Kelompok 5 NLC A2_ED in Adolescent

download Kelompok 5 NLC A2_ED in Adolescent

of 14

description

nlc

Transcript of Kelompok 5 NLC A2_ED in Adolescent

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanak-kanak dan dewasa (Jones, 1997). Permulaan masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat mencapai usia matang secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga negara. Remaja sering kali disebut adolescence (adolescere dalam bahasa latin) yang secara luas berarti masa tumbuh dan berkembang untuk mencapai kematangan mental, emosional, social dan fisik (Hurlock, 1995). Masa remaja menurut WHO adalah antara 10 24 tahun, sedangkan menurut Monks (1992) masa remaja berlangsung pada umur 12 sampai 21 tahun dengan pembagian masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun) dan masa remaja akhir (18-21 tahun).Masa remaja adalah salah satu fase yang penting dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak ditentukan oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja. Oleh karena itu status gizi dan kesehatan merupakan faktor penentu kualitas remaja. Dengan status gizi dan kesehatan yang optimal pertumbuhan dan perkembangan remaja menjadi lebih sempurna. Masalah gizi pada remaja muncul dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Masalah gizi yang dapat terjadi pada remaja adalah gizi kurang (under weight), obesitas (over weight) dan anemia. Gizi kurang terjadi karena jumlah konsumsi energi dan zat-zat gizi lain tidak memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi pada remaja putri, gizi kurang umumnya terjadi karena keterbatasan diet atau membatasi sendiri intake makannya. Kejadian gizi lebih remaja disebabkan kebiasaan makan yang kurang baik sehingga jumlah masukan energi (energy intake) berlebih, sedangkan kejadian anemia pada remaja karena intik zat besi yang rendah. Remaja putri lebih beresiko terkena anemia selain karena keterbatasan intake pangan hewani juga karena menstruasi dan meningkatnya kebutuhan zat besi selama growth spurt.Status Gizi dalam hal ini status gizi remaja merupakan kondisi tubuh yang muncul diakibatkan adanya keseimbangan antara konsumsi dan pengeluaran zat gizi. Secara umum, status gizi dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi dari makanan dan penyakit infeksi yang mengganggu proses metabolisme, absorpsi dan utilisasi zat gizi oleh tubuh. Oleh karena status gizi ini merupakan suatu proses yang selalu berlangsung dan berubah dari waktu ke waktu, maka upaya-upaya pemantauannya perlu dilakukan secara berkesinambungan dan tepat (Seifert, and Hoffnung; 1999). Walaupun tahapan tumbuh kembang remaja merupakan variasi yang besar akan tetapi setiap remaja akan melalui suatu karakteristik growth support yang merupakan tahapan dari tumbuh kembangnya yang memiliki ciri khas masing-masing remaja (Zanden, 1995). Menurut Mental Health Guidelines dalam Grosvenor dan Smolin (2001) ada tiga kategori perilaku makan yang menyimpang yang bertujuan untuk mendapatkan badan ideal yang dapat mempengaruhi status gizi yaitu anorexia nervosa, bulimia nervosa dan eating disorder not otherwise specific (EDNOS). Setiap tipe perilaku makan yang menyimpang tersebut memiliki efek samping yang tidak baik dan cukup serius.Pada remaja yang mengalami perilaku makan yang menyimpang dan memiliki indeks masa tubuh di bawah normal dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan hormonal, siklus menstruasi yang tidak teratur dan mempengaruhi kesuburan. Walaupun menstruasi yang tidak teratur dapat mempengaruhi kesuburan selama penderita masih memiliki penyakit bulimia, kemampuan untuk hamil tidak akan terganggu pada penderita bulimia yang berasil sembuh dari bulimia.Namun sangat disayangkan masyarakat masih belum banyak yang mengetahui dan peduli tentang bulimia dan dampak yang akan dialami oleh penderitia bulimia. Padahal hal ini dapat dicegah dengan kepedulian pada lingkungan sekitar yang dirasa memiliki ciri-ciri yang mengarah pada arah bulimia. Hal ini tidak dapat terus dibiarkan khusunya pada wanita masa prakonsepsi. Banyak hal yang dapat dilakuka untuk mencegah maupun mengobati penderita bulimia agar tidak semakin parah, namun terkadang ketidakterbukaan dan rasa malu yang dialami oleh penderita bulimia untuk mengakui hal tersebut menjadi salah satu kendala yang dirasakan ketika akan melakukan penyembuhan. Presepsi tentang bentuk tubuh yang ideal di masyarakat pun dapat memperparah hal tersebut.Berdasarkan latar belakang dan masalah yang diuraikan di atas, maka penyusun menulis sebuah makalah dengan judul Pengaruh Status Gizi Remaja Penderita Eating Disorder Terhadap Kesuburan.

1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Bagaimana pengaruh status gizi pada penderita eating disorder terhadap kesuburan masa remaja?

1.3 Tujuan 1.3.1 Mengetahui pengaruh status gizi pada penderita eating disorder terhadap kesuburan masa remaja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi Bulimia Nervosa Bulimia nervosa adalah pesta makanan yang diikuti dengan mencuci perut atau sampai muntah. Bulimia nervosa adalah suatu kelainan binge (makan dalam jumlah banyak) yang diikuti dengan memuntahkannya baik dirangsang oleh penderita maupun dengan obat pencahar, diuretik (peluruh kemih) atau keduanya dan diet yang sangat ketat serta olah raga yang berlebihan untuk mengatasi efek dari binge.Gangguan makan yang melibatkan episode berulang-ulang dari perilaku makan eksesif dan tak terkontrol yang diikuti dengan tindakan kompensatoris untuk menyingkirkan makanan itu (misalnya dengan muntah secara sengaja, menyalahgunakan pencahar, dan olahraga yang eksesif /melampaui batas).Bulimia nervosa (BN) digambarkan dengan episode berulang makan berlebihan (binge eating) dan kemudian dengan perlakuan kompensatori (muntah, berpuasa, beriadah, atau kombinasinya). Makan berlebihan disertai dengan perasaan subjektif kehilangan kawalan ketika makan. Muntah yang dilakukan secara sengaja atau beriadah secara berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar, diuretik, amfetamin dan tiroksin juga boleh terjadi (Chavez dan Insel, 2007). DSM-IV membagikan BN kepada dua bentuk yaitu purging dan nonpurging. Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema. Pada tipe nonpurging, individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa atau beriadah secara berlebihan. 2.2 Gambaran Klinis Bulimia NervosaBulimia Nervosa digolongkan pada orang yang mengalami episode konsumsi makanan dengan jumlah yang sangat banyak (misalnya, binge-eating) secara rekuren dan sering, dan merasakan kurangnya penguasaan terhadap makan. Perilaku binge-eating diikuti dengan perilaku yang mengkompensasi binge dengan menyingkirkan makanan yang dimakan (misalnya, muntah, penggunaan obat cuci perut atau diuretik yang berlebihan), berpuasa dan/atau senaman yang berlebihan (APA, 2005). Tidak seperti Anorexia Nervosa, orang yang menderita Bulimia Nervosa dapat jatuh kepada golongan dengan berat badan yang normal sesuai dengan umur mereka. Akan tetapi, seperti AN, mereka juga mempunyai ketakutan untuk pertambahan berat badan, dan sangat nekad untuk mengurangi berat badan, merasa ketidakbahagiaan hebat atas ukuran dan bentuk tubuh. Kebiasaannya, perilaku bulimik adalah rahasia, karena selalu disertai dengan perasaan jijik dan malu. Siklus perilaku binging dan penyingkiran ini selalunya berulang selama beberapa kali dalam seminggu (APA, 2005). Mirip dengan AN, orang yang menderita BN juga mempunyai penyakit psikologis seperti depresi, ansietas dan/atau permasalahan penyalahgunaan zat. Kebanyakan kondisi fisik adalah akibat dari aspek penyingkiran penyakit, termasuklah ketidakseimbangan elektrolit, masalah gastrointestinal, dan masalah berkaitan dengan rongga mulut dan gigi (APA, 2005). Gejala lain yang terkait termasuklah inflamasi kronis dan sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar di leher dan di bawah rahang, robekan enamel gigi dan meningkatnya kepekaan dan kerusakan gigi akibat daripada pemaparan terhadap asam perut, penyakit refluks gastroesofagus, intestinal distress dan iritasi akibat penyalahgunaan obat cuci perut, masalah pada ginjal akibat penyalahgunaan obat diuretik, dan dehidrasi berat karena kekurangan cairan dari tubuh (APA, 2005). Gangguan mood adalah sering pada pasien dengan BN dan simptom cemas dan tegang (tension) sering dialami (Chavez dan Insel, 2007). Kebanyakan pasien dengan BN mengalami depresi ringan dana sesetengah mengalami gangguan mood dan perilaku yang serius seperti cobaan membunuh diri dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Biasanya, pasien dengan BN merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahsiakannya daripada keluarga dan teman-teman. (APA, 2005)2.3 Definisi Anoreksia NervosaAnoreksia adalah aktivitas untuk menguruskan badan dengan melakukan pembatasan makan secara sengaja dan melalui kontrol yang ketat karena ketakutan akan kegemukan dan bertambahnya berat badan (Wardlaw et.al., 1992). Penderita anoreksia sadar bahwa mereka merasa lapar namun takut untuk memenuhi kebutuhan makan mereka karena bisa berakibat naiknya berat badan. Persepsi mereka terhadap rasa kenyang terganggu sehingga pada saat mereka mengkonsumsi sejumlah makanan dalam porsi kecil sekalipun, mereka akan segera merasa penuh atau bahkan mual. Mereka terus menerus melakukan diet mati-matian untuk mencapai tubuh yang kurus. Pada akhirnya kondisi ini bisa menimbulkan efek yang berbahaya yaitu kematian. Diperkirakan satu dari seratus remaja putri atau 1 % antara usia 12 tahun sampai 18 tahun mengalami anorexia nervosa. Hanya sedikit remaja pria yang mengalami anorexia nervosa sehubungan dengan gambaran tubuh laki-laki yang berbeda dengan wanita yaitu yang besar dan berotot. Remaja laki-laki mengontrol berat badannya dengan aktivitas olah raga seperti jodo dan hanya sedikit yang mungkin mengembangkan bulimia maupun anorexia. (Wardlaw et.al., 1992)2.4 Gambaran Klinis Anorexia NervosaKebanyakan orang dengan AN melihat diri mereka sebagai orang dengan kelebihan berat badan, walaupun sebenarnya mereka menderita kelaparan atau malnutrisi. Makan, makanan dan kontrol berat badan menjadi suatu obsesi. Seseorang dengan AN akan sentiasa mengukur berat badannya berulang kali, menjaga porsi makanan dengan berhati-hati, dan makan dengan kuantiti yang sangat kecil dan terhadap pada sebagian makanan (Wonderlich et al, 2005). Kebanyakan pasien dengan AN juga akan mempunyai masalah psikiatri dan macam-macam penyakit fisik, termasuk depresi, ansietas, perilaku terasuk (obsessive), penyalahgunaan zat, komplikasi kardiovaskular dan neurologis, dan perkembangan fisik yang terhambat (Becker et al, 1999). Gejala lain yang mungkin terlihat dari waktu ke waktu termasuk penipisan tulang (osteopenia atau osteoporosis), rambut dan kuku yang rapuh, kulit yang kering dan kekuningan, perkembangan rambut halus dikeseluruhan tubuh (misalnya, lanugo), anemia ringan, kelemahan dan kehilangan otot, konstipasi berat, tekanan darah rendah, pernafasan dan pols yang melemah, penurunan suhu tubuh internal; menyebabkan orang tersebut sering merasa dingin, dan kelesuan (Wonderlich, 2005) Sebagai akibat dari nutrisi buruk, gangguan endokrin yang melibatkan aksis hipotalamus-pituitari-gonad timbul, bermanifestasi pada wanita yaitu amenorrea dan pada laki-laki yaitu kurangnya minat berseksual dan kesuburan. Pada anak-anak yang prapubertas, pubertasnya lambat dan perkembangan dan pertumbuhan fisiknya terbantut (Chavez dan Insel, 2007). Gejala metabolik lainnya, seperti lelah dan intoleransi terhadap kedinginan juga disebabkan oleh gangguan aksis hipotalamus-pituitari-gonad (Kiyohara et al, 1987). Selain itu, resiko untuk mengalami fraktur tulang berkaitan juga dengan pasien dengan AN karena size tulang yang berkurang dan densitas mineral tulang (Karlsson et al, 2000) Kadar serum leptin dalam AN yang tidak dirawat adalah rendah (Eckert et al, 1998). Pada AN juga dijumpai peningkatan kadar kortisol dan kegagalan deksametason untuk mensupresinya. Kadar thyroid-stimulating hormone (TSH) adalah normal, tetapi kadar tiroksin dan triiodotironin adalah rendah (Kiyohara et al, 1987). Growth hormone meningkat, tetapi insulin-like growth factor 1 (IGF-1) yang diproduksi oleh hati, menurun. Pengurangan densitas tulang diobservasi pada pasien dengan AN meningkatkan risiko untuk mengalami fraktur dan berkaitan dengan defisiensi berbagai nutrisi, penurunan sterois gonad dan peningkatan kortisol dan (Karlsson et al, 2000). Pada pasien dengan tipe tertentu AN, sering dilihat kadar serotonin total, yang menyokong hipotesis bahwa kadar serotonin otak yang tinggi dapat menyebabkan perbuatan kompulsif, atau mungkin menginhibisi pusat selera (Tecott, 1995).2.5 Definisi Binge DisorderStunkard di tahun 1959 mengidentifikasi BED sebagai sebuah pola makan yang berbeda pada sekumpulan orang yang menderita obesitas. Fenomena ini kemudian diteliti secara sistematik dan ditambahkan ke dalam apendiks dari DSM-IV (Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al., 2005). Secara umum, BED dapat didefinisikan sebagai sebuah episode binge eating (makan secara berlebihan dan merasa hilang kendali) namun tidak diikuti oleh perilaku kompensasi selama setidaknya 2 hari per minggu paling tidak selama 6 bulan. BED kemudian dimasukan ke dalam kategori EDNOS. Namun sudah banyak dilakukan penelitian dalam pertimbangan untuk memisahkan BED dengan diagnosis tersendiri seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa (Wardlaw dan Kessel, 2002; Tiemeyer, 2008).Menurut DSM-IV, kriteria binge-eating disorder (BED) memerlukan episode makan berlebihan, sama seperti BN, tetapi yang membedakan BED dengan BN ialah BED tidak melibatkan perbuatan untuk melawan perilaku makan berlebihan, seperti memuntahkan kembali makanan, penggunaan pencahar dan beriadah berlebihan (Kay dan Tasman, 2006).2.6 Gambaran Klinis Penderita Binge DisorderBED digolongkan pada orang dengan episode binge-eating yang rekuren sewaktu seseorang merasakan hilangnya penguasaan terhadap perilaku makannya. Tidak seperti BN, episode binge-eating ini tidak diikuti dengan proses penyingkiran, olahraga yang berlebihan, atau puasa. Hasilnya, orang dengan BED adalah kebiasaanya kelebihan berat badan atau gemuk. Mereka juga merasa bersalah, malu dan/atau distress dengan binge-eating yang dapat membawa kepada lebih banyak episode binge-eating. Mereka juga sering mempunyai penyakit psikologis termasuklah ansietas, depresi, dan kekacauan kepribadian (APA, 2005).

2.7 Status Gizi Penderita Eating DisorderKecukupan zat gizi pada penderita eating disorder jelas lebh rendah bila dibandingkan dengan keadaan orang normal, hal ini disebabkan karena pada penderita eating disorder, makanan yang telah masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan kembali sebelum sempat dicerna oleh tubuh. Akibatnya kebutuhan tubuh akan zat gizi tidak dapat terpenuhi dengan baik. Selain makanan yang dimuntahkan kembali sebelum sempat terserap dengan baik oleh pencernaan, penderita eating disorder pun akan melakukan olahraga yang ekstra keras setelah mereka makan. Keadaan status gizi penderita eating disorder diukur dengan melakukan pengukuran antropometri seperti pengukuran tinggi badan, berat badan ideal presentasi berat badan ideal dan indeks massa tubuh (IMT). Dari penelitian yang banyak dilakukan, diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara hasil pengukuran antropometri penderita eating disorder dengan orang normal. Rata-rata IMT penderita eating disorder masuk dalam kategori nilai normal, namun cenderung mendekati batas minimal IMT normal. Kebiasaan memuntahkan atau mengeluarkan kembali makanan dari dalam anggota tubuh dan melakukan kegiatan yang sangat berat setela makan yang dilakukan oleh penderita eating disorder dapat menyebabkan terjadinya kehilangan cairan tubuh, dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Gangguan keseimbangan elektrolit disebabkan kehilangan banyak ion natrium, kalium dan klor dalam tubuh saat ia memuntahkan kembali makanan yang telah ia makan sebelum dicerna. Gangguan keseimbangan elektrolit tersebut dapat menimbulkan gangguan jantung. Lain hal nya dengan penderita bulimia dan anorexia nervosa, penderita binge eating biasanya memiliki status gizi yang overweight bahkan cendung obesitas. Hal ini disebabkan karena penderita binge eating terus menerus makan secara berlebihan tanpa melakukan aktivitas fisik yang seimbang. Dan jika keadaan binge eating terus menerus terjadi, maka banyak hal negatif yang akan diderita oleh pelaku binge eating. Obesitas sebagai kelanjutan dari binge eating dapat memicu terjadinya penyakit lain.2.8 Faktor yang Berhubungan dengan Penyimpangan Perilaku MakanSampai saat ini apa yang menjadi faktor yang dapat mempengaruhi perilaku makan seseorang masih belum jelas. Sarafino (1998) menyatakan faktor biologis, psikologis dan budaya ada kaitannya dengan timbulnya penyimpangan tersebut. Rosen dan Neumark-Sztainer mengelompokkan faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan penyimpangan perilaku makan menjadi tiga domain, yaitu faktor sosioenvironmental termasuk di dalamnya norma kultur-sosial, norma teman sebaya, pengalaman kekerasan dan pengaruh media. Faktor personal termasuk di dalamnya biologis/gen, IMT, usia, jenis kelamin, rasa percaya diri dan citra tubuh. Faktor ketiga yaitu faktor perilaku termasuk di dalamnya perilaku makan, pola makan, diet, perilaku coping, aktivitas fisik dan ketrampilan dalam sosialisasi (Brown, 2005).Herzog dan Bradburn dalam Cooper dan Stein (1992) menyatakan faktor kepribadian dan perkembangan, tekanan sosiokultural, hubungan dalam keluarga, predisposisi biologis dan riwayat keluarga akan psikopatologi merupakan faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko remaja untuk mengalami penyimpangan perilaku makan. Hill menyebutkan bahwa sebuah masyarakat dengan budaya langsing sebagai sesuatu yang ideal menuju kesuksesan seperti pada budaya Amerika dan Eropa Barat membuat orang lebih rentan untuk mengalami penyimpangan perilaku makan (Wardlaw dan Kessel, 2002). Sizer dan Whitney (2006) mengatakan bahwa perilaku tertentu terutama perilaku orang tua juga mempengaruhi timbulnya penyimpangan perilaku makan. Keluarga dari penderita penyimpangan perilaku makan cenderung untuk kritis dan berlebihan dalam menilai penampilan fisik anaknya. Faktor genetik, kepercayaan diri yang rendah, pola makan dan citra tubuh juga merupakan faktor penyebab penyimpangan perilaku makan (Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al., 2005). Field, et al (1999) menyebutkan bahwa teman sebaya dan tren mempengaruhi nilai dan perilaku mengontrol berat badan pada remaja perempuan. Selain itu, dalam laporannya juga disebutkan bahwa studi cross sectional pada remaja SMA dan universitas memperlihatkan bahwa pubertas dini, jenis kelamin perempuan, berdiet secara teratur, perhatian pada berat badan, tekanan teman sebaya, ejekan tentang berat badan, rasa percaya diri yang rendah dan riwayat overweight berhubungan positif dengan penyimpangan perilaku makan.Tiemeyer (2007) menyebutkan bahwa jenis kelamin, usia, dinamika keluarga, perilaku, diet, pelecehan atau trauma, kejadian pemicu, genetik dan situs pro-anoreksia dan pro-bulimia merupakan faktor risiko bagi penyimpangan perilaku makan. Namun yang juga perlu diperhatikan bahwa beberapa faktor risiko saling tumpang-tindih atau dengan kata lain beberapa faktor risiko berkontribusi untuk menimbulkan faktor risiko yang lainnya.

2.9 Terapi Eating Disorder2.9.1 Terapi psikis (psikoterapi)a. Cognitive Behavioural Therapy (CBT) dan Terapi InterpersonalCBT dan terapi interpersonal dapat menurunkan kebiasaan makan berlebihan, muntah, serta sikap dan tingkah laku yang menyimpang pada wanita penderita BN. Antidepresan seperti fluoxetine dan desipramine tampak efektif bila dikombinasi dengan CBT, serta kurang efektif bila diberikan tersendiri.2.9.2 Terapi keluarga, bermanfaat terutama bila terdapat gangguan hubungan keluarga.2.9.3 Obat-obatan.Obat anti-depresi seringkali bisa membantu mengendalikan bulimia, meskipun penderita tidak tampak depresi. Tetapi eating disoder akan kambuh kembali jika pemakaian obat dihentikanSebagian besar terapi eating disorder didasarkan pengalaman pada orang dewasa. Banyak penelitian telah mengkonfirmasi efikasi dari psikoterapi dan farmakoterapi yang terutama diberikan secara rawat jalan.2.9.4 Nutrisi Ahli gizi dapat mengatur jadwal makan, memberikan penjelasan mengenai tujuan terapi nutrisi, pentingnya diet sehat dan akibat buruk dari pola makan yang salah terhadap kesehatan.2.10 Dampak Eating DisorderKebanyakan pasien dengan eating disorder juga akan mempunyai masalah psikiatri dan berbagai macam penyakit fisik, termasuk depresi, ansietas, perilaku merusak (obsessive), penyalahgunaan zat, komplikasi kardiovaskular dan neurologis, serta perkembangan fisik yang terhambat. Gejala lain yang mungkin terlihat dari waktu ke waktu termasuk penipisan tulang (osteopeniaatauosteoporosis), rambut dan kuku yang rapuh, kulit yang kering dan kekuningan, tumbuhnya rambut halus diseluruh tubuh (misalnya,lanugo), anemia ringan, kelemahan dan kehilangan otot, konstipasi berat, tekanan darah rendah, pernafasan dan pergerakan yang melemah, penurunan suhu tubuhyang menyebabkan orang tersebut sering merasa dingin, dan kelesuan.Sebagai akibat dari nutrisi yang buruk, akan muncul gangguan endokrin yang melibatkan hipotalamus-pituitari-gonad , bermanifestasi pada wanita yaituamenorreadan pada laki-laki yaitu kurangnya minat seksual dan kesuburan. Pada anak-anak prapubertas, pubertasnya akan lambat dan perkembangan serta pertumbuhan fisiknya akan terhambatGejala metabolik lainnya, seperti lelah dan intoleransi terhadap kedinginan juga disebabkan oleh gangguan aksis hipotalamus-pituitari-gonad Selain itu, resiko untuk mengalami fraktur tulang berkaitan juga dengan pasien AN karena ukuran tulang yang berkurang dan densitas mineral tulangTidak seperti AN, orang yang menderita BN dapat jatuh kepada golongan dengan berat badan yang normal sesuai dengan umur mereka. Akan tetapi, seperti AN, mereka juga mempunyai ketakutan untuk pertambahan berat badan, dan sangat nekad untuk mengurangi berat badan, merasa tidak bahagia hebat atas ukuran dan bentuk tubuh mereka. Perilaku bulimia adalah rahasia, karena selalu disertai dengan perasaan jijik dan malu. Siklus perilakubingingdan penyingkiran ini selalunya berulang selama beberapa kali dalam seminggu. Mirip dengan AN, orang yang menderita BN juga mempunyai penyakit psikologis seperti depresi, ansietas dan/atau permasalahan penyalahgunaan zat. Kebanyakan kondisi fisik adalah akibat dari aspek penyingkiran penyakit, termasuk ketidakseimbangan elektrolit, masalah gastrointestinal, dan masalah berkaitan dengan rongga mulut dan gigiGejala lain yang terkait termasuk inflamasi kronis dan sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar di leher dan di bawah rahang, robekan enamel gigi dan meningkatnya kepekaan dan kerusakan gigi akibat daripada pemaparan terhadap asam lambung, penyakit refluks gastroesofagus,intestinal distressdan iritasi akibat penyalahgunaan obat pencahar, masalah pada ginjal akibat penyalahgunaan obat diuretik, dan dehidrasi berat karena kekurangan cairan tubuh.Gangguanmoodsering terjadi pada pasien dengan BN dan simptom kecemasan dan ketegangan (tension) jugasering dialami. Kebanyakan pasien dengan BN mengalami depresi ringan, mengalami gangguan mood dan perilaku yang serius seperti percobaan bunuh diri dan penyalahgunaan alkohol serta obat-obatan terlarang. Biasanya, pasien dengan BN merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahasiakannya dari keluarga dan teman-teman.Pada penderita eating disorder, komplikasi sekunder yang serius terkait dengan perilaku binge eating adalah terjadinya ruptur gastric atau esofagus (Ung, 2005). Selain itu seseorang dengan perilaku binge eating memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengalami overweight pada usia muda dan bisa berujung pada terjadinya obesitas. Sebagai kelanjutannya, obesitas dapat memicu terjadinya komplikasi lain seperti terjadinya tekanan darah tinggi, masalah kolesterol, diabetes mellitus dan penyakit jantung koroner (Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al., 2005).Dampak fisik maupun psikis yang dialami oleh penderita gangguan makan tersebut tentu saja tidak dapat diabaikan begitu saja. Mereka memerlukan pertolongan segera dari psikolog, dokter, ahli gizi, dan tentu saja orangtua untuk memulihkan masalahnya agar tidak membawa dampak yang lebih serius lagi, yaitu kematian.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan Penyimpangan perilaku makan adalah sebuah pola makan yang abnormal yang terkait dengan ketidakpuasan atau tekanan dalam diri seseorang yang sehat (Read dalam Wahlqvist, 1997). Bagaimana dan mengapa seseorang makan dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa diantaranya, yaitu nafsu makan, ketersediaan makanan, keluarga, teman, praktik budaya dan usaha individu untuk mengendalikan perilaku makannya. Penyimpangan perilaku makan merepresentasikan keadaan mental seseorang dimana orang tersebut memiliki kecemasan yang berlebihan terhadap berat badan bentuk tubuh dan diet (NN D, 2006). Secara khas jika seseorang mengalami penyimpangan perilaku makan, maka orang itu akan memiliki perilaku makan yang tidak sehat. Mulai dari menolak untuk makan dalam jumlah yang cukup, makan secara berlebihan, memuntahkan makanan setelah makan atau kombinasi dari ketiganya. Pria dan wanita yang mengalami penyimpangan perilaku makan seringkali memiliki pandangan/keyakinan yang keliru tentang tubuh mereka sendiri, biasanya mereka percaya bahwa mereka terlalu gemuk (Tiemeyer, 2007). Penyimpangan perilaku makan memiliki dampak yang besar pada kualitas hidup bagi orang yang mengalaminya. Mereka secara seragam tidak bahagia dengan situasi yang mereka hadapi. Orang-orang di sekitarnya juga seringkali merasa tidak berdaya untuk membantu mereka keluar dari situasi tersebut (Read dalam Wahlqvist, 1997). Menurut mental health guidelines, terdapat tiga kategori dari penyimpangan perilaku makan, yaitu: anoreksia nervosa, bulimia nervosa dan eating disorders not otherwise specified (EDNOS) yang juga mencakup binge-eating disorder (BED) (Grosvenor & Smolin, 2002).3.2 SaranPenanganan eating disorder harus dilakukan secara tepat dan sesegera mungkin sebelum penderita eating disorder mengalami komplikasi yang lebih jauh. Penanganan ini harus dimulai dari hal yang mendasar, yaitu dengan mengubah pola pikir masyarakat agar sadar bahwa bentuk tubuh yang ideal berbeda dengan bentuk tubuh yang kurus. Pelayanan dan pembinaan harus terus dilakukan oleh para petugas terkait khusunya dikalangan remaja wanita. Pelayanan dan penyuluhan tersebut harus dilakukan terus menerus dan secara berkesinambungan agar meningkatkan pemahaman bahaya eating disorder maupun diet salah yang lainnya khusunya bagi kesuburan wanita.DAFTAR PUTSAKA

1. Marcos A, Pilar Varela, Irene Santacruz, and Asuncion Munoz-Velez. Evaluation of Immunocompetence and Nutritional Status in Patients with Bulmia Nervosa. Am J Clin Nutr 1993;57:65-9.2. Catherine M., Gordon, M.D. Functional Hypothalamic Amenorrhea. N Engl J Med. 2010;363-365;71.3. Sagar, Ashwini, David Geffen. Long Term Health Risks Due to Impaired Nutrition in Women with a Past History of Bulimia Nervosa. 20054. Budiar Ningrum Yuliana, Fillah Fithra Dieny. Ketidakpuasan Terhadap Citra Tubuh Dan Kejadian Female Athlete Triad (Fat) Pada Remaja Putri. 2013;705-7012-2.5. Nurhayati, Ai, Status Gizi, Kebiasaan Makan Dan Gangguan Makan (Eating Disorder) Pada Remaja di Sekolah Favorit dan Non-Favorit. (Online) http://dewijaya007.blogspot.com/2013/11/gangguan-makan-pada-remaja.html. Diakses pada tanggal 1 Mei 2014 pukul 23:13 WIB6. Putra, Wahyu Kurnia Yusrin, 2008, Gambaran dan faktor Penyimpangan Perilaku Makan. Depok : FKM UI.