Kinanthi Sabilillah

24
NOTE: BAHAN DIKIRIM RABU PALING LAMBAT JAM 3 SORE, DIKETIK RAPI SESUAI DENGAN FORMAT (SPASI 1,5; TIMES NEW ROMAN; 12), DAFTAR PUSTAKA YANG LENGKAP..... I. SKENARIO A BLOK 14 TAHUN 2012/2013 Anamnesis Tn. B, 35 tahun, mempunyai BB 95 kg dan TB 165 cm, datang ke Poliklinik Khusus Endokrin & Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa mudah lelah sejak 3 bulan yang lalu. Dia juga mengeluh merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulam yang lalu disertai sering buang air kecil di malam hari. Disamping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6 bulan yang lalu. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek). Pemeriksaan fisik: Tekanan darah 160/95 mmHg, acanthosis nigricans, obesitas sentral dengan lingkar perut 120 cm. Pemeriksaan laboratorium: Rutin: Hb 14 g%, Ht 42%, leukosit 7.600 mm 3 , trombosit 165.000/mm 3 Gula darah puasa 277 mg/dl HbA1C 8,6% OGTT (puasa) 146 mg/dl; (2 jam post prandial) 246 mg/dl Total protein 7,7 g/dl 1

Transcript of Kinanthi Sabilillah

Page 1: Kinanthi Sabilillah

NOTE: BAHAN DIKIRIM RABU PALING LAMBAT JAM 3 SORE, DIKETIK RAPI

SESUAI DENGAN FORMAT (SPASI 1,5; TIMES NEW ROMAN; 12), DAFTAR PUSTAKA

YANG LENGKAP.....

I. SKENARIO A BLOK 14 TAHUN 2012/2013

Anamnesis

Tn. B, 35 tahun, mempunyai BB 95 kg dan TB 165 cm, datang ke Poliklinik Khusus Endokrin &

Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa mudah lelah sejak 3 bulan yang lalu.

Dia juga mengeluh merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulam yang lalu disertai sering buang air

kecil di malam hari. Disamping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6

bulan yang lalu. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B mempunyai riwayat keluarga menderita

hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek).

Pemeriksaan fisik:

Tekanan darah 160/95 mmHg, acanthosis nigricans, obesitas sentral dengan lingkar perut 120

cm.

Pemeriksaan laboratorium:

Rutin: Hb 14 g%, Ht 42%, leukosit 7.600 mm3, trombosit 165.000/mm3

Gula darah puasa 277 mg/dl

HbA1C 8,6%

OGTT (puasa) 146 mg/dl; (2 jam post prandial) 246 mg/dl

Total protein 7,7 g/dl

Albumin 4,8 g/dl

Globulin 2,9 g/dl

Ureum 22 mg/dl

Kreatinin 0,6 mg/dl

1

Page 2: Kinanthi Sabilillah

Sodium 138 mmol/l

Potassium 3,6 mmol/l

Total Cholesterol 270 mg/dl

Cholesterol LDL 210 mg/dl

Cholesterol HDL 38 mg/dl

Trigliserida 337 mg/dl

Urinalisis: Urin reduksi +2, mikroalbuminuria (+)

II. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Diabetes : Setiap kelainan yang ditandai dengan ekskresi urin yang berlebihan

v(mengacu ke diabetes melitus)

2. Acanthosis nigricans : Hiperplasia dan penebalan difus stratum spinosum epidermis dengan

pigmentasi gelap khusunya di ketiak. Pada orang dewasa biasanya disertai dengan karsinoma

internal nserta bentuk lainnya yang jinak, nevoid dan kurang lebih generalisata.

3. Obesitas sentral : Obesitas yang penimbunan lemaknya terbatas disekitar pinggang dan

tubuh bagian atas.

4. OGTT :

5. HbA1C :

6. Mikroalbuminuria : Peningkatan albumin urin yang sangat sedikit.

7. Urin reduksi : Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya glukosa dalam urin dengan

menggunakan reagen misalnya benedict.

III. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Tn.B, 35 tahun, BB 95 kg, TB 165 cm, merasa mudah lelah sejak 3 bulan yang lalu. Dia juga

mengeluh merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulam yang lalu disertai sering buang air kecil

di malam hari. Ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6 bulan yang

lalu. Tn. B mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan

kakek).

2

Page 3: Kinanthi Sabilillah

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan laboratorium

IV. ANALISIS MASALAH

1. Tn.B, 35 tahun, BB 95 kg, TB 165 cm, merasa mudah lelah sejak 3 bulan yang lalu. Dia juga

mengeluh merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulam yang lalu disertai sering buang air kecil

di malam hari. Ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6 bulan yang

lalu. Tn. B mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan

kakek).

a. Bagaimana IMT Tn.B? aini, meuthia

b. Apa saja faktor risiko yang menghubungkan antara umur, jenis kelamin, dan IMT , serta

hubungannya ke endokrin dan metabolisme? rachmat, lili

c. Apa saja jenis-jenis obesitas? uli, rulis

3

Page 4: Kinanthi Sabilillah

d. Bagaimana kriteria sindrom metabolik? delila, kinan

Berdasarkan the National Cholesterol Education Program Third Adult Treatment Panel

(NCEP-ATP III), Sindrom Metabolik adalah seseorang dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut:

1). Obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm);

2). Peningkatan kadar trigliserida darah (≥ 150 mg/dL, atau ≥ 1,69 mmol/ L);

3). Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada pria dan pada wanita <

50 mg/dL atau <1,29 mmol/ L);

4). Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg, tekanan darah diastolik ≥ 85

mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi);

5). Peningkatan glukosa darah puasa (kadar glukosa puasa ≥ 110 mg/dL, atau ≥ 6,10 mmol/ L atau

sedang memakai obat anti diabetes) (Adult Treatment Panel III, 2001).

Selain kriteria berdasarkan NCEP-ATP III diatas masih ada beberapa kriteria untuk definisi Sindrom

Metabolik antara lain; kriteria World Health Organization (WHO), kriteria International Diabetes

Federation (IDF), The American Heart Association/National Heart, Lung, and Blood Institute

(AHA/NHLBI), saat ini kriteria NCEP-ATP III telah banyak diterima secara luas (Mittal, 2008).

Sindrom Metabolik atau Sindrom X merupakan kumpulan dari faktor2 risiko untuk terjadinya

penyakit kardiovaskular yang ditemukan pada seorang individu. Faktor-faktor risiko tersebut meliputi

dislipidemi, hipertensi, gangguan toleransi glukosa dan obesitas abdominal/sentral.

4

Page 5: Kinanthi Sabilillah

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik

Unsur Sindrom Metabolik NCEP ATP III WHO AHA IDF

Hipertensi

Dislipidemia

Obesitas

Gangguan metabolisme

Glukosa

Lain-lain

Dalam pengobatan

antihipertensi atau TD

≥130/85 mmHg

Plasma TG ≥150 mg/dL,

HDL-C

L < 40 mg/dL

P< 50 mg/dL

Lingkar pinggang

L >102 cm, P>88cm

GD puasa ≥ 110 mg/dL

Dalam pengobatan

antihipertensi atau TD

≥ 140/90 mmHg

Plasma TG ≥ 150

mg/dL dan atau HDL-C

L < 35 mg/dL

P< 40 mg/dL

IMT > 30 kg/m2 dan

atau rasio perut-pinggul

L >0,90; P>0,85

DM tipe 2 atau TGT

Mikroalbuminuri ≥20

μg/menit (rasio

albumin: kreatinin ≥

30)

Dalam pengobatan

antihipertensi atau

TD ≥130/85 mmHg

Plasma TG ≥150

mg/dL, HDL-C

L < 40 mg/dL

P< 50 mg/dL

Lingkar pinggang

L >102 cm, P>88cm

GD puasa ≥100

mg/dL

Dalam pengobatan

antihipertensi atau TD

≥130/85 mmHg

Plasma TG≥150

mg/dL HDL-C

L < 40 mg/dL

P< 50 mg/dL atau

dalam pengobatan

dislipidemia

Obesitas sentral

(lingkar perut)

Asia:L>90 cm

P>80 cm

(nilai tergantung

etnis)

GD puasa ≥100

mg/dL atau

diagnosis DM tipe 2

5

Page 6: Kinanthi Sabilillah

Kriteria Diagnosa Minimal 3 kriteria DM tipe 2 atau TGT

dan 2 kriteria di atas.

Jika toleransi glukosa

normal, diperlukan 3

kriteria.

Minimal 3 kriteria Obesitas sentral + 2

kriteria di atas

e. Apa saja etiologi dari sindrom metabolik? risha, raisa

f. Bagaimana epidemiolgi dari sindrom metabolik? belinda, ewis

g. Bagaimana fisiologi metabolisme glukosa? lili, auliya

h. Bagaimana peran endokrin dalam metabolisme glukosa normal? rachmat, kinan

Tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah agar selalu konstan, yaitu sekitar 80-

100 mg/dl bagi dewasa dan 80-90 mg/dl bagi anak, walaupun pasokan makanan dan kebutuhan

jaringan berubah-ubah sewaktu kita tidur, makan, dan bekerja (Cranmer H. et al.,2009).

Proses ini disebut homeostasis glukosa. Kadar glukosa yang rendah, yaitu hipoglikemia dicegah

dengan pelepasan glukosa dari simpanan glikogen hati yang besar melalui jalur glikogenolisis dan sintesis

glukosa dari laktat, gliserol, dan asam amino di hati melalui jalur glukonoegenesis dan melalui pelepasan

asam lemak dari simpanan jaringan adiposa apabila pasokan glukosa tidak mencukupi. Kadar glukosa

darah yang tinggi yaitu hiperglikemia dicegah oleh perubahan glukosa menjadi glikogen dan perubahan

glukosa menjadi triasilgliserol di jaringan adiposa. Keseimbangan antarjaringan dalam menggunakan

dan menyimpan glukosa selama puasa dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormon

homeostasis metabolik yaitu insulin dan glucagon sebagai hormon yang dihasilkan dari sistem

endokrin ( Ferry R. J., 2008).

Hormon utama pada homeostasis metabolik

Hormon homeostasis metabolik berespons terhadap perubahan yang terjadi dalam asupan

makanan dan status fisiologis dengan cara sedemikian sehingga ketersediaan bahan bakar dapat

disesuaikan. Insulin dan glukagon secara terus-menerus berfluktuasi sebagai respon terhadap

pola makan kita sehari-hari maka dianggap sebagai hormon yang utama dalam homeostasis

metabolik di samping hormon-hormon tambahan lain seperti epinefrin, norepinefrin, dan

kortisol yang memiliki peran sebagai antagonis insulin. Namun adapula hormone incretin dari

6

Page 7: Kinanthi Sabilillah

saluran cerna yang berfungsi untuk meningkatkan sekresi insulin. Homeostasis metabolik juga

dipengaruhi oleh kadar metabolit yang beredar dalam darah dan sinyal neuron (Cranmer H. et al.,

2009).

1. Insulin

Insulin adalah hormon yang bersifat anabolik yang mendorong penyimpanan glukosa

sebagai glikogen di hati dan otot, perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati dan

penyimpanannya di jaringan adiposa, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di otot

rangka. Insulin meningkatkan sintesis albumin dan protein darah lainnya oleh hati dan meningkatkan

penggunaan glukosa sebagai bahan bakar dengan merangsang transpor glukosa ke dalam otot dan

jaringan adiposa. Insulin juga bekerja menghambat mobilisasi bahan bakar. Pelepasan insulin

ditentukan terutama oleh kadar glukosa darah, terjadi dalam beberapa menit setelah pankreas

terpajan oleh kadar glukosa yang tinggi. Ambang untuk pelepasan insulin adalah sekitar 80

mg/dl. Kadar tertinggi insulin terjadi sekitar 30-45 menit setelah makan makanan tinggi

karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat basal seiring dengan penurunan kadar glukosadarah,

sekitar 120 menit setelah makan (Cranmer H. et al.,2009).

Insulin disintesis oleh sel β pada pancreas endokrin yang terdiri dari kelompok

mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar diseluruh pankreas eksokrin.

Perangsangan insulin oleh glukosa menyebabkan eksositosis vesikel penyimpanan insulin,

suatu proses yang bergantung pada ion K+, ATP, dan ion Ca2+. Fosforilasi glukosa dan

metabolism selanjutnya mencetuskan pelepasan insulin melalui suatu mobilisasi Ca2+intrasel.

Pulau Pankreas dipersarafi oleh sistem autonom, termasuk cabang nervusvagus,yang membantu

mengkoordinasipelepasan insulindengantindakan makan (Aswani V., 2010).

Hasil kerja insulin adalah insulin melawan fosforilasi yang dirangsang oleh glukagon, insulin

bekerja melalui jenjang fosforilasi yang merangsangf osforilasi beberapa enzim, insulin menginduksi

dan menekan sintesis enzim spesifik, insulin bekerja sebagai factor pertumbuhan dan memiliki efek

perangsangan umum terhadap sintesis protein, dan insulin merangsangtranspor glukosa dan asam

amino ke dalam sel (Aswani V., 2010).

2. Glukagon

7

Page 8: Kinanthi Sabilillah

Glukagon berfungsi untuk mempertahankan ketersediaan bahan bakar apabila tidak

tersedia glukosa makanan dengan merangsang pelepasan glukosa dari glikogen hati. Glukagon

merangsang glukoneogenesis dari laktat, gliserol, dan asam amino, dan, bersama dengan

penurunan insulin,glukagon memobilisasi asam lemak dari triasilgliserol adiposa sebagai

sumber bahan bakar alternatif. Bekerja terutama di hati dan jaringan adipose dan hormone ini

tidak memiliki pengaruh terhadap metabolisme otot rangka(Cranmer H. et al.,2009).

Pelepasan glukagon dikontrol terutama melalui supresi oleh glukosa dan insulin. Kadar

terendah glukagon terjadi setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Karena semua efek glukagon

dilawan oleh insulin, perangsangan pelepasan insulin yang disertai tekanan sekresi glukagon oleh

makanan tinggi karbohidrat, lemak, dan protein yang terintegrasi (Cranmer H. et al., 2009).

Glukagon disintesis oleh sel α pada pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok

mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin.

Hormon tertentu merangsang glukagon seperti katekolamin, kortisol, dan hormon saluran

cerna tertentu (Aswani V., 2010 ) .

j. Bagaimana patofisiologi diabetes melitus? risha, uli

k.Bagaimana peran endokrin dalam metabolisme glukosa pada orang obesitas? aini, raisa

l. Bagaimana mekanisme keluhan:

a. mudah lelah belinda, meuthia

b. cepat haus delila, auliya

c. lapar ewis, rulis

d. kesemutan kinan, Belinda

Kesemutan ( paraesthesia ) merupakan gejala manifestasi yang timbul akibat adanya

gangguan pada sistem saraf sensorik. Hal ini menyebabkan rangsangan listrik dari saraf tersebut tidak

dapat tersalurkan dengan baik. Pada penderita diabetes atau sindroma metabolik, kesemutan

disebabkan karena

8

Page 9: Kinanthi Sabilillah

1. Kerusakan pembuluh-pembuluh darah. Vasa darah yang rusak pada kasus ini dapat

disebabkan dari kadar glukosa darah yang tinggi. Hiperglikemi dapat menyebabkan kerusakkan pada

sel-sel endotel vasa darah dan meningkatkan sifatnya menjadi aterogenik. Ditambah lagi dengan

kadar ldl yang meningkat dan semakin membuka peluang untuk terjadinya atherosclerosis dan

kerusakkan vasa darah. Akibatnya, darah yang mengalir di ujung-ujung syaraf berkurang dan

mengganggu transmisi aliran saraf dan menimbulkan kesemutan.

2. Berawal dari hiperglikemi yang persisten menyebabkan peningkatan aktivasi jalur poliol

dimana terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase yang mengubah glukosa menjadi sorbitol. Kemudain

dimetabolisme sebagian oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan

fruktosa dalam sel saraf bersifat merusak dengan mekanisme yang belum jelas. (Sudoyo et al 2006)

Gejala yang dirasakan biasanya telapak kaki terasa tebal, kadangkadang panas, dan

kesemutan di ujung jari terus-menerus. Kemudian disertai rasa nyeri yang menikam, seperti ditusuk-

tusuk di ujung telapak kaki, terutama pada malam hari.

e.gatal-gatal aini,uli

m. Bagaimana hubungan antarkeluhan berdasarkan hubungan antarwaktu? rachmat, lili

n. Bagaimana hurbungan riwayat keluarga dengan keluhan yang dialami Tn. B? risha, ewis

2. Pemeriksaan fisik

a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan mekanisme abnormalnya gimana?

a. Tekanan darah raisa, rulis

b. Acanthosis nigricans auliya, delila, ewis

c. Obesitas sentral uli, meuthia

3. Pemeriksaan laboratorium

9

Page 10: Kinanthi Sabilillah

a. Bagaimana interpretasi hasil laboratorium dan mekanisme abnormalnya? aini, meuthia, auliya

b. Bagaimana prognosa dari penyakit yang dialami Tn. B? rachmat, rulis

c. Bagaimana diagnosis dari skenario? lili, delila

d. Bagaimana diagnosis banding dari kenario? risha, kinan

DD : 1. Hiperglikemi reaktif

Hiperglikemi reaktif terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap stress kerusakan

jaringan melalui pengaktifan sistem saraf otonom simpatis ( locus ceruleus – nor epinephrine )

dan corticotrophin releasing hormone.

2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT/IGT)

3. Gula darah puasa terganggu ( GDPT/IFG)

4. Diabetes Insipidus

Keluhan utamanya adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum

maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak mencapai 5 – 10 liter.

5. Diabetes Meliitus Type 1

Pasien menderita diabetes sejak kecil yang bisa terkuak lewat anamnesis. Pasien bisa

saja memiliki riwayat penyakit ketoasidosis diabetes yang hamper terjadi hanya pada diabetes

type 1.

6. Diabetes Melitus Type 2

Pasien biasanya obese, dengan achantosis nigrican.

7. Sindroma Metabolik

e. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit di skenario? belinda, raisa

10

Page 11: Kinanthi Sabilillah

V. LEARNING ISSUES

1. SINDROM METABOLIK lili, risha

2. DIABETES MELITUS TIPE 2 kinan, uli

2.1 Pengertian Umum

Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme yang

ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan

protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau

defenisi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan kurang

responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina Farmasi & ALKES, 2005).

Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak normal, suatu resiko

komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan ditandai dengan adanya peningkatan komplikasi

perkembangan makrovaskuler. Secara umum, ketiga elemen diatas telah digunakan untuk mencoba

menemukan diagnosis atau penyembuhan diabetes (Mogensen, 2007).

Pada beberapa populasi tetapi bukan semuanya, defenisi diabetes oleh distribusi glukosa adalah

pendistribusian glukosa ke seluruh jaringan dimana berbeda distribusi glukosa pada setiap individual

dengan atau tanpa diabetes. Selain itu distribusi glukosa juga dapat menjadi parameter untuk penyakit

diabetes atau dengan kata lain, nilai defenisi diagnosis untuk diabetes didasarkan pada nilai distribusi

glukosa pada tingkat populasi bukan sering atau tidaknya berolahraga. Besarnya komplikasi

mikrovaskuler pada retina dan ginjal spesifik menuju ke diabetes. Selain itu terjadinya komplikasi

makrovaskuler dapat menyebabkan kematian pada penderita diabetes. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai

glukosa yang tidak normal seharusnya ditemukan sebagai peningkatan cepat dari nilai glukosa, yang mana

diapresiasikan dengan peningkatan resiko penyakit CVD (kardiovaskuler) (Mogensen, 2007).

2.2 Gejala Diabetes mellitus

Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama malam hari dan

berat badan turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari

tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, dan luka sukar sembuh.

Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan hingga ada yang bertanya

mengapa jadi ribut dengan diabetes? Mereka mengetahui adanya diabetes hanya karena pada saat check-

11

Page 12: Kinanthi Sabilillah

up ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi. Oleh karena itu dalam rangka penyuluhan kepada pasien

seperti ini, kita sering mendapat hambatan karena sulit memotivasi. Memang saat ini tidak ada keluhan

tetapi mereka harus menyadari bahwa kadar glukosa darah yang selalu tinggi dalam jangka panjang akan

menimbulkan apa yang disebut komplikasi jangka panjang akibat keracunan glukosa. Pasien dapat terkena

komplikasi pada mata hingga buta atau komplikasi lain seperti kaki busuk (gangren), komplikasi pada

ginjal, jantung, dll (Waspadji, dkk, 2002).

Beberapa faktor yang dapat menunjang timbulnya Diabetes mellitus yaitu obesitas dan keturunan,

sedangkan gejala yang dapat diamati adalah polidipsia, poliuria, dan polipfagia. Gejala-gejala ini perlu

mendapat tanggapan di dalam penyusunan diet penderita Diabetes mellitus (Tjokroprawiro, dkk, 1986).

kematian pada penderita diabetes. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai glukosa yang tidak normal seharusnya

ditemukan sebagai peningkatan cepat dari nilai glukosa, yang mana diapresiasikan dengan peningkatan

resiko penyakit CVD (kardiovaskuler) (Mogensen, 2007).

2.2 Gejala Diabetes mellitus

Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama malam hari dan

berat badan turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari

tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, dan luka sukar sembuh.

Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan hingga ada yang bertanya

mengapa jadi ribut dengan diabetes? Mereka mengetahui adanya diabetes hanya karena pada saat check-

up ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi. Oleh karena itu dalam rangka penyuluhan kepada pasien

seperti ini, kita sering mendapat hambatan karena sulit memotivasi. Memang saat ini tidak ada keluhan

tetapi mereka harus menyadari bahwa kadar glukosa darah yang selalu tinggi dalam jangka panjang akan

menimbulkan apa yang disebut komplikasi jangka panjang akibat keracunan glukosa. Pasien dapat terkena

komplikasi pada mata hingga buta atau komplikasi lain seperti kaki busuk (gangren), komplikasi pada

ginjal, jantung, dll (Waspadji, dkk, 2002).

Beberapa faktor yang dapat menunjang timbulnya Diabetes mellitus yaitu obesitas dan keturunan,

sedangkan gejala yang dapat diamati adalah polidipsia, poliuria, dan polipfagia. Gejala-gejala ini perlu

mendapat tanggapan di dalam penyusunan diet penderita Diabetes mellitus (Tjokroprawiro, dkk, 1986).

Penggolongan Diabetes

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tiga bentuk Diabetes mellitus yaitu:

12

Page 13: Kinanthi Sabilillah

1. Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi

karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat rusaknya sel beta penghasil insulin pada

pulau-pulau Lagerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan

ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat

badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh

terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab

terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang

menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada

tubuh.

Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan

yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar

diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin,

ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian

injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pompa, yang memungkinkan untuk

pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan

pemberian dosis dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk

pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder" (Anonima, 2009).

2. Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe

diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan

merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang

mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin

terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta yang menekan penyerapan glukosa oleh

otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada

kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.

13

Page 14: Kinanthi Sabilillah

Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang

ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti

diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari

hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin

kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya

resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap

insulin. Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2

kencing manis. Faktor lain meliputi sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus

meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-anak.

Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya,

awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan

karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Langkah yang berikutnya, jika perlu, perawatan dengan

lisan antidiabetic drugs (Anonima, 2009).

Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM tipe 2 dapat dibagi menjadi 4 kelompok:

a. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal

b. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes Kimia (Chemical

Diabetes)

c. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma puasa < 140mg/dl)

d. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma puasa > 140mg/dl)

(Ditjen Bina Farmasi dal ALKES, 2005).

3. Diabetes mellitus Gestasional

Diabetes Mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi

merupakan faktor risiko untuk Diabetes Mellitus tipe 2. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita

GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (Ditjen Bina Farmasi dan ALKES,

2005). dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-

anak.

14

Page 15: Kinanthi Sabilillah

2.7 Penatalaksanaan Diabetes mellitus tipe 2

Dalam pengelolaan diabetes dikenal 4 pilar utama pengelolaan yaitu:

2.7.1 Penyuluhan (edukasi)

Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan diabetes. Edukasi diabetes adalah

pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan diabetes yang

diberikan kepada setiap pasien diabetes. Di samping kepada pasien diabetes, edukasi juga diberikan

kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat berisiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan

kesehatan (Waspadji, dkk, 2002).

Edukasi dalam pengertian yang luas yang mendukung rawat kesehatan diabetes, pada tiap kontak

antara diabetisi dan tim rawat kesehatan. Ini mempersulit pemisahan aspek-aspek edukasi yang terbaik

sebagai faktor penyumbang efektivitas. Pengakuan bahwa 95% dari rawat kesehatan diabetes disediakan

oleh diabetisi sendiri, dan keluarganya, tercermin dalam terminologi saat ini yaitu program edukasi swa-

manajemen diabetes (ESMD). Dengan pengertian bahwa pengetahuan sendiri tidak cukup untuk

memberdayakan orang untuk mengubah perilaku dan memperbaiki hasil akhir. Dalam laporan teknologi

yang memberitahukan panduannya atas pemakaian model edukasi-pasien, NICE menyediakan suatu

tinjauan, bukan sekedar meta-analisa formal, karena perbedaan rancangan, durasi, pengukuran hasil akhir

dapat mengurangi resiko penyakit Diabetes mellitus tipe 2 (International Diabetes Federation, 2005).

2.7.2 Perencanaan Makanan

Karena penting bagi pasien untuk pemeliharaan pola makan yang teratur, maka penatalaksanaan

dapat dilakukan dengan perencanaan makanan. Tujuan perencanaan makanan dan dalam pengelolaan

diabetes adalah sebagai berikut :

- Mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid dalam batas-batas normal

- Menjamin nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan anak dan remaja, ibu hamil dan janinnya

- Mencapai dan mempertahankan berat badan idaman (Waspadji, dkk, 2002).

15

Page 16: Kinanthi Sabilillah

2.7.3 Latihan Jasmani

Dalam pengelolaan diabetes, latihan jasmani yang teratur memegang peran penting terutama pada

DM tipe 2. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada diabetes adalah memperbaiki metabolisme atau

menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah, meningkatkan kerja insulin, membantu menurunkan

berat badan, meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri, mengurangi risiko kardiovaskuler

(Waspadji, dkk, 2002).

2.7.4 Obat Hipoglikemik

Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur, namun pengendalian

kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat hipoglikemik baik oral maupun insulin. Obat

hipoglikemik oral (OHO) dapat dijumpai dalam bentuk golongan sulfonilurea, golongan biguanida dan

inhibitor glukosidase alfa (Waspadji, dkk, 2002)

2.8 Terapi Obat Hipoglikemik

2.8.1 Terapi Insulin

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka

pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi

tenaga. Bila insulin tidak aktif glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di

dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti itu badan

akan jadi lemah tidak ada sumber energi di dalam sel. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai

lubang-lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan Diabetes mellitus tipe 2 jumlah lubang

kuncinya yang kurang, meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya

(reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga akan kekurangan bahan bakar

(glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat (Waspadji, dkk, 2002).

4. METABOLISME GLUKOSA rachmat, belinda, auliya

5. TERAPI NON-FARMAKOLOGI DALAM SINDROM METABOLIK raisa, ewis, rulis

VI. KETERKAITAN ANTARMASALAH

16

Page 17: Kinanthi Sabilillah

Referensi

Dods R.F, Diabetes Mellitus, In Clinical Chemistry: Theory, Analysis, Correlation, Eds, Kaplan L.A, Pesce A.J, 3rd Edition, Mosby Inc, USA, 1996:613-640

Mayes, P.A., 2003. Biosintesa Asam Lemak. Dalam: Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., & Rodwell, V.W. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC, 222 – 22

17