KEPERCAYAAN POLITIK PADA PILAR DEMOKRASI (Suatu Analisis ...
Transcript of KEPERCAYAAN POLITIK PADA PILAR DEMOKRASI (Suatu Analisis ...
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
1
KEPERCAYAAN POLITIK PADA PILAR DEMOKRASI
(Suatu Analisis terhadap Independensi JSI Kota Banda Aceh
dalam Penyelenggaraan Survey Pra Pilkada 2017)
Feryda Rinjani, Effendi Hasan
Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsyiah
Email: [email protected]
ABSTRAK
Survei merupakan pilar terbaru dari demokrasi. Survei dilakukan menjelang pilkada guna mengetahui persepsi publik terhadap popularitas sosok pemimpin
calon kepala daerah. Survei penting dilakukan khususnya bagi kepentingan
publik. Lembaga yang menyelenggarakan survei haruslah independen.
Independensi penyelenggaraan survei dimaksud tidak melakukan keberpihakan
kepada salah satu calon. Lembaga survei harus bersikap terbuka kepada publik
terkait siapa sumber penyandang dananya. Hal ini penting guna menakar
kemungkinan adanya bias pada hasil survei. Tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah untuk mengetahui independensi lembaga survei JSI Kota Banda Aceh
dalam melakukan survei pra Pilkada 2017, serta dampak tidak adanya
kepercayaan politik pada lembaga survei JSI Kota Banda Aceh terhadap eksistensi
demokrasi di Aceh. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara
dan dokumentasi, wawancara dilakukan secara langsung dengan informan dan
dokumentasi didapatkan melalui buku, jurnal, dan dokumen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan survei yang dilakukan JSI Kota Banda Aceh
belum begitu teruji integritasnya. Terkait dengan sumber pendanaan survei, JSI
Kota Banda Aceh juga tidak menjelaskannya dengan transparan. Dalam hal ini
dampaknya apabila lembaga tersebut tidak mampu objektif dalam mensurvei,
maka akan mengganggu stabilitas demokrasi dan akan terjadinya defisit
demokrasi. Diharapkan kepada lembaga yang menjalankan survei agar kedepan
dapat lebih objektif dan jujur demi kemajuan bangsa.
Kata Kunci : Kepercayaan Politik, Independensi, Defisit Demokrasi.
ABSTRACT
A survey is the latest pillar of democracy. The surveyis conducted before the local
elections to determine public perceptions on the popularity of the prospective
leader figure for the future. The surveyis particularly important to be done for the
public interest. An institution that conducts the survey must be independent. The
independence of the surveyorganization is not partiality to one of the candidates.
The survey organization should be open to the public regarding their funding
sources. It is importantto avoid bias in the survey results. The purpose of this
study was to determine the independence of the JSIpollsterof Banda Aceh in
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
2
conducting surveys pre-local elections 2017, as well as impacts of political trust
of JSI survey in Banda Aceh on the existence of democracy in Aceh. The
techniques of data collection used in this study were interviews and
documentation. The interview was done directly with the source persons and
documentation obtained through the book, Journal, and documents. The results
showed that the survey conducted by JSI in Banda Aceh is not so tested his
integrity. Related to funding sources, JSI alsodid not explain transparently. The
negative impact if theJSI is not able to be objective in the survey is that it will
disrupt the stability of democracy and the occurrence deficit of democracy. It is
expectedthat theorganization running survey could be more objectiveand honest
for the sake of the nation’sdevelopment.
Keywords: Political Trust, Independence, Democracy Deficit
PENDAHULUAN
Runtuhnya rezim otoriter Orde Baru pada tahun 1998 telah membawa
harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Bergulirnya reformasi yang
mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi
demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis,
karena dalam fase ini ditentukan kemana arah demokrasi yang akan dibangun
(Azra, 2005: 135).
Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi di Indonesia sangat bergantung pada empat faktor kunci: yakni, (1) komposisi elite politik, (2) desain
institusi politik, (3) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik
dikalangan elite dan non elite, dan (4) peran civiel society (masyarakat madani).
Keempat faktor itu harus jalan secara sinergis karena merupakan modal untuk
mengonsolidasikan demokrasi (Azra, 2005: 135).
Ketika memilih untuk menempuh jalan demokrasi, Indonesia pada
akhirnya memerlukan beberapa pilar guna menyanggah demokrasinya, pilar-pilar
tersebut salah satunya Polling. Sebenarnya tidak ada literatur yang secara
langsung menyebutkan bahwa polling adalah pilar demokrasi. Literatur berbahasa
Indonesia yang menyebutkan bahwa polling adalah pilar demokrasi adalah buku
Metodologi Polling: Memberdayakan Suara Rakyat karya Eriyanto (1999). Dalam
bukunya, Eriyanto menyebutkan bahwapolling merupakan salah satu pendukung
dari pilar-pilar demokrasi lainnya. Polling dianggap penting karena digunakan
sebagai penyanggah demokrasi, sebab dengan adanya polling maka masyarakat
dapat mengkritisi kebijakan-kebijakan yang telah diambil pejabat sebelumnya. Di
Indonesia, polling adalah pilar kekuatan kelima dari demokrasi (the fifth estate)
setelah eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers (Eriyanto, 1999: 30). Dalam hal ini
begitu berpengaruhnya polling dalam proses demokrasi.
Polling adalah sebuah kuantifikasi sebagian dari beberapa aspek yang
disuarakan oleh masyarakat mengenai berbagai isu yang ditanyakan kepada
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
3
mereka. Berbagai pernyataan tersebut direkam dan dihitung, mirip dengan voting,
dan individu juga dianggap mewakili publik secara keseluruhan (William Albig,
1956: 198). Polling dapat membantu meningkatkan efisiensi demokrasi karena
dengan menguraikan opini dari publik. Dalam demokrasi, opini publik itu digali
melalui polling opini publik atau lembaga survei.
Pelaksanaan survei atau jajak pendapat di Indonesia mulai bebas dilakukan
sejak bergulirnya era reformasi. Hal ini ditandai dengan munculnya beberapa
lembaga survei jajak pendapat, antara lain LP3ES, LSI (Lingkaran Survei
Indonesia), maupun Lembaga Survei Indonesia. Ketiga lembaga tersebut pernah melakukan survei atau jajak pendapat menjelang pemilu presiden dan wakil
presiden 2004 dengan hasil yang sangat akurat (Cangara, 2011: 153).
Ballian Siregar (2010), sebelumnya pernah meneliti fenomena
profesionalisme lembaga survei opini publik pada pemilu presiden 2009.
Penelitian tersebut menekankan bagaimana prinsip-prinsip profesionalisme
lembaga survei. Ballian Siregar meneliti dua lembaga survei berpengaruh di
Indonesia, yakni Lembaga Survei Indonesia dan Lingkaran Survei Indonesia
(Siregar, 2010: 120).
Penelitian Siregar mengungkapkan bahwa kedua lembaga survei tersebut
sama-sama membuat mekanisme survei, hanya saja belum seutuhnya
mengindahkan kode etik lembaga survei, khususnya pada aspek pendanaan survei.
Penelitian Siregar cenderung lebih mengapresiasi Lembaga Survei Indonesia
karena dalam laporan hasil surveinya menyebutkan sumber pendanaan yang jelas.
Lembaga Survei Indonesia lebih transparan dibandingkan Lingkaran Survei
Indonesia. Padahal menurut Siregar, semangat transparansi merupakan syarat
berdemokrasi (Siregar, 2010: 123-124).
Posisi lembaga survei dalam transisi demokrasi menjadi komponen yang
penting, karena prinsip keterwakilan (representativeness) dan keilmiahannya
(scientificness) adalah unsur utama dalam merumuskan suatu keputusan dan
kebijakan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Suatu proses politik akan
lebih terukur dan objektif dengan keterlibatan lembaga survei di dalamnya.
Lembaga survei juga harus berada pada jalur yang terkontrol agar keberadaannya
bukan justru merusak tatanan demokrasi (Abdi, 2014: 18).
Seperti halnya di Provinsi Aceh, menjelang pilkada 2017 banyak dari
lembaga-lembaga survei yang sudah melakukan survei terkait kemenangan dari
bakal calon. Survei dari beberapa lembaga tersebut menimbulkan pro dan kontra
di antara masyarakat.Banyak masyarakat yang mempertanyakan hasil dan dana
survei yang diduga tidak transparan. Salah satu lembaga survei tersebut adalah lembaga Jaringan Survey Inisiatif (JSI) Kota Banda Aceh.
Lembaga survei JSI Kota Banda Aceh merupakan lembaga yang paling
sering melakukan survei. Setelah melakukan survei, banyak pihak yang
mempertanyakan hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei JSI kota Banda
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
4
Aceh tersebut, dikarenakan lembaga survei JSI Kota Banda Aceh menempatkan
salah satu calon yaitu Irwandi Yusuf pada urutan pertama dengan polling
67,66%, kemudian disusul Muzakkir Manaf di posisi kedua dengan polling 8,3%,
Ahmad Farhan Hamid dengan 4%, Tgk. Nasruddin Bin Ahmad dengan 3,5%,
Sulaiman Abda dengan 3,33%, kemudian Zaini Abdullah dengan 1,5% dan
disusul Zakaria Saman mendapat 1,33% (www.lintasnasional.com, diakses pada 6
Mei 2015).
Selain itu, masih banyaknya prinsip-prinsip metodologi dari lembaga
survei JSI Kota Banda Aceh tersebut yang belum dilaksanakan sesuai dengan
prinsip metodologi lembaga survei, yang mana mereka tidak menjelaskan kepada
publik siapa penyandang dana survei dan juga terkait metode apa yang mereka
gunakan dalam proses pelaksanaan survei.
Pimpinan majalah Modus Aceh juga menyebutkan momentum dari
lembaga survei JSI Kota Banda Aceh tersebut masih relatif dinidilakukan jika
melihat dari perkembangan politik Aceh saat ini, masyarakat masih dililit
berbagai persoalan ekonomi yang hingga kini belum bergerak ke arah lebih baik.
Selain daripada itu, menurut pimpinan redaksi Modus Aceh, banyak pihak
menggugat metode serta transparansi soal anggaran pelaksanaan survei JSI Kota
Banda Aceh. Pihak-pihak tersebut salah satunya dari pembaca setia Modus Aceh.
Menurut pembaca setia Modus Aceh, ada calon-calon yang disurvei berani
membayar Rp 35 juta, ada juga Rp 5 juta dan sebagiannya kepada pihak JSI
(www.modusaceh.com, diakses 28 Mei 2015).
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-VII/2009 tentang Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Mahkamah Konstitusional
Republik Indonesia menekankan bahwa:
“Survei dan penghitungan cepat yang penyebarannya dijamin oleh UUD 1945 adalah survei dan penghitungan cepat yang didasarkan pada
keilmuan dan tidak berdasarkan keinginan atau latar belakang untuk
mempengaruhi pemilih, oleh karenanya netralitas survei dan penghitungan
menjadi sangatlah penting. Hal demikian tidaklah berarti bahwa survei dan
penghitungan cepat tidak boleh dilakukan untuk kepentingan pasangan
calon Presiden/Wakil Presiden. Apabila hal demikian terjadi maka menjadi
hak publik untuk mengetahui bahwa kegiatan tersebut dilakukan atas
pesanan atau dibiayai oleh pasangan calon Presiden/Wakil Presiden
tertentu serta menjadi kewajiban pelaksana kegiatan survei dan
penghitungan cepat untuk mengungkapkannya kepada publik secara jujur
dan transparan”.
Berdasarkan rujukan peraturan diatas, maka lembaga survei seharusnya
lebih bersikap independen dalam proses pelaksanaan survei. Lembaga
surveiharusbersikap terbuka kepada publik terkait siapa penyandang dananya,
karena publik berhak tahu darimana dana itu berasal untuk pembiayaan survei.Hal
ini sangat penting guna menakar kemungkinan adanya bias pada hasil survei.
Apabila survei yang dilakukan oleh lembaga survei dilakukan untuk pihak-pihak
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
5
terkait, maka ada baiknya bila hasil survei tersebut diumumkan oleh pihak-pihak
tersebut, bukan oleh lembaga yang melakukan survei.
Begitu pula dengan metode pengambilan pendapat. Teknik bertanya dan
pertanyaan yang diajukan oleh penyelenggaraan survei kepada responden harus
tepat karena ini bisa mempengaruhi jawaban responden. Sering kali lembaga-
lembaga survei tidak menjelaskan dengan terbuka kepada publik terkait metode
apa yang mereka gunakan dalam proses survei berlangsung. Karena jika metode
yang dipakai oleh penyelenggaraan survei tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
metodologi survei maka akan menampilkan hasil yang berbeda dalam survei.
Dari permasalahan tersebut diatas, penulis ingin mengupas terkait
bagaimana independensi lembaga survei JSI Kota Banda Aceh dalam melakukan
survei pra Pilkada 2017 dan bagaimana dampak tidak adanya kepercayaan politik pada lembaga survei JSI Kota Banda Aceh terhadap eksistensi demokrasi di Aceh.
TINJAUAN PUSTAKA
Kepercayaan (trust) menjadi topik bahasan banyak pakar. Salah satu pakar
yang mengangkat topik ini sebagai bahan diskusi yang hangat adalah Francis
Fukuyama, seorang guru besar filsafat dari James Mason University, USA. Dalam
buku yang berjudul Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity
(Fukuyama, 1995) mendefinisikan trust sebagai berikut:
“The expectation that arises within a community of regular, honest, and
cooperative behaviour, based on commonly shared norms, on the part of
other members of that community” (Fukuyama, 1995: 26).
Menurut Fukuyama (1995), kepercayaan diartikan sebagai harapan yang
timbul dalam masyarakat biasa, jujur, perilaku kooperatif, berdasarkan norma-
norma komunal bersama pada bagian dari anggota masyarakat lainnya. Sikap
percaya (trust) tersebut mengacu pada keyakinan bahwa individu, kelompok atau
lembaga/institusi dapat dipercaya yang didasari harapan bahwa individu,
kelompok, lembaga/institusi yang dipercaya tersebut akan bertindak seperti yang
diidealkan atau diharapkan memberi kebaikan di masyarakat.
Kemudian Al Golin dalam bukunya Trust or Cosequences (2004) juga menyatakan bahwa “trust is the key element of strong relationship that ensure
organizational success in the long run” (Wilson, 2004: 2). Kepercayaan diartikan
sebagai elemen kunci yang berkaitan erat dengan kesuksesan organisasi.
Kepercayaan atau ketidakpercayaan publik sering digunakan untuk menjelaskan
fenomena yang berbeda-beda, memiliki cakupan yang luas, dan merujuk pada
berbagai bentuk ketidakpuasan atau kekecewaan publik terhadap pemerintah yang
dinilai gagal memenuhi harapan publik.
Teori kepercayaan politik digunakan untuk menjadi solusi atas
permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara demokrasi. Dan digunakan
sebagai langkah untuk melihat sejauh mana tingkat kepercayaan politik pada
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
6
sebuah pilar demokrasi yang ada dinegara demokrasi. Dengan teori ini peneliti dapat menganalisis seberapa besar pilar demokrasi tersebut khususnya lembaga
survei dapat memberikan kepercayaan politik kepada masyarakat bahwa hadirnya
lembaga survei yang diharapkan mampu memberikan pendidikan politik untuk
masyarakat tidak akan merusak tatanan demokrasi di Indonesia.
Kemudian dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan konsep
independensi. Independen dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris
yaitu “Independent” artinya bebas, merdeka atau mandiri (Partanto, 1994: 250).
Dari kata ini kemudian muncul istilah Independensi. Independensi sendiri bisa
diartikan dengan kebebasan, kemandirian atau kemerdekaan dari pengaruh
kekuatan yang berada diluar sesuatu. Independen berarti “tidak tergantung dari”,
maka kata independen dapat digunakan untuk mengatakan, bahwa seseorang
sudah tidak lagi tergantung pada orang lain atau kelompok lain. Konteksnya
dengan prosesi survei sebagaimana yang telah dilakukan di beberapa daerah,
independensi bisa diartikan sebagai suatu sifat yang melekat pada suatu lembaga
penyelenggara. Dengan demikian, secara kelembagaan, lembaga yang ditunjuk
sebagai penyelenggara itu tidak boleh diintervensi oleh kekuatan apapun dari luar
terkait penemuan kualitas kinerjanya (Marbun, 2002: 76).
Netralitas lembaga survei telah disinggung dalam UU No 10 tahun 2008
tentang pemilu legislatif yang kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya
Peraturan KPU No 40 tahun 2008. UU No 10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif
pasal 244 ayat 2 berbunyi :
“Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi pemilu,
pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jejak pendapat tentang pemilu
dan penghitungan cepat hasil pemilu dengan ketentuan tidak melakukan
keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta
pemilu”.
Kemudian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-VII/2009
tentang Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Mahkamah
Konstitusional Republik Indonesia juga menekankan bahwa:
“Survei dan penghitungan cepat yang penyebarannya dijamin oleh UUD 1945 adalah survei dan penghitungan cepat yang didasarkan pada
keilmuan dan tidak berdasarkan keinginan atau latar belakang untuk
mempengaruhi pemilih, oleh karenanya netralitas survei dan penghitungan
menjadi sangatlah penting. Hal demikian tidaklah berarti bahwa survei dan
penghitungan cepat tidak boleh dilakukan untuk kepentingan pasangan
calon Presiden/Wakil Presiden. Apabila hal demikian terjadi maka menjadi
hak publik untuk mengetahui bahwa kegiatan tersebut dilakukan atas
pesanan atau dibiayai oleh pasangan calon Presiden/Wakil Presiden
tertentu serta menjadi kewajiban pelaksana kegiatan survei dan
penghitungan cepat untuk mengungkapkannya kepada publik secara jujur
dan transparan”.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
7
Berdasarkan landasan hukum tersebut diatas, maka dapat diambil beberapa
indikator independensi lembaga survei antara lain :
1. Lembaga survei dalam mengumumkan hasil survei dan perhitungan cepat
haruslah dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip metodologi ilmiah
dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Metodologi yang digunakan dalam survei atau jajak pendapat dan hitung
cepat harus memperhatikan berapa jumlah responden, tanggal pelaksanaan
survei, dan cakupan pelaksanaan survei tersebut.
3. Objektivitas lembaga yang melakukan survei haruslah independen dan
tidak dimaksudkan untuk menguntungkan atau memihak salah satu peserta
Pilkada.
4. Sumber pendanaan dari lembaga survei harus jelas. Lembaga survei wajib
melaporkan kepada publik secara transparan mengenai laporan hasil survei
dan hitung cepat yang dilaksanakan serta mau melaksanakan audit
keuangan atas sumber pendanaan kegiatan survei atau jajak pendapat dan
hitung cepat yang dilaksanakan.
5. Lembaga survei haruslah mendapatkan akreditasi dan terdaftar di lembaga terkait, seperti KIP .
6. Adanya pengalaman melakukan survei atau hitung cepat suara di beberapa
pemilihan umum dan pilkada.
(Sumber : Hasil dari beberapa landasan peraturan).
Konsep independensi lembaga survei dalam penelitian ini digunakan sebagai pendukung dari teori kepercayaan politik, yaitu untuk melihat
independensi yang dilakukan oleh lembaga survei khususnya JSI Kota Banda
Aceh sebagai salah satu wujud dari kepercayaan politik dalam memberikan
kepercayaan kepada masyarakat bahwa pilar-pilar demokrasi tidak akan
mengganggu stabilitas demokrasi dan menghindari terjadinya defisit demokrasi.
Berbicara tentang defisit demokrasi adalah berbicara tentang tidak
tercapainya dan semakin jauhnya pelaksanaan demokrasi dari tujuan-tujuan
awalnya. Tujuan demokrasi sendiri pada dasarnya adalah terpenuhinya hak-hak
setiap individu yang berada dalam negara yang menganut sistem demokrasi.
Terpenuhi semua hak dan tujuan demokrasi tersebut sangat bergantung dari
kapasitas negara dalam pemenuhan hak-hak warganya. Mengutip Noam Chomsky
dalam “Failed States: The Abuse of Power and the Assault of Power and the
Assault on Democracy” (2006: 1-2) menyebutkan bahwa ada 2 karakter negara
gagal, pertama; ketidakbecusan pemerintah melindungi segenap warga negaranya
dari berbagai macam tindak kekerasan atau bahkan penghancuran. Kedua; negara
tidak mampu mempertahankan hak-hak warganya baik di tanah air maupun diluar
negeri.
Konsep defisit demokrasi dalam penelitian ini digunakan sebagai
pendukung dari teori kepercayaan politik dan konsep independensi lembaga
survei. Dalam hal ini, konsep defisit demokrasi dipakai untuk melihat sejauh
mana kepercayaan politik terhadap pilar-pilar demokrasi. Defisit demokrasi disini
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
8
menjadi efek dari tidak adanya independensi lembaga survei. Apabila lembaga
survei tidak bisa memberikan kepercayaan kepada masyarakat akan hadirnya
sebagai lembaga survei yang independen, maka akan terjadinya defisit demokrasi.
Jika terjadi defisit demokrasi, maka negara tersebut dianggap telah gagal dalam
menjadi sebuah negara yang demokrasi.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif. Menurut Taylor dan Bogdan (Bagong Suryanto dan Sutinah, 2010 :
166), penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang
dapat diamati dari orang-orang yang diteliti. Oleh karena itu penelitian ini
menggunakan metode kualitatif deskriptif karena data-data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
Adapun informan dalam penelitian ini adalah orang yang paham dan
mengerti tentang permasalahan penelitian ini. Menurut Burhan Bungin (2011: 78),
informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian
sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian. Informan
ditentukan secara purposive, yaitu informan yang akan diwawancarai adalah
informan yang sesuai dengan kriteria terpilih dan benar-benar mengerti serta
paham tentang masalah penelitian, sehingga informasi yang diperoleh jelas dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan kriteria tersebut maka informan dalam penelitian ini
berjumlah 9 orang, yang terdiri dari:
1. Ratnalia Indriasari (Direktur Lembaga JSI Kota Banda Aceh).
2. Aryos Nivada (Manager Riset & Survey JSI Kota Banda Aceh).
3. Teuku Ardiansyah (Pengamat Politik).
4. Irwandi Yusuf (Kandidat Hasil Survei JSI Kota Banda Aceh).
5. Ahmad Farhan Hamid (Kandidat Hasil Survei JSI Kota Banda Aceh).
6. Sulaiman Abda (Kandidat Hasil Survei JSI Kota Banda Aceh).
7. Sayed Mustafa Usab (Calon Wakil Gubernur Aceh).
8. Muhammad Saleh (Pimpinan Redaksi Majalah Modus Aceh).
9. Tgk. Adi Laweung (Juru Bicara Partai Aceh Pusat).
Kemudian dalam penelitian ini peneliti mengambi 2 sumber data diantaranya:
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
9
1. Sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data. Data primer diperoleh dengan cara melakukan
wawancara dengan responden dan informan. Wawancara berguna untuk
mendapatkan data dari tangan pertama (primer), pelengkap teknik
pengumpulan lainnya, menguji hasil pengumpulan lainnya (Sugiono
(2008: 193).
2. Sumber data sekunder, yaitu data yang dapat mendukung keterangan
sumber data primer. Sumbernya berupa dari dokumen tertulis, studi
keperpustakaan, buku, majalah, koran, dan lain-lain.
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui
beberapa metode pengumpulan data antara lain. Pertama; wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan wawancara semiterstruktur, dimana
pelaksanaan wawancara ini lebih bebas, peneliti tidak merasa kaku pada saat
wawancara dan bias menggunakan pedoman disaat wawancara berlangsung. Dan
pada saat wawancara berlangsung apabila penulis ingin menanyakan yang tidak
berhubungan dengan pedoman maka penulis bias langsung menanyainya.
Kedua; dokumentasi bertujuan agar penulis dapat lebih mudah dalam
mengumpulkan data dengan baik dan adanya referensi yang mendukung
penelitian penulis sesuai dengan tema yang diteliti. Metode dokumentasi ini tidak
hanya memudahkan penulis dalam mencari data dilapangan, akan tetapi untuk
menjadi arsip bagi penulis dan beberapa kelompok tertentu yang membutuhkan.
Pada penelitian ini tahap-tahap teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Pertama, penelitian memperoleh data-data dari hasil wawancara dengan
informan, kemudian dikumpulkan secara menyeluruh. Analisis data
dimulai dengan melakukan wawancara semiterstruktur dengan informan.
2. Kedua, peneliti melakukan proses penggabungan data dalam bentuk teks
yang akan dianalisis. Hasil wawancara dan hasil studi dokumentasi yang
berkaitan dengan penelitian ini diubah menjadi bentuk tulisan sesuai
dengan formatnya masing-masing.
3. Ketiga, peneliti melakukan analisis data dan kemudian dikaitkan dengan teori-teori yang berkaitan dengan masalah penelitian.
4. Terakhir adalah tahap penarikan kesimpulan dari hasil penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hadirnya lembaga survei ditengah-tengah masyarakat diharapkan mampu
menjadi lembaga yang dapat dipercaya dan tentunya terjaga integritasnya dari
pihak-pihak luar yang mencoba mengintervensi kinerja lembaga survei tersebut.
Adapun lembaga survei juga sangat diharapkan menjadi lembaga yang
independen dalam pelaksanaan surveinya dan tidak dimaksudkan untuk
menguntungkan ataupun merugikan pihak-pihak peserta pemilihan.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
10
Melihat independensi JSI Kota Banda Aceh dalam melaksanakan survei pra pilkada tahun 2017, peneliti dapat menganalisisnya dengan menggunakan
konsep independensi. Menurut Marbun dalam Kamus Politik (2002: 76)
independensi itu sendiri artinya kebebasan, kemandirian atau kemerdekaan dari
pengaruh kekuatan yang berada diluar sesuatu. Independen tersebut berarti tidak
tergantung dari, maka kata independen dapat digunakan untuk mengatakan bahwa
seseorang sudah tidak lagi tergantung pada orang lain atau kelompok lain.
Berdasarkan penelitian, penulis menemukan bahwa lembaga JSI kota
Banda Aceh dalam hal pelaksanaan survenyai belum begitu teruji integritasnya.
Hal ini penulis dapati dari beberapa hasil wawancara dengan informan dan penulis
juga merujuk ke beberapa landasan hukum seperti putusan Mahkamah
Konstitusional Nomor 98/PUU-VII/2009 tentang Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa Mahkamah Konstitusional Republik Indonesia dan
merujuk kepada peraturan Komisi Pemilihan Umum Peraturan KPU Nomor 5
Tahun 2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota paragraf 5 tentang Lembaga Survei atau Jajak Pendapat dan
Perhitungan Cepat.
Kedua putusan tersebut diatas, menjelaskan bahwa survei yang dilakukan
oleh seseorang atau lembaga penyelenggaraan survei harus menyebutkan sumber
pendanaan survei, tanggal pelaksanaan survei, jumlah responden, dan tidak
dimaksud untuk menguntungkan maupun merugikan pihak kandidat lainnya. Jika
survei tersebut dilakukan atas pesanan, maka menjadi kewajiban lembaga survei
tersebut untuk menyampaikannya kepada publik dengan jujur dan transparan.
Berdasarkan kedua putusan tersebut diatas, penulis menemukan beberapa
indikator yang seharusnya ada dalam sebuah lembaga JSI Kota Banda Aceh.
Pertama, lembaga survei JSI Kota Banda Aceh dalam mengumumkan hasil survei
dan perhitungan cepat masih ragu-ragu terkait metodologi apa yang digunakan.
Dalam hal ini, penulis dapatkan dari beberapa hasil wawancara dengan informan
bahwasannya JSI hanya mengumumkan metode umumnya saja, dan tidak
menjelaskan metode secara detil kepada publik bagaimana dilakukannya survei,
metode lengkapnya apa, dan bagaimana mengambil responden serta cakupan
survei lainnya. Kemudian JSI Kota Banda Aceh juga tidak memiliki SOP, yang
mana SOP itu penting yang harus dimiliki oleh sebuah lembaga agar prosedur
pelaksanaannya terstruktur.
Kedua, metodologi yang digunakan dalam survei, atau jajak pendapat dan
hitung cepat harus memperhatikan berapa jumlah responden, dan tanggal
pelaksanaan survei. Dalam hal ini, menurut hasil wawancara dengan pendiri JSI
dan direktur JSI Kota Banda Aceh bahwa lembaga JSI sudah menjelaskan jumlah
responden, dan tanggal pelaksanaan survei kepada publik pada saat
mengumumkan hasil surveinya.
Ketiga, objektivitas lembaga yang melakukan survei haruslah independen dan tidak dimaksudkan untuk menguntungkan atau memihak salah satu peserta
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
11
Pilkada. Dalam hal ini, menurut hasil analisis penulis maka didapatkan bahwa JSI
kurang independen dalam penentuan tempat survei, yang mana JSI hanya
mengambil studi kasus di 3 wilayah utara dan timur saja yang basisnya dikuasai
oleh salah satu kandidat calon. JSI tidak mengambil beberapa sampel di barat-
selatan. Hal ini otomatis bisa mewakili Aceh secara keseluruhan.
Keempat, sumber pendanaan dari lembaga survei harus jelas. Dalam hal
ini, menurut beberapa hasil wawancara dengan informan maka didapatkan bahwa
lembaga survei JSI tidak melaporkan kepada publik secara transparan mengenai
laporan pendanaan survei serta tidak melaksanakan audit keuangan atas sumber
pendanaan kegiatan survei yang dilaksanakannya. Padahal yang kita ketahui
adalah syarat integritas dari sebuah lembaga survei tersebut adalah dengan
memberitahukan dengan terbuka terkait darimana sumber pendanaan survei. Akan
tetapi hal ini tidak didapatkan di lembaga JSI Kota Banda Aceh. Bahkan menurut
manager JSI sendiri, dana survei adalah hak dari pada lembaga survei. Yang mana
lembaga survei mempunyai hak dalam memberitahu atau tidaknya sumber dana
survei itu berasal. Hal ini berbanding terbalik dengan yang disampaikan oleh
beberapa informan, yang mana syarat integritas sebuah lembaga survei adalah
dengan transparansi sumber dana survei. Hal ini penting agar publik mengetahui
hasil surveinya tersebut tidak direkayasa.
Kelima, lembaga survei haruslah mendapatkan akreditasi dan terdaftar di lembaga terkait, seperti KIP. Dalam hal ini, menurut hasil wawancara dengan
pihak JSI Kota Banda Aceh, JSI sendiri belum mendaftar ke KIP sebagai lembaga
yang melakukan survei. JSI baru mempersiapkan dan akan mendaftar ke KIP
dalam waktu dekat sebelum pilkada dilangsungkan. Hal ini dikarenakan, masih
ada yang harus dimusyawarahkan dengan sesama kepengurusan lembaga JSI.
Keenam, adanya pengalaman melakukan survei politik atau hitung cepat
suara di beberapa pemilihan umum dan pilkada. Dalam hal ini, lembaga JSI Kota
Banda Aceh sudah sangat sering melakukan survei dalam berbagai bentuk survei.
Khususnya untuk survei politik, JSI Kota Banda Aceh pernah melakukan
beberapa kali survei dan hanya mengumumkan hasil surveinya tersebut pada
tahun 2015 saja.
Berdasarkan indikator-indikator independensi lembaga survei diatas maka dapat penulis simpulkan bahwa lembaga JSI Kota Banda Aceh dalam melakukan
surveinya belum begitu teruji integrasinya, hal ini dikarenakan dari metodologi
yang digunakan, jumlah sampel yang dipakai, dan dana survei, JSI Kota Banda
Aceh tidak menjelaskannya dengan detil ke publik. Hal ini sangat penting untuk
menghindari adanya pihak yang merasa dirugikan maupun diuntungkan dalam
hasil survei tersebut yang bisa mempengaruhi hasil survei.
Hal yang paling mendasar yang harus ada dalam sebuah lembaga survei
adalah faktor kejujuran. Suatu survei harus dilakukan dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai survei berdasarkan survei ilmiah. Selain metodologinya yang harus
benar, ukuran keilmiahan survei tergantung pada tingkat kejujuran lembaga
survei. Hal ini sangat penting agar publik percaya bahwa lembaga survei dapat
memenuhi harapan publik yang bisa menjadi sebuah jembatan publik untuk
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
12
mengetahui tingkat popularitas calon pilkada dan tidak dimanfaatkan oleh pihak-
pihak yang mencoba memenangkan pilkada.
Seperti yang dikemukakan oleh Francis Fukuyama, kepercayaan adalah
harapan yang timbul dalam masyarakat biasa, jujur, perilaku kooperatif,
berdasarkan norma-norma komunal bersama pada bagian dari anggota masyarakat
lainnya. Sikap percaya (trust) tersebut mengacu pada keyakinan bahwa individu,
kelompok atau lembaga/institusi dapat dipercaya yang didasari harapan bahwa
individu, kelompok, lembaga/institusi yang dipercaya tersebut akan bertindak
seperti yang diidealkan atau diharapkan memberi kebaikan di masyarakat
(Fukuyama, 1995: 26).
Apa yang disebutkan Francis Fukuyama menjadi terbukti pada kasus
independensi lembaga survei dimana hasil yang dikeluarkan oleh lembaga JSI
Kota Banda Aceh tidak memberikan kepercayaan kepada masyarakat yang mana
pihak JSI tidak memberitahukan dengan transparan dari mana sumber pendanaan
yang mereka terima pada saat survei tahun 2015.
Fenomena lain yang ditampilkan oleh sejumlah lembaga survei pada umumnya selalu pada segi hasil survei. Yang mana hasil survei elektabilitas yang
dikeluarkan oleh lembaga survei tersebut sering kali menunjukkan hasil yang
berbeda dengan hasil pemenangan akhir. Hal ini juga sangat berpengaruh terhadap
kepercayaan dan kesuksesan lembaga survei dalam hal mensurvei.
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Al Golin dalam Wilson, 2004: 2
menyatakan bahwa “trust is the key element of strong relationship that ensure
organizational success in the long run” (Wilson, 2004: 2). Kepercayaan diartikan
sebagai elemen kunci yang berkaitan erat dengan kesuksesan organisasi.
Kepercayaan atau ketidakpercayaan publik sering digunakan untuk menjelaskan
fenomena yang berbeda-beda, memiliki cakupan yang luas, dan merujuk pada
berbagai bentuk ketidakpuasan atau kekecewaan publik terhadap organisasi yang
dinilai gagal memenuhi harapan publik.
Tentu publik ingin agar lembaga-lembaga survei yang melakukan survei sebelum pilkada seperti survei tentang perilaku pemilih, dan survei tentang
pasangan calon untuk mengukur elektabilitas dan kepopularitasnya di kalangan
masyarakat haruslah tetap menjunjung tinggi prinsip keterbukaan. Dimana
keterbukaan informasi yang jujur, keterbukaan sumber pendanaan survei haruslah
tetap ada dalam sebuah lembaga survei, hal ini penting agar hasil yang
dikeluarkan dapat memberi kepercayaan kepada masyarakat bahwa survei tersebut
tidak dimaksud untuk menguntungkan salah satu kandidat survei.
Jika dalam hal memberikan informasi tersebut lembaga survei tidak
menjalankannya dengan semestinya, maka akan berdampak negatif kepada
lembaga survei, dan hal ini juga berdampak kepada ketidakpercayaan masyarakat
terhadap lembaga penyelenggaraan survei tersebut.
Hasil penelitian peneliti menemukan bahwa dampak negatif lainnya yang
ditimbulkan dari tidak adanya kepercayaan politik pada lembaga survei terhadap
eksistensi demokrasi adalah berdampak kepada penurunan kualitas demokrasi.
Apabila lembaga survei tersebut tidak mampu objektif dalam mensurvei, maka
akan mengganggu stabilitas demokrasi dan akan terjadinya defisit demokrasi.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
13
Defisit demokrasi berarti bahwa tidak tercapainya atau semakin jauhnya
pelaksanaan demokrasi itu dari tujuan-tujuan awalnya. Adapun tujuan demokrasi
itu sendiri adalah terpenuhinya hak-hak setiap individu yang bernaung dalam
sistem demokrasi. Hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebebasan dalam
menetapkan satu pilihan dan kesejahteraan yang adil .
Terpenuhinya segala tujuan demokrasi tersebut sangat bergantung dari
kapasitas negara dalam pemenuhan hak-hak warganya. Mengutip Noam
Chomsky dalam “Failed States: The Abuse of Power and the Assault of Power
and the Assault on Democracy” (2006: 1-2) mengatakan ada dua karakter negara
gagal yakni Pertama; ketidakbecusan pemerintah melindungi segenap warga
negaranya dari berbagai macam tindak kekerasan atau bahkan penghancuran.
Kedua; negara tidak mampu mempertahankan hak-hak warganya baik di tanah air
maupun diluar negeri.
Sebuah negara yang menganut sistem demokrasi dan didalamnya dijalankan menurut aturan demokrasi, maka pemenuhan hak-hak warga negara
dilakukan melalui serangkaian kebijakan. Dimana kebijakan tersebut diputuskan
oleh sekelompok orang saja. Karena di negara demokrasi sangat sulit untuk
menerapkan demokrasi langsung, maka hadirlah sistem perwakilan yang menjadi
penentu kebijakan tersebut. Dalam hal ini lembaga survei sangat berperan dalam
penentu kebijakan itu. Akan tetapi, hadirnya lembaga survei tersebut harus
relevan dengan kebutuhan masyarakat bukan malah dimanfaatkan oleh
sekelompok orang untuk kepentingannya. Jika hal itu terjadi, maka masyarakat
sudah tidak lagi mempercayai akan hadirnya lembaga survei sebagai salah satu
bentuk pilar demokrasi. Karena publik melihat lembaga survei tidak dapat
memenuhi harapan dari publik maka dalam hal ini merupakan salah satu
perwujudan dari defisit demokrasi atau gejala menuju kegagalan demokrasi.
Seperti yang dikemukakan oleh pakar yang juga seorang guru besar
filsafat dari James Mason University, USA yaitu Francis Fukuyama. Dalam buku
yang berjudul Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity
(Fukuyama, 1995: 26) beliau mendefinisikan kepercayaan sebagai harapan yang
timbul dalam masyarakat biasa, jujur, perilaku kooperatif, berdasarkan norma-
norma komunal bersama pada bagian dari anggota masyarakat lainnya. Sikap
percaya (trust) tersebut mengacu pada keyakinan bahwa individu, kelompok atau lembaga/institusi dapat dipercaya yang didasari harapan bahwa individu,
kelompok, lembaga/institusi yang dipercaya tersebut akan bertindak seperti yang
diidealkan atau diharapkan memberi kebaikan di masyarakat.
Apa yang disebutkan oleh Francis Fukuyama (1995: 26) menjadi terbukti
bahwa lembaga survei tersebut telah berlaku tidak jujur dalam hal mensurvei dan
ini tidak memenuhi harapan dari publik. Ketidakjujuran ini didasarkan pada
kurangnya keterbukaan sumber pendanaan survei yang didapatkan oleh lembaga
survei JSI Kota Banda Aceh untuk mensurvei. Meskipun dana survei yang
didapatkannya dari pendonor atau pihak pemesan, maka seharusnya menjadi
kewajiban publik untuk mengetahuinya darimana sumber pendanaan itu berasal, karena pada dasarnya lembaga survei tersebut telah mempublikasikan hasilnya
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
14
kepada publik. Apabila lembaga tersebut tidak ingin memberitahukan sumber
pendanaannya ke publik, maka ada baiknya hasil survei tersebut hanya
diumumkan ke pihak pemesan saja bukan ke publik.
Ketika tindakan dan personalitas dari pelaku penyelenggaraan survei
dinilai tidak baik, tidak memerdulikan rasa keingintahuan masyarakat dan
kebutuhan informasi masyarakat kepada pemimpin mereka, dan lebih
mementingkan diri sendiri dan kelompoknya, maka masyarakat cenderung
kehilangan kepercayaan bukan hanya terhadap pelaku penyelenggaraan survei
akan tetapi juga terhadap institusi penyelenggaraan survei secara keseluruhan.
Masyarakat cenderung tidak akan mempercayai lagi lembaga penyelenggaraan
survei tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan dan analisis data dalam penelititian tentang
independensi lembaga JSI Kota Banda Aceh dalam pelaksanaan survei pra pilkada
2017 yang diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa informan yang juga
mengikuti pertarungan pemilihan kepala daerah, ada jurnalis, dan pengamat
politik maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Independensi lembaga survei JSI Kota Banda Aceh dalam melakukan survei pra pilkada 2017 yaitu lembaga survei JSI Kota Banda Aceh belum
begitu teruji integritasnya, karena dalam hal pelaksanaan survei pra
pilkada 2017 lembaga survei JSI Kota Banda Aceh hanya mengumumkan
jumlah responden, jumlah sample dan tanggal pelaksanaan surveinya saja,
akan tetapi terkait dengan sumber pendanaan survei, lembaga survei JSI
Kota Banda Aceh tidak bersikap terbuka darimana sumber pendanaan
surveinya berasal. Hal ini penting agar hasil survei tersebut dapat
memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa surveinya tidak
dimaksudkan untuk menguntungkan salah satu calon. Jika lembaga survei
tidak ingin memberitahukan sumber pendanaan surveinya, maka hasil
surveinya juga tidak bisa dirilis ke publik, dan hanya bisa di umumkan
kepihak pemesannya saja.
2. Adapun dampak tidak adanya kepercayaan politik pada lembaga survei
terhadap eksistensi demokrasi adalah kurangnya kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga survei sebagai institusi demokrasi, yang mana lembaga
survei tersebut tidak mampu mengkonsolidasi demokrasi dengan
meyakinkan masyarakat bahwa demokrasi adalah sistem terbaik. Apabila
survei yang dijalankan tidak independen, dan lembaga yang menjalankan
survei tersebut gagal berfungsi dengan baik, yaitu kurangnya transparansi
dan akuntabilitas, maka hal ini akan berdampak kepada menurunnya
stabilitas demokrasi.
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka saran
yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
15
1. Lembaga survei diharapkan agar dapat lebih independen dalam pelaksanaan surveinya, agar tidak dimaksud untuk menguntungkan
maupun merugikan peserta pilkada yang dapat mempengaruhi hasil survei.
2. Diharapkan kepada lembaga yang menjalankan survei agar kedepannya
dapat meningkatkan kualitas dari sebelumnya dan lebih terbuka agar
dampak yang ditimbulkan bisa dapat diantisipasi. Disamping itu, peran
pemerintah dalam memperhatikan dan mengawasi pilar terbaru demokrasi
ini haruslah lebih baik lagi, lembaga-lembaga yang melakukan survei
kedepan harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku agar demokrasi lebih
berwarna demi kemajuaan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Teks
Agus Dwiyanto. 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik melalui Reformasi
Birokrasi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama
Albig, William. 1956. Modern Public Opinion. New York: McGraw-Hill
Azyumardi Azra. 2005. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani.
Jakarta:
Bagong Suryanto & Sutinah. 2010. Metode Penelitian Sosial: Berbagi Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Kencana
Burhan Bungin. 2011. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana
Burhan Bungin. 2013. Metodelogi Penelitian Sosial Dan Ekonomi: Format-
format Kuantitatif Dan Kualitatif Untuk Studi Sosiologi, Kebijakan Publik,
Komunikasi, Manajemen, Dan Pemasaran. Jakarta: Kencana
Chomsky, Noam. 2007. Failed States: The Abuse of Power and the Assault on
Democracy. New York: Holt Paperbacks.
Eriyanto. 1999. Metodologi Polling: Memberdayakan Suara Rakyat. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Fukuyama, Francis. 1995. Trust: The Social Virtues and the Creation of
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
16
Prosperity. London: Hamish Hamilton
Hadari Nawawi. 2005. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Hafied Cangara. 2011. Komunikasi Politik Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Haris Herdiansyah. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu
Sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar. 2009. Metode Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara
Irawan Soehartono. 2004. Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian
Bidang Kesejahteraa Sosial Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Marbun, BN. 2002. Kamus Politik. Jakarta: Sinar Harapan
Partanto. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola Prenada Media
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Wilson, Chris. 2008. Ethno-religious Violence in Indonesia: From Soil to God.
London: Routledge
B. Jurnal
Andi Ahmad Yani. 2015. Dinamika kepercayaan politik Indonesia di paruh awal
orde reformasi. Jurnal. Universitas Hasanuddin
C. Skripsi & Tesis
Andi Muhammad Abdi. 2014. pendapat politisi terhadap kredibilitas lembaga
survei tentang elektabilitasnya dalam pemilihan legislatif DPRD Sulsel 2014.
Tesis. Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Hilpi Reza. 2015. Independensi Komisi Independen Pemilihan dalam Pemilihan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor 4:1-17
November 2016
17
Langsung. Skripsi. Universitas Syiah Kuala
Ballian Siregar. 2009. Fenomena Profesionalisme Lembaga Survei Pendapat Publik Pada Pemilu Presiden 2009. Tesis. Pascasarjana Universitas Indonesia:
Jakarta
D. Website
http://www.lintasnasional.com/2015/05/06/jsi-lakukan-survey-kandidat-gubernur-
dan-wakil-gubernur-aceh-2017-2022/,diakses pada 6 Mei 2015
http://www.modusaceh.com/duh-hasil-survei/, diakses 28 Mei 2015
E. Peraturan Perundang-Undangan
Putusan MK Nomor 98/PUU-VII/2009 tentang Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa Mahkamah Konstitusional Republik Indonesia
Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 paragraf 5 tentang Sosialisasi dan
Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tentang
Lembaga Survei atau Jajak Pendapat dan Perhitungan Cepat.
UU No 10 tahun 2008 pasal 244 ayat 2 tentang pemilu legislatif