Distribusi Geografis dan Tingkat Keparahan Pasien Karsinoma ...
Keparahan Depresi Dan Besarnya Kehilangan Produktivitas
-
Upload
nandyakrisna22 -
Category
Documents
-
view
30 -
download
2
Transcript of Keparahan Depresi Dan Besarnya Kehilangan Produktivitas
DEPRESSION SEVERITY AND PRODUCTIVITY LOSS
KEPARAHAN DEPRESI DAN BESARNYA KEHILANGAN PRODUKTIVITAS
Arne Beck, PhD, A. Lauren Crain, PhD, Leif I. Solberg, MD, Jürgen Unützer, MD, MPH, Russell E. Glasgow, PhD, Michael V. Maciosek, PhD, Robin Whitebird, PhD, MSW
Abstrak:
TUJUAN : Depresi dikaitkan dengan berkurangnya fungsi termasuk ketidakhadiran bekerja,
terganggunya produktivitas, dan retensi pekerjaan yang menurun. Beberapa studi telah
meneliti gejala depresi pada rangkaian tingkat keparahannya dalam kaitan dengan besarnya
terganggunya pekerjaan disebuah populasi pasien yang besar dan heterogen. Namun, dalam
studi ini kami menilai hubungan antara keparahan gejala depresi dan hilangnya produktivitas
pada pasien yang mulai pengobatan untuk depresi.
METODE : Data diperoleh dari pasien yanng berpartisipasi dalam inisiasi DIAMOND
(Depression Improvement Across Minnesota: Offering a New Direction), sebuah peningkatan
kualitas seluruh negara bagian yang berkolaboratif untuk meningkatkan pengobatan depresi.
Pasien yang baru memulai penggunaan anti depresan disurvei dengan Health Questionnaire
9-item screen (PHQ-9) yang mengukur keparahan gejala depresi, the Work Productivity and
Activity Impairment (WPAI) yang mengukur kehilangan produktivitas, dan item pada status
kesehatan dan demografi.
HASIL : Kami menganalisis data dari 771 pasien yang melaporkan saat ini bekerja. Model
linier umum disesuaikan dengan demografi dan status kesehatan menunjukkan secara
signifikan tidak linier, hubungan monoton antara keparahan gejala depresi dan hilangnya
produktivitas: dengan setiap kenaikan 1-point skor PHQ-9, pasien mengalami hilangnya
produktivitas tambahan 1,65% (P <.001). Bahkan gejala depresi pada tingkat kecil dikaitkan
dengan penurunan pada fungsi kerja. Pekerja penuh waktu dibandingkan dengan paruh-
waktu, dan laporan status kesehatan diri yang kurang dibandingkan dengan yang sedang,
kesehatan yang baik, dan yang sangat baik, yang dikaitkan dengan kehilang produktivitas
(berturut-turut P <.001 dan P = 0,045).
KESIMPULAN : Penelitian ini menunjukkan hubungan antara keparahan gejala depresi dan
fungsi kerja, dan menunjukkan bahwa bahkan keparahan tingkat depresi yang ringan juga
terkait dengan hilangnya produktivitas kerja. Para pengusaha menemukan manfaat untuk
berinvestasi dalam pengobatan yang efektif bagi karyawan merek yang depresi .
1
DEPRESSION SEVERITY AND PRODUCTIVITY LOSS
Depresi adalah hal yang umum dan secara tidak langsung menyebabkan pengeluaran biaya
yang terkait dengan berkurangnya fungsi kerja, termasuk absensi, terganggunya
produktivitas, dan bahkan menurunkan retensi pekerjaan di berbagai pekerjaan.1-4 Selain itu,
beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa depresi ringan atau di bawah ambang batas
depresi (termasuk dysthymia ) terkait dengan prestasi kerja yang buruk.5,6 Beberapa studi
telah meneliti gejala depresi pada serangkaian derajat keparahan depresi dalam kaitannya
dengan besarnya kehilangan pekerjaan yang mencakup baik absensi dan produktivitas yang
terganggu. Simon et al7 menemukan bahwa di antara pasien rawat jalan dengan gangguan
bipolar, derajat keparahan depresinya berhubungan kuat dan konsisten dengan probabilitas
penurunan kerja dan ketidak hadiran bekerja karena sakit. Backenstrass et al8
mengkategorikan spektrum gejala depresi pada tiga tingkatan derajat keparahan (tidak
spesifik, minor dan major) dan menemukan peningkatan jumlah hari ketidak hadiran bekerja
karena sakit, dengan setiap derajat gejala keparahan tambahan. Kedua studi ini telah memilih
sampel, yaitu pasien dengan diagnosis gangguan bipolar dan pasien dari 6 praktek keluarga di
sebuah kota kecil dekat Heidelberg, Jerman, yang masing-masing membatasi generalisasi
mereka.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih lanjut hubungan antara serangkaian
gejala tingkat keparahan depresi dan besarnya kehilangan produktivitas kerja pada populasi
yang besar, heterogen, dan sampel yang representatif dari pasien rawat jalan yang memulai
pengobatan depresi.
METODE
Pengaturan
Kami menganalisis data dasar yang dikumpulkan untuk studi inisiasi peningkatan kualitas
depresi di seluruh Negara bagian di Minnesota, yang disebut Depression Improvement
Across Minnesota: Offering a New Direction (DIAMOND). Semua kelompok dan klinik
yang berniat untuk berpartisipasi dengan menerapkan inisiasi dalam klinik perawatan utama
mereka diundang untuk berada di studi DIAMOND. Sebanyak 88 klinik, 23 kelompok medis
ikut berpartisipasi. Rincian pada desain penelitian dan metode disajikan halaman lainnya.9
Perekrutan Pasien Dan Pendaftaran
Semua pasien dengan klaim data asuransi kesehatan yang menunjukkan bahwa mereka baru
memulai pengobatan antidepresan di sebuah klinik yang berpartisipasi dalam studi,
2
DEPRESSION SEVERITY AND PRODUCTIVITY LOSS
diidentifikasi selama seminggu melalui rencana kesehatan dan pengiriman surat mengenai
studi, sehingga memberikan kesempatan satu minggu kepada pasien untuk memilih sebelum
dipanggil oleh pusat penelitian survei untuk menentukan kelayakan partisipasi dan untuk
menyelesaikan kuesioner awal melalui telepon. Pasien memenuhi syarat jika lebih tua dari 18
tahun, sudah mengisi resep antidepresan baru (dan tidak dalam 4 bulan sebelumnya) dari
dokter pelayanan primer dalam klinik yang berpartisipasi untuk pengobatan depresi, dan
memiliki skor tingkat keparahan gejala depresi sama dengan 7 atau lebih pada Health
Questionnaire 9-item screen (PHQ-9). Pekerja paruh atau penuh waktu bukanlah termasuk
kriteria kelayakan untuk berpartisipasi dalam penelitian DIAMOND yang lebih besar, hal ini
dikarenakan kami fokus pada hubungan antara hilangnya produktivitas di tempat kerja dan
depresi, kami juga memasukan dalam analisis kami pasien yang bekerja untuk upah
minimum paruh waktu. Pertama-tama pasien menyelesaikan kuesioner awal yang diberikan
serta juga meminta izin pasien untuk kembali menyurvei mereka 6 bulan kemudian
Prtokol studi telah di tinjau, disetujui, dan diawasi oleh Health Partners Institutional Review
Board.
Pengukuran
Kami menggunakan kuesioner pelaporan diri (self-report questionare) untuk mendapatkan
informasi derajat keparahan depresi, ketidak hadiran bekerja, dan penurunan produktivitas,
status kesehatan (merupakan salah satu item yang meminta pasien untuk menilai kesehatan
mereka secara keseluruhan), dan karakteristik demografis. PHQ-9 digunakan untuk
mengukur tingkat keparahan gejala depresi. Hal ini secara luas diterima sebagai ukuran valid
untuk menilai tingkat keparahan depresi.10-13 Pertanyaan tentang fungsi kerja diperoleh dari
Work Productivity and Activity Impairment (WPAI),14-16 kuesioner pelaporan diri yang
mengukur jumlah ketidak hadiran bekerja karena masalah kesehatan ("presenteeism") dan
mengalami penurunan produktivitas ditempat kerja selama 7 hari sebelumnya. Kami
menghitung langkah-langkah tambahan untuk memperkirakan persentase dari waktu kerja
yang hilang karena kesehatan, persentase terganggunya kerja karena kesehatan, dan
persentase keseluruhan produktivitas yang hilang karena ganguan kesehatan.16 Persentase
waktu kerja yang hilang karena kesehatan, ketidak hadiran bekerja, dihitung sebagai jumlah
jam yang hilang selama 7 hari sebelumnya dibagi dengan jumlah jam yang hilang ditambah
jam saat kerja selama periode ini. Persentase gangguan saat bekerja karena kesehatan, ukuran
kehadiran, dihitung sebagai nilai 10 dari derajat gangguan saat bekerja yang dibagi dengan
10. Jumlah jam terganggunya produktivitas di tempat kerja dihitung sebagai jam yang
3
DEPRESSION SEVERITY AND PRODUCTIVITY LOSS
sebenarnya bekerja dikalikan dengan persen gangguan di tempat kerja. Proporsi waktu kerja
yang diharapkan yang hilang atau terpengaruh karena masalah kesehatan selama 7 hari
sebelumnya (kehilangan produktivitas) dihitung sebagai persen dari waktu kerja yang hilang
ditambah persen dari waktu di tempat kerja dikalikan dengan gangguan saat bekerja di sana.
Analisis statistik
Untuk menyelidiki hubungan antara gejala depresi dan hilangnya produktivitas yang
disesuaikan dengan perancu yang potensial, kami mempekirakan model linear umum
menggunakan SAS PROC GLM Program, versi 9.1.3 (SAS Institute Inc, Cary, North
Carolina). Pendekatan analitik ini dipilih setelah menentukan bahwa tidak ada pengaruh
cluster yang signifikan dan oleh karena itu GLM sesuai dengan model campuran.
Dikarenakan hubungan antara depresi dan kehilangan pekerjaan dan produktivitas adalah
serupa, kami menggunakan kombinasi variabel kehilangan produktivitas dalam pemodelan
multivariat. PHQ-9 skor dan kehilangan produktivitas keduanya diperlakukan sebagai
variabel kontinu dalam mode penelitian. Kami mengikutsertakan beberapa variabel
demografi sebagai kovariat seperti usia, ras gender, etnis (non-Hispanik kulit putih atau
Hispanik vs putih), pendidikan (sekolah tinggi atau kurang vs kuliah atau lebih), status
pekerjaan (penuh vs paruh waktu), dan status perkawinan (single vs menikah) dan pelaporan
status kesehatan diri, dikategorikan sebagai kombinasi yang baik sekali, sangat baik, baik vs
kombinasi sedang dan buruk. Kami menguji interaksi antara PHQ-9 dan kovariat dan tidak
menemukan apa pun yang berpengaruh signifikan, jadi kami mengeliminasi istilah interaksi
dari model .
HASIL
Pendaftaran Pasien dan Karakteristik Demografi
Selama periode 25 bulan, 11.889 nama pasien telah diserahkan ke pusat penelitian survei,
tetapi 40% dari pasien ini tidak dapat dihubungi, dan mereka yang setuju untuk diskrening,
75% tidak memenuhi kriteria kelayakan untuk penelitian. Partisipasi data penelitian
ditunjukkan pada Tabel 1, menunjukkan bahwa untuk saat ini, 1168 pasien telah dihubungi,
dinilai untuk kelayakan, menyetujui, dan terdaftar. Kami menganalisis data tentang hubungan
antara depresi dan gangguan bekerja untuk 771 pasien sub-sampel (66%) yang melaporkan
bahwa mereka bekerja untuk dibayar penuh atau paruh waktu pada saat mereka
diwawancarai. Karakteristik demografi pasien diperlihatkan pada Tabel 2.
4
DEPRESSION SEVERITY AND PRODUCTIVITY LOSS
Tabel 1. Daftar pasien
Tabel.2 Karakteristik demografi dari pasien yang bekerja untuk digaji
Gejala Depresi
Kami membagi PHQ-9 skor menjadi 4 kategori ordinal sesuai dengan peningkatan keparahan
depresi. Skor 7 sampai 9 menunjukkan gejala depresi ringan atau minor, skor 10 sampai 14
berada di kisaran depresi moderat, 15 sampai 19 konsisten dengan depresi major dan
dianggap ambang diagnostik, dan skor 20 atau lebih dianggap depresi berat. Pluralitas pasien
(38% atau 292) memiliki skor di kisaran gejala depresi moderat, diikuti oleh depresi ringan
atau minor (263 atau 34%), depresi major (159 atau 21%), dan depresi berat (57 atau 7%).
Skor rata-rata PHQ-9 adalah 12,2 (SD = 4.3).
5
DEPRESSION SEVERITY AND PRODUCTIVITY LOSS
Hilangnya kerja dan produktivitas
Tabel 3 menyajikan data deskriptif pada item WPAI. Pasien melaporkan bahwa dalam 7 hari
sebelumnya, rata-rata 3,1 jam atau 8,0% dari total jam kerja normal mereka hilang karena
kondisi kesehatan. Nilai rata-rata tingkat kerusakan di tempat kerja adalah 3,5 pada skala
nilai 10, yang mewakili 35,2% dari total jam kerja, atau 12,1 jam produktivitas yang
terpengaruh di tempat kerja. Proporsi waktu kerja yang diharapkan hilang atau terpengaruh
karena masalah kesehatan selama 7 hari sebelumnya (kehilangan produktivitas) mewakili
rata-rata 37,8% dari jam kerja karyawan biasa, atau 14,2 jam kerja hilang atau terganggu di
waktu kerja karena masalah kesehatan. Perhatikan bahwa nilai yang dihitung sebagai
kerugian produktivitas (dan dijelaskan dalam bagian Metode), bukanlah jumlah ketidak
hadiran ditambah kehadiran, karena yang terakhir hanya mencakup jam yang sebenarnya di
tempat kerja
Tabel 3. Item WPAI dan yang berhubungan dengan pengukuran
Hubungan Antara PHQ-9 dan WPAIGrafik 1 menunjukkan hubungan antara setiap kategori tingkat keparahan gejala depresi,
yang dinilai dengan menggunakan PHQ-9 dan hilangnya produktivitas. Grafik ini
menggambarkan hubungan linear yang kuat antara tingkat keparahan gejala depresi dan
kombinasi hilangnya pekerjaan serta penurunan produktivitas. Hal ini juga menunjukkan
bahkan gejala minor depresi berhubungan dengan hilangnya produktivitas.
Secara keseluruhan model multivariate mengenai hilangnya produktivitas berisi semua
covariate yang signifikan, dan mencakup variable yang menjelaskan 10,5% varibel diantara
pasien pada hasil ini (F = 10.26, P <.001, model R2 = .105). Tabel 4 menampilkan varibel
individu dalam bentuk model. Pada tabel tersebut terdapat hubungan yang positif dan
6
DEPRESSION SEVERITY AND PRODUCTIVITY LOSS
signifikan antara nilai PHQ-9 dan hilangnya produktivitas, dengan setiap peningkatan nilai 1
point dihubungkan dengan penambahan 1,65% hilangnya produktivitas (P <.001). Selain itu,
status pekerjaan penuh-waktu dibandingkan dengan paruh-waktu dan status kesehatan yang
sedang atau buruk dibandingkan dengan yang baik, sangat baik, atau keduanya juga dikaitkan
dengan hilangnya produktivitas yang lebih besar (masing-masing, P <.001 dan P = 0,045).
Karena sampel kami adalah 771 pekerja yang mewakili hanya 66% data dasar lengkap untuk
analisis ini, kami melakukan subanalinis untuk menentukan apakah status pekerjaan
berhubungan dengan tingkat keparahan depresi diantara semua peserta dengan usia produktif,
yaitu ditentukan dari usia 18 sampai 64 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata nilai
PHQ-9 lebih tinggi diantara 325 peserta studi yang melaporkan tidak bekerja (rata-rata =
13.30, SD = 4.90) daripada diantara 757 peserta studi yang melaporkan bekerja waktu penuh
dan paruh waktu (rata-rata = 12.17, SD = 4.31) (t = 3.62, df = 549.2, P <.001).
Gambar 1. Hilangnya Produktivitas (ketidakhadiran dan kehadiran dikombinasikan)
dengan skor PHQ-9 pada saat pendaftaran: persenatse waktu kerja yang hilang atau
terganggu di tempat kerja dalam 7 hari terakhir.
7
DEPRESSION SEVERITY AND PRODUCTIVITY LOSS
Tabel 4. Hubungan Tingkat Keparahan Depresi (PHQ-9 skor), Demografi, dan Status
Kesehatan dengan Hilangnya Produktivitas
DISKUSI
Data dasar pasien dari sampel besar menunjukkan hubungan linear dan monoton antara
tingkat keparahan gejala depresi dan hilangnya produktivitas, yaitu pada gejala depresi yang
lebih berat, lebih besar jumlah produktivitas yang hilang. Secara rinci, kami menemukan
bahwa setiap peningkatan 1 point pada nilai PHQ-9 pasien, terjadi penambahan rata-rata
hilangnya produktivitas sebesar 1,65%. Hubungan ini diamati setelah disesuaikan, dan tanpa
modifikasi, demografis dan pelaporan status kesehatan diri.
Penemuan bahwa hilangnya produktivitas yang lebih besar pada mereka yang pekerja penuh
waktu dibandingkan paruh waktu mungkin dapat dijelaskan oleh fakta bahwa pekerja penuh
waktu memiliki tingkat flekbilitas yang lebih rendah dalam jadwal mereka, yang menuntut
mereka untuk tidak boleh sakit dan tetap bekerja walaupun mulai mengalami gejala depresi.
Hilangnya produktivitas yang lebih besar diantara mereka yang melapor dengan status
kesehatan sedang atau buruk, sesuai dengan literature mengenai dampak kondisi kesehatan
terhadap fungsi kerja.
Meskipun hubungan antara gejala depresi dengan pekerjaan dan kehadiran tampak serupa,
tetapi dampak relatif dari masing-masing adalah berbeda. Presentase kehilangan pekerjaan
yang dilaporkan selama 7 hari terakhir berkisar dari 4% (nilai PHQ-9 7-9) sampai 17% (nilai
8
DEPRESSION SEVERITY AND PRODUCTIVITY LOSS
PHQ-9 ≥ 20), sedangkan presentase penurunan produktivitas selama periode yang sama
berkisar dari 28% (nilai PHQ-9 7-9) sampai 47% (nilai PHQ-9 ≥ 20). Penurunan
produktivitas lebih besar yang dilaporkan sepertinya menggambarkan batas hari sakit yang
tersedia bagi karyawan. Hal ini juga menunjukkan bahwa secara relatif, kehadiran karena
depresi mungkin menjadi masalah yang lebih penting bagi majikan daripada ketidakhadiran.
Besarnya kehilangan produktivitas pada contoh pasien yang digunakan dalam studi ini (38%)
merupakan hasil yang besar dibandingkan dengan data normatif WPAI yang mencakup
individu tanpa gangguan kondisi kesehatan (8%), serta mereka dengan kondisi seperti
diabetes (15%), asma (15%), nyeri punggung (16%), kegemukan (18%), angina (20%), dan
nyeri kronik (22%). Hilangnya produktivitas yang lebih besar dilaporkan oleh pasien kami
yang dalam kenyataan sampel studi didapat dari pasien rawat jalan selama inisiasi terapi,
yaitu pada saat gejala depresi sepertinya berada pada puncak dan fungsi kerja yang paling
terpengaruh. Faktanya, hilangnya produktivitas karena berbagai kondisi kesehatan lebih besar
bila dilaporkan melalui studi observasi atau uji klinis yang melibatkan pasien-pasien ini
dibandingkan dengan populasi berdasarkan survey.17,18 Sebagai contoh, studi terbaru
menggunakan WPAI dengan data contoh pasien klinis menunjukkan bahwa 28% hilangnya
produktivitas dihubungkan dengan asma berat, 38% untuk penyakit Crohn, dan 20% untuk
rhinitis alergi. Selain itu, mirip dengan penemuan kami mengenai depresi, sebagian besar
studi menunjukkan peningkatan kehilangan produktivitas dengan tingkat keparahan kondisi.
Penemuan tingkat keparahan depresi yang lebih besar pada 34% sampel yang tidak bekerja
membuat munculnya pertanyaan apa dan bagaimana tingkat keparahan depresi dapat
berkontribusi pada pengangguran. Gejala depresi (kurangnya inisiatif, rendah diri, dan lain-
lain) merupakan penghalang utama untuk mendapatkan pekerjaan, melakukan pekerjaan, atau
keduanya. Hubungan keparahan depresi dan hilangnya produktivitas yang kami laporkan
hanya pada sampel yang digunakan, yang mungkin oleh karena itu juga meremehkan
dampak depresi pada fungsi pekerjaan dan status pekerjaan pada umumnya.
Studi ini menambahkan perkembangan literature yang menunjukkan pentingnya pengobatan
depresi untuk memulihkan fungsi psikososial disamping mengurangi gejala.5 Studi ini
menunjukan bahwa gejala minor tingkat keparahan depresi berhubungan dengan gangguan
pekerjaan, dan meskipun kinerja pekerjaan meningkat sebanding dengan perbaikan gejala
depresi setelah pengobatan,20,21 tetapi tetap konsisten lebih rendah pada individu yang
9
DEPRESSION SEVERITY AND PRODUCTIVITY LOSS
menunjukkan perbaikan klinis depresi dibandingkan dengan pada induvidu yang tidak
mengalami depresi.
Untungnya, pengobatan depresi dengan kualitas yang tinggi telah ditemukan untuk
mengurangi gejala, memperbaiki fungsi kerja dan biaya yang efisien.23 Pengobatan
nonfarmakologi mungkin menguntungkan bahkan untuk tipe depresi minor, seperti yang
ditunjukkan oleh uji coba secara acak yang dilakukan oleh Wang et al, dimana pengujian
dilakukan melalui penatalaksanaan perawatan via telepon bagi pekerja dengan depresi
(keuntungan pengobatan farmakologi pada depresi minor masih kurang jelas).
Mengingat kekuatan hubungan antara gejala-gejala depresi dan kinerja kerja, penemuan kami
juga menggaris bawahi potensi penggunaan PHQ-9 untuk menyediakan tidak hanya wawasan
tentang keparahan depresi pada para profesional kesehatan, tetapi juga tentang fungsi kerja.
Dokter pelayanan primer lebih menghargai penurunan fungsi kerja yang terkait dengan
serangkaian gejala depresi ringan sampai berat yang mungkin memiliki insentif tambahan
untuk mengobati pasien lebih intensif dan sampai remisi penuh jika memungkinkan daripada
menerima perbaikan yang sedikit. Mengobati pasien sampai remisi lengkap dapat sangat
penting mengingat masalah inersia klinis yang sering ditimbulkan pengobatan dari depresi,
yaitu kurangnya tindak lanjut dan penyesuaian pengobatan pada pasien yang memulai
antidepresan. Selain itu, hasil dari studi ini menunjukkan bahwa berbagai tingkat keparahan
gejala depresi dapat langsung diterjemahkan ke dalam besarnya gangguan kerja. Instrumen
yang digunakan relatif mudah untuk diaplikasikan seperti PHQ-9 yang dapat membantu
dokter pelayanan primer baik menilai depresi pada pasien mereka dan mengidentifikasinya,
untuk memahami pada tingkat berapa gangguan kerja yang mungkin terkait dengan tingkat
keparahan gejala depresi. Mengingat pentingnya bekerja dalam kehidupan seseorang, dokter
mungkin ingin meminta pasien dengan skor PHQ-9 yang tinggi tentang bagaimana depresi
mereka mempengaruhi fungsi kerja, bagaimana mereka bekerja dapat mempengaruhi depresi
mereka, dan bagaimana obat untuk depresi atau intervensi lainnya dapat membantu pasien
tidak hanya merasa lebih baik, tetapi juga berfungsi lebih baik di tempat kerja dan dalam hal
ini, dalam kehidupan mereka secara keseluruhan. Fokus diskusi tentang dampak fungsional
depresi dapat membuat pasien depresi ragu-ragu untuk mengakui atau mengobati depresi
mereka serta motivasi untuk terlibat dalam pengobatan.
10
DEPRESSION SEVERITY AND PRODUCTIVITY LOSS
Mengambil dari perspektif pengusaha, hasil ini memberikan bukti yang lebih jelas dari biaya
potensial tenaga kerja bahkan dengan gejala depresi ringan dan potensialnya untuk
menghasilkan laba atas investasi dari memastikan bahwa karyawan mereka yang memiliki
tingkat keparahan gejala depresi yang lebih berat dari biasanya dapat dipertimbangkan untuk
menerima cara perawatan yang paling efektif.24, 26,27
Penelitian kami memiliki kelebihan dan keterbatasan. Sampel besar kami diperoleh dari
mayoritas anggota asuransi kesehatan (termasuk rencana Medicaid) di negara bagian
Minnesota dalam konteks percobaan alami, menggunakan inklusi minimal dan kriteria
eksklusi. Para pasien merepresentatifkan sampel yang luas dari pasien depresi yang menerima
perawatan primer yang terdiri dari berbagai latar belakang, tingkat pendapatan dan kategori
pekerjaan. Oleh karena itu, hasilnya dapat digeneralisasikan secara luas (kecuali pada ras dan
atau etnis, yang memiliki keanekaragaman terbatas dalam wilayah geografis ini). Selain itu,
kemampuan kami untuk menguji hubungan antara tingkat aktual gejala depresi yang
dilaporkan sendiri dan jumlah hilangannya kerja dan penurunan produktivitas lebih informatif
daripada yang dalam banyak studi yang telah meneliti kehilangan pekerjaan dan penurunan
produktivitas hanya di antara pasien yang menerima diagnosis depresi atau mereka yang
mencapai ambang batas klasifikasi keparahan gejala depresi berat. Temuan kami juga
menunjukkan bahwa bahkan di tingkat subklinis, depresi terkait dengan ketidakhadiran dan
produktivitas kerja yang terganggu.
Salah satu keterbatasan dari studi ini adalah kurangnya data rinci tentang kondisi kesehatan
lain yang mungkin terkait dengan kehilangan pekerjaan dan produktivitas yang menurun.
Dimasukkannya pelaporan sendiri tentang status kesehatan memberikan ukuran beban
penyakit yang kurang tepat dari data aktual tentang komorbiditas medis. Sayangnya, kami
tidak memiliki akses ke data komorbiditas dalam semua asuransi kesehatan yang
berpartisipasi dalam studi. Mengenai dampak dari komorbiditas psikiatri lainnya pada
hilangnya produktivitas, studi di masa depan bisa memiliki keuntungan dengan menggunakan
instrumen My mood monitor (M-3) yang baru-baru diterbitkan untuk menilai sejumlah besar
gangguan mental daripada menggunakan PHQ-9.28
Keterbatasan lebih lanjut adalah bahwa analisis kami terbatas untuk pasien yang melaporkan
setidaknya beberapa pekerjaan, termasuk mereka yang tidak dalam bekerja (misalnya,
Pensiunan), karena fokus kami adalah pada fungsi kerja. Selain itu, penelitian ini tidak
memberikan data tentang orang-orang dengan nilai PHQ-9 skor kurang dari 7 (yaitu, orang
11
DEPRESSION SEVERITY AND PRODUCTIVITY LOSS
tidak depresi). Seperti disebutkan sebelumnya, bagaimanapun juga, data normatif pada
kehilangan produktivitas untuk orang yang tidak depresi dengan tidak memiliki kondisi
medis kronis apapun adalah 8%, yang jauh lebih rendah daripada temuan kami 29,6% bagi
mereka dengan depresi ringan ( PHQ-9 skor 7-9).
Analisis hubungan antara tingkat gejala depresi dan pelaporan sendiri status fungsional
umum di seluruh sampel yang lebih besar dari pasien studi ini adalah di luar lingkup artikel
ini, namun akan dilaporkan dalam artikel berikutnya. Akhirnya, karena jumlah pasien yang
tidak cukup telah mencapai assessment followup, data tidak tersedia untuk menguji hubungan
antara potensi peningkatan gejala depresi dan kinerja, dan apakah hubungan ini berbeda
tergantung pada tingkat awal keparahan gejala depresi yang dilaporkan. Kami berharap untuk
dapat melaporkan hasilnya saat data sudah tersedia.
Sebagai kesimpulan, penelitian ini menunjukkan hubungan antara tingkat gejala depresi dan
hilangnya produktivitas, menunjukkan bahwa bahkan tingkat kecil depresi terkait dengan
penurunan dalam fungsi kerja. Hubungan yang signifikan antara gejala depresi, yang diukur
dengan PHQ-9 yang secara luas telah digunakan, dan kerusakan fungsi kerja meningkatkan
kemungkinan menggunakan kuesioner ini sebagai alat baik untuk menilai gejala depresi
maupun fungsi kerja pada pasien. Mengambil perspektif pengusaha, mempromosikan
program manajemen depresi berbasis bukti untuk karyawan yang mengalami depresi ringan
yang memiliki potensi untuk mengurangi kehilangan pekerjaan dan penurunan produktivitas,
sehingga menghasilkan laba atas investasi dalam program ini.
Pada akhirnya, tujuan dari studi ini adalah untuk memahami seberapa efektif pengobatan
depresi baik untuk menurunkan gejala depresi serta meningkatkan fungsi pekerjaan. Setelah
pasien telah menyelesaikan 6 bulan follow-up, kita juga akan mampu mengeksplorasi
hubungan antara gejala depresi dan perbaikan dalam fungsi kerja.
12