BAB III EKSPLORASI DALAM PENELITIAN KONSEP SAUJANA · sejak periode Kerajaan Mataram Kuno sampai...
Transcript of BAB III EKSPLORASI DALAM PENELITIAN KONSEP SAUJANA · sejak periode Kerajaan Mataram Kuno sampai...
42
BAB III
EKSPLORASI DALAM PENELITIAN KONSEP SAUJANA
Saujana adalah interaksi manusia dengan lingkungan alam sebagai
manifestasi dari kesatuan ruang, waktu dan kegiatan, yang dikenal dengan
cultural landscape (Platcher dan Rossler, 1994). Disertasi ini bertujuan untuk
mengekplorasi interaksi masyarakat terhadap alam dengan merumuskan konsep-
konsep dari data tekstual dan empirik. Konsep tersebut dikaji dengan
mempertimbangkan perkembangan ruang yang terjadi di setiap periode waktu
sejak periode Kerajaan Mataram Kuno sampai saat ini yakni tahun 2010.
Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana alam menjadi inspirasi bagi masyarakat
dalam mengembangkan ruang kota dan melihat keruangan serta konsep yang
melatarbelakangi terbentuknya ruang-ruang tersebut.
Penelitian ini masuk dalam ranah penelitian kualitatif dengan pengamatan
ruang kota untuk memperlihatkan adanya interaksi manusia yang mengekplorasi
konsep keruangan didasarkan keyakinan (a set of belief ) dari masyarakatnya.
3.1 Metode Kerja Penelitian dan Pemilihan Metode Penelitian
Secara umum, terdapat tiga pendekatan dalam melakukan penelitian, yaitu
positivistik, rasionalistik dan fenomenologi. Perbedaan yang sangat jelas pada
ketiganya adalah saat memposisikan data dan analisis serta posisi teori dalam
penelitian. Kebenaran teori, kebenaran empirik dan kebenaran filosofis menjadi
dasar untuk memposisikan data, data yang kasat mata ataupun data yang tidak
kasat mata. Metode kerja penelitian yang ada saat ini khususnya dikaitkan dengan
penelitian ruang dalam bidang ilmu arsitektur dan perencanaan, menjelaskan
bahwa ada tiga proses utama yaitu, (1) melihat ruang fisik dengan kegiatan yang
ada secara sensual, (2) melihat ruang tersebut dengan konsep, teori, metoda yang
bisa dieksplorasi dari tahap proses pertama dan (3) melihat ruang secara filosofis
dan spiritual (Sudaryono, 1998).
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif, seperti yang dijelaskan Berg
(2001) bahwa penelitian kualitatif berhubungan dengan pemaknaan, konsep,
43
definisi, karakteristik, analogi atau metafora, simbol dan deskripsi suatu benda
yang mengacu pada pertanyaan apa, bagaimana, kapan dan di mana. Terdapat
beberapa klasifikasi terkait dengan penelitian kualitatif, namun seperti
dikemukakan antara lain oleh Denzin dan Lincoln (1994 dan 2005), Miles dan
Huberman (1991) serta Cresswel (2007) bahwa dalam perjalanan waktu,
pendekatan penelitian dimungkinkan mengalami perkembangan dari proses yang
sudah dilakukan sebelumnya.
Kota Magelang didukung dengan setting ruang Kabupaten Magelang
menjadi daerah amatan dalam penelitian ini. Penelitian untuk merumuskan
konsep saujana Kota Magelang, dengan data yang tersedia, sangat memungkinkan
dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara lain pendekatan rasionalistik
maupun fenomenologi, dengan pertimbangan pada penekanan yang ingin dicapai.
Rasionalistik dilakukan dengan mengacu pada teori dan meletakannya
sebagai alat ukur dalam kebenaran teori di lapangan dan atau menggunakan teori
sebagai kekayaan pemahaman sebagai dasar dalam mengeksplorasi fenomena
yang terjadi dan meletakkan beberapa sumber data selain empirik ke dalam
penggalian atau yang sering disebut dengan verifikasi data. Sementara
fenomenologi lebih akan berfokus pada penggalian data di lapangan tanpa adanya
interfensi dari sumber lainnya, sehingga data primer tidak bisa dipadukan dengan
data-data yang lainnya.
Lebih lanjut, penelitian ini tidak hanya sekedar untuk melihat kondisi
empirik Kota Magelang dengan melihat fenomena yang terjadi saat ini sebagai
kebenaran empirik, namun juga memposisikan perjalanan sejarah perkembangan
ruang sebagai proses yang sangat penting dalam perkembangan kota.
Seperti dijelaskan di atas, penelitian ini dapat dilakukan dengan
pendekatan fenomenologi yang mengekplorasi fakta empirik, dengan temuan data
lebih berfokus pada kondisi saat ini. Pendekatan ini dianggap lemah, karena
dukungan pendekatan sejarah akan mampu menjelaskan konsep perkembangan
ruang. Ruang-ruang pada masa lalu sebagai bagian dari proses kajian akan hilang,
sementara salah satu fokus dalam penelitian ini adalah menggali konsep yang
terjadi dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga bisa
44
dilakukan dengan pendekatan sejarah. Namun ketersediaan data yang lebih
banyak terpisah dan belum dalam rangkaian sejarah yang mempunyai tingkat
kebenaran yang tinggi, akan mempersulit pada tingkat analisis. Belum banyaknya
penelitian sejarah Kota Magelang yang melihat sejarah perkembangannya sejak
periode kerajaan Mataram Kuno menjadi salah satu hambatan dalam pendekatan
sejarah, termasuk dengan adanya beberapa perbedaan pendapat tentang posisi
Kota Magelang sebelum periode kolonial. Fakta-fakta sejarah yang belum
lengkap tersebut akan memperlemah pada saat analisis, sehingga diperlukan
pendalaman data sejarah yang mempunyai tingkat validitas dan didukung dengan
rangkaian sejarah yang mengikat satu periode dengan periode yang lain.
Jika penelitian ini dilakukan dengan pendekatan rasionalistik,
kecenderungan penelitian akan menggunakan teori dengan preposisinya.
Sementara posisi teori terkadang justru akan menghambat tergalinya data
lapangan dan dokumen yang ada. Dibutuhkan teori untuk memperkaya
pemahaman peneliti tanpa ada pembatasan ruang gerak pada saat mengeksplorasi
data tekstual dan empirik lapangan. Sehingga dalam penelitian ini, preposisi teori
tidak dibutuhkan karena fokus penelitian ini adalah mengeksplorasi konsep yang
ada tanpa ada pembatasan pada teori-teori tertentu. Kajian membangun teori
terfokus melalui penggalian data untuk memperkuat hasil temuan. Kedudukan
teori yang digunakan sebagai langkah awal hanya untuk memperkaya pemahaman
saat ke lapangan dan dijadikan landasan adanya teori yang mengikat dalam
meneliti interaksi manusia. Kebenaran yang ada dibangun dalam setiap tahapan
dengan teknik yang dibutuhkan secara holistik.
Setelah melakukan beberapa pertimbangan dalam penggunaan metode
tertentu, dalam penelitian ini diputuskan bahwa ada dua tahapan yang dilakukan
yaitu penggalian data dari lapangan untuk melihat kondisi saat ini yang ditarik ke
kondisi masa lalu untuk membandingkan dan melengkapi data perkembangan
ruang yang dilakukan dengan pendekatan historical reading. Historical reading
dilakukan dengan melihat perkembangan ruang sejak Kerajaan Mataram Kuno
sampai saat ini, yang mengacu pada dokumen dan artefak serta melihat fenomena
saat ini untuk mendukung penjelasan dokumen dan artefak saat ini. Verifikasi
45
data dilakukan untuk mendapatkan temuan yang dapat menjelaskan konsep yang
terjadi. Data lapangan dalam penelitian ini, mempunyai posisi yang sejajar
dengan data tekstual, bahkan data lapangan tersebut bisa diposisikan sebagai
bagian dari teks. Pendekatan secara tekstual tersebut mampu mengeksplorasi
makna ataupun pesan yang tersirat dengan kondisi yang rigid yang disebabkan
adanya pengulangan data (Berg, 2001).
3.2 Eksplorasi Data untuk Mendapatkan Konsep Saujana Kota Magelang
Penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan konsep saujana Kota
Magelang ini, mempunyai beberapa tahapan penelitian yaitu :
(1) Tahap pertama, mengeksplorasi setting ruang dengan perkembangan fisik
bentuk Kota Magelang;
(2) Tahap kedua, mengekplorasi inspirasi alam dalam perkembangan fisik
ruang sejak periode Kerajaan Mataram Kuno sampai saat ini;
(3) Tahap ketiga, mengeksplorasi konsep saujana yang berkembang dengan
mengacu pada tahap pertama dan kedua.
Eksplorasi data dilakukan dalam tiga perkembangan ruang kota (gambar
3.1) dengan menggunakan pendekatan historical reading yaitu :
a. Perkembangan ruang saat beberapa desa menjadi bagian dari kerajaan,
yang terbagi dalam beberapa periode waktu berdasar masa pemerintahan
kerajaan. Eksplorasi pada periode masa kerajaan menggunakan sumber-
sumber tertulis dalam bentuk catatan prasasti yang sudah diterjemahkan
oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan melihat interaksi yang
terbentuk dalam menyikapi potensi alamnya. Data yang sudah ada
diintepretasi untuk melengkapi data-data yang ada dengan tetap
mengedepankan validasi data melalui cross check data sejarah di beberapa
kasus yang lebih kuat. Eksplorasi pada periode ini menghasilkan deskripsi
terbentuknya beberapa ruang pada periode kerajaan. Hasil temuan
menjadi dasar pada eksplorasi tahap berikutnya
46
b. Perkembangan pada saat pemerintah kolonial membentuk ruang kota,
tahun 1810 sampai dengan tahun 1945, yang terbagi dalam beberapa
periode berdasar pemerintahan kolonial yang berkuasa. Periode yang
berkembang yaitu saat Kota Magelang dikuasai Inggris (1810 – 1813),
Belanda (1813-1942) yang terbagi dalam beberapa periode kecil serta
periode pada saat Magelang dikuasai oleh pemerintahan Jepang (1942-
1945). Eksplorasi pada periode ini bersumber dari data tertulis yang
dikompilasikan dengan kondisi saat ini. Ruang-ruang yang terbentuk
dieksplorasi dari peta, dokumen sejarah dan rekam jejak kondisi saat ini.
Untuk kasus-kasus yang sudah tidak dapat ditemui saat ini, namun tetap
bisa dilakukan penelusuran sejarah, maka akan didukung dengan
intepretasi sejarah. Pendekatan tersebut akan sangat membantu
menjelaskan konsep-konsep pembentukan ruang Kota Magelang.
c. Perkembangan ruang kota setelah Indonesia merdeka
Eksplorasi data setelah Indonesia merdeka yakni tahun 1945 dilakukan
dengan membaca dokumen sejarah baik dalam bentuk beberapa surat
keputusan, majalah, koran, buku dan peta. Buku-buku sejarah
memberikan gambaran tentang perkembangan Kota Magelang. Perbedaan
periode ini dengan periode sebelumnya adalah penggunaan data lapangan
yang digunakan untuk melihat secara langsung untuk tahun 2007 – 2010.
47
Gambar 3.1 Perkembangan ruang kota yang digunakan dalam Penelitian
Seperti dijelaskan di atas, data tekstual diawali untuk melihat setting ruang
kota, saat masyarakat mulai mendiami lembah Magelang dan mempercayai bahwa
tujuh gunung dengan sungai, bukit dan perbukitannya menjadi bagian dari
kehidupannya. Data tekstual tersebut dieksplorasi di setiap periode waktu dengan
menekankan pada proses pembentukan ruang didasarkan setting alamnya.
Prasasti, catatan sejarah, buku-buku yang mengeksplorasi kehidupan masyarakat
pada masa lalu dijadikan dasar untuk melihat terbentuknya ruang-ruang fisik.
Pada saat mengeksplorasi, fenomena lapangan digunakan sebagai pendukung data
pada masa lalu dengan tetap mempertimbangkan validitas tekstualnya. Hal ini
seperti dijelaskan bahwa suatu penelitian bisa dibuat dengan melakukan inferensi
pesan dengan cara membangun konstruksi analisis dari fenomena yang ada dan
menjadikan fenomena sebagai teks untuk menghubungkan data lapangan dengan
data tekstual agar tercipta keseimbangan dan kekuatan analisis. Metode kerja
seperti itu, diharapkan akan lebih maksimal dilakukan dibandingkan jika
menggunakan satu pendekatan saja, baik itu fokus data lapangan, ataupun fokus
dokumentasi dengan tetap menjalani proses verifikasi antar tekstual. Verifikasi
1. Kerajaan Mataram Kuno
2. Kehancuran Mataram Kuno
3. Kerajaan Demak
4. Kerajaan Mataram Baru
Perkembangan Ruang Kerajaan
1. Inggris
2. Belanda
a. Ibu Kota Kadipaten
b. Ibu Kota Karesidenan
c. Kota Praja
3. Jepang
Perkembangan ruang Kolonial
1. Perjuangan Fisik
2. Perbaikan Fisik
3. Kota Jasa dan Transit
4. Kota Perekonomian
Perkembangan ruang Setelah
Kemerdekaan
48
antar data tekstual yang tergali di setiap tahap penelitian mempunyai kedudukan
yang berbeda, tergantung dari fokus dan tujuan verifikasi.
Historical reading pada tahap mengeksplorasi konsep ruang dengan
melakukan analisis diakronik yang didukung analisis sinkronik untuk melihat
kondisi ruang. Analisis diakronik dilakukan pada periode kolonial, saat ruang-
ruang sudah mulai dapat dikenali dengan didukung ruang yang berkembang pada
periode kerajaan. Melihat skala ruang lebih besar dengan analisis sinkronik
membantu secara detil mendeskripsikan ruang dengan konsep yang terbentuk.
Gambar 3.2. Tahapan Proses Pencarian Data
3.3 Sumber Data untuk Mengeksplorasi Konsep Saujana Kota Magelang
Semua data diekplorasi isi dan maknanya sehingga bisa menghasilkan
konsep. Oleh karena itu data yang digunakan bersumber dari data tekstual baik
dari data lapangan maupun dokumen. Data tersebut diekplorasi satu persatu
dengan tetap didukung validitasnya. Informasi didapatkan dari beberapa
perpustakaan dan badan arsip yang ada di Indonesia, antara lain adalah
Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, Arsip Daerah khususnya Jawa Tengah,
Arsip daerah dan perpustakaan yang ada di Kota Magelang serta beberapa
perpustakaan dan lembaga yang ada di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sementara
sebagai salah satu kota yang sempat dikuasai Belanda, maka beberapa sumber
49
data didapatkan dari beberapa perpustakaan yang ada di Belanda, baik dalam
bentuk peta, buku maupun artikel/majalah, serta beberapa buku-buku yang
diunduh dari internet yang diterbitkan pada masa kolonial Belanda.
Untuk sumber data setelah kemerdekaan banyak mengeksplorasi dari
beberapa dokumen yang ada di setiap periodisasi pembangunan dan
mengeksplorasi dari penelitian-penelitain yang sudah terlebih dahulu dilakukan
serta menganalisis peta dari setiap perkembangannya. Foto, lukisan dan gambar
yang mampu menjelaskan kondisi yang ada pada setiap periodisasi dijadikan
sumber data dengan membandingkan dan mengklarifikasi terhadap sumber
lainnya untuk mendukung analisis data. Sementara itu, foto-foto yang dihasilkan
sejak tahun 2007 dianalisis untuk menggambarkan kondisi empiris Kota
Magelang dan sekitarnya pada saat ini. Foto terbaru dengan didukung foto lama
dianalisis untuk komparasi bangunan dan kondisi ruang kota.
Cerita masyarakat atau yang dikenal dengan legenda digunakan apabila
secara essensial legenda tersebut bisa diterima logika dan juga ada keterkaitan
dengan dokumen atau rekaman visual, yaitu gambar atau foto. Kondisi empiris
menjadi sumber data yang sangat penting untuk mendukung keberadaan dokumen
yang ada dan untuk mengekplorasi kondisi-kondisi yang ada saat ini.
3.4 Sumber Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa :
a. Buku-buku yang mampu menceritakan kondisi pada periode tertentu
b. Dokumen atau arsip berupa majalah, iklan, artikel dan koran
c. Foto yang menggambarkan situasi dan kondisi pada periode tertentu
d. Peta yang sudah direkonstruksi tahun 2001, peta terbitan kolonial
belanda (khususnya koleksi KIT), peta setelah kemerdekaan
e. Gambar yang mampu menceritakan kondisi pada periode tertentu
f. Lukisan yang mampu menceritakan kondisi pada periode tertentu
g. Rekaman audio visual
h. Foto-foto kondisi saat ini tahun 2007 – 2010 yang didukung google
earth dan peta
50
3.5 Langkah-Langkah Penelitian
Dibawah ini merupakan langkah penelitian yang telah dilakukan dengan
dikelompokkan dalam tiga tahap, tiga pertanyaan utama penelitian, yakni
menggeksplorasi setting ruang, mengeksplorasi inspirasi alam yang mendasari
perkembangan kota dan mengekplorasi konsep saujana yang menunjukkan
adanya interaksi manusia terhadap alam dalam mengembangkan ruang kota.
Tahap pertama terkait dengan pertanyaan penelitian inspirasi alam seperti
apakah yang mendasari pembentukan dan perkembangan Kota Magelang. Pada
tahap ini, secara tekstual kondisi alam menjadi dasar utama dalam
mengembangkan data sekunder yang didapatkan dari penelusuran informasi dari
artefak ataupun prasasati, catatan sejarah dan intepretasi sebagai bagian dari
historical reading serta diakhiri dengan merekonstruksi peta dari analisis data.
Gunung, sungai dan lembah menjadi bagian terpenting dalam mengeksplorasi
setting ruang kota. Keterikatan elemen alam satu persatu dieksplorasi dengan
mendudukkan ruang lingkup yang lebih luas yaitu dalam ranah perencanaan kota.
Pada tahap pertama, diawali dengan pengamatan lapangan dan diakhiri dengan
melakukan rekonstruksi peta yang menunjukkan tujuh gunung dengan sistem
yang mendukungnya (sungai, bukit, kaki bukit dan lembah) menjadi setting ruang
Kota Magelang yang diyakini oleh masyarakat dan dijadikan inspirasi dalam
mengembangkan kota. Rekonstruksi peta menjadi bagian dari proses kedua dan
ketiga dan dijadikan konsep dasar dalam melihat perkembangan Kota Magelang.
Gambar 3.3 Langkah Kerja Tahap Pertama Penelitian
Lapangan
Kajian
Tekstual
Rekonstruksi
Peta
Setting ruang Kota Magelang
Terhadap Lingkungan Alam sekitarnya
Kajian tekstual - Sejarah
51
Tahap kedua dengan pertanyaan bagaimana alam telah memberi inspirasi
dalam pembentukan dan perkembangan Kota Magelang. Pada tahap ini, peta
sebagai hasil rekonstruksi dikompilasi dengan peta-peta yang ada untuk melihat
lebih detil baik melalui data lapangan maupun dokumen yang ada. Data tekstual
tersebut mampu menggambarkan kecenderungan orang (masyarakat, penguasa
dan lainnya) dalam menempatkan alam sebagai bagian penting dalam menentukan
tata letak dan membentuk ruang budayanya. Catatan sejarah, bangunan serta
intepretasi ruang dan bangunan digunakan untuk mendapatkan konsep ruang yang
terbentuk. Bangunan dan ruang-ruang yang terbentuk pada masa lalu dan masih
bisa dilihat pada saat ini menjadi salah satu contoh ruang yang menunjukkan
adanya kemenerusan. Sementara di satu sisi, untuk beberapa ruang yang selalu
mengalami perubahan akan dieksplorasi konsep kemenerusan yang terjadi. Pada
tahap ini, peta menjadi data yang sangat mendukung dalam dalam mengeksplorasi
ruang dan perletakan bangunan. Peta, dokumen dan lapangan mempunyai
kedudukan yang sama untuk menerangkan konsep-konsep keruangannya yang
didukung dengan verifikasi antara tekstual. Ruang-ruang arsitektur dibahas lebih
detil yang memperlihatkan adanya interaksi manusia terhadap alam. Skala ruang
lebih besar dari pada pada tahap yang pertama dengan makna keruangannya.
Gambar 3.4 Langkah Kerja Tahap Kedua Penelitian
Lapangan
Kajian Tekstual
-masa lalu -masa kini
Peta
Inspirasi Alam Kota Magelang
Kajian setting
Ruang Kota
Magelang
terhadap
Lingkungan
Alamnya
52
Tahap ketiga terkait dengan pertanyaan penelitian konsep saujana yang
bisa dikaji dalam perkembangan Kota Magelang. Pada tahap ini dilakukan
eksplorasi konsep ruang yang terbentuk dengan dasar pada tahap pertama yakni
inspirasi alam yang mendasari manusia. Tekstual masa lalu dan masa kini dibuat
dalam satu rangkaian yang pada akhirnya mampu menggambarkan adanya
kemenerusan dengan perubahan pada konsepnya.
Gambar 3.5 Langkah Kerja Tahap Ketiga Penelitian
Adanya ruang yang terbentuk merupakan salah satu wujud yang bisa
terlihat dari adanya interaksi yang digunakan untuk menjawab pertanyaan ke
empat, sementara pemintakatan ruang yang terjadi antar periode menjadi
pembahasan yang menunjukkan adanya keunikan pada interaksi manusia terhadap
alam dan digunakan untuk menjawab pertanyaan ke lima. Pada tahap ke tiga
penelitian ini akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian ke tiga yaitu
konsep saujana, pertanyaan ke empat yaitu wujud saujana dan pertanyaan ke lima
tentang kemenerusan dalam perubahan dair konsep saujana Kota Magelang. Peta
menjadi data utama dalam mengeksplorasi konsep saujana.
Pada tahap ini, ruang tidak hanya dilihat dari aspek fisiknya, namun dieksplorasi
konsep serta nilai filosofis yang melatar belakangi konsep tersebut. Nilai-nilai
filosofis masyarakat di setiap periode mempengaruhi konsep yang terbentuk dari
adanya keseimbangan interaksi manusia terhadap alamnya.
Lapangan
Peta
Ruang Kota
Konsep Saujana Kota Magelang
Kajian Tekstual
-masa lalu -masa kini
53
Pada tahap akhir, dilakukan wawancara ke beberapa narasumber, yakni ke
tokoh masyarakat (juru kunci Bukit Tidar), pegawai pemerintahan (pegawai
Bappeda, Pegawai Pemda) dan pelaku kegiatan dari masyarakat khususnya yang
melakukan beberapa ritual dan kegiatan di Kota Magelang. Wawancara dilakukan
dengan pertanyaan bebas tidak terikat dengan tujuan memperkuat konsep yang
telah diketemukan. Wawancara tidak dilakukan pada saat pencarian data, karena
hanya bertujuan untuk memperkuat konsep yang telah ditemukan.
Pada akhirnya, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan konsep saujana
Kota Magelang dalam ranah ilmu arsitektur dan perencanaan untuk membangun
teori lokal empirik. Teori lokal tersebut akan sangat bermanfaat dalam
membangun teori saujana yang sedang berkembang di Indonesia, dengan tetap
mengacu pada bidang arsitektur dan perencanaan. Perkembangan ruang yang
disertai dengan penggalian konsep yang melatarbelakangi perkembangan ruang
tersebut bermanfaat untuk memperkuat teori saujana. Oleh karena itu, pendekatan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif rasionalistik
dengan memposisikan teori sebagai salah satu usaha memperkaya peneliti saat ke
lapangan dan analisa.
54
3.6 Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 3.6. Kerangka Pemikiran Penelitian
TEORI – TEORI
Teori budaya
Teori embrio da
perkembangan kota
Teori kota pusaka
Teori saujana
Latar Belakang Penelitian
Hasil temuan Utami, 2001
Magelang sebagai kota
bersejarah dengan keunikan
pada alam dan elemen
dominannya
Pemugaran bangunan pusaka
dan rusaknya nilai pusaka di
beberapa kawasan di
Magelang (2007)
Pembangunan kota yang tidak
berfokus pusaka saujana yang
dimiliki (2007)
Setting Terhadap Alam
DATA 2007 - 2010
Empirik lapangan Dokumen bersejarah Peta perkembangan ruang kota
Inspirasi Alam
Konsep Saujana