Kode Etik Dan Organisasi Profesi

24
Kode etik dan organisasi profesi 1 Sulistyo-Basuki 2 1. Pendahuluan Kode etik yang dibahas dalam makalah ini dikaitkan dengan kode etik susunan Ikatan Pustakawan Indonesia (untuk selanjutnya disingkat IPI) sedangkan IPI merupakan organisasi profesi. Menyangkut definisi profesi ada 2 pendekatan yaitu pendekatan berdasarkan definisi yang diberikan dalam buku dan buku rujukan serta pendekatan berdasarkan ciri yang ada. Maka definisi profesi berdasarkan buku misalnya sebagai berikut: profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut. Definisi di atas secara tersirat mensyaratkan pengetahuan formal menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan meneruskan pengetahuan profesional. Karena pandangan lain menganggap bahwa hingga sekarang tidak ada definisi yang yang memuaskan tentang profesi yang diperoleh dari buku maka digunakan pendekatan lain dengan menggunakan ciri profesi. Secara umum ada 3 ciri yang disetujui oleh banyak penulis sebagai ciri sebuah profesi. Adapun ciri itu ialah: 1. Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar sarjana. Sebagai contoh

Transcript of Kode Etik Dan Organisasi Profesi

Page 1: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

Kode etik dan organisasi profesi1 

Sulistyo-Basuki2 

1. Pendahuluan

Kode etik yang dibahas dalam makalah ini dikaitkan dengan kode etik susunan Ikatan Pustakawan Indonesia (untuk selanjutnya disingkat IPI) sedangkan IPI merupakan organisasi profesi. Menyangkut definisi profesi ada 2 pendekatan yaitu pendekatan berdasarkan definisi yang diberikan dalam buku dan buku rujukan serta pendekatan berdasarkan ciri yang ada. Maka definisi profesi berdasarkan buku misalnya sebagai berikut: profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.

Definisi di atas secara tersirat mensyaratkan pengetahuan formal menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan meneruskan pengetahuan profesional.

Karena pandangan lain menganggap bahwa hingga sekarang tidak ada definisi yang yang memuaskan  tentang profesi yang diperoleh dari buku maka digunakan pendekatan lain dengan menggunakan ciri profesi. Secara umum ada 3 ciri yang disetujui oleh banyak penulis sebagai ciri sebuah profesi. Adapun ciri itu ialah: 

1. Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi.  Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar sarjana. Sebagai contoh mereka yang telah  lulus sarjana baru mengikuti pendidikan profesi seperti dokter, dokter gigi, psikologi, apoteker, farmasi, arsitektut untuk Indonesia. Di berbagai negara, pengacara diwajibkan menempuh ujian profesi sebelum memasuki profesi.

 2. Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan

tukang batu, tukang cukur, pengrajin meliputi ketrampilan fisik. Pelatihan akuntan, engineer, dokter meliputi komponen intelektual dan ketrampilan. Walaupun pada pelatihan dokter atau dokter gigi mencakup ketrampilan fisik tetap saja komponen intelektual yang dominan. Komponen intelektual merupakan karakteristik profesional yang bertugas utama memberikan nasehat dan bantuan menyangkut bidang keahliannya yang rata-rata tidak diketahui atau dipahami orang awam. Jadi memberikan konsultasi bukannya memberikan barang merupakan ciri profesi.

Page 2: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

 3. Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat.

Dengan kata lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Dokter, pengacara, guru, pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa yang penting agar masyarakat dapat berfungsi; hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh seorang pakar permainan caturmisalnya. Bertambahnya jumlah profesi dan profesional pada abad 20 terjadi karena ciri tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern yang secara teknologis kompleks memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus daripada masyarakat sederhana yang hidup pada abad-abad lampau. Produksi dan distribusi enersi memerlukan aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya pasar uang dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis sekuritas, pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya profesi memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif.

 

Di samping ketiga syarat itu ciri profesi berikutnya. Ketiga ciri tambahan tersebut tidak berlaku bagi semua profesi. Adapun ketiga ciri tambahan tersebut  ialah: 

4. Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak profesi namun tidak selalu perlu untuk status profesional. Dokter diwajibkan memiliki sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek. Namun pemberian lisensi atau sertifikat tidak selalu menjadikan sebuah pekerjaan menjadi profesi. Untuk mengemudi motor atau mobil semuanya harus memiliki lisensi, dikenal dengan nama surat izin mengemudi. Namun memiliki SIM tidak berarti menjadikan pemiliknya seorang pengemudi profesional. Banyak profesi tidak mengharuskan adanya lisensi resmi. Dosen di perguruan tinggi tidak diwajibkan memiliki lisensi atau akta namun mereka diwajibkan memiliki syarat pendidikan, misalnya sedikit-dikitnya bergelar magister atau yang lebih tinggi.  Banyak akuntan bukanlah Certified Public Accountant dan ilmuwan komputer tidak memiliki lisensi atau sertifikat.

 5. Adanya organisasi. Hampir semua profesi memiliki organisasi yang mengklaim

mewakili anggotanya. Ada kalanya organisasi tidak selalu terbuka bagi anggota sebuah profesi dan seringkali ada organisasi tandingan. Organisasi profesi bertujuan memajukan profesi serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Peningkatan kesejahteraan anggotanya akan berarti organisasi profesi terlibat dalam mengamankan kepentingan ekonomis anggotanya. Sungguhpun demikian organisasi profesi semacam itu biasanya berbeda dengan serikat kerja yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya pada kepentingan  ekonomi anggotanya. Maka hadirin  tidak akan menjumpai organisasi pekerja tekstil atau bengkel yang berdemo menuntut  disain mobil yang lebih aman atau konstruksi pabrik yang terdisain dengan baik.

Page 3: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

 6. Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan jasanya.

Di berbagai profesi, seseorang harus memiliki sertifikat yang sah sebelum mulai bekerja. Mencoba bekerja tanpa profesional atau menjadi profesional bagi diri sendiri dapat menyebabkan ketidakberhasilan.  Bila pembaca mencoba menjadi dokter untuk diri sendiri maka hal tersebut tidak sepenuhnya akan berhasil karena  tidak dapat menggunakan dan mengakses obat-obatan dan teknologi yang paling berguna. Banyak obat hanya dapat diperoleh melalui resep dokter.

 

Dengan demikian sebenarnya kode etik tidak merupakan syarat mutlak keberadaan sebuah profesi. Namun demikian karena kode etik disusun oleh organisasi profesi maka keberadaan kode etik dapat dikaitkan dengan keberadaan organisasi dan organisasi ini merupakan syarat tambahan, berbeda dengan syarat mutlak yang dicantumkan dalam ketiga butir persyaratan sebuah profesi. 

2. Etika dengan etiket

Sebelum membahas  lebih lanjut mengenai kode etik, ada baiknya kita memahami istilah yang berkaitan dengan etika guna mencegah salah pengertian. Dalam kaitannya dengan pendidikan pustakawan, ada program studi yang memberikan mata kuliah “Etiket dan kepribadian pustakawan” di samping mata kuliah “Etika profesi.” 

Etika merupakan bagian dari filsafat. Filsafat itu berasal dari kata Arab dan kata tersebut berasal dari kata Yunani filosofia. Kata filosofia berasal dari kata filo dan sofia. Filo artinya cinta dalam arti seluas-luasnya yaitu ingin dan karena ingin  itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan. Sofia artinya kebijaksanaan, artinya pandit, tahu secra mendalam. Maka batasan filsafat menurut pendekatan nama adalah ingin tahu dengan mendalam atau cinta kepada kebijaksanaan. 

Definisi filsafat menurut pengertian umum artinya ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Karena filsafat telah mengalami perkembangan cukup lama maka timbul berbagai pendapat mengenai pengertian filsafat yang mempunyai kekhususan masing-masing. Adanya aliran dalam filsafat membuktikan adanya bermacam-macam pendapat yang khas yang berbeda satu dengan yang lain. Misalnya rasionalisme mengagungkan akal, materialisme mengagungkan materi, idealisme mengagungkan idea, hedonisme mengagungkan kesenangan dan stoicisme mengagungkan tabiat saleh. 

Etika dan estetika merupakan cabang filsafat  tentang tindakan di samping filsafat tentang pengetahuan, filsafat tentang keseluruhan kenyatan dan  sejarah filsafat. 

1. Etika dan estetika.

Page 4: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. 

Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral, noprma agama  dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan,norma agama berasal dari agama  sedangkan norma moral berasal dari suara batin. Norma sopan santun  berasal dari  kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika. 

2. Etika dan etiket

Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggeris dikenal sebagai ethics dan etiquette. Antara etika dengan etiket terdapat persamaan yaitu:

a. etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai manusia tidak mengenai binatang karena binatang tidak mengenal etika maupun etiket.

 b. Kedua-duanya mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi

norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilkukan. Justru karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.

 

Adapun perbedaan antara etika dengan etiket ialah:

(a) etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia. Etiket menunjukkan cara

yang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu. Misalnya dalam makan, etiketnya ialah orang tua didahulukan mengambil nasi, kalau sudah selesai tidak boleh mencuci tangan terlebih dahulu. Di Indonesia menyerahkan sesuatu harus dengan tangan kanan. Bila dilanggar dianggap melanggar etiket. 

Etika tidak terbatas pada cara melakukan sebuah perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. 

b. Etiket hanya berlaku untuk pergaulan. Bila tidak ada orang lain atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misalnya etiket tentang cara makan. Makan sambil menaruh kaki di atas meja dianggap melanggar etiket dila dilakukan bersama-sama orang lain. Bila dilakukan sendiri maka hal tersebut tidak

Page 5: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

melanggar etiket. Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain. Barang yang dipinjam harus dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.

 c. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan,

dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contohnya makan dengan tangan, bersenggak sesudah makan. Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti “jangan berbohong”, “jangan mencuri” merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar.

 d. Etiket hanya memadang manusia dari segi lahirian saja sedangkan etika

memandang manusia dari segi dalam. Penipu misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket namun menipu. Orang dapat memegang etiket namun munafik sebaliknya seseorang yang berpegang pada etika tidak mungkin munafik karena seandainya dia munafik maka dia tidak bersikap etis. Orang yang bersikap etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik.

 

2.3.  Etika dan ajaran moral

Etika perlu dibedakan dari moral. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban manusia. 

Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya). 

1. Fungsi etika

Etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik, itu ajaran moral, melainkan etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.

Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme. Pluralisme moral diperlukan karena:

a. pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan;

Page 6: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

b. modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional;

c. berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.

 

Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar dan etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Etika sosial dibagi menjadi:

1. Sikap terhadap sesama; 2. Etika keluarga3. Etika profesi  misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang

informasi4. Etika politik5. Etika lingkungan hidup

serta

6. Kritik ideologi

 

3. Etika

Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran moral sedangka moral adalah  ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb.  Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas. 

3.1. Moralitas

Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri, sebagai pustakawan. 

Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adala sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber  tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber. 

Page 7: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

3.2. Etika dan moralitas

Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif. Rasional berarti mendasarkan diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya membahas langkah demi langkah. Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya. 

3.3. Etika dan agama

Etika tidak dapat menggantikan agama. Orang yang percaya menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi.  Hal ini disebabkan empat alasan sebagai berikut: 

1. Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu, tetapu ia juga ingin mengertimengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat membantu menggali rasionalitas agama.

 2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan interpretasi yang

saling berbeda dan bahkan bertentangan.

 3. Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat maka agama

menghadapi masalah moral yang secara langsung tidak disinggung-singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung, reproduksi manusia dengan gen yang sama.

 4. Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri pada

argumentasi rasional semata-mata sedangkan agama pada wahyunya sendiri. Oleh karena

 5. itu ajaran agama hanya terbuka pada mereka yang mengakuinya sedangkan etika

terbuka bagi setiap orang dari semua agama dan pandangan dunia.

 

4. Istilah berkaitan

Page 8: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

Kata etika sering dirancukan dengan  istilah etiket, etis, ethos, iktikad dan kode etik atau kode etika. Etika adalah ilmu yang mempelajari apa yang baik dan buruk. Etiket adalah ajaran sopan santun yang berlaku bila manusia bergaul atau berkelompok dengan manusia lain. Etiket tidak berlaku bila seorang manusia hidup sendiri misalnya hidup di sebuah pulau terpencil atau di tengah hutan. Etis artinya sesuai dengan ajaran moral, misalnya tidak etis menanyakan usia pada seorang wanita. Ethos artinya sikap dasar seseorang dalam bidang tertentu. Maka ada ungkapa ethos kerja artinya sikap dasar seseorang dalam pekerjaannya, misalnya ethos kerja yang tinggi artinya dia menaruh sikap dasar yang tinggi terhadap pekerjaannya. Kode atika atau kode etik artinya daftar kewajiban dalam menjalankan tugas sebuah profesi yang disusun oleh anggota profesi dan mengikat anggota dalam menjalankan tugasnya. 

Etika terbagi atas 2 bidang besar yaitu etika umum dan etika khusus. Etika umum masih dibagi lagi menjadi prinsip dan moral dasar etika umum. Adapun etika khusus merupakan terapan etika, dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Etika sosial yang hanya berlaku bagi kelompok profesi tertentu disebut kode etika atau kode etik. 

5.  Kode etik

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. 

Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. 

Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri. 

Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas kehendak sendiri), dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan. 

Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter, guru, pustakawan, pengacara, Pelanggaran kde etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan Dokter Indonesia terdapat Kode Etik Kedokteran. Bila seorang dokter dianggap melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia, bukannya oleh pengadilan. 

Page 9: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

5.1. Sifat kode etik profesional

Kode etik adalah pernyataan cita-cita dan peraturan pelaksanaan pekerjaan (yang membedakannya dari murni pribadi) yang merupakan panduan yang dilaksanakan oleh anggota kelompok. Kode etik yang hidup dapat dikatakan sebagai ciri utama keberadaan sebuah profesi. 

Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat; sederhana, jelas dan konsisten; masuk akal, dapat diterima, praktis dan dapat dilaksanakan; komprehensif dan lengkap; dan positif dalam formulasinya. Orientasi kode etik hendaknya ditujukan kepada rekan, profesi, badan, nasabah/pemakai, negara dan masyarakat. Kode etik diciptakan untuk manfaat masyarakat dan bersifat di atas sifat ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status. Etika yang berhubungan dengan nasabah hendaknya jelas menyatakan kesetiaan pada badan yang mempekerjakan profesional. 

Kode etik digawai sebagai bimbingan praktisi. Namun demikian hendaknya diungkapkan sedemikian rupa sehingga publik dapat memahami isi kode etik tersebut. Dengan demikian masyarakat memahami fungsi kemasyarakatan dari profesi tersebut. Juga sifat utama profesi perlu disusun terlebih dahulu sebelum membuat kode etik. Kode etik hendaknya cocok untuk kerja keras 

Sebuah kode etik menunjukkan penerimaan profesi atas tanggung jawab dan kepercayaan masyarakat yang telah memberikannya. 

6. Kode etik ilmuwan informasi

Pada tahun 1895 muncullah istilah dokumentasi sedangkan orang yang bergerak dalam bidang dokumentasi menyebut diri mereka sebagai dokumentalis. Istilah dokumentasi kini ada yang mengaggapnya sudah usang walaupun istilah tersebut masuh lazim digunakan di Eropa Barat.  DI AS, istilah dokumentasi diganti menjadi ilmu informasi sebagaimana nampak pada perubahan nama badan yang bergerak dalam bidang dokumentasi. Dahulu organisasi dokumentasi bernama American Documentation Institute kemudian diganti menjadi American Society for Information (ASIS). Sebagai sebuah organisasi profesi maka ASIS pun berupaya menyusun kode etik untuk ilmuwan informasi (information scientists). Kode etik ASIS tumbuh dari pembahasan etika yang dimulai di Inggeris. Penulis Inggeris B.J.  Kostrewski dan  Charles Oppenheim menunjukkan bahwa ilmuwan informasi memerlukan kode etik dan mereka membutuhkannya jauh lebih banyak daripada apa yang mereka sadari. Gagasan kedua penulis tersebut kemudian dibahas oleh ASIS, kemudian membentuk  ASIS Public Affairs Committee (ASIS PAC). PAC membuar rencana kode etika untuk masyarakat. Tugas PAC kemudian diteruskan oleh ASIS Professionalism Committee yang menbuat rancangan  ASIS Code of Ethics for Information Professionals. Kode etik yang dihasilkan terdiri dari preambul dan 4 kategori pertanggungan jawab etika, masing-masing pada pribadi, masyarakat, sponsor, nasabah atau atasan dan pada profesi. Kesulitan menyusun kode etik menyangkut (a) apakah yang dimaksudkan dengan kode etik dan bagaimana seharunysa; (b) bagaimana kode tersebut akan digunakan; (c) tingkat rincian kode etik

Page 10: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

dan (d) siapa yang menjadi sasaran kode etik dan kode etik diperuntukkan bagi kepentingan siapa.

Walaupun ada kode etik profesi, keberadaan kode etik bukanlah sesuatu yang mutlak dan pasti sehingga tidak dapat diubah. Sesuai dengan tuntutan zaman, kode etik dapat diubah. 

7. Kode etik Ikatan Pustakawan Indonesia

Kode etik pustakawan (untuk memudahkan disingkat KEP) disusun oleh IPI (lihat Lampiran 1). Sejak penyusunannya hingga tahun 2000 belum pernah direvisi ataupun dibahas dalam pertemuan ilmiah. Dengan demikian pelanggaran kode etik yang mungkin terjadi juga tidak dibahas. Seandainya ada pelanggaran kode etik, IPI masih belum memiliki semacam Majelis Kode Etik Pustakawan Indonesia yang bertugas memecahkan  pelanggaran kode etik beserta sanksinya. Beberapa butir yang memerlukan pembahasan. 

7.1. definisi pustakawan

Definisi pustakawan dinyatakan dalam KEP, berbeda mislanya dengan Kode Etik (KE) Singapura, Filipina, Malaysia.3 Definisi pustakawan disebutkan dalam pendahuluan. Ada beberapa asosiasi, misalnya Canadian Library Association menganggap perpustakaan dan pustakawan sebagai sebuah kesatuan sehingga tidak perlu memberi definisi pustakawan. Pandangans erupa diikuti oleh Singapore Library Association (SLA), Philippines Library Association dan Persatuan Pustakawan Malaysia (PPM). 

7.2.kewajiban umum 

7.2.1. Tugas yang diemban.

Kewajiban umum yang dicantumkan dalam KEP (Kode Etik Pustakawan) terlalu berat.

Butir (1) menyatakan bahwa “rofesi pustakawan adalah profesi yang terutama mengemban tugas pendidikan dan penelitian.” Tugas ini terlalu berat, pustakawan bukanlah seorang pendidik atau peneliti; pustakawan adalah tenaga yang berhubungan dengan tugas informasi. Seperti dikatakan Pendit (2000a) IPI ingin menunjukkan bahwa profesi pustakawan terekesan agung dan mulia. Hal tersebut menunjukkan bahwa IPI masih belum yakin akan profesinya sendiri. 

7.2.2. Butir (2) Pengabdian kepada masyarakat

Pustakawan ...mengutamakan pngabdian negara dan bangsa” berdasarkan pengalaman semasa Orde Baru digunakan untuk kepentingan penguasa. Sesungguhnya kepentingan utama pustakawan ialah pemakai, pengguna, klien dan pemakai tidak dapat dirampadkan (generalisasi) menjadi masyarakat.

8.3. kewajiban terhadap organisasi profesi

Page 11: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

Kewajiban ini bersifat berat sebelah karena mewajibkan anggota IPI namun tidak memuat ketentuan apa kewajiban pengurus IPI serta IPI sebagai organisasi kepada anggotanya. Dalam AD/ART tidak dinyatakan secara jelas tugas IPI dan PB IPI kepada anggotanya. 

8. Beberapa saran.

Berdasarkan kajian dengan berbagai organisasi profesi di luar negeri maka ada butir yang perlu ditambahkan pada KEP yaitu: 

(1) ketentuan yang mengatur hubungan antara pustakawan dengan pemakai.

Hal ini belum dicantumkan dalam KEP karena pustakawan berhadapan angsung dengan pemakai. Dalam hal ini kewajiban pustakawan disebutklan seperti:

a. memberikan layanan/jasa dan kepuasan kep[ada pemakai (pengguna) dengan mengerahkan segala pengetahuan dan keahlian yang dimiliki pustakawan;

b. melindungi dan menjaga privasi dan kepercayaan pemakai serta membantu mereka dalam konsultasi informasi.Ini berkaitan dengan kerahasiaan informasi.

 

(2) hubungan dengan masyarakat

Hal ini belum dicakup dalam KEP. Pemakai merupakan bagian dari masyarakat namun dalam berbagai kode etik selalu dicantumkan  butiran hubungan dengan masyarakat. Seyogyanya dalam KEP mendatang disertakan peran pustakawan sebagai pemandu arus bebas informasi atau hak informasi dalam segala kehidupan masyarakat sehingga dengan demikian pustakawan merupakan fasilitator sumber informasi bagi masyarakat. Hal lain yang perlu pertimbangan untuk dimasukkan ialah:

mutu dan kecepatan layanan. Pustakawan yang bermalas-malasan memberikan layanan atau lambat mengolah buku dapat dkatakan sebagai melanggar kode etik walaupun tidak melanggar undang-undang. Demikian pula pustakawan yang membiarkan permintaan penelusuran tidak dijawab segera;

teknologi informasi (TI). Bagaimana sikap pustakawan terhadap TI serta pendayagunaannya bagi masyarakat;

bagaimana sikap pustakawan terhadap pemakai yang membiarkan atau memungkinkan seorang pemakai memfotokopi seluruh karya tulis. Bagaimana kaitannya dengan hak cipta?

penerimaan imbalan. Hal ini erat sekali dengan kondisi Indonesia di mana pustakawan pegawai negeri menerima gaji yang relatif lebih rendah daripada mereka yang bekerja di sektor swasta. Situasi tersebut menimbulkan masalah apakah pustakawan boleh atau tidak boleh menerima imbalan dalam tugasnya.

 

Page 12: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

(3) Definisi pustakawan.

Berbagai kode etik negara jiran tidak memberikan definisi lengkap seperti kode etik IPI namun memberikan ciri pustakawan dilihat dari tugasnya. PPM mengatakan tugas seorang pustakawan ialah  mengawasi, memilih, mengorganisasi, melestarikan dan menyebarluaskan informasi. 

(4) Hubungan dengan atasan. 

Hal ini belum dibahas dalam KEP.

6. Perlunya lembaga pengaduan dan pemeriksaan pelaksanaan kode etik. Walaupun kode etik sudah ada selama bertahun-tahun namun belum ada lembaga yang menerima pengaduan pelanggaran kode etik maupun memeriksa pelaksanaannya. Situasi ini menumbuhkan kesan bahwa kode etik tidak perlu ditaati karena pelanggaran toh tidak diikuti dengan sangsi.

 7. Penyebaran kode etik. Data yang diperoleh dari karya akhir mahasiswa JIP FSUI

tentang pengetahuan kode etik sangat menyedihkan, apalagi persepsi dan tanggapan mereka tentangnya. Untuk Jakarta, dari 10 perpustakaan utama hanya 4 saja yang pernah mendengar keberadaan kode etik, itupun pengetahuan mereka masih terbatas.

 

9. Penutup

Kode etik merupakan bagian dari organisasi profesi sedangkan organisasi profesi merupakan persyaratan sebuah profesi. Kode etik untuk pustakawan Indonesia disusun oleh Ikatan Pustakawan Indonesia. Walaupun keberadannya sudah cukup lama, namun eksistensinya  tidak banyak diketahui orang. Sementara itu isi kode etik pustakawan Indonesia terlau berat bagi anggotanya karena adanya kewajiban yang beraneka warna sementara itu disisi lain belum dicakup hubungan pustakawan dengan pemakai, hubungan dengan masyarakat serta berbagai masalah yang memerlukan pemikiran seperti masalah imbalan, sikap ogah-ogahan dari pustakawan dalam melayani pemakai, sikap terhadap hak cipta. Pelanggaran kode etik tidak dicakup karena belum ada lembaga penerima pengaduan pelanggaran kode etik serta lembaga yang melaksanakan kode etik. Maka sudah waktunya  Kode Etik Pustakawan direvisi. 

Bibliografi 

Allerton Park Institute. Ethics and the librarian.  Urbana,Illinois: University of Ilinois

Graduate School of Library and Information Science, 1991.

Page 13: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

America Library Association. “Statement on professional ethics adopted ny ALA

Council, June 30, 1981.” American Libraries, 13, October 1982:595

Arlante, S.M. and R. Y. Tarlis. “The professionalization of librarians: a unique

Philippines experience,”Asian Libraries, 3 (2) June 1993:13-22

Bayles, M. D. Profesional ethics.  2nd ed.  Belmont, Calif.: Wadsworth, 1989.

Bekker, J.Professional ethics and its application to librarianship.  Unpublished

dissertation, Case Western Reserve University [Cleveland,Ohio], 1976.

Bernier, C. L. “Ethics of knowing.” Journal of the American Society for Information

Science, 36, May 1985:211-2

Blixrud, J.C. and Sawyer, E. J. “A code of ethics for ASIS: the challenge before

us,” ASIS Bulletin, 11, Oct. 1984:8-10

Finks, Lee W. And Elisabeth Soekefeld. Encyclopedia  of Library and Information

Science. vol 52 supplement  15, 1993 s.v. “Professional ethics,”

Hauptman, R. Ethical challenges in librarianship.  Phoenix, A: Oryx Press, 1988

Kochen, M. “Ethics and information science,” Journal of the American Society for

Information Science, 38, May 1987:206-10

Kultgen, J. H. Ethics and professionalism.  Philadelphia, PA: University of

Pennsylvania ,  Press, 1988.

Library Association of Singapore. Code of ethics. http://www.faife.dk/lascode.htm. 24

November 2000

Magnis-Suseno, Franz. Etika sosial. Jakarta: APTIK bekerja sama dengan Gramedia

Pustaka Utama, 1991.

Pendit, Putu (a) . Kode etik. 20 November 2000. [email protected].   Akses tgl 27

Page 14: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

November 2000.

Pendit, Putu (b). Kode etik (2). 21 November 2000. [email protected]. 27 November

2000.

Pendit, Putu. Sangsi moran (Re:saran dan komentar untuk Kode Etik). 27 Nov. 200.

[email protected]. 28 November 2000

Persatuan Pustakawan Malaysia (Librarians Association of Malaysia). Code of ethics.

http://www.faife.uk/ethics/faifecode. 22 November 2000.

Professional Regulation Commission of the Republic of Philippines. Code of ethics for

registered librarians.  1992. http://www.faife.dk/ethics/bbcode   24 November 2000

Prins, Hans and Wilco de Gier. “Image, status and reputation of librarianship and

information work,”IFLA Journal, 18 (2) 1992:108-118

Rutgers School of Communication, Information, and Library Studies. Information

ethics:  concerns for librarianship and the information industry.  Jefferson,NC:McFarland, 1990

Strauc, K. and B. Strauch (editors). Legal and ethical issues in acquisition.  New

York:  Haworth Press, 1990.

Soeriptyo, Yuni. Saran dan komentar untuk Kode Etik Pustakawan. 24 Nov. 2000.

[email protected]. 27 November 2000.  

Lampiran 1

KODE ETIK PUSTAKAWAN

Berkat rakhmat Tuhan Yang Maha Esa, Indonesia telah mencapai  kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. 

Dalam rangka mencapai tujuan kemerdekaan nasional, yakni  mewujudkan masyarakat adil makmur yang merata dan  berkesinambungan material dan spiritual, diperlukan

Page 15: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

warganegara  Indonesia yang berkeahlian dalam berbagai bidang termasuk  pustakawan yang setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-undang  Dasar 1945. 

Pustakawan yang telah sepakat bergabung dalam organisasi  profesi Ikatan Pustakawan Indonesia dengan niat yang luhur serta  penuh kesungguhan mengabdikan dirinya dengan jalan memberikan  pelayanan perpustakaan, dokumentasi dan informasi dengan tujuang  meningkatkan pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan  negara. 

Menyadari eksistensi serta peranannya dalam masyarakat,  dengan ini Ikatan Pustakawan Indonesia mengikrarkan Kode Etik  Pustakawan Indonesia. 

BAB I

Pengertian Pustakawan

Pustakawan adalah seorang yang melaksanakan kegiatan  perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat  sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu  perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang dimilikinya melalui  pendidikan. 

BAB II

Kewajiban Umum

1. Setiap Pustakawan Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa  profesi pustakawan

   adalah profesi yang terutama  mengembangkan tugas pendidikan dan penelitian.

2. Setiap Pustakawan Indonesia dalam menjalankan profesinya  menjaga martabat dan moral serta mengutamakan pengabdian  pada negara dan bangsa.

 3. Setiap Pustakawan Indonesia menghargai dan mencintai  kepribadian dan

kebudayaan Indonesia.

 4. Setiap Pustakawan Indonesia mengamalkan ilmu pengetahuannya  untuk

kepentingan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan  agama.

 5. Setiap Pustakawan Indonesia menjaga kerahasiaan informasi  yang bersifat

pribadi yang diperoleh dari masyarakat yang  dilayani.

 

BAB III

Page 16: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

Kewajiban kepada organisasi dan profesi

1. Setiap Pustakawan Indonesia menjadikan Ikatan Pustakawan  Indonesia sebagi forum kerjasama, tempat konsultasi dan  tempat pengemblengan pribadi guna peningkatan ilmu  pengembangan profesi antara sesama pustakawan. 

2. Setiap Pustakawan Indonesia memberikan sumbangan tenaga,  pikiran dan dana kepada organisasi untuk kepentingan  pengembangan ilmu dan perpustakaan di Indonesia.

 

3. Setiap Pustakawan Indonesia menjauhkan diri dari perbuatan  dan ucapan serta sikap dan tingkah laku yang merugikan  organisasi dan profesi, dengan cara menjunjung tinggi nama  baik Ikatan Pustakawan Indonesia. 

4. Setiap Pustakawan Indonesia berusaha mengembangkan  organisasi Ikatan Pustakawan Indonesia dengan jalan selalu  berpartisipasi dalam setiap kegiatan di bidang perpustakaan  dan yang berkaitan dengannya. 

BAB IV

Kewajiban antara sesama Pustakawan

1. Setiap Pustakawan Indonesai berusaha memelihara hubungan  persaudaraan dengan mempererat rasa solidaritas antara  Pustakawan.

2. Setiap Pustakawan Indonesia saling membantu dalam berbuat  kebijakan dalam mengembangkan profesi dan dalam melaksanakan  tugas.

 3. Setiap Pustakawan Indonesia saling menasihati dengan penuh  kebijaksanaan

demi kebenaran dan kepentingan pribadi,  organisasi dan masyarakat.

 4. Setiap Pustakawan Indonesia saling menghargai pendapat dan  sikap masing-

masing, meskipun berbeda.

 

BAB V

Kewajiban terhadap diri sendiri

1. Setiap Pustakawan Indonesia selalu mengikuti perkembangan  ilmu pengetahuan, terutama ilmu perpustakaan, dokumentasi  dan informasi. 

Page 17: Kode Etik Dan Organisasi Profesi

2. Setiap Pustakawan Indonesia memelihara akhlak dan kesehatan-  nya untuk dapat hidup dengan tenteram dan bekerja dengan  baik.

 3. Setiap Pustakawan Indonesia selalu meningkatkan pengetahuan  serta

keterampilannya, baik dalam pekerjaan maupun dalam  pergaulan di masyarakat.

 

BAB VI

Pelaksanaan Kode Etik

Setiap Pustakawan Indonesia mempunyai tanggung jawab moral untuk  melaksanakan Kode Etik ini dengan sebaik-baiknya.