KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI...

13
KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN INSTITUTIONAL OF FOREST MANAGEMENT UNIT IN SULAWESI SELATAN Moehammad Taoefiq Riyadi, Yusran Jusuf, Mas’ud Junus Alamat Koresponden Laboratorium Kebijakan dan Kewirausahaan Kehutanan Fakultas Kehutanan universitas Hasanuddin JL. Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar No. HP: 08122896964 [email protected]

Transcript of KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI...

Page 1: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

INSTITUTIONAL OF FOREST MANAGEMENT UNIT IN SULAWESI

SELATAN

Moehammad Taoefiq Riyadi, Yusran Jusuf, Mas’ud Junus

Alamat Koresponden

Laboratorium Kebijakan dan Kewirausahaan Kehutanan Fakultas Kehutanan universitas Hasanuddin JL. Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar No. HP: 08122896964 [email protected]

Page 2: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

ABSTRAK Sejak desentralisasi diberlakukan, sebagian pengurusan hutan dilimpahkan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pembentukan KPHL/P merupakan salah satu kewenangan yang dilimpahkan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 88/Menhut-II/2011 Provinsi Sulawesi Selatan terbagi ke dalam 10 unit KPHL/P. Penelitian ini bertujuan menemukan model kelembagaan KPHP Model Jeneberang.Penelitian ini dilaksankaan pada bulan Februari sampai dengan April 2012 di wilayah KPHP Model Jeneberang yang meliputi: kabupaten Bantaeng, Bone, Bulukumba, Gowa, Jeneponto, Sinjai dan Takalar.Metode analisis yang digunakan adalah analisis kesenjangan dan analisis kuadran. Hasil penelitian ini menemukan model kelembagaan yang ideal dan model kelembagaan berdasarkan kondisi aktual di lapangan beserta strategi pengembangan KPHP Model Jeneberang.

Kata Kunci: KPHP Model Jeneberang, analisis kesenjangan, analisis kuadran

ABSTRACT

This study aims to find out a model for the institution of Forest Management Unit. It is expected that the model can be useful in creating an efficient and effective forest management.This research was conducted from February until April 2012 in the area of the Model Institution of Forest Management Unit in Jeneberang. It covered several districs: Bantaeng, Bone, Bulukumba, Gowa, Jeneponto, Sinjai and Takalar. The mothods of analysis used in this research were gap analysis and quadrant analysis.The result of this research are models of institution of Forest Management Unit in Jeneberang and the strategies in developing the model institution in Jeneberang

Keywords: Model Institution of Forest Management Unit in Jeneberang, Gap analysis, Quadrant analysis

PENDAHULUAN

Undang undang 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dan PP 6 Tahun 2007 jo. PP 3 Tahun

2008 tentang tata hutan dan penyusunan pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan

mengamanahkan pembentukan wilayah pengelolaan dilaksanakan pada tingkat provinsi,

kabupaten/kota, dan unit pengelolaan. Kesatuan Pengelolaan hutan (KPH) adalah wilayah

pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dikelola secara efisien dan

lestari (PP.6 Tahun 2007).

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.SK.434/Menhut-II/2009, Provinsi Sulawesi

Selatan mempunyai kawasan hutan seluas 2,1 juta Ha yang didominasi oleh Hutan lindung seluas

1,2 juta Ha, hutan produksi seluas 641 ribu Ha, dan kawasan konservasi seluas 851 ribu Ha.

Hasil penafsiran citra Landsat 7 ETM+ liputan tahun 2009/2010 dalam statistik planologi

kehutanan tahun 2010 menunjukkan kawasan hutan di Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari

hutan primer seluas 609 Ha, hutan sekunder seluas 739 Ha, hutan tanaman seluas 11 Ha, dan non

hutan seluas 758 Ha. Dari sumber yang sama juga diketahui dalam kurun waktu 2006-2009 telah

terjadi deforestasi sebesar 3 ribu Ha per tahun.

Page 3: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

Pembentukan wilayah KPH melalui beberapa tahapan yaitu: Rancang bangun KPH, arahan

pencadangan KPH, usulan penetapan KPH, dan penetapan KPH. Wilayah KPH Sulawesi Selatan

didasarkan pada pendekatan Daerah Aliran Sungai (DAS). Hal ini didasarkan bahwa hutan di

Provinsi Sulawesi Selatan didominasi hutan lindung dan sebagian besar merupakan lahan yang

tidak produktif atau lahan kritis. Sebagai konsep awal pencadangan KPH di Sulawesi Selatan

ditetapkan pewilayahan KPH ke dalam 22 DAS mikro. Jika pewilayahan pengelolaan hutan

berdasar DAS makro, maka Sulawesi Selatan terbagi ke dalam 3 DAS, yaitu DAS Jeneberang,

DAS Bila-Walanae, dan DAS Saddang. Berdasarkan dua konsep pewilayahan tersebut, Dinas

Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan merancang pembangunan wilayah KPH ke dalam

pewilayahan DAS Meso yang terdiri dari 10 DAS yaitu KPH Nolling-Gilireng, KPH Rongkong,

KPH Kalena, KPH Malili-Larona, KPH Saddang, KPH Bila, KPH Walanae, KPH Maros-

Sawitto, KPH Jeneberang, dan KPH Selayar, Ds. Sehingga dikeluarkan SK penetapan dari

Menteri Kehutanan tentang wilayah KPHL dan KPHP provinsi Sulawesi Selatan Nomor

SK.88/Menhut-II/2011. Karena dibentuk menggunakan pendekatan ekosistem DAS, maka batas-

batas KPH mengabaikan batas-batas adminstratif. Beberapa KPH dibentuk lintas kabupaten/kota,

sehingga membutuhkan strategi khusus dalam pengelolaannya

KPH Jeneberang merupakan salah satu KPH di provinsi Sulawesi Selatan dengan wilayah

seluas 160.854 Ha yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

SK.88/Menhut-II/2011. Berdasarkan fungsi hutannya, KPH Jeneberang terdiri dari Hutan

lindung seluas 60.451 Ha, hutan produksi terbatas seluas 54.932 Ha, dan hutan produksi seluas

45.471 Ha. Karena KPH ditetapkan atas fungsi hutan yang dominan (pasal 6 PP.6 Tahun 2007),

maka KPH Jeneberang termasuk KPH Produksi. KPH Jeneberang merupakan KPH pertama

(model) yang dibangun di Provinsi Sulawesi Selatan, dan diharapkan menjadi percontohan bagi

KPH-KPH yang lain. Penetapannya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

SK.715/Menhut-II/2012. Karena pembagian wilayah KPHP Model Jeneberang yang mengikuti

batas DAS sebagai batas wilayah, mengakibatkan wilayah KPHP Model Jeneberang sangat luas.

Berdasarkan batas administrasi, wilayah KPHP Model Jeneberang melintasi 7 kabupaten/kota

yaitu: Bantaeng, Bone, Bulukumba, Gowa, Jeneponto, Sinjai dan Takalar. Luasnya wilayah dan

pengelolaan lintas kabupaten ini dapat berpotensi menimbulkan ketidakefisienan dan

ketidakefektifan dalam pengelolaan hutan.Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model

kelembagaan pengelolaan KPHP Model Jeneberang.

Page 4: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah wilayah KPHP Model Jeneberang yang meliputi: Kota Makassar,

Kabupaten Bantaeng, Bone, Bulukumba, Gowa, Jeneponto, Sinjai dan Takalar.

Pengumpulan Data

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan stakeholder terkait dengan bantuan

kuesioner. Data primer meliputi persepsi dan harapan stakeholder terhadap KPHP Model

Jeneberang dan Permendagri Nomor 61 Tahun 2010. Data sekunder diperoleh melalui sumber

lain yang mendukung berupa laporan, peta, peraturan perundangan, dan hasil penelitian yang

telah dilakukan. Data sekunder meliputi: kondisi umum wilayah KPHP Model Jeneberang,

kondisi sosial ekonomi, dan peraturan pendukung KPHP Model Jeneberang. Stakeholder yang

menjadi responden antara lain: Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, Biro Organisasi

Provinsi Sulawesi Selatan Dinas Kehutanan Kabupaten (Bantaeng, Bone, Bulukumba, Gowa,

Jeneponto, Sinjai, dan Takalar), BPKH Wilayah VII Makassar, BPDAS Jeneberang-Walanae,

BP2HP Wilayah XV, Universitas dan LSM.

Analisis Data

Analisis Deskriptif

Analisis ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai kondisi dan

pandangan terhadap kelembagaan KPHP Model Jeneberang. Analisis ini juga digunakan untuk

memberikan gambaran mengenai kondisi biofisik dan sosial ekonomi KPHP Model Jeneberang.

Analisis Kesenjangan

Analisis ini digunakan untuk mengukur kesenjangan antara persepsi dan ekspektasi

stakeholder terhadap Permendagri 61 Tahun 2010 terhadap KPHP Model Jeneberang.

Analisis Kuadran

Analisis ini digunakan untuk menentukan indikator apa saja yang perlu mendapat

intervensi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran umum KPHP Model Jeneberang

Wilayah KPHP Model Jeneberang

Page 5: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

Secara geografis wilayah KPHP Model Jeneberang berbatasan dengan Kabupaten Wajo,

Maros dan Soppeng di sebelah utara, Teluk Bone di sebelah timur, Kota Makassar di sebelah

barat, dan laut Flores di sebelah selatan. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor

SK.88/Menhut-II/2011 KPHP Model Jeneberang ditetapkan seluas 160.584 Ha dan secara

administratif wilayah KPHP Model Jeneberang terletak pada tujuh kabupaten yaitu Kabupaten

Bone, Bulukumba, Bantaeng, Gowa, Jeneponto, Sinjai dan Takalar.Adapun pembagian wilayah

KPHP Model Jeneberang disajikan pada Tabel 1.

Dari penelitian diketahui bahwa Kabupaten Gowa mendominasi wilayah KPHP Model

Jeneberang dengan luas kawasan hutan 61.888,23 Ha (39%), diikuti Kabupaten Bone dengan

luas kawasan hutan 56.952,28 Ha (35%). Kabupaten Takalar dengan luas kawasan hutan seluas

3.644,66 Ha (2%) menjadi kabupaten dengan luas terkecil dibandingkan kabupaten-kabupaten

lainnya

Kondisi biofisik

Berdasarkan fungsinya, KPHP Model Jeneberang terdiri dari Hutan lindung seluas 60.451

Ha, hutan produksi terbatas seluas 54.932 Ha, dan hutan produksi seluas 45.471 Ha.

Meskipun sebagian besar kawasan hutan di wilayah KPHP Model Jeneberang merupakan

hutan dengan fungsi lindung, namun berdasarkan penutupan lahan tahun 2011 (hasil penafsiran

citra Landsat 7 ETM+ tahun 2010) didominasi oleh Pertanian Lahan Kering Campur (42%),

Semak (25%) dan hutan sekunder (20%).

Pada lahan yang berpenutupan pertanian lahan kering campur seluas 66.873,63 Ha terdiri

dari hutan produksi terbatas seluas 25.074 Ha, Hutan lindung seluas 22.701 Ha, dan hutan

produksi tetap seluas 19.097 Ha. Pada lahan berpenutupan Semak, terdiri dari hutan lindung

seluas 14.647 Ha, hutan produksi terbatas seluas 12.471 Ha, dan hutan produksi tetap seluas

12.786 Ha. Sedangkan pada lahan yang berpenutupan hutan sekunder terdiri dari hutan produksi

terbatas seluas 12.831 Ha, hutan lindung seluas 10.340 Ha, dan hutan produksi tetap seluas 8.587

Ha

Kondisi sosial ekonomi

Secara keseluruhan kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan kabupaten yang

sedang berkembang termasuk tujuh kabupaten yang berada di wilayah KPHP Model Jeneberang

sehingga menyebabkan peningkatan jumlah pemukim baru yang datang dari berbagai tempat ke

dalam wilayah ini baik secara terencana maupun tidak terencana.

Page 6: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

Berdasarkan data statistik tahun 2009-2010 wilayah KPHP Model Jeneberang secara rata-

rata memiliki tingkat kepadatan penduduk yang padat yaitu 266 jiwa/km2. Angka tersebut

merupakan tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi dari rata-rata kepadatan penduduk

provinsi Sulawesi Selatan sebesar 167,73 jiwa/km2. Hal ini mengindikasikan wilayah KPHP

Model Jeneberang sangat berpotensi terjadinya tekanan terhadap hutan. Kepadatan penduduk di

wilayah KPHP Model Jeneberang ditunjukkan dalamtabel 2.

Seperti sebagian besar penduduk di provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya, masyarakat

di wilayah KPHP Model Jeneberang menjadikan beras sebagai makanan pokok. Untuk

mendukung kebutuhannya tersebut, wilayah ini terdapat sawah penghasil beras seluas 21.762 Ha.

Selain beras, kebutuhan lain berupa aneka usaha tani dapat dijumpai pada pertanian lahan kering

seluas 402.703 Ha. Pertanian jenis ini menghasilkan berbagai pangan alternatif untuk tujuan

komersil maupun non komersil selain beras antara lain sayur-sayuran, jagung, ubi-ubian, kacang-

kacangan, kelapa, lada, vanili, kakao, kelapa sawit, cengkeh dan kopi (Dinas Kehutanan Provinsi

Sulawesi Selatan, 2009).

Kelembagaan KPH yang sudah ada

Balai wilayah Pengelolaan Hutan

Sebagai konsep awal pengelolaan hutan lingkup Sulawesi Selatan telah dibentuk Balai

Wilayah Pengelolaan Hutan pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan

Nomor 70 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)

Balai Wilayah Pengelolaan Hutan (BWPH) pada Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan

UPTD KPH pada Kabupaten Bone

Diantara ketujuh kabupaten yang menjadi wilayah KPHP Model Jeneberang, hanya

Kabupaten Bone yang telah membentuk lembaga KPH di wilayahnya. Berdasarkan Peraturan

Bupati Bone nomor 28 Tahun 2008 tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bone telah dibentuk tujuh unit KPH.

Kelembagaan KPHP Model Jeneberang berdasarkan persepsi dan harapan Stakeholder

Untuk mengetahui tingkat persepsi dan harapan stakeholder berkaitan dengan kelembagaan

KPHP Model Jeneberang, dilakukan pengukuran terhadap variabel yang berkaitan dengan

kelembagaan KPHP Model Jeneberang. Variabel-variabel tersebut selanjutnya dijabarkan atas

indikator-indikator. Adapun variabel yang diukur disajikan pada Tabel 3.

Analisis Kesenjangan

Page 7: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

Skoring dilakukan dengan menggunakan skala likert, dimana diberikan skor 3 untuk

jawaban setuju, skor 2 ragu-ragu dan, skor 1 untuk tidak setuju. Berdasarkan penghitungan

diketahui sebagaii berikut:

Negative Ranks atau selisih antara persepsi dan harapan terdapat 16 responden yang

bernilai negatif. Hal ini menunjukkan terdapat 16 responden memiliki harapan lebih tinggi

daripada persepsinya. Nilai rata-rata rangkingnya =11,84 dengan jumlah rangking negatif =

189,50.

Positive Ranksatau selisih antara persepsi dan harapan terdapat 14 responden yang bernilai

positif. Hal ini menunjukkan terdapat 14 responden yang memiliki harapan lebih kecil daripada

persepsinya. Nilai rata-rata rangkingnya = 19,68 dengan jumlah rangking positif = 275,50.

Ties atau tidak ada perbedaan antara persepsi dan harapan. Terdapat 2 data yang bernilai

ties.

Dari proses penghitungan diketahui zhitung = 0,374

Karena zhitung> ztabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima

Hal ini menunjukkan terdapat kesenjangan antara persepsi dan harapan

Analisis Kuadran

Untuk melakukan analisis kuadran dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Menghitung rata-rata persepsi dan harapan dari masing-masing responden

푥̅ =∑푥푖푛

푦 =∑푦푖푛

2) Menggambar diagram kartesius

Dalam diagram kartesius terdiri dari empat bagian yang dipisahkan oleh suatu garis tegak

lurus pada titik (푿,풀). Dari tabel 13 diketahui nilai 푋= 2,63, dan 푌= 2,54.

a) Melakukan plotting nilai rata-rata persepsi dan harapan ke dalam diagram kartesius

Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan pada Gambar 1.

Kuadran A merupakan kuadran prioritas utama.

Yang menempati kuadran ini adalah indikator-indikator dengan harapan lebih tinggi

daripada persepsi sehingga diperlukan perhatian yang lebih untuk mengakomodir harapan dari

para responden. Indikator yang berada pada kuadran ini adalah indikator nomor 2, 4, 5, 7, 8, 10,

Page 8: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

12, 13. Pada indikator-indikator tersebut responden mempunyai harapan lebih tinggi terhadap

Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 daripada persepsinya. Dengan kata lain indikator-indikator

tersebut belum memenuhi harapan stakeholder

Kuadran B merupakan kuadran untuk dipertahankan.

Yang menempati kuadran ini adalah indikator-indikator yang mempunyai kesesuiaian

antara persepsi dan harapan. Indikator yang menempati kuadran ini adalah indikator nomor 1, 3,

9, 20, 24, 26, 27, 28, 31. Pada indikator-indikator tersebut tingkat persepsi dan harapan

responden sama tinggi. Dengan kata lain harapan responden terhadap KPHP Model Jeneberang

dapat dipenuhi Permendagri nomor 61 Tahun 2010.

Kuadran C merupakan kuadran dengan prioritas rendah.

Kuadan ini ditempati oleh indikator yang mempunyai tingkat persepsi dan harapan yang

sama-sama rendah. Sehingga tidak begitu berpengaruh. Yang termasuk ke dalam kuadran ini

adalah indikator nomor 6, 11, 14, 19, 22, 25, 29, 30, 32. Pada indikator-indikator tersebut tingkat

persepsi dan harapan responden sama rendahnya. Dengan kata lain responden tidak begitu

mengharapkan Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 memenuhi indikator-indikator tersebut

Kuadran D merupakan kuadran dengan persepsi yang berlebihan.

Kuadran ini merupakan kuadran dengan tingkat persepsi lebih rendah daripada tingkat

harapan. Yang termasuk ke dalam kuadran ini adalah indikator nomor 15, 16, 17, 18. Tingkat

persepsi yang rendah ini menunjukkan bahwa responden tidak bersepakat dengan indikator-

indikator tersebut

Model kelembagaan KPHP Model Jeneberang

Model kelembagaan KPHP Model Jeneberang berbentuk UPTD Kabupaten

Model ini merupakan kelembagaan KPHP Model Jeneberang berdasarkan persepsi dan

harapan stakeholder. Bentuk ini dapat dikembangkan menjadi SKPD Kabupaten sehingga

amanat Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 dapat terpenuhi. Dengan demikian UPTD KPH

berada dibawah Kepala Dinas yang menangani kehutanan pada tiap-tiap daerah. KPH

menjalankan tugas mengelola hutan pada tingkat lapangan didukung oleh sumberdaya manusia

yang diangkat dan diberhentikan oleh Bupati.

Model kelembagaan KPHP Model Jeneberang berbentuk UPTD Provinsi

Model ini merupakan kelembagaan yang mungkin diterapkan pada KPHP Model

Jeneberang saat ini. Kelembagaan ini diawali dengan merubah nomenklatur Balai Wilayah

Page 9: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

Pengelolaan Hutan menjadi KPHP Model Jeneberang berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi

Selatan. Pada perkembangannya, kelembagaan ini dapat diupayakan menjadi SKPD provinsi

yang bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. dalam melaksanakan

peneglolaan hutan di tingkat lapangan, KPH didukung oleh sumberdaya manusia yang diangkat

dan diberhentikan oleh Gubernur.

Model Kelembagaan KPHP Model Jeneberang berbentuk SKPD Kabupaten dan UPTD

Provinsi

Model ini merupakan kelembagaan alternatif yang menjadi pemungkin terbentuknya

kelembagaan KPHP Model Jeneberang. Model ini menawarkan pembangian peran antara

pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi dalam pengelolaan hutan di tingkat lapangan.

Pada pengelolaan hutan tingkat lapangan dilakukan oleh SKPD kabupaten, namun tetap di

bawah pengurusan hutan provinsi. Hal ini didasari oleh luasnya kawasan KPHP Model

Jeneberang dan melintasi tujuh wilayah administratif kabupaten.

KESIMPULAN DAN SARAN

Walaupun secara umum Permendagri nomor 61 Tahun 2010 sudah memenuhi harapan,

namun masih terdapat beberapa indikator yang belum dapat memenuhi harapan stakeholder.

Indikator-indikator tersebut berkaitan dengan berkaitan dengan tugas dan fungsi, pembentukan

dan kedudukan KPHP Model Jeneberang. Berdasarkan penelitian diketahui terdapat kesenjangan

antara persepsi dan harapan stakeholder terhadap Permendagri nomor 61 Tahun 2010. Dimana

tingkat persepsi lebih tinggi dibandingkan tingkat harapannya. Kelembagaan KPHP Model

Jeneberang dapat dibentuk dalam beberapa model diantaranya dengan menyesuaikan dengan

Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 ataupun dengan memanfaatkan kelembagaan yang sudah

terbentuk saat ini dengan merubah nomenklatur dan struktur organisasinya. Bila menitikberatkan

pada persepsi dan harapan stakeholder, maka UPTD padakabupatenmerupakan model yang

tepat. Untuk dapat memenuhi amanat Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 maka bentuk

organisasi harus dirubah menjadi SKPD. Bilamengacu pada pewilayahan KPH di Sulawesi

Selatan, maka bentuk UPTD provinsi merupakan model paling tepat. Dalam perkembangannya

bentuk ini harus dirubah menjadi SKPD provinsi sehingga KPH dapat mandiri dan amanat

Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 dapat terpenuhi. Namun apabila menitikberatkan pada

koordinasi antara kabupaten dan provinsi, maka model gabungan antara SKPD kabupaten dan

Page 10: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

UPTD provinsi dapat dipilih.Keadaan wilayah KPHP Model Jeneberang yang melintasi tujuh

kabupaten telah menimbulkan berbagai persepsi yang berbeda. Segala kerumitan yang ada

hendaknya tidak dijadikan sebagai kendala dalam pembentukan kelembagaannya. Segala

permasalahan tersebut seyogyanya dibarengi dengan penentuan strategi sehingga kelembagaan

KPHP Model Jeneberang dapat terwujud.Meskipun tidak memenuhi kriteria kelembagaan KPH

sesuai amanah Permendagri Nomor 61 Tahun 2010, model dengan bentuk UPTD provinsi

merupakan alternatif yang lebih layak diterapkan pada KPHP Model Jeneberang saat ini. Apabila

KPHP Model Jeneberang telah mandiri, maka pewilayahan KPH dapat ditinjau kembali. Dengan

demikian kelembagaan ini dapat dijadikan acuan untuk membentuk kelembagaan KPHP Model

Jeneberang sesuai Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 di kemudian hari.

Page 11: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

DAFTAR PUSTAKA

Badan Planologi Kehutanan, (2008). Buku Pintar Bidang Planologi Kehutanan, Badan Planologi Kehutanan-Departemen Kehutanan

Badan Planologi Kehutanan, (2009). Statistik Planologi Kehutanan Tahun 2008. Direktorat Jenderal Planologi Departemen Kehutanan

Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, (2009). Rancang Bangun Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan di Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar. Tidak diterbitkan

Hariadi Kartodihardjo, Bramasto Nugroho, Haryanto R. Putro, (2011). Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Konsep, Peraturan Perundangan, dan Implementasi. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Jakarta

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja KPHL dan KPHP di Daerah

Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom

Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana

Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Peraturan Pemerintah No 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas PP No 6 tentang Tata Hutan

dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan Menteri Kehutanan No P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH Peraturan Menteri Kehutanan No P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan

Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPHP Peraturan Menteri Kehutanan No P.42/Menhut-II/2011 tentang Standar Kompetensi Bidang

Teknis Kehutanan Pada KPHL dan KPHP Peraturan Menteri Kehutanan No P.41/Menhut-II/2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana dan

Prasarana KPHL dan KPHL Model Peraturan Menteri Kehutanan No P.54/Menhut-II/2011 tentang Perubahan atas Permenhut No

41/menhut-II/2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana dan Prasarana KPHL dan KPHL Model

Undang-undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Page 12: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

LAMPIRAN Tabel 1. Wilayah KPHP Model Jeneberang berdasarkan fungsi hutan dan batas administrasi

Kabupaten

Luas (Ha) Hutan

Lindung Hutan

Produksi Terbatas

Hutan Produksi

Tetap Jumlah %

Bantaeng 2.787,52 1.098,93 2.547,83 6.434,28 4,00 Bone 16.455,82 27.501,04 12.995,18 56.952,04 35,41 Bulukumba 5.140,27 0 1.785,80 6.926,07 4,31 Gowa 19.691,96 18.345,43 23.850,84 61.888,23 38,47 Jeneponto 6.375,04 272,97 735,32 7.383,33 4,59 Sinjai 9.912,75 7.713,29 0 17.626,04 10,96 Takalar 87,69 0,92 3.556,05 3.644,66 2,27 Jumlah 60.451,05 54.932,58 45.471,02 160.854,65 100

Tabel 2. KPHP Model Jeneberang berdasarkan jumlah penduduk dan batas administrasi

No. Kabupaten Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas

(KM2) Kepadatan (Jiwa/km2) Laki-laki Perempuan Total

1. Bantaeng 84.143 89.164 173.307 395,83 438 2. Bone 331.059 368.415 699.474 4.559,00 153 3. Bulukumba 188.310 206.346 386.239 1.154,67 335 4. Gowa 305.202 312.115 617.317 1.883,33 328 5. Jeneponto 161.414 172.761 334.175 749,79 446 6. Sinjai 110.225 118.079 228.304 819,96 278 7. Takalar 123.944 134.030 257.974 566,51 455

Jumlah 1.304.297 1.400.910 2.696.790 10.129,09 266

Tabel 3. Variabel penelitian Variabel No Indikator

Tugas dan Fungsi

1. Terdukungnya inventarisasi hutan 2. Terbaginya unit pengelolaan ke dalam blok 3. Terbaginya unit pengelolaan ke dalam petak 4. Terselenggaranya tata batas 5. Terselenggaranya pemetaan 6. Terwujudnya rencana pengelolaan jangka panjang 7. Terwujudnya rencana pengelolaan jangka pendek 8. Terwujudnya pemanfaatan sesuai perundangan 9. Terwujudnya jasa lingkungan sesuai perundangan 10. Terwujudnya hasil hutan kayu/non kayu yang optimal 11. Terselenggaranya pungutan hasil hutan kayu/non kayu yang optimal 12 Terwujudnya penggunaan kawasan hutan sesuai perundangan

Page 13: KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c8a7f2ca5d50912639b9f35c8c8d11.pdf · Setelah dilakukanplotting, dihasilkan diagram kartesius disajikan

Variabel No Indikator 13. Terwujudnya rehabilitasi hutan dan reklamasi 14. Terselenggaranya perlindungan hutan

Pembentukan 15. Terwujudnya organisasi dalam sebuah SKPD

16. Penetapan KPH lintas kabupaten dalam satu provinsi ditetapkan oleh provinsi

17. Penetapan KPH kabupaten oleh perda kabupaten Kedudukan 18. Terwujudnya pertanggungjawaban kepada gubernur melalui sekda

19. Terwujudnya pertanggungjawaban kepada bupati melalui sekda Organisasi 20. Terwujudnya resort

21. Terwujudnya pertanggungjawaban resort kepada kepala KPH Kepegawaian dan Eselon

22. Tersedianya SDM yang berkompetensi 23. Adanya jabatan struktural eselon III.a dalam kepemimpinan KPH tipe A

24. Adanya jabatan struktural eselon IV.a dalam kepemimpinan KPH tipe B dan seksi KPH tipe A

25. Adanya jabatan struktural eselon IVb dalam subagian tata usaha KPH tipe B

Tata Kerja 26. Terselenggaranya fungsi koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi oleh kepala KPH

27. Terlaksananya sistem pengendalian internal oleh kepala KPH

28. Terlaksananya koordinasi antara atasan dan bawahan dalam pertanggungjawaban kepala KPH

29. Terlaksananya pembinaan dan pengawasan oleh kepala KPH Pembinaan 30. Terlaksananya pembinaan umum oleh Menteri Dalam negeri

31. Terlaksananya pembinaan teknis oleh Menteri Kehutanan Pembiayaan 32. Tersedianya anggaran melalui APBD dan sumberdana lain sesuai

perundangan

Gambar 1. Diagram Kartesius persepsi dan harapan