Kompilasi Hannah Arendt Print

14
Tugas Presentasi Filsafat Komunikasi Hannah Arendt : Dialectical Communicative Labor AgusTriyono 1006797572 Kurniawan Kunto 1006744723 Dini Mentari 10067522706 Rajiem 1006752731 Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik 1

Transcript of Kompilasi Hannah Arendt Print

Page 1: Kompilasi Hannah Arendt Print

Tugas Presentasi Filsafat Komunikasi

Hannah Arendt : Dialectical Communicative Labor

AgusTriyono 1006797572Kurniawan Kunto 1006744723Dini Mentari 10067522706Rajiem 1006752731

Pasca Sarjana Ilmu KomunikasiFakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik

Universitas Indonesia 2010

1

Page 2: Kompilasi Hannah Arendt Print

Hannah Arendt (1906-1975)Biografi

Hannah Arendt lahir pada 14 Oktober 1906 di Hanover, Jerman dari ayah Paul dan

ibu Martha Cohn Arendtyang beraliran kiri dalam politik. Tahun 1910, keluarganya pindah

ke Königsberg. Arendt memasuki sekolah sinagoga dan sekolah agama Yahudi. Ayahnya

meninggal akibat paresis (sifilis) ketika ia berusia 7 tahun, meninggalkan ibunya menjadi

orangtua tunggal yang membesarkan Arendt di keluarga kakeknya yang kaya raya. Tahun

1920 ibu Arendt menikah lagi dengan Martin Beerwald yang membawa dua saudara tiri

Arendt, Eva dan Clara Beerwald, ke rumahnya. Sejak kecil, Arendt menentang rasisme

sehingga dikucilkan dikucilkan oleh teman sekolah dan gurunya.

Arendt memasuki Universitas Marburg pada tahun 1925, dan ia belajar teologi

kepada Rudolph Bultmann. Arendt dan Martin Heidegger yang mengajar di universitas itu

terlibat hubungan gelap, namun kemudian berakhir ketika Arendt mengetahui keterlibatan

Heidegger dalam kegiatan Partai Sosialis Nasional. Ia lalu meneruskan studinya di

Universitas Freiburg di bawah bimbingan fenomenolog Edmund Husserl. Kemudian Arendt

melanjutkan studi di Universitas Heidelberg dan belajar filosofi dari Karl Jaspers yang

merupakan seorang psikolog-filsupserta menyelesaikan skripsinya yang berjudul Der

Liebesbegriff bei Augustin. Versuch einer philosophischen Interpretation (Konsep Cinta di

Augustine: Sebuah Usaha dalam Interpretasi Filosofi) pada tahun 1928.

Arendt menikah dengan Günter Stern dan pindah ke Berlin pada tahun 1929dan

mereka pun menawarkan rumahnya untuk menjadi tempat perlindungan bagi orang-orang

Yahudi yang melarikan diri dari cengkeraman NAZI. Publikasi skripsinya dilakukan pada

tahun 1929, namun ia dihalangi di lingkungan tempat tinggalnya karena ia seorang Yahudi

(saat ia menulis tesisnya, agar mendapatkan izin mengajar di universitas di Jerman) pada

tahun 1933. Arendt akhirnya pindah dari Jerman ke Perancis mengikuti suaminya yang

telah lebih dulu pindah ke san dan bercerai pada tahun 1939. Arendt berkenalan dengan

2

Page 3: Kompilasi Hannah Arendt Print

Heinrich Blücher, seorang anggota Partai Komunis Jerman, yang mendorong

ketertarikannya pada Marxisme dan teori politik melalui keterlibatannya dengan Yahudi,.

Mereka pun menikah pada tahun 1940.

Sesaat setelah mereka menikah, Arendt diasingkan di selatan Prancis di sebuah

kamp di Gurs dan ia pun melarikan diri dan berkumpul kembali dengan Blücher. Pada

tahun 1941 ia terbang ke New York melalui Lisbon, Portugal, bersama suami dan ibunya.

Pada tahun 1941, Arendt menetap di Amerika. Ia bekerja sebagai jurnalis yang kemudian

menjadi kepala editor di sebuah penerbitan besar. Pada tahun 1951, bukunya yang

berjudul The Origins of Totalitarism dipublikasikan. Pada tahun yang sama ia memperoleh

kewarganegaraan Amerika. Bukunya tersebut membuatnya menjadi terkenal. Tak lama, ia

kemudian dikenal sebagai filusuf politik. Ia memperoleh kedudukan sebagai guru besar

atau guru besar tamu di beberapa universitas, termasuk Princeton, Harvard, dan Berkeley.

Tanggal 5 Desember 1975 di New York, Hannah Arendt meninggal dunia.

3

Page 4: Kompilasi Hannah Arendt Print

Dialectical Communicative LaborOleh Ronald C. Arnett

Eyes so used to darkness as ours will hardly be able to tell whether their light of a candle or of

balzing sun (Hannah Arendt, Men in Dark Times, 1963)

Pemikiran Hannah Arendt menjadi sangat penting dalam studi filosofi komunikasi

dengan penekanan pada pentingnya dialectical communicative labor. Terminologi

dialectical communicative labor sangat berbeda dengan metafora kedua, yakni alienated

communicative work yang bersumber pada dimensi wilayah komunikasi ‘publik’ dan

‘privat’ serta konsep pariah dan parvenue.

Seyla Benhabib dalam tulisan yang berjudul Situating the Self, menjelaskan

bagaimana dan dimana diri (self) menemukan situasinya sendiri untuk membuat

perbedaan. Bagaimana seseorang melakukan komunikasi (labor: kerja atau work), dan

dimana seseorang terlibat dalam komunikasi (privat, publik, atau sosial) menyituasikan

kehidupan komunikasi, berpindah apakah dalam ruang dialectical communicative labor

atau dalam ruang alienated communicative work.

Introduction

Tulisan ini mengikutsertakan kritik sosial Hannah Arendt dari sudut pandang

komunikasi yang dipandu oleh dialectical communicative labor (meskipun Arendt tidak

pernah menggunakan terminologi itu). Metafora dialectical communicative labor adalah

sebuah istilah yang berasal; dari penulis untuk merangkum pemikiran Arendt dalam sudut

pandang komunikasi, serta memberikan penghormatan kritik sosial Arendt.

Asumsi dasar yang bisa digunakan sebagai awalan dalam menyelami pemikiran

Arendt adalah runtuhnya kepercayaan diri/keyakinan dalam modernitas serta prediksi

penolakan postmodern terhadap modernitas –sebuah konsep negatif tentang optimisme

dan progress. Arendt memperlihatkan kesalahan mendasar dari dunia modern, merinci

4

Page 5: Kompilasi Hannah Arendt Print

alasan konsepsinya bagi pandangan modern sebagai kegagalan eksperimen sosial. Ia

kemudian mendekonstruksi pondasi dari modernitas dan menawarkan kritik konstruktif

yang menekankan adanya pembentukan ulang konsep ‘public’ dan ‘private’. Ia pun

mempertimbangkan ulang, di luar dari puing-puing pengalaman modern, sebuah tindakan

alami dari pertanyaan dialectical communicative.

Arendt melihat modernitas sebagai eksperimen sosial telah berjalan tanpa arah

serta merusak tatanan masyarakat yang menentang penegasan ideologi dari modernitas

yang membuat kita menguatkan ulang, memupuk, dan membedakan konteks komunikasi

dari publik dan pribadi. Akibat sosial dari runtuhnya perbedaan publik dan pribadi dan

menyebutnya sebagai kegagalan pengalaman sosial modern, mempertanyakan keyakinan

salah yang tidak dapat dihindarkan dari perkembangan manusia. Pemikiran Arendt banyak

diilhami oleh Edmund Husserl, Martin Heidegger serta Karl Jaspers dan kemudian

berkembang pada ketertarikan pemikiran Karl Marx. Akan tetapi yang tidak kalah penting

adalah bahwa Arendt hidup dalam kondisi masyarakat yang penuh dengan ‘totalitarian’.

Modernity’s Race

Salah satu ciri umum dalam modernitas (sebagi metafora dari progress) adalah

hilangnya tradisi yang sering kali membicarakan adanya keaneka ragaman.

Postmodernitas memberikan peluang bagi kita untuk membuka kembali tradisi dalam

rangka keanekaragaman. Perbedaan antara publik dan privat menunjuk pada tradisi yang

beranekaragam. Modernisme kemudian menegasikan tradisi, dan Arendt mengajak kita

kembali pada tradisi-tradisi, menolak asumsi bahwa progress berhenti bersama diri

individu.

Arus modernitas ternyata menjadi tempat terjadinya konflik ideologi. Perseturuan

antara ideologi yang berkembang senantiasa berlangsung, mulai kapitalisme sampai

Marxisme serta humanistik dan agama. Modernitas mengadopsi progress sebagai kebaikan

dunia, perkataan Tuhan, kehidupan kontemporer yang diterima apa adanya. Pemikiran

Arendt melawan ”sosial”, keruntuhan ruang yang menawarkan hanya kekaburan sisa

kehidupan publik dan privat dalam melepaskan ide tentang progress dan pertumbuhan

5

Page 6: Kompilasi Hannah Arendt Print

yang tidak terkontrol. ”Sosial” adalah penjaga progress, menyediakan ranah implisit dan

eksplisit yang mana komunikator menghadapi dunia; ide metanaratif hidup dalam asumsi

bahwa progress adalah pemberian alam. Kepercayaan dalam ranah progress menempati

”bad faith” di bawah kaki agen modern, yang secara ironi bergerak cepat menuju

konformitas. Modernity’s race berhenti pada runtuhnya konsep kehidupan publik dan

privat.

The ‘Sosial’ as Ironical Ground for Individualism

Menurut Arendt terdapat dua kategori aktor sosial yaitu pariah dan parvenu.

Pariah adalah outsider yakni mereka yang tidak pernah masuk dalam sebuah ruang sosial,

tidak pernah dilibatkan dalam lingkungan serta keberdaannya diabaikan. Disisi lain,

parvenu adalah mereka yang berupaya mencari kesempatan mendapatkan akses terhadap

mobilitas kelas dalam ruang sosial. Untuk menjadi parvenu, orang harus melakukan banyak

manipulasi dalam dirinya sendiri. Dengan prinsip parvenu yang demikian, dalam konteks

imperialisme sosial. Untuk menjadi parvenu, orang harus melakukan banyak manipulasi

dalam dirinya sendiri. Sehingga hal kemudian yang terjadi adalah hilangnya keunikan

individual, serta tradisi lokal dan kesemuanya melebur dalam konformitas imperialisme

sosial.

Arendt mellihat lebih jauh dalam sosial sebagai wajah kelam dari proyek

Enlightmen dimana konformitas sosial mengasumsikan adanya unversalitas dan kemajuan

(universality and progress). Karena terbukti bahwa proyek Enlightmen tidak

memerdekakan individu, maka postmodernitas diperlukan karena postmodernitas

menolak adanya sistem tunggal (grand narrative, Pencerahan, universalitas) dan

sebaliknya justru mendukung adanya perbedaan dari berbagai tradisi dengan berbagai

perbedaan narasi. Grand narrative harus diganti oleh petite narrative sehingga ada

alternatif ketiga selain menjadi pariah atau parvenu. Penjara konformitas sosial harus

dirobohkan untuk memperluas pilihan hidup. Hegemoni konformitas sosial juga harus

diruntuhkan. Petite narrative harus dirawat agar memunculkan keunikan dan otentisitas

identitas sebagai kontra dari “sosial” dimana individu dipaksa untuk menjadi konformis.

6

Page 7: Kompilasi Hannah Arendt Print

Kajian-kajian Arendt merekomendasikan adanya pemberian ruang kepada

perbedaan. Dalam rekomendasi ini, dialectical communicative labor menyediakan pintu

masuk hermeneutik bagi kritik terhadap modernitas. Modernitas dengan fokus ganda pada

progress dan self pada akhirnya hanya menghasilkan kematian moral (moral cul de sac hal.

76). Dalam modernitas, progress berfungsi sebagai metanarasi dengan penekanan bahwa

individu sekedar berperan sebagai aktor perubahan.

Dalam ruang “sosial” orang selalu berusaha memperoleh penerimaan untuk

terlibat dalam ‘sosial’ tersebut. Jika mereka diterima, maka individu akan dapat

mengintegrasikan komunikasi dan kerja. Namun jika tidak mampu, tapi individu tersebut

tetap ngotot untuk mendapat penerimaan sosial, maka akan terjadi alienated

communicative work sebagai lawan dari dialectical communicative labor. Alienated

communicative work merupakan efek dari parvenu yang ingin masuk ke arena sosial

dengan ‘mengeksploitasi keringatnya tanpa mengindahkan karyanya sendiri’.

From Optimistic Confidence to Realitic Hope

Christopher Lasch menulis The True and Only Heaven yang bertujuan untuk

mengritik progress dari sisi optimisme yang tidak realistis. Lachs menekankan pentingnya

harapan realistis yang mengakui adanya kegagalan dan keberhasilan yang dilakukan lewat

kerja keras dengan penekanan bahwa kerja keras tetap selalu berhasil. Mirip dengan Lachs,

Arendt juga tidak bisa menerima keyakinan modernitas tentang progress. Dalam konteks

upaya NAZI yang ingin menyatukan dunia (dan gagal), Arendt tidak sekedar melihat

kegagalan NAZI saja, namun juga kegagalan ekspersimen modernisme yang

memungkinkan adanya proyek NAZI. Arendt lebih menekankan pengakuan terhadap

perbedaan ketimbang penyeragaman sosial.

Kolonialisasi interpersonal dalam ranah “sosial” merupakan ironi dari modernitas.

Modernitas membunuh tradisi yang sudah merawat individu. Dalam ranah “sosial” individu

dipaksa untuk menyesuaikan diri terhadap konformitas sosial, tidak pada tradisi. Ranah

7

Page 8: Kompilasi Hannah Arendt Print

sosial merupakan arena kolonialisasi yang terpaksa disetujui dimana indovidu mencari

persetujuan untuk bergabung, bukan sebagai tradisi, namun sebagai “kawanan domba”.

Istilah dark time digunakan oleh Arendt untuk menggambarkan keadaan dimana

sosial telah menegasikan ruang privat dan publik. Manusia harus memakai topeng untuk

masuk dalam arena sosial. Dialectical communicative labor menekankan pentingnya

pembedaan antar ide dan aksi yang memungkinkan adanya pembedaan domain

komunikasi privat dan publik.

Dialectical Communicative Labor

Dialectical Communicative Labor berperan sebagai sebuah bentuk conceptual

shorthand untuk mengintegrasikan pemahaman filosofis, reflektif dan pemahaman yang

beragam tentang ide dan praktek yang membentuk interaksi komunikasi dalam ranah

kehidupan komunikasi publik dan privat. Dialectical Communicative Labor merupakan

sebuah metafora yang menunjukan perlunya diferensiasi, membuat kemungkinan adanya

kehidupan komunikasi publik dan privat yang berseberangan dengan tuntutan-tuntutan

konformitas dalam ruang sosial. Ruang sosial mengorbankan gaya bertanya kritis ini untuk

suatu rasa memiliki (sense of belonging) yang tidak reflektif. Arena sosial menjelaskan

modernitas sebagai sebuah eksperimen yang gagal; ide-ide baru muncul melalui

perbedaan/diferensiasi, bukan kesepakatan pura-pura atau konsensus buatan (artificial).

Dialectical Communicative Labor berpandangan bahwa komunikasi merupakan

sebuah proses perjuangan (laboring) dengan ide-ide/ isi dalam sebuah cara yang

dibedakan secara reflektif yang bisa menggerakan ide-ide menjadi aksi/tindakan dalam

ruang publik dan privat dari interaksi manusia. Tulisan Arendt menjelaskan sebuah filsafat

tentang Dialectical Communicative Labor yang tidak meneruskan deskripsi yang telah

“ada,” sebuah deskripsi konsensus mengenai sosial, dan melibatkan Dialectical

Communicative Labor dalam kegiatan sosial/ praxis filosofis, sehingga memberikan

kesempatan bagi diferensiasi dan perubahan. Dialectical Communicative Labor menunjukan

sebuah pemahaman tentang komunikasi yang tidak sejalan dengan apa yang disebut

Arendt sebagai “sosial.”

8

Page 9: Kompilasi Hannah Arendt Print

Dialectical Communicative Labor membutuhkan isi mengenai ide-ide filosofis dan

praktis yang reflektif, membutuhkan pembedaan antara satu ide dan aksi dengan ide dan

aksi lainnya untuk menghindari perangkap sosial, yang mengajak pada konsensus palsu.

Diferensiasi merupakan kiasan/metafora yang menggerakan bagi Dialectical

Communicative Labor, yang menjadikan domain publik dan privat kehidupan manusia bisa

dibedakan dari sosial. Labor merupakan kebutuhan; menyusun ulang keterlibatan

komunikasi sebagai labor mengambil kekuatan dari wilayah (kosmopolit) sosial yang

berusaha menggunakan kerja parvenu ketika membuang pelaku kerja tadi. Gagasan

Dialectical Communicative Labor didasarkan pada asumsi mengenai perbedaan. Tanpa

membedakan kehidupan publik dan privat dan dekonstruksi sosial, maka wawasan

(insight) komunikasi terus hidup bersama rutinitas implementasi. Arendt menunjukan

pada perlunya perbedaan yang terlibat dalam kegiatan labor yang alami, sebagai suatu

yang sentral bagi kondisi manusia.

Karya Arendt menunjukkan pada penegasan ulang postmodern tentang perlunya

ruang publik dan privat, yang diperkuat oleh diferensiasi komunikasi. Keilmuan Arendt,

dipahami dari sudut pandang filsafat komunikasi, mengingatkan kita akan sebuah bentuk

komunikasi yang ditempatkan dalam labor mengenai praktek-praktek komunikasi, yang

bertolakbelakang dengan aturan yang mendorong kita pada kepatuhan secara tidak

reflektif serta usaha secara aktif setelah kepatuhan dalam ruang sosial untuk mencapai

akses pada kehidupan komunikasi dalam sebuah aspek tertentu dari domain tadi.

Kehidupan komunikasi tanpa bertanya/mempertanyakan secara dialektis akan

membawa kita pada apa yang disebut Arendt sebagai ruang sosial, atau apa yang George

Ritzer sebut The McDonaldization of Society – sebuah dunia dengan kesamaan yang

ekstrem. Francis Fukuyama merujuk era ini sebagai berakhirnya sejarah (the end of

history). Setiap kiasan menawarkan wawasan dalam wilayah sosial, sebuah tempat dimana

pembedaan (differentiation) dan perbedaan (difference) telah hilang.

Dalam pembedaan ruang komunikasi publik dan privat, istilah Dialectical

Communicative Labor menawarkan sebuah alternatif yang menekankan pada wacana

9

Page 10: Kompilasi Hannah Arendt Print

(discourse) atau proses komunikasi, tidak menggantikan istilah-istilah tersebut, tapi

menawarkan metafora yang menyatukan komunikasi dengan kerja (labor), membawa isi

konsep kedalam aksi, memperluas ruang publik dan privat. Sementara ruang sosial

dibentuk oleh konformitas, bukan oleh kerja (labor) intelektual dan relasional yang

membentuk keunikan ruang publik dan privat dengan isi komunikasi. Sosial melenyapkan

jarak yang penting bagi diferensiasi dan wawasan dibanding konformitas (penyesuaian).

Tujuan komunikasi adalah membawa isi informasi dan hubungan ke dalam

kehidupan publik dan privat dan mengurangi kekuatan domain sosial. Berlawanan dengan

DCL adalah “alienated communicative work” yang menekankan konformitas dengan sosial

dan menyatukan komunikasi dengan “work” bukan “labor.” Arendt membedakan labor dan

work, menawarkan implikasi bagi pembedaan dialectical communicative labor yang

membentuk ruang publik dan privat dengan communicative work yang berdaptasi dengan

tuntutan sosial.

10