Keracunan Nikotin
-
Upload
ahmad-fachrurrozi -
Category
Documents
-
view
247 -
download
2
description
Transcript of Keracunan Nikotin
KERACUNAN NIKOTIN
Oleh :
Dita Dwi Rahmadhani
I1A009006
Pembimbing
dr. Dwi Setyohadi
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMANRSUD ULIN-FK UNLAM
BANJARMASIN
Oktober, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Nikotin adalah alkaloid yang secara alami ditemukan pada tumbuhan
tembakau. Kandungan nikotin pada berat kering daun tembakau adalah 0,3-15%.1
Tembakau berisi nikotin, suatu zat yang telah diakui oleh organisasi kedokteran
internasional sebagai pembawa sifat kecanduan. Ketergantungan pada tembakau
telah tercatat dalam Klasifikasi Penyakit Internasional (International
Classification of Diseases). Nikotin memenuhi kriteria kunci penyebab kecanduan
atau ketergantungan, seperti: dorongan penggunaan yang kuat, meskipun ada
hasrat dan upaya berulang-ulang untuk berhenti; pengaruh-pengaruh psikoaktif
akibat bekerjanya zat-zat itu pada otak; dan perilaku-perilaku yang dimotivasi
oleh efek-efek “penguatan” zat psikoaktif itu.2
Nikotin dalam tembakau akan memberikan efek kecanduan dan
menimbulkan rasa kepuasan bagi mereka yang mengkonsumsinya baik dalam
bentuk rokok maupun nikotin murni. Nikotin merupakan sejenis unsur kimia
beracun, mirip dengan alkaline. Salah satu jenis obat perangsang yang dapat
merusak jantung dan sirkulasi darah. Nikotin membuat pemakainya kecanduan.
Bahayanya bisa dijelaskan oleh fakta bahwa 4 cc nikotin terbukti cukup
membunuh seekor kelinci besar.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tembakau termasuk kelompok tumbuhan beracun, dalam susunan
taksonominya tembakau termasuk famili Solanaceae dan genus Nicotiana. Genus
ini mempunyai 3 subgenus, yaitu rustica, tabacum dan petunioides. Susunan
taksonomi Nicotiana tabacum sebagai berikut:4
Famili: Solanaceae
Subfamili: Nicotianae
Genus: Nicotiana
Subgenus: Tabacum
Seksi: Genuinae
Spesies: Nicotiana tabacum
Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang dengan panjang antara 50-
70 cm, akar serabut akan tumbuh setelah dipindah tanam, yang berkembang
disekitar leher akar. Pada tanaman tembakau, akar merupakan tempat sintetis
nikotin sebelum diangkut melalui pembuluh kayu ke daun. Oleh karena itu faktor-
faktor yang mendorong pertumbuhan akar, seperti kekeringan dan pemangkasan
pucuk dapat mengakibatkan meningkatnya kadar nikotin. Tanaman tembakau
dapat mensintesis nikotin dari nitrogen yang diserap sebelum maupun setelah
dipangkas. Daun tembakau mengandung alkaloida, saponin, flavonoida, dan
polifenol.4
2
Pada dosis yang rendah nikotin memiliki efek merangsang, meningkatkan
aktivitas, kewaspadaan dan daya ingat. Dosis mematikan pada nikotin yang
dilaporkan dapat membunuh 50% populasi adalah 50mg/kg bobot badan untuk
tikus dan 3mg/kg bobot badan untuk mencit.1
Dari segi farmakologi ada tiga masalah yang perlu diperhatikan tentang
nikotin yaitu absorbsi nikotin, keracunan nikotin, dan daya kerja nikotin. Nikotin
dapat diserap melalui kulit, saluran pernafasan dan saluran pencernaan yang
bernuansa basa.5 Keracunan dapat terjadi karena pemakaian dosis yang kurang
tepat dalam arti terlalu tinggi. Dengan kontrol yang ketat dan berhati-hati dalam
pemakaian dosis, efek buruk nikotin dapat diatasi.6 Pada dosis rendah, nikotin
akan merangsang aktifitas urat syaraf dan otot-otot licin, tetapi pada dosis tinggi
nikotin memblokir aktifitas organ-organ tersebut.5
Tanaman Nicotiana tabacum termasuk kelompok tumbuhan beracun dan
banyak dikonsumsi dalam bentuk rokok. Tembakau sebagai bahan utama produksi
rokok telah memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan negara
selama ini. Selama rentang waktu dari Tahun Anggaran 1995/1996 hingga
semester I Tahun Anggaran 2003, peneriman cukai rokok telah meningkat sekitar
7,6 kali, yaitu dari 3.667,60 miliar rupiah menjadi 27,945,60 miliar rupiah. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa peneriman dari cukai rokok masih memiliki potensi
yang cukup besar untuk terus ditingkatkan sebagai salah satu sumber penerimaan
Negara.7
3
2.1. Substansi Kimia dalam Rokok
Sebenarnya asap rokok tidaklah sesederhana seperti yang terlihat. Asap
ini merupakan suatu campuran substansi-substansi kimia dalam bentuk gas dan
partikel-partikel terdispersi di dalamnya. Sampai saat ini, telah berhasil
diisolasikan berbagai macam zat kimia yang jumlahnya mencapai 3000 senyawa
dalam daun tembakaunya sendiri dan mencapai lebih dari 4000 senyawa pada
asap rokok.8 Sebagian besar bahan atau senyawa-senyawa tersebut pada umumnya
bersifat toksik bagi berbagai macam sel dalam tubuh kita.
Substansi toksik dalam bentuk gas, yaitu berupa karbon monoksida (CO),
hidrogen sianida (HCN), oksida nitrogen, serta zat kimia yang volatil seperti
nitrosamin, formaldehid banyak terdapat dalam asap rokok. Zat-zat ini dapat
memberikan efek toksiknya dengan mekanisme spesifik dan pada sel-sel atau
unit-unit makromolekuler sel tertentu terutama pada sistem pernapasan.9 Di
samping dalam bentuk gas, zat toksik lain yang terdapat dalam rokok bisa berupa
partikel-partikel kecil terdispersi dalam asap yang terutama alkaloid, yaitu nikotin
dan tar.
Tar adalah partikel kering berwarna coklat hasil pembakaran rokok dan
bisa memberi warna pada gigi ataupun kuku. Partikel ini terdiri dari campuran
senyawa-senyawa kimia kompleks yang terdiri dari berbagai macam zat-zat kimia
karsinogenik, kokarsinogenik dan tumor promoter dalam asap rokok. Zat yang
dimaksud adalah benzo(a)pyrene, dan hidrokarbon aromatik polinuklear lainnya,
nitrosamin derivat nikotin, β-Napthylamine, berbagai metal seperti kadmium,
4
nikel, arsen, timbal, merkuri dan elemen radioaktif seperti radium-226 dan
polonium-210.10
Sebatang rokok umumnya berisi 1-3 mg nikotin. Nikotin diserap melalui
paru-paru dan kecepatan absorsinya hampir sama dengan masuknya nikotin secara
intravena. Nikotin masuk ke dalam otak dengan cepat dalam waktu kurang lebih
10 detik. Dapat melewati barier di otak dan diedarkan ke seluruh bagian otak
kemudian menurun secara cepat, setelah beredar ke seluruh bagian tubuh dalam
waktu 15-20 menit pada waktu penghisapan terakhir. Efek bifasik dari nikotin
pada dosis rendah menyebabkan rangsangan ganglionik yang eksitasi, tetapi pada
dosis tinggi yang menyebabkan blockade gangbionik setelah eksitasi sepintas.
Efek yang diakibatkan oleh nikotin berhubungan langsung dengan jumlah
nikotin yang diisap, dengan gejala: berat badan lahir rendah, keguguran, lahir tak
cukup bulan, lahir mati dan kematian neonatal, selain peningkatan insiden
perdarahan selama kehamilan, abrupsio plasenta, plasenta previa dan ruptur
membran prematur atau tertunda. Laporan pusat penelitian menunjukkan bahwa:
pertama, nikotin adalah sebuah vasokonstriktor, jadi menyempitkan pembuluh
darah plasenta. Kedua, merokok meningkatkan viskositas darah, sehingga darah
agak kental, sehingga lebih menghambat aliran darah.
Nikotin sendiri merupakan penyebab umum dari tipe keracunan.
Keracunan akut alkaloid (nikotin) ini mudah dikenal tetapi kurang penting
dibanding efek kronis merokok. Dosis fatal nikotin sekitar 40mg atau 1 tetes
dalam bentuk cairan murni. Kebanyakan nikotin dalam rokok akan hancur akibat
5
pembakaran atau menghilang melalui arus samping rokok. Kandungan nikotin
dalam rokok kretek 4-6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan rokok filter.
Tabel 2.1 Keracunan oral akut beberapa zat racun
Keterangan:1. LD50(dosis letal median=dosis yang menyebabkan kematian 50%
hewan percobaan yang kecik(tikus, mencit)2. S=sintetis
N=alamiah
2.2. Nikotin sebagai Alkaloid Utama dalam Rokok
Literatur paling awal yang menyebutkan adanya kebiasaan menghisap
cerutu atau merokok berasal dari artifak bangsa Maya yang ditemukan di
semenanjung Yucatan, Mexico. Kebiasaan ini merupakan bagian dari ritual
religius dan perkumpulan politik para penduduk asli semenanjung Yucatan. Lima
ratus tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1492, ketika Christopher Columbus
menemukan benua Amerika, dia diberi daun tembakau oleh orang-orang Arawak.
6
Jadi, Columbus dan awak-awak kapalnya adalah orang Eropa pertama yang
mengenal rokok.10
Nama nikotin berasal dari nama tanaman tembakau yang
menghasilkannya, yaitu Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica. Nama ilmiah
untuk tembakau ini mengacu pada nama seorang duta besar Prancis di Portugal
yaitu Jean Nicot de Villemain. Ia mengirimkan tembakau dari Brazil ke Paris dan
menggunakannya untuk tujuan pengobatan pada tahun 1560. Nikotin sendiri, zat
aktif dalam tembakau baru berhasil diisolasi sekitar dua setengah abad
sesudahnya, tepatnya pada tahun 1828 oleh ahli kimia Jerman, yaitu Poselt dan
Reimann. Mereka pertama kali menyatakan bahwa zat ini adalah toksin. Formula
empirisnya berhasil dideskripsikan oleh Melsens di tahun 1843, yaitu C10H14N2,
sedangkan strukturnya ditemukan oleh Garry Pinner pada tahun 1895 dan nama
kimianya yaitu 3-(1-methyl-2-pyrrolidinyl)pyridine.10
Nikotin adalah amin tersier yang terdiri dari cincin pyridine dan
pyrrolydine (Gambar 2.1). Produksi nikotin memerlukan asam nikotinat (niacin)
dan kation N-methylpyrrolinium, yang didiversikan dari ornithine. Produksi
nikotin dalam daun tembakau diinduksi oleh sinyal Jasmonic acid sebagai respons
terhadap kerusakan daun. Sintesis nikotin terjadi di akar tanaman kemudian
ditranspor melalui xylem menuju daun dan bagian tanaman lainnya. Dalam
keadaan murninya, nikotin tampak sebagai cairan yang kental, seperti minyak
tidak berwarna dan bersifat sangat alkalis. Jika dipapar dengan udara terbuka, ia
menjadi berwarna kuning kecoklatan dan memberikan bau khas tembakau.10
7
Gambar 2.1. Struktur Kimia Nikotin.11 Nama struktur kimia nikotin adalah 3-(2-(N-methylpyrrolidinyl))pyridine. Nikotin merupakan zat kimia larut air dan dapat diekstraksi dari daun tembakau dengan merendam potongan daunnya dalam air selama 12 jam.
Gambar 2.2. Struktur Alkaloid Utama dalam Tembakau Selain Nikotin .11 Semua alkaloid di atas merupakan derivat dari nikotin. Derivat ini muncul akibat proses oksidasi dan degradasi oleh bakteri selama proses pengolahan rokok dan bukan di sintesis oleh tanaman tembakau itu sendiri,
Sebenarnya nikotin dalam daun tembakau berfungsi sebagai bahan kimia
antiherbivora, terutama serangga. Oleh sebab itu, di masa lalu nikotin banyak
digunakan sebagai insektisida. Kadar nikotin berbeda-beda tergantung jenis
tembakau serta posisi daun, daun yang letaknya relatif lebih tinggi daripada daun
lainnya memiliki kadar nikotin lebih tinggi. Zat ini mendominasi alkaloid yang
ada pada rokok (sekitar 95% alkaloid dalam rokok merupakan nikotin) dan
mencapai berat kering 1,5% tembakau dalam rokok. Rata-rata dalam sebatang
8
rokok mengandung 10-14 mg nikotin dan sekitar 1 mg nikotin diabsorbsi ke
dalam peredaran darah sistemik selama merokok.11
Sebagian besar nikotin pada daun tembakau berada dalam bentuk
levorotary (S)-isomer, dan hanya sebagian kecil, sekitar 0,1-0,6% dari nikotin
total yang berada dalam bentuk (R)-nikotin. Dalam asap rokok, jumlah (R)-
nikotin meningkat sampai 10%, diperkirakan hal ini terjadi oleh karena proses
racemization selama pembakaran. Nikotin mudah menguap pada pembakaran
bersuhu rendah, sekitar 308.11 Oleh karena sifat fisiknya yang demikian, hampir
semua nikotin dalam rokok menguap saat dibakar dan terinhalasi selama merokok.
Pada sebagian besar strain tembakau, nornikotin dan anatabine adalah
senyawa alkaloid terbanyak kedua setelah nikotin dan disusul dengan anabasine
(Gambar 2.2). Komposisi yang sama berlaku juga pada rokok, cerutu, rokok pipa
dan oral snuff. Alkaloid-alkaloid minor yang lainnya antara lain myosmine, N’-
methylmyosmine, cotinine, nicotyrine, nornicotyrine, nicotine N-oxide, 2,3’-
bipyridyl dan metanicotine. Alkaloid-alkaloid minor tersebut diduga muncul
akibat adanya aktivitas bakteri dalam tembakau selama pemrosesan rokok.11 Dari
sekian banyak alkaloid minor dalam tembakau yang telah dipelajari, hanya
nornicotine, metanicotine, dan anabasine yang memiliki aktivitas farmakologis
mirip nikotin yang cukup bermakna.
2.3. Absorbsi Nikotin ke dalam Sirkulasi Sistemik selama Merokok
Saat rokok dibakar, nikotin dalam tembakau terdestilasi dan terhisap
bersama dengan fraksi partikulat (tar) ke arah pangkal rokok. Absorbsi nikotin
melewati membran biologis targantung pada pH. Nikotin memiliki sifat basa
9
lemah dengan pKa 8,0, maka dari itu dalam kondisi lingkungan yang asam,
nikotin banyak yang terionisasi dan menjadi sulit untuk menembus membran.
Sebaliknya, jika kondisi lingkungan basa (pH 6,5 atau lebih), lebih banyak nikotin
yang dapat terabsorbsi dalam paru.11 Keasaman dalam droplet partikel (tar) sangat
bervariasi dari 6,0 sampai 7,8 tergantung merk dan jenis rokok. Semakin tinggi
pH, semakin banyak nikotin yang diabsorbsi dalam paru.12
Ketika asap rokok mencapai saluran bronkioli respiratorius dan alveoli
paru, nikotin dalam tar yang berdiameter rata-rata 1 µm dengan cepat diabsorbsi.
Konsentrasinya dalam darah meningkat dengan cepat saat merokok dan mencapai
puncaknya sesaat setelah selesai merokok (Gambar 2.3). Absorbsi yang cepat ini
diduga karena luasnya permukaan bronkioli dan alveoli paru disertai dengan pH
paru yang sedikit basa, yaitu 7,4. Rata-rata 1 mg (0,3-2 mg) nikotin diabsorbsi ke
sistemik selama merokok.11
Setelah setiap satu hisapan, nikotin terabsorbsi dari alveolus menuju
kapiler paru, dan dari sini mengalir ke dalam ventrikel kiri melalui vena
pulmonalis untuk dipompakan ke seluruh tubuh. Akhirnya, nikotin dapat
mencapai otak hanya dalam waktu 7 detik, lebih cepat dari nikotin IV, dan dengan
cepat pula mengaktivasi neuron-neuron dopaminergik pada brain reward system.13
Kecepatan peningkatan dan efek yang dihasilkannya inilah yang menyebabkan
para perokok dapat mentitrasi kadar nikotin untuk mencapai efek stimulasi yang
diinginkannya.14
Merokok merupakan suatu proses yang kompleks, dan sesuai dengan yang
telah disebutkan di atas, perokok dapat memanipulasi dosis nikotin dan kadar
10
nikotin di otak dalam setiap hisapan. Intake nikotin selama merokok tergantung
pada volume hisapan, kedalaman inhalasi, tingkat dilusi dalam udara ruangan,
frekuensi dan intensitas hisapan.15 Jika perokok yang telah terbiasa mengkonsumsi
rokok dengan kadar nikotin tinggi beralih ke rokok dengan kadar nikotin rendah
atau pun mengurangi jumlah rokok yang dihisap per harinya maka ia akan
cenderung untuk mengkompensasinya dengan cara merubah pola hisap agar
tercapai kadar nikotin yang tetap tinggi seperti sebelumnya.11
2.4. Proses Biologis Merokok
Nikotin diterima reseptor asetilkotin-nikotinik yang kemudian membagi ke
jalur imbalan dan jalur adrenergenik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan
nikmat, memacu sistem dopaminergenik. Hasilnya perokok akan merasa lebih
tenang, daya fikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Di
jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak
lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin menimbulkan
ransangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang
menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah
ketergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang
diperoleh akan berkurang.16
Aspek–aspek kecanduan merokok adalah sebagai berikut:
1. Ketagihan secara fisik atau kimia, yaitu ketagihan terhadap nikotin
(Nicotine addiction).
11
2. Automatic Habit, berupa kebiasaan dalam merokok (ritual habit) seperti
membuka bungkus rokok, menyalakannya, menghirup dalam–dalam,
merokok sehabis makan sambil minum kopi dan lain–lain.
3. Ketergantungan psikologis/emosional, dimana kebiasaan merokok dipakai
dalam mengatasi hal–hal yang bersifat negatif, misalnya rasa gelisah,
kalut, ataupun frustasi.
2.5. Distribusi Nikotin Dalam Tubuh
Distribusi nikotin dalam tubuh tergantung banyaknya jalan yang dilalui
dan rata–rata peredarannya dalam tubuh. Adanya bentuk peredaran nikotin yang
menyangkut transmisi yang melalui sistem venaportal, injeksi intraperitoneal,
tertelannya nikotin akan menyebabkan nikotin terkonsentrasi dan terkumpul
dengan besar di dalam hati. Absorbsi melalui paru–paru, bucal mucosa, atau
injeksi intravena akan membantu terhadap konsentrasi nikotin di otak dan organ
lainnya karena metabolisme nikotin di hati tidak tersedia.16
Absorbsi nikotin dari tembakau rokok yang terhirup masuk kedalam darah
melalui paru–paru dengan cepat dan efisien. Setelah masuk kedalam paru–paru
nikotin mengikuti proses sirkulasi melalui bilik kiri jantung, dimana nikotin
dipompakan secara langsung ke otak dan bagian lainnya dalam tubuh. Konsentrasi
yang tinggi dari nikotin di pembuluh arteri diperoleh melalui inhalasi asap rokok,
dan kesetimbangan nikotin diantara darah dan otak menghasilkan jumlah nikotin
yang tinggi di otak, hal ini dipengaruhi oleh otak dan ganglion yang aktif
mengumpulkan nikotin.16
Dalam darah dengan pH 7,4, sekitar 69% nikotin terionisasi dan 31% tidak
12
terionisasi dan hanya 5% nikotin yang terikat pada plasma protein, sedangkan
95% berada dalam bentuk nikotin bebas dalam darah. Nikotin terdistribusi secara
luas dalam jaringan tubuh dengan volume distribusi rata-rata 2,6 liter/kg berat
badan.11 Ini artinya nikotin memiliki sifat hidrofobik dan cenderung untuk terikat
dengan jaringan dengan kandungan lipid yang tinggi, disamping itu pada jaringan-
jaringan tersebut, reseptor nikotin memang ditemukan paling banyak
dibandingkan pada jaringan lain.
Selama berada dalam sirkulasi sistemik, nikotin memililki afinitas yang
tinggi pada beberapa organ tertentu, yaitu otak, hati, ginjal kelenjar adrenal dan
paru. Afinitas nikotin pada jaringan otak sangatlah tinggi, afinitas ini semakin
tinggi sebanding dengan peningkatan reseptornya pada perokok.12 Afinitas yang
tinggi ini disebabkan ikatannya yang spesifik pada reseptor asetilkolin nikotinik
dalam sistem saraf pusat. Bahkan pernah ada laporan kasus bunuh diri
menggunakan nikotin patches, kadar nikotin dalam otak mencapai 2 kali kadarnya
dalam darah perifer.6 Ditambah pula dengan kenyataan bahwa otak merupakan
organ vital dengan vaskularisasi yang tinggi, maka distribusi nikotin dalam otak
terjadi hampir secara instan setelah ia memasuki aliran darah sistemik. Di
samping otak, nikotin juga menunjukkan afinitas yang tinggi pada kelenjar
adrenal dan merangsang kelenjar ini untuk mensekresikan epinefrin ke dalam
sirkulasi darah. Hal ini yang mengakibatkan perokok menunjukkan peningkatan
tekanan darah.
13
Selain pada organ-organ di atas, akumulasi nikotin yang bermakna
ditemukan juga pada cairan lambung, saliva, air susu ibu, amnion dan bahkan
serum fetus yang dikandung oleh ibu perokok.11
2.6. Mekanisme Adiksi Nikotin
Nikotin merupakan racun saraf yang poten. Pada konsentrasi rendah
bersifat stimulan yaitu meningkatkan aktivitas, kewaspadaan, dan memori
sehingga dapat menyebabkan ketergantungan (adiksi). Juga dapat meningkatkan
denyut jantung, meningkatkan tekanan darah dan mengurangi nafsu makan.
Sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat berfungsi sebagai depresan dan jika
dosis sangat besar dapat menyebabkan mual dan muntah.17 Efek utama nikotin
yang terdapat dalam tembakau adalah adiksi yang merupakan suatu fenomena
prilaku yang kompleks dengan sebab akibat yang luas dari mekanisme molekuler
ke interaksi sosial.
Telah diketahui bahwa nikotin mempengaruhi aktivitas neuron,
komunikasi sinaps, dan perilaku. Pengikatan nikotin dan asetilkolin (ACh)
terhadap reseptor nikotin (nAChRs) menyebabkan perubahan konformasi yang
dapat membuka atau menutup reseptor ion chanel. Sebelum agonis berikatan,
reseptor mengalami resting state dan nonfungsional. Reseptor nikotin adalah
suatu protein membran pentamerik yang terdiri dari dua atau lebih agonis binding
site dan sentral aqueous pore. Agonis binding merubah konformasi ke bentuk ion
yang bergerak menuju titik tangkap (pore), yang menginduksi dan meningkatkan
terjadinya depolarisasi. Karena tingginya permeabilitas reseptor nikotin terhadap
Ca2+ menstimulasi pelepasan neurotransmiter oleh peningkatan konsentrasi Ca2+
14
pada presinaps di ujung neuron. Nikotin mirip dengan ACh sebagai agonis
reseptor nikotinik. Nikotin berikatan dengan subunit reseptor nAChRs yaitu α2-
α10 dan β2–β4.18 Umumnya (~90%) terikat dengan afinitas tinggi pada daerah
nikotin binding site di otak pada subunit α4 dan β2. Penelitian terbaru
menunjukkan aksi nikotinik pada reseptor tersebut meningkatkan pelepasan
dopamin (DA).19 Adanya efek nikotin yang berpengaruh pada perilaku karena
adanya aktivasi pada sistem mesocorticolimbic DA, jalur awal pada VTA, dan
proyeksi NAcc.
Hubungan sebab akibat dari adiksi nikotin berawal dari interaksi antara
nikotin dengan nAChRs di otak pada daerah mesolimbik dopamin system di
Ventral Tegmental Area (VTA) neuron. Interaksi ini mengawali aktivasi Central
Nervus System (CNS) termasuk system Mesoaccumbens DA. Reseptor nikotin
mengatur pelepasan dopamin (DA). Nikotin merubah aktifitas VTA untuk
meningkatkan pelepasan DA. Perubahan ini penting dalam efek seluler dan
perilaku dari perubahan level DA.19 DA adalah suatu senyawa katekolamin yang
penting pada otak mamalia, yang mengontrol fungsi aktivitas lokomotorik,
kognisi, emosi, reinforsmen positif, dan regulasi endokrin.20
Interpretasi klinik
Diawali nausea, pening, muntah, stimulasi pernafasan, pusing, takikardia,
berkeringat, dan terjadi salvias berlebih yang diikuti oleh kolaps, konvulsi, aritmia
kardiak, serta koma dalam kasus yang parah. Kematian dapat terjadi dengan cepat
atau tertunda selama beberapa jam. Perawatan adalah simptomatik dan suportif.
15
2.7. Metabolisme dan Ekskresi Nikotin
Nikotin merupakan bahan yang beracun. Nikotin akan menyebabkan
kematian bagi manusia jika disuntikkanmelalui intravena. Ketika otak perokok
secara aktif menerima nikotin, tubuh melakukan kegiatan tersebut dalam 2 cara
yakni metabolisme bentuk yang tidak aktif dan ekskresi molekul aktif.
a. Metabolisme
Nikotin diubah dalam dua metabolisme utama yakni kotin dan Nikotin-1-
N-oksida. Ada yang dibentuk dari saluran alternatif, dimana metabolisme
oksidative melibatkan baik N-oksidasi maupun alpha-karbonoksidasi dari rantai
pirrolidin. Perubahan nikotin menjadi kotin terjadi di hati, ginjal, dan paru – paru,
tetapi tidak terjadi di otak, dan saluran utama dari inaktivasi nikotin. Perubahan
Nikotin-1-N-oksida menjadi nikotindi bagian bawah kelenjar gastrointestinal
sepertinya tidak begitu penting karena metabolisme kembali dari nikotin akan
menurun dengan cepat oleh hati selama siklus pertama pada sirkulasi secara
umum.11
b. Ekskresi
Proporsi terbesar sejauh ini dari nikotin dan metabolismenya dikeluarkan
dari dalam tubuh melalui urine. Walaupun nikotin juga terdapat pada keringat,
saliva, kelenjer susu pada wanita. Pada wanita perokok nikotin dapat ditemukan
secara signifikan dalam air susu ibu (ASI). Pada kejadian absorbsi, ekskresi
nikotin yang stabil adalah pH yang tetap, ketika pH rendah (5,5 atau kurang)
maka nikotin hampir secara total terionisasi dan tidak dapat diabsorbsi melalui
tubulus ginjal.11
16
Dalam kondisi ini 30 – 40 % dari dosis intravena dan kumpulan nikotin
yang diabsorbsi dari merokok dieksresikan melalui urine sebagai nikotin yang
terikat. Kebanyakan nikotin diabsirbsi kembali dari urine bukan hanya melalui
tubulus ginjal, tetapi dapat juga melalui kandung kemih. Pada kondisi normal
perubahan pH urine, perokok mengeluarkan jumlah yang sama antara nikotin dan
kotin dalam urine perokok.11
2.7.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Nikotin
Ada beberapa faktor yang menyebabkan variasi interindividual pada
metabolisme nikotin yang secara umum dapat dibagi menjadi tiga macam selain
faktor genetik (akan dibahas dalam sub bab tersendiri) :
1. Pengaruh kondisi fisiologis tertentu
a. Diet dan Mentol
Hepar sebagai organ utama dalam metabolisme nikotin membawa
implikasi bahwa metabolisme nikotin ini sangat bergantung kepada aliran darah
ke dalam organ tersebut. Jadi, faktor fisiologis, seperti makan, postur, aktivitas
ataupun obat-obatan yang mengganggu aliran darah menuju hepar akan
mempengaruhi metabolisme nikotin. Gries et al (1996), menemukan bahwa
makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan infus nikotin yang dipertahankan
tetap (steady state) akan menghasilkan penurunan konsentrasinya yang konsisten
dan mencapai maksimal 30-60 menit setelah makan. Setelah makan aliran darah
hepar meningkat 30% dan bersihan nikotin meningkat sekitar 40%.11
Menthol, zat yang banyak digunakan sebagai perasa dalam makanan,
mouthwash, pasta gigi dan bahkan rokok, telah dilaporkan dapat menghambat
17
kerja enzim Cyp2a6 (MacDougall et al., 2003). Laporan mengenai hal ini telah
dikonfirmasi oleh Benowitz et al (2004) lalu melalui penelitiannya yang
membandingkan aktivitas Cyp2a6 pada perokok sigaret bermentol dengan non-
mentol. Ia menunjukkan bahwa metabolisme nikotin menjadi cotinine dan
glukoronidasi nikotin terhambat.2
b. Umur
Metabolisme dan bersihan nikotin menurun seiring makin meningkatnya
umur. Bersihan total menurun sebesar 23% dan bersihan oleh ginjal menurun
sebanyak 49% pada orang tua (>65 tahun) jika dibandingkan dengan umur dewasa
muda (Molander et al., 2001). Penurunan ini lebih disebabkan karena penurunan
aliran darah ke hepar dibandingkan dengan penurunan aktivitas enzimnya
sendir.15
c. Kronofarmakokinetik Nikotin
Selama tidur, aliran darah hepar akan menurun, demikian juga bersihan
nikotin. Bersihan nikotin bervariasi sebesar 17% (dari puncak ke ambang) dengan
aktivitas minimum antara jam 6 sore dan jam 3 pagi, Jadi aktivitas bersihan
nikotin memiliki irama sirkadian.19
d. Perbedaan Kelamin
Penelitian yang dilakukan oleh Benowitz dan Jacob (1994) menunjukkan
bahwa bersihan nikotin pada pria cenderung lebih tinggi dibandingan pada
wanita walaupun hasilnya tidak signifikan.8 Akan tetapi, penelitian yang paling
akhir justru menyatakan hal yang sebaliknya yaitu bersihan nikotin pada wanita
18
lebih tinggi dibandingkan pada pria, terutama pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral.11
2. Konsumsi obat-obatan
a. Penginduksi (inducers)
Beberapa macam obat dapat menginduksi aktivitas enzim Cyp2a6 dalam
kultur hepatosit meskipun terdapat variasi yang luas antar individu. Obat tersebut
di antaranya adalah rifampicin, dexamethasone, dan Phenobarbital.12
b. Inhibitor
Beberapa obat seperti methoxsalen (8-methoxypsoralen), tranylcypromine,
tryptamine, coumarin dan neomenthyl thiol dapat menghambat aktivitas Cyp2a6.11
3. Kondisi patologis
Penyakit-penyakit tertentu telah dilaporkan memiliki pengaruh terhadap
aktivitas Cyp2a6. Penyakit tersebut antara lain hepatitis A, infeksi parasit pada
hepar, dan alcoholic liver disease.11
Gambar 2.13. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Nikotin. Pada umumnya metabolisme nikotin sangat dipengaruhi oleh empat faktor seperti yang tertera di atas.
BAB III
19
PENUTUP
Nikotin dengan rumus molekul C10H14N2, merupakan komponen aktif
farmakologis yang utama dari tembakau, Nikotiana tabacum. Ditemukan juga
dalam jumlah banyak pada spesies lain dalam famili solanaceae seperti tomat,
kentang, aubergin dan lada hijau. Berdasarkan letak atom N termasuk true
alkaloid. Nikotin merupakan bahan yang beracun. Nikotin akan menyebabkan
kematian bagi manusia jika disuntikkan melalui intravena. Efek bifasik dari
nikotin pada dosis rendah menyebabkan rangsangan ganglionik yang eksitasi,
tetapi pada dosis tinggi yang menyebabkan blockade gangbionik setelah eksitasi
sepintas.
Nikotin merupakan penyebab umum dari tipe keracunan. Keracunan akut
alkaloid (nikotin) ini mudah dikenal tetapi kurang penting dibanding efek kronis
merokok. Dosis fatal nikotin sekitar 40mg atau 1 tetes dalam bentuk cairan murni.
Kebanyakan nikotin dalam rokok akan hancur akibat pembakaran atau
menghilang melalui arus samping rokok.
Interpretasi klinik keracunan nikotin diawali nausea, pening, muntah,
stimulasi pernafasan, pusing, takikardia, berkeringat, dan terjadi salvias berlebih
yang diikuti oleh kolaps, konvulsi, aritmia kardiak, serta koma dalam kasus yang
parah. Kematian dapat terjadi dengan cepat atau tertunda selama beberapa jam.
Perawatan adalah simptomatik dan suportif.
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Wikipedia. 2006. Nicotine. http://en.wikipedia.org/wiki/Nicotine. [27 Februari 2006].
2. Chaloupka, F. J. 2000. Meredam wabah: pemerintah dan aspek ekonomi pengawasan terhadap tembakau. Terjemahan: S. M. Adioetomo. Indone-sia.
3. Basyir, Umar, Abu,2006. Mengapa Ragu Tinggalkan Rokok. Pustaka At-Tazkia, Bandung.
4. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat. 1999. Tembakau Madura. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Malang.
5. Gilman, A.G., L.S. Goodman dan A. Gilman.1980. Goodman and Gilman’s The Pharmalogical of Therpeutics.Sixth edition. McMillan Pub-lishing Co., Inc. New York. Collier McMillan Canada Ltd. Toronto,Bail-liere, Tindal.
6. Jones, L.M. 1974. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Third edi-tion, Oxford and IBH Publishing Co., Calcuta, New Delhi, Bombay.
7. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 2003. Perkembangan target dan real-isasi penerimaan rokok tahun anggaran 1995/1996-2003. http://72.14.203.104/search?q=cache:39Oqo16J_x8J:www.fiskal.depkeu.go.id/referensi/KEKDes2003/Prijoko4.rtf+penerimaan+dari+penjualan+rokok& hl= id&gl=id&ct=clnk&cd=2. [2 April 2006].
8. Benowitz N.L., P. Jacob, I. Fong dan S. Gupta. 1994. Nicotine metabolic profile in man: comparison of cigarette smoking and transdermal nicotine. Journal of Pharmacology and Experiment Therapy 268(1):296–303.
9. Kuschner, W.G. & Blanc, P.D. 2007. Gases & Other Airborne Toxicants. In J. Ladou (Eds), Occupational & Environmental Medicine, 4th Edition, (p.515-531). New York: McGraw-Hill.
10. Rao, Y., Hoffmann, E., Zia, M., Bodin, L., Zeman, M., Sellers, E.M. & Tyndale, R.F. 2000. Duplications and Defects in The CYP2A6 Gene: Identification, Genotyping, and In Vivo Effects on Smoking. The Ameri-can Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics. Vol. 58, No. 4.
11. Hukkanen, J., Jacob III, P. & Benowitz, N.L. 2005. Metabolism and Dis-position Kinetics of Nicotine. The American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics. Vol. 57, No. 1.
21
12. Pankow, J.F., Tavakoli, A.D., Luo, W. & Isabelle, L.M. 2003. Percent free base nicotine in the tobacco smoke particulate matter of selected commer-cial and reference cigarettes. Chemical Research in Toxicology. Vol. 16, No. 8.
13. O‟Brian, C.P. 2006. Drug Addiction and Drug Abuse. In L.L. Brunton, J.S. Lazo, & K.L. Parker (Eds), Goodman & Gilman’s The Pharmacologi-cal Basis of Therapeutics, 11th Edition, (p. 607-628). New York: Mc-Graw-Hill.
14. Henningfield, J.E., Keenan,R.M. 1993. Nicotine delivery kinetics and abuse liability. Journal of Consulting and Clinical Psychology. Vol. 61, No. 5.
15. Jarvis, M.J., Boreham, R., Primatesta, P., Feyerabend, C. & Bryant A. 2001. Nicotine Yield From Machine-Smoked Cigarettes and Nicotine In-takes in Smokers: Evidence From a Representative Population Survey. Journal of the National Cancer Institute. Vol. 93, No. 2.
16. Mu’tadin, Z. (2002). Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta. Andi Offset.
17. Sarker, S.D., and Nahar, L.,2007. Chemistry for Pharmacy Students Gen-eral, Organic and Natural Product Chemistry. John Wiley & Sons Ltd, England.
18. Mansvelder, H, D., and McGehee, D.S., 2002. Cellular and Synaptic Mechanisms of Nicotine Addiction. Wiley Periodicals, Inc.
19. Govind, A.P., Vezina, P., and Green, W.N., 2009. Nicotine-induced up-regulation of nicotinic receptors: Underlying mechanisms and relevance to nicotine addiction, Elsevier.
20. Ikawati, Z., 2006. Pengantar Farmakologi Molekuler. Gadjah Mada Uni-versity Press. Yogyakarta.
22