek terhadap kolesterol HDL sementara konsentrasi TG dapat meningkat.

4. Fibrat

Fibrat adalah agonis dari PPAR-α. Melalui reseptor ini, fibrat menurunkan regulasi gen apoC-III

serta meningkatkan regulasi gen apoA-I dan A-II. Berkurangnya sintesis apoC-III menyebabkan

peningkatan katabolisme TG oleh lipoprotein lipase, berkurangnya pembentukan kolesterol

VLDL, dan meningkatnya pembersihan kilomikron.

Page 27: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

5. Asam nikotinat (niasin)

Asam nikotinat menghambat mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan lemak perifer ke hepar

sehingga sintesis TG dan sekresi kolesterol VLDL di hepar berkurang. Asam nikotinat juga

mencegah konversi kolesterol VLDL menjadi kolesterol LDL, mengubah kolesterol LDL dari

partikel kecil (small, dense) menjadi partikel besar, dan menurunkan konsentrasi Lp(a). Asam

nikotinat meningkatkan kolesterol HDL melalui stimulasi produksi apoA-I di hepar. Niasin yang

digunakan saat ini terutama yang berbentuk extended release yang dianjurkan diminum sebelum

tidur malam. Dosis awal yang direkomendasikan adalah 500 mg/hari selama 4 minggu dan

dinaikkan setiap 4 minggu berikutnya sebesar 500 mg selama masih dapat ditoleransi sampai

konsentrasi lipid yang dikehendaki tercapai. Dosis maksimum 2000 mg/hari menurunkan TG 20-

40%, kolesterol LDL 15-18%, dan meningkatkan konsentrasi HDL 15-35%.

6. Inhibitor CETP

Cholesteryl ester transfer protein berfungsi membantu transfer cholesteryl ester dari kolesterol

HDL kepada VLDL dan LDL yang selanjutnya akan dibersihkan dari sirkulasi melalui reseptor

LDL di hepar. Terapi dengan inhibitor CETP mempunyai efek ganda yaitu meningkatkan

konsentrasi kolesterol HDL dan menurunkan konsentrasi kolesterol LDL melalui reversed

cholesterol transport.

Aritmia

(Goudis, et al., 2015)

Page 28: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

A. Pengertian Aritmia

Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada

infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung

yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis. Aritmia timbul akibat

perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium (Gray, Dawkins, Morgan, dan Simpson, 2005).

Aritmia yang tidak diberikan pengobatan dapat mengarah pada pompa jantung, yang akan

menyebabkan kelelahan berlebih, nafas pendek, dan pingsan bahkan hingga masalah jantung

berat. Terdapat 2 macam aritmia secara umum :

a) Bradikardi

Ketika detak jantung terlalu lambat (kurang dari 60 beats/minute). Bila jantung berdenyut

terlalu lambat, maka jumlah darah yang mengalir di dalam sirkulasi menjadi berkurang, sehingga

kebutuhan tubuh tidak terpenuhi. Hal ini akan menimbulkan gejala seperti mudah capek,

kelelahan yang kronis, sesak, keleyengan bahkan sampai pingsan. Yang berbahaya, bila jumlah

darah yang menuju otak menjadi berkurang bahkan minimal sehingga terjadi pingsan atau

perasaan melayang. Pada keadaan yang lebih parah dapat menyebabkan stroke.

b) Takikardi

Ketika detak jantung terlalu cepat (lebih dari 100 beats/minute). Bila jantung berdenyut

terlalu cepat maka jantung akan mengalami kelelahan dan akan menimbulkan gejala-gejala

berdebar yang biasanya disertai perasaan takut karena debaran jantung yang begitu cepat (sampai

lebih dari 200 kali permenit). Pada keadaan yang ekstrim dimana bilik jantung berdenyut sangat

cepat dan tidak terkendali, maka terjadi kegagalan sirkulasi darah yang bila dilakukan

pertolongan cepat dengan kejut listrik (DC shock) dapat mengakibatkan kematian.

B. Terapi Aritmia

Terapi Non-Farmakologi

1) Mengurangi/tidak sama sekali mengkonsumsi rokok

2) Mengurangi pengunaan garam dalam makanan baik secara individu maupun di tempat

makan atau restoran

3) Mengurangi konsumsi gula dan lemak

4) Meningkatkan aktivitas olahraga sesaui kemampuan fisik untuk memulihkan fisik,

mental, sosial serta vokasional seseorang seoptimal mungkin.

5) Memeriksakan tekanan darah, glukosa darah , dan lipid secara teratur.

Page 29: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

6) Menjauhkan diri dari tekanan psikologis, sosial, dan fisik serta memperpanjang masa

istirahat.

Terapi Farmakologi

Tujuan terapi : tujuan terapi yang diinginkan tergantung pada aritmia yang

mendasari. Contohnya, tujuan mengobati AF (atrial fibralasi) yaitu memulihkan irama

sinus, mencegah komplikasi tromboemboli, dan mencegah kekambuhan lebih lanjut

(Dipiro, 2012).

(Dipiro, 2012)

Page 30: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

(Dipiro, 2012)

Page 31: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

Obat Diabetes Bagi Pasien Diabetes disertai Komplikasi Aritmia

No Golongan Obat Keterangan

1 Thiazolidinedion (TZD) Agen penurun glukosa yang dapat

mengurangi resistensi insulin sembari

mengeluarkan sifat anti-infammasi dan

antioksidan. Sifat ini dapat menurunkan

resiko atrial fibralasi dan mencegah terjadinya

kekambuhan. TZD juga sering dikaitkan

dengan retensi cairan sehingga tetap tidak

boleh digunakan pada pasien diabetes yang

menderita gagal jantung (Langtved, et al.,

2015).

2 ACE-I - ARB Terapi dengan ARB dapat menurunkan

aktivitas sistem aldosterone renin-angiotensin,

di mana resiko perkembangan atrial fibralasi

dan gagal jantung pada pasien diabetes

menjadi berkurang (Langtved, et al., 2015).

3 Biguanid (Metformin) Dalam sebauh studi cohort oleh Chang, et. al.

(2014), metformin dapat menurunkan resiko

atrial fibralasi dengan ratio hazard sebesar

0,81.

4 NOACs (Novel Oral Anticoagulan’s) Pasien diabetes yang menderita atrial fibralasi

meningkatkan resiko stroke iskemik, sehingga

antikoagulan dapat diberikan sebagai

perlindungan bagi kardiovaskular pasien.

Antagonis Vitamin K seperti warfarin telah

menjadi prosedur standar bagi pasien AF

(Langtved, et al., 2015).

5 Sulfonilurea Sulfonilurea generasi kedua dilaporkan dapat

mengurangi resiko aritmia jika dibandingkan

sulfonilurea generasi pertama, walaupun

perbedaan di antara keduanya tidak berbeda

secara signifikan (Rana, et al., 2005).

6 Insulin Insulin dilaporkan dapat mencegah aritmia

ventricular pada tahap awal MI akut.

Page 32: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

Peningkatan penggunaan asam lemak bebas

(FFA) selama masa iskemik menyebabkan

akumulasi metabolit FFA beracun yang dapat

menyebabkan kerusakan membran dan

memicu aritmia. Insulin dapat meningkatkan

oksidasi glukosa dan dapat melindungi sel-sel

miokard dengan mengurangi FFA serta

membuat glukosa lebih sebagai bahan baku

energi. Muller, et al., menunjukkan bahwa

insulin dapat meningkatkan kinerja miokard

dan kontraktilitas dalam hati tikus setelah

iskmeia secara signifikan (Rana, et al., 2005).

7 DPP-4 inhibitor DPP-4 inhibitor juga memiliki sifat

kardioprotektif selain sebagai agen penurun

glukosa darah. DPP-4 inhibitor mampu

meningkatkan fungsi ventrikel kiri dan

penurunan ukuran infark dengan memberikan

efek antioksidan bersamaan dengan efek

antihiperglikemi (Chattipakorn, Chattipakorn,

dan Apaijai, 2016).

Page 33: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

DAFTAR PUSTAKA

AACE, 2013, American Association Of Clinical Endocrinologists’comprehensive Diabetes

Management Algorithm 2013 Consensus Statement, Endocrine Practice Vol 19 (Suppl 2)

May/June. Pp.1-48

ADA/EASD, 2012, Management of hyperglycaemia in type 2 diabetes: a patient-centered

approach, Position statement of the American Diabetes Association (ADA) and the European

Association for the Study of Diabetes (EASD), DOI 10.1007/s00125-012-2534.

American Diabetes Association (ADA), 2013, Standards of Medical Care in Diabetes-2013,

http://care.diabetesjournals.org/content/36/Supplement_1/S11.full.pdf+html, diakses tanggal

27 Februari 2016.

Bare&Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Ed 8, EGC, Jakarta.

Chang S-H, Wu L-S, Chiou M-J, et al. Association of metformin with lower atrial fibrillation

risk among patients with type 2 diabetes mellitus: a population-based dynamic cohort and in

vitro studies. Cardiovasc Diabetol 2014;13

Chattipakorn, N., Chattipakorn, S.C., Apaijai, N., 2016, Dipeptidyl peptidase-4 inhibitors and the

ischemic heart : Additiona; benefits beyond glycemic control, International Journal of

Cardiology, 202:415-416

Chaturvedi, M., 2010, Peripheral Vascular Disease – a Physician’s Perspective, JIACM, 11(1),

Pp.40-5.

Corwin, Elizabeth J, 2001, Buku Saku Patofisiologi, Alih bahasa: Brahm U. P., Penerbit Buku

Kedokteran, EGC, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus,

http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream//123456789/1358/1/BK2008-Sep13.pdf,

diakses tanggal 26 Februari 2016.

Dipiro, J.T., et al., 2008, Pharmacotherapy Principles Practise, Seventh edition, Mc-Graw

Hill.Inc, USA, pp.1210, 1221-1222.

Dipiro, J.T., et al., 2012, Pharmacotherapy Handbook, 9th

Ed., Mc-Graw Hill.Inc, USA, pp. 52-

53, 55

Direktorat Bina Farmasi Kominitas dan Klinik, 2005, Pharmaceutical care untuk penyakit

Diabetes Melitus, Departemen Kesehatan RI,

http://binfar.kemkes.go.id/v2/wpcontent/uploads/2014/02/PC_DM.pdf ,diakses tanggal 27

Februari 2016.

Page 34: Komplikasi Makrovaskular Diabetes Melitus

Goudis, et.al., 2015, Diabetes mellitus and fibrillation : Pathophysiological mechanism and

potential upstream therapies, International Journal of Cardiology, 184 : 617-622

Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M., Simpson, I.A., 2005, Lecture Notesl; Kardiologi,

Edisi ke-4, Erlangga, Jakarta, p. 109

GroupHealth, 2013, Type 2 Diabetes: Screening and Treatment Guidelines, ..ghc.org/all-

sites/guidelines/diabetes2.pdf, diakses tanggal 26 Februari 2016.

Hennion, D.R., 2013, Diagnosis and Treatment of Peripheral

Arterial Disease, American Family Physician, Vol. 88, p.303.

Langtved, et al., 2015, Management and prognosis of atrial fibrillation in the diabetic patient,

Expert Rev. Cardiovasc. Ther., 13(6), 643-651.

Lilly, L.S., Williams, G.H., Zamani, P., 2007. Hypertension. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology

of Heart Disease, 4th

ed, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Marso, S.P, 2006, Peripheral Ae=rterial Disease in Patients With Diabetes, Jaac, Vol.47, p.923.

Rana, et al., 2005, Effect of diabetes mellitus and its treatment on ventricular arrhythmias

complicating acute myocardial infarction, Diabetic Medicine, 22, 576-582.

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G., 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume

8, Edisi 2. Alih Bahasa: dr. H.Y., Kuncara, Jakarta: EGC

Society of Interventional Radiology, 2016, Peripheral Arterial Disease (-AD),

http://www.sirweb.org/patients/peripheral-arterial-disease/, diakses pada tanggal 25 Februari

2016.

World Health Organization (WHO). 2005. Global Burden of Coronary Heart Disease,

http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/, diakses tanggal 27 Februari 2016.