Keracunan Nikotin

35
KERACUNAN NIKOTIN Oleh : Dita Dwi Rahmadhani I1A009006 Pembimbing dr. Dwi Setyohadi

description

Makalah keracunan Nikotin

Transcript of Keracunan Nikotin

Page 1: Keracunan Nikotin

KERACUNAN NIKOTIN

Oleh :

Dita Dwi Rahmadhani

I1A009006

Pembimbing

dr. Dwi Setyohadi

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMANRSUD ULIN-FK UNLAM

BANJARMASIN

Oktober, 2013

Page 2: Keracunan Nikotin

BAB I

PENDAHULUAN

Nikotin adalah alkaloid yang secara alami ditemukan pada tumbuhan

tembakau. Kandungan nikotin pada berat kering daun tembakau adalah 0,3-15%.1

Tembakau berisi nikotin, suatu zat yang telah diakui oleh organisasi kedokteran

internasional sebagai pembawa sifat kecanduan. Ketergantungan pada tembakau

telah tercatat dalam Klasifikasi Penyakit Internasional (International

Classification of Diseases). Nikotin memenuhi kriteria kunci penyebab kecanduan

atau ketergantungan, seperti: dorongan penggunaan yang kuat, meskipun ada

hasrat dan upaya berulang-ulang untuk berhenti; pengaruh-pengaruh psikoaktif

akibat bekerjanya zat-zat itu pada otak; dan perilaku-perilaku yang dimotivasi

oleh efek-efek “penguatan” zat psikoaktif itu.2

Nikotin dalam tembakau akan memberikan efek kecanduan dan

menimbulkan rasa kepuasan bagi mereka yang mengkonsumsinya baik dalam

bentuk rokok maupun nikotin murni. Nikotin merupakan sejenis unsur kimia

beracun, mirip dengan alkaline. Salah satu jenis obat perangsang yang dapat

merusak jantung dan sirkulasi darah. Nikotin membuat pemakainya kecanduan.

Bahayanya bisa dijelaskan oleh fakta bahwa 4 cc nikotin terbukti cukup

membunuh seekor kelinci besar.3

1

Page 3: Keracunan Nikotin

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tembakau termasuk kelompok tumbuhan beracun, dalam susunan

taksonominya tembakau termasuk famili Solanaceae dan genus Nicotiana. Genus

ini mempunyai 3 subgenus, yaitu rustica, tabacum dan petunioides. Susunan

taksonomi Nicotiana tabacum sebagai berikut:4

Famili: Solanaceae

Subfamili: Nicotianae

Genus: Nicotiana

Subgenus: Tabacum

Seksi: Genuinae

Spesies: Nicotiana tabacum

Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang dengan panjang antara 50-

70 cm, akar serabut akan tumbuh setelah dipindah tanam, yang berkembang

disekitar leher akar. Pada tanaman tembakau, akar merupakan tempat sintetis

nikotin sebelum diangkut melalui pembuluh kayu ke daun. Oleh karena itu faktor-

faktor yang mendorong pertumbuhan akar, seperti kekeringan dan pemangkasan

pucuk dapat mengakibatkan meningkatnya kadar nikotin. Tanaman tembakau

dapat mensintesis nikotin dari nitrogen yang diserap sebelum maupun setelah

dipangkas. Daun tembakau mengandung alkaloida, saponin, flavonoida, dan

polifenol.4

2

Page 4: Keracunan Nikotin

Pada dosis yang rendah nikotin memiliki efek merangsang, meningkatkan

aktivitas, kewaspadaan dan daya ingat. Dosis mematikan pada nikotin yang

dilaporkan dapat membunuh 50% populasi adalah 50mg/kg bobot badan untuk

tikus dan 3mg/kg bobot badan untuk mencit.1

Dari segi farmakologi ada tiga masalah yang perlu diperhatikan tentang

nikotin yaitu absorbsi nikotin, keracunan nikotin, dan daya kerja nikotin. Nikotin

dapat diserap melalui kulit, saluran pernafasan dan saluran pencernaan yang

bernuansa basa.5 Keracunan dapat terjadi karena pemakaian dosis yang kurang

tepat dalam arti terlalu tinggi. Dengan kontrol yang ketat dan berhati-hati dalam

pemakaian dosis, efek buruk nikotin dapat diatasi.6 Pada dosis rendah, nikotin

akan merangsang aktifitas urat syaraf dan otot-otot licin, tetapi pada dosis tinggi

nikotin memblokir aktifitas organ-organ tersebut.5

Tanaman Nicotiana tabacum termasuk kelompok tumbuhan beracun dan

banyak dikonsumsi dalam bentuk rokok. Tembakau sebagai bahan utama produksi

rokok telah memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan negara

selama ini. Selama rentang waktu dari Tahun Anggaran 1995/1996 hingga

semester I Tahun Anggaran 2003, peneriman cukai rokok telah meningkat sekitar

7,6 kali, yaitu dari 3.667,60 miliar rupiah menjadi 27,945,60 miliar rupiah. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa peneriman dari cukai rokok masih memiliki potensi

yang cukup besar untuk terus ditingkatkan sebagai salah satu sumber penerimaan

Negara.7

3

Page 5: Keracunan Nikotin

2.1. Substansi Kimia dalam Rokok

Sebenarnya asap rokok tidaklah sesederhana seperti yang terlihat. Asap

ini merupakan suatu campuran substansi-substansi kimia dalam bentuk gas dan

partikel-partikel terdispersi di dalamnya. Sampai saat ini, telah berhasil

diisolasikan berbagai macam zat kimia yang jumlahnya mencapai 3000 senyawa

dalam daun tembakaunya sendiri dan mencapai lebih dari 4000 senyawa pada

asap rokok.8 Sebagian besar bahan atau senyawa-senyawa tersebut pada umumnya

bersifat toksik bagi berbagai macam sel dalam tubuh kita.

Substansi toksik dalam bentuk gas, yaitu berupa karbon monoksida (CO),

hidrogen sianida (HCN), oksida nitrogen, serta zat kimia yang volatil seperti

nitrosamin, formaldehid banyak terdapat dalam asap rokok. Zat-zat ini dapat

memberikan efek toksiknya dengan mekanisme spesifik dan pada sel-sel atau

unit-unit makromolekuler sel tertentu terutama pada sistem pernapasan.9 Di

samping dalam bentuk gas, zat toksik lain yang terdapat dalam rokok bisa berupa

partikel-partikel kecil terdispersi dalam asap yang terutama alkaloid, yaitu nikotin

dan tar.

Tar adalah partikel kering berwarna coklat hasil pembakaran rokok dan

bisa memberi warna pada gigi ataupun kuku. Partikel ini terdiri dari campuran

senyawa-senyawa kimia kompleks yang terdiri dari berbagai macam zat-zat kimia

karsinogenik, kokarsinogenik dan tumor promoter dalam asap rokok. Zat yang

dimaksud adalah benzo(a)pyrene, dan hidrokarbon aromatik polinuklear lainnya,

nitrosamin derivat nikotin, β-Napthylamine, berbagai metal seperti kadmium,

4

Page 6: Keracunan Nikotin

nikel, arsen, timbal, merkuri dan elemen radioaktif seperti radium-226 dan

polonium-210.10

Sebatang rokok umumnya berisi 1-3 mg nikotin. Nikotin diserap melalui

paru-paru dan kecepatan absorsinya hampir sama dengan masuknya nikotin secara

intravena. Nikotin masuk ke dalam otak dengan cepat dalam waktu kurang lebih

10 detik. Dapat melewati barier di otak dan diedarkan ke seluruh bagian otak

kemudian menurun secara cepat, setelah beredar ke seluruh bagian tubuh dalam

waktu 15-20 menit pada waktu penghisapan terakhir. Efek bifasik dari nikotin

pada dosis rendah menyebabkan rangsangan ganglionik yang eksitasi, tetapi pada

dosis tinggi yang menyebabkan blockade gangbionik setelah eksitasi sepintas.

Efek yang diakibatkan oleh nikotin berhubungan langsung dengan jumlah

nikotin yang diisap, dengan gejala: berat badan lahir rendah, keguguran, lahir tak

cukup bulan, lahir mati dan kematian neonatal, selain peningkatan insiden

perdarahan selama kehamilan, abrupsio plasenta, plasenta previa dan ruptur

membran prematur atau tertunda. Laporan pusat penelitian menunjukkan bahwa:

pertama, nikotin adalah sebuah vasokonstriktor, jadi menyempitkan pembuluh

darah plasenta. Kedua, merokok meningkatkan viskositas darah, sehingga darah

agak kental, sehingga lebih menghambat aliran darah.

Nikotin sendiri merupakan penyebab umum dari tipe keracunan.

Keracunan akut alkaloid (nikotin) ini mudah dikenal tetapi kurang penting

dibanding efek kronis merokok. Dosis fatal nikotin sekitar 40mg atau 1 tetes

dalam bentuk cairan murni. Kebanyakan nikotin dalam rokok akan hancur akibat

5

Page 7: Keracunan Nikotin

pembakaran atau menghilang melalui arus samping rokok. Kandungan nikotin

dalam rokok kretek 4-6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan rokok filter.

Tabel 2.1 Keracunan oral akut beberapa zat racun

Keterangan:1. LD50(dosis letal median=dosis yang menyebabkan kematian 50%

hewan percobaan yang kecik(tikus, mencit)2. S=sintetis

N=alamiah

2.2. Nikotin sebagai Alkaloid Utama dalam Rokok

Literatur paling awal yang menyebutkan adanya kebiasaan menghisap

cerutu atau merokok berasal dari artifak bangsa Maya yang ditemukan di

semenanjung Yucatan, Mexico. Kebiasaan ini merupakan bagian dari ritual

religius dan perkumpulan politik para penduduk asli semenanjung Yucatan. Lima

ratus tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1492, ketika Christopher Columbus

menemukan benua Amerika, dia diberi daun tembakau oleh orang-orang Arawak.

6

Page 8: Keracunan Nikotin

Jadi, Columbus dan awak-awak kapalnya adalah orang Eropa pertama yang

mengenal rokok.10

Nama nikotin berasal dari nama tanaman tembakau yang

menghasilkannya, yaitu Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica. Nama ilmiah

untuk tembakau ini mengacu pada nama seorang duta besar Prancis di Portugal

yaitu Jean Nicot de Villemain. Ia mengirimkan tembakau dari Brazil ke Paris dan

menggunakannya untuk tujuan pengobatan pada tahun 1560. Nikotin sendiri, zat

aktif dalam tembakau baru berhasil diisolasi sekitar dua setengah abad

sesudahnya, tepatnya pada tahun 1828 oleh ahli kimia Jerman, yaitu Poselt dan

Reimann. Mereka pertama kali menyatakan bahwa zat ini adalah toksin. Formula

empirisnya berhasil dideskripsikan oleh Melsens di tahun 1843, yaitu C10H14N2,

sedangkan strukturnya ditemukan oleh Garry Pinner pada tahun 1895 dan nama

kimianya yaitu 3-(1-methyl-2-pyrrolidinyl)pyridine.10

Nikotin adalah amin tersier yang terdiri dari cincin pyridine dan

pyrrolydine (Gambar 2.1). Produksi nikotin memerlukan asam nikotinat (niacin)

dan kation N-methylpyrrolinium, yang didiversikan dari ornithine. Produksi

nikotin dalam daun tembakau diinduksi oleh sinyal Jasmonic acid sebagai respons

terhadap kerusakan daun. Sintesis nikotin terjadi di akar tanaman kemudian

ditranspor melalui xylem menuju daun dan bagian tanaman lainnya. Dalam

keadaan murninya, nikotin tampak sebagai cairan yang kental, seperti minyak

tidak berwarna dan bersifat sangat alkalis. Jika dipapar dengan udara terbuka, ia

menjadi berwarna kuning kecoklatan dan memberikan bau khas tembakau.10

7

Page 9: Keracunan Nikotin

Gambar 2.1. Struktur Kimia Nikotin.11 Nama struktur kimia nikotin adalah 3-(2-(N-methylpyrrolidinyl))pyridine. Nikotin merupakan zat kimia larut air dan dapat diekstraksi dari daun tembakau dengan merendam potongan daunnya dalam air selama 12 jam.

Gambar 2.2. Struktur Alkaloid Utama dalam Tembakau Selain Nikotin .11 Semua alkaloid di atas merupakan derivat dari nikotin. Derivat ini muncul akibat proses oksidasi dan degradasi oleh bakteri selama proses pengolahan rokok dan bukan di sintesis oleh tanaman tembakau itu sendiri,

Sebenarnya nikotin dalam daun tembakau berfungsi sebagai bahan kimia

antiherbivora, terutama serangga. Oleh sebab itu, di masa lalu nikotin banyak

digunakan sebagai insektisida. Kadar nikotin berbeda-beda tergantung jenis

tembakau serta posisi daun, daun yang letaknya relatif lebih tinggi daripada daun

lainnya memiliki kadar nikotin lebih tinggi. Zat ini mendominasi alkaloid yang

ada pada rokok (sekitar 95% alkaloid dalam rokok merupakan nikotin) dan

mencapai berat kering 1,5% tembakau dalam rokok. Rata-rata dalam sebatang

8

Page 10: Keracunan Nikotin

rokok mengandung 10-14 mg nikotin dan sekitar 1 mg nikotin diabsorbsi ke

dalam peredaran darah sistemik selama merokok.11

Sebagian besar nikotin pada daun tembakau berada dalam bentuk

levorotary (S)-isomer, dan hanya sebagian kecil, sekitar 0,1-0,6% dari nikotin

total yang berada dalam bentuk (R)-nikotin. Dalam asap rokok, jumlah (R)-

nikotin meningkat sampai 10%, diperkirakan hal ini terjadi oleh karena proses

racemization selama pembakaran. Nikotin mudah menguap pada pembakaran

bersuhu rendah, sekitar 308.11 Oleh karena sifat fisiknya yang demikian, hampir

semua nikotin dalam rokok menguap saat dibakar dan terinhalasi selama merokok.

Pada sebagian besar strain tembakau, nornikotin dan anatabine adalah

senyawa alkaloid terbanyak kedua setelah nikotin dan disusul dengan anabasine

(Gambar 2.2). Komposisi yang sama berlaku juga pada rokok, cerutu, rokok pipa

dan oral snuff. Alkaloid-alkaloid minor yang lainnya antara lain myosmine, N’-

methylmyosmine, cotinine, nicotyrine, nornicotyrine, nicotine N-oxide, 2,3’-

bipyridyl dan metanicotine. Alkaloid-alkaloid minor tersebut diduga muncul

akibat adanya aktivitas bakteri dalam tembakau selama pemrosesan rokok.11 Dari

sekian banyak alkaloid minor dalam tembakau yang telah dipelajari, hanya

nornicotine, metanicotine, dan anabasine yang memiliki aktivitas farmakologis

mirip nikotin yang cukup bermakna.

2.3. Absorbsi Nikotin ke dalam Sirkulasi Sistemik selama Merokok

Saat rokok dibakar, nikotin dalam tembakau terdestilasi dan terhisap

bersama dengan fraksi partikulat (tar) ke arah pangkal rokok. Absorbsi nikotin

melewati membran biologis targantung pada pH. Nikotin memiliki sifat basa

9

Page 11: Keracunan Nikotin

lemah dengan pKa 8,0, maka dari itu dalam kondisi lingkungan yang asam,

nikotin banyak yang terionisasi dan menjadi sulit untuk menembus membran.

Sebaliknya, jika kondisi lingkungan basa (pH 6,5 atau lebih), lebih banyak nikotin

yang dapat terabsorbsi dalam paru.11 Keasaman dalam droplet partikel (tar) sangat

bervariasi dari 6,0 sampai 7,8 tergantung merk dan jenis rokok. Semakin tinggi

pH, semakin banyak nikotin yang diabsorbsi dalam paru.12

Ketika asap rokok mencapai saluran bronkioli respiratorius dan alveoli

paru, nikotin dalam tar yang berdiameter rata-rata 1 µm dengan cepat diabsorbsi.

Konsentrasinya dalam darah meningkat dengan cepat saat merokok dan mencapai

puncaknya sesaat setelah selesai merokok (Gambar 2.3). Absorbsi yang cepat ini

diduga karena luasnya permukaan bronkioli dan alveoli paru disertai dengan pH

paru yang sedikit basa, yaitu 7,4. Rata-rata 1 mg (0,3-2 mg) nikotin diabsorbsi ke

sistemik selama merokok.11

Setelah setiap satu hisapan, nikotin terabsorbsi dari alveolus menuju

kapiler paru, dan dari sini mengalir ke dalam ventrikel kiri melalui vena

pulmonalis untuk dipompakan ke seluruh tubuh. Akhirnya, nikotin dapat

mencapai otak hanya dalam waktu 7 detik, lebih cepat dari nikotin IV, dan dengan

cepat pula mengaktivasi neuron-neuron dopaminergik pada brain reward system.13

Kecepatan peningkatan dan efek yang dihasilkannya inilah yang menyebabkan

para perokok dapat mentitrasi kadar nikotin untuk mencapai efek stimulasi yang

diinginkannya.14

Merokok merupakan suatu proses yang kompleks, dan sesuai dengan yang

telah disebutkan di atas, perokok dapat memanipulasi dosis nikotin dan kadar

10

Page 12: Keracunan Nikotin

nikotin di otak dalam setiap hisapan. Intake nikotin selama merokok tergantung

pada volume hisapan, kedalaman inhalasi, tingkat dilusi dalam udara ruangan,

frekuensi dan intensitas hisapan.15 Jika perokok yang telah terbiasa mengkonsumsi

rokok dengan kadar nikotin tinggi beralih ke rokok dengan kadar nikotin rendah

atau pun mengurangi jumlah rokok yang dihisap per harinya maka ia akan

cenderung untuk mengkompensasinya dengan cara merubah pola hisap agar

tercapai kadar nikotin yang tetap tinggi seperti sebelumnya.11

2.4. Proses Biologis Merokok

Nikotin diterima reseptor asetilkotin-nikotinik yang kemudian membagi ke

jalur imbalan dan jalur adrenergenik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan

nikmat, memacu sistem dopaminergenik. Hasilnya perokok akan merasa lebih

tenang, daya fikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Di

jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak

lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin menimbulkan

ransangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang

menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah

ketergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang

diperoleh akan berkurang.16

Aspek–aspek kecanduan merokok adalah sebagai berikut:

1. Ketagihan secara fisik atau kimia, yaitu ketagihan terhadap nikotin

(Nicotine addiction).

11

Page 13: Keracunan Nikotin

2. Automatic Habit, berupa kebiasaan dalam merokok (ritual habit) seperti

membuka bungkus rokok, menyalakannya, menghirup dalam–dalam,

merokok sehabis makan sambil minum kopi dan lain–lain.

3. Ketergantungan psikologis/emosional, dimana kebiasaan merokok dipakai

dalam mengatasi hal–hal yang bersifat negatif, misalnya rasa gelisah,

kalut, ataupun frustasi.

2.5. Distribusi Nikotin Dalam Tubuh

Distribusi nikotin dalam tubuh tergantung banyaknya jalan yang dilalui

dan rata–rata peredarannya dalam tubuh. Adanya bentuk peredaran nikotin yang

menyangkut transmisi yang melalui sistem venaportal, injeksi intraperitoneal,

tertelannya nikotin akan menyebabkan nikotin terkonsentrasi dan terkumpul

dengan besar di dalam hati. Absorbsi melalui paru–paru, bucal mucosa, atau

injeksi intravena akan membantu terhadap konsentrasi nikotin di otak dan organ

lainnya karena metabolisme nikotin di hati tidak tersedia.16

Absorbsi nikotin dari tembakau rokok yang terhirup masuk kedalam darah

melalui paru–paru dengan cepat dan efisien. Setelah masuk kedalam paru–paru

nikotin mengikuti proses sirkulasi melalui bilik kiri jantung, dimana nikotin

dipompakan secara langsung ke otak dan bagian lainnya dalam tubuh. Konsentrasi

yang tinggi dari nikotin di pembuluh arteri diperoleh melalui inhalasi asap rokok,

dan kesetimbangan nikotin diantara darah dan otak menghasilkan jumlah nikotin

yang tinggi di otak, hal ini dipengaruhi oleh otak dan ganglion yang aktif

mengumpulkan nikotin.16

Dalam darah dengan pH 7,4, sekitar 69% nikotin terionisasi dan 31% tidak

12

Page 14: Keracunan Nikotin

terionisasi dan hanya 5% nikotin yang terikat pada plasma protein, sedangkan

95% berada dalam bentuk nikotin bebas dalam darah. Nikotin terdistribusi secara

luas dalam jaringan tubuh dengan volume distribusi rata-rata 2,6 liter/kg berat

badan.11 Ini artinya nikotin memiliki sifat hidrofobik dan cenderung untuk terikat

dengan jaringan dengan kandungan lipid yang tinggi, disamping itu pada jaringan-

jaringan tersebut, reseptor nikotin memang ditemukan paling banyak

dibandingkan pada jaringan lain.

Selama berada dalam sirkulasi sistemik, nikotin memililki afinitas yang

tinggi pada beberapa organ tertentu, yaitu otak, hati, ginjal kelenjar adrenal dan

paru. Afinitas nikotin pada jaringan otak sangatlah tinggi, afinitas ini semakin

tinggi sebanding dengan peningkatan reseptornya pada perokok.12 Afinitas yang

tinggi ini disebabkan ikatannya yang spesifik pada reseptor asetilkolin nikotinik

dalam sistem saraf pusat. Bahkan pernah ada laporan kasus bunuh diri

menggunakan nikotin patches, kadar nikotin dalam otak mencapai 2 kali kadarnya

dalam darah perifer.6 Ditambah pula dengan kenyataan bahwa otak merupakan

organ vital dengan vaskularisasi yang tinggi, maka distribusi nikotin dalam otak

terjadi hampir secara instan setelah ia memasuki aliran darah sistemik. Di

samping otak, nikotin juga menunjukkan afinitas yang tinggi pada kelenjar

adrenal dan merangsang kelenjar ini untuk mensekresikan epinefrin ke dalam

sirkulasi darah. Hal ini yang mengakibatkan perokok menunjukkan peningkatan

tekanan darah.

13

Page 15: Keracunan Nikotin

Selain pada organ-organ di atas, akumulasi nikotin yang bermakna

ditemukan juga pada cairan lambung, saliva, air susu ibu, amnion dan bahkan

serum fetus yang dikandung oleh ibu perokok.11

2.6. Mekanisme Adiksi Nikotin

Nikotin merupakan racun saraf yang poten. Pada konsentrasi rendah

bersifat stimulan yaitu meningkatkan aktivitas, kewaspadaan, dan memori

sehingga dapat menyebabkan ketergantungan (adiksi). Juga dapat meningkatkan

denyut jantung, meningkatkan tekanan darah dan mengurangi nafsu makan.

Sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat berfungsi sebagai depresan dan jika

dosis sangat besar dapat menyebabkan mual dan muntah.17 Efek utama nikotin

yang terdapat dalam tembakau adalah adiksi yang merupakan suatu fenomena

prilaku yang kompleks dengan sebab akibat yang luas dari mekanisme molekuler

ke interaksi sosial.

Telah diketahui bahwa nikotin mempengaruhi aktivitas neuron,

komunikasi sinaps, dan perilaku. Pengikatan nikotin dan asetilkolin (ACh)

terhadap reseptor nikotin (nAChRs) menyebabkan perubahan konformasi yang

dapat membuka atau menutup reseptor ion chanel. Sebelum agonis berikatan,

reseptor mengalami resting state dan nonfungsional. Reseptor nikotin adalah

suatu protein membran pentamerik yang terdiri dari dua atau lebih agonis binding

site dan sentral aqueous pore. Agonis binding merubah konformasi ke bentuk ion

yang bergerak menuju titik tangkap (pore), yang menginduksi dan meningkatkan

terjadinya depolarisasi. Karena tingginya permeabilitas reseptor nikotin terhadap

Ca2+ menstimulasi pelepasan neurotransmiter oleh peningkatan konsentrasi Ca2+

14

Page 16: Keracunan Nikotin

pada presinaps di ujung neuron. Nikotin mirip dengan ACh sebagai agonis

reseptor nikotinik. Nikotin berikatan dengan subunit reseptor nAChRs yaitu α2-

α10 dan β2–β4.18 Umumnya (~90%) terikat dengan afinitas tinggi pada daerah

nikotin binding site di otak pada subunit α4 dan β2. Penelitian terbaru

menunjukkan aksi nikotinik pada reseptor tersebut meningkatkan pelepasan

dopamin (DA).19 Adanya efek nikotin yang berpengaruh pada perilaku karena

adanya aktivasi pada sistem mesocorticolimbic DA, jalur awal pada VTA, dan

proyeksi NAcc.

Hubungan sebab akibat dari adiksi nikotin berawal dari interaksi antara

nikotin dengan nAChRs di otak pada daerah mesolimbik dopamin system di

Ventral Tegmental Area (VTA) neuron. Interaksi ini mengawali aktivasi Central

Nervus System (CNS) termasuk system Mesoaccumbens DA. Reseptor nikotin

mengatur pelepasan dopamin (DA). Nikotin merubah aktifitas VTA untuk

meningkatkan pelepasan DA. Perubahan ini penting dalam efek seluler dan

perilaku dari perubahan level DA.19 DA adalah suatu senyawa katekolamin yang

penting pada otak mamalia, yang mengontrol fungsi aktivitas lokomotorik,

kognisi, emosi, reinforsmen positif, dan regulasi endokrin.20

Interpretasi klinik

Diawali nausea, pening, muntah, stimulasi pernafasan, pusing, takikardia,

berkeringat, dan terjadi salvias berlebih yang diikuti oleh kolaps, konvulsi, aritmia

kardiak, serta koma dalam kasus yang parah. Kematian dapat terjadi dengan cepat

atau tertunda selama beberapa jam. Perawatan adalah simptomatik dan suportif.

15

Page 17: Keracunan Nikotin

2.7. Metabolisme dan Ekskresi Nikotin

Nikotin merupakan bahan yang beracun. Nikotin akan menyebabkan

kematian bagi manusia jika disuntikkanmelalui intravena. Ketika otak perokok

secara aktif menerima nikotin, tubuh melakukan kegiatan tersebut dalam 2 cara

yakni metabolisme bentuk yang tidak aktif dan ekskresi molekul aktif.

a. Metabolisme

Nikotin diubah dalam dua metabolisme utama yakni kotin dan Nikotin-1-

N-oksida. Ada yang dibentuk dari saluran alternatif, dimana metabolisme

oksidative melibatkan baik N-oksidasi maupun alpha-karbonoksidasi dari rantai

pirrolidin. Perubahan nikotin menjadi kotin terjadi di hati, ginjal, dan paru – paru,

tetapi tidak terjadi di otak, dan saluran utama dari inaktivasi nikotin. Perubahan

Nikotin-1-N-oksida menjadi nikotindi bagian bawah kelenjar gastrointestinal

sepertinya tidak begitu penting karena metabolisme kembali dari nikotin akan

menurun dengan cepat oleh hati selama siklus pertama pada sirkulasi secara

umum.11

b. Ekskresi

Proporsi terbesar sejauh ini dari nikotin dan metabolismenya dikeluarkan

dari dalam tubuh melalui urine. Walaupun nikotin juga terdapat pada keringat,

saliva, kelenjer susu pada wanita. Pada wanita perokok nikotin dapat ditemukan

secara signifikan dalam air susu ibu (ASI). Pada kejadian absorbsi, ekskresi

nikotin yang stabil adalah pH yang tetap, ketika pH rendah (5,5 atau kurang)

maka nikotin hampir secara total terionisasi dan tidak dapat diabsorbsi melalui

tubulus ginjal.11

16

Page 18: Keracunan Nikotin

Dalam kondisi ini 30 – 40 % dari dosis intravena dan kumpulan nikotin

yang diabsorbsi dari merokok dieksresikan melalui urine sebagai nikotin yang

terikat. Kebanyakan nikotin diabsirbsi kembali dari urine bukan hanya melalui

tubulus ginjal, tetapi dapat juga melalui kandung kemih. Pada kondisi normal

perubahan pH urine, perokok mengeluarkan jumlah yang sama antara nikotin dan

kotin dalam urine perokok.11

2.7.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Nikotin

Ada beberapa faktor yang menyebabkan variasi interindividual pada

metabolisme nikotin yang secara umum dapat dibagi menjadi tiga macam selain

faktor genetik (akan dibahas dalam sub bab tersendiri) :

1. Pengaruh kondisi fisiologis tertentu

a. Diet dan Mentol

Hepar sebagai organ utama dalam metabolisme nikotin membawa

implikasi bahwa metabolisme nikotin ini sangat bergantung kepada aliran darah

ke dalam organ tersebut. Jadi, faktor fisiologis, seperti makan, postur, aktivitas

ataupun obat-obatan yang mengganggu aliran darah menuju hepar akan

mempengaruhi metabolisme nikotin. Gries et al (1996), menemukan bahwa

makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan infus nikotin yang dipertahankan

tetap (steady state) akan menghasilkan penurunan konsentrasinya yang konsisten

dan mencapai maksimal 30-60 menit setelah makan. Setelah makan aliran darah

hepar meningkat 30% dan bersihan nikotin meningkat sekitar 40%.11

Menthol, zat yang banyak digunakan sebagai perasa dalam makanan,

mouthwash, pasta gigi dan bahkan rokok, telah dilaporkan dapat menghambat

17

Page 19: Keracunan Nikotin

kerja enzim Cyp2a6 (MacDougall et al., 2003). Laporan mengenai hal ini telah

dikonfirmasi oleh Benowitz et al (2004) lalu melalui penelitiannya yang

membandingkan aktivitas Cyp2a6 pada perokok sigaret bermentol dengan non-

mentol. Ia menunjukkan bahwa metabolisme nikotin menjadi cotinine dan

glukoronidasi nikotin terhambat.2

b. Umur

Metabolisme dan bersihan nikotin menurun seiring makin meningkatnya

umur. Bersihan total menurun sebesar 23% dan bersihan oleh ginjal menurun

sebanyak 49% pada orang tua (>65 tahun) jika dibandingkan dengan umur dewasa

muda (Molander et al., 2001). Penurunan ini lebih disebabkan karena penurunan

aliran darah ke hepar dibandingkan dengan penurunan aktivitas enzimnya

sendir.15

c. Kronofarmakokinetik Nikotin

Selama tidur, aliran darah hepar akan menurun, demikian juga bersihan

nikotin. Bersihan nikotin bervariasi sebesar 17% (dari puncak ke ambang) dengan

aktivitas minimum antara jam 6 sore dan jam 3 pagi, Jadi aktivitas bersihan

nikotin memiliki irama sirkadian.19

d. Perbedaan Kelamin

Penelitian yang dilakukan oleh Benowitz dan Jacob (1994) menunjukkan

bahwa bersihan nikotin pada pria cenderung lebih tinggi dibandingan pada

wanita walaupun hasilnya tidak signifikan.8 Akan tetapi, penelitian yang paling

akhir justru menyatakan hal yang sebaliknya yaitu bersihan nikotin pada wanita

18

Page 20: Keracunan Nikotin

lebih tinggi dibandingkan pada pria, terutama pada wanita yang menggunakan

kontrasepsi oral.11

2. Konsumsi obat-obatan

a. Penginduksi (inducers)

Beberapa macam obat dapat menginduksi aktivitas enzim Cyp2a6 dalam

kultur hepatosit meskipun terdapat variasi yang luas antar individu. Obat tersebut

di antaranya adalah rifampicin, dexamethasone, dan Phenobarbital.12

b. Inhibitor

Beberapa obat seperti methoxsalen (8-methoxypsoralen), tranylcypromine,

tryptamine, coumarin dan neomenthyl thiol dapat menghambat aktivitas Cyp2a6.11

3. Kondisi patologis

Penyakit-penyakit tertentu telah dilaporkan memiliki pengaruh terhadap

aktivitas Cyp2a6. Penyakit tersebut antara lain hepatitis A, infeksi parasit pada

hepar, dan alcoholic liver disease.11

Gambar 2.13. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Nikotin. Pada umumnya metabolisme nikotin sangat dipengaruhi oleh empat faktor seperti yang tertera di atas.

BAB III

19

Page 21: Keracunan Nikotin

PENUTUP

Nikotin dengan rumus molekul C10H14N2, merupakan komponen aktif

farmakologis yang utama dari tembakau, Nikotiana tabacum. Ditemukan juga

dalam jumlah banyak pada spesies lain dalam famili solanaceae seperti tomat,

kentang, aubergin dan lada hijau. Berdasarkan letak atom N termasuk true

alkaloid. Nikotin merupakan bahan yang beracun. Nikotin akan menyebabkan

kematian bagi manusia jika disuntikkan melalui intravena. Efek bifasik dari

nikotin pada dosis rendah menyebabkan rangsangan ganglionik yang eksitasi,

tetapi pada dosis tinggi yang menyebabkan blockade gangbionik setelah eksitasi

sepintas.

Nikotin merupakan penyebab umum dari tipe keracunan. Keracunan akut

alkaloid (nikotin) ini mudah dikenal tetapi kurang penting dibanding efek kronis

merokok. Dosis fatal nikotin sekitar 40mg atau 1 tetes dalam bentuk cairan murni.

Kebanyakan nikotin dalam rokok akan hancur akibat pembakaran atau

menghilang melalui arus samping rokok.

Interpretasi klinik keracunan nikotin diawali nausea, pening, muntah,

stimulasi pernafasan, pusing, takikardia, berkeringat, dan terjadi salvias berlebih

yang diikuti oleh kolaps, konvulsi, aritmia kardiak, serta koma dalam kasus yang

parah. Kematian dapat terjadi dengan cepat atau tertunda selama beberapa jam.

Perawatan adalah simptomatik dan suportif.

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 22: Keracunan Nikotin

1. Wikipedia. 2006. Nicotine. http://en.wikipedia.org/wiki/Nicotine. [27 Februari 2006].

2. Chaloupka, F. J. 2000. Meredam wabah: pemerintah dan aspek ekonomi pengawasan terhadap tembakau. Terjemahan: S. M. Adioetomo. Indone-sia.

3. Basyir, Umar, Abu,2006. Mengapa Ragu Tinggalkan Rokok. Pustaka At-Tazkia, Bandung.

4. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat. 1999. Tembakau Madura. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Malang.

5. Gilman, A.G., L.S. Goodman dan A. Gilman.1980. Goodman and Gilman’s The Pharmalogical of Therpeutics.Sixth edition. McMillan Pub-lishing Co., Inc. New York. Collier McMillan Canada Ltd. Toronto,Bail-liere, Tindal.

6. Jones, L.M. 1974. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Third edi-tion, Oxford and IBH Publishing Co., Calcuta, New Delhi, Bombay.

7. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 2003. Perkembangan target dan real-isasi penerimaan rokok tahun anggaran 1995/1996-2003. http://72.14.203.104/search?q=cache:39Oqo16J_x8J:www.fiskal.depkeu.go.id/referensi/KEKDes2003/Prijoko4.rtf+penerimaan+dari+penjualan+rokok& hl= id&gl=id&ct=clnk&cd=2. [2 April 2006].

8. Benowitz N.L., P. Jacob, I. Fong dan S. Gupta. 1994. Nicotine metabolic profile in man: comparison of cigarette smoking and transdermal nicotine. Journal of Pharmacology and Experiment Therapy 268(1):296–303.

9. Kuschner, W.G. & Blanc, P.D. 2007. Gases & Other Airborne Toxicants. In J. Ladou (Eds), Occupational & Environmental Medicine, 4th Edition, (p.515-531). New York: McGraw-Hill.

10. Rao, Y., Hoffmann, E., Zia, M., Bodin, L., Zeman, M., Sellers, E.M. & Tyndale, R.F. 2000. Duplications and Defects in The CYP2A6 Gene: Identification, Genotyping, and In Vivo Effects on Smoking. The Ameri-can Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics. Vol. 58, No. 4.

11. Hukkanen, J., Jacob III, P. & Benowitz, N.L. 2005. Metabolism and Dis-position Kinetics of Nicotine. The American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics. Vol. 57, No. 1.

21

Page 23: Keracunan Nikotin

12. Pankow, J.F., Tavakoli, A.D., Luo, W. & Isabelle, L.M. 2003. Percent free base nicotine in the tobacco smoke particulate matter of selected commer-cial and reference cigarettes. Chemical Research in Toxicology. Vol. 16, No. 8.

13. O‟Brian, C.P. 2006. Drug Addiction and Drug Abuse. In L.L. Brunton, J.S. Lazo, & K.L. Parker (Eds), Goodman & Gilman’s The Pharmacologi-cal Basis of Therapeutics, 11th Edition, (p. 607-628). New York: Mc-Graw-Hill.

14. Henningfield, J.E., Keenan,R.M. 1993. Nicotine delivery kinetics and abuse liability. Journal of Consulting and Clinical Psychology. Vol. 61, No. 5.

15. Jarvis, M.J., Boreham, R., Primatesta, P., Feyerabend, C. & Bryant A. 2001. Nicotine Yield From Machine-Smoked Cigarettes and Nicotine In-takes in Smokers: Evidence From a Representative Population Survey. Journal of the National Cancer Institute. Vol. 93, No. 2.

16. Mu’tadin, Z. (2002). Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta. Andi Offset.

17. Sarker, S.D., and Nahar, L.,2007. Chemistry for Pharmacy Students Gen-eral, Organic and Natural Product Chemistry. John Wiley & Sons Ltd, England.

18. Mansvelder, H, D., and McGehee, D.S., 2002. Cellular and Synaptic Mechanisms of Nicotine Addiction. Wiley Periodicals, Inc.

19. Govind, A.P., Vezina, P., and Green, W.N., 2009. Nicotine-induced up-regulation of nicotinic receptors: Underlying mechanisms and relevance to nicotine addiction, Elsevier.

20. Ikawati, Z., 2006. Pengantar Farmakologi Molekuler. Gadjah Mada Uni-versity Press. Yogyakarta.

22