Kerajaan Mataram Kuno

30
Kerajaan Mataram Kuno Mataram Kuno atau Mataram (Hindu) merupakan sebutan untuk dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra , yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan. Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732 . Beberapa saat kemudian, Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh Bhanu pada tahun 752 . Kedua dinasti ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung . Lokasi pusat kerajaan Mataram Kuno. 1. Dinasti Syailendra Dinasti Syailendra diduga berasal dari daratan Indocina (sekarang Thailand dan Kemboja ). Dinasti ini bercorak Budha Mahayana, didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Pada awal era Mataram Kuno, Dinasti Syailendra cukup dominan dibanding Dinasti Sanjaya. Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan ke Sriwijaya . Ia juga melakukan perkawinan politik: puteranya, Samaratungga , dinikahkan dengan Dewi Tara , puteri raja Sriwijaya. Pada tahun 790 , Syailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa di sana

Transcript of Kerajaan Mataram Kuno

Page 1: Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno

Mataram Kuno atau Mataram (Hindu) merupakan sebutan untuk dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan. Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732. Beberapa saat kemudian, Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Kedua dinasti ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung.

Lokasi pusat kerajaan Mataram Kuno.

1. Dinasti Syailendra

Dinasti Syailendra diduga berasal dari daratan Indocina (sekarang Thailand dan Kemboja). Dinasti ini bercorak Budha Mahayana, didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Pada awal era Mataram Kuno, Dinasti Syailendra cukup dominan dibanding Dinasti Sanjaya. Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan ke Sriwijaya. Ia juga melakukan perkawinan politik: puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Pada tahun 790, Syailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahuan. Peninggalan terbesar Dinasti Syailendra adalah Candi Borobudur yang selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833).

Page 2: Kerajaan Mataram Kuno

Candi Borobudur, salah satu peninggalan Dinasti Syailendra.

2. Dinasti Sanjaya

Tak banyak yang diketahui sejarah Dinasti Sanjaya sejak sepeninggal Raja Sanna. Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Dinasti Sanjaya, menikah dengan Pramodhawardhani (833-856), puteri raja Dinasti Syailendara Samaratungga. Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa (putera Samaratungga dan Dewi Tara). Tahun 850, era Dinasti Syailendra berakhir yang ditandai dengan larinya Balaputradewa ke Sriwijaya.

Pada tahun 910, Raja Tulodong mendirikan Candi Prambanan. Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Pada masa ini, ditulis karya sastra Ramayana dalam Bahasa Kawi. Tahun 928, Raja Mpu Sindok memindahkan istana Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Medang). Perpindahan ini diduga akibat letusan Gunung Merapi, atau mendapat serangan dari Sriwijaya.

KERAJAAN MATARAM KUNO

Page 3: Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno (abad ke-8) adalah kerajaan Hindu di Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur). Berdasarkan catatan yang terdapat pada prasassti yang ditemukan, Kerajaan Mataram Kuno bermula sejak pemerintahan Raja Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Ia memerintah Kerajaan Mataram Kuno hingga 732M.

Atas : Komplek Candi Dieng di Wonosobo, Jawa Tengah, merupakan peninggalan candi Hindu pada masa Kerajaan Mataram Kuno.

Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri sejak awal abad ke-8. Pada awal berdirinya, kerjaan ini berpusat di Jawa Tengah. Akan tetapi, pada abad ke-10 pusat Kerajaan Mataram Kuno pindah ke Jawa Timur. Kerajaan Mataram Kuno mempunyai dua latar belakang keagamaan yang berbedaa, yakni agama Hindu dan Buddha.

Peninggalan bangunan suci dari keduanya antara lain ialah Candi Geding Songo, kompleks Candi Dieng, dan kompleks Candi Prambanan yang berlatar belakang Hindu. Adapun yang berlatar belakang agama Buddha antara lain ialah Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan.

Kerajaan Mataram di Jawa Tengah

Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah terdiri dari dua wangsa (keluarga), yaitu wangsa Sanjaya dan Sailendraa. Pendiri wangsa Sanjaya adalah Raja Sanjaya. Ia menggantikan raja sebelumnya, yakni Raja Sanna. Konon, Raja Sanjaya telah menyelamatkan Kerajaan Mataram Kuno dari kehancuran setelah Raja Sanna wafat.

Setelah Raha Sanjaya wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Dapunta Sailendra, pendiri wangsa Sailendra. Para raja keturunan wangsa Sanjaya seperti Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Warak, dan Sri Maharaja Rakai Garung merupakan raja bawahan dari wangsa Sailendra. Oleh Karena adanya perlawanan yang dilakukan oleh keturunan Raja Sanjaya, Samaratungga (raja wangsa Sailendra) menyerahkan anak perempuannya, Pramodawarddhani, untuk dikawinkan dengan anak Rakai Patapan, yaitu Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya).

Rakai Pikatan kemudian menduduki takhta Kerajaan Mataram Kuno. Melihat keadaan ini, adik

Page 4: Kerajaan Mataram Kuno

Pramodawarddhani, yaitu Balaputeradewa, mengadakan perlawanan namun kalah dalam peperangan. Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke P. SUmatra dan menjadi raja Sriwijaya.

Pada masa Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu berkuasa, terjadi perebutan kekuasaan di antara para pangeran Kerajaan Mataram Kuno. Ketika Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa berkuasa, kerajaan ini berakhir dengan tiba-tiba. Diduga kehancuran kerajaan ini akibat bencana alam karena letusan G. Merapi, Magelang, Jawa Tengah.

Kerajaan Mataram di Jawa Timur

Setelah terjadinya bencana alam yang dianggap sebagai peristiwa pralaya, maka sesuai dengan landasan kosmologis harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa yang baru pula. Pada abad ke-10, cucu Sri Maharaja Daksa, Mpu Sindok, membangun kembali kerajaan ini di Watugaluh (wilayah antara G. Semeru dan G. Wilis), Jawa Timur. Mpu Sindok naik takhta kerajaan pada 929 dan berkuasa hingga 948. Kerajaan yang didirikan Mpu SIndok ini tetap bernama Mataram. Dengan demikian Mpu Sindok dianggap sebagai cikal bakal wangsa baru, yaitu wangsa Isana. Perpindahan kerajaan ke Jawa Timur tidak disertai dengan penaklukan karena sejak masa Dyah Balitung, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno telah meluass hingga ke Jawa Timur. Setelah masa pemerintahan Mpu Sindok terdapat masa gelap sampai masa pemerintahan Dharmawangsa Airlangga (1020). Sampai pada masa ini Kerajaan Mataram Kuno masih menjadi saatu kerajaan yang utuh. Akan tetapi, untuk menghindari perang saudara, Airlangga membagi kerajaan menjadi dua, yaitu Kerajaan Pangjalu dan Janggala.

Atas: Candi Plaosan di Klaten, Jawa Tengah, salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang berlatar agama Buddha.

Page 5: Kerajaan Mataram Kuno

Atas : Arca Raja Airlangga, raja terakhir Kerajaan Mataram Kuno Jawa Timur, di Candi Belahan. Arca ini kini disimpan di Museum Trowulan.

TAHUKAH KAMU Bencana alam karena letusan G. Merapi yang mengakibatkan berakhirnya Kerajaan Mataram Kuno dianggap sebagai paralaya atau kehancuran dunia.

Atas : Candi Gedong Songo di Ungaran, Jawa Tengah, merupakan candi peninggalan Kerjaan Mataram Kuno.

Page 6: Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya sering disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi–Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur. Di Bumi Mataram diperintah oleh dua wangsa atau dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu (di bagian utara), dan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha (di bagian selatan). Dalam hal pembuatan candi, kedua dinasti dapat bekerja sama, tetapi di bidang politik terjadi perebutan kekuasaan

 

Kehidupan Politik Mataram Kuno

Pada mulanya yang berkuasa di Mataram adalah Dinasti Sanjaya. Bukti adanya kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah dapat diketahui dari Prasasti Canggal yang ditemukan di kaki Gunung Wukir, Magelang.  Prasasti CAnggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya dengan berangka tahun berbentuk candrasengkala berbunyi srutiindriyarasa atau tahun 654 Saka=732 M berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isi pokok Prasasti Canggal adalah pendirian sebuah lingga di Bukit Stirangga buat keselamatan rakyatnya.

Petunjuk lain tentang Sanjaya adalah Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh Raja Balitung. Prasasti itu menyebutkan bahwa sanjaya adalah raja pertama ( wangsakarta) dengan ibu kota kerajaannya di Mdang ri Poh Pitu. Dalam prasasti itu juga disebutkan raja-raja yang pernah memerintah, seperti berikut:

Urutan Raja Mataram Kuno adalah : 1) Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, 2) Sri Maharaja Rakai Panangkaran, 3) Sri Maharaja Rakai Panunggalan, 4) Sri Maharaja Rakai Warak, 5) Sri Maharaja Rakai Garung, 6) Sri Maharaja Rakai Pikatan, 7) Sri Maharaja Rakai Kayuwangi, 8) Sri Maharaja Rakai Watuhumalang, dan 9) Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung.

Page 7: Kerajaan Mataram Kuno

Prasasti Dinoyo di Jawa Timur tahun 706 menyebutkan adanya Raja Gajayana yang mendirikan tempat pemujaan Dewa Agastya (perwujudan Siwa sebagai Mahaguru ) diwujudkan pula dalam bentuk lingga. Di sampimg itu, juga didirikan Candi Badut dengan berlanggam candi Jawa Tengah. Prasasti Kalasan tahun 778 M menyebutkan bahwa keluarga Syailendra berhasil membujuk Panangkaran untuk mendirikan bangunan suci buat Dewi Tara (istri Buddha) dan sebuah biara untuk para pendeta. Panangkaran juga menghadiahkan Desa Kalasan kepada sanggha.

Pada Prasasti Balitung yang berangka tahun 907 M disebutkan nama keluarga raja-raja keturunan Sanjaya memuat nama Panangkaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada waktu itu Dinasti Sanjaya dan S-ailendra  sama-sama berperan di Jawa Tengah. Dinasti Sanjaya di bagian utara dengan mendirikan candi Hindu, seperti Gedong Sanga di Ungaran, Candi Dieng di DataranTinggi Dieng. Adapun Dinasti Syailendra dibagian selatan dengan

mendirikan candi Buddha, seperti Borobudur,  Mendut, dan Kalasan.

Dalam Prasasti Kelurak (di daerah Prambanan) tahun 782 disebutkan tentang pembuatan Arca Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma, dan Sanggha yang dapat disamakan dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Mungkin sekali bangunan sucinya ialah Candi Lumbung yang terletak di sebelah utara Prambanan. Raja yang memerintah pada waktu itu ialah Indra. Pengganti Indra yang terkenal ialah Smaratungga yang dalam pemerintahannya mendirikan Candi Borobudur tahun 824.

Di bawah pemerintahan putri Smaratungga, yakni Pramodhawardani Dinasti Syailendra dan Sanjaya menjadi satu karena perkawinnya dengan Rakai Pikatan yang kemudian membangun candi-candi Buddha dan Hindu. Misalnya, Candi Plaosan yang merupakan candi Buddha banyak disebut nama Sri Kahulunan Sri Pikatan dapat diartikan nama Sri Kahulunan adalah gelar Pramodhawardani. Rakai Pikatan mendirikan candi Hind yakni Candi Prambanan (Loro Jonggrang) yang sangat  megah. Dengan dibangunnya candi Hindu dan Buddha yang berdekatan menggambarkan adanya kerukunan beragama di Bumi Mataram.

Pada tahun 856 terjadi perubahan besar di Jawa Tengah, Balaputra Dewa (adik Pramodhawardani) yang pusat -di pegunungan selatan yang terkenal dengan Istana Ratu Boko berusaha untuk merebut kekuasaan. Namun, ia malah tersingkir dari Jawa Tengah dan akhirnya melarikan diri ke Sumatra (menjadi raja di Sriwijaya). Jawa Tengah kemudian sepenuhnya diperintah oleh Dinasti Sanjaya. Raja terakhirnya Raja Wawa dan digantikan Empu Sendok yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke Jawa Timur.

 

Page 8: Kerajaan Mataram Kuno

Kehidupan Sosial Ekonomi Mataram Kuno

Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonominan dengan pesat. Pada masa Raja Balitung aktivitas perhubungan dan perdagangan dikembangkan lewat Sungai Bengawan Solo. Pada Prasasti Wonogiri (903) disebutkan bahwa desadesa yang terletak di kanan-kiri sungai dibebaskan dari pajak dengan catatan harus menjamin kelancaran lalu-lintas lewat sungai tersebut.

 

Kehidupan Agama dan Kebudayaan Mataram Kuno

Bumi Mataram diperintah oleh Dinasti Sanjaya dan Dinasti Sailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara. Hasil budayanya berupa candi-candi, seperti Gedong Sanga dan Kompleks Candi Dieng. Sebaliknya, Dinasti Sailendra beragama Bundha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan. Hasil budayanya , seperti Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon. Semula terjadi perebutan kekuasan, namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Sailendra) beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai. Hal ini menunjukkan betapa besar jiwa toleransi bangsa Indonesia. Toleransi ini merupakan salah sifat kepribadian bangsa Indonesia yang wajib kita lestarikan agar tercipta kedamaian, ketenteraman

dan kesejahteraan

Page 9: Kerajaan Mataram Kuno

KERAJAAN MATARAM HINDU-BUDHA

 

Kerajaan Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram. Pada awalnya terletak di Jawa

Tengah. Daerah Mataram dikelilingi oleh banyak pegunungan seperti pegunungan serayu,

gunung prau, gunung sindoro, gunung sumbing, gunung ungaran, gunung merbabu, gunung

merapi, pegunungan kendang, gunung lawu, gunung sewu serta gunung kidul. Daerah ini juga

banyak mengalir sungai besar diantaranya sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo.

Kerajaan ini sering disebut dengan Kerajaan Mataram Kuna sebagai pembeda dengan Mataram

Baru atau Kesultanan Mataram (Islam). Kerajaan Mataram merupakan daerah yang subur yang

memudahkan terjadinya pertumbuhan penduduk yang  cukup pesat dan merupakan kekuatan

utama bagi Negara darat..

Kerajaan Mataram berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan antara abad ke-8 dan abad ke-10.

Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung.

 

A.   Mataram Hindu – Wangsa Sanjaya (732 M)

1. Sejarah dan Lokasi

Prabu Harisdarma seorang raja dari Kerajaan Sunda. Ia juga merupakan penerus 

Kerajaan Galuh yang sah. Ayahnya bernama Bratasenawa yang merupakan raja ketiga

Kerajaan Galuh. Saat pemerintahan Bratasenawa pada tahun 716 M, Kerajaan Galuh

dikudeta oleh Purbasora. Purbasora dan Bratasena adalah saudara satu ibu, tetapi lain

ayah.  Bratasenawa beserta keluarga melarikan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda, dan

meminta bantuan pada Tarusbawa. Tarusbawa sendiri adalah teman dekat Prabu

Harisdarma sendiri adalah suami dari cucu Tarusbawa.

Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh menyerang Purbasora yang saat itu

menguasai Kerajaan Galuh dengan bantuan dari Tarusbawa dan berhasil

Page 10: Kerajaan Mataram Kuno

melengserkannya. Prabu Harisdarma pun menjadi raja Kerajaan Sunda Galuh. Prabu

Harisdarma yang juga ahli waris dari Kalingga, kemudian menjadi penguasa Kalingga

Utara yang disebut Bumi Mataram dan dikenal dengan nama Sanjaya pada tahun 732 M.

Sanjaya atau Prabu Harisdarma, raja kedua Kerajaan Sunda (723-732 M), menjadi raja

Kerajaan Mataram (Hindu) (732-760 M). ia adalah pendiri Kerajaan Mataram Kuno

sekaligus pendiri Wangsa Sanjaya.

 

2. Sumber Sejarah

      Prasasti Canggal

Prasasti yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka

Tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala. Menggunakan huruf pallawa dan bahasa

sangsekerta. Isi dari prasasti tersebut menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang

Syiwa) yang merupakan agama Hindu beraliran Siwa di desa Kunjarakunja oleh Raja

Sanya serta menceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula adalah sena yang

kemudian digantikan oleh Sanjaya.

 

Prasasti Metyasih/Balitung

Prasasti ini ditemukan di desa Kedu, berangka tahun 907 M.  Prasasti Metyasih yang

diterbitkan oleh Rakai Watukumara Dyah Balitung (Wangsa Sanjaya ke-9) terbuat dari

tembaga.. Prasasti ini dikeluarkan sehubungan dengan pemberian hadiah tanah kepada

lima orang patihnya di Metyasih, karena telah berjasa besar terhadap Kerajaan serta

memuat nama para raja-raja Mataram Kuno.

 

Page 11: Kerajaan Mataram Kuno

3. Kehidupan Ekonomi, Sosial, Politik dan Budaya

Dari prasasti Metyasih tersebut, didapatkan nama-nama raja dari Wangsa Sanjaya yang

pernah berkuasa, yaitu :

 1.            Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)

Masa Sanjaya berkuasa adalah masa-masa pendirian candi-candi siwa di Gunung

Dieng. Kesusasteraan tidak menjadi monopoli kelas profesional. Pendidikan puisi

merupakan pendidikan yang wajib diikuti oleh umum, terlebih bagi kalangan

pegawai istana dan pemuka masyarakat.

Sanjaya memberikan wejangan-wejangan luhur untuk anak cucunya. Apabila sang

Raja yang berkuasa memberi perintah, maka dirimu harus berhati-hati dalam

tingkah laku, hati selalu setia dan taat mengabdi pada sang raja. Bila melihat gerak

lirik raja, tenagkanlah dirimu menerima perintah dan tindakan dan harus

menangkap isinya. Bila belum mampu mengadu kemahiran menagkap tindakan,

lebih baik duduk terdiam dengan hati ditenangkan dan jangan gentar dihadapan

sang raja.

Sanjaya selalu menganjurkan perbuatan luhur kepada seluruh punggawa dan

prajurit kerajaan. Ada empat macam perbuatan luhur untuk mencapai kehidupan

sempurna, yaitu :

        Tresna (Cinta Kasih)

        Gumbira (Bahagia)

        Upeksa (tidak mencampuri urusan orang lain)

        Mitra (Kawan, Sahabat, Saudara atau Teman) 

Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya mangkat kira-kira pertengahan abad ke-8 M.

Ia digantikan oleh putranya Rakai Panangkaran.

Page 12: Kerajaan Mataram Kuno

 

2.            Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)

Rakai Panangkaran yang berarti raja mulia yang berhasil mengambangkan potensi

wilayahnya. Rakai Pangkaran berhasil mewujudkan cita-cita ayahandanya, Sri

Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya dengan mengambangkan potensi wilayahnya.

Nasehatnya yang terkenal tentang kebahagiaan hidup manusia  adalah :

        Kasuran (Kesaktian)

        Kagunan (Kepandaian)

        Kabegjan (Kekayaan)

        Kabrayan (Banyak Anak Cucu)

        Kasinggihan (Keluhuran)

        Kasyuwan (Panjang Umur)

        Kawidagdan (Keselamatan)

Menurut Prasati Kalasan, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran dibangun

sebuah candi yang bernama Candi Tara, yang didalamnya tersimpang patung Dewi

Tara. Terletak di Desa Kalasan, dan sekarang dikenal dengan nama Candi Kalasan.

 

3.            Sri Maharaja Rakai Panaggalan (780-800 M)

Rakai Pananggalan yang berarti raja mulia yang peduli terhadap siklus waktu.

Beliau berjasa atas sistem kalender Jawa Kuno. Rakai Panggalan juga memberikan

rambu-rambu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti berikut ini

Page 13: Kerajaan Mataram Kuno

“Keselamatan dunia supaya diusahakan agar tinggi derajatnya. Agar tercapai

tujuannya tapi jangan lupa akan tata hidup”

Visi dan Misi Rakai Panggalan yaitu selalu menjunjung tinggi arti penting ilmu

pengetahuan. Perwujudan dari visi dan misi tersebut yaitu Catur Guru. Catur berarti

empat Guru berarti berat. Jadi artinya empat guru yang mempunyai tugas berat.

Catur Guru terdiri dari :

        Guru Sudarma, orang tua yang melairkan manusia.

        Guru Swadaya, Tuhan

        Guru Surasa, Bapak dan Ibu Guru di sekolah 

        Guru Wisesa, Pemerintah pembuat undang-undang untuk kepentingan bersama

Pemberian penghormatan dalam bidang pendidikan, maka kesadaran  hukum dan

pemerintahan di Mataram masa Rakai Pananggalan dapat diwujudkan.

 

4.            Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)

Rakai Warak, yang berarti raja mulia yang peduli pada cita-cita luhur. Pada masa

pemerintahannya, kehidupan dalam dunia militer berkembang dengan pesat.

Berbagai macam senjata diciptakan. Rakai Warak sangat mengutamakan ketertiban

yang berlandaskan pada etika dan moral. Saat Rakai Warak berkuasa, ada tiga

pesan yang diberikan, yaitu :

1.      Kewajiban raja adalah jangan sampai terlena dalam menata, meneliti,

memeriksa dan melindungi.

2.      Pakaian raja adalah menjalankanlah dengan adil dalam memberi hukuman dan

ganjaran kepada yang bersalah dan berjasa.

Page 14: Kerajaan Mataram Kuno

3.      Kekuatan raja adalah bisa mengasuh, merawat, mengayomi dan memberi

anugrah.

 

5.            Sri Maharaja Rakai Garung  (820-840 M)

Garung memiliki arti raja mulia yang tahan banting terhadap segala macam

rintangan. Demi memakmurkan rakyatnya, Sri Maharaja Rakai Garung bekerja

siang hingga malam. Hal ini dilakukan tak lain hanya mengharap keselamatan dunia

raya yang diagungkan dalam ajarannya.

Dalam menjalankan pemerintahannya Rakai Garung memiliki prinsip tri kaya

parasada yang berarti tiga perilaku manusia yang suci. Tri Kaya Parasada yang

dimaksud, yaitu :

        Manacika yang berarti berfikir yang baik dan benar.

        Wacika yang berarti berkata yang baik dan benar.

        Kayika yang berarti berbuat yang baik dan benar.

 

6.            Sri Maharaja Rakai Pikatan (840 – 856 M)

Dinasti Sanjaya mengalami masa gemilang pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.

Dalam Prasasti Tulang Air di Candi Perut (850 M) menyebutkan bahwa Rakai

Pikatan yang bergelar Ratu mencapai masa kemakmuran dan kemajuan. Pada masa

pemerintahannya, pasukan Balaputera Dewa menyerang wilayah kekuasaannya.

Namun Rakai Pikatan tetap mempertahankan kedaulatan negerinya dan bahkan

pasukan Balaputera Dewa dapat dipukul mundur dan melarikan diri ke Palembang.

Pada zaman Rakai Pikatan inilah dibangunnya Candi Prambanan dan Candi Roro

Jonggrang. Pembuatan Candi tersebut terdapat dalam prasasti Siwagraha yang

Page 15: Kerajaan Mataram Kuno

berangka tahun 856 M. Rakai Pikatan terkenal dengan konsepnya Wasesa Tri

Dharma yang berarti tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia.

 

7.            Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (856 – 882 M)

Prasasti Siwagraha menyebutkan bahwa Sri Maharaja Rakai Kayuwangi memiliki

gelar Sang Prabu Dyah Lokapala. Tugas utamanya yaitu memakmurkan,

mencerdaskan, dan melindungi keselamatan warga negaranya.

Pada masa pemerintahannya, Rakai Kayuwangi menuturkan bahwa ada  enam alat

untuk mencari ilmu, yaitu :

1.      Bersungguh-sungguh tidak gentar

Semua tutur kata dan budi bahasa dilakukan dengan baik, selaras dan menyatu.

2.      Bertenggang rasa

Memperhatikan sikap yang kurang baik dengan kebenaran.

3.      Ulah pikiran

Menimbang-nimbang dengan memperhatikan tujuan kemampuan dan kemauan

yang diterapkan harus atas pemikiran yang tepat.

4.      Penerapan ajaran 

Dalam setiap melaksanakan kehendak harus dipertimbangkan, jangan sampai

tergesa-gesa. Jangan melupakan ajaran terdahulu, ajaran masa kini perlu untuk

diketahui

5.      Kemauan

Page 16: Kerajaan Mataram Kuno

Sanggup sehidup semati, mematikan keinginan dan membersihkan diri. Dalam

kata lain, tekad dan niat harus dilakukan dantidak segan-segan dalam

melakukan pekerjaan

6.      Menguasai berbagai bahasa

Memahami semua bahasa agar mampu mengatasi perhubungan serta mampu

mengakrabi siapa saja.

 

8.            Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882 – 899 M)

Sri Maharaja Rakai Watuhumalang memiliki prinsip dalam menjalankan

pemerintahannya. Prinsip yang dipegangnya adalah  Tri Parama Arta yang berarti

tiga perbuatan untuk mengusahakan kesejahteraan dan kebahagiaan orang lain. Tri

Parama Arta terdiri dari :

1.      Cinta Kasih, menyayangi dan mengasihi sesama makhluk sebagaimana

mengasihi diri sendiri.

2.      Punian, perwujudan cinta kasih dengan saling tolong menolong dengan

memberikan sesuatu yang dimiliki secara ikhlas.

3.      Bakti, perwujudan hati nurani berupa cinta kasih dan sujud Tuhan, orang tua,

guru dan pemerintah.

 

9.            Sri Maharaja Watukumara Dyah Balitung (898 – 915 M)

Pada masa pemerintahannya beliau memiliki seorang teknokrat intelektual yang

handal bernama Daksottama. Pemikirannya mempengaruhi gagasan Sang Prabu

Dyah Balitung. Masa pemerintahannya duja menjadi masa keemasan bagi Wangsa

Sanjaya. Sang Prabu aktif mengolah cipta karya untuk mengembangkan kemajuan

Page 17: Kerajaan Mataram Kuno

masyarakatnya. Dalam mengolah cipta karya, tahun 907 Dyah Balitung membuat

Prasasti Kedu atau Metyasih yang berisikan nama-nama raja Kerajaan Mataram

Wangsa Sanjaya. Serta menjelaskan bahwa pertunjukan wayang (mengambil lakon

Bima di masa muda) untuk keperluan upacara telah dikenal pada masa itu.

 

10.        Sri Maharaja Rakai Daksottama (915 – 919 M)

Daksottama yang berarti sorang pemimpin yang utama dan istimewa. Pada masa

pemerintahan Dyah Balitung, Daksottama dipersiapkan untuk menggantikannya

sebagai raja Mataram Hindu.

 

11.        Sri Maharaja Dyah Tulodhong (919 – 921 M)

Rakai Dyah Tulodhong mengabdikan dirinya kepada masyarakat menggantikan

kepemimpinan Rakai Daksottama. Keterangan tersebut termuat dalam Prasasti Poh

Galuh yang berangka tahun   809 M. Pada masa pemerintahannya, Dyah Tulodhong

sangat memperhatikan kaum brahmana

 

12.        Sri Maharaja Dyah Wawa ( 921 – 928 M)

Rakai Sumba Dyah Wawa dinobatkan sebagai raja Mataram pada tahun 921 M.

Beliau terkenal sebagai raja yang ahli dalam berdiplomasi, sehingga sangat terkenal

dalam kancah politik internasional.

Roda perekonomian pada masa pemerintahannya berjalan dengan pesat. Dalam

menjalankan pemerintahannya Dyah Wawa memiliki visiTri Rena Tata yang berarti

tiga hutang yang dimiliki manusia. Pertama hutang kepada Tuhan yang

Page 18: Kerajaan Mataram Kuno

menciptakannya, Kedua hutang jasa kepada leluhur yang telah melahirkannya. Dan

ketiga, hutang ilmu kepada guru yang telah mengajarkannya.

13.        Sri Maharaja Rakai Empu Sendok (929 – 930 M)

Empu Sendok, terkenal dengan kecerdasan, ketangkasan , kejujuran dan

kecakapannya. Manajemen dan Akuntansi dikuasai, psikologi diperhatikan.

 

4. Keruntuhan Wangsa Sanjaya

Pada abad ke-10, Dyah Wawa mempersiapkan stategi suksesi Empu Sendok yang

memiliki integritas dan moralitas sebagai calon pemimpin Mataram. Pada saat itulah

pemerintahan Dyah Wawa mengalami kemunduran. Empu Sendok yang memegang

pemerintahan setelah Dyah Wawa meninggal merasa khawatir terhadap serangan yang

dilancarkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Empu Sendok memindahkan pusat

pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur Sumber lain menyebutkan

perpindahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan oleh meletusnya gunung

merapi di Jawa Tengah.

 

B.  Mataram Budha – Wangsa Syailendra (752 M)

1.     Sejarah dan Lokasi

Syailendra adalah wangsa atau dinasti Kerajaan Mataram Kuno yang beragama Budha.

Wangsa Syailendra di Medang, daerah Jawa Tengah bagian selatan. Wangsa ini berkuasa

sejak tahun 752 M dan hidup berdampingan dengan Wangsa Sanjaya.

 

Page 19: Kerajaan Mataram Kuno

2.     Sumber Sejarah

Nama Syailendra pertama kali dijumpai dalam Prasasti Kalasan yang berangka tahun 778

M. Ada beberapa sumber yang menyebutkan asal-usul keluarga Syailendra, Yaitu :

 Sumber India

Nilakanta Sastri dan Moes yang berasal dari India dan menetap di Palembang

menyatakah bahwa pada tahun 683 M keluarga Syailendra melarikan diri ke Jawa karena

terdesak oleh Dapunta Hyan.

Sumber Funan

Codes beranggapan bahwa Syailendra yang ada di Nusantara berasal dari Funan

(Kamboja). Kerusuhan yang terjadi di Funan mengakibatkan keluarga Kerajaan Funan

menyingkir ke Jawa dan menjadi penguasa di Mataram pada abad ke-8 M dengan

menggunakan nama Syailendra.

Sumber Jawa

Menurut Purbatjaraka, Keluarga Syailendra adalah keturunan dari Wangsa Sanjaya di era

pemerintahan Rakai Panangkaran. Raja-raja dari keluarga Sayilendra adalah asli dari

Nusantara sejak Rakai Panangkaran berpindah agama menjadi penganut agama Budha

Mahayana. Pendapatnya tersebut berdasarkan Carita Parahiyangan yang menyebutkan

bahwa Sanjaya menyerahkan kekuasaanya di Jawa Barat kepada puteranya dari

Tejakencana, yaitu Rakai Tamperan atau Rakeyan Panambaran dan memintanya untuk

berpindah agama.

 

Selain dari teori tersebut di atas dapat dilihat dari beberapa Prasasti yang ditemukan,

Yaitu :

Prasasti Sojomerto

Page 20: Kerajaan Mataram Kuno

Prasasti yang berasal dari pertengahan abad ke-7 itu berbahasa Melayu Kuno di desa

Sojomerto, Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa Dapunta Syailendra adalah

penganut agamat Siwa

Prasasti Kalasan

Prasasti yang berangka tahun 778 M merupakan prasasti peninggala Wangsa Sanjaya.

Prasasti ini menceritakan tentang pendirian Candi Kalasan oleh Rakai Panagkaran atas

permintaan keluarga Syailendra serta sebagai penghadiahan desa Kalasan untuk umat

Budha.

Prasasti Klurak

Prasasti yang berangka tahun 782 M, di daerah Prambanan menyebutkan tentang

pembuatan Arca Manjusri yang merupakan perwujudan Sang Budha, Wisnu dan

Sanggha. Prasasti ini juga menyebutkan nama raja yang berkuasa saat itu yang bernama

Raja Indra.

Prasasti Ratu Boko

Prasasti berangka tahun 865 M menyebutkan tentang kekalahan Raja Balaputra Dewa

dalam perang saudara melawan kakaknya Pradhowardhani dan melarikan diri ke

Palembang.

 

Nama Syailendra juga muncul dalam Prasasti Klurak  (782 M)

“Syailendrawansantilakena”, Prasasti Abhayagiriwihara (792 M)

“Dharmmatunggadewasyasailendra”, Prasasti Kayumwunan (824 M)

“Syailendrawansatilaka”,

Page 21: Kerajaan Mataram Kuno

3.     Kehidupan Ekonomi, Sosial dan Politik

Kehidupan sosial Kerajaan Mataram Dinasti Syailendra ditafsirkan telah teratur. Hal ini

dilihat dari pembuatan Candi yang menggunakan tenaga rakyat secara bergotong royong.

Dari segi budaya Kerajaan Dinasti Syailendra juga banyak meninggalkan bangunan-

bangunan megah dan bernilai.

Adapun Raja-raja yang pernah berkuasa, yaitu :

1.      Bhanu (752 – 775 M)

Raja Banu merupakan Raja pertama sekaligus pendiri Wangsa Syailendra

 2.      Wisnu (775 – 782 M)

Pada masa pemerintahannya, Candi Borobudur mulai dibangun tepatnya 778 M.

 3.      Indra (782 – 812 M)

Pada masa pemerintahannya, Raja Indra membuat Klurak yang berangka tahun 782

M, di daerah Prambanan

4.      Samaratungga ( 812 – 833 M)

Raja Samaratungga berperan menjadi pengatur segala dimensi kehidupan rakyatnya.

Sebagai raja Mataram Budha, Samaratungga sangat menhayati nilai agama dan

budaya Pada masa pemerintahannya Candi Borobudur selesai dibangun.

5.      Pramodhawardhani (883 – 856 M)

Pramodhawardhani adalah putri Samaratungga yang dikenal cerdas dan cantik. Beliau

bergelar Sri Kaluhunan, yang artinya seorang sekar kedhaton yang menjadi tumpuan

harapan bagi rakyat. Pramodhawardhani kelak menjadi permaisuri raja Rakai Pikatan,

Raja Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya.

Page 22: Kerajaan Mataram Kuno

6.      Balaputera Dewa (883 – 850 M)

Balaputera Dewa adalah putera Raja Samaratungga dari ibu yang bernama Dewi

Tara, puteri raja Sriwijaya. Dari Prasasti Ratu Boko, terjadi perebutan tahta kerajaan

oleh Rakai Pikatan yang menjadi suami Pramodhawardhani. Balaputera Dewa merasa

berhak mendapatkan tahta tersebut karena beliau merupakan anak laki-laki berdarah

Syailendra dan tidak setuju terhadap tahta yang diberikan kepada Rakai  Pikatan yang

keturunan Sanjaya. Dalam peperangan saudara tersebut Balaputera Dewa mengalami

kekalahan dan melarikan diri ke Pelembang.

 

4.     Keruntuhan Wangsa Syailendra

Sejak terjadi perebutan kekuasaan dan dipimpin oleh Rakai Pikatan, agama Hindu mulai

dominan menggantikan agama Budha. Sejak saat itulah berakhirnya masa Wangsa

Syailendra di Bumi Mataram..

 

Dari kedua Wangsa yang berkuasa di Bhumi Mataram tersebut, sampai saat ini masih dapat

dilihat bangunan-bangunan suci yang berbentuk, yaitu :

Candi di pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi

Prambanan, Candi Sambi Sari dan masih banyak yang lainnya.

Page 23: Kerajaan Mataram Kuno