KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

download KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

of 16

Transcript of KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    1/16

    LAPORAN KASUS

    KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    Oleh :

    dr. I Kadek Juniadi Dwipayana, S.Ked

    Pendamping :

    dr. Ni Made Supatriasih

    RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGASEM

    2012

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    2/16

    2

    LAPORAN KASUS

    KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    I. Identitas

    Nama : IKSM

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Umur : 19 tahun

    Bangsa : Indonesia

    Suku : Bali

    Agama : Hindu

    Pekerjaan : Pelajar

    Alamat : Umasari Kangin, Karangasem

    II. Anamnesis

    Karena pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik, maka dilakukan allo

    anamnesia pada orang tua pasien.

    Keluhan Utama: Pingsan

    Riwayat Penyakit Sekarang

    - Pasien datang tidak sadar diantar oleh keluarga. Pasien ditemukan pingsan

    sejak 1,5 jam SMRS (pk. 13.00). Pasien dikatakan mengeluarkan cairan

    bening bercampur busa dari mulut yang tidak berbau. Pasien juga dikatakan

    seperti kejang-kejang selama perjalanan ke RS.

    - Pasien dicurigai minum insektisida untuk tanaman cabai, karena di tempat

    pasien pingsan ditemukan ceceran dan bungkus insektisida yang isinya tinggal

    setengah.

    - Pasien sempat muntah 1 kali pada saat perjalanan ke RS, muntah berisi

    makanan, tanpa disertai darah

    - Pasien sempat BAB cair 1 kali pada saat tiba di UGD, BAK 1 kali di UGD

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    3/16

    3

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien dikatakan tidak pernah mengalami penyakit dengan gejala yang serupa

    maupun memiliki riwayat penyakit jantung, epilepsi, asma dan penyakit sistemik

    lain sebelumnya.

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Orang Tua mengatakan tidak ada di keluarga yang pernah mengalami penyakit

    dengan gejala yang serupa dengan pasien maupun penyakit sistemik yang lain.

    Riwayat Pengobatan

    Pasien dikatakan sempat dibawa ke puskesmas dan langsung dirujuk ke RS tanpa

    diberikan pengobatan.

    Riwayat Sosial dan Lingkungan

    Pasien dikatakan tidak memiliki kebiasaan merokok, minum-minuman keras dan

    obat-obatan terlarang.

    III. Pemeriksaan Fisik

    Primary Survey

    A (Airway ):

    -

    Evaluasi jalan nafas: ditemukan adanya bahan muntahan, air liur dan busa

    - Kesimpulan: hambatan jalan nafas

    - Pengelolaan: bersihkan jalan nafas

    - Reevaluasi: airway clear

    B (Breathing):

    Evaluasi pernafasan:

    - Ins dan Pal: nafas spontan (+), garakan dada simetris (+), pemakaian otot

    tambahan (-), frekuensi nafas 16 kali/menit- Aus: Ves +/+; Rh -/-, Wh -/-

    - Per: sonor pada kedua lapang paru

    - Kesimpulan: breating spontan

    - Pengelolaan: pemberian oksigen dengan sungkup muka 10 lpm

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    4/16

    4

    C (Circulation):

    Evaluasi kardiovaskular:

    - Nadi 64 kali/menit, reguler

    -

    Tekanan Darah 100/70 mmHg

    Kesimpulan: penurunan tekanan darah

    Pengelolaan: IVFD NaCl 28 tetes makro per menit

    D (Disability):

    GCS tidak bisa dievaluasi, dalam pengaruh obat

    E (Exposure)

    Dekontaminasi kulit dengan melepaskan pakaian pasien

    Secondary Survey

    Mata : anemis -/-, refleks pupil -/-, pupil miosis/pinpoint 2/2

    mm

    THT

    Telinga : sekret tidak ada

    Hidung : sekret tidak ada

    Tenggorokan : tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-)

    Mulut : hipersalivasi (+)

    Thoraks

    Cor

    Inspeksi : Ictus Kordis tidak terlihat

    Auskultasi : S1 S2 tunggal regular, murmur (-)

    Pulmo

    Inspeksi : simetris statis dan dinamisPalpasi : VF +/+

    Perkusi : sonor/sonor

    Auskultasi : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

    Abdomen

    Inspeksi : distensi (-)

    Auskultasi : BU (+)

    Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    5/16

    5

    Perkusi : timpani

    Ekstremitas : Akral hangat

    , edema

    , fasikulasi (+)

    Kulit : Hiperhidrosis (+), fasikulasi (+)

    IV. Pemeriksaan Penunjang

    Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

    V. Assesment

    Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien diassesment dengan

    Keracunan Organophosphat

    VI. Penatalaksanaan

    Konsul dr. Sp. PD

    O2 Sungkup Muka, 10 lpm

    IVFD NaCl 0,9 % 28 tetes makro per menit

    Inj Sulfas Atropin 1 mg IV, dilanjutkan 0,5 mg IV setiap 5-10 menit

    sampai terjadi atropinisasi, kemudian diulang setiap 30 mnt, 60 mnt, 2, 4,

    6, 12, 24 jam

    Dekontaminasi pernafasan, mata, kulit

    Dekontaminasi Gastrointestinal

    kumbah lambung + norit 10 tab + susu

    Ranitidin 2 x 1 amp

    Norit 3 x 3 tab

    Antacid 3 x 2 cth

    Observasi UGD

    MRS

    Monitor VS, tanda-tanda atropinisasi, keluhan

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    6/16

    6

    Tabel pemberian Sulfas Atropin

    Pukul Atropin atropinisasi Pukul Atropin atropinisasi

    14.20 4 amp 15.50 2 amp

    14.25 2 amp 16.05 2 amp

    14.30 2 amp 16.20 2 amp Pupil mid 7/7

    mm

    Refleks +/+

    Muka merah

    Pasien

    merasa panas

    TD 120/80

    Nadi 92

    14.35 2 amp 16.35 2 amp

    14.40 2 amp 17.05 2 amp

    14.50 2 amp 18.05 2 amp

    15.00 2 amp 20.05 2 amp

    15.10 2 amp II 00.05 2 amp

    15.20 2 amp 06.05 2 amp

    15.30 2 amp 18.05 2 amp

    15.40 2 amp III 18.05 2 amp

    Follow up di ruangan

    Tgl SOA P

    5/11/12

    S: keluhan tidak ada

    O: TD 120/80 mmHg

    Nadi 80 x/mt

    Resp 18 x/mt

    Tax 36,8 C

    Mata: an -/-, Pupil 5/5, RP +/+

    THT: kesan tenang

    Thorax:

    Cor: S1S2 tgl, reg

    Po: Ves +/+, Rh +/+, Wh +/+

    Abd: dist (-), BU (+), NT (-)

    Ext: akral hangat (-), edema (-)

    -Sulfas atropin sesuai protap

    -Ketorolak 3 x 1 amp

    -Ranitidin 2 x 1 amp

    -Antasid 3 x 2 cth

    -Norit 3 x 3 tab

    6/11/12

    S: keluhan tidak ada

    O: TD 130/80 mmHg

    Nadi 80 x/mt

    -BPL

    -Omeperazole 1 x 1 tab

    -

    Norit 3 x 3 tab

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    7/16

    7

    Resp 18 x/mt

    Tax 36,4 C

    Mata: an -/-, Pupil 5/5, RP +/+

    THT: kesan tenang

    Thorax:

    Cor: S1S2 tgl, reg

    Po: Ves +/+, Rh +/+, Wh +/+

    Abd: dist (-), BU (+), NT (-)

    Ext: akral hangat (-), edema (-)

    -Sucralfat 3 x 2 cth

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    8/16

    8

    KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    (DIAZINON)

    I. PENDAHULUAN

    Racun merupakan suatu zat yang bekerja secara kimiawi dan fisiologik yang

    dalam dosis toksis selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, yang dapat

    berakhir dengan penyakit ataupun kematian. Sedangkan keracunan merupakan

    suatu keadaan dimana terjadi paparan bahan toksik atau racun yang dapat

    melemahkan, atau bahkan membunuh suatu organisme dengan kadar yang tidak

    semestinya.1,2,3

    Sejak puluhan tahun yang lalu insektisida digunakan untuk membasmi

    bermacam-macam hama yang dijumpai dalam kehidupan manusia, dengan

    penggunaan yang terus meningkat. Namun seiring perkembangannya, penggunaan

    insektisida ini menimbulkan berbagai dampak buruk dalam kehidupan manusia,

    salah satunya adalah menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan kematian pada

    manusia dan organisme lainnya. Kematian akibat insektisida ini banyak

    dilaporkan akibat kecelakaan maupun penyalahgunaan, dalam hal ini digunakan

    dalam kasus bunuh diri.1,4

    Di antara semua jenis insektisida, golongan organofosfat yang paling umum

    ditemukan di masyarakat, termasuk di Indonesia. Dari golongan organofosfat ini,

    penggunaan Diazinon dan Malathion yang paling banyak digunakan. Insektisida

    ini masuk ke dalam tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan saluran

    pernafasan, akan mengikat enzim kholinesterase. Fungsi dari enzim kholinesterase

    ini adalah mengatur bekerjanya saraf. Bila enzim yang berada dalam darah

    tersebut diikat, akan menimbulkan gejala-gejala yang secara nyata tampak pada

    sistem biologis yang dapat menyebabkan kesakitan sampai kematian.2

    Tujuan penggunaan insektisida sebenarnya adalah untuk membasmi

    serangga pengganggu lahan pertanian dan rumah, seperti kecoa, kumbang, semut,

    lalat, kutu, jangkrik, tempayak, dan lainnya. Namun kenyataannya organofosfat

    tidak spesifik mematikan serangga, tetapi dapat menimbulkan keracunan atau

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    9/16

    9

    mematikan organisme lain, sehingga penggunaan insektisida, terutama

    organofosfat juga dapat menimbulkan keracunan pada manusia.

    II.

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Keracunan Insektisida

    Insektisida adalah racun serangga yang banyak dipakai dalam pertanian,

    perkebunan, dan dalam rumah tangga. Keracunan insektisida biasanya terjadi

    karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri, dan jarang sekali ditemukan pada

    kasus pembunuhan.3

    2.2

    Epidemiologi

    Kontak terhadap insektisida saat ini sudah menjadi permasalahan kesehatan yang

    mengglobal. WHO memperkirakan kejadian keracunan insektisida akut sebanyak

    3.000.000 kasus setiap tahunnya, dengan angka kematian sejumlah 220.000 kasus.

    Mayoritas insiden ini terjadi di negara-negara berkembang, terutama di Afrika,

    Asia, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Di Amerika Tengah, misalnya,

    terjadi peningkatan insiden yang bermakna dari tahun 1992 sampai tahun 2000,

    dengan angka kejadian keracunan insektisida meningkat dari 6,3 per 100.000populasi menjadi 19,3 per 100.000 populasi, dengan kecepatan mortalitas yang

    meningkat dari 0,3 per 100.000 populasi menjadi 2,1 per 100.000 kasus.5

    2.3 Penggolongan

    Insektisida digolongkan menjadi

    1. Hidrokarbon Terklorinasi.

    Golongan ini lambat diabsorpsi melalui saluran cerna. Jenis yang dalam

    bentuk bubuk tidak diabsorpsi melalui kulit. Absorpsi dapat melalui pernafasan

    bila terpapar dengan bentuk aerosol. Golongan ini merupakan stimulator SSP

    yang kuat dengan efek eksitasi langsung pada neuron, yang mengakibatkan

    kejang-kejang dengan metabolisme yang belum jelas. Kematian dapat terjadi

    akibat depresi pernafasan atau fibrilasi ventrikel.

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    10/16

    10

    2. Inhibitor Kolinesterase.

    Golongan ini diabsorpsi secara cepat dan efektif melalui oral, inhalasi,

    mukosa, dan kulit. Setelah masuk ke dalam tubuh, senyawa ini akan mengikat

    enzim asetilkolinesterase (AChE) sehingga AChE menjadi inaktif dan terjadi

    akumulasi asetilkoline.

    Inhibitor Kolinesterase terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:1

    - Organofosfat

    - Karbamat

    2.4 Diazinon

    Diazinon termasuk ke dalam golongan organophosphat, yang merupakan suatu

    bahan kimia yang efektif digunakan untuk membasmi serangga, yang bekerja

    dengan cara menghambat enzim kolinesterase secara irreversibel, dimana enzim

    ini berfungsi dalam pemecahan asetilkolin yang bersifat merangsang saraf otot.7

    Diazinon digunakan secara luas untuk membasmi serangga dalam industri

    pertanian. Zat ini juga efektif dalam membasmi serangga di dalam tanah dan

    ectoparasit seperti kutu pada domba. Untuk penggunaan rumah tangga, diazinon

    juga efektif untuk membasmi kecoa, semut, kutu karpet, dan serangga pada hewan

    piaraan.

    2.5 Keracunan Diazinon

    Keracunan Diazinon merupakan pemaparan oleh bahan kimia yang digunakan

    untuk membasmi serangga, yang mengakibatkan manusia yang terpapar

    mengalami gejala klinis yang dapat berkembang menuju kematian.4,6

    2.6 Patofisiologi

    Secara umum, organophosphat merupakan insektisida yang paling toksik diantara

    pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia, dengan

    diazinon dan malathion merupakan komponen organophosphat yang paling

    banyak digunakan. Efek sistemik yang timbul pada manusia ataupun pada

    binatang percobaan yang terpapar, baik secara inhalasi, oral, ataupun melalui

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    11/16

    11

    kulit, terutama disebabkan oleh penghambatan enzim asetilkolinesterase (AChE)

    oleh Diazoxon, senyawa metabolit aktif dari diazinon.7

    Penghambatan enzim asetilkolinesterase (AChE) terjadi pada hubungan

    antara saraf dan otot, serta pada ganglion sinap. Asetilkolin merupakan suatu

    neurotransmiter dari impuls saraf pada post-ganglionik, serabut saraf

    parasimpatik, saraf somatomotorik pada otot bergaris, serat saraf pre-ganglionik

    baik parasimpatis dan simpatis serta sinap-sinap tertentu pada susunan saraf.

    Secara normal, asetilkolin dilepaskan melalui perangsangan pada saraf, yang

    kemudian akan diteruskan dari motor neuron ke otot volunter, misalkan pada

    bronkus atau jantung. Asetilkolin yang dilepaskan tersebut kemudian akan

    dihidrolisa menjadi kolin dan asam asetat oleh enzim asetilkolinesterase.7

    Sebagai antikolinesterase organofosfat, diazinon menghambat AChE dengan

    membentuk kompleks fosforilasi yang stabil, sehingga tidak mampu memecah

    asetilkoline pada hubungan antara saraf dan otot, serta pada ganglion sinap,

    sehingga terjadi penumpukan asetilkoline pada reseptor asetilkolin, yang

    menyebabkan terjadinya stimulasi yang berlebihan dan berkelanjutan pada serat-

    serat kolinergic pada parasimpatis postganglionik, hubungan neuromuskular pada

    otot skeletal, dan hiperpolarisasi dan desentisasi sel-sel pada sistem saraf pusat.7

    Reaksi-reaksi yang terjadi dapat digolongkan menjadi:

    1. Perangsangan terhadap parasimpatik postganglionik, yang berefek pada

    beberapa organ, antara lain kontriksi pada pupil (miosis), perangsangan

    terhadap kelenjar (salivasi, lakrimasi, dan rhinitis), nausea, inkontinensia urin,

    muntah, nyeri perut, diare, bronkokontriksi, bronkospasme, peningkatan

    sekresi bronkus, vasodilatasi, bradikardia, dan hipotensi.

    2.

    Efek nicotinik, terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada hubungan ototskeletal dan simpatis preganglionik. Gejal-gejala yang muncul seperti muscular

    fasciculations, kelemahan, midriasis, takikardia, dan hipertensi.

    3. Efek pada sistem saraf pusat terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada tingkat

    cortical, subcortical, dan spinal, terutama pada korteks serebral, hipocampus,

    dan sistem motorik ekstrapiramidal. Gejala-gejalanya seperti depresi

    pernafasan, cemas, insomnia, nyeri kepala, lemas, gangguan mental, gangguan

    konsentrasi, apatis, mengantuk, ataksia, tremor, konvulsi, dan koma.6,7

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    12/16

    12

    4. Hambatan aktivitas AChE berhubungan dengan stress oksidatif pada sel darah.

    Jika antioksidan dalam tubuh tidak mampu menangani radikal bebas yang

    terbentuk akibat terhambatnya AChE, radikal bebas ini akan merusak sel-sel,

    dan menyebabkan terjadinya stres oksidatif.7

    5. Efek toxic Diazinon juga terjadi pada sel hati, dimana Diazinon juga

    meningkatkan pelepasan glukosa ke darah dengan jalan mengaktifkan

    glikogenolisis dan glukoneogenesis, sehingga menjadi predisposisi terjadinya

    Diabetes Mellitus.7

    2.7 Tanda dan Gejala Klinis

    Diazinon diabsorbsi melalui cara yang bervariasi, baik melalui kulit yang terluka,

    mulut, dan saluran pencernaan serta saluran pernafasan.

    - Melalui saluran pernafasan gejala timbul dalam beberapa menit. Bila terhirup

    dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk.

    - Melalui mulut atau kulit umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk

    menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan

    akibat terlokalisir.

    -Penyerapan melalui kulit yang terluka dapat menimbulkan keringat yang

    berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja.

    - Pajanan pada mata dapat menimbulkan gajala berupa miosis atau pandangan

    kabur saja. 1,4,7

    Keracunan diazinon dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda

    dan gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten atau

    depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer. Tanda dan gejala

    awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos danreseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare,

    defekasi, eksitasi, dan salivasi. Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu

    bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Dosis

    menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek

    muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul

    paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma). Penumpukan asetilkolin pada

    susunan saraf pusat menyebabkan tegang, ansietas, insomnia, gelisah, sakit

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    13/16

    13

    kepala, emosi tidak stabil, neurosis, mimpi buruk, apatis, bingung, tremor,

    kelemahan umum, ataxia, konvulsi, depresi pernafasan dan koma. Pada umumnya

    gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan

    dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila gejala muncul setelah

    lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal tersebut jarang

    terjadi.4,7

    Kematian akibat keracunan diazinon umumnya berupa kegagalan

    pernafasan. Hal ini disebabkan karena adanya oedem paru, bronkokonstriksi,

    kelumpuhan otot-otot pernafasan, kelumpuhan pusat pernafasan, peningkatan

    sekresi bronkus, dan depresi saraf pusat yang kesemuanya itu akan meningkatkan

    kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih

    sedikit ditemukan sebagai penyebab kematian.7

    Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan

    organophosphorus-induced delayed neuropathy (OPIDN). Sindrom ini

    berkembang dalam 8 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Gejala

    yang timbul berupa kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal,

    kemudian berkembang kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop.4,7

    2.8 Penatalaksanaan

    Primary Survey

    A (Airway ):

    Bebaskan jalan nafas dari sumbatan:

    - Bahan muntahan

    - Lendir

    -

    Gigi palsu- Pangkal lidah

    - Kalau perlu dengan pemasangan gudel dan penggunaan suction pump

    B (Breathing):

    Jaga agar pernafasan tetap dapat berlangsung dengan baik

    Bila perlu berikan nafas buatan

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    14/16

    14

    C (Circulation):

    Tekanan darah dan nadi dipertahankan dengan infus RL atau NS dengan tetesan

    1520 tetes/ menit kalau perlu dengan kecepatan tinggi

    Bila terjadi cardiac arrest lakukan resusitasi jantung paru (CPR)

    D (Disability):

    Penilaian terhadap kesadaran

    E (Exposure)

    Kontrol dekontaminasi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan terhadap

    racun, mengurangi absorsi dan mencegah kerusakan.

    - Dekontaminasi pulmonal

    Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari

    pemaparan inhalasi racun, monitor kemungkinan gawat nafas.

    - Dekontaminasi mata

    Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun

    yaitu posisi kepala pasien ditengadahkan dan miring kesisi mata yang

    terkena atau terburuk kondisinya. Buka kelopak mata perlahan dan irigasi

    dengan larutan aquades atau NaCl 0,9% perlahan sampai zat racunnya

    diperkirakan sudah hilang (hindaari bekas bilasan mengenai bagian wajah

    atau mata lainnya) selanjutnya tutup mata dengan kasa streril dan segera

    konsul dokter mata.

    - Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)

    Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji,

    sepatu, aksesorin dan memasukkannya ke dalam wadah plastik yangg kedapair dan tutup rapat. Cuci bagian kulit dengan air mengalir dan disabun

    minimal 10 menit selanjutnya keringkn dengan handuk kering dan lembut.

    - Dekontaminasi gastrointestinal

    Penelanan merupakan rute tersering, sehingga tindakan pemberian bahan

    pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi lambung dengan

    cara induksi muntah atau aspirasi dengan kumbah lambung dapat

    mengurangi pemaparan bahan toksik.

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    15/16

    15

    Pemberian Anti Dotum

    Antidotum dari racun organophosphat adalah sulfas atropine dan pralidoksim

    Sulfas Atropine bekerja dengan menghambat efek akumulasi asetilkolin pada

    tempat penumpukan.

    - Sulfas Atropin diberikan bolus 1-2 mg IV,

    - Kemudian dilanjutkan dengan sulfas atropine 0,5 mg setiap 5 10 menit

    sampai muncul reaksi atropinisasi berupa (muka merah ,mulut kering,

    takikardi, midriasis, febris)

    - Kemudian interval diperpanjang setiap 15, 30, 60, menit, selanjutnya 2, 4, 12

    jam

    -

    Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang

    mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan

    kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

    Pralidoksim berkerja dengan reaktivasi koliesterase di luar CNS yang sebelumnya

    diinaktivasi oleh phosphorilasi organophosphat. Dengan demikian asetilkolin

    dapat dihancurkan.

    - Setelah muncul reaksi atropinisasi dengan pemberian sulfas atropin,

    pralidoksim diberikan 1 - 2 gr IM/IV. Dosis diulang setelah 1 jam kemudian 8

    12 jam bila diperlukan.

  • 7/26/2019 KERACUNAN ORGANOPHOSPHAT

    16/16

    16

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Budiyanto, Arif, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; Bagian Kedokteran

    Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1999.

    2. Katzung, B.G & Trevor, A.J. Introduction to Toxicology in: Pharmacology,

    Examination and Board Review. 6th ed. United States of America; Lange

    Medical Book/McGraw Hill. 2002.

    3. Jaga, Kushik & Dharmani, Chandrabhan. Sources of Exposure to and Public

    Health Implications of Organophosphate Pesticides in: Rev Panam Salud

    Publica/Pan AmJ Public Health. Vol 14(3). 2003.

    4.Buffin, D. Diazinon. in: Pesticides News. No. 49. September 2000. p.20.

    Available at:http://www.pan-uk.org/search/index.html.Acessed: Nov 7th,2012

    5. Wikipedia. Diazinon. in: Wikipedia, the Free Encyclopedia. U.S.; Wikimedia

    Foundation, Inc. 2008. Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Diazinon.

    Acessed: Nov 7th,2012

    6. Kamanyire, R. & Karalliedde, L. In-Depth Interview, Organophosphate

    Toxicity and Occupational Exposure. in: Occupational Medicine. Vol.54. p.

    69-75. 2004.

    7. CDC. Diazinon. 2004. Available from: http://www.atsdr.cdc.gov/

    toxprofiles/tp86-c3.pdf Accessed: Nov 7th,2012

    http://www.pan-uk.org/search/index.htmlhttp://www.atsdr.cdc.gov/%20toxprofiles/tp86-c3.pdfhttp://www.atsdr.cdc.gov/%20toxprofiles/tp86-c3.pdfhttp://www.atsdr.cdc.gov/%20toxprofiles/tp86-c3.pdfhttp://www.atsdr.cdc.gov/%20toxprofiles/tp86-c3.pdfhttp://www.pan-uk.org/search/index.html