KEP JIWA

24
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. Sejarah Pendirian RSJKO Bengkulu Pembangunan Rumah sakit Jiwa daerah Bengkulu dimulai pada tahun Anggaran 1981/ 1982 diatas lahan seluas 110.676 M2 dan diresmikan pada tanggal 10 juli 1989 oleh Menteri Kesehatan RI Dr. Adyatma MPH, dengan klasifikasi “type B” Non Pendidikan. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah daerah, maka Rumah sakit Jiwa Pusat Bengkulu menjadi Rumah sakit Jiwa Daerah Bengkulu dan menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Proipinsi Bengkulu sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 167 tahun 2001 tanggal 4 Juni 2001. Pada awal terbentuknya tahun 1986, pelayanan Rumah sakit Jiwa Bengkulu meliputi pelayanan rawat Inap, rawat jalan dan Penunjang Medis sederhana. Pelayanan di rawat jalan terdiri dari 2 Poliklinik (Poli Jiwa dan Poli Umum), 4 UPF (UPF Rawat Inap, rawat Jalan, Rehabilitasi dan Keswamas) serta 4 instalansi (Instalasi Laboratorium, Farmasi, Gizi dan IPSRS). Tahun 1999 dibentuk UPF UGD. Selanjutnya Rumah Sakit Jiwa Daerah Bengkulu terakreditasi untuk 5 pelayanan denga klasifikasi A (penuh). Seiring dengan semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jiwa, maka pada tahun 2003 dibuka unit pelayanan

description

kep jiwa

Transcript of KEP JIWA

PENDAHULUAN

PENDAHULUANA. LATAR BELAKANGI. Sejarah Pendirian RSJKO Bengkulu

Pembangunan Rumah sakit Jiwa daerah Bengkulu dimulai pada tahun Anggaran 1981/ 1982 diatas lahan seluas 110.676 M2 dan diresmikan pada tanggal 10 juli 1989 oleh Menteri Kesehatan RI Dr. Adyatma MPH, dengan klasifikasi type B Non Pendidikan. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah daerah, maka Rumah sakit Jiwa Pusat Bengkulu menjadi Rumah sakit Jiwa Daerah Bengkulu dan menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Proipinsi Bengkulu sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 167 tahun 2001 tanggal 4 Juni 2001.

Pada awal terbentuknya tahun 1986, pelayanan Rumah sakit Jiwa Bengkulu meliputi pelayanan rawat Inap, rawat jalan dan Penunjang Medis sederhana. Pelayanan di rawat jalan terdiri dari 2 Poliklinik (Poli Jiwa dan Poli Umum), 4 UPF (UPF Rawat Inap, rawat Jalan, Rehabilitasi dan Keswamas) serta 4 instalansi (Instalasi Laboratorium, Farmasi, Gizi dan IPSRS). Tahun 1999 dibentuk UPF UGD. Selanjutnya Rumah Sakit Jiwa Daerah Bengkulu terakreditasi untuk 5 pelayanan denga klasifikasi A (penuh). Seiring dengan semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jiwa, maka pada tahun 2003 dibuka unit pelayanan Rawat Jalan dan rawat Inap Narkoba serta pada tahun 2004 Poliklinik ditambah menjadi 9 poliklinik , 10 UPF (Unit Pelaksana Fungsional) dan 5 Insatalasi. Kelas perawatan juga dikembangkan yaitu penambahan kapasitas tempat tidur untuk pasien kelas III serta membangun kelas perawatan VIP. Dalam tahun 2005 telah dibuka UPF Narkoba RS Jiwa Daerah Bengkulu bekerjasama dengan BNN dan BNP untuk menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi medik bagi residen narkoba.

Seiring dengan berjalannya waktu pada bulan Juni 2006 RS Jiwa Daerah Bengkulu telah berkembang lagi menjadi Lembaga Teknis Daerah yang bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah Propinsi Bengkulu sesuai dengan Perda No.24 tahun 2006 dan berganti nama menjadi Rumah Sakit Jiwa Ketergantungan Obat (RSJKO) Soeprapto Daerah Bengkulu .

Mulai Tahun Anggaran 2006 RSJKO Soeprapto Daerah Bengkulu mulai membuat master plan pembangunan Gedung one stop center untuk pelayanan korban penyalahgunaan narkoba khususnya untuk Terapi dan Rehabilitasi pasien narkoba. Dimana Penganggaran Program ini adalah dengan menggunakan anggaran APBD (multi year) dan APBN

Tujuan dari pembangunan gedung one stop center ini adalah:

1. Tersedianya sarana dan prasarana infrastruktur pusat penanganan Terapi dan Rehabilitasi (TR) korban penyalahgunaan Narkoba di Propinsi Bengkulu untuk kawasan se-Sumatera.

2. Memudahkan akses bagi masyarakat dalam pelayanan penanggulangan korban narkoba

3. Mendukung program pemerintah untuk Pencegahan, pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)

Adapun Sasaran kegiatan pembangunan one stop center ini adalah : mencakup korban penyalahgunaan narkoba khususnya yang ada di Propinsi Bengkulu dan umumnya dikawasan Sumatera.

Pembangunan gedung one stop center selesai pada awal tahun 2009 dengan luas gedung seluruhnya adalah 6.536 M2.

1 dari 4 orang Indonesia mengalami gangguan jiwa. Perkiraan yang mengejutkan itu baru-baru ini dirilis pendiri Jejaring Komunikasi Kesehatan Jiwa Indonesia Pandu Setiawan. Perkiraan yang memprihatinkan sekaligus mengerikan. Memprihatinkan, karena selain persoalan-persoalan kasatmata, negeri ini juga dicengkeram problema berdimensi nonfisik. Mengerikan, karena bobot masalah yang ditanggung anak bangsa ini rupanya semakin lama semakin tidak terperikan.

Mengenaskan menyadari betapa di sekitar kita, di sekeliling kita, berlalu lalang orang-orang yang secara kejiwaan tidak sehat. Juga mengejutkan karena di antara empat orang yang tengah berkumpul, berbincang, satu di antaranya mungkin adalah penderita gangguanjiwa. Sesulit apa pun menerima perkiraan tersebut, data yang dilansir sebelumnya oleh lembaga berbeda, menunjukkan betapa semua yang memprihatinkan itu bukan tanpa dasar. Pada 2006, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa. Departemen Kesehatan RI mengakui sekitar 2,5 juta orang di negeri ini telah menjadi pasien rumah sakit jiwa.Yang kita khawatirkan adalah bila pertumbuhan angka sakit jiwa ini tidak terkendali. Kekhawatiran ini semakin masuk akal, mengingat di sana-sini muncul fenomena menyimpang lainnya yang mendukung secara empiris.Bukankah kriminalitas meningkat, baik kuantitatif maupun kualitatif? Bukankah anomali individual dan sosial juga mulai diterima sebagai kelaziman? Bukankah kelainan seksual, perceraian, dan berbagai perilaku menyimpang yang dahulu ditolak, kini semakin diterima dalam masyarakat? Dan bukankah keresahan, kecemasan, kekhawatiran, dan ketidaktenangan semakin berkembang dalam masyarakat?Pertanyaan-pertanyaan itu cenderung menjadi pertanyaan-pertanyaan retoris. Pertanyaan yang tidak perlu dijawab karena semua jawabannya cenderung adalah ya. Harus dikatakan, di tengah masyarakat berkembang situasi yang menjadi persemaian yang subur bagi tumbuhnya gangguan jiwa. Gejala itu harus dicermati dengan urgensi yang tinggi karena pasien yang masuk sejumlah rumah sakit jiwa terus meningkat. Padahal, dapat dipastikan tidak semua orang sakit jiwa masuk rumah sakit jiwa, sehingga jumlah orang sakit jiwa kiranya jauh lebih banyak daripada angka resmi pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberi perhatian yang lebih besar kepada aspek kesehatan jiwa anak bangsa. Meskipun sudah banyak kesulitan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, tidak berarti pemerintah boleh melupakan aspek pemerataan dan keadilan. Karena di sana bermain faktor-faktor yang sangat memengaruhi tingkat kesejahteraan nonfisik, akar dari semua penyebab gangguan jiwa.

Meskipun kian tidak mudah, individu dalam masyarakat pun harus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan beradaptasi dengan tekanan hidup yang semakin lama semakin menghimpit. Karena di sanalah terjadi pertarungan sengit demi mempertahankan kesehatan jasmani maupun rohani, fisiologis maupun psikologis.Sakit jiwa adalah persoalan sangat berat. Apalagi bila ia telah menimpa 25% dari anggota masyarakat. Ini tidak mungkin dibiarkan dan diabaikan, kecuali bila 75% sisanya pun telah ikut menjadi sakit.

sumber = Media IndonesiaTINJAUAN TEORI

KONSEP DASAR KESEHATAN & KEPERAWATAN JIWA1 PENGERTIAN1. Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa meliputi Bagaimana perasaan anda terhadap diri sendiri Bagaimana perasaan anda terhadap orang lain Bagaimana kemampuan anda mengatasi persoalan hidup anda Sehari - hari. a. Menurut American Nurses Associations (ANA)Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses Associations). b. Menurut WHO Kes. Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yg adalah perawatan langsung, komunikasi dan management, bersifat positif yg menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan kepribadian yg bersangkutan.c. Menurut UU KES. JIWA NO 03 THN 1966 Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional secara optimal dari seseorang dan perkebangan ini selaras dgn orang lain.Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa ( komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa ) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan & memulihkan masalah kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelmpok komunitas ).

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia.

Prinsip keperawatan jiwa terdiri dari empat komponen yaitu manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan. ManusiaFungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi dan bereaksi dengan lingkungan secara keseluruhan. Setiap individu mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting. Setiap individu mempunyai harga diri dan martabat. Tujuan individu adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri dan tercapai aktualisasi diri. Setiap individu mempunyai kemampuan untuk berubah dan keinginan untuk mengejar tujuan personal. Setiap individu mempunyai kapasitas koping yang bervariasi. Setiap individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputuasan. Semua perilaku individu bermakna dimana perilaku tersebut meliputi persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.

Lingkungan

Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas. Dalam berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri individu.

Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama melalui perawatan yang adekuat.

Keperawatan

Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik.

Metodologi dalam keperawatan jiwa adalah menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal dengan menyadari diri sendiri, lingkungan, dan interaksinya dengan lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar untuk perubahan. Klien bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang sehat untuk mengatasinya. Perawat memberi stimulus yang konstruktif sehingga akhirnya klien belajar cara penanganan masalah yang merupakan modal dasar dalam menghadapi berbagai masalah.

Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal ( Carpenito, 1989 dikutip oleh Keliat,1991).

Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut, yaitu proses keperawatan. Penggunaan proses keperawatan membantu perawat dalam melakukan praktik keperawatan, menyelesaikan masalah keperawatan klien, atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis, sistematis, dan terorganisasi. Pada dasarnya, proses keperawatan merupakan salah satu teknik penyelesaian masalah (Problemsolving). Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien. Proses keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien klien berubah. Tahap demi tahap merupakan siklus dan saling bergantung. Diagnosis keperawatan tidak mungkin dapat dirumuskan jika data pengkajian belum ada. Proses keperawatan merupakan sarana / wahana kerja sama perawat dan klien. Umumnya, pada tahap awal peran perawat lebih besar dari peran klien, namun pada proses sampai akhir diharapkan sebaliknya peran klien lebih besar daripada perawat sehingga kemandirian klien dapat tercapai. Kemandirian klien merawat diri dapat pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan terpenuhi dan / atau masalah teratasi.

Manfaat Proses Keperawatan Bagi Perawat. a. Peningkatan otonomi, percaya diri dalam memberikan asuhan keperawatan.

b. Tersedia pola pikir/ kerja yang logis, ilmiah, sistematis, dan terorganisasi.

c. Pendokumentasian dalam proses keperawatan memperlihatkan bahwa perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat.

d. Peningkatan kepuasan kerja.

e. Sarana/wahana desimasi IPTEK keperawatan.

f. Pengembangan karier, melalui pola pikir penelitian.

Bagi Klien

a. Asuhan yang diterima bermutu dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah. b. Partisipasi meningkat dalam menuju perawatan mandiri (independen care). c. Terhindar dari malpraktik.

Keperawatan Jiwa merupakan suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya. Praktik keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu-ilmu psikososial, biofisik, teori-teori kepribadian dan perilaku manusia untuk menurunkan suatu kerangka kerja teoritik yang menjadi landasan praktik keperawatan. Kesehatan jiwa merupakan kondisi yang memfasilitasi secara optimal dan selaras dengan orang lain, sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan, keharmonisan fungsi jiwa, yaitu sanggup menghadapi problem yang biasa terjadi dan merasa bahagia. Sehat secara utuh mencakup aspek fisik, mental, sosial, dan pribadi yang dapat dijelaskan sebagi berikut.Kesehatan fisik, yaitu proses fungsi fisik dan fungsi fisiologis, kepadanan, dan efisiensinya. Indikator sehat fisik yang paling minimal adalah tidak ada disfungsi, dengan indikator lain (mis. tekanan darah, kadar kolesterol, denyut nadi dan jantung, dan kadar karbon monoksida) biasa digunakan untuk menilai berbagai derajat kesehatan.Kesehatan mental/psikologis/jiwa, yaitu secara primer tentang perasaan sejahtera secara subjektif, suatu penilaian diri tentang perasaan seseorang, mencakup area seperti konsep diri tentang kemampuan seseorang, kebugaran dan energi, perasaan sejahtera, dan kemampuan pengendalian diri internal, indikator mengenai keadaan sehat mental/psikologis/jiwa yang minimal adalah tidak merasa tertekan/ depresi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, dan sosial individu secara optimal, dan selaras dengan perkembangan dengan orang lain.

Kesehatan sosial, yaitu aktivitas sosial seseorang. Kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas, berperan, dan belajar berbagai keterampilan untuk berfungsi secara adaptif di dalam masyarakat. Indikator mengenai status sehat sosial yang minimal adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas dan keterampilan dasar yang sesuai dengan peran seseorang. Kesehatan pribadi adalah suatu keadaan yang melampaui berfungsinya secara efektif dan adekuat dari ketiga aspek tersebut di atas, menekankan pada kemungkinan kemampuan, sumber daya, bakat dan talenta internal seseorang, yang mungkin tidak dapat/ akan ditampilkan dalam suasana kehidupan sehari-hari yang biasa. Menurut pedoman asuhan keperawatan jiwa rumah sakit umum atau pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) sehat pribadi berarti bahwa di dalam diri seseorang terdapat potensi dan kemampuan untuk memenuhi dan menyelesaikan dimensi lain dari dirinya, hal yang tidak bersifat instrumental, dan yang memungkinkan perkembangan optimal seseorang. Indikator minimal dari kesehatan pribadi adalah ada minat yang nyata terhadap aktivitas dan pengalaman yang memungkinkan seseorang untuk menembus keadaan status quo. Psikiatri dan kesehatan jiwa Indonesia menggunakan pendekatan elektik-holistik yang melihat manusia dan perilakunya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, sebagai kesatuan yang utuh dari unsur-unsur organo-biologis (bio-sistem), psiko edukatif/ psikodinamik (psiko-sistem), dan sosio-kultural (sosio-sistem). Pendekatan ini berarti bahwa kita harus dapat melihat kondisi manusia dan perilakunya, baik dalam kondisi sehat maupun sakit, secara terinci detail dalam ketiga aspek tersebut di atas (ekletik), tetapi menyadari bahwa ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang utuh sebagai satu sistem (holistik).

Jadi jelas dengan pendekatan ini kita memperhatikan faktor psikologis dan sosial atau psikososial di samping faktor biologis di dalam melaksanakan upaya kesehatan.

Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehaan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, saperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan bermacam gejala dan disebabkan berbagai hal. Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dalam menyelesaikan masalah juga bervariasi. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Klien mungkin menghindar atau menolak berperan serta dan perawat mungkin cenderung membiarkan, khususnya terhadap klien yang tidak menimbulkan keributan dan tidak membahayakan.

Hal itu harus dihindari karena : Belajar menyelesaikan masalah akan lebih efektif jika klien ikut berperan serta.

Dengan menyertakan klien maka pemulihan kemampuan klien dalam mengendalikan kehidupannya lebih mungkin tercapai.

Dengan berperan serta maka klien belajar bertanggung jawab terhadap pelakunya.

Peran dan Fungsi Perawat Jiwa Defenisi dan Uraian Keperawatan JiwaKeperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA mendefiniskan keperawatan kesehatan jiwa sebagai Suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan pengunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya. Praktik kontemporer keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan. Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen historis aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi kompetensi klinis, advokasi pasien-keluarga, tanggung jawab fiskal, kolaborasi antardisiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik. Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori kepribadian, dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik keperawatan.

Berikut ini adalah dua tingkat praktik keperawatan klinis kesehatan jiwa yang telah diidentifikasi.

1. Psychiatric-mental health registered nurse (RN) adalah perawat terdaftar berlisensi yang menunjukkan keterampilan klinis dalam keperawatan kesehatan jiwa melebihi keterampilan perawat baru di lapangan. Sertifikasi adalah proses formal untuk mengakui bidang keahlian klinis perawat.

2. Advanced practice registered nurse ini psychiatric-mental health (APRN-PMH) adalah perawat terdaftar berlisensi yang minimal berpendidikan tingkat master, memiliki pengetahuan mendalam tentang teori keperawatan jiwa, membimbing praktik klinis, dan memiliki kompetensi keterampilan keperawatan jiwa lanjutan. Perawat kesehatan jiwa pada praktik lanjutan dipersiapkan untuk memiliki gelar master dan doktor dalam bidang keperawatan atau bidang lain yang berhubungan.

3. Rentang Asuhan Tatanan Tradisional Untuk perawat jiwa meliputi fasilitas psikiatri, pusat kesehatan jiwa masyarakat, unit psikitari di rumah sakit umum, fasilitas residential, dan praktik pribadi. Namun, dengan adanya reformasi perawatan kesehatan, timbul suatu tatanan alternatif sepanjang rentang asuhan bagi perawat jiwa.

Banyak rumah sakit secara spesifik berubah bentuk menjadi sistem klinis terintegrasi yang memberikan asuhan rawat inap, hospitalisasi parsial atau terapi harian, perawatan residetial, perawatan di rumah, dan asuhan rawat jalan. Tatanan terapi di komunitas saat ini berkembang menjadi foster care atau group home, hospice, lembaga kesehatan rumah, asosiasi perawat kunjungan, unit kedaruratan, shelter, nursing home, klinik perawatan utama, sekolah, penjara, industri, fasilitas managed care, dan organisasi pemeliharaan kesehatan.

Tiga domain praktik keperawatan jiwa kontemporer meliputi : (1) Aktivitas asuhan langsung (2) Aktivitas komunikasi (3) Aktivitas penatalaksanaan

Fungsi penyuluhan, koordinasi, delegasi, dan kolaborasi pada peran perawat ditunjukkan dalam domain praktik yang tumpang tindih ini.Berbagai aktivitas perawat jiwa dalam tiap-tiap domain dijelaskan lebih lanjut. Aktivitas tersebut tetap mencerminkan sifat dan lingkup terbaru dari asuhan yang kompeten oleh perawat jiwa walaupun tidak semua perawat berperan serta pada semua aktivitas.

Selain itu, perawat jiwa mampu melakukan hal-hal berikut ini:

1. Membuat pengkajian kesehatan biopsikososial yang peka terhadap budaya.

2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan untuk pasien dan keluarga yang mengalami masalah kesehatan kompleks dan kondisi yang dapat menimbulkan sakit.

3. Berperan serta dalam aktivitas manajemen kasus, seperti mengorganisasi, mengakses, menegosiasi, mengordinasi, dan mengintegrasikan pelayanan perbaikan bagi individu dan keluarga.

4. Memberikan pedoman perawatan kesehatan kepada individu, keluarga,dan kelompok untuk menggunakan sumber kesehatan jiwa yang tersedia di komunitas termasuk pemberian perawatan, lembaga,teknologi,dan sistem sosial yang paling tepat.

5. Meningkatkan dan memelihara kesehatan jiwa serta mengatasi pengaruh gangguan jiwa melalui penyuluhan dan konseling.

6. Memberikan asuhan kepada pasien penyakit fisik yang mengalami masalah psiokologis dan pasien gangguan jiwa yang mengalami masalah fisik.

7. Mengelola dan mengordinasi sistem asuhan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga,staf, dan pembuat kebijakan.

1. 5 PRINSIP-PRINSIP KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA Roles and functions of psychiatric nurse : competent care (Peran dan fungsi keperawatan jiwa : yang kompeten).

Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat dengan klien).

Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).

Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam keperawatan jiwa).

Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam keperawatan jiwa).

Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis dalam keperawatan jiwa).

Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya dalam keperawatan jiwa).

Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan dalam keperawatan jiwa).

Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika dalam keperawatan jiwa).

Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses keperawatan : dengan standar- standar perawatan).

Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards (aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar professional).

1.6 PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWAMenangani klien yang memiliki masalah sikap, perasaan dan konflik

Pencegahan primer

Penanganan multidisiplin

Spesialisasi keperawatan jiwa

DULU : Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung

SEKARANG : - Meningkatkan Iptek - Pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa meningkat - Perlu pemahaman tentang human right - Penting meningkatkan mutu pelayanan dan perlindungan konsumen.

Daftar Pustaka Keliat, Budi Anna;Panjaitan;Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. Jakarta: EGC. Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC Yosep,Iyus.2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta: PT. Refika Aditama.

Diposkan oleh sehat jiwa di 21:36 0 komentar

Langgan: Entri (Atom)

PEMBAHASAN DAN PELAKSANAANA. PEMBAHASAN

Banyak hal yang bisa dilakukan oleh perawat dalam proses percepatan penyembuhan kesehatan jiwa setelah klien mendapatkan terapi pengobatan. Salah satu yang bisa kita promosikan adalah dengan melakukan terapi aktivitas kelompok guna mempercepat penyembuhan yang akan meningkatkan perilaku adaftif dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini suatu kasus yang akan di ambil adalah terapi aktifitas kelompok perilaku kekerasan.

Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.Perilaku Kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan oleh keluarga belum memadai, keluarga seharusnya mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).

Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat. Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.

B. PELAKSANAAN

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOKA. TAK Stimulasi Kognitif / PersepsiKlien dilatih mempersepsikan stimulus, yang disediakan atau yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.

a. Stimulasi SensorisAktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien, kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan berupa ekspresi perasaan secar non-verbal.

b. TAK Orientasi RealitasKlien diorientasikan kepada kenyataan yang ada disekitarnya (diri sendiri, orang lain disekelilingnya, orang yang dekat dengan klien, dan lingkunan yang mempunyai hubungan dengan klien).

Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu dan rencana kedepan, aktivitas dapat berupa orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar dan semua kondisi nyata.

c. TAK SosialisasiMerupakan suatu upaya untuk memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Tujuan umum dari terapi ini ialah klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. Sosialisasi dapat juga dilakukan secara bertahap dari interpersonal, kelompok dan massa. Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok

B. METODE : Diskusi Ini sangat baik untuk terapi dengan klien yang memerlukan fasilitas dalam mengembangkan kemampuan mengingat, meningkatkan ketenangan dan mengontrol emosi.

Kegiatan ini dinamakan sharing perasaan dimana anggota akan belajar untuk saling berkomunikasi yang memiliki tujuan mengutarakan perasaan dan persepsi dalam memperjelas sesuatu masalah yang diungkapkan, sehingga secara bertahap klien akan melakukan hubungan sosial dengan orang lain.

Setiap anggota kelompok diberi kesempatan memperkenalkan diri dan yang lain mendengarkan

Anggota kelompok bebas menentukan gambarnya

Setiap anggota kelompok diberi kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya dan pikirannya melalui gambar

Setiap anggota kelompok diminta memberikan tanggapan terhadap gambar yang dibuatnya, maupun yang dibuat orang lain.

C. TUJUANTerapi Aktifitas Kelompok :Diharapkan dapat membantu klien dengan kasus tindak kekerasan untuk mempunyai suatu respon yang lebih adaptif dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

A. Tujuan Umum Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya

Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain.

B. Tujuan khusus : Klien mampu memperkenalkan diri

Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.

Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.

Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.

Indikasi klien adalah klien dengan hubungan social : Tindak kekerasan

Klien tindak kekerasan yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal

.DAFTAR PUSTAKA1. Yosep, Iyus (2007). Keperawatan Jiwa, Bandung. Refika Aditama

2. Stuar, Gail W, (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta,EGC, Edisi 5

3. Keliat anna budi, (2005) Keperawatan Jiwa TAK, Jakarta:EGC

4. http://www.harnawatiaj.wordpress.com/ASKEP-PERILAKU-KEKERASAN ..WELCOME TO HARNAS WORLD.htm5. http://www.panji.wordpress.com/askep-perilaku-kekerasan.html

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

OLEH :

Ns. MEYDI NUGROHO, S.Kep

NIP. 198405262010011010

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI BENGKULU

TAHUN 2010