Kesimpulan Jurnal - Copy

download Kesimpulan Jurnal - Copy

of 10

description

kesimpulan jurnal gigi dan mulut

Transcript of Kesimpulan Jurnal - Copy

BAB IPENDAHULUANGigi geligi dalam rongga mulut akan mengalami erupsi menurut urutan waktu erupsi masing-masing jenis gigi, mulai dari fase gigi sulung sampai mengalami pergantian menjadi fase gigi permanen. Proses erupsi masing-masing gigi baik pada fase gigi sulung maupun permanen akan terjadi secara fisiologis dan jarang sekali mengalami gangguan. Gangguan erupsi pada umumnya terjadi pada fase pergantian dari gigi sulung menuju fase gigi permanen, sehingga gigi permanen tertentu tidak dapat mengalami erupsi.

Gigi kaninus merupakan gigi kedua setelah gigi molar ketiga yang berfrekuensi tinggi untuk mengalami impaksi, meskipun demikian gigi anterior di rahang atas lainnya seperti gigi insisivus pertama dan kedua rahang atas juga dapat mengalami kesulitan tumbuh akibat terletak salah di dalam rahang. Frekuensi terjadinya kaninus impaksi sebesar 0,82,8 persen. Ditinjau dari letaknya, 85 persen posisi gigi kaninus yang impaksi terletak di daerah palatal lengkung gigi, sedangkan 15 persen nya terletak di bagian labial atau bukal. Ada beberapa bukti yang menyatakan, bahwa penderita dengan maloklusi kelas II divisi 2 dan gigi aplasia merupakan kelompok yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya kaninus ektopik.Untuk mengamati pergerakan gigi kaninus rahang atas dan menghitung jarak gerakan yang terjadi dapat digunakan metode pengamatan secara tiga dimensi dengan menggunakan foto lateral, sefalometri dan foto antero posterior. Foto diambil secara berkala pada usia penderita 5 tahun sampai 15 tahun. Pada perhitungan ini dapat ditunjukan bahwa gigi kaninus akan bergerak sebesar 22 milimeter. Sedangkan pada proyeksi foto lateral dapat dilihat bahwa pada usia 1012 tahun pergerakan gigi menuju ke arah bukal. Sebelum menginjak usia 1012 tahun pergerakan gigi menuju ke arah palatal. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada perawatan ortodonsi dengan kasus sukar diperlukan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat. Salah satu contoh adalah perawatan ortodonsi dengan gigi kaninus rahang atas ektopik.

Pertumbuhan gigi molar ketiga permanen rahang bawah juga memerlukan perhatian khusus pada penderita anak sampai remaja. Gigi molar ketiga rahang bawah yang belum erupsi akan dapat mempunyai posisi yang sedemikian sehingga pada proses pertumbuhannya dapat diperkirakan akan dapat menimbulkan gangguan pada alignment gigi di rahang bawah oleh karena daya dorong erupsi gigi tersebut ke arah anterior. Pada posisi benih gigi molar ketiga rahang bawah yang diperhitungkan terletak miring, terutama dalam posisi mesio versi, tindakan germinectomy pada benih gigi molar ketiga tersebut perlu dipertimbangkan agar pada proses pertumbuhan selanjutnya tidak menimbulkan kelainan terhadap posisi gigi di sebelah anteriornya.

Menurut Bishara etiologi gigi impaksi dapat disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer meliputi trauma pada gigi sulung, benih gigi rotasi, tanggal prematur gigi sulung, dan erupsi gigi kaninus dalam celah pada kasus celah langit-langit. Faktor sekunder meliputi kelainan endokrin, defisiensi vitamin D, dan febrile diseases.

Gigi kaninus impaksi dapat terletak ektopik dan sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Kejadian impaksi dengan letak ektopik ini belum diketahui penyebabnya yang pasti, dimungkinkan oleh karena sebab yang multifaktorial. Salah satu kemungkinan adalah jalan erupsi gigi kaninus yang lebih panjang bila dibandingkan dengan gigi permanen lainnya. Adanya diskrepansi panjang lengkung, gigi berdesakan, diastema antar gigi, dan trauma pada gigi anterior di awal usia pertumbuhan dapat pula merupakan penyebab terjadinya gigi kaninus ektopik. Keterlambatan proses eksfoliasi pada gigi kaninus sulung dapat pula menyebabkan terjadinya pergerakan gigi kaninus permanen ke arah palatal. Ada dugaan bahwa frekuensi terjadinya kaninus ektopik dapat terjadi pada anak yang mengalami gangguan pada proses erupsi.BAB II

PEMBAHASAN

Seorang dokter gigi haruslah mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang dilakukannya merupakan suatu tindakan yang ideal. Untuk mencapai tujuan tersebut dan menghindari komplikasi yang mungkin timbul pada pencabutan gigi haruslah mengetahui indikasi dan kontraindikasi dari pencabutan gigi.

Ekstraksi gigi pada pasien cerebral palsy juga merupakan suatu tindakan yang memiliki komplikasi. Indikasi dan kontraindikasi ekstraksi gigi juga berlaku pada pasien cerebral palsy, namun pada pasien ini lebih diperlukan perhatian khusus dalam penatalaksanaannya.Indikasi ekstraksi gigi

1. Karies besar sehingga pulpa menjadi non vital.

2. Mengganggu erupsi dan arah pertumbukan dari gigi tetap.

3. Kalau gigi susu itu sering menyebabkan sakit karena infeksi dan bengkak berulang-ulang.

4. Kalau sudah terbentuk sinus pada mukosa disekitar ujung akar.

5. Kalau sudah terjadi ulkus decubitalis (akar giginya keluar sehingga ujungnya yang tajam melukai jaringan lunak sekitar, bibir/pipi).

Ada beberapa alasan pencabutan gigi permanent yang dapat dilakukan atau indikasi tindakan pencabutan gigi, antara lain:

1. Gigi yang rusak akibat perluasan lubang/karies gigi. 2. Gigi yang terlibat penyakit periodontal.3. Abses (infeksi) gigi merupakan infeksi baik pada akar gigi maupun infeksi antara gigi dan gingiva. 4. Gigi sebagai focal infeksi pada kasus-kasus infeksi misalnya : endokarditis rheumatik dan infeksi ginjal.

5. Gigi yang terlibat fraktur dan osteomyelitis. 6. Gigi dalam keadaan mati atau pulpitis akut / kronis. 7. Gigi sehat untuk memperbaiki oklusi/estetika (perawatan ortodontik/kawat gigi).8. Gigi dalam keadaan impaksi. 9. Supernumerary teeth.10. Sisa akar gigi.

11. Gigi yang menyebabkan trauma pada jaringan lunak (pipi, bibir, langit-langit mulut)12. Gigi penyebab / terlibat dengan kista.13. Malposisi ekstrem14. Gigi geraham belakang pertama (M1) atau geraham belakang dua (M2) yang rusak, untuk mencegah geraham belakang bungsu (M3) impaksi.

Dari sini kita akan membahas tentang indikasi pencabutan gigi yang terlibat penyakit periodontal yang sangat sering terjadi pada pasien penderita cerebral palsy. Seperti kita ketahui cerebral palsy adalah suatu kerusakan jaringan otak dari sel-sel motorik susunan syaraf pusat yang menahun dan tidak progresif dengan gambaran klinis menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan serta kelainan mental. Penyakit ini dapat terjadi pada saat prenatal, perinatal, atau postnatal, sebelum sistem saraf pusat tumbuhsempurna (Nowak, 1976). Pada perawatan kesehatan gigi penderita cerebral palsy dapat sangat terbatas, dokter gigi perlu pengalaman yang luas, keterampilan yang baik, dan latas belakang pengetahuan yang baik.

Dokter gigi harus memperhatikan tingkah laku dari kecacatan pasien dan dapat melakukan tindakan serta prosedur untuk mengatasinya dengan tepat. Disini dokter gigi membutuhkan perasaan, pengertian, dan keharuan yang mendalam untuk dapat menghargai emosi dan keadaan medis dari penderita cerebral palsy.

Penanganan yang lebih terhadap penderita cacat yang mempunya masalah tambahan yang dapat mempengaruhi perilaku penerimaan terhadap perawatan kesehatan gigi. Kebanyakan penderita cerebral palsy cukup kooperatif, namun tidak dapat duduk dengan tenang di kursi gigi. Gerakan abnormal pada penderita cerebral palsy yang didapat terutama pada gerakan kepala, leher, tulang belakang, bahu, pinggul dan panggul akan sangat berpengaruh. Gerakan yang tidak terkontrol dari penderita cerebral palsy, dapat mencelakakan dirinya sendiri maupun dokter gigi yang merawatnya.

Pada penderita cerebral palsy, karies dentis lebih menonjol dibandingkan pada anak normal. Faktor indirek penderita cerebral palsy adalah stagnasi makanan, yang disebabkan ketidakmampuan anak atau orang tuanya membersihkan mulut (Reilly, 1996). Pada kasus ini makanan padat dihindarkan, dan yang dimakan hanya makanan yang dihaluskan atau dalam bentuk cairan, sehingga penyakit periodontal dan maloklusi saling mempengaruhi dan dapat memperburuk keadaan. Gigi berjejal memungkinkan makanan tersankut sehingga menyebabkan karies dan penyakit periodontal.

Pada penderita cerebral palsy pengaruh defisiensi vitamin dan nutrisi menyebabkan debris makanan dan deposit kalkulus melingkar di leher gigi, menyebabkan jaringan lunak gusi terinfeksi dan gigi bisa tanggal karengan jaringan pendukung telah rusak (polwell, 1973). Penderita cerebral palsy mempunyai insiden maloklusi yang tinggi disebabkan keabnormalan aktivitas otot-otot mulut (Frank & Winter, 1974).

Permulaan terjadinya kerusakan biasanya timbul pada saat plak bacterial terbentuk pada mahkota gigi, meluas disekitarnya dan menerobos sulkus gingiva yang nantinya akan merusak gingiva disekitarnya. Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam perkembangan penyakit periodontal. Peradangan pada gingiva dan perkembangannya pada bagian tepi permukaan gigi terjadi ketika koloni mikroorganisme berkembang.

Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah proses inflamasi dan mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal dengan Gingivitis. Apabila penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka proses penyakit akan terus berkembang mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau sementum, keadaan ini disebut dengan Periodontitis.

Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik). Faktor lokal merupakan penyebab yang berada pada lingkungan disekitar gigi, sedangkan faktor sistemik dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum.

Kerusakan tulang dalam penyakit periodontal terutama disebabkan oleh factor lokal yaitu inflamasi gingiva dan trauma dari oklusi atau gabungan keduanya. Kerusakan yang disebabkan oleh inflamasi gingiva mengakibatkan pengurangan ketinggian tulang alveolar, sedangkan trauma dari oklusi menyebabkan hilangnya tulang alveolar pada sisi permukaan akar.

Faktor Lokal :

1. Plak bakteri

2. Kalkulus

3. Impaksi makanan

4. Pernafasan mulut

5. Sifat fisik makanan

6. Iatrogenik Dentistry

7. Trauma dari oklusi

Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat diperberat oleh keadaan sistemik. Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan material-material seperti hormon, vitamin, nutrisi dan oksigen. Bila keseimbangan material ini terganggu dapat mengakibatkan gangguan lokal yang berat. Gangguan keseimbangan tersebut dapat berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel-sel untuk penyembuhan, sehingga iritasi lokal yang seharusnya dapat ditahan atau hanya menyebabkan inflamasi ringan saja, dengan adanya gangguan keseimbangan tersebut maka dapat memperberat atau menyebabkan kerusakan jaringan periodontal.Faktor-faktor sistemik ini meliputi :

1. Demam yang tinggi

2. Defisiensi vitamin

3. Drugs atau pemakaian obat-obatan

4. Hormonal

Pencegahan penyakit periodontal merupakan kerja sama yang dilakukan oleh dokter gigi, pasien dan personal pendukung. Pencegahan dilakukan dengan memelihara gigi-gigi dan mencegah serangan serta kambuhnya penyakit. Pencegahan dimulai pada jaringan periodontal yang sehat yang bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan jaringan periodontal dengan mempergunakan teknik sederhana dan dapat dipakai di seluruh dunia.

Umumnya penyakit periodontal dan kehilangan gigi dapat dicegah karena penyakit ini disebabkan faktor-faktor lokal yang dapat ditemukan, dikoreksi dan dikontrol. Sasaran yang ingin dicapai adalah mengontrol penyakit gigi untuk mencegah perawatan yang lebih parah.

Pencegahan penyakit periodontal meliputi beberapa prosedur yang saling berhubungan satu sama lain yaitu :

1. Kontrol Plak.

2. Profilaksis mulut.

3. Pencegahan trauma dari oklusi.

4. Pencegahan dengan tindakan sistemik.

5. Pencegahan dengan prosedur ortodontik.

6. Pencegahan dengan pendidikan kesehatan gigi masyarakat.

7. Pencegahan kambuhnya penyakit.KESIMPULAN

Cerebral palsy adalah suatu kerusakan jaringan otak dari sel-sel motorik susunan syaraf pusat yang menahun dan tidak progresif dengan gambaran klinis menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan serta kelainan mental. Penyakit ini dapat terjadi pada saat prenatal, perinatal, atau postnatal, sebelum sistem saraf pusat tumbuhsempurna (Nowak, 1976).

Manifestasi oral pada penderita ini sering didapatkan karies dentis dibandingkan pada anak-anak yang normal. Faktor indirek penderita cerebral palsy adalah stagnasi makanan, yang disebabkan ketidakmampuan anak atau orang tuanya membersihkan mulut (Reilly, 1996). Pada kasus ini makanan padat dihindarkan, dan yang dimakan hanya makanan yang dihaluskan atau dalam bentuk cairan, sehingga penyakit periodontal dan maloklusi saling mempengaruhi dan dapat memperburuk keadaan. Selain itu penderita cerebral palsy mempunyai insiden maloklusi yang tinggi disebabkan keabnormalan aktivitas otot-otot mulut (Frank & Winter, 1974).

Dalam hal ini, penangan pengendalian gangguan motorik merupakan hal yang terpenting pada penderita cerebral palsy, dalam hal ini dapat dilakukan dengan pemakaian alat fisik, apabila dengan pemakaian alat fisik tersebut gangguan motorik belum teratasi maka pemberian premedikasi atau pemakaian bius umum adalah rekomendasi terahir untuk pasien ini.DAFTAR PUSTAKA

2