Kelompok 5a Townscape (1)
-
Upload
erma-maulana-putri -
Category
Documents
-
view
497 -
download
93
description
Transcript of Kelompok 5a Townscape (1)
ANALISIS ELEMEN CITRA DAN TOWNSCAPE KAWASAN KOTA LAMA, SEMARANG
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Morfologi Kota (TKP 347 ) Dosen Pengampu : Diah Intan Kusuma Dewi, S. T, M. Eng
Dikerjakan Oleh :
Kelompok 5A
Rahmat Hirmawan 21040112130071 Tazri Mintiea 21040114130105 Ganang Ridho Janaswanto 21040114130123 Adhisty Manan 21040114120027 Erma Maulana P 21040114130113
Pulung Purbaningtyas 21040114140125
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu pendekatan dalam morfologi kota adalah menganalisis suatu kawasan atau kota
melalui produk kota. Menganalisis sebuah kota melalui pendekatan poduk, yaitu mengenali
produk melalui bentuk fisik kota itu sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah
pendekatan Citra Kota dan Townscape.
Citra kota adalah kesan atau persepsi antara pengamat dengan lingkungannya. Terdapat
beberapa elemen penyusun citra kota diantaranya, Paths, Edges, Nodes, District, dan Landmark.
Townscape dapat dikenali dari berbagai peletakan bentuk desain bangunan dan jalan yang
berkaitan dengan berbagai tingkatan perasaan dan emosi masing-masing pengamat. Sedangkan,
untuk Townscape memiliki beberapa elemen penyusun, diantaranya : Junction, Line, Width,
Overhead, Containment, dan Features.
Laporan ini membahas analisa fisik Kawasan Kota Lama melalui pendekatan Citra Kota dan
Townscape. Analisa bentuk fisik melalui pendekatan Citra Kota dan Towncape dalam morfologi
kota, diperlukan dalam mengkaji bagaimana desain atau perancangan fisik di Kawasan Kota
Lama. Selanjutnya, melalui desain atau perancangan fisik dari Kawasan Kota Lama dapat
dijadikan untuk dijadikan acuan dalam melakukan perancangan pada kawasan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang muncul, diantaranya :
a. Bagaimana elemen citra kota pada Kawasan Kota Lama?
b. Bagaimana elemen townscape pada Kawasan Kota Lama?
1.3 Tujuan dan Sasaran
a. Tujuan dalam penulisan laporan ini adalah mengetahui bagaimana bentuk fisik Kawasan
Kota Lama melalui pendekatan Citra Kota dan Townscape.
b. Sasaran
Tujuan yang ingin dicapai dapat dilakukan dengan sasaran-sasaran sebagai berikut :
1. Menentukan wilayah studi, yaitu Kawasan Kota Lama.
2. Melakukan observasi lapangan untuk menganalisia elemen Citra Kota dan Townscape.
3. Menganalisa hasil observasi elemen Citra Kota dan Townscape pada Kawasan Kota
Lama.
4. Menyimpulkan hasil analisa observasi elemen Citra Kota dan Townscape.
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi yang terdapat pembahasan laporan ini, meliputi :
- Citra Kota, meliputi elemen-elemen citra :
a. Paths
b. Edges
c. Nodes
d. District
e. Landmark
- Townscape meliputi elemen-elemen :
a. Junction
b. Line
c. Width
d. Overhead
e. Contaiment
f. Features
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah studi yang digunakan dalam laporan ini ialah Kawasan Kota Lama. Adapun
batas-batas geografi Kawasan Kota Lama, yaitu:
Sebelah utara : Jalan Raya Semarang – Purwodadi
Sebelah timur : Jalan Cendrawasih
Sebelah selatan : Jalan Sendowo
Sebelah barat : Jalan Empu Tantular
1.5 Metode Penulisan
Metode yang digunakan untuk menyusun laporan ini, yaitu:
a. Metode Deskriptif
Metode ini dilakukan dengan melakukan teknik deskriptif dalam menjelaskan kondisi
Kawasan Kota Lama.
b. Metode Kualitatif
Metode ini dilakukan melalui pengambilan data dari lapangan dengan metode observasi.
1.6 Sistematika Penulisan
Laporan ini disusun dengan sistematika penulisan, sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN LITERATUR
Berisi kajian mengenai kajian teori mengenai ruang lingkup materi.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
Merupakan penjelasan mengenai kondisi umum/gambaran umum yang ada di wilayah studi.
BAB ANALISIS CITRA KOTA DAN TOWNSCAPE
Mengidentifikasi kondisi keruangan Kawasan Kota Lama, Semarang.
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan hasil analisis Citra Kota dan Townscape di wilayah studi.
BAB II
KAJIAN LITERARUR
2.1 Citra Kota
Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia (1987), kata citra itu sendiri mengandung arti:
rupa, gambar, gambaran, gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi,
perusahaan/organisasi/produk. Dapat juga diartikan sebagai kesan mental atau bayangan visual
yang ditimbulkan oleh sebuah kota. Dengan demikian secara harfiah citra kota dapat diartikan
sebagai kumpulan dari interaksi sensorik langsung seperti diimplementasikan melalui sistem nilai
pengamat dan diakomodasikan kedalam penyimpanan memori dimana input dari sumber tak
langsung sama pentingnya (Pocock & Hudson, 1978).
Citra secara luas terkait dengan ruang, dan dapat pula dikaitkan dengan rasa atau persepsi
seseorang. Berikut ini merupakan beberapa karakteristik dari sebuah citra (Pocock & Hudson,
1978).Menurut Kevin Lynch, 1990 elemen-elemen pembetuk ruang kota atau biasa disebut
dengan citra kota dibagi dalam lima elemen, yaitu:
a. Path (Jalur)
Path merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan
pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api,
saluran dan lain sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik kalau me miliki
tujuan rute sirkulasi yang besar (tugu, alun-alun, dan lain sebagainya), serta ada
penampakan yang kuat (misal fasade, pohon, dan lain-lain), atau ada belokan yang jelas,
mempunyai karakter spesifik.Karakteristik Path meliputu : Pola Jaringan jalan, Pencapaian
bangunan, dan kekhasan Jalan.
Sumber : Paris Projet, Numero 27.28, L'Amenegement U Del'est de Paris, 1999
b. Edges
Edges adalah elemen linier yang tidak dipakai sebagai path. Edge berada pada batas antara
dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linier, misalnya : pantai, tembok,
lintasan jalan, dan jalur kereta api. Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang
ada tempat masuk. Edges merupakan pengakhiran sebuah district. Edges memiliki identitas
yang lebih baik apabila kontinuitas tampak jelas batasnya. Demikian pula fungsi batasnya
harus jelas, membagi atau menyatukan. Edges ini terbentuk karena pengaruh dari fasade
bangunan, kondisi alam, maupun karakteristik fungsi kawasan.
Sumber : Paris Projet, Numero 27.28, L'Amenegement U Del'est de Paris, 1999
Pada kawasan edge berupa pembatas kawasan yang berupa fisik, pada kawasan koridor
edge dapat juga berupa tepian jalan (sebagai pembatas kawasan koridor)
.
Tepian Jalan Menjadi Edge dari suatu koridor jalan
c. District
Sebuah district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola dan wujudnya) dan khas pula
dalam batasnya, orang akan merasa harus mengakhiri atau memulainya. District mempunyai
identitas yang baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat
homogen, serta fungsi dan posisinya jelas (introvert/ekstrovert; berdiri sendiri atau dikaitkan
dengan yang lain). Citra distrik ini tidak boleh hilang, karena bila hal ini terjadi akan
mengaburkan citra kawasan.
Sumber : Paris Projet, Numero 27.28, L'Amenegement U Del'est de Paris, 1999
Contoh lainnya adalah pada Koridor Jalan Jend. Sudirman Solo, yang merupakan kawasan
perkantoran dan jasa (jasa pelayanan dan perbankan). Dilihat dari fungsi aktivitas bangunan
perkantoran yaitu terdapat Kantor Balai Kota, sedangkan Jasa pelayanan yaitu kantor Pos
dan telkom untuk Jasa perbankan yetdapat Bank Indonesia, Bank Bukopin, Bank Danamom,
BRI.
d. Nodes (Simpul)
Nodes merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis yang arah atau aktivitasnya saling
bertemu dan dapat dirubah ke arah atau ke aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas,
pasar, taman dan lain sebagainya (catatan : tidak semua persimpangan jalan adalah nodes).
Adalah suatu tempat yang orang mempunyai perasaan “masuk” dan “keluar” dalam tempat
yang sama. Nodes mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang
jelas (karena lebih mudah diingat) serta tampilan berbeda dari lingkungannya (fungsi dan
bentuk).
Sumber : Paris Projet, Numero 27.28, L'Amenegement U Del'est de Paris, 1999
e. Landmark (Tetanger)
Landmark merupakan titik referensi, atau elemen eksternal dan merupakan bentuk visual
yang paling menonjol dari sebuah kota. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota
karena membantu orang untuk mengorientasikan diri di dalam kota dan membantu orang
mengenali suatu daerah. Landmark mempunyai identitas yang lebih baik jika bentuknya jelas
dan unik dalam lingkungannya, ada sekuens dari beberapa landmark (merasa nyaman dalam
orientasi) serta ada perbedaan skala .
2.2 TOWNSCAPE
Menurut Gordon Cullen (1961) Townscape adalah seni yang terdapat secara visual dalam
penataan bangunan-bangunan, jalan, serta ruang yang menghiasi lingkungan perkotaan. Definisi
lain dari townscape adalah salah satu cara yang dapat digunakan dari segi fisik visual untuk
mengenali bentuk fisik suatu kota. Selain itu, townscape juga dapat diidentifikasi melalui bentuk
penataan atau desain dari bangunan-bangunan dan jalan yang ditangkap berdasar berbagai
tingkatan emosional masing-masing pengamat. Konsep townscape ini menjadi dasar bagi para
arsitek, perencana, dan pihak-pihak yang memperhatikan wajah kota.
Bentuk fisik ruang kota dipengaruhi dan ditentukan oleh bentuk dan massa bangunan.
Keterkaitan itu dirasakan secara psikologis maupun secara fisik oleh pengamat bentuk fisik ruang
kota serta bentuk dan massa bangunan tersebut. Selain itu, keterkaitan juga dapat dilihat secara
visual pada kualitas bentuk kota yang ditentukan oleh bentuk dan ukuran ruang kota serta
penataannya. Empat hal yang ditekankan Cullen pada bukunya adalah:
Serial Vision
Serial vision adalah gambaran-gambaran visual yang ditangkap oleh pengamat yang terjadi
saat berjalan dari satu tempat ke tempat lain pada suatu kawasan. Rekaman pandangan oleh
pengamat itu menjadi potongan-potongan gambar yang bertahap dan membentuk satu
kesatuan rekaman gambar kawasan bagi pengamat. Biasanya, akan ada kemiripan, suatu
benang merah, atau satu penanda dari potongan-potongan pandangan tersebut yang
memberi kepastian pada pengamat bahwa dia masih berada di satu kawasan yang sama.
Sumber: Cullen, 1961
Place
Place adalah perasaan yang dimiliki pengamat secara emosional pada saat berada di suatu
tempat tertentu. Place dipengaruhi oleh batas-batas yang ada pada suatu tempat tersebut
Content
Content adalah isi dari suatu kawasan yang mempengaruhi perasaan seseorang terhadap
keadaan lingkungan kota tersebut. Content tergantung oleh dua faktor yaitu pada tingkat
kesesuaian (conformity) dan tingkat kreativitas (creativity).
The Functional Tradition
The functional tradition adalah kualitas di dalam elemen-elemen yang membentuk
lingkungan perkotaan yang juga memiliki segi ekonomis, efisien dan efektif.
2.3 Elemen Pembentuk Townscape
Junctions (Persimpangan Jalan)
T-Junction
T-Junction berupa penutupan pemandangan yang memberi rasa tertentu pada suatu
tempat. Persimpangan T-Junction ini dapat pula diartikan sebagai pertigaan. Dalam T-
Junction ini terdapat beberapa pertemuan jalan dan aktivitas. Pada umumnya, T Junction
berupa suatu jalan kecil yang terhubung ke jalan yang lebih besar.
Sumber: Cluskey, 1979
Y-Junction
Y-Junction berfungsi untuk memberikan alternatif pilihan jalan atau membagi jalan menjadi
dua arah yang menuju tempat yang berbeda. Y-Junction ini mampu membangkitkan
pemandangan dan penjelajahan yang menarik perhatian. Oleh karena itu, orang tidak akan
merasa jenuh untuk melewati jalan tersebut.
Sumber: Cluskey, 1979
Multiple views
Multiple views merupakan persimpangan jalan dimana terdapat dua gang atau lebih yang
saling berdekatan, sehingga menimbulkan keingintahuan orang untuk melihat keadaan di
sekitarnya serta dapat membandingkan bentuk dan karakter suatu gang tersebut secara
bersamaan.
Sumber: Cluskey, 1979
Line (Garis)
Line (garis) merupakan salah satu dari enam kategori roadform, yang terdiri dari curve
(tikungan), angles (sudut), the pivot (poros), deviation (penyimpangan), deflection
(pembelokan), dan level change (peubahan tingkatan).
Curve (Tikungan)
Penutupan pemandangan seseorang dari struktur bangunan dan juga merupakan jalan yang
mempunyai bentuk melengkung, sehingga tidak dapat menjangkau pandangan yang lebih
jauh kedepan.
Sumber: Cluskey, 1979
Angle (Sudut)
Garis yang berupa tikungan yang berbentuk seperti patahan serta terjadi perubahan sudut
garis arah jalan yang memperlihatkan sisa-sisa pemandangan yang panjang dan sebagian
tertutup, sehingga kita mengalami kesulitan untuk memiliki jangkauan pandangan ke depan
yang luas dan leluasa.
Sumber: Cluskey, 1979
The Pivot (Poros)
Adanya poros/pusat pada suatu bangunan, sehingga jalan nampak menjadi bagian yang
menyatu dan saling mengikat dengan bangunan lain di sekitarnya atau terkesan seperti
berputar atau berbentuk lingkaran.
Sumber: Cluskey, 1979
Deviation (Penyimpangan)
Adanya sebuah simpangan kecil yang memisahkannya ke dalam tempat yang berbeda.
Sumber: Cluskey, 1979
Deflection (Pembelokan)
Sebuah struktur yang sumbunya merupakan sebuah sudut ke arah utama pada sebuah rute,
yang dapat muncul untuk membelokan pengguna ke arah yang baru juga merupakan rute
dalam suatu gang yang didalamnya masih terdapat beberapa percabangan gang lainnya yang
menuju arah yang berlainan tempat.
Sumber: Cluskey, 1979
Level Change (Perubahan Tingkatan)
Level change merupakan perubahan tingkatan dari posisi yang lebih tinggi ke posisi yang
rendah yang juga dipengaruhi oleh keadaan topografi suatu kawasan tersebut atau
perubahan lebar jalan dari posisi terbuka ke posisi yang tertutup, sehingga justru dapat
menambah keunikan dari suatu kawasan.
Sumber: Cluskey, 1979
Width (Lebar)
Width (lebar) merupakan suatu komponen townscape yang dilihat dari lebar sempitnya jalan
yang terbentuk oleh karakter dan struktur bangunan yang berada di sekitanya. Width terdiri
dari enam tipe komponen, yaitu fluctuation (pergerakan), narrowing (penyempitan),
funelling (penyempitan bertahap), widening (pelebaran), constriction (penekanan), dan wing
(penghalangan).
Fluctuation (Pergerakan)
Adanya pergerakan dalam keterhubungan antar ruang, misalnya dari tempat sempit keluar
menuju tempat terbuka. Jadi, suatu jalan mengalami suatu pelebaran ke arah samping,
karena di bagian tengah jalan tersebut digunakan sebagai ruang terbuka (taman, boulevard,
dan lain-lain), tetapi setelah melewati ruang terbuka tersebut, maka jalan kembali
menyempit. Dan, hal ini terulang beberapa kali.
Sumber: Cluskey, 1979
Narrowing (Penyempitan)
Narrowing ditandai dengan adanya bangunan yang menjorok keluar dari garis bangunan
yang memberikan makna penyempitan permukaan jalan. Selain itu, narrowing juga dapat
terjadi akibat adanya kegiatan atau aktivitas di sekitar jalan, misalnya aktivitas perdagangan,
sehingga menyebabkan lebar jalan menjadi semakin menyempit.
Sumber: Cluskey,1979
Funelling (Penyempitan Bertahap)
Funelling dapat diartikan sebagai penyempitan lebar ruang atau jalan secara bertahap. Jadi,
semakin lama jalan yang dilalui, maka lebarnya akan menjadi semakin menyempit, seperti
memasuki suatu jalan yang awalnya lebar kemudian lama kelamaan menjadi menyempit.
Sumber: Cluskey, 1979
Widening (Pelebaran)
Widening berupa pergerakan dari tekstur ruang sempit ke ruang yang besar. Jalan yang kita
lalui awalnya sempit kemudian semakin lama akan menjadi semakin lebar, sehingga
membuat perasaan kita menjadi lebih lapang dan tidak lagi merasa terkurung.
Sumber: Cluskey, 1979
Constriction (Penakanan)
Diketahui bahwa terjadinya penyempitan ruang dari yang lebar menjadi menyempit juga
merupakan kesan visual yang kontras terlihat sehingga dengan terjadinya
pemberhentian/penyempitan ruang akan menimbulkan rasa seakan menekan.
Sumber: Cluskey, 1979
Overhead (Atas)
Overhead terdiri dari tujuh tipe, yaitu the chasm (lorong), the collonade (barisan tiang), the
overhang, the arch (lengkungan), the bridge, the maw, dan going trought.
The Chasm
The chasm merupakan suatu lorong sempit panjang yang dapat memberi kesan menakutkan
ataupun menyenangkan, tergantung dari persepsi dan pandangan masing-masing individu
terhadap lorong tersebut. The chasm terbentuk oleh adanya dua atau lebih bangunan yang
didirikan dengan menyisakan ruang bagi orang untuk dapat melakukan pergerakan.
Sumber: Cluskey,1979
The Colonnade
The collonade merupakan elemen barisan tiang atau kolom berupa pilar-pilar sebagai
penyangga bangunan yang sejajar dengan garis jalan, dan mampu menimbulkan kesan yang
indah, sehingga mampu menimbulkan perasaan ketertarikan dan penasaran orang-orang
untuk masuk ke dalam bangunan.
Sumber: Cluskey,1979
The Overhang
The overhang merupakan bagian bangunan yang menjorok keluar sehingga ruang di
bawahnya dapat dimanfaatkan bagi orang sekitarnya, seperti: ruang untuk aktivitas
berdagang juga ruang bagi pejalan kaki untuk menghindari panas dan lain-lain.
Sumber: Cluskey,1979
The Arch
The arch adalah pintu masuk suatu tempat yang memiliki bentuk melengkung dan indah.
The arch ini merupakan suatu simbol yang unik dan kuat untuk menarik orang untuk
memasuki bangunan atau suatu kawasan tertentu.
Sumber: Cluskey,1979
The Bridge
Merupakan jembatan penghubung antara suatu tempat ke tempat lainnya, the bridge juga
dapat digunakan dalam berbagai cara yang berbeda, seperti aktivitas berjalan di bawah
jembatan, penekanan keterpisahan ruang, efek penampakan bangunan pada saat turun dari
lengkungan.
Sumber: Cluskey,1979
The Maw
The maw merupakan terowongan gelap yang tertutup atau pintu masuk di dalam bangunan
yang dapat di jalani untuk menghubungkan ke tempat lain, seperti subway, terowongan
bawah tanah, dll.
Sumber: Cluskey,1979
Going Through
Going trough merupakan bukaan dalam sebuah struktur bangunan di lintasan jalan. Jadi,
terdapat suatu bangunan yang didirikan di atas jalan, dimana masyarakat dapat melintas
atau melakukan aktivitas di bawah bangunan tersebut (sejenis terowongan).
Sumber: Cluskey,1979
Contaiment (Penahanan)
Containment atau yang biasa dikenal sebagai pengurungan memiliki empat komponen,
antara lain closure (penutupan), enclosure, going into, dan dead end.
Closure (Penutupan)
Suatu bentukan massa mengelilingi atau membatasi ruang (seolah membentuk ruang
tersendiri). Misalnya, suatu jalan yang pingir jalan tersebut berupa deretan bangunan yang
menutupi ruang terbuka. Closure mampu menimbulkan rasa bosan bagi yang melihatnya,
karena kita hanya melihat bangunan saja di sepanjang jalan dan tidak terdapat
pemandangan lain yang dapat menarik perhatian.
Sumber: Cluskey,1979
Enclosure
Enclosure merupakan suatu ruang terbuka yang cukup lapang untuk melakukan berbagai
macam aktivitas. Enclosure dapat berupa taman, jalan yang sangat luas, dan lain sebagainya.
Sumber: Cluskey,1979
Going Into
Going into merupakan pintu gerbang yang menunjukan pengurungan. Jadi, setelah kita
memasuki pintu, maka seolah-olah kita memiliki perasaan terkurung. Namun, di tengah
bangunan tersebut berupa ruang terbuka yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai
macam aktivitas. Misalnya, stadion Senayan yang digunakan untuk menggelar berbagai
macam pertandingan olahraga, lapangan sepak bola Jati diri, dan lain-lain.
Sumber: Cluskey,1979
Dead End
Dead end merupakan gang buntu, yang merupakan akhir dari sebuah jalan. Dead end ini
biasanya terletak di kawasan permukiman dimana terdapat jalan-jalan kecil yang tidak
terhubung dengan jalan yang lain. Seseorang yang memasuki gang buntu harus kembali lagi
ke jalan awal, karena tidak terdapat jalan untuk memutar keluar dari jalan tersebut.
Sumber: Cluskey,1979
Feature (Ciri)
Ada delapan tipe features, diantaranya adalah hinting, enticing, isolation, framing, vistas,
incident, puctuation, dan landmark.
Hinting
Hinting merupakan salah satu dari beberapa tampilan konfigurasi, yang hasilnya membantu
seseorang agar dapat memasuki sebuah ruang yang tidak hanya memberikan sebuah tanda
jalan masuk.
Sumber: Cluskey,1979
Enticing
Enticing merupakan suatu poin petunjuk atau bagian dari sebuah bangunan (seperti menara)
yang menarik perhatian orang untuk mencapainya, tetapi tidak dapat dicapai secara
langsung. Orang yang ingin pergi ke bangunan tersebut harus memutar melalui jalan lain
terlebih dahulu, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama.
Sumber: Cluskey,1979
Isolation
Isolation merupakan sebuah efek yang dramatis yang dapat dicapai karena melalui suatu
jalan yang terisolasi, dimana di sekitar jalan tersebut terdapat bangunan yang berbeda
dengan bangunan yang lain (memiliki bentuk jenis bangunan yang berbeda).
Sumber: Cluskey,1979
Framing
Framing dapat diartikan sebagai bingkai. Framing dapat berupa bangunan-bangunan yang
seolah membingkai landmark dari suatu kota. Elemen townscape ini berfungsi untuk
membuat suatu jalan menarik untuk dilewati, karena jalan tersebut sebagai akses menuju ke
landmark. Apabila kita menelusuri jalan tersebut, maka beberapa saat kemudian kita akan
sampai pada landmark yang dituju.
Sumber: Cluskey,1979
Vistas
Vistas merupakan suatu jalan dimana di pinggir jalan tersebut terdapat bangunan-bangunan
sebagai batas jalan. Vistas berfungsi untuk memperlihatkan pemandangan atau panorama
kota yang berada di hadapan kita. Apabila kita melewati jalan tersebut, maka suatu saat kita
akan mencapai pemandangan yang ada di hadapan kita.
Sumber: Cluskey,1979
Punctuation
Incident merupakan pemandangan yang dapat kita lihat di sebuah jalan, dan mampu
menarik perhatian bagi orang yang sedang berada di jalan tersebut, seperti menara,
lonceng, dan lain sebagainya.
Sumber: Cluskey,1979
Incident
Punctuation digunakan untuk menunjukan akhiran dari suatu ruang dan permulaan bagi
ruang yang lain.
Sumber: Cluskey,1979
Landmark
Landmark adalah bangunan atau elemen penting yang merupakan ciri khas, identi;tas suatu
daerah. Landmark membantu orang untuk mengorientasikan diri di dalam kota dan
membantu orang mengenali suatu daerah. Landmark seringkali diidentikkan dalam
perwujudan tugu dan gapura. Namun, landmark juga dapat berupa bangunan, pegunungan,
dan sejenisnya. Bangunan ini dapat menjadi landmark apabila terletak pada lokasi yang
penting dan mempunyai bentuk yang berarti pula. Secara tidak langsung, dapat dikatakan
bahwa harus ada bangunan-bangunan lain yang kurang penting, supaya sebuah bangunan
dapat menonjol dalam pemandangan kota.
Sumber: Cluskey,1979
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Kota Lama
Kota Lama Semarang adalah salah satu kawasan yang terdapat di Kota Semarang yang pada
abad 19-20 menjadi wilayah perdagangan. Kota Lama Semarang termasuk di kelurahan
Bandaharjo, Kecamatan Semarang Utara dan luas wilayah Kota Lama Semarang sekitar 31
hektar. Kota Lama Semarang dijuluki “Little Netherland” atau “Outsyadt” karena dari kondisi
geografisnya, Kota Lama Senarang kawasannya terpisah dengan daerah sekitarnya, sehingga
seperti kota tersendiri. Pada dasarnya area Kota Lama Semarang mencakup setiap daerah
dimana gedung-gedung yang dibangun sejak zaman Belanda. Namun seiring berjalannya
waktu istilah Kota Lama sendiri terpusat untuk daerah dari Sungai Mberok hingga menuju
daerah Terboyo. Batas Kota Lama Semarang adalah sebagai berikut:
Utara : Jalan Raya Semarang-Purwodadi
Timur : Jalan Cendrawasih
Selatan : Jalan Sendowo
Barat : Jalan Mpu Tantular dan sepanjang sungai Semarang
Kondisi Fisik
Kota Lama Semarang merupakan kawasan permukiman Belanda yang terencana dengan baik
dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana kota yang lengkap dahulunya dan kawasan di
Kota Lama Semarang ini memiliki pola yang memusat dengan bangunan dan pemerintahan
dan Gereja Blenduk sebagai pusat dari Kota Lama tersebut. Kawasan ini pun memiliki sekitar
50 bangunan kuno yang masih berdiri kokoh dan mempunyai sejarah Kolonialismenya
masing-masing di Semarang. Bangunan yang mempunyai sejarah diantaranya yaitu
mercusuar, stasiun kereta api tawang, gereja blenduk, kantor telekomunikasi, dan masih
banyak bangunan lainnya. Kawasan Kota Lama Semarang ini seiring berjalannya waktu
terdapat perkembangan seperti mengalami pergeseran fungsi yang dahulu memiliki fungsi
vital sebagai pusat kota sekarang terbengkalai dan tidak produktif lagi karena penurunan
aktivitas ekonomi. Karena pergeseran fungsi tersebut kawasan ini menjadi kawasa mati
terlebih karena kawasan tersebut sebagian besar berfungsi sebagai perkantoran dan
pergudangan yang hanya aktif setengah hari. Penurunan juga terjadi pada fisik bangunan
yang seiring berjalannya waktu semakin rusak karna tidak adanya perawatan, karena factor
usia bangunan dan pengaruh alam. Penggunaan lahan di Kota Lama Semarang pada saat ini
didominasi oleh bangunan non-aktif. Keberadaan fungsi ini yang tersebar merata diseluruh
kawasan tersebut disebabkan usia bangunan yang sangat tua. Selain bangunan non-aktif
banyak juga bangunan-bangunan peninggalan Belanda tersebut yang digunakan untuk
perkantoran, perusahaan, dan kantor usaha. Hanya sebagian kecil yang digunakan sebagai
permukiman.
Kondisi Non Fisik
Masyarakat Semarang sebagian besar bertempat tinggal di Kota Lama Semarang dan bekerja
pada sector informal sebagai buruh yang mengindikasikan bahwa masyarakat Kota Lama
Semarang tergolong penduduk dengn tingkat ekonomi sebagian besar ekonomi menengah
kebawah. Keberadaan kegiatan ekonomi yang ada hanya berjalan setengah hari, seperti toko
alat-alat berat, jasa elektronik, dan toko alat tulis. Kegiatan perekonomian yang dapat aktif
hingga malam hanya rumah makan.
BAB IV
ANALISIS CITRA KOTA DAN TOWNSCAPE
Town Scape Gambar Analisis
Serial Vision
Serial vision yang ada di Kawasan Kota Lama menunjukkan bentuk bangunan peninggalan zaman Belanda yang sampai sekarang masih berdiri kokoh dan dirawat secara intens oleh Pemerintah Kota Semarang yaitu GPIB Immanuel atau yang sering disebut dengan Gereja Blenduk. Gambar diambil dari gang kecil di depan Gereja Blenduk yang menuju ke Jalan Kyai H. Agus Salim.
Path
Di Kawasan Kota Lama, yang
termasuk elemen path ialah
jalan-jalan yang biasanya
digunakan orang untuk
melakukan pergerakan secara
umum, dari Jalan Raya
Semarang-Purwodadi, Jalan
Cendrawasih, Jalan Merak,
Jalan Garuda, Jalan Nuri, Jalan
Tampra Dalam, Jalan Empu
Tantular, Letnan Suprapto,
Jalan Kedasih dan Jalan
Sendowo serta jalan lain, gang-
gang utama, jalan transit,
sebagainya. Elemen path dapat
rusak apabila terus menerus
bencana rob terjadi di Kawasan
Kota Lama. Hal tersebut dapat
terjadi bukan hanya
dikarenakan bencana alam
yang sering terjadi tetapi
aktivitas dan penggunaannya
akan mempengaruhi ketahanan
elemen path dikawasan
tersebut.
Edge
Contoh elemen Edge yang
terdapat di Kawasan Kota Lama
yaitu berupa jalur kereta api.
Edge ini bukan saja menjadi
batas Kawasan Kota Lama
dengan daerah disekitarnya
tetapi juga berfungsi sebagai
akses penghubung wilayah
studi dengan daerah
sekitarnya.
Jalur kereta api menjadi
elemen edge dalam pembentuk
citra Kawasan Kota Lama
dikarenakan jalur tersebut
sebagai pembatas antara
Kawasan Kota Lama dengan
wilayah Semarang Utara.
Nodes
Taman Srigunting di sekitar
Gereja Blenduk yang terletak di
Jalan Letjend Suprapto menjadi
salah satu elemen node
(simpul) yang ada di Kawasan
Kota Lama. Taman ini
merupakan jalur bertemunya
aktivitas/kegiatan dan pusat
keramaian di Kawasan Cagar
Budaya Kota Lama Semarang.
Persimpangan ini merupakan
tempat persimpangan yang
biasanya dilalui oleh
masyarakat sekitar dengan
intensitas tinggi. Selain itu
nodes ditemukan di Bunderan
Polder Tawang.
Districs
Kawasan Kota Lama Semarang
disebut juga Outstadt. Luas
kawasan ini sekitar 31 hektare.
Dilihat dari kondisi geografi,
nampak bahwa kawasan ini
terpisah dengan daerah
sekitarnya, sehingga nampak
seperti kota tersendiri,
sehingga mendapat julukan
"Little Netherland". Kawasan
Kota Lama Semarang ini
merupakan saksi bisu sejarah
Indonesia masa
kolonial Belanda lebih dari 2
abad, dan lokasinya
berdampingan dengan
kawasan ekonomi. Di tempat
ini ada sekitar 50 bangunan
kuno yang masih berdiri
dengan kokoh dan mempunyai
sejarah Kolonialisme di
Semarang.
Landmark
Landmark merupakan citra
kota yang memberikan ciri khas
suatu kota sebagai ciri-ciri,
yang menarik perhatian.
Contoh landmark di wilayah
studi yaitu Gereja Blenduk dan
Stasiun Tawang yang
merupakan ciri khas dari Kota
Lama Semarang. Gereja
Blenduk digunakan untuk
menikmati suatu keunikan kota
dan tempat yang special dari
Kawasan Kota Lama.
Gereja Blenduk merupakan
gereja kristen tertua di Jawa
Tengah yang dibangun oleh
bangsa Belanda pada tahun
1753. Nama asli dari gereja ini
yaitu GPIB Immanuel, terletak
di Jalan Letjend Suprapto 32.
Sedangkan Stasiun Tawang
merupakan stasiun tertua
kedua di Indonesia yang juga
dibangun pada masa
penjajahan Belanda,
diresmikan pada tahun 1870.
Pada masa lalu terdapat sumbu
visual yang menghubungkan
stasiun ini dengan Gereja
Blenduk.
LINE – T-Junctions
T-Junction merupakan elemen
Line pada sebuah Townscape
yang dapat dilihat pada hierarki
jalannya menyerupai bentuk T
atau biasa ditemukan pada
pertigaan jalan. T –Junction
banyak ditemukan di Kawasan
Kota Lama. T -Junction ini
terbentuk karena disamping
kanan dan kiri Jalan Merak
merupakan bangunan/gedung.
LINE – Y-Junctions
Y-Junction biasa ditemukan
adanya bangunan utam yang
menjadi pusat percabangan.
Terdapat di Jalan Raya
Semarang-Purwodadi tepatnya
di depan Stasiun Tawang.
Multiple View
Multiple View ialah persimpangan jalan dimana terdapat dua gang atau lebih yang saling berdekatan Penampakan Multiple Views yang ada di Kawasan Kota Lama ada di beberapa jalan. Salah satunya di persimpangan jalan pusat perdagangan yang menjadi jalan tembusan dengan Jalan Jendral Suprapto.
LINE – Curve
(Tikungan)
Curve atau tikungan terdapat di
Kawasan Kota Lama.
Lengkungan yang dibentuk oleh
jalan tersebut menyebabkan
bentuk bangunan disekitarnya
mengikuti pola jalan. Terdapat
di Jl. Merak depan Stasiun
Tawang.
LINE – Angle
(Sudut)
Pada kawasan Kota Lama
ditemukan elemen Angle yang
dicirikan dengan adanya
pembelokan jalan karena
adanya massa bangunan.
Terdapat di Jalan.
LINE - The Pivot
(Poros)
Jalan nampak menjadi bagian
yang menyatu dan saling
mengikat dengan bangunan
lain di sekitarnya atau terkesan
seperti berputar atau
berbentuk lingkaran. Terdapat
pada Jl. Raya Semarang-
Purwodadi.
Line - Deviation
(Penyimpangan)
Deviation merupakan salah satu elemen Line. Di Kawasan Kota Lama terdapat di simpangan yang mengarah ke Jalan Tambra Dalam.
Line - Deflection
(Pembelokkan)
Deflection yang terdapat di Jalan Cendrawasih menunjukkan jalan atau belokan selanjutnya.
Level Change
(Perubahan
Tingkat)
Tidak Ditemukan Tidak ditemukan level change pada Kawasan Kota Lama karena topografinya tidak memiliki perbukitan.
Width - Fluctuation
(Ada Perubahan)
Lokasi
Fluctuation yang ada di Kota Lama terdapat di Jalan Garuda menghubungkan ke taman sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Width - Narrowing
(Penyempitan)
Contoh
Lokasi
Narrowing (penyempitan) di Kawasan Kota Lama terdapat pada daerah dekat Art Gallery di Jalan dekat Taman Srigunting yang jalannya mengalami penyempitan karena adanya aktivitas perdagangan yang ada di sekitar jalannya.
Width - Funelling
(Lurus tapi
menyempit)
Contoh
Lokasi
Funelling (Perubahan yang bertahap) terdapat di jalan depan Gereja Blenduk karena jalan nya semakin menyempit.
Width - Widening
Widening yang
terdapat di kawasan kota
lama terletak di Jalan
Cendrawasih. Disebut
widening karena ujung
jalan yang satu dengan
yang lain memiliki lebar
yang berbeda.
Width - Constriction
Constriction di samping terjadi karena ada bangunan yang menjorok ke jalan sehingga jalan tiba-tiba terhalang oleh bangunan tersebut tetapi setelah melewati bangunan tersebut jalan kembali normal.
Width - Wing
Bangunan warna orange dalam gambar dapat dikatakan menjadi wing karena menimbulkan kesan tidak rapi pada jalan
Overhead - The Chasm
Lorong sempit dan panjang di samping dapat disebut sebagai The Chasm dan hanya menyisakan ruang yang cukup untuk dilalui kendaran roda 2 maksimal.
Overhead - The Collonade
Disebut The Collonade karena terdapat tiang-tiang penyangga dalam bangunan tersebut dan sejajar dengan garis jalan
Overhead - The Overhang
The Overhang terjadi karena bangunan lantai 2 menjorok ke jalan tanpa ada tiang penyangga atau pilar di bawahnya
Overhead - The Arch
Pintu masuk disamping dapat dikatakan The Arch meskipun hanya terbuat dari besi. Lokasi pintu masuk tersebut terletak pada Perumahan Militer
Overhead – The Bridge
Penampakan The Bridge yang ada di Kawasan Kota Lama adalah sebuah jembatan yang berfungsi sebagai penghubung jalan.
Overhead – The Maw
Pada kawasan Kota lama ditemukan elemen The Maw yang merupakan lorong yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lain. Terdapat di Jalan Empu Tantular.
Containment - Closure
Closure ditandai dengan adanya jalan koridor yang diapit oleh bangunan yang berhimpit satu sama lain.
Containment - Enclosure
Enclosure ditandai dengan adanya jalan yang lebar, di mana bangunan bersebrangan dengan Ruang Terbuka Hijau.
Containment -
Going Into
Elemen Going Into terdapat
pada pintu masuk yang
berhubungan langsung dengan
ruang terbuka yaitu tempat
yang dapat digunakan untuk
melakukan berbagai macam
aktivitas pada kawasan Kota
Lama ditemukan pada gerbang
masuk permukiman militer.
Terdapat di Jalan Garuda.
Containment - Dead
End
Dead End merupakan elemen
yang berwujud jalan yang tidak
memiliki tembusan atau sering
disebut jalan buntu. Sebagian
besar jalan yang ada di
Kawasan Kota Lama memiliki
hubungan jalan dengan wilayah
lain. Hanya beberapa yang
memiliki jalan yang berakhir.
Terdapat di Jalan Kepodang.
Features - Hinting
Hinting di Kawasan Kota Lama terdapat di sebelah jalan Barat/kiri Gereja Blenduk. Tedapat satu bangunan yang seolah-olah mengakhiri jalan tersebut, padahal terdapat belokan jalan setelah jalan tersebut yang mengarah ke jalan lain.
Features - Enticing Tidak ditemukan gambar Tidak ditemukan enciting di Kawasan Kota Lama.
Features - Isolation Tidak ditemukan gambar Tidak ditemukan Isolation di Kawasan Kota Lama.
Features - Framing
Framing di Kawasan Kota Lama terdapat di Gereja Blenduk, karena bangunan tersebut terkesan ter-bingkai dari dua massa bangunan di depannya.
Features – Vistas
Jl. Merak
Vistas merupakan suatu jalan dimana di pinggir jalan tersebut terdapat bangunan-bangunan sebagai batas jalan. Vistas berfungsi untuk memperlihatkan pemandangan atau panorama kota yang berada di hadapan kita. Di Kota Lama kita dapat menemukannya di Jl. Merak
Features – Incident
Incident merupakan pemandangan yang dapat kita lihat di sebuah jalan, dan mampu menarik perhatian bagi orang yang sedang berada di jalan tersebut. Pemandangan tersebut sangat mudah di temui di kawasan Kota Lama. Di Poin nomor 2 merupakan lokasi yang paling sering id gunakan untuk Pemotretan oleh Masyarakat Semarang maupun Wisatawan. Karena bangunan – bangunan di wilayah tersebut sangat menarik perhatian bagi pengunjung.
Features – Punctuation
Jl. Letnan Jendral Suprapto
Punctuation digunakan untuk menunjukan akhiran dari suatu ruang dan permulaan bagi ruang yang lain. Di Kawasan Kota lama Punctuation berada di beberapa titik salah satunya di Jl. Letnan Jendral Suprapto.
Features – Landmark
Jl. Merak Jl. Letnan Jendral
Suprapto
Landmark adalah bangunan atau elemen penting yang merupakan ciri khas, identitas suatu daerah. Landmark membantu orang untuk mengorientasikan diri di dalam kota dan membantu orang mengenali suatu daerah. Landmark seringkali diidentikkan dalam perwujudan tugu dan gapura. Namun, landmark juga dapat berupa bangunan, pegunungan, dan sejenisnya. Bangunan ini dapat menjadi landmark apabila terletak pada lokasi yang penting dan mempunyai bentuk yang berarti pula. Di Kota Lama Gereja Blenduk merupakan Landmark, selain itu Polder yang terdapat di Kota Lama juga merupakan Landmark Kota Lama.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis di pembahasan sebelumnya, telah disimpulkan bahwa citra kota dari Kawasan
Kota Lama adalah sebagai berikut:
1. Elemen Citra Kota Path Kota Lama berada pada Jalan Letnan Jendral Soeprapto. Jalan Letnan
Jendral Soeprapto merupakan elemen Path yang paling utama karena terdapat pepohonan
di sepanjang jalan dan merupakan jalur mobilitas yang cukup padat di Kawasan Kota Lama.
Elemen – elemen path yang tersebar di sekitar Jl. Letnan Jendral Soeprapto cukup banyak,
namun tidak
2. Elemen Citra Kota Edge Kota Lama adalah Jembatan Mberok. Jembatan Mberok merupakan
elemen Edge yang menjadi batas antara kawasan Kampung Melayu dengan Kawasan Kota
Lama. Namun, jembatan Mberok merupakan penghubung antara dua kawasan tersebut.
3. Elemen Citra Kota Node Kota Lama adalah bundaran Taman Srigunting. Karena Taman
Srigunting menjadi ilihan utama masyarakat untuk berkumpul dan biasanya sering terdapa
event – event di Taman Srigunting
4. Elemen Citra Kota District Kota Lama adalah Kawasan Perdagangan dan Kawasan Pelayanan
Jasa. Yang terdapat di sepanjang Jl. Letnan Jendral Soeprapto, seperti Rumah Makan dan
kantor Polisi
5. Elemen Citra Kota Landmark Kota Lama adalah Gereja Blenduk yang berada di Jl. Letnan
Jendral Soeprapto dekat Taman Srigunting.
Berdasarkan analisis di pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa elemen Townscape di
Kawasan Kota Lama adalah sebagai berikut:
1. Elemen townscape Kawasan Kota Lama dari line terdiri dari Curve, Angel, Deviation, dan
Pivot lokasi tersebut sebagian besar terdapat di dekat perbatasan kawasan Kota Lama.
2. Elemen townscape Kawasan Kota Lama dari Junction adalah T-Junction, Y-Junction dan
Multiple Views lokasi tersebut merupakan permukiman masyarakat sekitar Kota Lama
maupun berupa asrama TNI.
3. Elemen townscape Kawasan Kota Lama dari features yang terdiri dari hinting, dan framing
berada di Polder di Jl. Merak. Kawasan tersebut banyak di datangi oleh masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Cullen, Gordon. 1961. The Concise Townscape. London:Architectural Press. Kotler et al.
1993. Marketing Places. New York: Free Press.
Lynch, Kevin. 1982. The Image of The City. London : Massachusets Institute of Technology.