NOTE: BAHAN DIKIRIM RABU PALING LAMBAT JAM 3 SORE, DIKETIK RAPI
SESUAI DENGAN FORMAT (SPASI 1,5; TIMES NEW ROMAN; 12), DAFTAR PUSTAKA
YANG LENGKAP.....
I. SKENARIO A BLOK 14 TAHUN 2012/2013
Anamnesis
Tn. B, 35 tahun, mempunyai BB 95 kg dan TB 165 cm, datang ke Poliklinik Khusus Endokrin &
Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa mudah lelah sejak 3 bulan yang lalu.
Dia juga mengeluh merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulam yang lalu disertai sering buang air
kecil di malam hari. Disamping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6
bulan yang lalu. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B mempunyai riwayat keluarga menderita
hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek).
Pemeriksaan fisik:
Tekanan darah 160/95 mmHg, acanthosis nigricans, obesitas sentral dengan lingkar perut 120
cm.
Pemeriksaan laboratorium:
Rutin: Hb 14 g%, Ht 42%, leukosit 7.600 mm3, trombosit 165.000/mm3
Gula darah puasa 277 mg/dl
HbA1C 8,6%
OGTT (puasa) 146 mg/dl; (2 jam post prandial) 246 mg/dl
Total protein 7,7 g/dl
Albumin 4,8 g/dl
Globulin 2,9 g/dl
Ureum 22 mg/dl
Kreatinin 0,6 mg/dl
1
Sodium 138 mmol/l
Potassium 3,6 mmol/l
Total Cholesterol 270 mg/dl
Cholesterol LDL 210 mg/dl
Cholesterol HDL 38 mg/dl
Trigliserida 337 mg/dl
Urinalisis: Urin reduksi +2, mikroalbuminuria (+)
II. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Diabetes : Setiap kelainan yang ditandai dengan ekskresi urin yang berlebihan
v(mengacu ke diabetes melitus)
2. Acanthosis nigricans : Hiperplasia dan penebalan difus stratum spinosum epidermis dengan
pigmentasi gelap khusunya di ketiak. Pada orang dewasa biasanya disertai dengan karsinoma
internal nserta bentuk lainnya yang jinak, nevoid dan kurang lebih generalisata.
3. Obesitas sentral : Obesitas yang penimbunan lemaknya terbatas disekitar pinggang dan
tubuh bagian atas.
4. OGTT :
5. HbA1C :
6. Mikroalbuminuria : Peningkatan albumin urin yang sangat sedikit.
7. Urin reduksi : Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya glukosa dalam urin dengan
menggunakan reagen misalnya benedict.
III. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tn.B, 35 tahun, BB 95 kg, TB 165 cm, merasa mudah lelah sejak 3 bulan yang lalu. Dia juga
mengeluh merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulam yang lalu disertai sering buang air kecil
di malam hari. Ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6 bulan yang
lalu. Tn. B mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan
kakek).
2
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium
IV. ANALISIS MASALAH
1. Tn.B, 35 tahun, BB 95 kg, TB 165 cm, merasa mudah lelah sejak 3 bulan yang lalu. Dia juga
mengeluh merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulam yang lalu disertai sering buang air kecil
di malam hari. Ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6 bulan yang
lalu. Tn. B mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan
kakek).
a. Bagaimana IMT Tn.B? aini, meuthia
b. Apa saja faktor risiko yang menghubungkan antara umur, jenis kelamin, dan IMT , serta
hubungannya ke endokrin dan metabolisme? rachmat, lili
c. Apa saja jenis-jenis obesitas? uli, rulis
3
d. Bagaimana kriteria sindrom metabolik? delila, kinan
Berdasarkan the National Cholesterol Education Program Third Adult Treatment Panel
(NCEP-ATP III), Sindrom Metabolik adalah seseorang dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut:
1). Obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm);
2). Peningkatan kadar trigliserida darah (≥ 150 mg/dL, atau ≥ 1,69 mmol/ L);
3). Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada pria dan pada wanita <
50 mg/dL atau <1,29 mmol/ L);
4). Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg, tekanan darah diastolik ≥ 85
mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi);
5). Peningkatan glukosa darah puasa (kadar glukosa puasa ≥ 110 mg/dL, atau ≥ 6,10 mmol/ L atau
sedang memakai obat anti diabetes) (Adult Treatment Panel III, 2001).
Selain kriteria berdasarkan NCEP-ATP III diatas masih ada beberapa kriteria untuk definisi Sindrom
Metabolik antara lain; kriteria World Health Organization (WHO), kriteria International Diabetes
Federation (IDF), The American Heart Association/National Heart, Lung, and Blood Institute
(AHA/NHLBI), saat ini kriteria NCEP-ATP III telah banyak diterima secara luas (Mittal, 2008).
Sindrom Metabolik atau Sindrom X merupakan kumpulan dari faktor2 risiko untuk terjadinya
penyakit kardiovaskular yang ditemukan pada seorang individu. Faktor-faktor risiko tersebut meliputi
dislipidemi, hipertensi, gangguan toleransi glukosa dan obesitas abdominal/sentral.
4
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik
Unsur Sindrom Metabolik NCEP ATP III WHO AHA IDF
Hipertensi
Dislipidemia
Obesitas
Gangguan metabolisme
Glukosa
Lain-lain
Dalam pengobatan
antihipertensi atau TD
≥130/85 mmHg
Plasma TG ≥150 mg/dL,
HDL-C
L < 40 mg/dL
P< 50 mg/dL
Lingkar pinggang
L >102 cm, P>88cm
GD puasa ≥ 110 mg/dL
Dalam pengobatan
antihipertensi atau TD
≥ 140/90 mmHg
Plasma TG ≥ 150
mg/dL dan atau HDL-C
L < 35 mg/dL
P< 40 mg/dL
IMT > 30 kg/m2 dan
atau rasio perut-pinggul
L >0,90; P>0,85
DM tipe 2 atau TGT
Mikroalbuminuri ≥20
μg/menit (rasio
albumin: kreatinin ≥
30)
Dalam pengobatan
antihipertensi atau
TD ≥130/85 mmHg
Plasma TG ≥150
mg/dL, HDL-C
L < 40 mg/dL
P< 50 mg/dL
Lingkar pinggang
L >102 cm, P>88cm
GD puasa ≥100
mg/dL
Dalam pengobatan
antihipertensi atau TD
≥130/85 mmHg
Plasma TG≥150
mg/dL HDL-C
L < 40 mg/dL
P< 50 mg/dL atau
dalam pengobatan
dislipidemia
Obesitas sentral
(lingkar perut)
Asia:L>90 cm
P>80 cm
(nilai tergantung
etnis)
GD puasa ≥100
mg/dL atau
diagnosis DM tipe 2
5
Kriteria Diagnosa Minimal 3 kriteria DM tipe 2 atau TGT
dan 2 kriteria di atas.
Jika toleransi glukosa
normal, diperlukan 3
kriteria.
Minimal 3 kriteria Obesitas sentral + 2
kriteria di atas
e. Apa saja etiologi dari sindrom metabolik? risha, raisa
f. Bagaimana epidemiolgi dari sindrom metabolik? belinda, ewis
g. Bagaimana fisiologi metabolisme glukosa? lili, auliya
h. Bagaimana peran endokrin dalam metabolisme glukosa normal? rachmat, kinan
Tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah agar selalu konstan, yaitu sekitar 80-
100 mg/dl bagi dewasa dan 80-90 mg/dl bagi anak, walaupun pasokan makanan dan kebutuhan
jaringan berubah-ubah sewaktu kita tidur, makan, dan bekerja (Cranmer H. et al.,2009).
Proses ini disebut homeostasis glukosa. Kadar glukosa yang rendah, yaitu hipoglikemia dicegah
dengan pelepasan glukosa dari simpanan glikogen hati yang besar melalui jalur glikogenolisis dan sintesis
glukosa dari laktat, gliserol, dan asam amino di hati melalui jalur glukonoegenesis dan melalui pelepasan
asam lemak dari simpanan jaringan adiposa apabila pasokan glukosa tidak mencukupi. Kadar glukosa
darah yang tinggi yaitu hiperglikemia dicegah oleh perubahan glukosa menjadi glikogen dan perubahan
glukosa menjadi triasilgliserol di jaringan adiposa. Keseimbangan antarjaringan dalam menggunakan
dan menyimpan glukosa selama puasa dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormon
homeostasis metabolik yaitu insulin dan glucagon sebagai hormon yang dihasilkan dari sistem
endokrin ( Ferry R. J., 2008).
Hormon utama pada homeostasis metabolik
Hormon homeostasis metabolik berespons terhadap perubahan yang terjadi dalam asupan
makanan dan status fisiologis dengan cara sedemikian sehingga ketersediaan bahan bakar dapat
disesuaikan. Insulin dan glukagon secara terus-menerus berfluktuasi sebagai respon terhadap
pola makan kita sehari-hari maka dianggap sebagai hormon yang utama dalam homeostasis
metabolik di samping hormon-hormon tambahan lain seperti epinefrin, norepinefrin, dan
kortisol yang memiliki peran sebagai antagonis insulin. Namun adapula hormone incretin dari
6
saluran cerna yang berfungsi untuk meningkatkan sekresi insulin. Homeostasis metabolik juga
dipengaruhi oleh kadar metabolit yang beredar dalam darah dan sinyal neuron (Cranmer H. et al.,
2009).
1. Insulin
Insulin adalah hormon yang bersifat anabolik yang mendorong penyimpanan glukosa
sebagai glikogen di hati dan otot, perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati dan
penyimpanannya di jaringan adiposa, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di otot
rangka. Insulin meningkatkan sintesis albumin dan protein darah lainnya oleh hati dan meningkatkan
penggunaan glukosa sebagai bahan bakar dengan merangsang transpor glukosa ke dalam otot dan
jaringan adiposa. Insulin juga bekerja menghambat mobilisasi bahan bakar. Pelepasan insulin
ditentukan terutama oleh kadar glukosa darah, terjadi dalam beberapa menit setelah pankreas
terpajan oleh kadar glukosa yang tinggi. Ambang untuk pelepasan insulin adalah sekitar 80
mg/dl. Kadar tertinggi insulin terjadi sekitar 30-45 menit setelah makan makanan tinggi
karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat basal seiring dengan penurunan kadar glukosadarah,
sekitar 120 menit setelah makan (Cranmer H. et al.,2009).
Insulin disintesis oleh sel β pada pancreas endokrin yang terdiri dari kelompok
mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar diseluruh pankreas eksokrin.
Perangsangan insulin oleh glukosa menyebabkan eksositosis vesikel penyimpanan insulin,
suatu proses yang bergantung pada ion K+, ATP, dan ion Ca2+. Fosforilasi glukosa dan
metabolism selanjutnya mencetuskan pelepasan insulin melalui suatu mobilisasi Ca2+intrasel.
Pulau Pankreas dipersarafi oleh sistem autonom, termasuk cabang nervusvagus,yang membantu
mengkoordinasipelepasan insulindengantindakan makan (Aswani V., 2010).
Hasil kerja insulin adalah insulin melawan fosforilasi yang dirangsang oleh glukagon, insulin
bekerja melalui jenjang fosforilasi yang merangsangf osforilasi beberapa enzim, insulin menginduksi
dan menekan sintesis enzim spesifik, insulin bekerja sebagai factor pertumbuhan dan memiliki efek
perangsangan umum terhadap sintesis protein, dan insulin merangsangtranspor glukosa dan asam
amino ke dalam sel (Aswani V., 2010).
2. Glukagon
7
Glukagon berfungsi untuk mempertahankan ketersediaan bahan bakar apabila tidak
tersedia glukosa makanan dengan merangsang pelepasan glukosa dari glikogen hati. Glukagon
merangsang glukoneogenesis dari laktat, gliserol, dan asam amino, dan, bersama dengan
penurunan insulin,glukagon memobilisasi asam lemak dari triasilgliserol adiposa sebagai
sumber bahan bakar alternatif. Bekerja terutama di hati dan jaringan adipose dan hormone ini
tidak memiliki pengaruh terhadap metabolisme otot rangka(Cranmer H. et al.,2009).
Pelepasan glukagon dikontrol terutama melalui supresi oleh glukosa dan insulin. Kadar
terendah glukagon terjadi setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Karena semua efek glukagon
dilawan oleh insulin, perangsangan pelepasan insulin yang disertai tekanan sekresi glukagon oleh
makanan tinggi karbohidrat, lemak, dan protein yang terintegrasi (Cranmer H. et al., 2009).
Glukagon disintesis oleh sel α pada pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok
mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin.
Hormon tertentu merangsang glukagon seperti katekolamin, kortisol, dan hormon saluran
cerna tertentu (Aswani V., 2010 ) .
j. Bagaimana patofisiologi diabetes melitus? risha, uli
k.Bagaimana peran endokrin dalam metabolisme glukosa pada orang obesitas? aini, raisa
l. Bagaimana mekanisme keluhan:
a. mudah lelah belinda, meuthia
b. cepat haus delila, auliya
c. lapar ewis, rulis
d. kesemutan kinan, Belinda
Kesemutan ( paraesthesia ) merupakan gejala manifestasi yang timbul akibat adanya
gangguan pada sistem saraf sensorik. Hal ini menyebabkan rangsangan listrik dari saraf tersebut tidak
dapat tersalurkan dengan baik. Pada penderita diabetes atau sindroma metabolik, kesemutan
disebabkan karena
8
1. Kerusakan pembuluh-pembuluh darah. Vasa darah yang rusak pada kasus ini dapat
disebabkan dari kadar glukosa darah yang tinggi. Hiperglikemi dapat menyebabkan kerusakkan pada
sel-sel endotel vasa darah dan meningkatkan sifatnya menjadi aterogenik. Ditambah lagi dengan
kadar ldl yang meningkat dan semakin membuka peluang untuk terjadinya atherosclerosis dan
kerusakkan vasa darah. Akibatnya, darah yang mengalir di ujung-ujung syaraf berkurang dan
mengganggu transmisi aliran saraf dan menimbulkan kesemutan.
2. Berawal dari hiperglikemi yang persisten menyebabkan peningkatan aktivasi jalur poliol
dimana terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase yang mengubah glukosa menjadi sorbitol. Kemudain
dimetabolisme sebagian oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan
fruktosa dalam sel saraf bersifat merusak dengan mekanisme yang belum jelas. (Sudoyo et al 2006)
Gejala yang dirasakan biasanya telapak kaki terasa tebal, kadangkadang panas, dan
kesemutan di ujung jari terus-menerus. Kemudian disertai rasa nyeri yang menikam, seperti ditusuk-
tusuk di ujung telapak kaki, terutama pada malam hari.
e.gatal-gatal aini,uli
m. Bagaimana hubungan antarkeluhan berdasarkan hubungan antarwaktu? rachmat, lili
n. Bagaimana hurbungan riwayat keluarga dengan keluhan yang dialami Tn. B? risha, ewis
2. Pemeriksaan fisik
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan mekanisme abnormalnya gimana?
a. Tekanan darah raisa, rulis
b. Acanthosis nigricans auliya, delila, ewis
c. Obesitas sentral uli, meuthia
3. Pemeriksaan laboratorium
9
a. Bagaimana interpretasi hasil laboratorium dan mekanisme abnormalnya? aini, meuthia, auliya
b. Bagaimana prognosa dari penyakit yang dialami Tn. B? rachmat, rulis
c. Bagaimana diagnosis dari skenario? lili, delila
d. Bagaimana diagnosis banding dari kenario? risha, kinan
DD : 1. Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap stress kerusakan
jaringan melalui pengaktifan sistem saraf otonom simpatis ( locus ceruleus – nor epinephrine )
dan corticotrophin releasing hormone.
2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT/IGT)
3. Gula darah puasa terganggu ( GDPT/IFG)
4. Diabetes Insipidus
Keluhan utamanya adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum
maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak mencapai 5 – 10 liter.
5. Diabetes Meliitus Type 1
Pasien menderita diabetes sejak kecil yang bisa terkuak lewat anamnesis. Pasien bisa
saja memiliki riwayat penyakit ketoasidosis diabetes yang hamper terjadi hanya pada diabetes
type 1.
6. Diabetes Melitus Type 2
Pasien biasanya obese, dengan achantosis nigrican.
7. Sindroma Metabolik
e. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit di skenario? belinda, raisa
10
V. LEARNING ISSUES
1. SINDROM METABOLIK lili, risha
2. DIABETES MELITUS TIPE 2 kinan, uli
2.1 Pengertian Umum
Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan
protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau
defenisi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina Farmasi & ALKES, 2005).
Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak normal, suatu resiko
komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan ditandai dengan adanya peningkatan komplikasi
perkembangan makrovaskuler. Secara umum, ketiga elemen diatas telah digunakan untuk mencoba
menemukan diagnosis atau penyembuhan diabetes (Mogensen, 2007).
Pada beberapa populasi tetapi bukan semuanya, defenisi diabetes oleh distribusi glukosa adalah
pendistribusian glukosa ke seluruh jaringan dimana berbeda distribusi glukosa pada setiap individual
dengan atau tanpa diabetes. Selain itu distribusi glukosa juga dapat menjadi parameter untuk penyakit
diabetes atau dengan kata lain, nilai defenisi diagnosis untuk diabetes didasarkan pada nilai distribusi
glukosa pada tingkat populasi bukan sering atau tidaknya berolahraga. Besarnya komplikasi
mikrovaskuler pada retina dan ginjal spesifik menuju ke diabetes. Selain itu terjadinya komplikasi
makrovaskuler dapat menyebabkan kematian pada penderita diabetes. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai
glukosa yang tidak normal seharusnya ditemukan sebagai peningkatan cepat dari nilai glukosa, yang mana
diapresiasikan dengan peningkatan resiko penyakit CVD (kardiovaskuler) (Mogensen, 2007).
2.2 Gejala Diabetes mellitus
Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama malam hari dan
berat badan turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari
tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, dan luka sukar sembuh.
Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan hingga ada yang bertanya
mengapa jadi ribut dengan diabetes? Mereka mengetahui adanya diabetes hanya karena pada saat check-
11
up ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi. Oleh karena itu dalam rangka penyuluhan kepada pasien
seperti ini, kita sering mendapat hambatan karena sulit memotivasi. Memang saat ini tidak ada keluhan
tetapi mereka harus menyadari bahwa kadar glukosa darah yang selalu tinggi dalam jangka panjang akan
menimbulkan apa yang disebut komplikasi jangka panjang akibat keracunan glukosa. Pasien dapat terkena
komplikasi pada mata hingga buta atau komplikasi lain seperti kaki busuk (gangren), komplikasi pada
ginjal, jantung, dll (Waspadji, dkk, 2002).
Beberapa faktor yang dapat menunjang timbulnya Diabetes mellitus yaitu obesitas dan keturunan,
sedangkan gejala yang dapat diamati adalah polidipsia, poliuria, dan polipfagia. Gejala-gejala ini perlu
mendapat tanggapan di dalam penyusunan diet penderita Diabetes mellitus (Tjokroprawiro, dkk, 1986).
kematian pada penderita diabetes. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai glukosa yang tidak normal seharusnya
ditemukan sebagai peningkatan cepat dari nilai glukosa, yang mana diapresiasikan dengan peningkatan
resiko penyakit CVD (kardiovaskuler) (Mogensen, 2007).
2.2 Gejala Diabetes mellitus
Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama malam hari dan
berat badan turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari
tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, dan luka sukar sembuh.
Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan hingga ada yang bertanya
mengapa jadi ribut dengan diabetes? Mereka mengetahui adanya diabetes hanya karena pada saat check-
up ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi. Oleh karena itu dalam rangka penyuluhan kepada pasien
seperti ini, kita sering mendapat hambatan karena sulit memotivasi. Memang saat ini tidak ada keluhan
tetapi mereka harus menyadari bahwa kadar glukosa darah yang selalu tinggi dalam jangka panjang akan
menimbulkan apa yang disebut komplikasi jangka panjang akibat keracunan glukosa. Pasien dapat terkena
komplikasi pada mata hingga buta atau komplikasi lain seperti kaki busuk (gangren), komplikasi pada
ginjal, jantung, dll (Waspadji, dkk, 2002).
Beberapa faktor yang dapat menunjang timbulnya Diabetes mellitus yaitu obesitas dan keturunan,
sedangkan gejala yang dapat diamati adalah polidipsia, poliuria, dan polipfagia. Gejala-gejala ini perlu
mendapat tanggapan di dalam penyusunan diet penderita Diabetes mellitus (Tjokroprawiro, dkk, 1986).
Penggolongan Diabetes
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tiga bentuk Diabetes mellitus yaitu:
12
1. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi
karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat rusaknya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Lagerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan
ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat
badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh
terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab
terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang
menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada
tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan
yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar
diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin,
ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian
injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pompa, yang memungkinkan untuk
pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan
pemberian dosis dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk
pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder" (Anonima, 2009).
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe
diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan
merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang
mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin
terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta yang menekan penyerapan glukosa oleh
otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada
kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.
13
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti
diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari
hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin
kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya
resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap
insulin. Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2
kencing manis. Faktor lain meliputi sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus
meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya,
awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan
karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Langkah yang berikutnya, jika perlu, perawatan dengan
lisan antidiabetic drugs (Anonima, 2009).
Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM tipe 2 dapat dibagi menjadi 4 kelompok:
a. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal
b. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes Kimia (Chemical
Diabetes)
c. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma puasa < 140mg/dl)
d. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma puasa > 140mg/dl)
(Ditjen Bina Farmasi dal ALKES, 2005).
3. Diabetes mellitus Gestasional
Diabetes Mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi
merupakan faktor risiko untuk Diabetes Mellitus tipe 2. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita
GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (Ditjen Bina Farmasi dan ALKES,
2005). dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-
anak.
14
2.7 Penatalaksanaan Diabetes mellitus tipe 2
Dalam pengelolaan diabetes dikenal 4 pilar utama pengelolaan yaitu:
2.7.1 Penyuluhan (edukasi)
Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan diabetes. Edukasi diabetes adalah
pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan diabetes yang
diberikan kepada setiap pasien diabetes. Di samping kepada pasien diabetes, edukasi juga diberikan
kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat berisiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan
kesehatan (Waspadji, dkk, 2002).
Edukasi dalam pengertian yang luas yang mendukung rawat kesehatan diabetes, pada tiap kontak
antara diabetisi dan tim rawat kesehatan. Ini mempersulit pemisahan aspek-aspek edukasi yang terbaik
sebagai faktor penyumbang efektivitas. Pengakuan bahwa 95% dari rawat kesehatan diabetes disediakan
oleh diabetisi sendiri, dan keluarganya, tercermin dalam terminologi saat ini yaitu program edukasi swa-
manajemen diabetes (ESMD). Dengan pengertian bahwa pengetahuan sendiri tidak cukup untuk
memberdayakan orang untuk mengubah perilaku dan memperbaiki hasil akhir. Dalam laporan teknologi
yang memberitahukan panduannya atas pemakaian model edukasi-pasien, NICE menyediakan suatu
tinjauan, bukan sekedar meta-analisa formal, karena perbedaan rancangan, durasi, pengukuran hasil akhir
dapat mengurangi resiko penyakit Diabetes mellitus tipe 2 (International Diabetes Federation, 2005).
2.7.2 Perencanaan Makanan
Karena penting bagi pasien untuk pemeliharaan pola makan yang teratur, maka penatalaksanaan
dapat dilakukan dengan perencanaan makanan. Tujuan perencanaan makanan dan dalam pengelolaan
diabetes adalah sebagai berikut :
- Mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid dalam batas-batas normal
- Menjamin nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan anak dan remaja, ibu hamil dan janinnya
- Mencapai dan mempertahankan berat badan idaman (Waspadji, dkk, 2002).
15
2.7.3 Latihan Jasmani
Dalam pengelolaan diabetes, latihan jasmani yang teratur memegang peran penting terutama pada
DM tipe 2. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada diabetes adalah memperbaiki metabolisme atau
menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah, meningkatkan kerja insulin, membantu menurunkan
berat badan, meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri, mengurangi risiko kardiovaskuler
(Waspadji, dkk, 2002).
2.7.4 Obat Hipoglikemik
Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur, namun pengendalian
kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat hipoglikemik baik oral maupun insulin. Obat
hipoglikemik oral (OHO) dapat dijumpai dalam bentuk golongan sulfonilurea, golongan biguanida dan
inhibitor glukosidase alfa (Waspadji, dkk, 2002)
2.8 Terapi Obat Hipoglikemik
2.8.1 Terapi Insulin
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka
pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi
tenaga. Bila insulin tidak aktif glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di
dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti itu badan
akan jadi lemah tidak ada sumber energi di dalam sel. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai
lubang-lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan Diabetes mellitus tipe 2 jumlah lubang
kuncinya yang kurang, meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya
(reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat (Waspadji, dkk, 2002).
4. METABOLISME GLUKOSA rachmat, belinda, auliya
5. TERAPI NON-FARMAKOLOGI DALAM SINDROM METABOLIK raisa, ewis, rulis
VI. KETERKAITAN ANTARMASALAH
16
Referensi
Dods R.F, Diabetes Mellitus, In Clinical Chemistry: Theory, Analysis, Correlation, Eds, Kaplan L.A, Pesce A.J, 3rd Edition, Mosby Inc, USA, 1996:613-640
Mayes, P.A., 2003. Biosintesa Asam Lemak. Dalam: Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., & Rodwell, V.W. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC, 222 – 22
17
Top Related