kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

48
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Farmasi klinik pada umumnya didefinisikan sebagai suatu keahlian profesional dalam bidang kesehatan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan keamanan, kerasionalan dan ketetapan penggunaan terapi obat oleh penderita melalui penerapan pengetahuan dan fungsi terspesialisasi dari apoteker dalam pelayanan penderita . farmasi klinik ini memerlukan pengumpulan data dan interpretasi data penderita serta keterlibatan penderita dan interaksi langsung antarprofesional. Pelayanan farmasi dalam pengertian tradisional , berkaitan dengan fungsi meracik dan mendistribusikan sediaan obat untuk penggunaan langsung oleh penderita . Pelayanan Farmasi klinik adalah pelayanan Farmasi yang diberikan sebagai bagian dari perawatan penderita melalui interaksi dengan profesi kesehatan lainnya yang secara langsung terkait dengan perawatan penderita. Ruang lingkupnya meliputi pengkajian order obat, pengambilan sejarah pengobatan penderita, partisipasi dalam kunjungan ke 1

description

tugas farmasi klinik

Transcript of kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Page 1: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Farmasi klinik pada umumnya didefinisikan sebagai suatu keahlian

profesional dalam bidang kesehatan yang bertanggung jawab untuk

meningkatkan keamanan, kerasionalan dan ketetapan penggunaan terapi

obat oleh penderita melalui penerapan pengetahuan dan fungsi

terspesialisasi dari apoteker dalam pelayanan penderita . farmasi klinik

ini memerlukan pengumpulan data dan interpretasi data penderita serta

keterlibatan penderita dan interaksi langsung antarprofesional. Pelayanan

farmasi dalam pengertian tradisional , berkaitan dengan fungsi meracik

dan mendistribusikan sediaan obat untuk penggunaan langsung oleh

penderita .

Pelayanan Farmasi klinik adalah pelayanan Farmasi yang diberikan

sebagai bagian dari perawatan penderita melalui interaksi dengan profesi

kesehatan lainnya yang secara langsung terkait dengan perawatan

penderita. Ruang lingkupnya meliputi pengkajian order obat,

pengambilan sejarah pengobatan penderita, partisipasi dalam kunjungan

ke ruangan perawatan penderita, pembuatan Profil Pengobatan

Penderita (P3), Pemantauan Terapi Obat (PTO) pendidikan dan konseling

bagi penderita, proses penggunaan obat, penatalaksanaan interaksi obat,

seleksi terapi obat, pelayanan informasi obat bagi profesi kesehatan,

peranan dalam program jaminan mutu, Evaluasi Penggunaan Obat (EPO),

pemantauan reaksi obat yang merugikan (MESO), pelayanan total

parenteral nutrition.

Definisi ringkas pelayanan farmasi klinik adalah penetapan

pengetahuan obat untuk kepentingan penderita , dengan memperhatikan

1

Page 2: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

kondisi penyakit penderita dan kebutuhannya untuk mengerti terapi

obatnya, dan pelayanan ini memerlukan hubungan professional dekat

antra apoteker , penderita dokter, perawat dan lain-lain yang terlibat

memberikan perawatan kesehatan . dengan kata lain , farmasi klinik

adalah pelayanan berorientasi penderita , berorientasi obat dan

berorientasi antardisiplin.

1.2. Tujuan

1.2.1. Untuk mengetahui tentang proses penggunaan obat.

1.2.2. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan interaksi obat.

1.2.3. Untuk mengetahui tentang seleksi terapi obat.

BAB II

PEMBAHASAN

2

Page 3: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

1.2.1 Proses Penggunaan Obat

Proses penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya

dengan menggunakan Indikator  8 Tepat dan 1 Waspada. Indikator 8

Tepat dan 1 Waspada tersebut adalah Tepat diagnosis, Tepat

Pemilihan Obat, Tepat Indikasi, Tepat Pasien, Tepat Dosis, Tepat cara

dan lama pemberian, Tepat harga, Tepat Informasi dan Waspada

terhadap Efek Samping Obat.

Beberapa pustaka lain merumuskannya dalam bentuk 7 tepat

tetapi penjabarannya tetap sama. Melalui prinsip tersebut, tenaga

kesehatan dapat menganalisis secara sistematis proses penggunaan

obat yang sedang berlangsung. Penggunaan obat yang dapat dianalisis

adalah penggunaan obat melalui bantuan tenaga kesehatan maupun

swamedikasi oleh pasien.

Berikut ini adalah penjabaran dari Indikator Rasionalisasi

Obat yaitu 8 Tepat dan 1 Waspada:

Tepat Diagnosis

Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis

yang tepat. Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam

sebuah proses pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan

indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit pasien.

Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan Ameobiasis

maka akan diberikan Metronidazol. Jika dalam proses penegakkan

diagnosisnya tidak dikemukakan penyebabnya adalah

Amoebiasis, terapi tidak akan menggunakan metronidazol.

Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan, diagnosis merupakan

wilayah kerja dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien,

Apoteker mempunyai peran sebagai second opinion untuk pasien

yang telah memiliki self-diagnosis.

3

Page 4: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Tepat pemilihan obat

Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan

pemilihan obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat

ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai

dengan diagnosis. Selain itu, Obat juga harus terbukti manfaat dan

keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling

mudah didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga

seharusnya jumlahnya seminimal mungkin

Tepat indikasi

Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai

diagnosa Dokter. Misalnya Antibiotik hanya diberikan kepada

pasien yang terbukti terkena penyakit akibat bakteri.

Tepat pasien

Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan

kondisi individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya

penyakit penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati,

serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia

harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya

Pemberian obat golongan Aminoglikosida pada pasien dengan

gagal ginjal akan meningkatkan resiko nefrotoksik sehingga harus

dihindari.

Tepat dosis

Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat

tersebut. Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun

farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam

darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan

4

Page 5: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan

tertentu.

Tepat  cara dan lama pemberian

Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan

mempertimbangkan keamanan dan kondisi pasien. Hal ini juga

akan berpengaruh pada bentuk sediaan dan saat pemberian obat.

Misalnya pasien anak yang tidak mampu menelan tablet

parasetamol dapat diganti dengan sirup.Lama pemberian meliputi

frekuensi dan lama pemberian yang harus sesuai karakteristik

obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan dengan

kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi.

Contohnya penggunaan antibiotika Amoxicillin 500 mg dalam

penggunaannya diberikan tiga kali sehari selama 3-5 hari akan

membunuh bakteri patogen yang ada. Agar terapi berhasil dan

tidak terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus

tepat.

Tepat harga

Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk

keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat dan

merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien, termasuk

peresepan obat yang mahal. Contoh Pemberian antibiotik pada

pasien ISPA non pneumonia dan diare non spesifik yang

sebenarnya tidak diperlukan hanya merupakan pemborosan serta

dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.

Tepat informasi

Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau

digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien

5

Page 6: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

dan keberhasilan pengobatan. Misalnya pada peresepan

Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah

menjadi berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti

minum obat walaupun urinnya berwarna merah.

Waspada efek samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu

efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan

dosis terapi. Contohnya Penggunaan Teofilin menyebabkan

jantung berdebar.

Prinsip 8 Tepat dan 1 Waspada diharapkan dapat menjadi

indikator untuk menganalisis rasionalitas dalam penggunaan

Obat. Kampanye POR diharapkan dapat meningkatkan efektivitas

dan efisiensi belanja obat dan mempermudah akses masyarakat

untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau. POR juga dapat

mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat sehingga

menjaga keselamatan pasien. Pada akhirnya, POR akan

meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu

pelayanan kesehatan.

Selain itu proses penggunaan obat dapat dibagi menjadi 2

golongan, yaitu :

a) Umum

1) Cara minum obat sesuai anjuran yang tertera pada

etiket atau brosur.

2) Penggunaan obat tanpa petunjuk langsung dari dokter

hanya boleh untuk penggunaan obat bebas dan obat

6

Page 7: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

bebas terbatas serta untuk masalah kesehatan yang

ringan.

3) Waktu minum obat , sesuai dengan waktu yang

dianjurkan :

Pagi, berarti obat harus diminum antara pukul

07.00 - 08.00 WIB

Siang, berarti obat harus diminum antara pk12.00

-13.00 WIB

Sore, berarti obat harus diminum antara

pukul.17.00-18.00 WIB

Malam, berarti obat harus diminum antara pukul

22.00-23.00 WIB

4) Aturan minum obat yang tercantum dalam etiket harus

di patuhi.  Bila tertulis :

1 (satu) kali sehari, berarti obat tersebut diminum

waktu pagi hari atau malam hari, tergantung dari

khasiat obat tersebut.

2 (dua) kali sehari, berarti obat tersebut harus

diminum pagi dan malam hari

3 (tiga) kali sehari, berarti obat tersebut harus

diminum pada pagi, siang dan malam hari

4 (empat) kali sehari, berarti obat tersebut haus

diminum pada pagi, siang, sore dan malam hari.

5) Minum obat sampai habis, berarti obat harus diminum

sampai habis, biasanya obat antiotika.

6) Penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas tidak

dimaksudkan untuk penggunaan secara terus –

menerus.

7

Page 8: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

7) Hentikan penggunaan obat apabila tidak memberikan

manfaat atau menimbulkan hal–hal yang tidak

diinginkan, segera hubungi tenaga kesehatan terdekat.

8) Sebaiknya tidak mencampur berbagai jenis obat dalam

satu wadah

9)  Sebaiknya tidak melepas etiket dari wadah obat karena

pada etiket tersebut tercantum cara penggunaan obat

dan informasi lain yang penting.

10) Bacalah cara penggunaan obat sebelum minum obat,

demikian juga periksalah tanggal kadaluarsa.

11) Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun

gejala penyakit sama.

12) Tanyakan kepada apoteker di apotek atau petugas

kesehatan di poskesdes untuk mendapatkan informasi

penggunaan obat yang lebih lengkap.

b) Khusus

Obat Oral (Obat Dalam)

Pemberian obat oral (melalui mulut) adalah cara yang

paling praktis, mudah dan aman. Yang terbaik adalah

minum obat dengan air matang.

Obat oral terdapat dalam beberapa bentuk sediaan

yaitu tablet, kapsul, puyer dan cairan.

Apabila dalam etiket tertulis :

8

Page 9: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Maka petunjuk Penggunaan Obat Oral Untuk Bayi / Anak Balita

- Sediaan cairan untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya.

Gunakan sendok takar yang tersedia didalam kemasannya.

- Berikan minuman kesukaan anak setelah minum obat yang

terasa pahit/ kurang enak

Obat Luar

Sediaan Kulit

Beberapa bentuk sediaan obat untuk penggunaan

kulit, yaitu bentuk bubuk halus (bedak), cairan (lotion),

setengah padat (krim, salep). Untuk mencegah

kontaminasi (pencemaran), sesudah dipakai wadah

harus tetap tertutup rapat.

Cara penggunaan bubuk halus (bedak ) :

•    Cuci tangan

•    Oleskan/taburkan obat tipis–tipis pada daerah yang

terinfeksi.

•    Cuci tangan kembali untuk membersihkan sisa obat.

•    Sediaan ini tidak boleh diberikan pada luka terbuka

dan gunakan sampai sembuh, atau tidak ada gejala

lagi.

9

Page 10: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Sediaan Obat Mata

Terdapat 2 macam sediaan untuk mata, yaitu bentuk

cairan (obat tetes mata) dan bentuk setengah padat

(salep mata). Dua sediaan tersebut merupakan produk

yang pembuatannya dilakukan secara steril (bebas

kuman) sehingga dalam penggunaannya harus

diperhatikan agar tetap bebas kuman.

Apabila mengalami peradangan pada mata (glaukoma

atau inflamasi), petunjuk penggunaan harus diikuti

dengan benar.

Untuk mencegah kontaminasi (pencemaran), hindari

ujung wadah obat tetes mata terkena permukaan benda

lain (termasuk mata) dan wadah harus tetap tertutup

rapat sesudah digunakan..

Cara penggunaan :

Cuci tangan.

Tengadahkan kepala pasien; dengan jari telunjuk

tarik kelopak mata bagian bawah.

Tekan botol tetes atau tube salep hingga cairan atau

salep masuk dalam kantung mata bagian bawah .

Tutup mata pasien perlahan–lahan selama 1 sampai

2 menit.

Untuk penggunaan tetes mata tekan ujung mata

dekat hidung selama 1-2 menit; untuk penggunaan

salep mata, gerakkan mata ke kiri-kanan, ke atas

dan ke bawah

Setelah obat tetes atau salep mata digunakan, usap

ujung wadah dengan tisu bersih, tidak disarankan

untuk mencuci dengan air hangat.

Tutup rapat wadah obat tetes mata atau salep mata.

10

Page 11: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada

tangan.

PERHATIAN

Sediaan Obat Hidung

Terdapat 2 macam sediaan untuk hidung, yaitu obat

tetes hidung dan obat semprot hidung.

Cara penggunaan obat tetes hidung :

Cuci tangan.

Bersihkan hidung

Tengadahkan kepala

Teteskan obat dilubang hidung

Tahan posisi kepala selama beberapa menit

agar obat masuk ke lubang hidung.

Bilas ujung obat tetes hidung dengan air

panas dan keringkan dengan kertas tisu

kering.

Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat

pada tangan.

Cara penggunaan obat semprot hidung :

Cuci tangan.

Bersihkan hidung dan tegakkan kepala.

Semprotkan obat ke dalam lubang hidung

sambil tarik napas dengan cepat.

11

Page 12: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Untuk posisi duduk : tarik kepala dan

tempatkan diantara dua paha

Cuci botol alat semprot dengan air hangat

(jangan sampai air masuk ke dalam botol) dan

keringkan dengan tissue bersih setelah

digunakan.

Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat

pada tangan.

Sediaan Tetes Telinga

Hindarkan ujung kemasan obat tetes telinga dan alat

penetes telinga atau pipet terkena permukaan benda

lain (termasuk telinga), untuk mencegah kontaminasi

Cara penggunaan obat tetes telinga :

Cuci tangan

Bersihkan bagian luar telinga dengan ”cotton

bud”

Kocok sediaan terlebih dahulu bila sediaan

berupa suspensi.

Miringkan kepala atau berbaring dalam posisi

miring dengan telinga yang akan ditetesi obat,

menghadap ke atas.

Tarik telinga keatas dan ke belakang (untuk

orang dewasa) atau tarik telinga kebawah dan

ke belakang (untuk anak-anak)

Teteskan obat dan biarkan selama 5 menit.

Keringkan dengan kertas tisu setelah digunakan

12

Page 13: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Tutup wadah dengan baik.

Jangan bilas ujung wadah dan alat penetes obat.

Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat

pada tangan.

Sediaan Supositoria

Cara penggunaan supositoria :

Cuci tangan

Buka bungkus aluminium foil dan basahi

supositoria dengan sedikit air.

Pasien dibaringkan dalam posisi miring

Dorong bagian ujung supositoria ke dalam

anus dengan ujung jari.

Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat

pada tangan .

Jika supositoria terlalu lembek, sehingga sulit

untuk dimasukkan kedalam anus, maka

sebelum digunakan sediaan supositoria

ditempatkan di dalam lemari pendingin

selama 30 menit kemudian tempatkan pada

air mengalir sebelum membuka bungkus

kemasan aluminium foil.

Sediaan Krim/Salep Rektal

Cara penggunaan krim/salep rektal :

a. Tanpa aplikator

Bersihkan dan keringkan daerah rektal,

Masukkan salep atau krim secara perlahan ke

dalam rektal

13

Page 14: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat

pada tangan

b. Dengan menggunakan aplikator

Hubungkan aplikator dengan wadah krim/salep

yang sudah dibuka.

Masukkan kedalam rektum

Tekan sediaan sehingga krim/salep keluar.

Buka aplikator, cuci bersih dengan air hangat

dan sabun.

Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat

pada tangan.

Sediaan Ovula /obat vagina

Cara penggunaan sediaan ovula denganmenggunakan

aplikator :

Cuci tangan dan aplikator dengan sabun dan air

hangat, sebelum digunakan

Baringkan pasien dengan kedua kaki

direnggangkan

Ambil obat vagina dengan menggunakan

aplikator

Masukkan obat kedalam vagina sejauh mungkin

tanpa dipaksakan

Biarkan selama beberapa waktu

Cuci bersih aplikator dan tangan dengan sabun

dan air hangat setelah digunakan. 

14

Page 15: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

1.2.2 Penatalaksanaan Interaksi Obat

Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah

atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan.

Kemungkinan terjadinya peristiwa interksi harus selalu

dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih

diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Tidak semua

interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa

interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan,

misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin,

di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubulus

ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi penisilin dan

mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh.

Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau

terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak

dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak

negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai:

- Terjadinya efek samping,

- Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan.

Langkah pertama dalam penatalaksanaan interkasi obat adalah

waspada terhadap pasien yang memperoleh obat-obat yang mungkin

dapat berinteraksi dengan obat lain. Kemudian perlu dinilai apakah

interkasi yang terjadi bermakna klinis dan ditemukan kelompok-

kelompook pasien yang berisiko mengalami interaksi obat. Langkah

berikutnya adalah memberitahu dokter dan mendiskusikan berbagai

15

Page 16: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

langka yang dapat diambil untuk meminimalkan berbagai efek

samping obat yang mungkin terjadi. Beberapa penatalaksanaan

interaksi obat antara lain :

1.      Hindari kombinasi obat yang berinteraksi

2.      Penyesuaian dosis

3.      Memantau pasien

  Pemantauan pasien dapat meliputi hal-hal berikut ini:

1.   Pemantauan klinis untuk menentukan berbagai efek yang

tidak diinginkan.

2.      Pengukuran kadar obat dalam darah.

3.      Pengukuran indikator interaksi.

4.      Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya.

Angka kejadian (incidence) dari interaksi obat tidak terlalu

jarang dalam klinik. Menurut laporan diperkirakan +7% dari kejadian

efek samping obat disebabkan karena peristiwa interaksi obat, dan

kurang lebih 1/3 dari pasienpasien yang meninggal karena efek

samping obat (+ 4% dari kematian di rumah sakit ) dikarenakan oleh

interaksi obat. Peristiwa interaksi ini menjadi pokok yang penting

untuk selalu diperhatikan dengan melihat kebiasaan peresapan

polifarmasi yang ada dalam praktek. Sebagai contoh, setiap pasien

yang datang ke Puskesmas rata-rata akan medapat obat + 4 jenis pada

saat yang bersamaan. Walaupun secara teoritik atau eksperimental

kemungkinan terjadinya interaksi sangat beraneka-ragam tetapi tidak

semua interaksi tersebut bermakna atau penting dalam klinik.

Perubahan ini hanya menyangkut interaksi yang penting secara klinik.

Kepentingan klinik ini secara sekali lagidilihat dari dampak yang

terjadi apakah mempengaruhi terjadinya efek toksis ataukah

menyebabkan kegagalan tercapainya efek terapik.

16

Page 17: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Obat yang terlibat dalam peristiwa

Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat :

Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengatuhi

atau diubah oleh obat lain. Obat presipitan (precipitan drug), yakni

obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau atau efek obat lain.

1) Obat obyek

Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi

atau efeknya dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-

obat yang memenuhi cirri :

a. Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis

(kadar obat) sudah akan menyebabkan perubahab besar

pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat-obat

seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan

kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose

response curve). Perubahan, misalnya dalam hal ini

pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi

manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.

b. Obat-obat dengan rasaio toksis terapik yang rendah (low

toxic:therapeutic ratio), artinya antara dosis toksik dan

dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau

perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis

(kadar)obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis.

Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang

manfaat kliniknya mudah dikurangi atau efek toksiknya

mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling

berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat

seperti ini juga sering dikenal dengan obat-obat dengan

lingkupterapetik yang sempit (narrow therapeutic range).

17

Page 18: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek

interaksi dalam klinik meliputi

antikoagulansia: warfarin,

antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,

hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid,

klorpropamid dll,

anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,

glikosida jantung: digoksin,

antihipertensi,

kontrasepsi oral steroid,

antibiotika aminoglikosida,

obat-obat sitotoksik,

obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.

2) Obat presipitan

Obat-obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah

aksi/efek obat lain. Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat

lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat dengan

ciri sebagai berikut:

a. Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan

demikian akan menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain

yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur ini (displaced)

kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat dengan

segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat-

obat yang masuk di sini misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan

lain lain.

b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau

merangsang (inducer)enzim-enzim yang memetabolisir obat

dalam hati. Obat-obat yang punya sifat sebagai perangsang enzim

18

Page 19: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

(enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin,

fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi

(metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar dalam darah

lebih cepat hilang. Sedangkan obat-obat yang dapat menghambat

metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol,

fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan

meningkatkan kadar obat obyek sehingga terjadi efek toksik.

c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal

sehingga eliminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya

probenesid, obat-obat golongan diuretika dan lain-lain. Ciri-ciri

obat presipitantersebut adalah kalau kita melihat dari segi

interaksi farmakokinetika, yakni terutama pada proses distribusi

(ikatan protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak

obat-obat lain diluar ketiga ciri ini tadi yang dapat bertindask

sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda.

Pembagian dan mekanisme interaksi

Interaksi obat berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 3

golongan besar,

1) Interaksi farmasetik

Interaksi ini merupakan interaksi fisiko-kimiawi di mana

terjadi reaksi fisiko-kimiawi antara obat-obat sehingga mengubah

(menghilangkan) aktifitas farmakologik obat. Yang sering terjadi

misalnya reaksi antara obat-obat yang dicampur dalam cairan

secara bersamaan, misalya dalam infus atau suntikan . Campuran

penisilin (atau antibiotika beta-laktam yang lain) dengan

aminoglikosida dalam satu larutan tidak dianjurkan. Walaupun

obat obat ini pemakaian kliniknya sering bersamaan, jangan

dicampur dalam satu suntikan.

19

Page 20: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Beberapa tindakan hati-hati (precaution) untuk menghindari

interaksi farmasetik ini mencakup:

Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau

yakin betul bahwa tidak ada interaksi antar masing-masing

obat.

Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian

obat bersama- sama lewat infus.

Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya

(manufacturer leaflet), untuk melihat peringatan peringatan

pada pencampuran dan cara pemberian obat (terutama untuk

obat-obat parenteral misalnya injeksiinfus dan lain-lain)

Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus,

intravenosa atau yang lain, perhatikan bahwa tidak ada

perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari

larutan.

Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja. Jangan

menimbun terlalu lama larutan yang sudah dicampur, kecuali

untuk obat-obat yang memang sudah tersedia dalam bentuk

larutan seperti metronidazol , lidakoin dan lain-lain.

Botol ifus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya,

obat-obat yang sudah dimasukkan, termasuk dosis dan dan

waktunya.

Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan lewat

2 jalur infus, kecuali kalau yakin tidak ada interaksi. Jangan

ragu-ragu konsul apoteker rumah sakit.

2) Interaksi farmakokinetik

Interkasi farmakokinetik terjadi bila obat presipitan

mempengaruhi atau mengubah proses absorpsi, distribusi (ikatan

protein), metabolisme, dan ekskresi dari obat-obat obyek.

20

Page 21: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Sehingga mekanisme interaksi inipun dapat dibedakan sesuai

dengan proses-proses biologik (kinetik) tersebut.,Interaksi dalam

proses absorpsi dapat terjadidengan berbagai cara misalnya :

Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh

karena obat-obat seperti morfin atau senyawa-senyawa

antikolinergik dapat mengubah absorpsi obat-obat lain.

Kelasi yakni pengikatan molekul obat-obat tertentu oleh

senyawa logam sehingga absorpsi akan dikurangi, oleh

karena terbentuk senyawa kompleks yang tidak

diabsorpsi. Misalnya kelasi antara tetrasiklin dengan

senyawasenyawa logam berat akan menurunkan absorpsi

tetrasiklin.

Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat-obat

tertentu, misalnya: umumnya antibiotika akan menurun

absorpsinya bila diberikan bersama dengan makanan.

3) Interaksi distribusi

Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-

obat dengan ikatan protein yang lebih kuat menggusur obat-obat

lain dengan ikatan protein yang lebih lemah dari tempat

ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas

yang tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala

konsekuensinya, terutama terjadinya peningkatan efek toksik.

Sebagai contoh, misalnya meningkatnya efek toksik dari

antikoagulan warfarin atau obatobat hipoglikemik (tolbutamid,

kolrpropamid) karena pemberian bersamaan dengan

fenilbutason, sulfa atau aspirin. Hampir sama dengan interaksi ini

adalah dampak pemakaian obat-obat dengan ikatan protein yang

tinggi pada keadaan malnutrisi (hipoproteinemia). Karena kadar

protein rendah, maka obat-obat dengan ikatan protein yang tinggi

21

Page 22: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

akan lebih banyak dalam keadaan bebas karena kekurangan

protein untuk mengikat obat sehingga dengan dosis yang sama

akan memberikan kadar obat bebas yang lebih tinggi dengan

akibat meningkatnya efek toksik.

Disamping itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi

bila terjadi perubahan kemampuan transport atau uptake seluler

suatu obat oleh karena obat-obat lain. Misalnya obat-obat

antidepresan trisiklik atau fenotiasin akan menghambat transport

aktif ke akhiran saraf simpatis dari obat-obat antihipertensif

(guanetidin, debrisokuin), sehingga mengurangi/menghilangkan

efek antihipertensi.

Interaksi dalam proses metabolisme

Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi

dengan dua kemungkinan, Pemacuan enzim (enzyme

induction) Suatu obat (presipitan) dapat memacu

metabolisme obat lain (obat obyek) sehingga mempercepat

eliminasi obat tersebut. Kenaikan kecepatan eliminasi

(pembuangan atau inaktivasi) akan diikuti dengan

menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala

konsekuensinya. Obat-obat yang dapat memacu enzim

metabolism obat disebut sebagai enzyme inducer. Dikenal

beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni:

- Rifampisin,

- Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.

Dari berbagai reaksi metabolisme obat, maka reaksi oksidasi fase I

yang dikatalisir oleh enzim sitokrom P-450 dalam mikrosom

hepar yang paling banyak dan paling mudah dipicu.

Penghambatan enzim (enzyme inhibitor). Metabolisme suatu obat

22

Page 23: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat-obat yang punya

kemampuan untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat

lain dikenal sebagai penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat

dari penghambatan metabolisme obat ini adalah meningkatnya

kadar obat dalam darah dengans egala konsekuensinya, oleh

karena terhambatnya proses eliminasi obat. Obat-obat yang

dikenal dapat menghambat aktifitas enzim metabolisme obat

adalah:

- Kloramfenikol

- Isoniazid

- Simetidin

- Propanolol

- Eritromisin

- Fenilbutason

- Alopurinol, dll.

Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi, yakni

terutama obat dengan lingkup terapi yang sempit, maka interaksi

metabolisme dapat membawa dampak merugikan. Umumnya

secara ringkas dapat dikatakan bahwa,

Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena

kadar optimal tidak tercapai.

Penghambatan enzim akan berakibat mengingkatnya kadar

obat melampaui ambang toksik.

Contoh-contoh interaksi dalam metabolisme baik berupa

pemacuan enzim atau penghambatan enzim.

Interaksi dalam proses ekskresi

Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi

terutama ginjal dapat dipengaruhi oleh obat-obat lain.

Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenesid

23

Page 24: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli

sehinggan proses sekresi penisilin terhambat, maka kadaar

penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh. Interaksi

probenisid dan penisilin adalah contoh interaksi yang

menguntungkan secara terapetik. Klinidin juga

menghambat sekresi aktif digoksin dengan akibat

peningkatan kadar digoksin dalam darah, kira-kira sampai

2 kali, sehingga terjadi peningkatan kejadian efek toksik

digoksin. Salisilat menghambat sekresi aktif metotreksat.

Obat-obat diuretika menyebabkan retensi lithium karena

hambatan pada proses ekskresinya. Furosemid juga dapat

meningkatkan efek toksik ginjal dari

aminoglikosida,kemungkinan oleh karena perubahan

ekskresi aminoglkosida.

Interaksi farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi

farmakokinetik. Pada interaksi farmakokinetik terjadi

perubahan kadar obat obyek oleh karena perubahan pada

proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat.

Pada interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan

kadar obat obyek dalam darah. Tetapi yang terjadi adalah

perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat

presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat.

Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan menjadi :

a) Interaksi langsung (direct interaction)

Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih

bekerja pada tempat atau reseptor yang sama, atau

bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan

hasil efek akhir yang sama atau hampir sama.

24

Page 25: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Interaksi dua obat pada tempat yang sama dapat

tampil sebagai antagonisme atau sinergisme.

Interaksi langsung ini dapat terbagi lebih lanjut

sebagai berikut:

- Antagonisme pada tempat yang sama

Antagonisme adalah keadaan dimana efek dua

obat pada tempat yang sama saling berlawanan

atau menetralkan. Banyak contoh interaksi

seperti ini, misalnya: Pembalikan (penetralan)

efek opiat oleh obat nalokson, pengobatan aritma

yang disebabkan intoksikasi antidepresan

triklisik dengan obat fisotigmin, pengobatan

keracunan pestisida organofosfat dengan sulfas

atropin untuk menetralisir efek-efek kolinergik

yang terjadi.

- Sinergisme pada tempat yang sama

Sinergisme adalah interkasi di mana efek dua

obat yang bekerja pada tempat yang sama saling

memperkuat. Walaupun banyak contoh interaksi

yang merugikan dengan mekanisme ini tetapi

banyak pula interaksi yang menguntungkan

secara terapetik. Contoh-contoh interaksi ini,

misalnya:

Efek obat pelemas otot

depolarisasi(depolarizing muscle relaxants)

akan diperkuat/ diperberat oleh antibiotika

aminoglikosida, kolistin dan polimiksin

karena keduanya bekerja pada tempat yang

sama yakni pada motor end plate otot seran

lintang.

25

Page 26: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

Kombinasi obat beta-blocker dan Ca ++-

channel blocker seperti verapamil dapat

menyebabkanaritmia/asistole. Keduanya

bekerja pada jaringan konduksi otot jantung

yang sama. Sinergisme pada tempat yang

berbeda dari efek yang sama atau hampir

sama. Obat-obat dengan efek akhir yang

sama atau hampir sama, walaupun tempat

kerja ata reseptornya berlainan, kalau

diberikan bersamaan akan memberikan efek

yang saling memperkuat. Misalnya,

Alkohol dan obat-obat yang berpengaruh

terhadap susunan saraf pusat,

Antara berbagai obat yang punya efek yang

sama terhadap susunan saraf pusat, misalnya

depresi susunan saraf pusat.

Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan

aminoglikosida

Kombinasi beberapa obat antihipertensi

b) Interaksi tidak langsung

Interkasi tidak langsung terjadi bila obat

presipitan punya efek yang berbeda dengan obat obyek,

tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat

mengubah efek obat obyek. Beberapa contoh antara

lain :

Interaksi antara obat-obat yang mengganggu agregasi

trombosit (salisilat, fenilbutason, ibuprofen,

dipiridamol, asam mefenamat, dll.) dengan obat-obat

antikoagolan seperti warfarin sehingga kemungkinan

26

Page 27: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

perdarahan lebih besar oleh karena gangguan proses

hemostasis.

Obat-obat yang menyebabkan perlukaan

gastrointestinal seperti aspirin, fenilbutason,

indometasin, dan obatobat antiinflamasi non-steroid

yang lain, bila diberikan pada pasien-pasien yang

sedang mendapatkan antikoagulansia seperti warfarin,

maka dapat terjadi perdarahan yang masif dari

perlukaan tadi.

Obat-obat yang menurunkan kadar kalium akan

menyebabkan peningkatan efek toksik glikosida

jantung digoksin. Efek toksik glikosida jantung ini lebih

besar pada keadaan hipokalemia. Tetapi sebaliknya

hipokalemia akan mengurangi efek klinik obat-obat

antiaritmia seperti lidokain, prokainamid, kinidin, dan

fenitoin. Obat presipitan yang mengurangi kadar

kalium terutama adalah diuretika.

Efek diuresis obat-obat diuretika tertentu seperti

furosemid akan berkurang bila diberikan bersama

dengan obat - obat antiinflamasi non-steroid seperti

aspirin, fenilbutason, ibuprofen, indometasin, dll.

Kemungkinan oleh karena penghambatan simtesis

prostaglandin oleh obat-obat presipitan tersebut, yang

sebenarnya diperlukan untuk menimbulkan efek

diuretika furosemid

Dampak klinik interaksi obat

Secara teoritis banyak sekali interaksi yang mungkin terjadi

dengan mekanisme yang telah diuraikan di muka. Namun demikian,

27

Page 28: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

tidak semuanya memberikan dampak klinik yang penting. Dampak

klinik akan sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek, yakni:

Profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek.

Untuk obat-obat dengan kurva kadar vs. respons yang curam

(steep dose-response curve), di mana perubahan sedikit kadar

atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek obat,

maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan

memberikan perubahan efek yang sangat berarti.

Obat-obat dengan resiko toksik: terapetik yang rendah (low

toxic:therapeutic ratio), atau sering dikenal juga sebagai obat

dengan lingkup terapi sempit. Di samping kedua hal di atas,

makna klinik interaksi obat juga akan sangat tergantung

kepada jenis dari efek yang terjadi, terutama untuk interaksi

farmakodinamik, yakni apabila efek obat obyek yang

mengalami perubahan tersebut merupakan efek farmakologik

utama/penting terhadap timbulnya efek terapetik maupun

efek toksik dari obat. Misalnya perubahan sedikit saja dari efek

antikoagulasi, bisa terjadi perdarahan atau kegagalan

antikoagulasi. Secara ringkas, makna klinik yang bisa terjadi

ada 2 macam, yakni:

Meningkatnya efek toksik baik disertai dengan

meningkatnya kadar obat obyek atau tidak.

Kegagalan efek terapetik.

Perlu dicatat bahwa mekanisme interaksi farmakokinetik dan

farmakodinamik tidak selamanya berdiri sendiri-sendiri. Adakalanya

interaksi tersebut terjadi karena kedua mekanisme tersebut, sehingga untuk

ini yang penting adalah mengevaluasi/mengobservasi efek yang terjadi.

Sebagai contoh interaksi antara aspirin dengan obat-obat hipoglikemik atau

28

Page 29: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

dengan antikoagulan warfarin. Disamping interaksi kinetik pada ikatan

protein, juga ada interaksi dinamik yang memperberat efek yang terjadi.

Pasien yang rentan terhadap interaksi obat

Efek dan keparahan interkasi obat dapat sangat bervariasi antara

pasien yang satu dengan yang lain. Berbagai faktor yang dapat

mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi obat.

a) Orang lanjut usia

b) Orang yang minum lebih dari satu macam obat

c) Pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati

d) Pasien dengan penyakit akut

e) Pasien dengan penyakit yang tidak setabil

f) Pasien yang memiliki karakteristik genetik tertentu

Interaksi obat yang bermakna klinis

Tidak semua interaksi obat bermakna secara klinis. Beberapa

interaksi obat secara teoritis mungkin terjadi, sedangkan interaksi obat

yang lain harus dihindari kombinasinya atau memerlukan pemantauan

yang cermat. Banyak interaksi obat yang kemungkinan besar

berbahaya, terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Bagaimanapun,

ada bermacam-macam kelompok obat yang lebih mungkin terlibat

dalan interaksi obat yang bermakna secara klinis. Contoh obat-obat

yang interaksinya bermakna klinik.

a. Obat yang rentang terapinya sempit (antiepilepsi, digoksin,

siklosporin, teofilinam warfarin.

b. Obat yang memerlukan pengaturan dosis teliti (obat antidiabet

oral, antihipertensi)

c. Penginduksi Enzim (asap rokok, fenitoin, griseofulvin,

karbamazepin, rifampisina)

d. Penghambat enzim (amiodaron, diltiaze, eritromisina, fluoksetin,

ketokonazol)

29

Page 30: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

1.2.3 Seleksi Terapi Obat

Obat merupakan sarana intervensi penting dlm pelayanan medis

maka dilakukannya penyeleksian tentang terapi obat.

Pembelanjaan obat di RS merupakan komponen pembiayaan yg paling

besar.

Umumnya penerimaan dana dari sektor obat di rumah sakit swasta

merupakan

penunjang utama bagi pemasukan dana rumah sakit.

Banyak dijumpai inefisiensi pengelolaan dan penggunaan obat di RS.

Masih adanya mis-persepsi tentang penggunaan obat di RS.

Pada dasarnya seleksi terapi obat diperlukan untuk meningkatkan

efisiensi pelayanan terhadap pasien,dalam hal ini dengan memperhatikan

obat yang sesuai untuk efek terapi yang diinginkan .namun dalam hal ini

perlu dilakukan seleksi terhadap obat apakah sesuai dengan efek terapi

yang diinginkan atau tidak

Tujuan pengelolaan obat di rumah sakit

- Agar obat tersedia di saat diperluka

- Kuantitas mencukupi

- Mutu terjamin

- Mendukung “Good Quality Care” di rumah sakit.

- Menambah pendapatan Rumah Sakit (Swasta). Diperlukan efisiensi

pengelolaan obat rumah sakit

1. Prinsip Pengelolaan Obat di Rumah Sakit

a. Masing-masing tahap (seleksi dan perencanaan, pengadaan,

distribusi, penggunaan) dapat berjalan sinkron dan saling

mengisi

30

Page 31: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

b. Masukan informasi masing-masing tahap hrs dpt dipercaya.

c. Sumber informasi harus tersedia.

Perencanaan

Tahap :

1. Seleksi

2. Analisis metode perencanaan

3. Analisis data berkala

4. Menentukan priortas

5. Menghitung jumlah kebutuhan yang paling ekonomis

6. Menghitung waktu pengadaan yang paling ekonomis.

a. Proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan di rumah

sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk sediaan, kriteria

pemilihan, standarisasi/penyusunan formularium

b. Penentuan seleksi obat merupakan tugas dari PFT

c. Apoteker di PFT harus ambil peran aktif

2. Pentingnya Seleksi Obat

- Banyaknya jenis obat dapat mempersulit seleksi

- 70% obat adalah produk me-too, duplikatif atau non essensial

drug.

- Obat yg toksisitasnya sangat besar dibanding khasiatnya,

harus merupakan pilihan sekunder

- Informasi tentang khasiat dan toksisitas obat baru relatif

kurang memadai.

3. Pedoman Seleksi Obat

- Obat yang dipilih harus bermutu

- Jenis obat sesedikit mungkin. Hindari duplikasi dan kesamaan

jenis dan bentuk sediaan obat.

31

Page 32: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

- Obat baru hanya dipakai bila lebih besar keuntungannya

dibanding obat yang sudah ada.

- Kombinasi obat dipakai bila lebih menguntungkan dibanding

obat tunggal.

- Pilih obat yang merupakan drug of choice penyakit yang ada.

- Kontraindikasi, efek samping harus diamati agar diperoleh

gambaran rasio risiko dan keuntungan produk

- Upayakan jenis obat termasuk sediaan obat generik

- Penggunaan obat tradisional sangat dimungkinkan apabila

ada permintaan khusus.

4. Prinsip Umum Seleksi Obat

- Pilih jenis obat seminimum mungkin R Tergantung dari

jenis penyakit R Sesuai data epidemiologi

- Utamakan obat generik daripada obat paten

- Pilih satu sediaan obat untuk setiap jenis obat

- Gunakan daftar obat sesuai dg tingkat penggunaan

(level of use)

- Gunakan standar normal pengobatan yang umum.

32

Page 33: kelompok 3 KLINIK FARMASI.docx

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Proses penggunaan obat pada umumnya didasarkan terhadap

pemahaman pasien tentang cara penggunaan obat,hal ini sangat

berpengaruh terhadap efek yang nantinya akan diberikan oleh obat

tersebut.Penatalaksanaan interaksi dilakukan dengan memperhatikan

keadaan pasien,obat yang akan diberikan,serta efek apa yang akan

dihasilkan apabila digunakan lebih dari satu jenis obat.

Seleksi terapi obat dilakukan agar terhadap pasien dengan

diagnosa tertentu dapat diberikan obat yang tepat guna yang memiliki

efek terapi yang baik,sehingga tidak merugikan pasien.

3.2 Saran

Agar makalah ini dapat dijadikan panduan bagi mahasiswa lain

dalam mencari informasi dan penerapannya

33