BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Mahasiswa 2.1.1...

20
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Mahasiswa 2.1.1 Definisi Mahasiswa Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2014), mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Dari perspektif psikologis, mahasiswa dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai remaja akhir dan memasuki masa dewasa awal, yaitu usia 18-21 tahun dan 22-24 tahun. Pada usia tersebut mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke dewasa awal (Ismiati, 2015). 2.1.2 Problematika Mahasiswa Menyusun Tugas Akhir Skripsi atau tugas akhir adalah suatu karya ilmiah yang disusun oleh seorang mahasiswa berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan data primer atau data sekunder yang penulisannya terikat pada sistematika formal dan tunduk pada asas logika ilmiah serta metodologi yang benar (Tatan, 2012). Ada berbagai persoalan yang dihadapi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, antara lain sebagai berikut: 1) merasa terbebani dan bingung. Perasaan bingung disebabkan karena mereka beranggapan ini adalah dunia dan pengalaman baru, yang belum pernah dilalui selama kuliah dan dianggap berbeda dengan makalah sehari-hari. Pada umumnya mahasiswa berpendapat bahwa skripsi adalah aktivitas yang paling menentukan dalam memperoleh gelar sarjana. Tugas skripsi dipandang tidak hanya menulis, tetapi juga harus mempertanggungjawabkan secara individual baik di hadapan pembimbing maupun ketika ujian sidang di hadapan dewan penguji; (2) Tegang dan gelisah pada saat akan menemui dosen pembimbing ataupun pada saat akan ujian; (3) Perasaan cemas dan khawatir. Mahasiswa mengakui adanya perasaan takut dan khawatir akan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Mahasiswa 2.1.1...

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Konsep Mahasiswa

    2.1.1 Definisi Mahasiswa

    Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2014), mahasiswa adalah orang yang belajar

    di perguruan tinggi. Dari perspektif psikologis, mahasiswa dalam tahap

    perkembangannya digolongkan sebagai remaja akhir dan memasuki masa dewasa

    awal, yaitu usia 18-21 tahun dan 22-24 tahun. Pada usia tersebut mahasiswa

    mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke dewasa awal (Ismiati, 2015).

    2.1.2 Problematika Mahasiswa Menyusun Tugas Akhir

    Skripsi atau tugas akhir adalah suatu karya ilmiah yang disusun oleh seorang

    mahasiswa berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan data primer atau data

    sekunder yang penulisannya terikat pada sistematika formal dan tunduk pada asas

    logika ilmiah serta metodologi yang benar (Tatan, 2012). Ada berbagai persoalan yang

    dihadapi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, antara lain sebagai berikut: 1)

    merasa terbebani dan bingung. Perasaan bingung disebabkan karena mereka

    beranggapan ini adalah dunia dan pengalaman baru, yang belum pernah dilalui selama

    kuliah dan dianggap berbeda dengan makalah sehari-hari. Pada umumnya mahasiswa

    berpendapat bahwa skripsi adalah aktivitas yang paling menentukan dalam

    memperoleh gelar sarjana. Tugas skripsi dipandang tidak hanya menulis, tetapi juga

    harus mempertanggungjawabkan secara individual baik di hadapan pembimbing

    maupun ketika ujian sidang di hadapan dewan penguji; (2) Tegang dan gelisah pada

    saat akan menemui dosen pembimbing ataupun pada saat akan ujian; (3) Perasaan

    cemas dan khawatir. Mahasiswa mengakui adanya perasaan takut dan khawatir akan

  • 11

    bermasalah dengan pembimbing dan cemas karena takut tidak mampu melaksanakan

    penelitian tersebut karena keterbatasan pengetahuan dalam meneliti (Ismiati, 2015).

    2.2 Konsep Stres

    2.2.1 Definisi Stres

    Stres adalah reaksi fisik dan mental dari tubuh terhadap situasi yang

    menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan, dan merisaukan

    seseorang. Stres diawali dengan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan yang

    dimiliki seseorang, semakin tinggi kesenjangan semakin tinggi pula tingkat stres yang

    dialami individu, dan akan merasa terancam (Yosep, 2009). Stres adalah respon

    terhadap lingkungan eksternal, sehingga stres dianggap sebagai variabel dependen

    yang mempengaruhi psikologi, emosional, dan fungsi kognitif pada tubuh

    (Thawabieh & Qaisy, 2012).

    Menurut Nasir dan Muhith (2011), stres merupakan mekanisme yang bersifat

    individual dan bersifat kompleks. Mekanisme tersebut menghasilkan respon yang

    saling terkait, baik fisiologis, psikologis maupun perilaku pada individu yang

    mengalaminya. Tubuh manusia berusaha mengatasinya dengan menciptakan

    keseimbangan antara tuntutan luar, kebutuhan dan nilai-nilai internal, kemampuan

    koping personal, serta lingkungan untuk memberikan dukungan dan mengatasi

    tuntutan tersebut. Menurut Agung dan Budiani (2013), stress yaitu segala masalah

    atau tuntutan penyesuaian diri yang dapat mengganggu keseimbangan dan bila tidak

    mampu mengatasinya dengan baik, maka akan muncul gangguan pada badan ataupun

    jiwa. Stres memiliki ciri identik dengan perilaku beradaptasi dengan lingkunganya,

    dimana lingkungan ini bisa berupa hal di luar diri (outerworld), tetapi bisa juga dari

    dalam diri (inner world).

  • 12

    2.2.2 Penyebab Stres

    Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang menyebabkan

    terjadinya stres. Ada beberapa faktor yang dianggap sebagai pemicu timbulnya stres,

    yaitu antara lain: 1) faktor fisik dan biologis meliputi genetika seperti kondisi berupa

    ibu hamil yang perokok, alkoholik, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan

    stres pada anak yang dilahirkan, case history dapat berupa penyakit di masa kecil yang

    mengakibatkan kehilangan organ, pengalaman hidup dapat berupa pengalaman hidup

    yang mempengaruhi perasaan seseorang yang menyangkut kematangan organ-organ

    seksual pada masa remaja, gangguan tidur yang dapat mempengaruhi konsentrasi, diet

    yang berlebihan, dan penyakit seperti tuberkulosis, kanker, atau impotensi; 2) Faktor

    psikologis meliputi persepsi yaitu bagaimana individu berpresepsi terhadap stresor,

    emosi seperti kecemasan, sedih, atau cemburu, dan situasi psikologis; 3) Faktor

    lingkungan meliputi lingkungan fisik seperti bencana alam, gempa bumi, kondisi

    lingkungan yang padat, atau lingkungan kerja yang kotor, lingkungan biotik misalnya

    penderita alergi bisa menjadi stres bila lingkungannya menjadi pemicu alergi, dan

    lingkungan sosial seperti hubungan buruk dengan orangtua, teman, atau rekan kerja

    (Nasir & Muhith, 2011).

    Menurut Saam dan Wahyuni (2012), ada beberapa faktor penyebab stres yang

    di alami oleh mahasiswa, antara lain: 1) Faktor pribadi meliputi seperti tidak bisa

    mengatur waktu, terlalu memforsir diri untuk belajar, sakit yang tak kunjung sembuh,

    dan dijauhi oleh teman-teman; 2) Faktor keluarga meliputi orang tua bercerai, terlalu

    dikekang orang tua, keinginan orang tua yang dipaksakan kepada anaknya, keinginan

    yang belum bisa dipenuhi orang tua, kurang di perhatikan orang tua, dan ada masalah

    dengan anggota keluarga lainnya; 3) Faktor kampus meliputi tugas menumpuk, kuliah

    dari pagi sampai sore dalam sehari, bahan ujian yang tidak dibahas sebelumnya, nilai

  • 13

    ujian jelek, tidak mengerti penjelasan dosen, dan tidak bisa menjawab pertanyaan

    yang dilontarkan dosen; 4) Faktor masyarakat meliputi dikucilkan masyarakat, selalu

    dikritik masyarakat, tinggal di lingkungan yang kurang kondusif, dan tidak

    mempunyai teman di lingkungan sekitar.

    Menurut Sudarya, Bagia dan Suwendra (2014), faktor-faktor penyebab stres

    (stressor) secara umum dapat diklasifikasikan sebagai stressor internal dan stressor

    eksternal. Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang misalnya kondisi fisik,

    perilaku, kognisi atau suatu keadaan emosi. Stressor eksternal berasal dari luar diri

    seseorang misalnya perubahan lingkungan sekitar, kebisingan, polusi dan penerangan,

    lingkungan pekerjaan, keluarga dan sosial budaya.

    2.2.3 Dampak Stres

    Stres dapat berdampak terhadap kondisi emosional sehingga seseorang akan

    mudah gelisah, mood atau suasana hati akan sering berubah-ubah, mudah/cepat

    marah, mudah tersinggung dan stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan

    seseorang menjadi cemas dan depresi. Untuk menghindari dampak negatif dari stres

    tersebut, maka diperlukan adanya suatu pengelolaan stres yang baik (Rahayuni, Utami

    & Swedarma 2015).

    Menurut Syahrial & Robica (2014), dampak stres dapat dikelompokkan

    menjadi tiga kategori, yaitu: 1) Gejala fisik meliputi perubahan-perubahan yang terjadi

    pada metabolisme organ tubuh seperti denyut jantung yang meningkat, tekanan darah

    yang meningkat, sakit kepala, dan sakit perut yang bisa dialami dan harus diwaspadai;

    2) Gejala psikologis meliputi perubahan sikap yang terjadi seperti ketegangan,

    kegelisahan, ketidaksenangan, kebosanan, cepat marah, dan lain-lain; 3) Gejala

    keprilakuan meliputi perubahan atau situasi dimana produktivitas seseorang

  • 14

    menurun, absensi meningkat, kebiasaan makan berubah, merokok bertambah,

    insomnia, berbicara tidak tenang, dan banyak minum minuman keras.

    Stres juga dapat mengakibatkan meningkatnya kadar hormon tiroid yang

    mengakibatkan insomnia dan berkurangnya berat badan, menipisnya endorfin yang

    mengakibatkan rasa sakit secara jasmaniah, berkurangnya hormon seks yang

    mengakibatkan aminore atau ketidaksuburan, mati/beristirahatnya sistem pencernaan

    yang mengakibatkan pusing, kembung, dan mulut kering, dan pelepasan kolesterol

    yang dapat berkontribusi pada penyumbatan arteri, tekanan darah meningkat sampai

    dengan 40%, stroke, dan aneurisma (Pomerantz, 2013).

    Dampak yang terjadi pada mahasiswa yang mengalami stres akibat

    skripsi/tugas akhir adalah merasa cemas, khawatir, panik, gelisah, timbul perasaan

    takut dan resah, jenuh, dan perasaan bosan. Disamping itu juga reaksi bisa muncul

    dalam bentuk merasa bersalah, jengkel, apatis, depresi, dan gangguan kognitif seperti

    tingkat rangsangan emosi tinggi yang dapat mengganggu pengolahan informasi yang

    dipikirkan (Ismiati, 2015).

  • 15

    2.2.4 Tahapan dan Tingkatan Stres

    Menurut Yosep (2009) tahapan stres adalah sebagai berikut :

    Tabel 2.1 Tahapan Stres

    Tingkatan Stres Tahapan

    Stres tingkat I Stres ringan dengan disertai perasaan seperti semangat besar, penglihatan tajam, dan kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya.

    Stres tingkat II Stres yang menyenangkan mulai menghilang disertai perasaan letih saat bangun pagi, merasa lelah sesudah makan siang dan menjelang sore hari, dan adanya gangguan sistem pencernaan.

    Stres tingkat III Keluhan letih semakin nampak disertai dengan gejala seperti gangguan usus lebih terasa sakit, otot-otot terasa tegang, dan gangguan tidur.

    Stres tingkat IV Tahapan ini sudah menampakkan keadaan yang lebih buruk dengan ciri-ciri seperti kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, kemampuan berkonsentrasi menurun, dan sering terbangun dini hari.

    Stres tingkat V Tahapan ini menampakkan keadaan yang lebih buruk dari tahap IV disertai dengan keletihan, tidak mampu mengerjakan pekerjaan yang sederhana, dan gangguan sistem pencernaan seperti sulit buang air besar atau sebaliknya.

    Stres tingkat VI Tahapan ini merupakan tahapan puncak. Tidak jarang penderita dalam tahapan ini dibawa ke Rumah Sakit. Gejala yang timbul meliputi debar jantung sangat cepat, sesak nafas, gemetar, tubuh dingin, dan tidak sadarkan diri.

    Sumber: Yosep, 2009.

    Menurut Puspitaningsih (2015), mengklasifikasikan tingkat stres yaitu : 1) Stres

    ringan. Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi ini

    dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai

    kemungkinan yang akan terjadi; 2) Stres sedang. Pada stres tingkat ini individu lebih

    memfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga

    mempersempit lahan persepsinya; 3) Stres berat. Pada tingkat ini lahan persepsi

    individu sangat menurun dan cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain,

    semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres, individu tersebut mencoba

    memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.

  • 16

    2.2.5 Jenis-Jenis Stres

    Menurut Datt dan Washington (2015), mengkategorikan jenis-jenis stres

    menjadi dua, yaitu : 1) Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat

    sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Eustress bersifat menyenangkan

    dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan

    mental, kewaspadaan, dan kognisi. Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan

    juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan

    adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi; 2) Distress yaitu hasil dari respon

    terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal

    tersebut akan membuat individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir atau

    gelisah. Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan,

    dan timbul keinginan untuk menghindarinya.

    Handono dan Bashori (2013), juga mengatakan bahwa jenis-jenis stres ada dua

    macam yaitu stres yang merusak dan stres yang menguntungkan. Stres yang merusak

    dapat menyebabkan seseorang merasa tidak berdaya, frustasi dan kecewa. Stres juga

    dapat mengakibatkan kerusakan fisik maupun psikologis. Stres yang merusak disebut

    dengan distress. Jenis stres yang menguntungkan ialah yang dapat memberikan

    keberhasilan, kepuasan, kebermaknaan, keseimbangan, dan kesehatan. Stres ini

    membantu hidup lebih lama dan lebih bahagia dan jenis stres ini disebut eustress.

    2.2.6 Mekanisme Koping pada Stres

    Perilaku coping merupakan suatu tingkah laku dimana individu melakukan

    interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan menyelesaikan tugas atau

    masalah. Tingkah laku koping merupakan suatu proses dinamis dari suatu pola

    tingkah laku maupun pikiran-pikiran yang secara sadar digunakan untuk mengatasi

    tuntutan-tuntutan dalam situasi yang menekan dan menegangkan. Banyak definisi

  • 17

    yang dilontarkan oleh para pakar psikologi dalam mengartikan koping. Koping

    merupakan suatu cara yang dilakukan individu untuk mengatasi masalah yang dialami,

    baik sebagai ancaman atau suatu tantangan yang menyakitkan. Namun koping

    bukanlah usaha untuk menguasai seluruh situasi yang menekan, karena tidak semua

    situasi tertekan tersebut benar-benar dapat dikuasai (Ismiati, 2015).

    Ada dua strategi yang bisa dilakukan untuk melakukan koping, yaitu : 1) Problem

    focus coping yaitu bentuk coping yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi

    tuntutan dari situasi yang penuh tekanan. Artinya coping yang muncul terfokus pada

    masalah individu yang akan mengatasi stres dengan mempelajari cara-cara

    keterampilan yang baru. Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika mereka

    percaya bahwa tuntutan dari situasi dapat diubah. Strategi ini melibatkan usaha

    mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi

    lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya stres dengan cara mencari usaha

    untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dan usaha untuk mendapatkan

    kenyaman emosional; 2) Emotion focused coping yaitu usaha untuk mengatasi stres

    dengan cara mengatur respons emosional dalam menyesuaikan diri dengan dampak

    yang akan ditimbulkan dengan cara: Self-control yaitu usaha untuk mengatur emosi saat

    menghadapi situasi yang menekan, Distancing yaitu usaha untuk menghindar dari

    permasalahan dengan berpikir positif, Positive reapprasial yaitu usaha mencari makna

    positif dengan melibatkan hal-hal yang bersifat religius, Accepting responsibility yaitu

    usaha utuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahnnya, dan

    Escape/avoidence yaitu usaha untuk mengatasi stres dengan beralih pada hal yang

    positif (Nasir & Muhith, 2011).

    Menurut Yusuf, Fitryasari, dan Nihayati (2015), menyebutkan bahwa

    mekanisme koping ada tiga tipe, yaitu : 1) Mekanisme koping problem focus yaitu

  • 18

    mekanisme yang terdiri dari tugas dan usaha langsung untuk mengatasi ancaman

    sendiri; 2) Mekanisme koping cognititively focus yaitu berupa seseorang yang dapat

    mengontrol masalah dan menetralisirnya; 3) Mekanisme koping emoticon focus yaitu

    mekanisme dengan cara menyesuaikan diri terhadap distres emosional secara tidak

    berlebihan.

    Strategi coping yang dilakukan mahasiswa dalam rangka menghadapi stres ketika

    menyusun skripsi adalah sebagai berikut: 1) Mengalihkan perhatian pada aktivitas lain

    yang tidak ada hubungan dengan skripsi; 2) Melakukan aktifitas fisik, seperti: lari pagi,

    menggerak-gerakkan badan seperti senam; 3) Berdoa dan melakukan aktifitas

    keagamaan seperti shalat dhuha dan tahajud secara rutin, agar dapat menenangkan

    dalam melakukan hal apa saja; 4) Menambah pengetahuan tentang cara menulis karya

    ilmiah; 5) Mencari referensi buku-buku terbaru sesuai judul skripsi baik di media

    cetak seperti koran, buku dan alat komunikasi lainnya; 6) Bergabung dengan teman

    dan sharing informasi; 7) Mencari waktu dan tempat yang nyaman untuk

    menyelesaikan skripsi; 8) Berpikir positif (positive thinking) (Ismiati, 2015).

    2.2.7 Mencegah dan Mengatasi Stres

    Menurut Cahyani, Sutresna dan Putra (2013), ada beberapa cara untuk

    mengatasi stres yaitu : 1) Farmakologis yaitu dengan menggunakan obat-obatan yang

    berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmitter di susunan saraf pusat otak

    (sistem limbik), dimana sistem limbik tersebut merupakan bagian otak yang mengatur

    alam pikiran dan alam perasaan seseorang; 2) Non farmakologis. Terapi farmakologis

    yang dapat dilakukan diantaranya seperti olahraga dan relaksasi.

    Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi stres, yaitu

    diantaranya adalah: 1)Terapi yoga yang mampu memberikan reaksi rileks/tenang pada

    seseorang; 2) Terapi musik yang berperan sebagai teknik relaksasi untuk

  • 19

    memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, serta kesehatan emosi; 3)

    Acupressure yaitu pijatan pada titik tertentu yang dapat membantu menstimulasi titik-

    titik penyembuhan; 4) Olah raga yang dapat membantu melancarkan peredaran darah

    dan dapat menstimulasi tubuh untuk memproduksi endorphins yang merupakan

    hormon yang menyebabkan kita merasa bahagia; 5) Menyalurkan hobi; 6) Minum air

    putih. Dengan minum satu atau dua gelas air putih akan membantu untuk lebih

    rileks/tenang karena dengan cairan yang cukup akan membuat tubuh terhindar dari

    kelelahan dan kepenatan yang akan memperburuk keadaan stres;7) Istirahat cukup; 8)

    Melakukan terapi dengan mengunjungi ahli terapi ( Lukluk & Bandiyah, 2011).

    Cara mencegah stres yaitu dapat dilakukan dengan melihat atau mengukur

    kemampuan sendiri, merencanakan waktu dengan baikdan membuat daftar yang

    harus dikerjakan sesuai prioritas, membuat keputusan dengan hati-hati, membiarkan

    orang lain memikirkan masalah yang dihadapi, merencanakan waktu untuk rekreasi,

    dan melakukan teknik relaksasi atau meditasi yang bisa membantu mengurangi atau

    menghilangkan stres (Cahyani, Sutresna & Putra, 2013).

    Dalam mengelola stres yang terpenting adalah bagaimana cara mengelola stres

    tersebut. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengatasi stres salah

    satunya dengan melakukan upaya peningkatan kekebalan stres dengan mengatur pola

    hidup sehari-hari seperti makanan dan pergaulan. Selain itu yang seperti disebutkan di

    atas, terapi farmakologis dan non farmakologis juga sangat berperan dalam mengelola

    stres dengan baik (Prasetyorini & Prawesti, 2012).

    2.2.8 Psikofisiologi Stres

    Stres merupakan tanggapan non spesifik terhadap setiap tuntutan yang

    diberikan pada suatu organisme. Konsep ini menunjukkan reaksi stres dalam tiga

  • 20

    fase, yaitu : 1) Fase sinyal (alarm); 2) Fase perlawanan (resistance); 3) Fase keletihan

    (exhaustion) (Yosep, 2009).

    Tahap sinyal adalah mobilisasi awal dimana badan menemui tantangan yang

    diberikan oleh penyebab stres. Ketika penyebab stres ditemukan, otak mengirimkan

    suatu pesan biokimia kepada semua sistem tubuh. Pernafasan meningkat, tekanan

    darah naik, ketegangan otot. Jika penyebab stres terus aktif, maka selanjutnya akan

    beralih pada tahap perlawanan. Tanda-tanda perlawanan yaitu keletihan, ketegangan,

    dan ketakutan. Tahap terakhir adalah keletihan. Perlawanan pada penyebab stres yang

    sama dalam jangka panjang dan terus menerus akhirnya menaikkan penggunaan

    energi penyesuaian, dan sistem menyerang penyebab stres menjadi letih (Yosep,

    2009).

    2.2.9 Cara Mengukur Stres Psikologis

    Tingkat stres psikologis dapat diukur dengan Depression Anxiety Stress Scale

    (DASS) yang terdiri dari 42 item pernyataan. DASS bertujuan untuk menilai gejala

    depresi, cemas dan stres atau ketegangan pada beberapa minggu sebelumnya.

    Instrumen ini memiliki 3 skala yaitu depresi, stres dan cemas. Masing-masing

    memiliki 3 item, dan dibagi lagi dalam subskala 2-5 item dengan topik yang sama.

    Skoring pada instrumen ini adalah sebagai berikut: skor untuk skala stres yaitu

    0-14 termasuk dalam kategori normal, skor 15-18 kategori ringan, skr 19-25 kategori

    sedang, skor 26-33 kategori berat dan > 34 kategori sangat berat (Lam, Michalak &

    Swinson, 2005).

    2.2.10 Mekanisme Respon Tubuh Terhadap Stres

    Menurut Sugiharto (2012), mengatakan bahwa kehidupan merupakan sesuatu

    yang dinamis, terdapat tantangan baik intrinsik maupun ekstrinsik yang menyebabkan

    stres. Tantangan tersebut dapat menyebabkan stres fisik maupun emosional,

  • 21

    seseorang dalam menghadapi hal tersebut akan relatif melakukan respon-respon

    adaptif yang stereotif dan tidak alamiah yang juga akan melibatkan sistem saraf dan

    hormon dalam merespon stres. Pusat kontrol stres terdapat di hipotalamus dan

    batang otak, termasuk parvoselular kortikotropin-vasopressin (AVP), paraventricular nuclei

    (PVN) dalam hipotalamus dan Locus Ceruleus (LS)-norepineprin (sistem saraf simpatik).

    Hipotalamik-pituitari-adrenal axis (HPA axis) yang merupakan representatif dari sistem

    limbik, melalui otak mempengaruhi seluruh organ tubuh.

    Secara fisiologi stres mengaktifkan HPA axis dan sistem saraf simpatis,

    corticotrophin-releasing hormone –corticotrophin releasing factor (CRH-CRF) dan arginine

    vasopressin (AVP). Hal tersebut menyebabkan peningkatan produksi ACTH dari

    kelenjar posterior dan mengaktifkan neuron andregenik dari locus caeruleas/norepinephrine

    (LC/NE). Sistem LC/NE bertanggung jawab untuk merespon langsung terhadap

    stressor dengan “melawan atau lari/fight or flight”, yang didorong oleh epinefrin dan

    norepinefrin, sedangkan ACTH merangsang disekresinya kortisol dari kortek adrenal.

    Peningkatan sekresi kortisol memiliki efek metabolik dengan meningkatkan

    glukoneogenesis, meningkatkan mobilitas lemak dan protein, dan menurunkan

    sensitifitas insulin. Respon stres terhadap tubuh menyebabkan beberapa perubahan

    fisiologis antara lain : menurunkan nafsu makan, meningkatkan responsibilitas

    terhadap ancaman/ketidaknyamanan, meningkatkan kerja jantung, respirasi,

    distribusi aliran darah, dan perubahan sistem respon imun tubuh (Sugiharto, 2012).

    2.2.11 SEFT untuk Menurunkan Stres

    Menurut Zainuddin (2013), SEFT termasuk teknik relaksasi yang

    memfokuskan pada spiritualitas dan penyelarasan sistem energi tubuh untuk

    mengatasi masalah fisik dan masalah emosional seperti stres, depresi, dan cemas.

    Menurut Dhyani, Sen dan Raghumahanti (2015), teknik relaksasi dapat membuat

  • 22

    otot-otot polos pembuluh darah arteri dan vena menjadi rileks bersama otot-otot lain

    dalam tubuh. Efek dari relaksasi otot-otot ini menyebabkan kadar norepinefrin dalam

    darah menurun. Otot-otot yang rileks ini akan menyebarkan stimulus ke hipotalamus

    sehingga jiwa dan organ dalam manusia merasakan ketenangan dan kenyamanan.

    Stres dapat menurun jika kondisi emosional dalam keadaan tenang dan nyaman.

    Menurut Zainuddin (2013), di dalam tubuh manusia ada sistem energi tubuh, sistem

    energi tubuh merupakan energi yang berpengaruh besar dalam gangguan emosi. Jika

    enegi ini terhambat, maka timbulah emosi. Dengan teknik tapping/ketukan ringan

    pada titik-titik tertentu, maka akan dapat menetralisir gangguan emosi yang muncul.

    2.3 Konseptual Emotional Freedom Technique (SEFT)

    2.3.1 Konsep Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

    Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT), merupakan sebuah gabungan dari

    S dan EFT dimana S merupakan spiritual atau doa, EFT yaitu salah satu varian dari

    cabang ilmu baru psikologi yang disebut energy psychology (seperangkat prinsip dan

    teknik memanfaatkan sistem energi tubuh untuk memperbaiki kondisi pikiran, emosi

    dan perilaku) (Budianto, 2015). SEFT dilakukan dengan suatu kegiatan yang seperti

    relaksasi dimana seseorang diminta untuk santai, mendalami perasaan dan

    menenangkan diri. Selain dengan pendekatan psikis dan emosional, SEFT juga

    dilakukan pendekatan fisik yaitu dengan tapping atau ketukan ringan pada titik-titik

    tertentu ditubuh klien. Hal yang terakhir dan terpenting adalah aspek spiritualitas,

    yaitu adanya proses keikhlasan, kepasrahan dan doa atas masalah yang dihadapi

    individu. SEFT dilakukan dengan menggabungkan spiritual dan teknik ketukan pada

    titik-titik tertentu di tubuh klien. Energi tubuh adalah energi yang dapat memperbaiki

    kondisi pikiran, emosi dan perilaku. Dalam teknik SEFT ada tiga aspek penting, yaitu

  • 23

    aspek psikis, aspek fisik dan aspek spiritualitas. Aspek psikis yaitu aspek yang

    mencakup suatu kegiatan yang sekilas mirip dengan relaksasi dimana seseorang

    diminta untuk santai, mendalami perasaan dan menenangkan diri. Aspek fisik yaitu

    melakukan ketukan ringan pada titik-titik tertentu di tubuh klien. Dan aspek

    religiusitas yaitu adanya proses keikhlasan, kepasrahan dan doa atas masalah yang

    dihadapi individu (Yunita, et,al, 2013).

    2.3.2 Teknik-Teknik yang Mendasari SEFT

    Menurut Zainuddin (2013), menguraikan tentang teknik-teknik terapi yang

    mendasari SEFT antara lain:

    1. Chiropractic dan Applied Kinesiology, Dr. George Goodheart merupakan seorang ahli

    pijatan tulang belakang untuk penyembuhan berbagai penyakit fisik, pada tahun

    1964 mulai meneliti hubungan antara kekuatan otot, organ dan kelenjar tubuh

    dengan energy meridian. Metode muscle testing yang dikembangkannya disebut

    applied kinesiology. Metode ini mendiagnostik penyakit dengan menyentuh beberapa

    bagian otot tubuh, diyakini bahwa penyakit tertentu akan berdampak pada

    melemahnya beberapa bagian otot, dengan menemukan otot yang lemah maka

    akan ditemukan penyakit yang menyerang.

    2. Energi Psikologi, Dr. John Diamond adalah salah satu murid dari Dr. George

    Goodheart yang menindaklanjuti penemuannya, beliau menemukan konsep baru

    yaitu hubungan antara sistemenergi tubuh dengan gangguan psikologis yang

    mendasari lahirnya cabang baru psikologi yaitu Energi Psikologi. Energi Psikologi ini

    mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku. Teori tersebut mendasari lahirnya

    TFT.

    3. Trough Field Therapy (TFT), metode ini juga sering disebut dengan Callahan

    Technique karena penemuannya adalah Dr. Roger Callahan. Pertama kali Dr. Roger

  • 24

    Callahan berusaha menyembuhkan klien yang mengalami ketakutan pada air dan

    semua metode psikoterapi konvensional tidak berhasil. Dengan belajar mengenai

    sistem energi tubuh beliau mengetuk (tapping) dengan ujung jari pada bagian

    bawah kelopak mata dan berhasil menyembuhkan phobia pada pasiennya.

    4. Emotional Freedom Technique, metode ini ditemukan oleh Gary Craig. Berawal dari

    rumitnya TFT yang menyebabkan metode tersebut tidak dapat dinikmati oleh

    masyarakat luas, Garry mencoba menyederhanakan teknik TFT sehingga mudah

    untuk dipraktikkan maupun diajarkan.

    5. Spiritualitas, Dokter ahli penyakit dalam Larry Dossey, menemukan bahwa

    spiritualitas memiliki kekuatan yang sama besar dengan pengobatan.

    2.3.3 Perbedaan EFT dan SEFT

    Menurut Zainuddin (2013), menyebutkan bahwa SEFT merupakan metode

    baru dalam melakukan EFT sebagai versi original. Dari ungkapan tersebut dapat

    disimpulkan bahwa SEFT merupakan bentuk modifikasi dari EFT yang telah ada

    sebelumnya dengan memperbarui aspek-aspek didalamnya. Perbedaan yang dapat

    ditemukan antara lain: a) Dasar filosofi EFT adalah berpusat pada diri sendiri

    sedangkan SEFT pada Tuhan; b) Sikap saat tapping pada EFT dilakukan dalam

    suasana santai, pada SEFT terjadi kegiatan kognitif dan afektif dengan berusaha

    meningkatkan keyakinan kepada Tuhan dengan khusyu’, ikhlas, pasrah, dan syukur; c)

    EFT menggunakan tujuh teknik atau 14 titik, sedangkan SEFT hanya beberapa titik

    saja; d) Semua teknik dalam EFT dimiliki SEFT namun ditambah dengan powerfull

    prayer.

  • 25

    2.3.4 Kunci Keberhasilan SEFT

    Ada lima hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil maksimal dan

    mencegah kegagalan SEFT. Adapun lima hal tersebut adalah: a) Yakin. Keyakinan

    terhadap kuasa Tuhan adalah yang paling utama, dengan merendahkan dan

    menyerahkan seluruh diri kepadaNya maka semakin baik proses dan hasil dari SEFT;

    b) Khusyu’. Selama terapi, khususnya saat set-up, klien harus dalam keadaan

    konsentrasi (khusyu’) dalam berdoa dan memohon kepada Tuhan; c) Ikhlas yaitu

    menerima semua ketentuan Tuhan; d) Pasrah. Pasrah atau tawakal merupakan

    konsep usaha yang optimal dengan penyerahan tentang apa yang akan terjadi kepada

    sang Pencipta; e) Syukur. Discipline of gratitude adalah mendisiplinkan pikiran, hati dan

    tindakan untuk selalu bersyukur kepada Allah (Zainuddin, 2013).

    2.3.5 Manfaat SEFT

    Menurut Zainuddin (2013), banyak manfaat yang didapatkan saat melakukan

    teknik SEFT, seperti :1) Memberikan makna spiritual seperti keikhlasan, kepasrahan,

    dan rasa syukur kepada Tuhan; 2) Mempunyai kemampuan menerima dan

    melepaskan masalah dengan nyaman; 3) Menciptakan harapan dan rasa optimis

    dalam pikiran; 4) Mengatasi berbagai gangguan emosi (stres, depresi, cemas, dan lain-

    lain). SEFT dapat diterapkan pada beberapa bidang, seperti: 1) Pada individu dapat

    dimanfaatkan sebagai pengembangan diri; 2) Pada keluarga dapat dimanfaatkan untuk

    menstabilkan emosi yang sering timbul dalam keluarga; 3) Pada bidang sekolah dapat

    dimanfaatkan sebagai penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pendidikan seperti

    mengajarkan SEFT pada muridnya yang mengalami gangguan emosi seperti malas

    belajar, sulit berkonsentrasi, dan lain-lain; 4) Pada bidang bisnis dapat dimanfaatkan

    sebagai penghilang rasa takut gagal, kesulitan dalam menyusun target, takut berbicara

    didepan publik, cemas menjelang negosiasi, dan menghilangkan rasa malas; 5) Bidang

  • 26

    olahraga dan seni dapat dimanfaatkan untuk mengurangi atau menghilangkan sulit

    berkonsentrasi, memotivasi untuk menjalani rutinitas yang membosankan, atau

    menghilangkan rasa takut gagal atau sulit bangkit dari kegagalan.

    2.3.6 Teknik SEFT

    Menurut Zainuddin (2013), SEFT dapat dilakukan atau dipraktekkan sendiri

    oleh setiap orang, karena teknik ini mudah dipahami dan mudah dilakukan. Ada dua

    cara untuk melakukan teknik SEFT ini, yaitu :

    A. Versi lengkap

    SEFT terdiri dari 3 tahap:

    1. The Set-Up

    The set-up bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh kita terarahkan

    dengan tepat. The Set-up terdiri dari 2 aktifitas, yang pertama adalah mengucapkan

    kalimat “Ya Allah meskipun saya .....(keluhan) saya ikhlas menerimanya dan saya

    pasrahkan semuanya kepada-Mu” dengan penuh rasa khusyu', ikhlas dan pasrah

    sebanyak 3 kali. Dan yang kedua adalah klien menekan dadanya, tepatnya di bagian

    "Sore Spot" (titik nyeri = daerah di sekitar dada atas yang jika ditekan terasa agak sakit)

    sambil mengucapkan kalimat Set-Up seperti di atas, kemudian klien diminta untuk

    berelaksasi.

    2. The Tune-In

    Pada tahap ini yang dilakukan adalah memikirkan sesuatu atau peristiwa tertentu

    yang dapat membangkitkan emosi negatif yang ingin dihilangkan. Ketika terjadi reaksi

    negatif (marah, sedih, takut, dan sebagainya) maka hati dan mulut berdoa. Bersamaan

    dengan Tune-In ini kita melakukan langkah ketiga (Tapping). Pada proses inilah kita

    menetralisir emosi negatif atau rasa sakit fisik.

  • 27

    3. The Tapping

    Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujungjari pada titik-titik tertentu di

    tubuh. Titik-titik ini adalah titik-titik kunci dari "The Major Energy Meridians", yang jika

    diketuk beberapa kali akan berdampak pada ternetralisirnya gangguan emosi atau rasa

    sakit yang dirasakan. Karena aliran energi tubuh berjalan dengan normal dan

    seimbang kembali (Zainuddin, 2013).

    Setelah menyelesaikan teknik Tapping, dilanjutkan dengan The Gamut Procedure (G-

    Procedure). The Gamut Procedure adalah 9 gerakan untuk merangsang otak. Tiap gerakan

    dimaksudkan untuk merangsang bagian otak tertentu. Sembilan gerakan itu dilakukan

    sambil tapping pada salah satu titik energi tubuh yang dinamankan “Gamut Spot”. Titik

    Gamut terletak diantara ruas tulang jari kelingking dan jari manis. Sembilan gerakan

    tersebut yaitu: 1) menutup mata; 2) membuka mata; 3) mata digerakkan dengan kuat

    ke kanan bawah; 4) mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah; 5) memutar bola

    mata searah jarum jam; 6) memutar bola mata berlawanan jarum jam; 7) bergumam

    dengan berirama selama 3 detik; 8) menghitung 1, 2, 3, 4, 5; 9) bergumam lagi selama

    3 detik (Zainuddin, 2013).

    B. Versi inti

    The Set-Up, lalu dilanjutkan The Tune-In beserta doa: "saya ikhlas, saya pasrah"

    disertai sebagian langkah ketiga (the Tapping), mulai dari titikpertama (the Crown)

    hingga titik ke 9 (Below Nipple) dan akhiri dengan tarik nafas panjang dan hembuskan

    (Zakiyyah, 2013).

  • 28

    Gambar 2.1Titik-titik Kunci “The Major Energy Meridians” (Zakiyyah, 2013)

    Berikut ini adalah titik-titik tersebut: a) Cr = Crown (Pada titik di bagian atas

    kepala); b) EB = Eye Brow (Pada titik permulaan alis mata); c) SE = Side of the Eye (Di

    atas tulang di samping mata); d) UE = Under the Eye (2 cm di bawah kelopak mata); e)

    UN = Under the Nose (Tepat di bawah hidung); f) Ch = Chin (Di antara dagu dan

    bagian bawah bibir); g) CB = Collar Bone (Di ujung tempat bertemunya tulang dada,

    collar bone dan tulang rusuk pertama); h) UA = Under the Arm (Di bawah ketiak sejajar

    dengan puting susu (pria) atau tepat di bagian tengah tali bra (wanita)); i) BN = Bellow

    Nipple (2,5 cm di bawah puting susu (pria) atau di perbatasan antara tulang dada dan

    bagian bawah payudara; j) IH = Inside of Hand (Di bagian dalam tangan yang

    berbatasan dengan telapak tangan; k) OH = Outside of Hand (Di bagian luar tangan

    yang berbatasan dengan telapak tangan); l) Th = Thumb (Ibu jari di samping luar

    bagian bawah kuku); m) IF = Index Finger (Jari telunjuk di samping luar bagian bawah

  • 29

    kuku); n) MF = Middle Finger (Jari tengah samping luar bagian bawah kuku); o) RF =

    Ring finger (Jari manis di samping luar bagian bawah kuku); p) BF = Baby finger (Di jari

    kelingking di samping luar bagian bawah kuku); q) KC = Karate Chop (Di samping

    telapak tangan, bagian yang kita gunakan untuk mematahkan balok saat karate); r) GS

    = Gamut Spot, (Di bagian antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari

    kelingking) (Zainuddin, 2013).