KH DEWANTARA.docx
-
Upload
wahyu-marliyani -
Category
Documents
-
view
44 -
download
0
Transcript of KH DEWANTARA.docx
HALAMAN JUDUL
KI HADJAR DEWANTARA
Disusun Oleh :
1. Wahyu Marliyani (13312241005)
2. Annastasya Tri Anindia (13312241008)
3. Endah Setiyo Rini (13312241010)
4. Ani Nurhidayah (13312241014)
Kelas: A 2013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan, sebagai
pelengkap tugas Pendidikan Pancasila.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak selaku dosen pembimbing
Ilmu Pendidikan dan berbagai pihak yang telah membimbing kami menyusun
makalah ini, serta berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta
pada makalah ini.
Kami menyadari bahwa kami hanyalah manusia yang mempunyai
keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu, tidak ada suatu pekerjaan yang
dapat diselesaikan dengan sangat sempurna, begitu pula dengan makalah ini.
Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini.
Kamisudah berusaha semaksimal mungkin dengan keterbatasan kemampuan yang
kami miliki. Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran sebagai batu
loncatan yang dapat memperbaiki makalahkami dimasa datang.
Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan dapat memberi wawasan luas bagi anda.
Yogyakarta, 6 Mei 2014
Penyusun
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
BAB III KESIMPULAN..............................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................12
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak zaman perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang serta perintis
kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat
vital dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya
dari belenggu penjajahan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa disamping
melalui organisasi politik, perjuangan ke arah kemerdekaan perlu dilakukan
melalui jalur pendidikan.
Mengingat bahwa sistem pendidikan pemerintah kolonial pada masa itu
tidak demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada
kepentingan pemerintah penjajahan, maka sistem pendidikan rakyat yang sudah
ada perlu dibina dan dikembangkan untuk menjangkau kepentingan rakyat secara
lebih luas. Disamping mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat
tradisional yang pada umumnya berorientasi keagamaan, maka pada masa itu
muncul seorang tokoh muda Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang
dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Ia bersama rekan-rekannya
mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan
meraih kemerdekaan. Setelah itu ia pun mendirikan sebuah perguruan yang
bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan
Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan
pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa
dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Tidak sedikit
rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial
Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar
pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya,
sehingga ordonansi itu kemudian dicabut. Di tengah keseriusannya mencurahkan
perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis.
Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan
berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-
1
tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa
masalah yang hendak dibahas, antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana ulasan riwayat hidup Ki Hajar Dewantara?
2. Bagaimana aliran filsafat yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara?
3. Bagaimanakah pemikiran tentang pendidikan Ki Hajar Dewantara?
4. Bagaimanakah pengaruh pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan?
5. Apasajakah karya-karya yang diciptakan oleh Ki Hajar Dewantara?
C. Tujuan
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah
untuk mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengulas riwayat hidup Ki Hajar Dewantara.
2. Mendeskripsikan aliran filsafat yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara.
3. Menjelaskan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan.
4. Mendeskripsikan pengaruh pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan.
5. Mengetahui karya-karya yang diciptakan oleh Ki Hajar Dewantara.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat
Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei
1889.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari
lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat
genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki
Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar
kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas
dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.
Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian
demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah
Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter
Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai
wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De
Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada
masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif,
tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi
pembacanya. Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam
organisasi sosial dan politik.
Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk
mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu
itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto
Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang
beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan
mencapai Indonesia merdeka. Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk
memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi
pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha
menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11
3
Maret 1913. Karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa
nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah
kolonial Belanda. Ia melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang
bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan
Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta
perayaan tersebut. Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik
lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang
Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi
Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat
dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker. Akibat karangannya yang
menghina itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg
menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering
(hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal
yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke
Pulau Bangka. Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di
sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya
mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari
pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah
pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil
memperoleh Europeesche Akte. Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918.
Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai
bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Ia mendirikan sebuah perguruan
yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan
Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan
pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa
dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Di tengah
keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia
juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke
pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah
ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar
pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Setelah zaman kemedekaan, Ki hajar
4
Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan
sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional)
yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga
ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan
Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain
yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada
pada tahun 1957.
Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal
dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.
Kemudian oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum
Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat
perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau
karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam
kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan
risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai
jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam
mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.
B. Aliran Filsafat
Ki Hajar Dewantara termasuk aliran filsafat pendidikan yang menganut
definisi pendidikan, apabila dilihat dari sudut aliran filsafat pendidikan
evolusionistis yang lebih menekankan tangga-tangga psikologis perkembangan
manusia. Suatu konsep pendidikan yang lebih mengarahkan orientasinya pada
aspek-aspek kehidupan modern yang kompleks dan rumit kaitannya, yang lebih
individualisis sehinga menuntut kemampuan individual masing-masing pribadi
dalam mengadakan penyesuaian kehidupan psikologsnya. Konsep tentang
anthropologi filsafat kalau tidak dirumuskan dalam definisi pendidikan dapat
dicari pada rumusan tentang tujuan pendidikannya. Sebagai contoh dalam sejarah
pemikiran filsafat pendidikan Indonesia, kita dikenalkan dengan salah satu
rumusan tujuan pendidikan sebagai berikut: “Membentuk manusia susila yang
5
cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab atas
kesejahteraan Negara dan tanah air.” Dalam rumusan ini hakekat manusia sebagai
suatu aspek yang bernilai martabat yang sama, sehinga yang satu tidak boleh
mencaplok atau menghisap yang lain, artinya manusia dihisap warga negara
sehingga mengarah ke terhisapnya kepentingan individu demi kepentingan dan
kejayaan Negara, dan sebaliknya hilangnya aspek warganegara dan mengarah ke
individualisme yang otomistis.
Suatu ilustrasi tujuaan pendidikan yang mengarah ke penghisapan
individualitas manusia ke dalam konsep warga Negara, adalah definisi pendidikan
di bawah ini: “Pendidikan adalah kegiatan atau proses dengan mana individual
dibina agar loyal setia tanpa sarat dan penyesuaian membuka pada kelompok
atau lembaga soial.” Definisi pendidikan ini disamping berlaku pada Negara
totaliter yang dengan monisme kebudayaan, juga berlaku pada masyarakat yang
ketat berpegang teguh mempertahankan tradisi kebudayaannya, yaitu pada
masyarakat yang tradisioal konservatif. Dalam batas-batas tertentu, para sosiolog
lebih dekat pemikiran pendidikan dengan definisi konsep pendidikan di atas.
Sedang para psikolog lebih dekat dekat dengan definuisi oendidikan di bawah ini:
“Pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan di dalam mana individu dibantu
mengembangkan daya-daya kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan
minatnya.”
Perbedaan antara kedua definisi pendidikan di atas, antara pendekatan
sosiologis dan pendwekatan psikologis adalah bahwa pendekatan social meninjau
proses pendidikan dalam kaitannya dengan kehidupan dengan lembaga social di
luar individu, sedang pendekatan psikologis meninjau proses pendidikan dari
sudut proses internal dalam diri manusia, sehinga lebih mengarah ke peninjauan
tentang konsep hakekat psikologis, bukan filosofis, daripada anak didik.
C. Pemikiran Tentang Pendidikan
Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara,
Pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang
mendidik itu sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantara mendidik dalam arti yang
6
sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni
pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang
merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk
dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah
usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan
membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).
Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri”
sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan
diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang
mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya,
mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh
sikap yang mandiri dan dewasa. Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara
ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang
harus bersinergis satu sama lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari
aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih
memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil
keputusan, martabat, mentalitas demokratik).
Keinginan yang kuat dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi bangsa ini
dan mengingat pentingnya guru yang memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas
dan spiritualitas. Beliau sendiri untuk kepentingan mendidik, meneladani dan
pendidikan generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari ningratnya sebagai
Raden Mas soewardi Suryaningrat menjadi Ki hajar dewantara. Perubahan nama
tersebut dapat dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan sikap
ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu
dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria,
yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara
ini. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu
dalam kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk
menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi
pembela nusa dan bangsa. Yang utama sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai
model keteladanan dan sebagai fasilitator kelas.
7
Nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang
mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah
seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus
masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi
perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini).
Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya
adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan
membawa keselamatan.
Menerjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tersebut,
maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah
memiliki 3 Landasan filosofis, yaitu nasionalistik, universalistic dan spiritualistic.
Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan
independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya
berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan
perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka
dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam
diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah
suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan
penghargaan terhadap masing-masing anggotanya.
Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya
membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik,
mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek
intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan
hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing
pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa
percaya diri, mengembangkan harga diri; setiap orang harus hidup sederhana dan
guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi
kebahagiaan para peserta didiknya.
Output pendidikan yang dihasilkan adalah peserta didik yang
berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota
masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan
8
kesejahteraan orang lain. Dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara, metode yang
yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode
pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Metode ini
secara teknik pengajaran meliputi ‘kepala, hati dan panca indera’ (educate the
head, the heart, and the hand).
D. Pengaruh Pemikiran Dalam Pendidikan
Mendekati proses pendidikan dalam sebuah pemikiran cerdas untuk
mendirikan sekolah taman siswanya, jauh sebelum Indonesia mengenal arti
kemerdekaan. Konsepsi Taman Siswa pun coba dituangkan Ki Hajar Dewantara
dalam solusi menyikapi kegelisahan-kegelisahan rakyat terhadap kondisi
pendidikan yang terjadi saat itu, sebagaimana digambarkan dalam asas dan dasar
yang diterapkan Taman Siswa. Orientasi Asas Dan Dasar Pendidikan Dari Ki
Hajar Dewantara diupayakan sebagai asas perjuangan yang diperlukan pada waktu
itu menjelaskan sifat pendidikan pada umumnya. Pengaruh pemikiran pertama
dalam pendidikan adalah dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur
dirinya sendiri.
Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan
upaya di dalam mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan
bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan perlunya kemajuan sejati untuk
diperoleh dalam perkembangan kodrati. Hak mengatur diri sendiri berdiri
(Zelfbeschikkingsrecht) bersama dengan tertib dan damai (orde en vrede) dan
bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei). Ketiga hal ini merupakan dasar alat
pendidikan bagi anak-anak yang disebut “among metode” (sistem-among) yang
salah satu seginya ialah mewajibkan guru-guru sebagai pemimpin yang berdiri di
belakang tetapi mempengaruhi dengan memberi kesempatan anak didik untuk
berjalan sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan “Tut Wuri Handayani”.
Menyinggung masalah kepentingan sosial, ekonomi dan politik kecenderungan
dari bangsa kita untuk menyesuaikan diri dengan hidup dan penghidupan ke barat-
baratan telah menimbulkan kekacauan.
9
Menurut Ki Hajar Dewantara Sistem pengajaran yang terlampau
memikirkan kecerdasan pikiran yang melanggar dasar-dasar kodrati yag terdapat
dalam kebudayaan sendiri. Sementara hal yang menyangkut tentang dasar
kerakyatan untuk memepertinggi pengajaran yang dianggap perlu dengan
memperluas pengajarannya. dan memiliki pokok asas untuk percaya kepada
kekuatan sendiri. Dalam dunia pendidikan mengharuskan adanya keikhlasan lahir-
batin bagi guru-guru untuk mendekati anak didiknya. Sesungguhnya semua hal
tersebut merupakan pengalaman dan pengetahuan Ki Hajar Dewantara tentang
pendidikan barat yang mengusahakan kebahagian diri, bangsa dan kemanusiaan.
E. Karya-Karya
Karya Warisan Pertama Ki Hajar Dewantara adalah Taman Siswa yang
menjadi representasi institusi pendidikan pribumi pada masa kolonial dan tetap
eksis sampai hari ini. Kedua adalah tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara dalam
bidang pendidikan dan kebudayaan. Tulisan-tulisan itu dikumpulkan dan
diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa dalam buku Karya Ki
Hadjar Dewantara Bagian I Pendidikan (1962) dan Karya Ki Hadjar Dewantara
Bagian II: Kebudayaan (1967). Kepiawaian dalam menulis karena beliau sejak
muda menjadi penulis dan wartawan.
Ketiga, Buku Bagian I Pendidikan terbagi dalam 8 bab: pendidikan
nasional, politik pendidikan, pendidikan kanak-kanak, pendidikan kesenian,
pendidikan keluarga, ilmu jiwa, ilmu adab, dan bahasa. Tulisan tertua dalam buku
ini yakni ’’Pendidikan dan Pengajaran Nasional’’ yang disampaikan sebagai
prasaran dalam Kongres Permufakatan Pergerakan Kebangsaan Indonesia
(PPPKI) pada 31 Agustus 1928. Ki Hadjar Dewantara dalam tulisan itu
mengatakan bahwa kemerdekaan dalam dunia pendidikan memiliki tiga sifat:
berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dapat mengatur diri sendiri. Buku
Bagian II Kebudayaan terbagai dalam 5 bab: kebudayaan umum, kebudayaan dan
pendidikan/kesenian, kebudayaan dan kewanitaan, kebudayaan dan masyarakat,
hubungan dan penghargaan kita. Dua buku itu adalah representasi pemikiran dan
pembuktian dalam praktik pendidikan dan pengajaran dari Ki Hadjar Dewantara.
10
Pendidikan dan kebudayaan adalah basis kehidupan yang menentukan kualitas
manusia dan bangsa.
BAB III
KESIMPULAN
Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan
yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama,
etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya,
serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Hari lahirnya,
diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut
wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di
tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan
memberi teladan).
Pengaruh pemikiran pertama dalam pendidikan adalah dasar kemerdekaan
bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada
pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-
murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian
tujuannya dan perlunya kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan
kodrati.
Karya Warisan Pertama Ki Hajar Dewantara adalah Taman Siswa yang
menjadi representasi institusi pendidikan pribumi pada masa kolonial dan tetap
eksis sampai hari ini. Kedua adalah tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara dalam
bidang pendidikan dan kebudayaan. Tulisan-tulisan itu dikumpulkan dan
diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa dalam buku Karya Ki
Hadjar Dewantara Bagian I Pendidikan (1962) dan Karya Ki Hadjar Dewantara
Bagian II: Kebudayaan (1967).
11
DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, Wayan (1991). Kebijakan Pemerintah Dalam Strategi Pendidikan
Nasional. Makalah dalam Seminar Televisi Perididikan Indonesia di
Surabaya, 23 Februari.
Fakih, Mansour, 2000. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi,
Yogyakarta: Insist Press dan Pustaka Pelajar.
Tjaya, Thomas Hidya, 2004. Mencari Orientasi Pendidikan. Jakarta: Perspektif
Historis
Barnadib, Imam. 1988. Filsafat Pendidikan, Sistem Dan Metode. Yogyakarta:
Andi
Offset.
12