komplikasi anestesi (2)

26
BAB I PENDAHULUAN Penyulit (komplikasi) yang terjadi pada periode perioperatif dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri dan atau kondisi pasien. Penyulit segera dapat timbul pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun belakangan seteah pembedahan (lebih dari 2 jam) Penyulit anesthesia dapat berakhir dengan kematian atau cacat menetap jika tidak dideteksi dan ditolong segera dengan tepat. Gejala-gejala komplikasi kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Keberhasilan dalam mengatasi kompliasi anesthesia tergantung dari deteksi gejala dini dan kecepatan dilakukan tindakan koreksi untuk mencegah keadaan yang lebih buruk. Akan dijabarkan cara menanggulangi beberapa komplikasi. Komplikasi anesthesia yang sering terjadi dan sangat serius ialah gangguan pada sistem respirasi, akibat salah pilih obat, salah pilih sirkuit anestesi, tidak terdeksi adanya diskoneksi alat, intubasi esophagus, intubasi bronchial, ekstubasi terlalu dini, ventilasi buatan kurang adekuat dan sebagainya. 1

description

komplikasi

Transcript of komplikasi anestesi (2)

BAB I

PENDAHULUAN

Penyulit (komplikasi) yang terjadi pada periode perioperatif dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri dan atau kondisi pasien. Penyulit segera dapat timbul pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun belakangan seteah pembedahan (lebih dari 2 jam)Penyulit anesthesia dapat berakhir dengan kematian atau cacat menetap jika tidak dideteksi dan ditolong segera dengan tepat.

Gejala-gejala komplikasi kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Keberhasilan dalam mengatasi kompliasi anesthesia tergantung dari deteksi gejala dini dan kecepatan dilakukan tindakan koreksi untuk mencegah keadaan yang lebih buruk. Akan dijabarkan cara menanggulangi beberapa komplikasi.

Komplikasi anesthesia yang sering terjadi dan sangat serius ialah gangguan pada sistem respirasi, akibat salah pilih obat, salah pilih sirkuit anestesi, tidak terdeksi adanya diskoneksi alat, intubasi esophagus, intubasi bronchial, ekstubasi terlalu dini, ventilasi buatan kurang adekuat dan sebagainya.Akibat salah urus ventilasi dapat menimbulkan hipoksia, hiperkarbia, hipokarbia, asidosis, alkalosis dengan segala macam akibatnya. Untuk mencegah gangguan ventilasi ini digunakan peralatan untuk mendeteksi kadar saturasi oksigen dalam darah seperti oksimeter denyut (pulse oxymetry), pengukur volume tidal mendeteksi pengembangan paru, kapnograf mendeteksi kadar CO2 dalam udara ekspirasi, stetoskop mendengarkan suara kedua paru apakah kiri-kanan sama.

Gangguan jantung pembuluh darah dapat diakibatkan salah urus ventilasi. Posisi pasien sangat ekstrem kepala lebih rendah dari tungkai (Trendelenburg) atau sebaliknya, dapat menyebabkan penurunan curah jantung, penurunan resistensi perifer, hipotensi dan bradikardi. Posisi lain juga mempengaruhi kerja jantung seperti posisi telungkup, posisi duduk, dikubitus lateral dan lain-lainnya. Salah pilih obat, terapi cairan tidak adekuat, anesthesia terlalu dalam atau terlalu dangkal juga dapat mengganggu jantungGangguan system tubuh lain dapat terjadi seperti mual muntah, hiperperistaltik usus, ileus, gangguan faal hati, trauma pemasangan laringoskop, pemasangan pipa trakea, kateter dan lain-lainnya.

Pengalaman dalam dunia anestesiologi dapat dibandingkan dengan pengalaman dalam dunia penerbangan. Induksi anestesa dapat diibaratkan saat pesawat terbang take-off dan pulih anestesi dapat diidentikkan pesawat terbang landing. Factor manusia sangat berperan dalam situasi peristiwa diatas untuk keselamatan pasien atau penumpang.

BAB II

KOMPLIKASI ANESTESIA

I. KOMPLIKASI KARDIOVASKULAR1. Hipotensi

Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya

Etiologi hipotensi selama anesthesia:

a. Hipovolemia

: hipovolemia pra anesthesia, perdarahan bedah.b. Obat induksi

: overdosis relative pada bayi atau orang tua atau penderita dengan keadaan umum yang kurang baik.

c. Anestetika

: halotan, enfluran, isoflurand. Obat pelumpuh otot: d-tubukurarin dll.

e. Analgesia spinal : mencapai segmen tinggi atau epidural

f. Penyakit kardiovaskular : infark miokard, aritmia, hipertensi

g. Penyakit pernafasan : pneumotorak

h. Reaksi hipersensitivitas : obat induksi, obat pelumpuh otot,

i. Reaksi transfusi.

Hipovolemia dapat ditemukan pada pasien yang kekurangan cairan seperti pada ileus obstruktif, perdarahan banyak fraktur multiple tulang besar dan lain-lain. Pemberian anesthesia dapat menghasilkan vasodilatasi pembuluh darah dan menghilangkan reaksi kompensasi vasokonstriksi tubuh yang berakibat hipotensi. Jumlah perdarahan selama pembedahan harus dihitung baik volume darah dari di botol penghisap dan atau dengan menimbang kasa operasi. Selama perdarahan masih kurang dari 15%, gejala syok hipovolemik belum tampak. Transfuse darah atau komponennya dipertimbangkan jika perdarahan melebihi 20% volume darah penderita dewasa.

Semua obat induksi intravena, dapat mendepresi miokard dan curah jantung tergantung dosis yang diberikan. Terjadi terutama pada pasien usia lanjut, bila ada penyakit miokard ataupun hipertensi yang tidak diobati sebelumnya.Anestetika halotan, enfluran dan isofluran mempunyai efek inotrofik negative dan menurunkan resistensi pembuluh darah yang proposional dengan konsentrasi yang diberikan. Hipotensi dan bradikardia yang terjadi dapat diperbaiki dengan menurunkan konsentrasi, pemberian atropin atau cairan infuse untuk meningkatkan curah jantung. Analgesia spinal atau peridural menyebabkan hipotensi karena blockade susunan saraf simpatikus. Penyulit ini dapat diatasi dengan mempercepat infuse, pemberian obat antikolinergik (seperti atropine) atau vasopresor (seperti efedrin).

2. Hipertensi

Umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khusus pada pasien dengan penyakit jantung karena jantung harus bekerja lebih berat, dengan kebutuhan O2 miokard yang meningkat. Kalau tidak dapat dicukupi dapat timbul iskemia atau infark miokard.

Etiologi hipertensi selama anestesia:

a. Anestesia ringan : analgesia dan hipnosis tidak adekuat, batuk, tahan nafas, dll

b. Penyakit hipertensi: tidak diterapi, terapi tak adekuat atau tidak terdiagnosis

c. Hiperkapnia

: ventilasi tak adekuat, pengikat CO2 tak bekerja dll

d. Obat

: adrenalin, ergometrin, ketamin, dll

Hipertensi karena anestesia tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah dosis anestetika. Bila persisten dapat diber obat penghambat beta adrenergik seperti propanolol atau obat vasodilator seperti nitrogliserin yang juga bermanfaat untuk memperbaiki perfusi miokard. Reaksi hipertensi pada waktu laringoskopi dapat dicegah antara lain dengan terlebih dahulu memberi semprotan lidokain topikal kedalam faring dan laring, obat seperti opiat dan lain-lain.

Hiperkapnia karena pengikat CO2 yang tak berfungsi baik atau karena banyak gas CO2 kedalam sirkuit anestesia dapat memberikan gejala hipertensi, takikardia atau ekstrasistole ventrikel.

Hipertensi karena kesakitan yang terjadi pada akhir anestesia dapat diobati dengan analgetika narkotik seperti pethidin 10mg I.V. atau morfin 2-3 mg I.V. dengan memperhatikan pernafasan (depresi).

3. Aritmia jantungKekerapan aritmia pada anestesia adalah 15-30%. Tidak semua aritmia harus dapat pengobatan. Terapi harus dilaksanakan jika aritmia tersebut diikuti atau menjadi:a. Tindakan bedah

: bedah mata, hidung, gigi, traksimesenterium, dilatasi anus

b. Pengaruh metabolisme: hipertiroidi, hiperkapnia, hipokalemia, hiperkalemia

c. Penyakit tertentu : penyakit jantung bawaan, penyakit jantung koroner

d. Pengaruh obat tertentu: atropin, halotan, adrenalin, dll.

Hipoksia atau hiperkapnia merangsang pengeluaran katekolamin endogen yang dapat menyebabkan aritmia ventrikel terutama pada pasien dengan anestesia halotan, interaksi halotan juga terjadi dengan katekolamin (adrenalin) eksogen yang sering disuntikan oleh dokter bedah untuk mengurangi perdarahan lapangan operasi. Sebaiknya selama anestesia halotan suntikan infiltrasi adrenalin hanya diberikan maksimum 100 ug (10 mllarutan 1:100.000) dalam 10 menit. Terhadap anestetika enfluran atau isofluran permasalahan ini tidak terlhat.

Hiperventilasi dengan hipokapnia akan merangsang kalium ekstraselular mengalir ke intraselular hingga terjadi hipokalemia. Aritmia berupa bradikardia dapat terjadi pada hipokalemia.

Anestesia ringan yang disertai manipulasi operasi dapat merangsang saraf simpatikus dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan atropin.

4. Payah jantungPayah jantung mungkin terjadi pada pasien yang mendapat cairan I.V. berlebihan, lebih-lebih pada pasien dengan kelainan jantung atau gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala yang terlihat mungkin hipotensi, sesak nafas dan ronkhi basah pada kedua paru. Dalam pipa endotrakea tampak cairan berbusa berwarna merah muda. Pengobatan dilakukan dengan restrisi cairan, diuretika, digitalis, pernafasan dengan tekanan positif dalam dengan O2.II. PENYULIT RESPIRASI 1. Obstruksi jalan nafas Tanda-tanda obstruksi sebagian jalan nafas (parsial):

a. Stridor (nafasnya berbunyi), terdengar seperti ngorok, bunyi kumur-kumur atau melengkingb. Retraksi otot dada ke dalam di daerah supraklavikular, supra sternal, sela iga dan epigastrium selama inspirasic. Nafas paradoksal (pada waktu inspirasi dinding dada menjadi cekung/datar bukannya mengembang/membesar)d. Balon cadangan pada mesin kembang kempisnya lemahe. Nafas makin berat dan sulit (kerja otot-otot mafas tambahan meningkat)f. Sianosis, merupakan tanda hipoksemia akibat obstruksi jalan nafas yang lebih beratTanda-tanda obstruksi total jalan nafas (obstruksi total)

Serupa dengan obstruksi parsial, akan tetapu gejalanya lebih hebat dan stridor justru menghilang:

a. Retraksi lebih jelasb. Gerak paradoksal lebih jelasc. Kerja otot nafas tambahan meningkat dan makin jelasd. Balon cadangan tidak ekmbang kempis lagie. Sianosis lebih cepat timbulSecara klinis, salah satu tanda/gejala tersebut di atas sudah merupakan satu peringatan untuk segera mengatasinya, dengan lebih dulu (bila mungkin) mencari penyebabnya.

Sebab-sebab obstruksi jalan nafas atas yang paling sering adalah :

a. Lidah jatuh ke hipofaringb. Lendir jalan nafas, muntahan, perdarahan, benda asing, gigi palsu trelepas.c. Spasme laring. 2. Intubasi endobronkial :Pada intubasi endotrakea, pipa endotrakea dapat masuk terlau dalam hanya masuk dalam salah satu bronkus, biasanya mencapai bronkus kanan. Ventilasi dengan satu paru untuk waktu lama dapat berakibat atelektase paru dan hipoksia. Komplikasi dapat dicegah dengan selalu mendengarkan bunyi nafas dengan stetoskop setiap kli selesai intubasi.

3. Batuk :Batuk sering terjadi pada anestesia yang belum dalam apalagi menggunakan anestetika inhalasi yang berbau (eter, isoflurane, enfluran). Pemberian tiopental pun kadang-kadang juga memberikan komplikasi ini terutama kalau dilanjutkan dengan anestetika yang merangsang jalan nafas seperti eter. Batuk dapat dihilangkan dengan mendalamkan anestesia secara pelan-pelan atau dengan obat anestetika yang tidak merangsang jalan nafas atau dengan memberikan obat pelumpuh otot. Batuk juga dapat terjadi karena laring dirangsang oleh lendir atau sisa makanan yang termuntah.

4. Cekukan (hiccup) :Disebabkan spasme diafragma yang intermiten disertai penutupan glotis secara mendadak. Spasme terjadi karena rangsang saraf sensoris frenikus yang berhubungan dengan ganglion soeliaka atau oleh refleks autonom intraabdomen lain. Saraf vagus mungkin juga merupakan salah satu serabut aferen dari refleks ini. Cekukan jarang terjadi kalau premedikasi atropin sudah diberikan sebelumnya. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada operai perut atas terutama kalau disertai juga hipokapnia, anestesia yang kurang dalam atau dosis obat pelumpuh otot nondepolarisasi yang kurang cukup.

Cekukan dapat dihilangkan dengan mendalamkan stadia anestesia, atau menambah dosis obat pelumpuh otot, atau menyuntikkan HCl ephedrin 5-10 mg I.V. atau klorpromazin 20-25mg I.V.

Kalau cara-cara diatas belum berhasil dapat dicoba dengan menuangkan sedikit air dingin ke dalam salah satu lubang hidung atau merangsang faring dengan kateter.

5. Apnu (henti nafas) :Apnea dapat timbul karena pemberian obat induksi terlalu cepat (tiopental), obstruksi jalan nafas total, obat pelumpuh otot ataupun karena depresi pusat pernafasan (opiat). Tetapi sesuai etiologi. Bantuan pernafasan harus dilakukan lebih dahulu sampai pasien dapat bernafas spontan.

6. Atelektasis Atelektasis timbul akibat obstruksi jalan nafas sehingga terjadi absorpsi udara pada bagian distal paru. Komplikasi ini dapat terjadi baik pada analgesia lokal maupun anestesia umum terutama kalau terdapat aspirasi yang menyumbat salah satu bronkus.

Gejala-gejala atelektasis luas, pergerakan dada asimetris, retraksi dada dan tak terdengar suara nafas pada daerah yang terkena, takipne, takikardia, sianosis dan demam. Foto toraks terlihat daerah perselubungan.

Terapi untuk atelektasis dilakukan dengan melakukan pengisapan ke dalam bronkus kalau perlu mempergunakan bronkoskop, fisioterapi dengan mempergunakan alat bantu nafas. Obat ekspektoran, mukolitik, bronkodilator dan antibiotika diberikan atas indikasi.

7. Pneumotoraks :N2O dapat berdifusi ke dalam rongga-rongga tubuh yang dapat menambah tekanan. Pneumotoraks misalnya dapat bertambah hebat menjadi tension (tekanan) pneumothorax yang mengganggu sirkulasi.

Etiologi pneumotoraks dalam anestesia:

a. Trauma : trauma toraks, fraktur iga

b. Iatrogenik: kanulasi v.subklavia, kanulasi v.jugularis interna, blok pleksus brakialis, operasi toraks

c. Spontan: bula paru kongenital, emfisema paru, asma, sindroma Marfan

Gejala klinik pneumotoraks sering tidak khas, kadang-kadang terdapat takikardia, dispne, bronkospasme, sianosis dan hipotensi. Diagnosis pasti dapat ditegakkan setelah dibuat foto toraks. Kalau kita menghadapi kasus ini selama anestesia, maka segera dihentikan pemberian N2O dan diganti dengan O2 100%.

8. Muntah dan regurtasi :Komplikasi yang sering terjadi pada anestesia dan pasien tidak sadar. Muntah adalah keluarnya isi lambung secara aktif karena kontraksi otot saluran cerna (gastrointestinal). Dapat terjadi pada induksi yang tidak mulus atau pada waktu stadium anestesia ringan. Bahan muntahan dapat masuk trakea dan paru (aspirasi). Bila banyak dan bersifat asam terjadi pneumonitas aspirasi yang sering berakibat buruk dan fatal.

Regurgitasi adalah keluarnya isi lambung karena proses pasif dimana otot dan sfingter saluran cerna menjadi lemas. Regusgitasi akan terjadi pada stadium pemeliharaan anestesia dan tidak didahului oleh gejala-gejala lain sehingga tanpa disadari juga terjadi aspirasi dengan segala akibat yang buruk.

Etiologi muntah dan regurgitasi :

a. Masih terjadi sisa makanan dalam lambung atau esofagus, karena : Puasa terlalu singkat Obstruksi pilorus Rangsangan peritonium misalnya peritonitis Ada bekuan darah dalam lambung Sisa makanan dari usus halus yang berbalik ke lambung, misalnya ileus obstruktifb. Pengosongan lambung terlambat, sering terjadi pada : Wanita hamil Trauma kepala Pasien katakutan atau kesakitan Setelah makan obat tertentu, misalnya narkotikaFaktor predisposisi terjadi muntah dan regurgitasi : 1. Volume isi lambung yang cukup banyak dengan pH kurang dari 3, sering terjadi pada pasien untuk operasi emergensi, pasien yang ketakutan.

2. Kardia yang inkompeten seperti pada pasien dengan hernia hiatus, pada tonus vagus yang meningkat.

3. Peningkatan tekanan intra-abdominal, karena:

a. Posisi litotomi

b. Fasikulasi karena subsinilkolin

c. obesitas

4. Penurunan tekanan intra-toraks yang berlebihan pada anestesia dalam dengan nafas spontan.

Bahaya muntah dan regurgitasi :

1. Isi lambung padat dapat menyumbat jalan nafas dengan akibat asfiksia, hipoksia dan hiperkapnia.

2. Asam lambung yang masuk dalam bronkus dapat menyebabkan refleks depresi jantung

3. Asam lambung akan merusak jaringan paru dan menyebabkan pneumonia aspirasi (sindroma Mendelson). Gejala : sedak nafas, syok, sianosis, ronki basah pada kedua paru, edema paru. Pasien biasanya meninggal karena gagal jantung dan nafas.

Tindakan pencernaan :1. Persiapan puasa yang adekuat, 6-8 jam untuk pasien dewasa dan 4-6 jam untuk bayi dank anak-anak.

2. Pengosongan lambung secara aktif fengan mengisap melalui pipa lambung, sengaja membuat muntah dengan merangsang farings atau memberi obat perangsang muntah seperti apomorfin.

3. Pemberian antasid untuk menetralisir asm lambung

4. Cimetidin 300 mg atau tagmet 400 mg 2 jam sebelum induksi dapat membantu meninggikan pH isi lambung

5. Pada operasi akut harus dilakukan induksi kilat.

Tindakan pengobatan komplikasi muntah dan regurgitasi :

Kalau diketahui terjadi aspirasi, pengobatan sebagai berikut :

1. Posisi miring, kepala atau seluruh badan

2. Posisi Trendelenberg

3. Intubasi segera dilakukan pengisapan melalui pipa endotrakea

4. Berikan O2 100%

5. Suntikkan hidrokortison 500-1000 mg I.V.

6. Antibiotika

7. Kalau perlu dilakukan bronkoskopi

Pencegahan muntah pasca bedah :

Beberapa obat dapat digunakan untuk mencegah muntah pasca bedah, yaitu:

1. Obat antikolinergik, seperti atropin (0,5-1 mg), hiosin (0,4-0,6 mg)

2. Antihistamin, seperti prometazin (50 mg)

3. Golongan fenotiazin, seperti klorpromazin (25 mg)

4. Golongan buterofenon, seperti dehidrobenzperidol (5-10 mg)

5. Lain-lain seperti primperan

III. KOMPLIKASI MATA Selama anestesia umumnya mata penderita tak tertutup rapat terutama jika mempergunakan obat pelumpuh otot. Karena itu mata harus dilindungi dari trauma langsung, kekeringan kornea atau iritasi dari obat-obatan atau alat yang dipergunakan selama anestesia.

Laserasi kornea akan menyebabkan penderita mengeluh nyeri pada mata pasca bedah, lakrimasi bertambah dan blefrospasm. Untuk mencegah komplikasi ini selama operasi mata ditutup dengan plester atau dibasahu dengan air garam fisiologis atau diberi salep mata.

Penekanan bola mata yang terlalu kuat misalnya karena pemasangan sungkup muka yang terlampau besar akan menekan aliran darah mata. Hal ini dapat menyebabkan kebutaan, yang kadang-kadang terjadi pada tindakan anestesia dengan hipotensi kendali. Penekanan bola mata dapat pula menimbulkan refleks okulokardiak pada anestesia yang ringan berupa perangsanagn vagal bradikardi, syok dan henti jantung.

IV. PERUBAHAN CAIRAN TUBUH1. Hipovolemia Kekurangan cairan tubuh sebelum anestesia harus diketahui dulu sebelumnya karena jika dilakukan anestesia, dapat terjadi hipotensi. Perubahan kardiovaskuler terjadi karena anestesia dapat mendepresi miokard dan menghasilkan vasodilatasi pembuluh darah. Kekurangan cairan ini harus diganti dulu dengan memberikan infus dan jika perlu dipantau dengn menggunakan keteter CVP (central venous pressure).

Etilogi hipovolemia:

a. Kelainan pra bedah : Perdarahan : trauma perut, obstetri, cidera pembuluh darah Gastrointestinal : muntah-muntah, ileus obstruktif, diare, diuretika. Sebab lainb. Perubahan fisiologis : evaporasi, sequesterisasi cairanc. Kehilangan cairan selama operasi : Perdarahan Drenasi asites Dekompresi usus Luka bakarPerdarahan :

Pada anak dengan perdarahan lebih dari 10% volume darah (volume darah 80cc.kg BB) harus diganti dengan transfusi darah. Sedangkan untuk penderita dewasa transfusi diberikan jika perdarahan yang terjadi lebih dari 20% dari volume darah.

Evaporasi :

Kehilangan cairan tubuh melalui kulit dan paru (insesible loss) dalam keadaan normal berkisar antara 0,5-1 liter dalam satu hari yang diikuti dengan kehilangan elektrolit. Penguapan ini akan bertambah jika gas anestesi yang diberikan kering. Selain itu luka operasi, misalnya laparotomi menambah lapangan penguapan tubuh hingga kemungkinan kehilangan cairan lebih banyak.

2. Hipervolemia Faktor-faktor penyebab hipervolemia :

1. Gagal jantung2. Pemberian cairan infus berlebihan selama pembedahan3. Ginjal tidak mampu melakukan ekskresi cairan4. Kesalahan memantau dengan CVP hingga patokan pemberian kacau 5. Hipoproteinemia6. Intoksikasi air karena tindakan bedah (misalnya operasi reseksi transuretral prostat).Pemberian cairan harus disesuaikan dengan keperluan tubuh yang ideal. Pemberian cairan yang melebihi 30% dari seharusnya dapat berakibat edema paru dan gagal jantung. Kecepatan infus normal untuk pembedahan tanpa banyak perdarahan bervariasi 3-8 cc/kgBB/jam.

Hipervolemia akan memberikan gejala-gejala, takikardia, hipertensi, pelebaran vena-vena leher, muka bengkak, pau berkrepitasi, CVP meningkat (normal 5-15 cm H2O).

Terapi hipervolemia :

1. Restriksi pemberian cairan

2. Diuretika seperti lasiks

3. Obat inotropik, (dopamin dan digoksin).

V. KOMPLIKASI NEUROLOGIa. Konvulsi Beberapa jenis kontraksi abnormal otot dapat terjadi selama anestesia, seperti :

1. Konvulsi pada anestesia dengan eter yang dalam2. Klonus pada anestesia ringan, terutama pada anak-anak3. Konvulsi karena hipoksia4. Konvulsi karena obat anestetika tertentu kadang-kadang memberikan gejala epilepsi, misalnya enfluran, altesin.Terapi :

1. Hentikan pemberian eter atau enfluran dan 02 ditinggikan.2. Berikan obat antikonvulsi seperti valium, tiopental.3. Jika suhu tubuh naik, kompres es atau alkohol.b. Terlambat sadarPenyulit ini disebabkan oleh :

1. Kelebihan dosis premedikasi atau obat-obat lain selama anestesia, misalna fenotiazin, narkotika, anestetika.2. Gangguan fisiologi selama anestesia, mislnya hipoksia3. Ganguan akibat pembedahan, misalnya syok, emboli lemak.4. Akibat menifestasi penyakit tertentu, misalnya hipoglikemia5. Obat tertentu yang berinteraksi dengan obat yang dipergunakan selama anestesia, misalnya monoamin oksidase inhibitor.c. Cidera saraf tepi (perifer)Kerusakan saraf tepi dapat bisa terjadi bila anggota tubuh tertentu diletakkan pada posisi salah, tertekan atau terlalu lama teregang. Umumnya kerusakan saraf tepi disebabkan terhambatnya darah mengalir ke saraf tersebut untuk waktu yang cukup lama.

Etiologi kerusakan saraf tepi :

1. Pemakaian turniqet terlalu kuat dan lama. Untuk lengan atas iskemia oleh manset diperbolehkan sampai 50-70 mmHg dan tidak boleh lebih dari 3 jam lamanya.

2. Penyuntikan obat tertentu di sekitar saraf dapat memberikan rangsang kimia atau cidera langsung terhadap saraf.

3. Hipotensi yang lama dapat berakibat iskemia yang akan mempengaruhi persarafan daerah tertentu.

4. Reaksi toksis karena obat anestetika, misalnya trilene.

5. Kesalahan posisi yang lama.

VI. KOMPLIKASI LAIN-LAINa. MenggigilPada akhir anestesia dengan tiopental, halotan atau enfluran kadang-kadang timbul menggigil seluruh tubuh disertai bahu dan tangan bergetar. Hal ini mungkin terjadi karena reaksi tubuh terhadap suhu kamar operasi yang rendah. Faktor lain yang menjadi pertimbangan ialah kemungkinan waktu anestesia aliran gas diberikan terlalu tinggi hingga pengeluaran panas tubuh melalui ventilasi meningkat.

Terapi :

1. Pasang selimut tebal

2. Petidin 15-25 mg I.V.

3. Klorpromazin 5-10 mg I.V.

b. Gelisah setelah anestesiaPenyulit ini sering terjadi pada pemberian premedikasi dengan sedatif analgetika, hingga pada akhir operasi penderita masih belum sadar tetapi nyeri sudah mulai terasa. Komplikasi ini sering didapatkan pada anak dan penderita usia lanjut. Terapi dengan analgetik/narkotik (petidin 15-25 mg I.V.)

c. Mimpi burukObat-obat seperti memberi komplikasi mimpi yang tidak enak. Dapat dicegah dengan premedikasi diazepam, dehidrobenz peridol.

d. Sadar selama operasiJika pada anestesia balans, dosis komponen obat hipnotika kurang, kemungkinan penderita akan sadar dan mengetahui jalannya pembedahan yang dilakukan pada dirinya. Pada penderita tertentu hal ini merupakan stres yang hebat. Keadaan akan menjadi lebih sulit jika analgetika yang diberikannya pun tidak adekuat, hingga ia akan merasakan nyeri operasi tetapi tidak berdaya melawan karena otonya telah dilumpuhkan oleh obat-obat pelumpuh otot. Penyulit ini kadang terjadi pada anestesia N2O+O2+obat pelumpuh otot.

e. Kenaikan suhu tubuhKenaikan suhu tubuh harus kita bedakan apakah demam (fever) atau hipertermia (hiperpireksia). Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas 38C dan masih dapat diturunkan dengan pemberian salisilat. Sedangkan hipertermia ialah kenaikan suhu tubuh diatas 40C dan tidak dapat diturunkan dengan hanya memberikan salisitas.

Beberapa hal yang dapat mencetuskan kenaikan suhu tubuh, ialah :

1. Puasa terlalu lama2. Suhu kamar operasi terlalu panas (suhu ideal 23-24 C)3. Penutup kain operasi yang terlalu tebal4. Dosis premedikasi S.atropin terlalu besar5. Infeksi6. Kelainan herediter. Kelainan ini biasanya menjurus pada komplikasi hipertermia malignaHipertermia maligna

Merupakan keadaan krisis hipermetabolik dimana suhu tubuh naik lebih dari 2C dalam waktu 1 jam. Walaupun angka kejadian kompliksi ini jarang, yaitu 1:50.000 pada penderita dewasa dan 1:25.000 pada anak-anak, tetapi jika terjadi angka kematiannya cukup tinggi yaitu 60%.

Etiologi komplikasi ini masih diperdebatkan, tetapi telah banyak dikemukakan bahwa kelainan herediter ini karena adanya cacat (defek) pada ikatan kalsium dalam retikulum sarkoplasma otot atau jantung. Adanya pacuan (triger) tertentu akan menyebabkan keluarnya kalsium tersebut dan masuk ke dalam sitoplasma hingga menghasilkan kontraksi miofibril hebat, penumpukn asam laktat dan karbon dioksid, meningkat kebutuhan oksigen, asidosis metabollik dan pembentukan panas.

Kebanyakan obat anestetika akan menjadi triger pada penderita yang berbakat hipertermia maligna herediter ini. Halotan dan subsinilkolin adalah obat-obat yang sering dilaporkan sebagai pencetus penyulit ini. Akan tetapi tidak berarti obat-obat lain aman terhadap komplikasi ini.

Gejala klinis selain kenaikan suhu mendadak, tonus otot bertambah, takikardia, hiperapne, kulit kemerahan, asidosis hiperkalemia, hipo kalsemia, tetani, mioglobubinuria, gagal ginjal dan gagal jantung.

Penanggulangan komplikasi dilakukan dengan langkah-langkah :

a. Hentikan pemberian obat anestetika dan berikan O2 100% 2. Seluruh tubuh di kompres es atau alkohol, kalau perlu lambung dibilas dengan larutan NaCl fisiologis dingin.

b. Pemeriksaan gas darah segera dilakukan.

c. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat

d. Koreksi hiperkalemia dengan glukose dan insulin

e. Oradekson dosis tinggi diberikan I.V.

f. Dantrolene I.V. 1-2mg/kg B dapat diulang tiap 5-10 menit dan maksimum 10 mg/kgB. Obat ini merupakan satu-satunya obat spesifik untuk hipertermia maligna

f. HipersensitifReaksi hipersensitif adalah reaksi abnormal terhadap obat karena terbentuknya mediator kimia endogen seperti histamin dan serotonin dan lainnya. Reaksi dapat saja terjadi pada tiap pemberian obat termasuk obat yang digunakan dalam anestesia. Komplikasi sering terjadi pada pemberian induksi intravena dan obat pelumpuh otot :

Gejala klinis reaksi hipersensitif:

1. Kulit kemerahan dan timbul urtikaria2. Muka menjadi sembab3. Vasodilatasi, tetapi nadi kecil dan sering tak teraba, sampai henti jantung4. Bronkospasme5. Sakit perut, mual dan muntah kadang diare.Pengobatan :

1. Hentikan pemberian obat anestetika2. Dilakukan nafas buatan dan kompresi jantung kalau terjadi henti jantung3. Adrenalin 0,3-0,5 cc (1:1000) I.V. intratrakea.4. Steroid, aminofilin atau vasopresor dipertimbangkan pada keadaan tertentu5. Percepat cairan infus kristaloid6. Operasi hentikan dulu sampai gejala-gejala hilang. 1

3

PAGE 15