KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA...

75
KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA DAN IRAK SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : Nabil Asrof NIM. 1112044100036 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Transcript of KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA...

Page 1: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA DAN

IRAK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

Satu Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

Nabil Asrof

NIM. 1112044100036

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan
Page 3: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan
Page 4: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan
Page 5: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

v

ABSTRAK

Nabil Asrof. NIM 1112044100036. KETENTUAN WASIAT WAJIBAH

DI INDONESIA, MALAYSIA DAN IRAK. Program Studi Hukum Keluarga

(Ahwal Syakhshiyyah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2017 M. Ix + 66 halaman.

Wasiat ialah suatu pelepasan terhadap harta peninggalan yang dilaksanakan

sesudah meninggal dunia seseorang. Menurut asal hukum, wasiat adalah suatu

perbuatan yang dilakukan dengan kemauan hati dalam keadaan apa pun. Beberapa

negara telah mengatur wasiat yang pemberiannya bukan lagi dengan kehendak

pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan yang dibuat oleh pihak

berwenang yang berarti wasiat tersebut bersifat wajib, yang dikenal dengan nama

wasiat wajibah. Wasiat wajibah diberikan kepada pihak-pihak tertentu dan besarnya

tidak boleh lebih dari 1/3. Indonesia, Malaysia dan Irak merupakan negara yang

mengatur perihal wasiat wajibah ini.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui persamaan dan

perbedaan ketentuan wasiat wajibah di Indonesia, Malaysia dan Irak; untuk

mengetahui landasan hukum Islam wasiat wajibah; untuk mengetahui

perkembangan wasiat wajibah ketiga negara tersebut.

Metode yang digunakan adalah: Penelitian kualitatif, dengan jenis

penelitian kepustakaan, data yang digunakan adalah: Data primer yang diambil dari

kitab-kitab fikih dan UU, dan data sekunder yaitu yang berasal dari dokumen-

dokumen yang terdapat dalam majalah, surat kabar, jurnal ilmiah, dan artikel yang

relevan dengan tema dalam skripsi ini, kemudian dianalisis dengan metode analisis

komparatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wasiat wajibah adalah tindakan yang

dilakukan oleh penguasa atau hakim sebagai aparat negara untuk memaksa, atau

memberi putusan wajib wasiat bagi orang yang telah meninggal, yang diberikan

kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu. adapun pihak-pihak yang berhak

menerima wasiat wajibah menurut peraturan yang berlaku yakni di Indonesia

diberikan kepada anak angkat dan orangtua angkat melalui KHI, di Malaysia

diberikan kepada cucu dari keturunan anak laki-laki melalui Enakmen Wasiat

Orang Islam dan di Irak diberikan kepada cucu dari keturunan laki-laki maupun

perempuan melalui Personal Status Law and amendments No. 188 of 1959.

Kata kunci : Ketentuan Wasiat Wajibah di Indonesia, Malaysia dan Irak

Pembimbing : Sri Hidayati, M.Ag

Daftar pustaka : 1972-2016

Page 6: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

vi

KATA PENGANTAR

بسم ٱلله ٱلرهحمن ٱلرهحيم

Alhamdulillah, segala puja dan puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih

dan Penyayang, penulis panjatkan sebagai ungkapan rasa syukur atas segala

limpahan hidayah, rahmat dan nikmat-Nya kepada penulis, sehingga dengan kudrat

dan iradatnya penulis dapat menyelasaikan skripsi ini dengan baik.

Salawat serta salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia untuk mengikuti

petunjuk dengan risalahnya yakni agama Islam, yang akan menyelamatkan dan

menghantarkan pemeluknya menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dibalik selesainya skripsi yang berjudul “Komparasi Wasiat Wajibah di

Indonesia, Malaysia dan Irak”, yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar S1di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tentunya banyak kendala

dan cobaan yang penulis hadapi dalam proses penulisannya. Akan tetapi, dengan

penuh keyakinan dan ketabahan penulis mampu melewati segala persoalan tersebut.

Banyak pihak yang membimbing dan membantu penulis dalam proses

penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang tiada hingga

penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Asep

Saepudin Jahar, MA beserta seluruh staf jajarannya yang tidak bisa disebutkan

satu-persatu yang telah memberikan bimbingan serta arahan, baik secara

langsung maupun tidak langsung selama penulis menimba ilmu di Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Abdul Halim, M.Ag dan Indra Rahmatullah, SH.I,

MH selaku Sekretaris Prodi yang telah memberikan arahan kepada penulis baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Page 7: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

vii

3. Sri Hidayati, M.Ag pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

bantuan, baik dari segi arahan, waktu, tenaga, dan pikirannya sehingga skripsi

ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Pimpinan dan karyawan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan pimpinan, staf, karyawan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan

studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga penulis

memperoleh informasi yang dibutuhkan.

5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis selama

menjalani masa pendidikan berlangsung. Semoga ilmu yang diberikan menjadi

ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat.

Semoga segala partisipasi, dukungan dan motivasi serta do’a yang diberikan

kepada penulis, mendapat ganjaran pahala oleh Allah SWT dengan balasan yang

berlipat ganda.

Harapan penulis semoga skripsi ini berguna bagi penulis khususnya dan

bagi pembaca pada umumnya. Akhirnya hanya kepada Allah SWT segala urusan

akan kembali dan kepada-Nyalah kita memohon hidayah dan taufiq serta ampunan.

Ciputat, 29 Oktober 2017

Penulis

Page 8: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI..................................iii

LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................iv

ABSTRAK...............................................................................................................v

KATA PENGANTAR...........................................................................................vi

DAFTAR ISI........................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.............................................................1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.........................................5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................6

D. Metode Penelitian.......................................................................7

E. Tinjauan Kajian Terdahulu.........................................................9

F. Sistematika Penulisan...............................................................10

BAB II KETENTUAN WASIAT DALAM ISLAM

A. Pengertian Wasiat.....................................................................12

B. Dasar Hukum Wasiat................................................................14

C. Rukun dan Syarat Wasiat.........................................................18

D. Hal-Hal Yang Membatalkan Wasiat........................................21

E. Hukum Wasiat..........................................................................23

F. Wasiat Wajibah........................................................................25

BAB III KETENTUAN WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA,

MALAYSIA DAN IRAK

A. Wasiat Wajibah di Indonesia....................................................30

Page 9: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

ix

B. Wasiat Wajibah di Malaysia.....................................................37

C. Wasiat Wajibah di Irak.............................................................45

BAB IV KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA,

MALAYSIA DAN IRAK

A. Persamaan Wasiat Wajibah di Indonesia, Malaysia dan

Irak............................................................................................50

B. Perbedaan Wasiat Wajibah di Indonesia, Malaysia dan

Irak............................................................................................52

C. Analisis Perbandingan Wasiat Wajibah di Indonesia, Malaysia

dan Irak.....................................................................................55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...............................................................................61

B. Saran-Saran..............................................................................62

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................63

Page 10: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dinamika pembaruan yang mewarnai sejarah umat Islam sejak beberapa

abad lalu, antara lain ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh cendikiawan muslim

yang menggagas pentingnya pembaruan Islam. Gagasan pembaruan yang

digulirkan meliputi hampir seluruh bidang-bidang pemikiran Islam, termasuk

hukum Islam. Gagasan pembaruan dalam hukum Islam muncul akibat adanya

kesenjangan antara materi hukum, seperti fikih, dengan kenyataan sosial dewasa

ini. Upaya pembaruan kemudian terwujud dalam bentuk kodifikasi dan unifikasi

hukum Islam, khususnya hukum keluarga, sebagaimana ditempuh beberapa negara

muslim.1

Untuk konteks Indonesia, upaya penyusunan Undang-Undang Perkawinan

dan KHI dapat dinilai sebagai bagian dari upaya perumusan hukum Islam yang

bersifat khas Indonesia.2 Dengan demikian, KHI diharapkan dapat dijadikan

sebagai pedoman yang seragam bagi Hakim Pengadilan Agama dan menjadi hukum

positif yang wajib dipatuhi oleh seluruh bangsa Indonesia yang beragama Islam.3

KHI yang didasarkan pada Interuksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 1991, ini terdiri atas 3 Buku yakni Buku I memuat tentang Perkawinan, Buku

II tentang Hukum Kewarisan dan Buku III tentang Hukum Perwakafan.

1 Asni, Pembaruan Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kementrian Agama Republik

Indonesia, 2012), h. 1.

2 Asni, Pembaruan Hukum Islam Di Indonesia, h. 1.

3 Samsulbahri Salihima, Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan Dalam Hukum Islam Dan Implementasinya Pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 217.

Page 11: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

2

Secara umum dan keseluruhan, hukum kewarisan di dalam KHI tampak

sesuai dengan hukum faraid yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadis. Namun,

tidak semua isi KHI memuat hukum Islam apa adanya dan kuranglah tepat bila

dikatakan isinya melulu hukum Islam. Paling tidak yang terkait dengan ihwal

batasan ahli waris pengganti di samping harta bersama/harta gono-gini dan terutama

hak kewarisan anak angkat.4

Dalam KHI Pasal 171 huruf h disebutkan bahwa “anak angkat adalah anak

yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan

sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua

angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan”. Pengangkatan anak menimbulkan

hubungan kewarisan melalui wasiat wajib.

Wasiat merupakan salah satu cara dalam peralihan harta dari satu orang ke

orang lain. Sistem wasiat ini berjalan sejak zaman dulu, bukan hanya agama Islam

saja yang mengatur, tetapi setiap komunitas memiliki pemahaman tentang wasiat.

Secara garis besar wasiat merupakan penghibahan harta dari seseorang kepada

orang lain atau kepada beberapa orang sesudah meninggalnya yang menghibah

tersebut. Wasiat ialah suatu pelepasan terhadap harta peninggalan yang

dilaksanakan sesudah meninggal dunia seseorang. Menurut asal hukum, wasiat

adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan kemauan hati dalam keadaan apa

pun. Karenanya, tidak ada dalam syariat Islam suatu wasiat yang wajib dilakukan

dengan jalan putusan hakim.5 Pendapat lain mengatakan wasiat adalah pesan

terakhir dari seseorang yang mendekati kematiannya, dapat berupa pesan tentang

apa yang harus dilaksanakan para penerima wasiat terhadap harta peninggalannya

atau pesan lain di luar harta peninggalan.6

4 Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam: Dalam Pendekatan Teks &

Konteks, Cet.I, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013), h. 100.

5 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fikih Mawaris, Cet.III, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), h. 273.

6 Anwar Sitompul, Fara’id, Hukum waris Islam Dalam Waris Islam Dan Masalahnya, (Surabaya: Al Ikhlas, 1984), h. 60.

Page 12: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

3

Dengan kata lain wasiat diberikan kepada penerima wasiat dengan adanya

kemauan dari si pewasiat ditandai dengan suatu perbuatan maupun perkataan untuk

diterima dan dilaksanakan dengan tidak adanya paksaan untuk berwasiat, dengan

salah satu syaratnya yaitu telah meninggalnya si pewasiat. Inilah yang membedakan

hibah dengan wasiat. Wasiat semacam ini telah banyak dijelaskan dalam kajian-

kajian fikih klasik yang pada dasarnya merujuk pada Al-Qur’an.

Di Indonesia aturan mengenai wasiat telah tertuang dalam KHI

sebagaimana termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 yaitu dalam

Bab V Pasal 194 sampai dengan Pasal 209 dan dalam kitab-kitab fikih Islam. KHI

Pasal 171 huruf f menyebutkan wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris

kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal

dunia. Pasal 194 sampai dengan Pasal 208 mengatur tentang wasiat biasa,

sedangkan dalam Pasal 209 mengatur tentang wasiat yang khusus diberikan untuk

anak angkat atau orang tua angkat. Dalam khazanah hukum Islam, wasiat tidak

biasa ini disebut wasiat wajibah.

Sayangnya, KHI tidak memberikan definisi dalam ketentuan umum tentang

wasiat wajibah tersebut. Secara teori, wasiat wajibah didefinisikan sebagai tindakan

yang dilakukan penguasa atau hakim sebagai aparat negara untuk memaksa atau

memberi putusan wajib wasiat bagi orang yang telah meninggal dunia yang

diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu.7

Wasiat yang pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung

kepada kehendak orang yang meninggal dunia. Wasiat ini tetap dilaksanakan, baik

diucapkan, atau dikehendaki maupun tidak oleh orang yang meninggal dunia. Jadi

pelaksanaan wasiat tersebut tidak memerlukan bukti bahwa wasiat tersebut

diucapkan, dituliskan atau dikehendaki, tetapi pelaksanaanya didasarkan kepada

7 Destri Budi Nugraheni, dkk., Pengaturan dan Implementasi Wasiat Wajibah di Indonesia,

Mimbar Hukum, Volume 22, Nomor 2, Juni 2010, h. 311-312.

Page 13: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

4

alasan-alasan hukum yang membenarkan bahwa wasiat tersebut harus

dilaksanakan.8

Ketentuan ini jelas berbeda dengan definisi wasiat yang dijelaskan di atas

yang mana pemberiannya harus didasari pada kesadaran pewasiat, artinya pewaris

harus melakukan perbuatan hukum untuk mewariskan hartanya. Sedangkan wasiat

wajibah yang telah diatur dalam KHI bisa terlaksana tanpa harus adanya kesadaran

dari si pewasiat dan diberikan kepada orang tertentu yang telah disebutkan dalam

KHI.

KHI di Indonesia mempunyai ketentuan tersendiri tentang wasiat wajibah

dan berbeda dalam pengaturannya dari negara-negara Muslim yang lain. Konsep

KHI adalah memberikan wasiat wajibah terbatas kepada anak angkat dan orang tua

angkat. Sementara negara-negara lain seperti Mesir, Suriah, Maroko dan Tunisia

melembagakan wasiat wajibah untuk mengatasi persoalan cucu yang orang tuanya

meninggal lebih dahulu daripada kakek atau neneknya.9

Sekalipun secara normatif telah ditentukan demikian, namun dalam

perkembangannya ternyata wasiat wajibah diberikan kepada pihak-pihak di luar

anak angkat dan orang tua angkat. Berdasarkan beberapa yurisprudensi Mahkamah

Agung ternyata wasiat wajibah juga diberikan kepada ahli waris yang beragama

non-Islam.

Selain di Indonesia negara tetangga yakni Malaysia pun mengatur tentang

wasiat wajibah ini, yang mana negara Malaysia merupakan negara yang

penduduknya mayoritas beragama Islam dan menganut mazhab Syafi’i sama seperti

di Indonesia, pengaturan tentang wasiat wajibah berbeda dengan yang diatur di

Indonesia. Dalam undang-undang yang berlaku di Malaysia diperuntukkan hanya

sebatas cucu yang tidak mendapatkan bagian harta waris karena terhijab.

8 Ahmad Kamil & M Fauzan, Hukum Perlindungan Dan Pengangkatan Anak Di Indonesia,

Cet.II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 145.

9 Destri Budi Nugraheni, dkk., Pengaturan dan Implementasi Wasiat Wajibah di Indonesia, h. 312.

Page 14: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

5

Negeri Selangor merupakan yang pertama mewujudkan Undang-Undang

Pentadbiran Hukum Syara’ di Malaysia. Di antara undang-undang yang

diwujudkan adalah Enakmen Wasiat Orang Islam. Enakmen ini telah dirumuskan

dan diberlakukan oleh pemerintahan negeri. Draft Enakmen tersebut dirumuskan

oleh pemerintah melalui Jabatan Kehakiman Syariah Negeri Selangor (JAKESS),

dan selanjutnya diajukan dalam rapat parlemen untuk dibahas bersama wakil rakyat

tersebut. Setelah disahkan dan mendapat persetujuan dari DiRaja, barulah

diundangkan dan diberlakukan. Enakmen Wasiat Orang Islam Negeri Selangor No.

4 Tahun 1999 diundangkan pada 30 September 1999, dan mulai diberlakukan sejak

1 Juli 2004.10

Dalam Seksyen 27 menetapkan bahwa cucu dari anak laki-laki, yang orang

tuanya meninggal terlebih dahulu, diberi wasiat wajibah maksimal 1/3 dari harta

warisan. Minimal disesuaikan dengan bagian yang bakal diterima oleh ayahnya

sekiranya ayah mereka masih hidup, selama tidak melebihi 1/3 dari harta pewaris.

Sedangkan di Irak ketentuan tentang waris yang di dalamnya terdapat pasal

tentang wasiat wajibah diatur dalam Personal Status Law and amendments No. 188

of 1959.

Dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut

bagaimana ketentuan tentang wasiat wajibah di Negara Indonesia, Malaysia dan

Irak yang pada akhirnya penulis beri judul “Komparasi Wasiat Wajibah di

Indonesia, Malaysia dan Irak”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam memahami masalah yang akan

dibahas, dirasakan perlu untuk mengadakan pembatasan dan perumusan masalah

10 Hajar M, Hak Kewarisan Cucu (Analisis Yurisprudensi Mahkamah Tinggi Syariah di

Selangor, Malaysia dan Mahkamah Agung di Indonesia), Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, Volume 21, Nomor 3, Juli 2014, h. 448.

Page 15: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

6

tersebut sesuai dengan judul yang dimaksud, maka penulis membatasi masalahnya

hanya mencangkup wasiat wajibah di Indonesia, Malaysia dan Irak.

2. Perumusan Masalah

Agar lebih terarah, serta untuk memfokuskan tema permasalahan dan

terciptanya efektifitas dari tema penelitian ini, serta untuk merumuskan

permasalahan di atas, penulis memberikan perumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana persamaan dan perbedaan ketentuan wasiat wajibah di

Indonesia, Malaysia dan Irak?

b. Bagaimana landasan hukum Islam tentang wasiat wajibah?

c. Adakah perluasan peruntukannya di ketiga negara tersebut terkait wasiat

wajibah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Segala sesuatu yang ditulis oleh seseorang tentu memiliki tujuan tersendiri,

begitu halnya dalam pembahasan judul ini. Adapun hasil yang hendak dicapai dari

penelitian ini adalah terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan, yaitu:

a. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan ketentuan wasiat wajibah di

Indonesia, Malaysia dan Irak.

b. Untuk mengetahui landasan hukum Islam wasiat wajibah.

c. Untuk mengetahui perkembangan wasiat wajibah ketiga negara tersebut.

2. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian akan lebih berharga jika hasilnya memberikan manfaat bagi

setiap orang yang menggunakannya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Penulisan skripsi ini diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan,

menambah khazanah keilmuan di bidang hukum keluarga khususnya di

bidang wasiat wajibah.

Page 16: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

7

b. Sebagai wujud kontribusi positif penulis terhadap perkembangan hukum

khususnya mengenai wasiat wajibah.

c. Penelitian ini diharapkan menjadi pelengkap penelitian-penelitian

sebelumnya.

d. Memberikan sumbangan kepada mahasiswa atau siapa saja yang konsen

dengan permasalahan ini.

e. Memberikan satu karya ilmiah yang bermanfaat bagi civitas akademika

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta secara khusus, dan bagi masyarakat secara umum.

D. Metode Penelitian

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan metode penelitian ini

adalah adanya kesesuaian antar masalah dengan metode yang akan dipergunakan

dalam penelitian untuk hal yang akan diteliti. Adapun metode penelitian yang

penulis pakai sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah penelitian

kualitatif. Sedangkan penelitian ini bersifat kepustakaan (Library Research) yaitu

penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, literatur-literatur yang

ada relevansinya dangan judul skripsi ini. Hal ini sesuai dengan tujuan bahasan ialah

membandingkan undang-undang yang merupakan bentuk dari hasil

pengkodifikasian serangkaian aturan sehingga menjadi sebuah buku pedoman suatu

negara.

2. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari

mana data dapat diperoleh.11 Data-data yang penulis kumpulkan untuk menyusun

skripsi ini ada 2 kategori yakni:

11 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2006), h. 129.

Page 17: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

8

a. Bahan hukum primer: yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti

(atau petugasnya) dari sumber pertamanya.12 bersumber dari kitab-kitab

fikih dan undang-undang yang dijadikan landasan undang-undang ketiga

negara terbahas yaitu Indonesia, Malaysia dan Irak. Yakni KHI, Enakmen

Wasiat Orang Islam dan Personal Status Law and amendments No. 188 of

1959.

b. Bahan hukum sekunder: yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh

peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan data

yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen.13 Berupa dokumen-

dokumen yang terdapat dalam majalah, surat kabar, jurnal ilmiah, dan

artikel yang relevan dengan tema dalam skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penentuan metode pengumpulan data tergantung pada jenis dan sumber data

yang diperlukan. Pada umumnya pengumpulan data dapat dilakukan dengan

beberapa metode, baik yang bersifat alternatif maupun kumulatif yang saling

melengkapi.14 Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi

ini adalah dengan penelitian pustaka yaitu dengan menelusuri dan menemukan data-

data yang sesuai dan erat kaitannya dengan permasalahan dalam skripsi ini, sumber

data dalam penelitian ini diperoleh dari buku-buku yang erat kaitannya dengan

masalah yang penulis bahas.

4. Analisis Data

Analisa data yaitu suatu cara yang dipakai untuk menganalisa, mempelajari

serta mengolah kelompok data tertentu, sehingga dapat diambil kesimpulan yang

kongkret tentang permasalahan yang diteliti dan dibahas. Metode analisis data yang

penulis gunakan ialah analisis komparatif, yakni penelitian yang bersifat

12 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, (Jakarta: Rajawali, 1987), h. 93.

13 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, h. 94.

14 Cik Hasan Bisri, Penuntun Penyusun Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 65-66.

Page 18: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

9

membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat

objek yang diteliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga merujuk pada karya ilmiah lain

yang sudah terdahulu dengan substansi dan pembahasan yang berbeda tentunya,

adapun yang penulis temukan di antaranya sebagai berikut :

Pertama, skripsi UIN Jakarta yang ditulis oleh Siti Maryam pada tahun 2016

yang berjudul “Studi Komparasi Wasiat Wajibah di Indonesia dan Malaysia

(Selangor)”.

Kedua, skripsi UIN Jakarta yang ditulis oleh Eti Sumiati pada tahun 2005

yang berjudul “Studi Tentang Wasiat Wajibah Dalam KHI Indonesia dan Wasiat

Wajibah di Mesir Dalam Perspektif Al-Quran”.

Ketiga, skripsi UIN Yogyakarta yang ditulis oleh Marsiani pada tahun 2016

yang berjudul “Wasiat Wajibah Untuk Anak Tiri (Analisis Terhadap Ketentuan

Dalam KHI)”.

Keempat, skripsi UIN Jakarta yang ditulis oleh Hilma Yuniasti pada tahun

2012 yang berjudul “Pembagian Wasiat Wajibah Kepada Ahli Waris Yang Berbeda

Agama”.

Kelima, artikel UIN Jakarta yang ditulis oleh Sri Hidayati pada tahun 2012

yang berjudul “Ketentuan Wasiat Wajibah di Berbagai Negara Muslim

Kontemporer”.

Dari karya ilmiah terdahulu penulis rasa tidak ada yang sama persis dalam

judul pembahasan, adapun dari skripsi yang pertama dirasa berbeda dari segi obyek

penelitian, yang ingin peneliti bahas yakni di Negara Malaysia (yang telah

mengamandemen ketentuan wasiat wajibah ini yakni di Selangor, Melaka dan

Negeri sembilan maupun yang belum mengamandemen) dan Negara Irak,

sedangkan skripsi tersebut hanya sebatas Negara Malaysia bagian Selangor.

Sedangkan pada skripsi yang kedua perbedaannya terletak pada obyek yang

Page 19: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

10

dibahas, yakni penulis ingin meneliti di Negara Malaysia dan Irak sedangkan pada

skripsi terdahulu membahas Mesir. Sementara pada artikel yang kelima

perbedaannya terletak pada negara yang dibahas, pada artikel yang ditulis oleh Ibu

Sri Hidayati tidak membahas Malaysia, selain itu penulis ingin memaparkan lebih

lanjut mengenai wasiat wajibah ini.

F. Sistematika Penulisan

Agar dalam penulisan skripsi ini menjadi terarah dan tidak mengambang,

penulis membuat sistematika penulisan yang disusun per bab. Dalam skripsi ini

terdiri dari lima bab, dan setiap bab memiliki subbab yang menjadi penjelasan dari

masing-masing bab tersebut. Skripsi ini diakhiri dengan kesimpulan hasil penelitian

dan saran bagi pembaca. Adapun sistematika penulisan tersebut ialah sebagai

berikut:

Bab pertama, bab ini membahas Pendahuluan yang di antaranya meliputi

latar belakang masalah yang memuat alasan penulis terhadap kajian ini, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelititan, metode penelitian, tinjauan

kajian terdahulu dan sistematika penulisan. Bab pertama ini sebagai acuan untuk

bab-bab selanjutnya, sehingga pemaparan dari bab yang selanjutnya tidak keluar

dari konteks.

Bab kedua, bab ini membahas Ketentuan Wasiat Dalam Islam, yang

meliputi pengertian wasiat, dasar hukum wasiat, rukun dan syarat wasiat, hal-hal

yang membatalkan wasiat, hukum wasiat dan wasiat wajibah.

Bab ketiga, bab ini membahas Ketentuan Wasiat Wajibah di Indonesia,

Malaysia dan Irak, yang meliputi wasiat wajibah di Indonesia, wasiat wajibah di

Malaysia dan wasiat wajibah di Irak.

Bab keempat, bab ini membahas Komparasi Wasiat Wajibah di Indonesia,

Malaysia dan Irak yang di antaranya meliputi persamaan wasiat wajibah di

Indonesia, Malaysia dan Irak, perbedaan wasiat wajibah di Indonesia, Malaysia dan

Irak serta analisis perbandingan wasiat wajibah di Indonesia, Malaysia dan Irak.

Page 20: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

11

Bab kelima, bab ini merupakan bab Penutup yang berisi kesimpulan dan

saran-saran. Kesimpulan tersebut diperoleh setelah menganalisa data yang

diperoleh dan merupakan jawaban pada rumusan masalah, sedangkan saran adalah

harapan penulis terhadap jalan keluar pada pokok permasalahan ini.

Page 21: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

12

BAB II

KETENTUAN WASIAT DALAM ISLAM

A. Pengertian Wasiat

Definisi wasiat secara bahasa, wasiat berasal dari bahasa arab (الوصية) yang

artinya pesan.1 Sedangkan menurut istilah, wasiat adalah suatu sistem perpindahan

hak kepemilikan harta atau manfaatnya dari orang yang berwasiat secara sukarela,

dengan tidak melebihi harta peninggalan, yang berlaku setelah orang yang

berwasiat itu meninggal dunia.2 Wasiat juga dapat diartikan sebagai pemberian

seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang ataupun manfaat untuk

dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah orang yang memberi wasiat mati.3

Orang yang menyampaikan pesan diwaktu dia masih hidup untuk dilaksanakan

sesudah wafat.4

Beberapa pengertian wasiat di atas apabila dicermati pada prinsipnya tidak

terdapat perbedaan substansi akan tetapi antara satu dengan yang lainnya saling

melengkapi, karena apabila dikristalkan terdapat beberapa unsur yaitu:

Pertama, wasiat itu merupakan bentuk perikatan yang berkaitan dengan

harta benda atau manfaatnya. Kedua, wasiat itu perbuatan yang dilakukan atas

inisiatif atau kehendak sendiri secara sukarela. Ketiga, adanya perpindahan hak

kepemilikan dari orang yang berwasiat kepada yang menerima wasiat. Keempat,

1 A.W. Munawir, Kamus Al-Munawir: Kamus Arab-Indonesia, Cet.XIV, (Surabaya: Pustaka

Progresif, 1997), h. 1563.

2 Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan, Cet.I, (Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2012), h. 48.

3 Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, Cet.I, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 353.

4 Ali Hasan, Hukum Warisan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), h. 19.

Page 22: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

13

pelaksanaan perpindahan hak kepemilikan terjadi setelah matinya orang yang

berwasiat.5

Substansi wasiat di atas berarti juga mengandung pernyataan kehendak oleh

seseorang mengenai apa yang dilakukan terhadap hartanya sesudah meninggal

kelak. Akan tetapi pelaksanaan wasiat itu harus tunduk kepada beberapa syarat dan

ketentuan yang harus dipenuhi.6

Dalam al-Qur’an, kata washiyyah diulang sebanyak 8 kali, belum/tidak

termasuk kata-kata yang seakar dengannya yang jumlahnya sekitar 24-an kali.

Ayat-ayat wasiat yang dimaksudkan, yang terpenting dari padanya adalah surah al-

Baqarah (2): 180-182.7

Pengertian wasiat berbeda dengan pengertian hibah. Wasiat termasuk

bentuk hibah. Namun, harta yang diserahkan baru menjadi milik orang yang

diserahinya setelah yang menyerahkan meninggal, serupa dengan harta waris.

Bedanya, pada wasiat penyerahan harta dilakukan atas kehendak si pemilik yang

diucapkan ketika ia masih hidup. Sedangkan pada harta waris semata-mata menurut

kehendak Allah, sama sekali bukan atas kehendak dari pemilik harta.8

Ketentuan wasiat ini sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Dengan adanya

wasiat dari seseorang ketika saat masih hidup, akan dapat menghindarkan

terjadinya sengketa dikemudian hari dari para ahli warisnya ketika ia meninggal.9

5 Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan, h. 46.

6 Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan, h. 47.

7 Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam: Dalam Pendekatan Teks dan Konteks, Cet.I, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 126.

8 Hassan Saleh, Kajian Fikih Nabawi & Fikih Kontemporer, Cet.I, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 395.

9 Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Hibah Dan Wasiat di Indonesia, Cet.I, (Yogyakarta: Gadah Mada University Press, 2011), h. 84.

Page 23: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

14

B. Dasar Hukum Wasiat

1. Al-Kitab

a. Al-Baqarah: 180

كمكتب د ح أ ض ل يكمإذ اح وتع اٱلم ي خ ينو ٱلو صيةإنت ر ك ل بي للو قر

ٱل عروف ب قا ح ٱلم

ٱلمتقي لع

Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan

(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-

bapak dan karib kerabatnya secara ma´ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang

yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 180)

b. Al-Baqarah: 240

ين و ٱل ع إل ت جهمم زو ج و صيةل زو

أ رون ي ذ منكمو ٱل وليت و فون ر جن ف إنخ اج إخر ي غ

و عروف منم نفسهن فأ لن ع ل يكمفم ف ع جن ح ف ل زيز ٱلل كيم ع ح

Artinya: “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan

meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi

nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan

tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris

dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma´ruf terhadap diri

mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Baqarah: 240)

c. Al-Ma’idah: 106

ه ي أ ين ي نوا ٱل كمء ام د ح

أ ض ةب ينكمإذ اح د ه وتش ٱلم منكمٱثن نٱلو صيةحي دل اع ذ و

بتمف نتمض يكمإنأ انمنغ ر وء اخ

رضأ

صيب ةٱل ب تكمم ص

وتف أ ٱلم

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi

kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh

Page 24: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

15

dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan

kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya

kematian." (Al-Ma’idah: 106)

d. An-Nisa’: 11

ين ود ......منب عدو صية يوصبه أ

Artinya: “(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia

buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.” (An-Nisa’: 11)

2. As-Sunnah

a. Hadits riwayat Abdullah bin Umar

ع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال ماحق امرئ مسلم ل ووصى عن عبد هللا بن عمر انه س ه

ووصيوته عنده مكتووبة قال عبدهللا بن عمر ما م فيه بيت ثالث ليال ت ال س لة من على ليو ر

10.ال وعندى وصيت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال ذلك

Artinya: Dari Abdullah bin Umar ra. Katanya, bahwa ia mendengar Rasulullah saw

bersabda: “Seorang Islam yang memiliki suatu harta yang akan diwariskannya,

selalu sedia surat wasiat dari waktu kewaktu. Kata Abdullah, semenjak saya

mendengar hadits Rasulullah saw itu, senantiasa saya siap sedia dengan surat wasiat

dan tak pernah seharipun yang luput dari catatanku.”

b. Hadits riwayat Sa’ad bin Malik

ة الوداع من وج د بن مالك قال عادن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ف حج ع عن س فيت منه ا

بونة ل واحدة افأتصدق قلت يرسول هللا بولغن ماتورى من الوجع وان ذومال ول رثن ال افو على المو

10 Muslim bin al-Hajjaj al-Quraisyairi an-Naisaburi, Terjemahan Hadits Shahih Muslim,

Jilid II, Penerjemah A. Razak & Rais Lathief, Cet.I, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1980), h. 279.

Page 25: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

16

والثو بثولثى مال قال ل قال قولت افا تصدق بشطره قال ل الثول ر ورثوتك اننيا ثثيور انك ا ت ل

تغى با وجه هللا ا رهم عالة وتكففو الناس ولست تونفق نوفقة توبو با حت خيور من ا ت ل اجر

لها ف ف ام اللقمة 11.راتك ت

Artinya: Dari Sa’ad bin Malik ra. katanya: “Bahwa Rasulullah saw datang

menengok saya waktu sakit hampir mati pada haji wada’. Berkata saya kepada

beliau; inilah keadaan sakit saya seperti tuan lihat sendiri. Saya ini mempunyai

harta, sedangkan ahli waris saya hanya seorang anak perempuan. Apakah boleh

saya sedekahkan dua pertiga (2/3) harta saya itu? Jawab Rasulullah saw “Tidak”

Kata saya, seperduanya (1/2)? “Tidak”, jawab beliau pula. Sepertiganya (1/3)? “Ya”

jawab Rasulullah saw: Itupun telah banyak. Sebenarnya jika anda tinggalkan ahli

waris dalam keadaan kaya, lebih baik dari pada ditinggalkan dalam keadaan miskin,

mengemis kepada orang lain. Berkata pula beliau: “Tiap-tiap nafkah yang anda

keluarkan Lillahi Ta’ala, niscaya anda mendapat ganjaran Allah sehingga suap yang

anda letakkan di mulut isterimu pun.”

c. Hadits riwayat Ibnu Abbas

ال الربع فا رسول هللا صلى هللا ع ليه وسلم قال عن ابن عباس قال لوا الناس عضوا من الثول

ثثيور والثول 12.الثول

Artinya: Dari bin Abbas ra. Katanya: “Ada baiknya jika orang-orang memperkecil

harta yang diwasiatkan dari sepertiga (1/3) kepada seperempat (1/4), sebab

Rasulullah saw. telah berkata; sepertiga itu telah banyak.”

11 Muslim bin al-Hajjaj al-Quraisyairi an-Naisaburi, Terjemahan Hadits Shahih Muslim, h.

279.

12 Muslim bin al-Hajjaj al-Quraisyairi an-Naisaburi, Terjemahan Hadits Shahih Muslim, h. 280.

Page 26: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

17

3. Al-Ijma’

Ijma’ dalam bahasa adalah ‘azm (tekad) untuk melakukan sesuatu dan

bersikeras terhadapnya. Sedangkan menurut istilah yakni kesepakatan para

mujtahid di kalangan umat Islam di setiap masa setelah wafatnya Nabi atas suatu

hukum syari’at.13

Umat Islam sejak dari zaman Rasulullah saw sampai sekarang banyak

menjalankan wasiat. Perbuatan yang demikian itu tidak pernah diingkari oleh

seorang pun. Ketiadaan ingkar seorang itu menunjukkan adanya ijma’.14 Oleh

karena itu, wasiat yang dilakukan oleh seseorang, sepanjang isi wasiatnya baik,

wajib dipenuhi, setelah dibayar hutangnya.15

4. Ijtihad

Ijtihad berasal dari kata jahada yang berarti mencurahkan segala

kemampuan atau menghabiskan segala daya dalam berusaha. Sedang ijtihad

menurut istilah ialah usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan

menggunakan segenap kemampuan yang ada dan dilakukan oleh orang (ahli

hukum) yang memenuhi syarat untuk mendapatkan ketentuan hukum yang belum

jelas atau tidak ada ketentuannya di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.16

Misalnya, dalam pelaksanaan wasiat itu terdapat pemindahan hak

kepemilikan dari seseorang kepada orang lain. Dalam hukum Islam secara tersurat

tidak mengatur adanya penguasaan harta secara administratif, yang ada hanyalah

13 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syari’at, Penerjemah M. Misbah, Cet.I, (Jakarta:

Rabbani Press, 2008), h. 247.

14 Musthafa Diib Al-Bugha, Fikih Islam Lengkap: Penjelasan Hukum-hukum Islam Mazhab Syafi’i, Penerjemah D.A Pakihsati, Cet.I, (Solo: Media Zikir, 2010), h. 302.

15 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet.I, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 358.

16 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia), (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), h. 104.

Page 27: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

18

pembagian semata. Karena itu perkembangan hukum dewasa ini telah

mengakomodasikan hukum Islam dalam kerangka kemaslahatan.17

C. Rukun dan Syarat Wasiat

1. Rukun Wasiat

Fuqoha berselisih tentang rukun dan syarat-syarat wasiat sehingga wasiat

itu sah dilaksanakan oleh seseorang sesuai dengan kehendak syara’. Wahbah

Zuhaili mengutip dari kitab ad-Durrul Mukhtaar, rukun wasiat hanya ijab saja,

yakni perkataan tentang wasiat yang keluar dari pihak mushii (orang yang

berwasiat). Sedangkan qabul dari pihak mushaa lah (orang yang menerima wasiat)

hanya merupakan syarat bukan rukun. Yang dimaksud qabul adalah suatu ucapan

yang jelas atau terang-terangan, seperti qabiltu (aku terima), atau secara

isyarat/petunjuk. Qabul dalam wasiat hanya sah apabila dilakukan setelah

meninggalnya mushii.18

Namun pada umumnya fuqaha berpendapat bahwa rukun wasiat ada empat

macam yaitu, pewasiat (mushii), penerima wasiat (mushaa lah), barang wasiat

(mushaa bih), dan akad wasiat (shighat). Masing-masing rukun mempunyai

persyaratan tersendiri.19

2. Syarat Wasiat

a. Persyaratan pewasiat (mushii)

Menurut Wahbah Zuhaili syarat sah mushii itu adalah: 1. Berkopenten

melakukan tabarru’ yaitu mukallaf (balig dan berakal sehat), merdeka, baik laki-

laki maupun perempuan, dan muslim maupun kafir, 2. Dalam keadaan rela dan

dengan kehendak sendiri.20

17 Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan, h. 63.

18 Wahbah Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, Jilid X, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Cet.I, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 160.

19 Wahbah Zuhaili, Fikih Imam Syafi’i: mengupas masalah fikihiyah berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, Jilid 2, Penerjemah Muhammad Afifi, dkk., Cet.I, (Jakarta: almahira, 2010), h. 367.

20 Wahbah Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, h. 169.

Page 28: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

19

Berakal adalah syarat yang sudah disepakati dalam hal wasiat. Karena itu,

wasiat yang dikeluarkan oleh orang gila, orang idiot dan orang epilepsi tidaklah sah

kerena perbuatan mereka tidak dianggap hukum. Para ulama fikih sepakat

mensyaratkan mushii harus orang yang merdeka. Maka wasiat yang keluar dari

seorang budak tidaklah sah. Golongan Hanafiyah sepakat dan golongan Syafi’iyah

satu pendapat yang lebih unggul dari dua pendapat yang ada mensyaratkan mushii

haruslah orang yang sudah balig. Artinya, tidaklah sah wasiat yang keluar dari anak

kecil yang sudah atau belum tamyiz. Golongan Malikiyyah dan Hanabillah

memperbolehkan wasiat yang dilakukan oleh anak yang sudah tamyiz, yang sudah

berusia sepuluh tahun atau kurang sedikit, jika si tamyiz ini memikirkan qurbah

(mendekatkan diri kepada Allah SWT).21

b. Persyaratan penerima wasiat (mushaa lah)

Syarat sah bagi lembaga umum yakni bukan merupakan lembaga maksiat.

Sedang bagi personal atau manusia adalah: 1. Harus wujud, 2. Harus

diketahui/ma’lum, 3. Harus berkompeten menerima hak milik dan keberhakan.22

Mazhab empat sepakat bahwa tidak bolehnya wasiat untuk ahli waris,

kecuali jika disetujui oleh para ahli waris lainnya. Juga diperbolehkan seorang

dzimmi berwasiat untuk sesama dzimmi, juga untuk seorang muslim. Tetapi para

ulama berselisih pendapat tentang sahnya wasiat seorang Muslim untuk seorang

kafir harbi. Maliki, Hambali, dan mayoritas Syafi’i mengatakan bahwa wasiat

seperti itu sah, sedangkan mazhab Hanafi dan mayoritas Imamiyah mengatakan

tidak sah. Mereka juga sepakat tentang sahnya wasiat bagi anak yang masih berada

dalam kandungan, dengan syarat bahwa ia lahir dalam keadaan hidup. Dan

mengenai wasiat bagi kepentingan umum, semua mazhab sepakat akan sahnya,

21 Wahbah Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, h. 170.

22 Wahbah Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, h. 172.

Page 29: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

20

seperti kaum fakir miskin, para penuntut ilmu, masjid-masjid dan sekolah-

sekolah.23

c. Persyaratan barang wasiat (mushaa bih)

Objek yang diwasiatkan dapat berupa semua harta yang bernilai, baik

berupa barang ataupun manfaat, piutang dan manfaat seperti tempat tinggal atau

kesenangan. Tidak sah mewasiatkan yang bukan harta seperti bangkai, dan yang

tidak bernilai bagi orang yang mengadakan akad wasiat seperti khamar bagi kaum

muslimin.24

Wasiat hanya berlaku dalam batas sepertiga dari harta warisan, manakala

terdapat ahli waris, baik wasiat itu dikeluarkan ketika dalam keadaan sakit ataupun

sehat. Adapun jika melebihi sepertiga harta warisan, menurut kesepakatan seluruh

mazhab, membutuhkan izin dari para ahli waris. Jika semua mengizinkan, wasiat

itu berlaku. Tapi jika mereka menolak, maka batalah ia. Tapi jika sebagian dari

mereka mengizinkan, sedang sebagian lainnya tidak, maka kelebihan dari sepertiga

itu dikeluarkan dari harta yang mengizinkan, dan izin seorang ahli waris baru

berlaku jika ia berakal sehat, balig dan rasyid.25

d. Persyaratan akad wasiat (shighat)

Shighat wasiat adakalanya berupa ungkapan kata yang jelas dan ungkapan

kata kinayah. Ungkapan kata yang jelas seperti ucapan pewasiat, “Saya berwasiat

pada fulan dengan jumlah harta sekian.” Ungkapan kata kinayah ialah berupa

catatan tertulis sehingga wasiat dengan media semacam ini sah dengan disertai

niat.26

23 Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, Penerjemah Afif Muhammad, dkk.,

Cet.XXVI, (Jakarta: Lentera, 2010), h. 507-509.

24 Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, h. 355.

25 Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, h. 513.

26 Wahbah Zuhaili, Fikih Imam Syafi’i: mengupas masalah fikihiyah berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, h. 374.

Page 30: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

21

Qabul wasiat tidak disyaratkan harus spontan karena penerimaan spontan

hanya disyaratkan dalam berbagai bentuk akad langsung yang di dalamnya harus

ada kesinambungan antara ijab dan qabul seperti jual beli. Ahli waris berwenang

meminta penerima wasiat untuk menerima atau menolak wasiat. Apabila dia

menghindarkan dirinya dari wasiat maka dia dianggap telah melakukan

penolakan.27

Apabila wasiat itu dikaitkan dengan persyaratan, dianggap sah bila

syaratnya itu syarat yang benar, yang mengandung kemaslahatan. Sepanjang tidak

dilarang atau bertentangan dengan tujuan syariat.28 Jika rukun dan syarat suatu

wasiat telah terpenuhi, maka wasiat tersebut bersifat mengikat dan mempunyai

kekuatan hukum untuk dilaksanakan ketika pewasiat telah meninggal dunia.29

D. Hal-Hal Yang Membatalkan Wasiat

Batal atau tidak sahnya wasiat tergantung dari apakah praktik wasiat sudah

memenuhi segala rukun dan persyaratan wasiat yang telah ditetapkan. Kalau wasiat

sudah memenuhi segala rukun dan persyaratannya maka wasiat dianggap sah dan

bisa dilaksanakan, sebaliknya jika tidak memenuhi segala rukun dan persyaratan,

atau tidak terpenuhi salah satu rukun dan persyaratannya maka wasiat dianggap

batal dan tidak sah, karenanya tidak menimbulkan akibat hukum apapun.30

Ulama fikih menetapkan beberapa hal yang dapat membatalkan wasiat.

Sebagiannya disepakati seluruh ulama fikih dan sebagian lainnya diperselisihkan.

Adapun hal-hal yang disepakati dapat membatalkan wasiat adalah:31

27 Wahbah Zuhaili, Fikih Imam Syafi’i: mengupas masalah fikihiyah berdasarkan Al-Qur’an

dan Hadits, h. 375.

28 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, Cet.I, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), h. 311.

29 Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Hibah Dan Fasiat di Indonesia, h. 89.

30 Ahmad Kamil & M. Fauzan, Hukum Perlindungan Dan Pengangkatan Anak Di Indonesia, Cet.II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 149.

31 Ahmad Kamil & M. Fauzan, Hukum Perlindungan Dan Pengangkatan Anak Di Indonesia, h. 149-150.

Page 31: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

22

1. Dari aspek mushii

a. Mencabut wasiatnya, baik secara terang-terangan maupun melalui

tindakan hukum.

b. Yang berwasiat mewasiatkan yang bukan miliknya.

c. Yang berwasiat tidak cakap hukum

d. Yang berwasiat mencabut wasiatnya.

2. Dari aspek mushaa lah

a. Yang menerima wasiat menyatakan penolakannya terhadap wasiat

tersebut.

b. Tidak jelas orang yang menerima wasiat.

c. Yang menerima wasiat lebih dulu meninggal dari pada yang berwasiat.

d. Orang yang menerima wasiat membunuh pihak yang berwasiat.

e. Penerima wasiat menggunakan untuk perbuatan maksiat.

f. Penerima wasiat adalah ahli waris pemberi wasiat.

3. Dari aspek mushaa bih

a. Harta yang diwasiatkan musnah, seperti terbakar atau hancur ditelan

banjir.

b. Penerima wasiat meminta harta lebih dahulu sebelum yang berwasiat

meninggal.

c. Benda yang diwasiatkan adalah yang diharamkan atau tidak bermanfaat

secara syara’.

d. Wasiat lebih dari 1/3 harta mushii.

4. Syarat yang ditentukan dalam akad wasiat tidak terpenuhi. Misalnya, mushii

mengatakan, “Apabila sakit saya ini membawa kematian, maka saya

wasiatkan sepertiga harta saya untuk fulan.” Tetapi, ternyata mushii itu

sembuh dan tidak jadi wafat, maka wasiat itu batal.

Page 32: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

23

Sedangkan hal-hal yang dapat membatalkan wasiat, tetapi diperselisihkan

ulama fikih seperti yang dikutip oleh Ahmad Kamil dan M. Fauzan adalah:32

1. Mazhab Hanafi, mushii kehilangan kecakapannya dalam bertindak hukum,

seperti gila. Tetapi menurut jumhur ulama tidak batal baik gila

berkelanjutan sampai wafat atau tidak. Menurut mereka, yang penting

adalah orang yang berwasiat itu cakap bertindak hukum (balig dan berakal)

ketika mengakadkan wasiat.

2. Menurut ulama mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’i wasiat seseorang batal

apabila ia murtad, bahkan menurut mazhab Maliki apabila yang murtad

mushaa lah (penerima wasiat) wasiat itupun batal. Akan tetapi ulama

mazhab Hambali berpendirian bahwa murtad tidaklah membatalkan wasiat,

baik yang murtad itu mushii maupun mushaa lah.

3. Menurut mazhab Hanafi dan mazhab Hambali, wasiat batal jika mushaa lah

membunuh mushii, baik direstui ahli waris maupun tidak. Tetapi menurut

mazhab Syafi’i, apabila mushaa lah membunuh mushii, sekalipun dengan

sengaja wasiat tetap sah, tidak batal. Menurut mazhab Maliki wasiat tetap

sah bila mushaa lah membunuh mushii baik disengaja maupun tidak,

dengan syarat mushii mengatahui pembunuhnya dan tidak membatalkan

wasiat.

4. Ulama mazhab Maliki berpendapat wasiat kepada ahli waris hukumnya

batal. Akan tetapi ulama lain (mazhab Hanafi, mazhab Syafi’i dan mazhab

Hambali) berpendapat bahwa berwasiat kepada salah seorang ahli waris

adalah sah, apabila direstui oleh ahli waris lainnya.

E. Hukum Wasiat

Mardani mengutip beberapa beda pendapat para ulama tentang hukum

melakukan wasiat, di antaranya sebagai berikut:33

32 Ahmad Kamil & M. Fauzan, Hukum Perlindungan Dan Pengangkatan Anak Di Indonesia,

h. 150-151.

33 Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, h. 108.

Page 33: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

24

1. Menurut az-Zuhri dan Abu Mijlaz, wasiat itu wajib hukumnya bagi setiap

Muslim yang meninggalkan harta banyak maupun sedikit dan bila wasiat itu

merugikan ahli waris maka hukumnya haram.

2. Menurut al-Imam Takiyuddin Abi Bakar bin Muhammad al- Husain, pada

awal-awal Islam wasiat hukumnya wajib, tetapi setelah turunnya ayat

tentang kewarisan hukumnya menjadi boleh, tetapi tidak melebihi 1/3 atau

melebihi bagian ahli waris.

3. Menurut Ibnu Hazm, bahwa wasiat hukumnya fardhu ‘ain berdasarkan QS

An-Nisa: 11. Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa harta warisan baru

dapat dibagikan kepada ahli waris setelah dilaksanakan wasiat dan

dibayarkan hutang-hutangnya.

4. Menurut Abu Daud, Masruq, Thawus, Iyas, Qatadah dan Ibnu Jabir, bahwa

wasiat itu hukumnya wajib dilaksanakan kepada orangtua dan kerabat-

kerabat yang tidak mendapatkan warisan.

5. Menurut jumhur ulama dan fuqaha Zaidiyah, bahwa berwasiat kepada

orangtua dan karib kerabat tidak termasuk fardhu ‘ain dan wajib.

Jika diperhatikan dengan seksama hukum yang telah ditetapkan oleh ulama

dalam menentukan hukum wasiat sebagaimana tersebut di atas adalah semata-mata

hukum asal wasiat itu sendiri.

Hukum wasiat jika dihubungkan dengan keadaan-keadaan yang

mempengaruhinya, ia tidak terlepas dari ketentuan hukum wajib, sunnah, haram,

makruh dan mubah.34

1. Wasiat wajib, apabila berkaitan dengan penunaian hak-hak Allah SWT.,

seperti zakat, fidyah, nadzar, haji, kafarat, dan lain sebagainya. Atau sebagai

pemenuhan hak-hak sesama yang tidak diketahui selain oleh pewasiat

sendiri dan satu-satunya jalan dalam hal ini tidak lain kecuali memberikan

wasiat, oleh karena itu memberikan wasiat adalah wajib.

34 Asyhari Abta & Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris, Al-Faraidl: Deskripsi Hukum Islam

Praktis dan Terapan, Cet.I, (Surabaya: Pustaka Hikmah Perdana, 2005), h. 227.

Page 34: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

25

2. Wasiat sunnah, apabila ditujukan kepada karib kerabat yang tidak mendapat

bagian warisan, atau kepada orang-orang yang membutuhkan. Seperti

berwasiat kepada fakir miskin, anak-anak yatim dan lain sebagainya.

Dengan tujuan bertaqarrub kepada Allah, menambah amal, memberikan

sumbangan-sumbangan kepada kerabat-kerabat yang kekurangan dan

berderma kepada lembaga-lembaga sosial.

3. Wasiat haram, apabila wasiat tersebut untuk sesuatu maksiat, seperti

berwasiat untuk mendirikan tempat-tempat perjudian, pelacuran dan lain

sebagainya.

4. Wasiat makruh, jika wasiat tersebut ditujukan kepada orang yang fasik dan

orang ahli maksiat yang dengan berwasiat kepadanya akan menjadikan

mereka tambah fasik dan tambah maksiat. Tetapi jika diduga keras apabila

dengan wasiat tersebut mereka menjadi orang baik maka hukumnya menjadi

sunnah.

5. Wasiat mubah, Misalnya seseorang itu kaya, ahli warisnya juga adalah

orang-orang yang mampu. Atau harta warisannya sedikit, akan tetapi ahli

warisnya bukanlah orang yang membutuhkan.35

F. Wasiat Wajibah

Pada dasarnya memberikan wasiat merupakan tindakan ikhtiyariyah, yakni

suatu tindakan yang dilakukan atas dorongan kemauan sendiri dalam keadaan

bagaimanapun. Dengan demikian, pada dasarnya seseorang bebas apakah membuat

atau tidak membuat wasiat.36

Wasiat wajibah adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa atau hakim

sebagai aparat negara untuk memaksa, atau memberi putusan wajib wasiat bagi

35 Asyhari Abta & Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris, Al-Faraidl: Deskripsi Hukum Islam

Praktis dan Terapan, h. 227.

36 Moh. Muhibbin & Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam: Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, Cet.II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 148.

Page 35: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

26

orang yang telah meninggal, yang diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan

tertentu. 37

Jadi wasiat wajibah merupakan bentuk pemberian wasiat yang dilakukan

berdasarkan perintah penguasa, dalam hal ini adalah hakim sebagai aparat negara,

melalui putusannya yang diberikan pada orang tertentu.

Istilah wasiat wajibah dipergunakan pertama kali di Mesir melalui Hukum

Waris 1946 untuk menegakkan keadilan dan membantu cucu yatim.38 Ketentuan

hukum ini bermanfaat bagi anak-anak dari anak laki-laki yang meninggal atau anak

laki-laki dari anak laki-laki terus ke bawah. Sedangkan untuk garis anak perempuan

hanya berlaku untuk anak dari anak perempuan saja (tidak lanjut sampai generasi

selanjutnya). Pemberian wasiat wajibah ini harus tidak melebihi dari sepertiga dari

harta yang ditinggalkan.39

Di dalam ketentuan wajibnya wasiat wajibah tidak membutuhkan

ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam wasiat yang dilakukan secara sukarela

(Ikhtiyariah), karena wasiat wajibah tidak membutuhkan ijab dari orang yang

memberi wasiat dan kabul dari orang yang menerima wasiat, maka wasiat wajibah

dalam hal ini menyerupai pembagian warisan.40 Dalam hal yang terkait harta wasiat

dan hal-hal yang membatalkan wasiat, kaidah umum wasiat biasa berlaku dalam

pelaksanaan wasiat wajibah.41 Pembagian wasiat wajibah dilakukan setelah

37 Musthofa, Pengangkatan Anak: Kewenangan Peradilan Agama, Cet.I, (Jakarta:

Kencana, 2008), h. 131.

38 Atho Mudhar, Membaca Gelombang Ijtihad: Antara Tradisi dan Liberasi, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 2000), h. 163.

39 Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries (History, Text and Comparative Analysis), (New Delhi: Academy of Law and Religion, 1987), h. 88.

40 Muchit A. Karim, ed., Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia, Cet.I, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012), h. 275.

41 Destri Budi Nugraheni, dkk., Pengaturan Dan Implementasi Wasiat Wajibah di Indonesia, h. 329.

Page 36: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

27

dikurangi dengan biaya pengurusan jenazah pewaris, biaya pengobatan, dan

hutang-hutang pewaris.42

Adapun disebut wasiat wajibah karena:43

1. Hilangnya unsur ikhtiar bagi si pemberi wasiat dan munculnya unsur

kewajiban melalui perundang-undangan atau surat keputusan tanpa

tergantung kerelaan orang yang berwasiat dan persetujuan si penerima

wasiat.

2. Ada kemiripannya dengan ketentuan pembagian harta pusaka dalam

penerimaan laki-laki dua kali lipat bagian perempuan.

Menurut Ibn Hazm, ada wasiat yang wajib dan ada yang sunah (ikhtiariyah).

Wasiat wajib deperuntukkan bagi kerabat yang tidak mewarisi, sedang wasiat

ikhtiariyah terserah kepada keinginan si pewasiat.44

Teoritisi hukum Islam (klasik dan kontemporer) berbeda pendapat dalam

menetapkan hukum wasiat wajib. Jumhur ulama berpendapat bahwa sifatnya hanya

dianjurkan, bukan wajib, dengan tujuan untuk membantu meringankan yang

bersangkutan dalam menghadapi kesulitan hidup. Akan tetapi sebagian ulama fikih

lainnya, seperti Ibnu Hazm (tokoh Mahzab azh-Zhahiri), Imam Abu Ja’far

Muhammad bin Jarir at-Tabari (225 H/839 M-390 H/923 M; mufassir), dan Abu

Bakr bin Abdul Aziz (tokoh fikih mazhab Hambali) berpendapat bahwa wasiat

seperti ini hukumnya wajib, dengan alasan Surat al-Baqarah (2) ayat 180. Menurut

mereka, perintah untuk berwasiat dalam ayat tersebut adalah untuk para ahli waris

yang terhalang mendapat warisan.45

42 Destri Budi Nugraheni, dkk., Pengaturan Dan Implementasi Wasiat Wajibah di

Indonesia, h. 316.

43 Destri Budi Nugraheni, dkk., Pengaturan Dan Implementasi Wasiat Wajibah di Indonesia, h. 131.

44 Al Yasa Abubakar, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fikih Mazhab, (Jakarta: INIS, 1998), h. 193.

45Andi Syamsu Alam & M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Cet.I, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 80.

Page 37: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

28

Perbedaan pendapat ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan pendapat

pula, yakni apakah ayat al-Qur’an tersebut dimansukh oleh ayat-ayat al-Qur’an

dalam bidang kewarisan atau tidak. Jumhur ulama berpendapat kewajiban berwasiat

telah dimansukh. Sedangkan ulama yang mewajibkan wasiat untuk kerabat dekat

yang tidak mendapat warisan berpendapat bahwa ayat tersebut tidak mansukh oleh

ayat-ayat kewarisan karena tidak ada pertentangan antara ayat-ayat yang

mewajibkan wasiat dengan ayat-ayat kewarisan.46

Menurut Fatchur Rahman yang dikutip oleh Ahmad Rofiq, Orang yang

berhak menerima wasiat wajibah adalah cucu-cucu laki-laki maupun perempuan

baik pancar laki-laki maupun pancar perempuan yang orangtuanya mati

mendahului atau bersama-sama dengan kakek atau neneknya.47 Dan harus

memenuhi dua syarat: 48

1. Anak yang wajib wasiat untuknya, bukan waris. Kalau dia berhak menerima

pusaka walaupun sedikit, tidaklah wajib dibuat wasiat untuknya.

2. Orang yang meninggal, baik kakek maupun nenek belum memberikan

kepada anak yang wajib dibuat wasiat untuknya, jumlah yang diwasiatkan

untuknya dengan jalan yang lain, seperti hibah umpamanya. Dan jika dia

telah memberikan kurang dari pada jumlah wasiat wajibah, maka wajiblah

disempurnakan wasiat itu.

Adapun dasar hukum wasiat wajibah ini diambil secara kompromi terhadap

pendapat para ulama salaf dan ulama khalaf, yakni:49

46 Moh. Muhibbin & Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam: Sebagai Pembaruan Hukum

Positif di Indonesia, h. 149.

47 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 371.

48 Hasbi Ash-Shiddiqy, Fikih Mawaris: Untuk Warisan Dalam Syari’at Islam, Cet.I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 295.

49 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet.I, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 166-167.

Page 38: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

29

1. Tentang kewajiban berwasiat kepada kerabat-kerabat yang tidak menerima

warisan ialah diambil dari pendapat-pendapat fuqaha, tabi’in, ahli fikih dan

hadits antara lain Tawus, Imam Ahmad dan Ibnu Hazm.

2. Pemberian sebagian harta si mati kepada kerabat-kerabat yang tidak

menerima pusaka yang berfungsi adalah wasiat wajibah, bila si mati tidak

berwasiat. Pendapat ini adalah diambil dari Ibnu Hazm yang dinukilkan dari

pendapat tabi’in dan dari pendapat madzab Imam Ahmad.

3. Pengkhususan kerabat-kerabat yang tidak dapat menerima pusaka kepada

cucu-cucu dan pembatasan penerimaan wasiat sebesar sepertiga harta

peninggalan adalah didasarkan pendapat madzab Ibnu Hazm dan

berdasarkan kaidah syariah, "Pemegang kekuasaan mempunyai wewenang

memerintahkan perkara yang mubah, karena ia berpendapat bahwa hal itu

akan membawa kemaslahatan umum bila penguasa memerintahkan

demikian wajib ditaati”.

Page 39: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

30

BAB III

KETENTUAN WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA DAN

IRAK

A. Wasiat Wajibah di Indonesia

Sebagian besar umat Islam Indonesia merupakan penganut tradisi Islam

teologi Asy’ariyah dan mazhab fikih Syafi’i, dengan sifatnya yang akomodatif,

mazhab Syafi’i mampu “masuk” ke dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang

mengutamakan harmonisasi antara nilai-nilai ajaran Islam dan tradisi-tradisi yang

berkembang dalam masyarakat. Ini membuat mazhab Syafi’i mudah diterima oleh

masyarakat.1

Dengan seiring waktu kebutuhan akan pembaruan hukum Islam di

Indonesia dirasa perlu, maka kelompok yang terlalu berpegang teguh pada mazhab

Syafi’i tentu sangat sulit diamalkan. Banyak pendapat-pendapat dalam mazhab

Syafi’i sudah tidak relavan dengan masa sekarang. Selain itu pesatnya

perkembangan masalah hukum pada masa Imam Syafi’i mungkin belum terjadi atau

belum terpikirkan, menuntut umat Islam untuk mencari solusi jawabannya. Ini tentu

tidak mencukupi bila hanya berpegang pada pendapat-pendapat masa lalu.2

Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang timbul di zaman modern

dan belum terjadi di zaman klasik mendorong kita untuk mencari solusi melalui

ijtihad. Sebelum terbentuknya KHI yang bermuatan hukum Islam bercorak

keIndonesiaan, masyarakat Indonesia bila bersengketa bidang perdata Islam

seringkali hakim yang satu dengan hakim yang lain berbeda dalam putusannya.

1 Muhammad Iqbal, Hukum Islam Modern: Dinamika Pemikiran Dari Fikih Klasik Ke Fikih

Indonesia, Cet.I, (Tangerang: Gaya Media Pratama, 2009), h. 195.

2 Muhammad Iqbal, Hukum Islam Modern: Dinamika Pemikiran Dari Fikih Klasik Ke Fikih Indonesia, h. 197.

Page 40: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

31

Hal ini karena dasar keputusan Peradilan Agama adalah kitab-kitab fikih.

Ini membuka peluang bagi terjadinya pembangkangan atau setidaknya keluhan,

ketika pihak yang kalah perkara mempertanyakan pemakaian kitab/pendapat yang

tidak menguntungkannya itu, seraya menunjuk kitab/pendapat yang menawarkan

penyelesaian yang berbeda. Situasi hukum seperti ini mendorong Mahkamah

Agung untuk mengadakan KHI.3

Kitab-kitab yang dipakai untuk merumuskan KHI tidak hanya terbatas pada

kitab-kitab fikih Syafi’i saja, akan tetapi dari mazhab lain bahkan dari pemikiran

aliran pembaharu seperti buku-buku Ibn Taimiyah. Salain itu juga mengambil

fatwa-fatwa yang berkembang di Indonesia, seperti hasil fatwa MUI, Majlis Tarjih

Muhammadiyah, NU dan sebagainya.4

Di Indonesia aturan mengenai wasiat telah tertuang dalam KHI

sebagaimana termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 yaitu dalam

Bab V Pasal 194 sampai dengan Pasal 209. KHI Pasal 171 huruf f menyebutkan

wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga

yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Pasal 194 sampai dengan Pasal

208 mengatur tentang wasiat biasa, sedangkan dalam Pasal 209 mengatur tentang

wasiat yang khusus diberikan untuk anak angkat atau orangtua angkat. Dalam

khasanah hukum Islam, wasiat tidak biasa ini disebut wasiat wajibah. Sayangnya,

KHI tidak memberikan definisi dalam ketentuan umum tentang wasiat wajibah

tersebut.

Wasiat merupakan salah satu kewenangan absolut Pengadilan Agama.

Kekuasaan absolut Pengadilan Agama tersebut diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 49

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah dirubah

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dan

3 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Cet.I, (Jakarta: Akademika

Pressindo, 1992), h. 23.

4 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, h. 41.

Page 41: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

32

kemudian perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.5 Pada

kenyataannya belum ada hukum materiil dalam bentuk undang-undang yang

mengaturnya. Satu-satunya peraturan yang mengatur wasiat adalah KHI, yang

termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. KHI yang mengatur wasiat

dalam Pasal 194 sampai Pasal 209 dipandang sebagai hukum materiil dan

diberlakukan di peradilan dalam lingkungan Peradilan Agama.6 Tetapi jika dilihat

dari sudut hirarki peraturan perundang-undangan, KHI tidak memiliki otoritas

untuk diberlakukan sebagai hukum materiil.7

Wasiat wajibah secara tegas dinyatakan dalam KHI pada Pasal 209 yang

secara lengkap adalah sebagai berikut:8

1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan

Pasal 193 tersebut diatas, sedangkan terhadap orangtua angkat yang tidak

menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta

wasiat anak angkatnya.

2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah

sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orangtua angkatnya.

Dari pasal tersebut, ada beberapa ketentuan yang dapat disimpulkan

mengenai wasiat wajibah, yaitu sebagai berikut:9

1. Ketentuan mengenai pihak yang berhak mendapatkan wasiat wajibah.

Dalam Pasal 209 KHI tersebut, ada dua pihak yang berhak atas wasiat

wajibah, yaitu orangtua angkat dan anak angkat.

2. Ketentuan mengenai syarat yang harus dipenuhi oleh penerima wasiat

wajibah. Orangtua angkat atau anak angkat yang berhak menerima wasiat

wajibah adalah mereka yang tidak diberi wasiat oleh pewaris.

5 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2001), h. 148.

6 Destri Budi Nugraheni, dkk., Pengaturan Dan Implementasi Wasiat Wajibah di Indonesia, Mimbar Hukum Volume 22, Nomor 2, Juni 2010, h. 311.

7 Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan, Cet.I, (Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2012), h. 125.

8 Lihat Kompilasi Hukum Islam Pasal 209 ayat (1) dan (2).

9 Destri Budi Nugraheni & Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Cet.I, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), h. 62.

Page 42: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

33

3. Ketentuan mengenai bagian yang dapat diterima. Pasal ini mengatur kadar

maksimal wasiat wajibah yang diberikan yakni sebanyak-banyaknya 1/3

dari harta warisan pewaris.

Dalam syariat Islam tindakan pengangkatan anak sangat dianjurkan dengan

catatan tidak sampai mengadopsinya secara total, sehingga menganggapnya mereka

bernasab kepada dirinya. Karena persoalan nasab merupakan masalah yang sangat

penting dalam rangka membina dan memelihara keutuhan umat manusia serta

merupakan salah satu unsur pokok yang harus dijaga kemurniannya. Serta di antara

tujuan disyariatkannya ajaran hukum Islam adalah untuk memelihara dan menjaga

keturunan atau nasab.10

Kesadaran beragama masyarakat muslim yang semakin meningkat telah

mendorong semangat untuk melakukan koreksi terhadap hal-hal yang bertentangan

dengan syariat Islam, antara lain masalah pengangkatan anak. Dengan lahirnya KHI

sebagai pedoman hukum materil Pengadilan Agama mengakui eksistensi lembaga

pengangkatan anak dengan mengatur anak angkat dalam rumusan Pasal 171 huruf

h. Bunyi isi Pasal 171 huruf h “anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan

untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung

jawab dari orangtua asal kepada orangtua angkatnya berdasarkan putusan

pengadilan.”11

Anak angkat memiliki dua jenis yaitu, pertama seseorang yang memelihara

anak orang lain yang kurang mampu untuk dididik dan disekolahkan pada

pendidikan formal, pemeliharaan seperti ini hanyalah sebagai bantuan biasa, dan

sangat dianjurkan dalam agama Islam, dan hubungan pewarisan antara mereka tidak

ada. Kedua, mengangkat anak yang dalam Islam disebut Tabanni atau dalam hukum

10 M. Nurul Irfan, Nasab & Status Anak Dalam Hukum Islam, Cet.I, (Jakarta: Amzah, 2013),

h. 10.

11 Ria Ramdhani, Pengaturan Wasiat Wajibah Terhadap Anak Angkat Menurut Hukum Islam, Lex et Societatis, Vol.III/No.1/Jan-Mar/2015, h. 59.

Page 43: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

34

positif disebut sebagai adopsi. Orangtua yang mengangkat anak ini menganggap

sebagai keluarga dalam segala hal.12

Walau secara normatif telah ditentukan demikian, namun dalam

perkembangannya ternyata wasiat wajibah diberikan kepada pihak-pihak di luar

anak angkat dan orangtua angkat. Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung

ternyata wasiat wajibah juga diberikan kepada ahli waris yang beragama non-Islam.

Diantaranya yakni Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 368.K/AG/1995 serta

Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 51.K/AG/1999.13 Yurisprudensi dilakukan

karena belum ada ketentuan hukum yang pasti, atau spesifik terhadap suatu kasus

yang kemudian diikuti oleh hakim yang lain, dan merupakan hasil ijtihad.14 Dan

merupakan bagian atau salah satu dari sumber hukum dalam tata hukum di

Indonesia yang sering menjadi rujukan dalam pengambilan suatu keputusan oleh

hakim. Dan tidak mengherankan bila yurisprudensi tetap bertahan dalam beberapa

tahun.15

Dalam menangani perkara wasiat wajibah bagi ahli waris non-Muslim

Mahkamah Agung telah melakukan ijtihad di satu sisi, yang mana berdasarkan teks

yang ada baik menurut al-Qur’an maupun al-Hadits ahli waris non-Muslim

terhalang untuk memperoleh warisan dari pewaris yang Muslim dan dalam KHI

aturan wasiat wajibah hanya diperuntukkan bagi orangtua angkat yang sudah

meninggal begitu juga sebaliknya.16

Dalam kontek ke-Indonesiaan wasiat wajibah bagi ahli waris non-Muslim

dipihak lain berkaitan dengan nilai dan masyarakat Indonesia merupakan

12 Ria Ramdhani, Pengaturan Wasiat Wajibah Terhadap Anak Angkat Menurut Hukum

Islam, h. 59.

13 Destri Budi Nugraheni, dkk., Pengaturan dan Implementasi Wasiat Wajibah di Indonesia, h. 312.

14 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Cet.IV, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 37.

15 Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Cet.I, (T.tp., Kementerian Agama RI, 2011), h. 100.

16 Dian Khairul Umam, Fikih Mawaris, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), h. 60.

Page 44: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

35

masyarakat yang telah mengadakan kontrak sosial untuk hidup rukun, damai, saling

hormat menghormati dan tidak saling merendahkan martabat kemanusiaan atas

dasar apapun juga, baik karena perbedaan suku, budaya maupun agama.17

Pada awalnya ketentuan tentang wasiat wajibah hanya diperuntukkan untuk

dua kelompok penerima wasiat yakni anak angkat atau orangtua angkat melalui

KHI dan ahli waris yang tidak beragama Islam melalui yurisprudensi Mahkamah

Agung, tetapi melalui hasil rapat kerja nasional Mahkamah Agung RI, ketentuan

wasiat wajibah mengalami perluasan, yaitu:18

1. Anak tiri yang dipelihara sejak kecil bukan sebagai ahli waris, tetapi dapat

diberikan bagian dari harta warisan melalui wasiat wajibah (Keputusan

Rakernas MA-RI Komisi II Bidang Peradilan Agama tanggal 31 Oktober

2012).

2. Orangtua biologis wajib memberikan bagian dari harta peninggalannya

untuk anaknya yang lahir di luar nikah melalui wasiat wajibah, sebagai

ta’zir. (Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 Jo

Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 tanggal 10 Maret 2012 dan Keputusan

Rakernas MA Komisi II Bidang Peradilan Agama tanggal 31 Oktober

2012).

3. Anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak tercatat oleh pejabat yang

berwenang, berhak untuk memperoleh nafkah dan wasiat wajibah dari

ayahnya tersebut (Keputusan Rakernas MA-RI Komisi II Bidang Peradilan

Agama tanggal 31 Oktober 2012).19

Di Indonesia wasiat wajibah nampaknya merupakan hasil dari dua sistem

hukum, yakni hukum Islam yang sama sekali tidak mengenal anak angkat dan

17 Muchit A. Karim, ed., Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia,

Cet.I, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012), h. 285.

18 Destri Budi Nugraheni & Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, h. 79.

19 A. Mukti Arto, Pembaruan Hukum Islam Melalui Putusan Hakim, Cet.I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 215-216.

Page 45: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

36

hukum adat yang memperlakukan anak angkat sebagai anak kandung. Meskipun

dalam hukum adat pengangkatan anak mempunyai tingkatan-tingkatan tertentu,

yakni:20

1. Anak angkat dapat menjadi anak sah (kandung) sehingga berhak mewarisi.

Misalnya di Bali dan di Batak Karo.

2. Pengangkatan anak tidak menyebabkan putusnya hubungan sama sekali

dengan orangtua kandung. Misalnya di Jawa.

3. Pengangkatan anak hanya sebatas pemeliharaan sehingga tidak berlaku

baginya hukum sebagaimana anak kandung. Misalnya di Lampung.

Keberadaan konstruksi hukum wasiat wajibah di Indonesia juga terinspirasi

dari peraturan perundang-undangan Mesir. Hukum wasiat Mesir tentang wasiat

wajibah tertuang dalam UU No. 71 Tahun 1365 H atau Tahun 1946 M. Dalam

undang-undang tersebut dijelaskan bahwa yang berhak menerima wasiat wajibah

ialah cucu laki-laki atau perempuan pancar perempuan (anak-anak dari anak

perempuan yang meninggal) atau kepada cucu laki-laki atau perempuan pancar

laki-laki (anak-anak dari anak laki-laki pewaris yang meninggal).21 Tidak diketahui

pasti mengapa KHI di Indonesia mengubah konsep wasiat wajibah hanya sebatas

kepada anak angkat dan orangtua angkat saja.22

Pemberian harta warisan dalam Pasal 209 KHI, pada umumnya bukan

didasarkan pada landasan syariat (qath’iy al-dilalah), tetapi lebih didasarkan pada

logika hukum dan pertimbangan kemanusiaan.23

Akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa wasiat wajibah mempunyai

tujuan untuk mendistribusikan keadilan, yaitu memberikan bagian kepada ahli

20 B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-Akibat

Hukumnya di Kemudian Hari, Cet.I, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), h. 171-172.

21 Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Hibah Dan Wasiat di Indonesia, Cet.I, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011), h. 99.

22 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet.II, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 168.

23 Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, h. 170.

Page 46: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

37

waris yang mempunyai pertalian darah namun nash tidak memberikan bagian yang

semestinya, atau orangtua angkat dan anak angkat yang mungkin sudah banyak

berjasa kepada si pewaris namun tidak diberi bagian dalam ketentuan hukum waris

Islam. Jalan keluar yang dapat ditempuh, yakni dengan menerapkan wasiat wajib

sehingga mereka dapat menerima bagian dari harta si pewaris.24

Sebagai contoh, seseorang meninggal dunia, ahli warisnya terdiri dari 1

isteri, 1 anak laki-laki dan 1 anak angkat. Harta warisan yang ditinggalkan sebesar

Rp. 100.000.000 bagian masing-masing adalah:

Harta warisan Rp. 100.000.000

Akar Masalah (AM) = 24

Ahli waris Saham Saham Bagian

1 isteri 1/8 3/24 100.000.000 x 3 : 24 = 12.500.000

1 anak laki-laki Ashabah 13/24 100.000.000 x 13 : 24 = 54.166.667

1 anak angkat 1/3 8/24 100.000.000 x 8 : 24 = 33.333.333

100.000.000

B. Wasiat Wajibah di Malaysia

Secara administratif Malaysia terbagi menjadi 13 negeri bagian dan 3

wilayah persekutuan. yaitu Johor, Kedah, Kelantan, Melaka, Negeri Sembilan,

Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang, Selangor, Terengganu, Sabah, Serawak, dan

wilayah persekutuan meliputi: wilayah persekutuan Labuan, wilayah persekutuan

Putrajaya dan wilayah persekutuan Kuala Lumpur.25

Di Asia Tenggara, Malaysia tercatat sebagai negara yang juga melakukan

pembaruan hukum Islam, terutama dalam hal-hal yang berhubungan dengan

hukum-hukum keluarga. Malaysia merupakan negara federal, yang sampai

24 Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, h. 169.

25Diakses dari https://id.m.Wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_bagian_dan_wilayah_ persekutuan_di_Malaysia. Pada pukul 07.15 tanggal 5 September 2017.

Page 47: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

38

sekarang belum mempunyai undang-undang keluarga yang berlaku secara nasional.

Akibatnya hukum-hukum keluarga yang berlaku berbeda-beda antara negara bagian

yang satu dengan negara bagian yang lain. Usaha penyeragaman undang-undang

hukum keluarga Islam pernah dilakukan, tetapi tidak semua negara bagian mau

menerima usaha penyeragaman tersebut.26

Di Malaysia pedoman utama merumuskan perundang-undangan bertitik

tolak pada mazhab Syafi’i. Sekiranya tidak terdapat dalam mazhab Syafi’i terhadap

persoalan yang akan dirujuk atau tidak sesuai dengan keadaan masa sekarang dan

kepentingan umum, maka barulah pandangan mazhab yang lain dapat

dipertimbangkan.27

Negeri Selangor merupakan yang pertama mewujudkan Undang-Undang

Pentadbiran Hukum Syara’ di Malaysia. Di antara undang-undang yang

diwujudkan adalah Enakmen Wasiat Orang Islam. Enakmen ini telah dirumuskan

dan diberlakukan oleh pemerintahan negeri. Draft Enakmen tersebut dirumuskan

oleh pemerintah melalui Jabatan Kehakiman Syariah Negeri Selangor (JAKESS),

dan selanjutnya diajukan dalam rapat parlemen untuk dibahas bersama wakil rakyat

tersebut. Setelah disahkan dan mendapat persetujuan dari DiRaja, barulah diundang

dan diberlakukan. Enakmen Wasiat Orang Islam Negeri Selangor ini No. 4 Tahun

1999 yang telah diundangkan pada 30 September 1999, dan mulai diberlakukan

sejak 1 Juli 2004.28 Hingga kini hanya Negeri Selangor (1999), Negeri Sembilan

(2004), dan Malaka (2005) saja yang telah membuat undang-undang khusus

mengenai wasiat orang Islam.29

26 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Cet.III, (Jakarta: Rajawali Pers,

2013), h. 249.

27 Hajar M, Hak Kewarisan Cucu (Analisis Yurisprudensi Mahkamah Tinggi Syariah di Selangor, Malaysia dan Mahkamah Agung di Indonesia), Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 3 VOL. 21 JULI 2014, h. 447-448.

28 Hajar M, Hak Kewarisan Cucu (Analisis Yurisprudensi Mahkamah Tinggi Syariah di Selangor, Malaysia dan Mahkamah Agung di Indonesia), h. 448.

29 Muhammad Fathullah Al Haq Muhamad Asni & Jasni Sulong, Fatwa Berhubung Wasiat Wajibah dan Keseragaman Peruntukannya dalam Fatwa Negeri-Negeri di Malaysia, Al-Qanatir Internasional Journal of Islamic Studies. Vol.5. No. 1 (2016), h. 6.

Page 48: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

39

Di Malaysia, terdapat 14 negeri yang mempunyai kekuasaan eksekutif

dalam menentukan undang-undang mengenai agama Islam yang diketuai oleh Raja

atau Tuanku Sultan. Dengan kekuasaan eksekutif tersebut, masing-masing negeri

berhak untuk membuat undang-undang mengenai hal ehwal agama Islam.

Akibatnya menyebabkan berlakunya ketidakseragaman dalam memutuskan fatwa

dan undang-undang dalam suatu persoalan di negeri-negeri.30

Oleh karena itu, diantara yang diperselisihkan oleh negeri-negeri adalah

berkaitan dengan wasiat wajibah di mana ada negeri yang memperuntukkan

Enakmen khusus mengenai wasiat wajibah, terdapat pula negeri yang mengeluarkan

fatwa yang berbeda dengan negeri yang lain dan terdapat juga negeri yang tidak

mengeluarkan fatwa mengenai wasiat wajibah.31

Tidak semua negeri-negeri di Malaysia memperuntukkan undang-undang

khusus mengenai wasiat wajibah, tetapi jika terjadi sengketa perihal wasiat wajibah

masyarakat masih boleh menuntut apabila terdapat negeri yang mengeluarkan fatwa

yang mensahkan wasiat wajibah. Misalnya keputusan fatwa yang telah dikeluarkan

oleh Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Islam (MUFK), Negeri

Sembilan, Johor, Perak, Pulau Pinang, Wilayah Persekutuan, Selangor,

Terengganu, dan Kelantan mengenai wasiat wajibah. Dan terdapat pula negeri yang

menolak konsep wasiat wajibah melalui fatwanya sebagaimana yang diputuskan

oleh Jawatankuasa Fatwa Negeri Perlis.32

Negeri-negeri bagian yang mengatur masalah wasiat wajibah tertuang

dalam undang-undang dengan nama Enakmen Wasiat Orang Islam yakni Negeri

Selangor diatur dalam Enakmen Wasiat Orang Islam (Selangor) Nomor 4 Tahun

1999, Negeri Melaka diatur dalam Enakmen Wasiat Orang Islam (Melaka) Nomor

30 Muhammad Fathullah Al Haq Muhamad Asni & Jasni Sulong, Fatwa Berhubung Wasiat

Wajibah dan Keseragaman Peruntukannya dalam Fatwa Negeri-Negeri di Malaysia, h. 8.

31 Muhammad Fathullah Al Haq Muhamad Asni & Jasni Sulong, Fatwa Berhubung Wasiat Wajibah dan Keseragaman Peruntukannya dalam Fatwa Negeri-Negeri di Malaysia, h. 8.

32 Muhammad Fathullah Al Haq Muhamad Asni & Jasni Sulong, Fatwa Berhubung Wasiat Wajibah dan Keseragaman Peruntukannya dalam Fatwa Negeri-Negeri di Malaysia, h. 7-8.

Page 49: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

40

4 Tahun 2004 dan Negeri Sembilan diatur dalam Enakmen Wasiat Orang Islam

(Sembilan) Nomor 5 Tahun 2005. Tetapi dalam Enakmen tersebut tidak

memberikan definisi secara umum tentang wasiat wajibah.

Dalam Enakmen Wasiat Orang Islam baik di Negeri Selangor (Enakmen 4

Tahun 1999), Melaka (Enakmen 4 Tahun 2005), maupun di Sembilan (Enakmen 5

Tahun 2004) dalam Bahagian VIII tentang wasiat wajibah Seksyen 27, dijelaskan

bahwa yang berhak menerima wasiat wajibah ialah cucu baik laki-laki maupun

perempuan dari garis keturunan anak laki-laki dari generasi pertama yang ayahnya

mati terlebih dahulu atau diduga matinya dalam waktu bersamaan daripada

kakeknya, maka cucu tersebut berhak untuk mendapatkan wasiat wajibah. Untuk

kadar wasiat wajibah yang diberikan kepada cucu tidak boleh lebih dari satu pertiga

bagian dari harta warisan minimal disesuaikan dengan bagian yang bakal diterima

oleh ayahnya sekiranya ayah mereka masih hidup, selama tidak melebihi satu

pertiga bagian dari harta pewaris.

Cucu dari keturunan anak laki-laki itu dianggap tidak berhak mendapat

wasiat wajibah apabila ia adalah ahli waris atau ia adalah orang yang berhak

mewarisi harta tersebut, ia juga tidak berhak mandapat wasiat wajibah jika nenek

atau kakeknya ketika hidup telah membuatkan wasiat atau memberikan harta

kepada mereka dengan kadar wasiat wajibah, jika wasiat yang diberikan oleh kakek

atau nenek melebihi satu pertiga bagian maka pelaksanaan kelebihannya harus

dengan persetujuan ahli waris. Adapun Seksyen 27 Enakmen Wasiat Orang Islam

(Selangor) yang mengatur perihal wasiat wajibah yakni:33

1) Jika seseorang mati tanpa membuat apa-apa wasiat kepada cucunya daripada

anak lelakinya yang telah mati terlebih dahulu daripadanya atau mati serentak

dengannya, maka cucunya itu hendaklah berhak terhadap satu pertiga wasiat

dan sekiranya cucu itu diberi dengan kadar yang kurang dari satu pertiga,

haknya hendaklah disempurnakan mengikuti kadar wasiat wajibah yang

diperuntukkan di bawah seksyen ini.

33 Lihat Enakmen Wasiat Orang Islam (Selangor) No. 4 Tahun 1999 Pasal 27 ayat (1), (2)

dan (3). Lihat pula Enakmen Orang Islam (Melaka) No. 4 Tahun 2005 dan (Sembilan) No. 5 Tahun 2004 Pasal 27 ayat (1), (2) dan (3).

Page 50: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

41

2) Kadar wasiat wajibah untuk kanak-kanak yang disebut dalam subseksyen (1)

hendaklah setakat kadar di mana ayahnya berhak daripada harta pusaka

datuknya sekiranya diandaikan ayahnya itu mati selepas kematian datuknya;

dengan syarat wasiat itu tidak melebihi satu pertiga daripada harta pusaka

simati.

3) Kanak-kanak tersebut hendaklah tidak berhak kepada wasiat sekiranya dia telah

mewarisi daripada datuk atau neneknya semasa hayatnya, dan tanpa menerima

apa-apa balasan, telah membuat wasiat kepada mereka atau telah memberi

kepada mereka harta yang bersamaan dengan apa yang mereka sepatutnya

menerima menurut wasiat wajibah; dengan syarat sekiranya wasiat yang dibuat

oleh datuk atau nenek itu kurang daripada bahagian yang sepatutnya dia berhak,

haknya hendaklah ditambah sewajarnya dan jika bahagian tersebut adalah

melebihi bahagian yang ia berhak, bahagian yang lebih itu hendaklah menjadi

wasiat sukarela dengan tertakluk kepada persetujuan waris.

Wasiat wajibah merupakan isu nasional yang mana bila terdapat isu nasional

penyelesaiannya diserahkan kepada Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM).

Berdasarkan hal ini JAKIM telah dipertanggungjawabkan untuk berperan sebagai

penyelaras dalam isu-isu undang-undang Islam dan kefatwaan. Oleh karena itu,

salah satu peranan JAKIM adalah untuk menyamakan dan melaksanakan arahan

Majlis Raja-Raja mengenai urusan agama Islam melalui Majlis Kebangsaan Bagi

Hal Ehwal Agama Islam Malaysia (MKI) bagi penyeragaman undang-undang Islam

seluruh Malaysia.34

Oleh karena itu dalam hal isu yang berkaitan dengan wasiat wajibah maka

JAKIM telah mengeluarkan keputusan resmi diperingkat Kebangsaan. Langkah

yang dijalankan sangat penting karena isu wasiat wajibah merupakan isu nasional

yang mana telah disetujui oleh semua negeri apabila melibatkan isu-isu nasional,

maka ia perlu diselesaikan secara bersama melalui JAKIM sebagaimana yang diatur

dalam Enakmen Pentadbiran Negeri yang terdapat di delapan negeri yaitu Perlis,

Selangor, Perak, Johor, Pulau Pinang, Melaka, Sabah, dan Sarawak. Adapun negeri

yang tidak mengatur seksyen tersebut, dalam prakteknya menerima fatwa yang

34 Muhammad Fathullah Al Haq Muhamad Asni & Jasni Sulong, Fatwa Berhubung Wasiat

Wajibah dan Keseragaman Peruntukannya dalam Fatwa Negeri-Negeri di Malaysia, h. 10.

Page 51: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

42

dikeluarkan oleh Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan sebagaimana di wilayah

Persekutuan, Terengganu, Kelantan, dan negeri-negeri yang lainnya. 35

Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal

Agama Islam Malaysia Kali Ke-83 yang bersidang pada 22-24 Oktober 2008 telah

membahas mengenai hukum pelaksanaan wasiat wajibah. Muzakarah menegaskan

bahwa Islam sangat menitikberatkan kebenaran dan kesempurnaan hidup umatnya,

terutama anak-anak yang kehilangan ahli keluarga mereka. Oleh karena itu,

Muzakarah berpandangan bahwa dalam melaksanakan wasiat wajibah harus

mengambil pandangan yang menyatakan bahwa berwasiat kepada ahli-ahli waris

(seperti cucu) yang tidak mendapat warisan merupakan suatu kewajiban yang perlu

dilaksanakan.36

Adapun syarat-syarat pelaksanaan wasiat wajibah yakni sebagai berikut:37

1. Anak laki-laki dan perempuan dari anak laki-laki dan anak perempuan

(cucu) ke bawah adalah layak untuk menerima wasiat wajibah.

2. Hendaklah kedua ibu bapa mereka meninggal dunia terlebih dahulu

daripada kakek atau nenek, atau ibu atau bapak meninggal dunia serentak

dengan kakek atau nenek dalam kejadian yang sama atau berlainan.

3. Cucu laki-laki atau perempuan bukan merupakan ahli waris yang berhak

atas harta pusaka kakek. Sekiranya mereka merupakan ahli waris ke atas

secara fardhu atau ta’sib maka mereka tidak berhak untuk mendapat wasiat

wajibah walaupun bagiannya sedikit dibandingkan wasiat wajibah.

4. Sekiranya anak laki-laki atau anak perempuan berlainan agama dengan ibu

atau bapak, atau terlibat dengan pembunuhan ibu atau bapak, maka dia tidak

berhak untuk mendapatkan wasiat wajibah.

35 Muhammad Fathullah Al Haq Muhamad Asni & Jasni Sulong, Fatwa Berhubung Wasiat

Wajibah dan Keseragaman Peruntukannya dalam Fatwa Negeri-Negeri di Malaysia, h. 10.

36 Manual Pengurusan Wasiat Islam, diterbitkan oleh Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji (JAWHAR) dan Jabatan Perdana Menteri, h. 20.

37 Himpunan Keputusan Mazakarah Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan: Berhubung Dengan Isu-Isu Muamalat yang diterbitkan oleh Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, h. 56.

Page 52: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

43

5. Sekiranya kakek atau nenek telah memberikan harta kepada cucu melalui

hibah, wakaf, wasiat dan sebagainya dengan kadar yang sepatutnya diterima

oleh anak laki-laki atau anak perempuan sekiranya mereka masih hidup,

maka cucu tidak lagi berhak untuk mendapatkan wasiat wajibah. Sekiranya

pemberian tersebut kurang dari pada hak yang sepatutnya diterima oleh cucu

daripada bagian anak laki-laki atau anak perempuan, maka hendaklah

disempurnakan bagian tersebut.

6. Anak akan mengambil bagian faraid bapak atau ibu yang meninggal dunia

terlebih dahulu daripada kakek atau nenek dan kadar tersebut tidak melebihi

kadar 1/3 daripada harta pusaka. Sekiranya bagian tersebut adalah 1/3 atau

kurang daripada 1/3, maka pembagian tersebut dilaksanakan pada kadar

tersebut. Sekiranya bagian tersebut melebihi 1/3 maka hendaklah

dikurangkan pada kadar 1/3 melainkan setelah mendapat persetujuan ahli

waris yang lain.

7. Pembagian wasiat wajibah boleh dilaksanakan setelah didahulukan urusan

berkaitan mayat, wasiat ikhtiyariah dan hutang piutang.

8. Pembagian wasiat wajibah kepada cucu-cucu yang berhak adalah

berdasarkan pada prinsip faraid yaitu seorang laki-laki menerima bagian 2

orang perempuan.

Fatwa yang dikeluarkan oleh Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan jika dilihat

dari segi perundang-undangan maka fatwa tersebut tidak mengikat bagi negeri-

negeri untuk menerimanya, fatwa tersebut hanya bersifat pandangan hukum/fatwa

dalam menyelesaikan suatu isu yang berkaitan dengan masalah umat Islam,

semuanya bergantung kepada tidakan pihak negeri-negeri ingin menerima fatwa

tersebut dan mewartakannya atau sebaliknya.38 Setelah dibuatkan fatwa oleh

Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan maka fatwa tersebut disalurkan kepada pihak

berkuasa fatwa negeri untuk difatwa dan diwartakan.39 Fatwa yang diwartakan oleh

38 Zaini Nasohah, Undang-undang Penguatkuasaan Fatwa di Malaysia, ISLAMIYYAT 27 (1)

(2005), h. 33.

39 Zaini Nasohah, Undang-undang Penguatkuasaan Fatwa di Malaysia, h. 32.

Page 53: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

44

masing-masing negeri mempunyai kekuatan hukum yang harus dipatuhi dan

bersifat mengikat. Kemudian perihal pelaksanaannya diserahkan kepada negeri

masing-masing. Bila ada orang Islam yang melanggar fatwa tersebut maka akan

diberlakukan sanksi, semua negeri mempunyai undang-undang dalam masalah

fatwa, tetapi sanksi yang diberlakukan dibeberapa negeri terdapat perbedaan.40

Walaupun keputusan fatwa yang dibuat di peringkat Kebangsaan itu

merupakan keputusan mayoritas ataupun keputusan bersama para mufti yang

menjadi anggota, namun perubahan masih berlaku apabila ia dirumuskan

diperingkat negeri.41

Dapat disimpulkan yang menerima fatwa yang dikeluarkan oleh

Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan ialah Negeri Sembilan, Johor, Perak, Pulau

Pinang, Wilayah Persekutuan, Selangor, Terengganu, dan Kelantan. Sedangkan

yang menolak fatwa Kebangsaan ialah Perlis yang dalam fatwanya tidak mengenal

yang namanya wasiat wajibah menurut al-Qur’an dan Sunnah.42 Sedangkan negeri-

negeri yang lainnya tidak mengeluarkan fatwa tentang wasiat wajibah.

Wasiat wajibah ini diambil dari pendapat Ibn Hazm al-Zahiri yang

berpendapat bahwa wajib berwasiat kepada kaum kerabat yang tidak mendapat

bagian harta pusaka. Menurut Ibn Hazm, penurunan ayat pusaka yang menerangkan

hak faraid bagi waris-waris tidak menasakhkan kewajiban berwasiat bahkan

peruntukan ayat wasiat tersebut dikhususkan bagi ahli-ahli waris yang tidak

mendapatkan harta pusaka disebabkan terhijab. Dengan kata lain, berwasiat kepada

ahli keluarga terdekat yang tidak mendapatkan harta pusaka merupakan suatu

kewajiban. Dalam hal ini Ibn Hazm menegaskan bahwa kewajiban itu tidak akan

gugur meskipun ia telah meninggal dan menjadi kewajiban ahli waris atau penyalur

40 Zaini Nasohah, Undang-undang Penguatkuasaan Fatwa di Malaysia, h. 39.

41 Zaini Nasohah, Undang-undang Penguatkuasaan Fatwa di Malaysia, h. 32.

42 Fatwa Negeri Perlis Tentang Wasiat Wajibah dapat diakses di http://mufti.perlis.gov.my

Page 54: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

45

harta untuk menyempurnakan tanggung jawab tersebut menurut kadar yang

sepatutnya tanpa menimbulkan kesusahan kepada ahli waris yang ditinggalkan.43

Sebagai contoh, seseorang meninggal dunia, ahli warisnya terdiri 2 anak

laki-laki dan cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Harta warisan sebesar

Rp. 100.000.000 bagian masing-masing adalah:

Harta warisan Rp. 100.000.000

Akar Masalah (AM) = 3

Ahli waris Saham Saham Bagian

2 anak laki-laki Ashabah 2/3 100.000.000 x 2 : 3 = 66.666.667

per 2 orang

Cucu perempuan dari

keturunan laki-laki

1 1/3 100.000.000 x 1 : 3 = 33.333.333

100.000.000

C. Wasiat Wajibah di Irak

Kota Kuffah di Irak merupakan tempat kelahiran Imam Abu Hanifah dan di

kota itu pulalah Madrasah Ra’yu yang merupakan corak pemikiran Abu Hanifah

berkembang. Oleh karena itu tidaklah heran apabila pada awalnya hukum Islam

yang berkembang dan dominan di Iraq adalah hukum fikih bercorak mazhab

Hanafi.44

Namun pada masa berikutnya di Irak berkembang pula Syi’ah Imamiyah.

Aliran Syi’ah Ja’fariyah atau Syi’ah dua belas imam ini menyebar luas di Irak.

Perkembangan itu mencapai jumlah yang seimbang antara keduanya, sehingga pada

akhirnya dua mazhab ini memiliki pengaruh yang sama-sama kuat dalam

perkembangan hukum di Irak. Meskipun sistem hukum Irak mengadopsi kedua

43 Himpunan Keputusan Mazakarah Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan: Berhubung Dengan

Isu-Isu Muamalat, h. 58.

44 Tahir Mahmood, Family Law Reform In The Muslim World, (New Delhi: The Indian Law Institute, 1972), h. 136.

Page 55: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

46

mazhab di atas, namun agama yang diakui sebagai agama resmi negara adalah Islam

tanpa menyebutkan aliran.45

Di Irak yang mengatur perihal hukum keluarga tertuang dalam Personal

Status Law (Qanun al-Ahwal Shakhsiyah al-Iraqiyyah) No. 188 of 1959, yang

diperbaharui dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1963, No. 21 Tahun 1978, No.

72 Tahun 1979, No. 57 Tahun 1980, No. 156 Tahun 1980, No. 189 Tahun 1980,

No. 125 Tahun 1981, No. 34 Tahun 1983, Dekrit No. 1708 Tahun 1981, No. 147

Tahun 1982, No. 1000 Tahun 1983 dan No. 11 Tahun 1984.46

Perundang-undangan yang diberlakukan di Negara Irak sekarang adalah

Undang-Undang tahun 1959 (The Irak Law of Personal Status) (Law No. 188/1959)

dan amandemennya.47

Hingga tahun 1983 undang-undang hukum perdata yang diperbaharui

adalah:48

1. Peraturan perizinan pengadilan bagi suami yang hendak berpoligami

(kecuali dengan janda).

2. Aturan hukum bagi kawin paksa.

3. Hukum bagi perkawinan di bawah tangan.

4. Peraturan kembali talak.

5. Peraturan kembali formulasi pengucapan talak berdasarkan syariah serta

pengaturan registrasi ke pengadilannya.

6. Keputusan perceraian bagi pasangan suami isteri.

7. Penambahan hak asuh anak bagi ibu yang dicerai hingga anak berusia 15

tahun.

8. Pengenalan persamaan posisi cucu dalam hal bagi waris dalam kasus wasiat

wajibah.

45 Tahir Mahmood, Family Law Reform In The Muslim World, h. 136.

46 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata Islam (keluarga) dan Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Muslim, Cet.I, (Yogyakarta: Academia & Tazzafa, 2009), h. 174.

47 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata Islam (keluarga) dan Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Muslim, h. 174.

48 Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries (History, Text and Comparative Analysis), (New Delhi: Academy of Law and Religion, 1987), h. 53-54.

Page 56: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

47

9. Persamaan laki-laki dan perempuan dalam bagian waris.

10. Penerapan bagi semua muslim prinsip dasar waris Syi’ah Imam dua belas.

11. Pengaturan waris bagi anak perempuan.

Adapun Personal Status Law atau Qanun al-Ahwal Shakhsiyah No. 188 of

1959 prinsip-prinsip dasar hukum keluarga di bawah undang-undang tersebut

diatur berdasarkan keberagaman mazhab fikih, antara Sunni dan Syi’ah, dan

diakomodasi pula hukum keluarga dari Mesir, Jordan dan Hukum Legal Siria.49

Secara garis besar Personal Status Law and amendments Law No. 188 of

1959 terdapat 94 Article terdiri dari 9 chapter yang mengatur tentang: chapter 1 dan

chapter 2 mengatur tentang perkawinan, chapter 3 mengatur tentang hak-hak

suami-isteri dan hukumnya chapter 4 mengatur tentang gugurnya akan pernikahan,

chapter 5 mengatur tentang iddah, chapter 6 mengatur tentang melahirkan dan

hukum-hukum yang diakibatkan, chapter 7 mengatur tentang menafkahi anak,

orangtua dan sanak kerabat, chapter 8 mengatur tentang wasiat, chapter 9 mengatur

tentang warisan.

Di irak perihal wasiat wajibah diatur dalam Personal Status Law and

amendments No. 188 of 1959, terdapat pada Article 74 alenia (1) dan (2). alenia (1):

Apabila seorang anak meninggal dunia, laki-laki maupun perempuan, sebelum

bapak atau ibunya meninggal, maka sesungguhnya dia dikatagorikan sebagai

hukum orang hidup saat meninggalnya salah seorang diantara keduanya, dan hak

warisnya berpindah kepada anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan, sesuai

hukum syariat sebagai wasiat wajibah, dengan syarat tidak melebihi sepertiga harta

waris.

Pada alenia (2) disebutkan bahwa pembagian wasiat wajibah didahulukan

dari pada wasiat-wasiat yang lain dalam pemenuhan sepertiga harta waris. Adapun

teks lengkapnya dari Article 74 alenia (1) dan (2) yaitu:50

1) If the child, male or female, dies before his father or mother, he shall be

considered as alive upon the death of any of them. He share of the legacy shall

be handed down to his own children, male or females, according to Shari’a law.

49 Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries (History, Text and Comparative

Analysis), h. 50-51.

50 Lihat Personal Status Law and amandement No. 188 Tahun 1959 Article 74 (1) & (2).

Page 57: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

48

It shall be regarded as a binding will provided that it won’t exceed one third of

the legacy.

3) The binding will, by virtue of paragraph 1 of this article, shall gain priority over

other wills in the settlement of one third of the estate.

Pada tahun 1963 dibuat amandemen hukum perdata tahun 1959. Hukum

perdata yang baru tersebut mencabut Article 74 Qonun al-Ahwal al-Syakhshiyyah

1959 yang diadopsi dari kode sipil diganti dengan hukum waris Islam.51

Berdasarkan Undang-Undang Personal Status Law and amendments No.

188 of 1959, Article 64 sampai Article 74 Chapter 8 Secsion 1 telah digantikan

dengan amandement No. 11 Tahun 1963, dan pada article 74 yang mengatur wasiat

wajibah telah dicabut, dan ditambahkan dalam amendment No. 72 Tahun 1979 yang

mana peruntukkannya masih diberikan kepada cucu baik laki-laki ataupun

perempuan dari keturunan laki-laki ataupun perempuan yang orangtuanya

meninggal terlebih dahulu dan banyaknya bagian yang didapat tidak boleh lebih

dari 1/3 dari harta warisan serta pembagiannya didahulukan dari pada wasiat-wasiat

lainnya.

يعتبر بحكم الحي عند وفاة اي اذا مات الولد, ذكرا كان ام انثى, قبل وفاة ابيه اوامه, فانه )1

منهما, وينتقل استحقاقه من االرث الى اوالده ذكورا كانوا ام اناثا, حسب االحكام الشرعية,

ال تتجاوز ثلث التركة. واجبة, على انباعتباره وصية

من هذه المادة, على غيرها من الوصايا االخرى, 1تقدم الوصية الواجبة, بموجب الفقرة )2

52فى االستيفاء من ثلث التركة.Artinya:

1. Apabila seorang anak meninggal dunia, laki-laki maupun perempuan, sebelum

bapak atau ibunya meninggal, maka sesungguhnya dia dikatagorikan sebagai

hukum orang hidup saat meninggalnya salah seorang diantara keduanya, dan

hak warisnya berpindah kepada anak-anaknya baik laki-laki maupun

perempuan, sesuai hukum syariat sebagai wasiat wajibah, dengan syarat tidak

melebihi sepertiga harta waris.

2. Wasiat wajibah harus didahulukan sesuai dengan alenia pertama (1) dari materi

ini atas wasiat-wasiat lainnya dalam pemenuhan sepertiga harta waris.

51 Tahir Mahmood, Family Law Reform in the Muslim World, h. 138.

52 Diakses dari http://iraq-law.hooxs.com/t2-topic. Pada pukul 20.10 tanggal 22 September 2017.

Page 58: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

49

Pada Article 92 Personal Status Law and amendments No. 188 of 1959

disebutkan tentang ditetapkannya undang-undang tersebut. Dikatakan bahwa semua

ketentuan perundang-undangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut

yang dibuat dalam perundang-undangan ini dicabut.

Ketentuan wasiat wajibah yang diatur di Irak sesuai dengan pandangan Ibn

Hazm yang berhubungan peruntukan mengenai wasiat wajibah yakni memberikan

wasiat kepada kerabat yang tidak menerima warisan hukumnya wajib. dengan

diaturnya wasiat wajibah ini memberikan peluang yang besar terhadap cucu untuk

mendapatkan harta warisan.

Sebagai contoh, seseorang meninggal dunia, ahli warisnya terdiri dari 1

anak laki-laki, 1 anak perempuan dan cucu perempuan dari keturunan anak

perempuan. Harta warisan sebesar Rp. 100.000.000 bagian masing-masing adalah:

Harta warisan Rp. 100.000.000

Akar Masalah (AM) = 4

Ahli waris Saham Saham Bagian

1 anak laki-laki Ashabah 2/4 100.000.000 x 2 : 4 = 50.000.000

1 anak perempuan Ashabah 1/4 100.000.000 x 1 : 4 = 25.000.000

Cucu perempuan

keturunan perempuan

1 1/4 100.000.000 x 1 : 4 = 25.000.000

100.000.000

Page 59: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

50

BAB IV

ANALISIS WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA DAN IRAK

A. Persamaan Wasiat Wajibah di Indonesia, Malaysia dan Irak

Menurut catatan Tahir Mahmood, pembaruan dan praktek hukum keluarga

di negara-negara Muslim dapat dilihat dalam beberapa bentuk, yaitu:1

1. Negara yang secara prinsipil menggunakan produk hukum klasik sebagai

hukum positifnya, tanpa melakukan perubahan atau kodifikasi.

2. Negara-negara Muslim yang secara utuh meninggalkan dan menggantikan

hukum keluarga klasik menjadi hukum modern yang ditetapkan secara legal

kepada seluruh warga negara.

3. Negara-negara yang secara umum telah mereformasi hukum keluarga klasik

melalui peraturan perundang-undangan dengan menggunakan banyak

pandangan aliran fikih, atau juga melalui kebijakan institusi kenegaraan.

Negara-negara Muslim yang menganut metode pembaruan model pertama

terdapat di teritorial jazirah Arab dan beberapa negara Afrika yaitu: Saudi Arabia,

Yaman, Kuwait, Afganistan, Mali, Mauritania, Nigeria, Sinegal, Somalia dan lain-

lain. Adapula yang menganut metode pembaruan model kedua yakni: Turki,

Albania, Tanzania, minoritas Muslim Philipina dan Uni Soviet. Negara-negara

Muslim yang menganut metode pembaruan dan praktik hukum keluarga pada

bentuk ketiga meliputi negara di Asia Tenggara di antaranya: Indonesia, Malaysia

dan Brunei Darussalam. Yang merupakan mayoritas Muslim. Adapula Singapura

dan Sri Lanka yang minoritas Muslim. Bentuk ketiga ini juga tergambar pada

negara-negara lainnya seperti: Sudan, Jordan, Syria, Tunisia, Maroko, Algeria, Irak,

1 Tahir mahmood, Family Law Reform In The Muslim World, (New Delhi: The Indian Law

Institute, 1972), h. 2.

Page 60: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

51

Iran dan Pakistan.2 Di negara Indonesia dan Malaysia sama-sama menggunakan

mazhab Syafi’i sebagai salah satu sumber pandangan aliran fikih yang dijadikan

pedoman dalam merumuskan peraturan perundang-undangan. Dan Irak

menggunakan mazhab Hanafi dan Syi’ah.

Indonesia, Malaysia dan Irak termasuk negara dengan pembaruan hukum

keluarga yang mereformasi fikih klasik ke dalam peraturan perundang-undangan

yang memasukkan pandangan fikih lain. Dengan begini hukum keluarga yang

diterapkan tidak hanya menggunakan satu pandangan fikih saja.

Dalam konteks persamaan sepertinya dalam hal definisi ketiga negara tidak

menjelaskan secara tertulis dalam peraturannya, tetapi jika diperhatikan pada pasal

wasiat wajibah dapat disimpulkan bahwa wasiat wajibah diberikan tanpa harus

pewasiat berwasiat terlebih dahulu tetapi didasarkan pada aturan yang dibuat oleh

penguasa atau hakim dan diberikan kepada pihak tertentu dalam keadaan tertentu.

Sedangkan untuk kadar atau jumlah yang harus diberikan kepada pihak yang

berhak menerima wasiat wajibah ketiga negara memiliki persamaan bahwa wasiat

wajibah yang diberikan tidak boleh lebih dari 1/3 dari harta warisan, hal ini

didasarkan pada kadar maksimal wasiat biasa.

Wasiat wajibah yang diatur ketiga negara dalam peraturannya memiliki

tujuan dan manfaat untuk memberikan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi karib

kerabat yang dalam nash tidak diberikan bagian yang semestinya atau orangtua

angkat dan anak angkat yang mungkin sudah banyak berjasa kepada si pewaris

namun tidak diberikan bagian dalam ketentuan hukum waris Islam, karena dengan

diberlakukannya wasiat wajibah ini akan memberikan bagian dari harta warisan

kepada pihak yang terhalang menerima warisan.

Adapun persamaan wasiat wajibah di ketiga negara dalam bentuk tabel

yakni:

2 Tahir mahmood, Family Law Reform In The Muslim World, h. 3-8.

Page 61: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

52

No Hal Persamaan

1 Definisi Wasiat yang diberikan dan ditetapkan

berdasarkan peraturan yang dibuat oleh

penguasa atau hakim dan diberikan kepada

pihak tertentu dalm keadaan tertentu.

2 Kadar/jumlah Tidak boleh lebih dari 1/3 dari harta

warisan.

3 Tujuan dan manfaat Untuk memberikan kemaslahatan dan

kesejahteraan.

B. Perbedaan Wasiat Wajibah di Indonesia, Malaysia dan Irak

Malaysia merupakan negara federal, yang sampai sekarang belum

mempunyai undang-undang keluarga yang berlaku secara nasional. Akibatnya

hukum-hukum keluarga yang berlaku berbeda-beda antara negara bagian yang satu

dengan negara bagian yang lain. Usaha penyeragaman undang-undang hukum

keluarga Islam pernah dilakukan, tetapi tidak semua negara bagian mau menerima

usaha penyeragaman tersebut.3

Belanda misalnya, menerapkan sistem hukum Kontinental di Indonesia, dan

Inggris (British) mempraktikkan sistem hukum common law di Brunei Darussalam,

Malaysia dan Singapura.4 Sedangkan Irak menganut sistem hukum agama.

Indonesia sendiri merupakan negara demokrasi yang memiliki sistem hukum yang

terpadu berupa undang-undang yang berlaku secara keseluruhan. Karena perbedaan

dari penerapan sistem hukum penjajah di negara jajahannya dengan segala akibat

3 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Cet.III, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),

h. 249.

4 Muhammad Amin Suma, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. 204.

Page 62: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

53

yang ditimbulkan mempengaruhi pula pemberlakuan hukum Islam negara-negara

Islam dan atau negara yang berpenduduk Muslim.

Adapun perbedaan ketentuan wasiat wajibah di ketiga negara yakni dalam

hal pihak yang berhak untuk menerima wasiat wajibah, sumber hukum ketentuan

wasiat wajibah dan kedudukan hukum peraturan ketiga negara.

Di Indonesia pengaturan wasiat wajibah diatur di dalam KHI Pasal 209 yang

menyebutkan bahwa orangtua angkat yang tidak menerima wasiat diberikan wasiat

wajibah dari harta anak angkatnya dan anak angkat yang tidak menerima wasiat

diberikan wasiat wajibah dari harta orangtua angkatnya. Di Malaysia yang

mengatur wasiat wajibah dalam undang-undang hanya negeri Selangor, Melaka dan

Sembilan yang diatur dalam Enakmen Wasiat Orang Islam Seksyen 27

memperuntukkan hanya bagi cucu dari garis anak laki-laki saja baik itu cucu laki-

laki maupun perempuan yang ayahnya mati terlebih dahulu sedangkan di Irak diatur

pada Article 74 dalam Personal Status Law and amendments No. 188 of 1959 yang

di perbaharui oleh amendment law No. 72 of 1979 mengatur wasiat wajibah

diberikan kepada cucu laki-laki maupun perempuan dari keturunan laki-laki

maupun perempuan yang orangtuanya meninggal terlebih dahulu sebelum cucu.

Sumber hukum yang dipakai di Indonesia dalam menetapkan konsep wasiat

wajibah berbeda dengan yang dipakai di Malaysia dan Irak. Di Indonesia yang

memberikan hak kepada anak angkat dan orangtua angkat didasarkan pada ijtihad

para ulama Indonesia dengan tidak mengenyampingkan adat atau kebiasaan di

masyarakat dalam melakukan adopsi anak dan mengacu pada maslahah mursalah.

Berbeda dengan Malaysia dan Irak yang memberikan hak kepada cucu ini di

dasarkan pada pendapat ulama yakni Ibn Hazm yang mewajibkan memberikan

wasiat kepada kerabat yang tidak menerima harta warisan.

KHI yang merupakan pedoman para hakim dalam memutus perkara dalam

bidang hukum keluarga yang di dalamnya diatur pula terkait wasiat jika dilihat dari

segi kedudukan perundang-undangan KHI tidak termasuk ke dalam hirarki

perundang-undangan karena hanya ditetapkan melalui instruksi presiden maka KHI

Page 63: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

54

bersifat tidak mengikat (namun KHI merupakan hukum materiil dan sebagai

pedoman para hakim dalam memutus perkara). Di Malaysia wasiat diatur dalam

Enakmen Wasiat Orang Islam (negeri Selangor, Melaka dan Sembilan) dan di Irak

yang diatur dalam Personal Status Law and amendments No. 188 of 1959

merupakan sebuah undang-undang yang bersifat mengikat dan dipakai oleh hakim

dalam memutus suatu perkara.

Adapun perbedaan wasiat wajibah di ketiga negara dalam bentuk tabel

yakni:

No Hal Perbedaan

1 Penerima wasiat wajibah Di Indonesia diperuntukkan bagi:

Anak angkat dan orangtua angkat yang

tidak menerima wasiat.

Di Malaysia diperuntukkan bagi:

Cucu laki-laki maupun perempuan dari

keturunan anak laki-laki yang ayahnya mati

terlebih dahulu.

Di Irak diperuntukkan bagi:

Cucu laki-laki maupun perempuan dari

keturunan laki-laki maupun perempuan

yang orangtuanya meninggal terlebih

dahulu.

2 Sumber hukum Konsep wasiat wajibah di Indonesia

merupakan hasil ijtihad para Ulama

Indonesia yang mengacu pada maslahah

mursalah sedangkan konsep wasiat wajibah

di Malaysia dan Irak mengacu pada

pandangan dari Ibn Hazm.

3 Kedudukan hukum Di Indonesia KHI ditetapkan melalui

instruksi presiden yang bersifat tidak

mengikat, sedangkan di Malaysia, Enakmen

Page 64: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

55

Wasiat Orang Islam (negeri Selangor,

Melaka dan Sembilan) dan di Irak, Personal

Status Law and amendments No. 188 of

1959 adalah sebagai undang-undang dan

bersifat mengikat.

C. Analisis Perbandingan Wasiat Wajibah di Indonesia, Malaysia dan Irak

Wasiat wajibah adalah suatu wasiat yang diperuntukkan kepada ahli waris

atau kerabat yang tidak memperoleh bagian harta warisan dari pewaris karena

adanya ketentuan yang menghalanginya secara syara’. Misalnya berwasiat kepada

ibu dan ayah yang non Muslim, karena perbedaan agama merupakan penghalang

dari seseorang untuk mendapatkan harta warisan. Kemudian cucu yang terhalang

mendapatkan hak waris karena keberadaan paman, dan juga anak angkat atau

orangtua angkat yang tidak termasuk dalam ahli waris tetapi jasa dan

keberadaannya sangat berjasa bagi pewaris.5

Menurut jumhur ulama berwasiat kepada ahli waris hukumnya sunnah,

wasiat tidak menjadi wajib bagi seseorang melainkan karena hak baik itu ditujukan

kepada Allah maupun ke sesama hamba seperti fidyah, zakat, hutang. Menurut

sebagian ulama fikih seperti Ibnu Hazm azh-Zhahiri, ath-Thabari dan Abu Bakar

bin Abdul Aziz dari golongan Hambali berpendapat, wasiat ialah kewajiban yang

bersifat hutang dan pemenuhan untuk kedua orangtua serta kerabat yang tidak bisa

mewarisi karena mereka terhalang untuk bisa mewarisi atau karena adanya sesuatu

yang menghalangi mereka.6

Apabila pendapat Ibn Hazm dibandingkan dengan jumhur ulama, maka

terlihat perbedaan terkait dengan wasiat wajib yang mana menurut Ibn Hazm wasiat

wajibah berkenaan dengan anggota kerabat yang tidak berhak mewarisi, baik karena

5 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Cet.I,

(Jakarta: Kencana, 2008), h. 79.

6 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, h. 80.

Page 65: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

56

terhijab maupun terhalang. Sedangkan menurut jumhur wasiat wajib tersebut

berkenaan dengan kewajiban yang belum ditunaikan seperti hutang, zakat dan

kewajiban keibadatan lainnya.7

Dan pendapat tentang wasiat wajib dijadikan dasar oleh perundang-

undangan Mesir yang kemudian juga diikuti oleh beberapa negara Muslim, dan

wasiat ini secara resmi disebut dengan istilah al-wasiyyah al-wajibah (wasiat

wajib), berdasarkan Undang-Undang Mesir Nomor 71 Tahun 1946 lebih tepatnya

pada Pasal 76, yang menyebutkan:8

1) Sekiranya seorang pewaris (al-mayyit) tidak berwasiat untuk keturunan dari

anak yang telah meninggal sebelum dia (pewaris), atau meninggal bersamaan

dengan dia, sebesar saham yang seharusnya diperoleh anak itu dari warisan,

maka keturunannya tersebut akan menerima saham itu melalui wasiat (wajib)

dalam batas sepertiga harta dengan syarat: (a) keturunan tersebut tidak mewarisi

dan (b) orang yang meninggal (pewaris) belum pernah memberikan harta

dengan cara-cara yang lain sebesar sahamnya itu. Sekiranya telah pernah diberi

tapi kurang dari saham yang seharusnya dia terima, maka kekurangannya

dianggap sebagai wasiat wajib.

2) Wasiat ini menjadi hak keturunan derajat pertama dari anak laki-laki dan

perempuan serta keturunan seterusnya menurut garis laki-laki.

Pembentukan undang-undang tersebut mengambil pendapat Ibn Hazm

dikarenakan kebutuhan sosial masyarakat Mesir, di sisi lain juga adanya keluhan

dan pengaduan terkait anak yatim yang hidup dalam kemiskinan yang karena

kematian ayahnya tidak mendapat warisan karena terhijab oleh saudara-saudara

ayahnya.9

Ketentuan tersebut banyak diikuti oleh negara-negara lainnya di antaranya

Indonesia, Malaysia dan Irak. Seperti di Indonesia diatur di dalam KHI di Malaysia

7 Al-Yasa Abu Bakar, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan Terhadap

Penalaran Hazairin dan Penalaran Fikih Mazhab, (Jakarta: INIS, 1998), h. 193.

8 Al-Yasa Abu Bakar, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan Terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fikih Mazhab, h. 193.

9 Al-Yasa Abu Bakar, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan Terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fikih Mazhab, h. 194.

Page 66: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

57

diatur di dalam Enakmen Wasiat Orang Islam dan di Irak diatur di dalam Personal

Status Law and amendments No. 188 of 1959.

Dari pemaparan sebelumnya, secara vertikal dapat diambil

perbandingannya sebagai berikut:

Pertama, sasaran wasiat menurut al-Qur’an dalam surah al-Baqarah ayat 180

yang mana diwajibkan atas kamu jika ada tanda-tanda kematian maka berwasiatlah

untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf ini adalah kewajiban atas

orang-orang yang bertakwa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata kerabat

diartikan sebagai yang dekat (pertalian keluarga), sedarah sedaging, keluarga, sanak

saudara, keturunan dari induk yang sama yang dihasilkan dari gamet yang berbeda.

Dari ketiga negara, Indonesia berbeda dengan dua negara lainnya, memberikan

wasiat wajibah kepada anak angkat dan orangtua angkat yang di antara keduanya

dihubungkan dengan ikatan batin bukan oleh hubungan darah sedangkan di

Malaysia dan Irak diberikan untuk cucu, yang masih mempunyai hubungan darah

dengan pewaris.

Kedua, wasiat wajibah ini merupakan pendapat dari Ibn Hazm yang

menyatakan bahwa wasiat wajib berkenaan kerabat yang terhalang hak

kewarisannya, sedangkan menurut jumhur ulama menyatakan wasiat wajib itu

berkenaan dengan kewajiban dalam hal ubudiyah (ibadah) seperti zakat, fidyah, dll.

Jadi terdapat perbedaan pendapat tentang wasiat wajib (wasiat wajibah) antara para

ulama fikih. Di Indonesia yang didominasi mazhab Syafi’i dalam merumuskan

konsep wasiat wajibah mengacu pada maslahah mursalah. Hal ini menunjukkan

dalam merumuskan wasiat wajibah Indonesia telah menggunakan penafsiran baru

terhadap nash yang ada untuk memenuhi kebutuhan sosial. Malaysia yang

didominasi mazhab Syafi’i dan Irak yang didominasi mazhab Hanafi dan Syi’ah

dalam merumuskan konsep wasiat wajibah mengacu pada pandangan Ibn Hazm

dari mazhab azh-Zhahiri, dengan demikian kedua negara telah menggabungkan

beberapa mazhab atau mengambil pandangan dari mazhab lain selain yang

mendominasi.

Page 67: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

58

Secara horizontal, pertama, secara hirarki kedudukan KHI sangat lemah

karena hanya berbentuk instruksi presiden yang bersifat tidak mengikat, dan

Enakmen merupakan bagian dari undang-undang pada tiap negeri di Malaysia dan

bersifat mengikat di setiap negeri-negeri di Malaysia adapun Personal Status Law

juga merupakan bagian dari undang-undang di Irak dan bersifat mengikat. Jadi

secara yuridis Enakmen Wasiat Orang Islam dan Personal Status Law and

amendments No. 188 of 1959 lebih tinggi dibandingkan dengan KHI.

Kedua, wasiat wajibah di ketiga negara dapat dilihat dalam tabel:

No. Negara Peraturan Ketentuan wasiat

wajibah

Bagian

1 Indonesia Kompilasi Hukum

Islam.

Anak angkat dan

orangtua angkat.

Maksimal

1/3.

2 Malaysia Enakmen Wasiat

Orang Islam (negeri

Selangor, Melaka

dan Sembilan).

Cucu laki-laki

maupun perempuan

dari garis keturunan

laki-laki generasi

pertama.

Sama dengan

bagian yang

seharusnya

orangtua

mereka

terima jika

hidup,

maksimal 1/3.

3 Irak Personal Status Law

and amendments

No. 188 of 1959.

Cucu laki-laki

maupun perempuan

dari garis keturunan

laki-laki maupun

perempuan generasi

pertama.

IDEM

Dari tabel di atas terlihat jika pengaturan wasiat wajibah di Indonesia sangat

berbeda dibanding yang lain, ini merupakan terobosan yang revolusioner yang mau

tidak mau mengabaikan prinsip yang sudah mapan dalam kewarisan, yakni

Page 68: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

59

hubungan darah adalah syarat yang sah bagi pembagian harta warisan dan sangat

bertentangan dengan mazhab Syafi’i maupun dalam mazhab-mazhab lainnya yang

ada di dunia Islam. Malaysia yang dalam pengaturannya tetap mengakui laki-laki

lebih utama dari perempuan sebagaimana penafsiran ulama-ulama klasik yang

meganut paham patrialistik. Terakhir ialah Irak yang sudah mengakui kesamaan

derajat antara laki-laki dengan perempuan dalam bidang kewarisan.

Dari tabel di atas Indonesia memberikan wasiat wajibah kepada anak angkat

dan orangtua angkat, berbeda dengan Malaysia dan Irak yang memberikannya

kepada cucu. Di kedua negara tersebut cucu diberikan hak untuk menerima harta

warisan dari si pewaris, dan di Indonesia cucu pun diberikan hak untuk menerima

harta warisan melalui ahli waris pengganti yang diatur dalam KHI Pasal 185.

Adanya perluasan sasaran wasiat wajibah, yakni sebagai berikut:

No Negara Perluasan wasiat wajibah Pengaturan wasiat wajibah

1 Indonesia 1. Ahli waris non muslim

2. Anak tiri

3. Anak yang tidak tercatat oleh

pejabat yang berwenang

4. Anak zina/biologis

1. Yurisprudensi

2. Keputusan Rakernas

MA-RI Komisi II

Bidang Peradilan

Agama tanggal 31

Oktober 2012

3. IDEM

4. Putusan MK Nomor

46/PUU-VIII/2010

tanggal 17 Februari

2012 Jo Fatwa MUI

Nomor 11 Tahun 2012

tanggal 10 Maret 2012

dan Keputusan

Rakernas MA Komisi II

Bidang Peradilan

Page 69: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

60

Agama tanggal 31

Oktober 2012

2 Malaysia Cucu laki-laki maupun

perempuan dari garis keturunan

laki-laki maupun perempuan

kebawah

Fatwa ke-83 Jawatankuasa

Fatwa Majlis Kebangsaan

Bagi Hal Ehwal Agama

Islam Malaysia.

3 Irak Perlu dikaji

Page 70: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

61

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari serangkaian hasil penelitian kepustakaan yang penulis susun di atas,

maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Wasiat wajibah di Indonesia, Malaysia dan Irak mempunyai persamaan

maupun perbedaan, dalam hal persamaan terdapat tiga hal yaitu definisi,

kadar/jumlah serta tujuan dan manfaat. Sedangkan perbedaannnya terdapat

tiga hal yaitu penerima wasiat wajibah, sumber hukum serta kedudukan

hukum.

2. Dalam menetapkan hukum wasiat ulama berbeda pendapat hal ini

dikarenakan perbedaan tentang ayat wasiat apakah dimansukh oleh ayat-

ayat kewarisan, ada sebagian minoritas ulama yang berpendapat bahwa

wasiat hukumnya wajib diberikan kepada kerabat yang terhalang menerima

warisan karena terhijab maupun karena ketentuan syara’ di antara ulama

yang berpendapat demikian di antaranya Ibn Hazm (tokoh mazhab azh-

Zhahiri), imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Tabari (mufassir), dan

Abu Bakr bin Abdul Aziz (tokoh fikih mazhab Hambali) sedangkan

menurut mayoritas ulama imam mazhab, berwasiat hukumnya wajib jika

berkaitan dengan penunaian hak-hak Allah SWT., seperti zakat, fidyah,

nadzar, haji, kafarat, dan lain sebagainya. hal ini yang menjadi dasar bagi

negara Mesir yang merupakan negara pertama mengatur dan memberi nama

wasiat wajibah yang kemudian banyak diikuti oleh negara Islam lainnya

termasuk Indonesia, Malaysia dan Irak. Dalam menetapkan wasiat wajibah

Indonesia mengacu pada maslahah mursalah, sedangkan di Malaysia dan

Irak mengacu pada pandangan Ibn Hazm dari mazhab azh-Zhahiri yang

Page 71: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

62

mewajibkan wasiat kepada kerabat yang tidak mendapatkan harta warisan

baik karena terhijab maupun terhalang dalam hukum kewarisan Islam.

3. Selain yang telah diatur di dalam peraturan masing-masing negara, wasiat

wajibah mengalami perluasan dalam pemberiannya. Di Indonesia selain

yang telah ditetapkan dalam KHI yang peruntukkannya diberikan kepada

orangtua angkat dan anak angkat, wasiat wajibah ini diberikan pula kepada

ahli waris non-Muslim, anak tiri, anak yang tidak tercatat oleh pejabat yang

berwenang dan anak zina/biologis. Malaysiapun memperluas melalui Fatwa

Majlis Kebangsaan, diberikan kepada cucu laki-laki maupun perempuan

dari garis keturunan laki-laki maupun perempuan, yang sebelumnya hanya

diberikan sebatas cucu laki-laki maupun perempuan dari garis keturunan

laki-laki (Enakmen Wasiat Orang Islam Negeri Selangor, Melaka dan

Sembilan). Dan Irak di dalam Personal Status Law and amendments No.

188 of 1959 memperuntukkan bagi cucu dari garis keturunan laki-laki

maupun perempuan.

B. Saran-Saran

Akhir kata dari skripsi ini, penulis mengharapkan adanya manfaat bagi kita

semua. Sebelum mengakhiri tulisan ini penulis ingin memberikan sedikit saran pada

pihak yang berkompeten dalam bidang ini, kepada para pembaca khususnya pada

seluruh umat Muslim. Semoga dapat menjadi masukan yang membangun dan dapat

diterima. Adapun saran lainnya yang dapat penulis berikan sebagai berikut:

1. KHI selalu menjadi rujukan dalam mengambil keputusan di lingkungan

Peradilan Agama kapan dan di manapun, maka para pejabat hukum di

Indonesia perlu menjadikan KHI sebagai undang-undang.

2. Para hakim dalam memberikan putusan harus sesuai dengan hukum yang

berlaku baik dari al-Qur’an dan hadist maupun dari sumber hukum yang

lain.

3. Bagi umat Islam Indonesia harus bersyukur dengan adanya pengaturan

wasiat wajibah dalam KHI yang menjadi kompetensi Peradilan Agama.

Page 72: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

63

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Cet.I. Jakarta: Akademika

Pressindo, 1992.

Abta, Asyhari dan Djunaidi Abd. Syakur. Ilmu Waris, Al-Faraidl: Deskripsi Hukum

Islam Praktis dan Terapan. Cet.I. Surabaya: Pustaka Hikmah Perdana,

2005.

Abubakar, Al Yasa. Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan terhadap

Penalaran Hazairin dan Penalaran Fikih Mazhab. Jakarta: INIS, 1998.

Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Jenal Aripin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Al-Bugha, Musthafa Diib. Fikih Islam Lengkap: Penjelasan Hukum-hukum Islam

Mazhab Syafi’i. Penerjemah D.A Pakihsati. Cet.I. Solo: Media Zikir, 2010.

Ali, Muhammad Daud. Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di

Indonesia). Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000.

Alam, Andi Syamsu dan M. Fauzan. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam.

Cet.I. Jakarta: Kencana, 2008.

Anshori, Abdul Ghofur. Filsafat Hukum Hibah Dan Wasiat di Indonesia. Cet.I.

Yogyakarta: Gadah Mada University Press, 2011.

An-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj al-Quraisyairi. Terjemahan Hadis Shahih

Muslim. Jilid II. Penerjemah A. Razak & Rais Lathief. Cet.I. Jakarta:

Pustaka al-Husna, 1980.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2006.

Arto, A. Mukti. Pembaruan Hukum Islam Melalui Putusan Hakim. Cet.I.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Asni. Pembaruan Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: Kementrian Agama

Republik Indonesia, 2012.

Asni, Muhammad Fathullah Al Haq Muhamad dan Jasni Sulong. Fatwa Berhubung

Wasiat Wajibah dan Keseragaman Peruntukannya dalam Fatwa Negeri-

Negeri di Malaysia. Al-Qanatir Internasional Journal of Islamic Studies.

Vol.5. No. 1 (2016).

Ash-Shiddieqy, Hasbi. Fikih Mawaris. Cet.III. Semarang: Pustaka Rizki Putra,

2001.

Page 73: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

64

______________ Fikih Mawaris: Untuk Warisan Dalam Syari’at Islam. Cet.I.

Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Bisri, Cik Hasan. Penuntun Penyusun Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi

Bidang Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakinah. Cet.I. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995.

Enakmen Wasiat Orang Islam (Selangor) No. 4 Tahun 1999.

Enakmen Wasiat Orang Islam (Melaka) No. 4 Tahun 2005.

Enakmen Wasiat Orang Islam (Sembilan) No. 5 Tahun 2004.

Habiburrahman. Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Cet.I. T.tp.,

Kementerian Agama RI, 2011.

Harahap, M. Yahya. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama.

Jakarta: Sinar Grafika, 2001.

Hasan, Ali. Hukum Warisan Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 2007.

Himpunan Keputusan Mazakarah Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan: Berhubung

Dengan Isu-Isu Muamalat yang diterbitkan oleh Jabatan Kemajuan Islam

Malaysia.

http://iraq-law.hooxs.com/t2-topic.

https://id.m.Wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_bagian_dan_wilayah

persekutuan_di_Malaysia.

http://mufti.perlis.gov.my.

Iqbal, Muhammad. Hukum Islam Modern: Dinamika Pemikiran Dari Fikih Klasik

Ke Fikih Indonesia. Cet.I. Tangerang: Gaya Media Pratama, 2009.

Irfan, M. Nurul. Nasab & Status Anak Dalam Hukum Islam. Cet.I. Jakarta: Amzah,

2013.

Kamil, Ahmad dan M. Fauzan. Hukum Perlindungan Dan Pengangkatan Anak Di

Indonesia. Cet.II. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Karim, Muchit A. ed., Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di

Indonesia. Cet.I. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama

RI, 2012.

Kompilasi Hukum Islam

Mahmood, Tahir. Personal Law in Islamic Countries (History, Text and

Comparative Analysis). New Delhi: Academy of Law and Religion, 1987.

______________ Family Law Reform In The Muslim World. New Delhi: The

Indian Law Institute, 1972.

Page 74: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

65

Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Cet.I. Jakarta:

Kencana, 2008.

Manan, Abdul. Reformasi Hukum Islam di Indonesia. Cet.III. Jakarta: Rajawali

Pers, 2013.

Manual Pengurusan Wasiat Islam, diterbitkan oleh Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji

(JAWHAR) dan Jabatan Perdana Menteri.

Mudhar, Atho. Membaca Gelombang Ijtihad: Antara Tradisi dan Liberasi.

Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 2000.

Mughniyah, Muhammad Jawad. Fikih Lima Mazhab. Penerjemah Afif Muhammad,

dkk. Cet.XXVI. Jakarta: Lentera, 2010.

Muhibbin, Moh. dan Abdul Wahid. Hukum Kewarisan Islam: Sebagai Pembaruan

Hukum Positif di Indonesia. Cet.II. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Munawir, A.W. Kamus Al-Munawir: Kamus Arab-Indonesia. Cet.XIV. Surabaya:

Pustaka Progresif, 1997.

Musthofa. Pengangkatan Anak: Kewenangan Peradilan Agama. Cet.I. Jakarta:

Kencana, 2008.

M, Hajar. Hak Kewarisan Cucu (Analisis Yurisprudensi Mahkamah Tinggi Syariah

di Selangor, Malaysia dan Mahkamah Agung di Indonesia). Jurnal Hukum

IUS QUIA IUSTUM, Volume 21, Nomor 3, Juli 2014.

Nasohah, Zaini. Undang-undang Penguatkuasaan Fatwa di Malaysia.

ISLAMIYYAT 27 (1) (2005).

Nasution, Khoiruddin. Hukum Perdata Islam (keluarga) dan Perbandingan Hukum

Perkawinan di Dunia Muslim. Cet.I. Yogyakarta: Academia & Tazzafa,

2009.

Nugraheni, Destri Budi, dkk. Pengaturan dan Implementasi Wasiat Wajibah di

Indonesia. Mimbar Hukum, Volume 22, Nomor 2, Juni 2010.

Nugraheni, Destri Budi dan Haniah Ilhami. Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia. Cet.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014.

Personal Status Law and amandement No. 188 Tahun 1959.

Ramdhani, Ria. Pengaturan Wasiat Wajibah Terhadap Anak Angkat Menurut

Hukum Islam. Lex et Societatis, Vol.III/No.1/Jan-Mar/2015.

Rofiq, Ahmad. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Cet.I. Jakarta: Rajawali Pers,

2013.

Salihima, Samsulbahri. Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan Dalam

Hukum Islam Dan Implementasinya Pada Pengadilan Agama. Jakarta:

Prenadamedia Group, 2015.

Page 75: KOMPARASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA, MALAYSIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41780/1/NABIL ASROF-FSH.pdf · pewasiat tetapi didasarkan kepada perundang-undangan

66

Saleh, Hassan. Kajian Fikih Nabawi & Fikih Kontemporer. Cet.I. Jakarta: Rajawali

Pers, 2008.

Shomad, Abd. Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia.

Cet.I. Jakarta: Kencana, 2010.

Sitompul, Anwar. Fara’id, Hukum waris Islam Dalam Waris Islam Dan

Masalahnya. Surabaya: Al Ikhlas, 1984.

Suryabrata, Sumadi. Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali, 1987.

Suma, Muhammad Amin. Keadilan Hukum Waris Islam: Dalam Pendekatan Teks

dan Konteks. Cet.I. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

______________ Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam. Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2005.

Tafal, B. Bastian. Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-Akibat

Hukumnya di Kemudian Hari. Cet.I. Jakarta: CV. Rajawali, 1983.

Tono, Sidik. Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan.

Cet.I. Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2012.

Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Cet.IV.

Jakarta: Kencana, 2014.

Umam, Dian Khairul. Fikih Mawaris. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000.

Zaidan, Abdul Karim. Pengantar Studi Syari’at. Penerjemah M. Misbah. Cet.I.

Jakarta: Rabbani Press, 2008.

Zuhaili, Wahbah. Fikih Islam Wa Adillatuhu. Jilid X. Penerjemah Abdul Hayyie al-

Kattani, dkk. Cet.I. Jakarta: Gema Insani, 2011.

______________ Fikih Imam Syafi’i: mengupas masalah fikihiyah berdasarkan Al-

Qur’an dan Hadits. Jilid II. Penerjemah Muhammad Afifi, dkk. Cet.I.

Jakarta: almahira, 2010.