Kinetik Toni 12.70.0151

37
1. HASIL PENGAMATAN 1.1. Tabel Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Vinegar Hasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada Tabel Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar. Kelompo k Perlakua n Wakt u Ʃ MO tiap petak Rata-rata/ Ʃ MO tiap petak Rata-rata/ Ʃ MO tiap cc OD (nm) pH Total Asam 1 2 3 4 C1 Sari Apel + S. cerevisiae N 0 5 48 5 22 10 4 x 10 7 0,1464 3, 38 7,68 N 24 48 70 77 49 61 24,4 x 10 7 0,5485 3, 26 9,98 N 48 50 83 75 48 64 25,6 x 10 7 0,7451 3, 23 11,52 N 72 79 93 72 88 83 33,2 x 10 7 0,9552 3, 19 12,09 N 96 15 3 155 16 0 120 147 58,8 x 10 7 1,5414 3, 09 12,48 C2 Sari Apel + S. cerevisiae N 0 21 18 28 17 21 8,4 x 10 7 0,1547 3, 54 11,52 N 24 30 43 35 44 38 15,2 x 10 7 0,5801 3, 11,52 1

description

laporan kinetika C4

Transcript of Kinetik Toni 12.70.0151

1. HASIL PENGAMATAN1.1. Tabel Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi VinegarHasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada Tabel Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar.

KelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccOD (nm)pHTotal Asam

1234

C1Sari Apel + S. cerevisiaeN0548522104 x 1070,14643,387,68

N24487077496124,4 x 1070,54853,269,98

N48508375486425,6 x 1070,74513,2311,52

N72799372888333,2 x 1070,95523,1912,09

N9615315516012014758,8 x 1071,54143,0912,48

C2Sari Apel + S. cerevisiaeN021182817218,4 x 1070,15473,5411,52

N24304335443815,2 x 1070,58013,3711,52

N48547068566224,8 x 1070,52543,3111,90

N72596362686325,2 x 1070,62003,2111,90

N969810488949638,4 x 1071,43913,1111,52

C3Sari Apel + S. cerevisiaeN022252318228,8 x 1070,18493,5211,90

N24506056625722,8 x 1070,50223,3912,48

N48706855676526 x 1070,64033,2812,67

N72248164166140179,571,8 x 1070,72863,1913,44

N9665671118481,7532,7 x 1071,59113,3313,06

C4Sari Apel + S. cerevisiaeN01921232020,758,3 x 1070,15163,5513,82

N24544547344518 x 1070,64813,3112,67

N48768079737730 x 1070,51753,2511,52

N7210596121133113,7545,5 x 107

0,64633,2211,71

N96987211010796,7538,7 x 1071,02293,1910,94

C5Sari Apel + S. cerevisiaeN0722105114,4 x 1070,18873,487,68

N24483034323614,4 x 1070,37773,208,23

N483844363836,514,6 x 1070,73033,1812,56

N725045385246,2518,5 x 1070,76023,2711,90

N96258232182172212,585 x 1071,01513,4011,52

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa rata rata MO tiap cc akan terus bertambah setiap waktu, namun hal ini tidak terjadi pada kelompok C3 dan C3 pada jam ke 120 terjadi penurunan jumlah MO. Pada nilai OD setiap kelompok juga berbanding lurus dengan jumlah MO tiap waktu, semakin lama maka semakin besar nilai ODnya, kecuali pada kelompok C2 dan C4 pada jam ke 72 mengalami penurunan nilai OD. Pada nilai pH setiap kelompok berbanding terbalik dengan jumlah MO, semakin tinggi MO maka semakin rendah juga nilai pHnya, kecuali pada kelompok C3 pada jam ke 120 dan pada kelompok C5 jam ke 96 dan 120 terjadi kenaikan pH yang semula turun menjadi naik. Pada total asam juga berbanding lurus dengan jumlah MO, semakin banyak MO maka semakin tinggi pula nilai total asam, kecuali pada kelompok C2 jam ke 120 mengalami penurunan total asamnya.1.2. Grafik Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Vinegar1.2.1. Hubungan Jumlah OD dengan WaktuHasil pengamatan hubungan OD dengan waktu dapat dilihat pada grafik 1.

Grafik 1. Hubungan OD dengan Waktu

Pada grafik 1 dapat dilihat bahwa nilai OD pada kelompok C2 dan C4 mengalami penurunan dihari ke 2 dan ke 3. Pada hari ke 3 paling tinggi pada kelompok C1 dan C5, pada hari ke 4 paling tinggi kelompok C1 dan hari terakhir nilai OD tertinggi kelompok C3

1.2.2. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu AsasHasil pengamatan hubungan Jumlah Sel dengan waktu dapat dilihat di grafik 2.

Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu

Pada grafik 2 dapat dilihat pada kelompok C1, C2 dan C5 yang jumlah selnya meningkat pada hari terakhir. Kelompok C4 dan C3 mengalami penurunan jumlah sel dihari terakhir. Pada kelompok C5 dapat dilihat bahwa pertumbuhan sel di hari terakhir meningkat secara tajam dari 18,5 x 107 menjadi 85 x 107. Pada kelompok C3 mengalami penurunan jumlah sel yang sangat drastis dari jumlah sel 71,8 x 107 menjadi 32,7 x 107.

1.2.3. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan pHHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan pH dapat dilihat di grafik 3.

Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel dengan pH

Pada grafik 3, dapat dilihat hasil yang fluktuatif sehingga tidak terdapat kesimpulan hubungan yang jelas. Namun dari 5 kelompok, terdapat pola yang sama pada 3 kelompok, yaitu kelompok C1 dan C2. Pada awal peningkatan jumlah sel, terdapat penurunan pH sampai 3,09. Setelah itu terdapat kenaikan jumlah sel hingga 58,8 x 107 dan kenaikan hingga pH 3.38. setelah itu penurunan jumlah sel terus terjadi namun diikuti dengan kenaikan pH.

1.2.4. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan ODHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan OD dapat dilihat di grafik 4.

Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel dengan OD

Pada grafik 4, dapat dilihat bahwa data yang diperoleh sangat fluktuatif sehingga tidak dapat disimpulkan hubungan yang spesifik antara jumlah koloni sel dengan OD. Namun dari grafik tersebut, dapat dilihat kesamaan pada semua kelompok, yaitu awal jumlah sel selalu diawali dengan OD yang rendah.

1.2.5. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total AsamHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan Total Asam dapat dilihat di grafik 5.

Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

Pada grafik 5, dapat dilihat grafik yang berbeda-beda untuk masing-masing kelompok. Namun dari grafik tersebut, terdapat kesamaan pada C1 dan C5 yaitu jumlah sel awal dari total asam paling kecil.

2. PEMBAHASANPraktikum teknologi fermentasi pada acara I ini adalah mengenai kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Optical Density (OD) dengan jumlah koloni sel yeast, mengetahui metode perhitungan sel dengan haemocytometer, dan mengatahui cara mengukur asam dalam vinegar. Produk yang dibuat pada praktikum ini adalah cider vinegar. Vinegar merupakan produk fermentasi dari bahan yang mengandung gula atau pati menjadi alkohol, kemudian difermentasi lagi pada proses selanjutnya. Fermentasi sendiri merupakan proses pemecahan senyawa gula menjadi karbon dioksida (CO2) dan alkohol yang disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme. Hasil dari fermentasi ini akan bergantung pada jenis substrat (bahan pangan) yang digunakan, jenis mikroorganisme, serta proses metabolisme yang terjadi. Pada prinsipnya, semua mikroorganisme akan menggunakan unsur karbon (C) sebagai substrat utama, disusul dengan nitrogen (N). Oleh karena itu hampir seluruh bahan pangan yang mengandung karbon dan nitrogen dapat digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi (Winarno et al, 1980).

Vinegar yang dibuat pada praktikum ini berasal dari apel malang. Buah apel memiliki kandungan nutrisi yang baik dan banyak mengandung gula yang akan digunakan oleh yeast sebagai substrat dalam proses fermentasi (Sevda & Rodrigues, 2011). Senyawa organik yang biasa digunakan untuk fermentasi adalah zat gula. Zat gula akan diubah menjadi senyawa lain melalui reaksi reduksi dengan katalis enzim (Kwartiningsih & Nuning, 2005). Pada praktikum ini digunakan metode tradisional (natural) dalam pembuatan Vinegar dimana tidak ada penambahan gula maupun karbondioksida selama prosesnya. Namun gula yang digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi diambil dari pengepresan apel (Dolge et al., 2012). Pembuatan sari buah apel ini pertama tama apel dipotong lalu di juicer untuk mendapatkan sarinya. Hasil juicer ini disaring untuk memisahkan ampas dari sarinya.

Penghancuran apel dengan juicer

Penyaringan Hasil penghancuran apel

Pada praktikum ini, buah apel yang digunakan dihancurkan dengan menggunakan juicer sehingga didapatkan ampas + sari apel. Setelah itu disaring untuk memisahkan ampas dan sarinya. Sebelum dihancurkan, apel harus dicuci terlebih dahulu supaya bersih dan bebas dari kontaminasi secara fisik. Proses penghancuran yang dilakukan pada praktikum ini sesuai teori Ikhsan (1997), yang mengatakan bahwa untuk mengeluarkan gula yang terkandung dalam buah akan lebih mudah jika dihancurkan dahuluJenis yeast yang digunakan dalam praktikum ini adalah Saccharomyces cereviceae. Saccharomyces cereviceae ini memiliki karakteristik hidup bergerombol, menghasilkan budding, tumbuh dengan cepat pada suhu 20C, memiliki diameter 5-10 m, serta

selnya mengapung pada permukaan (Fardiaz, 1992). Menurut Rehm & Reed (1983), Saccharomyces cereviceae biasa ditumbuhkan dalam suatu fermentasi aerobik dengan metode fed batch dan dengan pH lingkungan berkisar antara 4-5. Saccharomyces cereviceae ini juga sering dikomersialkan dan dikenal sebagai bakers yeast. Campelo & Isabel (2004) menambahkan bahwa Saccharomyces cereviceae ini dalam kondisi yang sangat aerob dapat memaksimalkan pertumbuhan sel. Faktor yang mempengaruhi kapasitas fermentasi dari Saccharomyces cereviceae adalah tekanan osmotik dan kandungan karbon dan nitrogen. Bhusan & Joshi (2006) menambahkan bahwa proses fermentasi dari bakers yeast akan sangat dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi sumber karbon, oksigen terlarut saat proses agitasi, pH dan suhu. Dalam jurnal Azizah (2012) yang berjudul Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substrat Kulit Nanas , mengatakan bahwa Saccharomyces cereviceae bersifat homofermentatif yang pada proses fermentasinya menghasilkan alkohol. Cider apel yang digunakan kemudian ditambahkan dengan yeast untuk memfermentasi cider apel. Yeast merupakan organisme eukariotik yang tidak membentuk spora aseksual dan bersifat sebagai sel tunggal selama terjadi siklus pertumbuhan vegetatif. Pertumbuhan dari yeast berawal dari periode ekspansi, yaitu peningkatan volume (Cooney et al, 1981). Yeast memperbanyak diri dengan cara budding (memecah diri menjadi sel baru) dan tumbuh dengan mengkonsumsi gula dan mengubahnya menjadi energi. Proses konsumsi gula oleh yeast ini akan memberikan hasil samping berupa CO2 serta alkohol (Chu, 2007). Yeast ini memilki enzim yang dapat menghidrolisa sukrosa dan maltosa, namun tidak dapat memecah pati menjadi residu glukosanya (Matz, 1992). Yeast sendiri memiliki banyak kelebihan dalam proses fermentasi, misalnya dapat memberikan rasa dan aroma yang khas, serta mampu menahan pelepasan gas agar berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama (Bennion & Hughes, 1970). Metode yang dilakukan pada praktikum ini adalah pertama sebanyak 250 ml sari apel yang telah disaring dimasukkan ke dalam botol kaca yang telah disterilisasi. Sari apel tersebut kemudian disterilisasi pada suhu 121C selama 15 menit. Setelah itu, sari apel didinginkan hingga suhunya berkisar 45(C. Pendinginan ini bertujuan agar ketika kultur yang diinokulasikan ke dalam media tidak mati. Kemudian, sebanyak 30 ml biakan yeast diambil dengan menggunakan pipet volume dan diinokulasikan pada sari apel secara aseptis di dalam ruang LAF. Dwidjoseputro (1994) mengatakan bahwa proses inokulasi secara aseptis dilakukan untuk mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme-mikroorganisme yang tidak diinginkan dalam proses fermentasi.

Pengukuran Sari apel

Sari apel yang sudah dibotolkan

Sterilisasi

2.1. Cara Kerja

2.1.1. Pengukuran Biomassa dengan HaemocytometerProses pengukuran biomassa pada praktikum ini menggunakan alat yang disebut dengan Haemocytometer. Haemocytometer ini merupakan suatu alat yang berfungsi untuk menghitung sel secara cepat dengan konsentrasi sel yang rendah. Haemocytometer ini memiliki 2 bagian ruang dimana setiap ruangnya terdapat garis mikroskopis yang sudah tergores pada permukaan kacanya. Lebar dan kedalaman garis mikroskopis tersebut sudah diketahui dengan pasti sehingga alat ini cukup teliti untuk mengukur jumlah biomassa. Apabila dilihat dengan menggunakan mikroskop, Haemocytometer terbagi menjadi 9 kotak besar yang dibatasi dengan 3 garis di setiap sisinya. Di dalam masing-masing 9 kotak tersebut terdapat 16 kotak kecil. Jumlah sel yang dihitung adalah sel yang terdapat pada 4 kotak besar yang saling berdekatan (Chen & Pei, 2011).Langkah kerja yang dilakukan pada pengukuran ini adalah pertama-tama sebanyak 250 ml media pertumbuhan yang telah disterilisasi disiapkan, lalu 30 ml biakan yeast yang telah tersedia diambil (pengambilan secara akurat menggunakan pipet ukur) dan dimasukkan ke dalam media pertumbuhan secara aseptis. Setelah itu dilakukan inkubasi dengan perlakuan shaker atau dengan penggoyangan. Inkubasi ini dilakukan pada suhu ruang (25-30C) selama 5 hari, dan setiap 24 jam dilakukan pengambilan sampel sebanyak 10 ml secara aseptis untuk mengetahui tingkat pertumbuhan sel yeast. Selanjutnya dilakukan pengujian tingkat kepadatan Saccharomyces cereviceae (N0) dengan menggunakan Haemocytometer. Apabila sampel terlalu keruh, dapat dilakukan pengenceran. Pengamatan dan nilai dari N0, N24, N48, N72, dan N96 ditentukan dengan menggunakan teknik kepadatan sel. Faktor pengenceran yang digunakan juga diperhatikan dan diperhitungkan. Terakhir, dibuat suatu grafik yang menggambarkan pertumbuhan yeast selama fermentasi berjalan.

Pada percobaan ini dilakukan perlakuan shaker yang bertujuan untuk membantu proses fermentasi, terutama dalam memberikan supply oksigen pada media dan mikroba yang ditumbuhkan. Hal ini sesuai dengan teori dari Said (1987) yang menyatakan bahwa proses shaker akan mensuplai oksigen pada media dan membantu pertumbuhan mikroba secara aerobik. Dengan adanya proses shaker yang meningkatkan pasokan oksigen, jumlah sel mikroba di dalam kultur akan semakin meningkat. Adanya supply oksigen ini juga sangat tepat untuk menunjang pertumbuhan yeast yang digunakan, seperti diungkapkan oleh Winarno et al (1980) bahwa Saccharomyces cereviceae akan tumbuh baik pada kondisi aerob.

Stanburry & Whittaker (1984) menambahkan bahwa proses pengadukan atau shaker ini memiliki tujuan untuk memperkecil ukuran dari gelembung udara sehingga diperoleh area yang lebih besar untuk transfer oksigen dan mengurangi terjadinya difusi. Kecepatan putaran selama proses shaker berlangsung perlu dijaga karena gerakan berputar ini akan menyebabkan media bergerak sehingga terjadi aerasi. Kecepatan putaran perlu diatur agar kondisi lingkungan yang terbentuk dalam media dapat stabil. Selama proses shaker berlangsung juga erlenmeyer ditutup dengan menggunakan aluminium foil yang bertujuan agar proses berlangsung dengan steril. Hal ini sesuai dengan teori dari Rahman (1992) yang menyatakan bahwa labu yang diletakkan di atas alat shaker harus ditutup agar udara dari luar tidak masuk ke dalam labu sehingga sterilitas media dapat terjaga.

Inkubasi dengan shaker pada saat praktikum dilakukan pada suhu ruang (25-30C) karena suhu ruang merupakan suhu yang baik untuk yeast dapat tumbuh. Hal ini sesuai dengan teori dari Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa suhu pertumbuhan pada kebanyakan khamir (yeast) pada umumnya hampir sama dengan kapang, yaitu 25-30C, yang mana merupakan suhu optimum untuk tumbuh. Sedangkan suhu maksimum yeast masih dapat tumbuh adalah pada suhu 37-47C.

Pada pengukuran dengan Haemocytometer juga dapat dilakukan pengenceran apabila sari apel yang dihasilkan terlalu keruh. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengamatan, seperti yang diungkapkan oleh Fardiaz (1992) proses pengenceran dilakukan untuk mempermudah penghitungan jumlah mikroorganisme. Pengenceran dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 1 ml yang kemudian ditambahkan dengan 9 ml aquades, lalu di-vortex. Jumlah sel yang terhitung kemudian dikalikan dengan bilangan 10.

2.1.2. Penentuan Hubungan Absorbansi Dengan Kepadatan SelLangkah kerja yang dilakukan pada pengukuran absorbansi adalah pertama-tama kultur yeast yang telah dibiakan diambil sebanyak 30 ml. Kemudian dilakukan penentuan Optical Density (OD) dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Pengamatan dilakukan selama 5 hari, dan nilai OD yang dihasilkan ini dicatat lalu dibandingkan dengan hasil pengamatan kepadatan sel. Terakhir dibuat grafik yang menunjukkan hubungan OD dengan kepadatan sel.

Penentuan panjang gelombang untuk mengukur absorbansi tidak boleh sembarangan. Ewing (1976) mengatakan bahwa dalam analisa dengan spektrofotometer, panjang gelombang yang digunakan perlu disesuaikan dengan kemampuan larutan yang diujikan dalam mengabsorbsi energi radiasi pada panjang gelombang yang ditentukan. Pada praktikum ini, panjang gelombang yang digunakan adalah 660 nm. Hal ini sudah sesuai dengan teori dari Sevda & Rodrigues (2011) dalam jurnal yang berjudul Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production, menyatakan bahwa pengukuran absorbansi (optical density) untuk Saccharomyces cereviceae dilakukan pada panjang gelombang 660 nm.

2.1.3. Pengukuran pH Minuman VinegarPada pengukuran pH cider apel, langkah yang dilakukan adalah larutan sampel diambil sebanyak 10 ml. Setelah itu sampel diukur dengan menggunakan pH meter. Terakhir hasil pH yang terukur dicatat.

2.1.4. Pengukuran Total Asam Selama Fermentasi

Pada pengukuran total asam pada cider apel, langkah yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode titrasi. Pertama-tama, sebanyak 10 ml sampel ditetesi dengan 3 tetes PP, lalu dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi dihentikan apabila larutan sampel berubah menjadi warna merah muda. Setelah itu, kadar total titrasi ditentukan dengan rumus:

Pengukuran asam ini dilakukan bersamaan waktunya dengan pengukuran biomassa. Selanjutnya dibuat analisis kadar total asam sitrat selama fermentasi, dan analisis hubungan total biomassa dan kadar asam.

Pada proses titrasi ini digunakan NaOH sebagai titran. Hal ini didukung oleh teori dari Petrucci & Suminar (1987) yang menyatakan bahwa titrasi yang dilakukan dengan menggunakan larutan standar dapat dipakai untuk mengetahui kadar zat terlarut maupun proses netralisasi. Titrasi ini biasanya menggunakan larutan asam kuat atau basa kuat. Pada titrasi ini dilakukan penambahan 3 tetes PP yang berperan sebagai indikator. Hal ini sesuai dengan teori dari Chang (1991) yang menyatakan bahwa penggunaan PP sebagai indikator juga disebabkan karena titran yang digunakan adalah NaOH yang bersifat basa, sebab PP tidak berwarna dalam asam dan larutan netral. Namun akan berwarna merah muda pada larutan basa.

2.2. Pembahasan Hasil

2.2.1. Hubungan Antara nilai OD dan WaktuMenurut Ewing (1976), prinsip dari analisa kuantitatif secara spektroskopi yaitu membandingkan absorbsi energi radiasi pada panjang gelombang tertentu dari larutan sampel terhadap larutan standar. Panjang gelombang yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan dari zat tersebut untuk menyerap energi radiasi pada panjang gelombang tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan yang ada, dari grafik hubungan antara waktu dengan OD, dapat dilihat bahwa kelompok C1, C3 dan C5 memiliki pola hubungan waktu dan OD yang sama, yakni mengalami kenaikan dari N0 hingga N120. Hal ini telah sesuai dengan teori dari Mahreni & Sri (2011) yang mengatakan jika fase pertumbuhan sel dapat dibagi menjadi fase lag (pertubuhan sama dengan nol), fase percepatan pertumbuhan (pertumbuhan cepat mengikuti kurva eksponensial), fase stagnan (kecepatan pertumbuhan tetap), dan fase kematian (pertumbuhan semakin lambat dan sebagian sel mati), sehingga nilai OD akan meningkat sampai pada waktu tertentu (yang pada praktikum ini mencapai puncak pada jam ke-120). Namun pada kelompok C2 dan C4 pada waktu N48 sampai N72 mengalami penurunan setelah itu mengalami kenaikan. Hal ini dapat terjadi karena sampel yang digunakan pada pengecekan N72 didapatkan pada sampel yang bening sehingga nilai OD menjadi turun2.2.2. Hubungan Antara Jumlah sel dan WaktuBerdasarkan hasil pengujian, dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh setiap kelompok menunjukkan hasil yang berbeda-beda meskipun jenis perlakuan yang dilakukan sama, yaitu sari apel + Saccharomyces cereviceae. Pada kelompok C1, C2 dan C5, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata/ mo tiap cc dari waktu N0 hingga N120 mengalami peningkatan kecuali pada C3 dan C4 dari waktu N96 hingga N120. Penurunan nilai rata-rata/ mo tiap cc ini dapat disebabkan karena MO kekurangan nutrisi sehingga beberapa mati, hal ini diperkuat oleh Thontowi et al (2007), yang mengatakan bahwa nutrisi penting yang terdapat di dalam media berkurang akibat dimanfaatkan mikroorganisme untuk memecah senyawa kompleks menjadi sederhana. Selain itu semakin banyak konversi gula menjadi alkohol yang dihasilkan maka alkohol tersebut akan menjadi toksik/racun bagi yeast tersebut. Peningkatan jumlah alkohol dapat mencapai 6-8% saat terjadi peningkatan jumlah sel yeast (Sevda & Rodrigues, 2011).

Pada jam ke 0

Pada jam ke 48

Pada jam ke 72

Pada jam ke 96

Pada jam ke 120

2.2.3. Hubungan Antara Jumlah sel dan pHHasil pengamatan yang mengenai hubungan pH dan jumlah sel ini menghasilkan hasil pH yang berkisar diantara 3,09-3,55. Nilai pH yang terukur pada cider apel ini bukan merupakan range pH yang optimum bagi Saccharomyces cereviceae untuk tumbuh, sehingga jumlah sel mikroorganisme yang dihasilkan akan bergantung pada nilai pH-nya juga. Hal ini didukung oleh teori dari Roukas (1994) yang mengatakan bahwa kisaran pertumbuhan Saccharomyces cereviceae adalah pada pH 3,5-6,5. Hasil pengamatan yang mengenai hubungan pH dengan jumlah sel juga memberikan hasil penurunan pH setiap kenaikan jumlah MO. Namun pada kelompok C3 dan C5 mengalami penurunan pH pada waktu N96 dan N72, hal ini dapat disebabkan karena pengukuran pH yang tidak akurat saat pengukuran menggunakan pH meter. Ketidakakuratan ini disebabkan saat alat mengukur tidak ditunggu hingga menghasilkan hasil yang stabil sehingga terjadi penurunan nilai pH

2.2.4. Hubungan Antara Jumlah sel dan ODBerdasarkan grafik pada grafik 3., dapat dilihat bahwa hasil yang didapatkan masing-masing kelompok sangat beragam, dimana hasilnya sangat fluktuatif. Sehingga tidak dapat didefinisikan secara jelas hubungan antara OD dan jumlah sel / cc. Seharusnya, nilai OD akan semakin besar dengan semakin banyaknya jumlah sel yang terdapat pada cider apel. Prinsip analisa kuantitatif secara spektroskopi yaitu membandingkan penyerapan radiasi pada panjang gelombang tertentu dari larutan sampai sample terhadap larutan standar. Dalam analisa spektroskopi, panjang gelombang yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan zat tersebut menyerap radiasi yang dipancarkan pada panjang gelombang tersebut. Pada analisa ini makin tinggi nilai absorbansinya, maka makin rendah penyerapan cahayanya. Rendahnya penyerapan cahaya tersebut, karena tingginya tingkat kekeruhan bahan. Kekeruhan dalam bahan menunjukkan tingginya jumlah sel yeast yang tumbuh. Selain itu, menurut Okpokwaksili dan Nweke (2005) dalam jurnalnya, kekeruhan juga dapat diakibatkan karena adanya biodegradasi medium oleh yeast yang juga dipengaruhi oleh salinitas pada medium, suhu, pH, surfaktan logam berat,nutrisi dan adanya karbon yang mudah dipecah oleh mikroorganisme. Dalam jurnal Anagnostopoulos et al. (2010) yang berjudul berjudul Effect of Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells, mengatakan bahwa semakin tinggi jumlah sel/cc maka berbanding lurus dengan tingkat kekeruhannya.

2.2.5. Hubungan Antara Jumlah sel dan Total AsamBerdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa hubungan jumlah sel dengan total asam semakin banyak jumlah sel maka total asam yang dihasilkan akan semakin tinggi pula. Namun hasil pada C2 tidak sesuai dengan teori Sreeramulu et al (2000) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi, maka nilai pH yang dihasilkan akan semakin rendah karena selama fermentasi akan dihasilkan asam-asam organik.

Diperolehnya hasil pengamatan yang kurang sesuai dengan teori ini dapat disebabkan selama melakukan percobaan, terjadi beberapa kesalahan atau prosedur percobaan yang dilakukan tidak sesuai, misalnya kesalahan dalam pengukuran pH menggunakan pH meter, atau terjadinya perbedaan praktikan yang melakukan titrasi sehingga definisi penentuan apakah titik akhir titrasi sudah tercapai atau belum akan berbeda-beda. Hal ini menyebabkan jumlah total asam yang dihasilkan juga berbeda. Hal ini didukung oleh teori dari Girindra (1986) yang menyatakan bahwa ketika dilakukan titrasi, bagian bawah erlenmeyer tidak dialasi oleh kertas putih, sehingga terjadinya perubahan warna tidak terlihat dengan jelas.Dalam jurnal Kartohardjono et al. (2007) yang berjudul Absorbsi CO2 dari campurannya dengan CH4 atau N2 melalui kontaktor membran serat berongga menggunakan pelarut air, mengatakan bahwa gas CO2 disebut juga gas asam karena sifatnya yang asam, sehingga gas ini juga berpengaruh pada nilai pH cider. 3. KESIMPULAN \ Kinetika dalam proses fermentasi menggambarkan pertumbuhan dan pembentukan produk oleh suatu mikroorganisme. Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa gula menjadi karbon dioksida (CO2) dan alkohol yang disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme. Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah cider apel. Jenis yeast yang digunakan pada praktikum ini adalah Saccharomyces cereviceae. Pengukuran biomassa menggunakan alat Haemocytometer. Perlakuan shaker bertujuan untuk meningkatkan supply oksigen, sehingga jumlah sel mikroba di dalam kultur akan semakin meningkat. Inkubasi dengan shaker dilakukan pada suhu ruang (25-30C) karena suhu ruang merupakan suhu yang baik untuk yeast dapat tumbuh. Pengenceran bertujuan untuk mempermudah penghitungan jumlah mikroorganisme. Pengukuran Optical Density (OD) menggunakan panjang gelombang 660 nm. Pengukuran pH dilakukan menggunakan alat pH meter. Pengukuran total asam dilakukan adalah dengan menggunakan metode titrasi. Fase pertumbuhan suatu sel mikroorganisme dibagi menjadi fase lag, fase log, fase stagnan, dan fase kematian. Mikroorganisme apabila berada di dalam fase yang berbeda akan memiliki jumlah sel yang berbeda. Hubungan antara OD dengan pengukuran kepadatan sel adalah nilai OD dapat menunjukkan terjadinya suatu fase pertumbuhan bakteri dengan sangat jelas. Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dalam larutan yang diuji, maka larutan akan semakin keruh dan nilai Optical Density (OD)-nya akan semakin tinggi. pH optimum untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviceae adalah 3,5-6,5. Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi, maka pH-nya akan semakin rendah karena ada pembentukan alkohol. Semakin banyak jumlah sel Saccharomyces cereviceae, maka alkohol yang dihasilkan akan semakin banyak.

Semakin lama waktu fermentasi, maka nilai total asam akan semakin tinggi karena selama fermentasi akan dihasilkan asam-asam organik.

Semarang, 16 Juni 2015

Asisten dosen: Bernardus Daniel Metta Meliani Catherine MeilaniToni Hartanto

12.70.0151

4. DAFTAR PUSTAKA Anagnostopoulos, V.A.; Symeopoulos, B.D. and Soupioni, M.J. 2010. Effect of Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells. Global NEST Journal, Vol 12 (3) pp 288-295.Azizah, N.; Al-Baarri, N. dan Mulyani, S. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substrat Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 1 (2): 72-77. Bennion, M & O, Hughes. 1970. Introductory Foods 6th Edition. Collier Macmillan Publisher. London.Bhushan, S. and Joshi, V.K. 2006. Bakers Yeast Production under Fed Batch Culture from Apple Pomace. Journal of Scientific & Industrial Research. Vol 65, pp 72-76.Campelo, A.F. and Isabel, B. 2004. Fermentative Capacity of Bakers Yeast Exposed to Hyperbaric Stress.Chang, R. 1991. Chemistry. MC Graw Hill. USA.Chen, Y. W. and Chiang, P. J. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometersthrough Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology 58.Chu, M. 2007. Kitchen Notes: Bakers. http://www.cookingforengineers.com/article_ 2004.php?id=213. Diakses tanggal 15 Juni 2015.Cooney, C.L.; Rehm, H.J. and Reed, G. 1981. Biotechnology volume 1. VCH. WeinheimDolge, R. R.; Z. Kruma; and D. Karklina. (2012). Aroma Composition and Polyphenol Content of Ciders Available in Latvian Market. World Academy of Science, Engineering and Technology 67.Ewing, G. W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA.Fardiaz, S. (1992). Mikroorganisme Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Girindra, A. (1986). Biokimia1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Kartohardjono, S.; Anggara; Subihi; dan Yuliusman. 2007. Absorbsi CO2 dari campurannya dengan CH4 atau N2 melalui kontaktor membran serat berongga menggunakan pelarut air. Jurnal Teknologi 11 (2): 97-102.

Kwartiningsih, E dan Ln. Nuning S.M. (2005). Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. Ekuilibrium 4(1) : 8-12.Mahreni dan Sri, S. 2011. Kinetika Pertumbuhan Sel Sacharomyces cerevisiae dalam Media Tepung Kulit Pisang. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN:1411-4216.Matz, SA. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.Okpokwasili, G. C. & C. O. Nweke. (2005). Microbial Growth and Substrate Utilization Kinetics. https://tspace.library.utoronto.ca/bitstream/1807/6680/1/jb06050.pdfPetrucci, R.H., & Suminar. (1987). Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta:Erlangga.Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Rehm and Reed, G. 1983. Food and Feed Production with Microorganisms Volume 5. Weinheim Deerfield Beach. Florida.Roukas, T. 1994. Continous ethanol productions from carob pod extract by immobilized Saccharomyces cereviseae in a packed bed reactor. Journal Chemical Technology Biotech. 59: 387-393.Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.Sevda SB and Rodrigues L. (2011). Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Processing and Technology 2(4) : 1-9.Sevda, S. and Rodrigues, L. 2011. Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technology 2:4.Sreeramulu, G., Zhu, Y., & Knol, W. (2000). Kombucha Fermentation and Its Antimicrobial Activity. Journal Agriculture Food Chemistry. 886: 65-73Stanburry, P.F. and Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.Thontowi, A; Kusmiati; Sukma N. (2007). Produksi Glukan Saccharomyces cerevisiae dalam Media dengan Sumber Nitrogen Berbeda pada Air-Lift Fermentor. Biodiversitas 8(4) : 253-256.Winarno, F.G.; Fardiaz, S. dan Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

5. LAMPIRAN 5.1. PerhitunganPerhitungan Rata-rata / MO tiap cc

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

= 0,00025 mm3

= 0,00000025 cc

= 2,5 x 10-7 cc

C1N0

N48

N72

N94 N120

C2

N0

N48

N72

N94 N120

C3

N0

N48

N72

N94 N120

C4

N0

N48

N72

N94 N120

C5

N0

N48

N72

N94 N120

Perhitungan Total AsamTotal Asam =C1

N0Total Asam =N48Total Asam =N72Total Asam =N94Total Asam =N120Total Asam =C2

N0Total Asam = = 11,52N48Total Asam = = 11,52N72Total Asam =N94Total Asam =N120Total Asam = = 11,52C3

N0Total Asam =N48Total Asam = = 12,48N72Total Asam = = 12,67N94Total Asam = = 13,44N120Total Asam = = 13,06C4N0Total Asam = = 13,82N48Total Asam = = 12,67N72Total Asam =N94Total Asam = = 11,71N120Total Asam = = 10,94C5N0Total Asam =N48Total Asam =N72Total Asam =N94Total Asam =N120Total Asam =5.2. Abstrak Jurnal 5.3. Report Viper 1