Kelarutan intrinsik obat

59
LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM FARMASI FISIK I KELARUTAN INTRINSIK OBAT DOSEN PENGAMPU : Dewi Ekowati, M.Si., Apt Kelompok : V.7.I Tanggal Praktikum : 23 November 2012 Nama : Khoiril Liana NIM : 18123657A LABORATORIUM FARMASI FISIK I FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI

Transcript of Kelarutan intrinsik obat

Page 1: Kelarutan intrinsik obat

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM FARMASI FISIK I

KELARUTAN INTRINSIK OBAT

DOSEN PENGAMPU :

Dewi Ekowati, M.Si., Apt

Kelompok : V.7.I

Tanggal Praktikum : 23 November 2012

Nama : Khoiril Liana

NIM : 18123657A

LABORATORIUM FARMASI FISIK I

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2012

Page 2: Kelarutan intrinsik obat

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM FARMASI FISIK I

“KELARUTAN INTRINSIK OBAT”

I. Judul

Kelarutan intrinsik obat

II. Tujuan

Memperkenalkan konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat dan

menentukan parameter kelarutan zat

III. Dasar Teori

Kelarutan adalah kadar jenis solute dalam sejumlah solven pada suhu tertentu

yang menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solute dengan solven telah

terjadi dan membentuk dispersi mokuler yang homogen. (Purba, 2007) Suatu larutan

dikatakan larutan jenuh apabila terjadi kesetimbangan antara fase solute dan fase solute

dalam larutan yang bersangkutan.

Suatu larutan yang disusun dari hannya dua zat dikenal sebagai larutan binair, di

mana zat yang satu yang dianggap terlarut, dinamakan solut dan kondisi zat lain yang

dianggap sebagai pelarut, dinamakan solven. Biasanya komponen yang besar jumlahnya

dinyatakan dengan solven sedang komponen yang sedikit jumlahnya dinamakan sebaga

solut. Tapi, bila mana zat padat merupakan salah satu dari komponen suatu larutan,

maka zat padat tersebut biasannya dianggap sebagai solut sedang komponen lainnya

(yang berupa zat cair) dianggap sebagai solven. Adanya solut dalam larutan mempunyai

efek – efek tertentu pada sifat – sifat zat, dimana solute terlarut didalamnya dan sering

kali efek – efek tersebut dapat memberikan informasi yang berguna bagi kita mengenai

bagaimana zat – zat berinteraksi satu sama lain. (Moechatar, 1989)

Kelarutan untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam

pengertian umum kadang – kadang perlu digunakan, tanpa mengindahkan perubahan

kimia yang mungkin terjadi pada pelarut tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam

bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20o dan kecuali dinyatakan lain

Page 3: Kelarutan intrinsik obat

menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam

volume tertentu pelarut. Pernyataan kelarutan yang tidak disertai angka adalah kelarutan

pada suhu kamar. Kecuali dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukkan

sedikit kotoran mekanik seperti bagian kertas saring, serat dan butiran debu.

Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa mg zat padat atau 1 ml zat cair

dalam sejumlah ml pelarut. Jika kelarutan sutu zat tidak diketahui dengan pasti,

kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah berikut :

Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut

Diperlukan untuk melarutkan

1 bagian zat.

Sangat mudah larut

Mudah larut

Larut

Agak sukar larut

Sukar larut

Sangat sukar larut

Praktis tidak larut

Kurang dari 1

1 sampai 10

10 sampai 30

30 sampai 100

100 sampai 1000

1000 sampai 10.000

Lebih dari 10.000

Kelarutan yang tertera pada kelarutan etanol merupakan syarat baku obat yang

bersangkutan.(FI, 1979)

Variabel – variabel yang dapat dipilih untuk penetapan kelarutan dirumuskan

oleh aturan fase Gibbs pada tahun 1876 oleh J. Willard Gibbs di dalam teori ini

mendapatkan hubungan antara :

- Jumlah derajat kebebasan

- Jumlah komponen

- Jumlah fase

Dalam suatu sistem, hubungan ini disebut hukum fase. Misalnya sistem tersusun

dari P fase dan C komponen.persoalannya ialah menentukan, beberapa jumlah variabel

agar sistem menjadi tertentu.

Sistem selalu tergantung dari variabel tekanan dan temperatur. Untuk

menentukan susunan tiap – tiap fase, perlu ditentukan konsentrasi (C - 1) konsentrasi,

konsentrasi konstituen sisa adalah perbedaannya.

Page 4: Kelarutan intrinsik obat

Dalam sistem ada P fase, jadi jumlah variabel konsentrasi aadalah P(C – 1),

variabel tekanan ada 1 dan variabel temperatur ada 1. Jadi jumlah variabel yang harus

ditentukan adalah :

P(C-1) +2

Bila jumlah variabel sama dengan jumlah persamaan, maka sistem tertentu.

Umumnya hal ini tidak demikian. Jumlah variabel melebihi persamaannya dan

selisihnya disebut derajat kebebasan F. yaitu

F =C – P + 2.

F = derajat kebebasan (variabel, misal : T, P, C).

C = jumlah komponen.

P = jumlah fase.

Disini dianggap, tiap komponen terdapat dalam tiap fase. Bila satu komponen

tidak ada dalam satu fase, maka C berkurang satu, demikian pula persamaannya, hingga

rumus tetap.

Menurut hukum fase, sistem dibagi berdasarkan jumlah komponen yang ada

seperti: sistem satu komponen, sistem dua komponen dan sebagainya. (Drs. Sukardjo,

1985).

Kelarutan dapat diungkapkan melalui banyak cara antara lain dengan

menyatakan jumlah pelarut (dalam ml) yang dibutuhkan untuk setiap gram solute,

dengan pendekatan yang berupa perbandingan, misal : 1 bagian solute dapat larut dalam

100 – 1000 bagian solven disebut sukar larut, fraksi mol dan molar.

Zat – zat dengan struktur kimia yang mirip, umumnya dapat saling bercampur

baik, sedang yang tidak biasanya sukar bercampur (“like dissolves like”). Air dan

alkohol bercampur sempurna (completey miscible), air dan eter bercampur sebagian

(patrially miscible). Sedang air dan minyak sama sekali tidak bercampur (complety

immiscible). (Drs. Sukardjo, 1985).

Kelarutan suatu zat (solute) dalam solven tertentu digambarkan sebagai like

disolves like (senyawa atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling melarutkan),

dengan tetapan dielektrikum atau momen dipol, ikatan hidrogen, ikatan van der waals

(london) atau ikatan elektrostatik yang lain.

Kelarutan gas dalam cairan dipengaruhi tekanan, suhu, salting out dan reaksi

kimia sedangkan perhitungan kelarutan dapat dilakukan menurut hukum Henry (tetapan

Page 5: Kelarutan intrinsik obat

α ) maupun koefisien absorpsi Bunsen (tetapan α ). Kelarutan cairan dapat digolongkan

menjadi dua atas dasar ada tidaknya penyimpangan terhadap hukum Raoult. Disebut

larutan ideal (larutan nyata = real solution) apabila tidak ada penyimpangan terhadap

hukum Raolt dan disebut larutan non ideal apabila ada penyimpangan. Dalam hal ini

perlu diperhatikan tentang sistemnya (tercampur sempurna / sebagian). Pengaruh zat

asing, komponen penyusun (binair/ternair), tetapan dielektrik, hubungan molekular, dan

luas permukaan molekular.

Kelarutan zat padat dalam cairan merupakan masalah yang lebih kompleks tetapi

lebih banyak dijumpai dalam kefarmasian. Asumsi dasar untuk kelarutan zat padat

dalam (sebagai) larutan ideal adalah tergantrung pada suhu percobaan (proses larut),

suhu (titik) lebur solute, dan beda entalpi peleburan molar (∆ H f) solute (yang dianggap

sama dengan panas pelarutan molar solute). Hubungan tersebut yang diturunkan dari

hukum – hukum termodinamika dirumuskan oleh Hildebrand dan Scott sebagai berikut:

−log X 2i=

∆ H f

2,303 R (T o−T

T . To)…………….(1)

X2i = kelarutan ideal zat dalam fraksi mol

∆ = beda entalpi peleburan

To = suhu lebur

T = suhu percobaan

R = tetapan gas

Tetapi tipe larutan ideal ini jarang sekali di jumpai dalam praktek. Untuk larutan

non - ideal harus diperhitungkan pula faktor – faktor aktivitas solute yang koefisiennya

sebanding dengan volume (molar) solute dan fraksi volume solven, parameter kelarutan

(δ) yang besarnya sama dengan harga akar tekanan dalam (Pi) solute interaksi antara

solven – solute. Dengan demikian persamaan yang paling sederhana untuk larutan non-

ideal, dinyatakan sebagai kelarutan reguler oleh Scatchard-Hilderbrand sebagai berikut :

−log X 2i=

∆ H f

2,303 R (T o−TT .To

) ,V 2 .Φ2

1

2,303R( δ1. δ 2) … ………….(2)

Page 6: Kelarutan intrinsik obat

Dimana =

V2= volume molar solute

δ 1 = parameter kelarutan solven

δ 2 = parameter kelarutan solut

Φ = fraksi volume solven

Keterbatasan persamaan ini ialah tidak cocok untuk proses – proses yang

didalamnya terjadi solvasi dan asiosiasi antara solute dengan solven, demikian pula

untuk larutan elektrolit. Persamaan (2) hannya berlaku apabila dalam larutan tidak

terdapat ikatan selain ikatan Van der Waals.

Akan tetapi, suatu penyelidikan sifat fisik dari molekul obat adalah merupakan

suatu syarat formulasi suatu produk dan seiring membuat kita terjadi lebih mengerti

akan suatu hubungan timbal balik antara struktur molekul dan kegiatan obat. Sifat –

safiat ini boleh dianggap sebagai salah satu sifat adiktif (diturunkan dari sifat atom

sendiri atau ggus fungsi di dalam molekul), atau sifat jonstitutif (bergantung pada

susunan struktural ataom di dalam molekul). Massa merupakan sifat adiktif, sedangkan

rotasi optik dianggap sebagai suatu sifat konstitutif.

Beberapa sifat fisik adalah konstitutif dan juga sudah diukur sifat adiktifnya.

Bias molar dari suatu senyawa, sebagai contoh, adalah panjumlahan dari bias atom dan

gugusnya yang menyusun senyawa tersebut. Tetapi susunan kerangka atom dalam

masing – masing gugus adalah berbeda, sehingga indeks bias dari dua molekul akan

berbeda yaitu masing – masing gugus di dalam dua molekul yang berbeda memberikan

harga yang berbeda terhadap indeks bias molekul – molekul secara keseluruhan.

Suatu perhitungan sampel akan menjelaskan prinsip dari sifat adiktif dan

konstitutif. Bias molar dari dua senyawa.

O

C2H5 - C – CH3 atau CH3 – CH = CH – CH2 – OH

Yang secara pasti mempunyai jumlah atom karbon, hidrogen, dan oksigen yang

sama, dihitung dengan menggunakan andil atom dan gugus terhadap bias molar.

Page 7: Kelarutan intrinsik obat

O

C2H5 – C – CH3

8 H 8 X 1,100 = 8,800

3C (tunggal) 3 X 2,418 = 7,254

1C (ganda) 1 X 1,733 = 1,733

1O (C=O) 1 X 2,211 = 2,211

19,998 = 20,0

CH3 – CH = CH – CH2 – OH

8H 8 X 1,100 = 8,800

2C (tunggal) 2 X 2,418 = 4,836

2C (ganda) 2 X 1,733 = 1,733

1O (OH) 1 X 1,525 = 1,525

18,627 = 18,7

Dengan demikian, walaupun kedua senyawa ini mempunyai jumlah atom yang

sama secara pasti, bias molarnya tidak sama. Bias molar dari atom adalah aditif, tetapi

atom karbon dan oksigen pembiasannya adalah konstitutif. Ikatan tunggal karbon sama

dengan ikatan rangkap karbon, dan karbonil oksigen (C=O) tidak sama dengan hidroksil

oksigen karena itu, kedua senyawa tersebut memperlihatkan sifat adiktif – konstitutif

dan mempunyai bias molar yang berbeda.

Andil atom dan gugus keseluruhan sifat fisik dari molekul merupakan suatu

dasar yang berguna karena kemungkinan seseorang untuk memperkierakan sesuatu sifat

fisik apabila sukar atau tidak mungkin untuk mendapatkan suatu pengukuran atau

eksperimen.

Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dan bentuk energi yang

telah ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar lainnya.

Page 8: Kelarutan intrinsik obat

Sebagai contoh, suatu pengertian dari berat menggunakan suatu gaya gravitasi sebagai

suatu ukuran luar untuk membandibngkan massa benda, sementara itu rotasi optik

menggunakan bidang cahaya yang dipolarisasikan untuk menentukan rotasi optik

molekul. Secara ideal, sifat fisik seharusnya secara mudah diukur atau dihitung, dan

harus dapat diulang.

Dengan menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari molekul –

molekul yang hubungannya sangat dekat, kesimpulan yang dapat diambil adalah (1)

menggambarkan susunan ruang dari molekul obat, (2) memberikan keterangan untuk

sifat kimia atau sifat fisik relatif dari sebuah molekul, dan (3) memberikan metode

untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat farmasi tertentu. Hubungan yang

pertama dan kedua sering menunjukkan pengertian tentang sifat kimia dan aksi

potensial yang diperlukan untuk penciptaan molekul baru dengan aktifitas farmakologi

yang selektif. Yang ketiga memberikan kepada peneliti alat untuk mendesain obat dan

buatannya, sedang kepada analisis adalah metode untuk menilai kualitas obat secara

luas. (Alferd Martin,2009)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:

1. pH

2. Temperatur

3. Jenis pelarut

4. Bentuk dan ukuran partikel

5. Konstanta dielektrik pelarut

6. Adanya zat - zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis dll.

Disolusi didefinisikan sebagai suatu proses melarutnya zat kimia atau senyawa

obat dari sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu. Laju disolusi suatu obat adalah

kecepatan perubahan dari bentuk padat menjadi terlarut dalam medianya setiap waktu

tertentu. Jadi disolusi menggambarkan kecepatan obat larut dalam media disolusi

Disolusi dapat diartikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut

menghasilkan suatu larutan. Secara prinsip, disolusi dikendalikan oleh afinitas antara zat

Page 9: Kelarutan intrinsik obat

padat dengan dengan pelarut. Dalam penentuan kecepatan disolusi dari berbagai bentuk

sediaan padat, terlibat berbagai proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik

fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke

dalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi, dan degradasi sediaan,

merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari

sediaan.

Waktu yang diperlukan obat untuk larut dalam cairan tempat absorpsi dikenal

dengan laju disolusi. Laju disolusi merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses

absorpsi. Hal tersebut berlaku untuk sediaan obat-obat yang diberikan per oral, seperti

kapsul,tablet, suspensi, serta obat-obat yang diberikan secara intramuskular dalam

bentuk pellet atau suspensi. Bila laju disolusi merupakan tahap yang menentukan laju,

apa pun yang mempengaruhinya akan mempengaruhi absorpsi. Akibatnya laju disolusi

dapat mempengaruhi onset, intensitas dan lama respon, serta kontrol bioavailabilitas

obat tersebut secara keseluruhan dari bentuk Oleh karena itu laju disolusi sebagai salah

satu bagian fase biofarmasetik sangat penting untuk diketahui, karena akan sangat

mempengaruhi bioavailabilitas obat dalam tubuh,sediaannya. apalagi untuk bahan-

bahan yang sangat sukar larut (misalnya griseovulvin), maka disolusi merupakan rate

limiting step.

Profil disolusi suatu senyawa, akan mempengaruhi formulasinya. Misalnya obat

dengan profil disolusi yang tidak bagus disolusinya dapat ditingkatkan dengan

dimanipulasi sifat fisika kimianya. Salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu

meningkatkan luas permukaan melalui mikronisasi secara grinding atau milling. Untuk

bahan-bahan yang bersifat lipofil, solusinya yaitu dengan peningkatan luas kontak

antara bahan obat dengan cairan, yaitu dengan penambahan surfaktan. Cara lain adalah

dengan meningkatkan kelarutan dalam lapisan difusi. Cara yang paling efektif dalam

memperoleh laju disolusi yang lebih tinggi adalah menggunakan suatu garam yang larut

dalam air dari fase induknya.

Page 10: Kelarutan intrinsik obat

Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

1. Sifat fisika kimia obat

Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas

permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju disolusi

akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut. Kelarutan obat dalam air

juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah

larut dari pada obat berbentuk asam maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu

polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika pelarutan yang berbeda meskipun

memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk kristal secara umum lebih keras,

kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini

menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk kristal

(Shargel dan Yu, 1999).

2. Faktor formulasi

Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat

mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara

medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung

dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti

magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium

disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan bahan obat,

misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak larut

dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih sedikit

dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi (Shargel dan Yu, 1999).

3. Faktor alat dan kondisi lingkungan

Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan

perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi

kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan

semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan. Selain itu temperatur,

viskositas dan komposisi dari medium, serta pengambilan sampel juga dapat

mempengaruhi kecepatan pelarutan obat (Swarbrick dan Boyland, 1994b; Parrott,

1971).

Page 11: Kelarutan intrinsik obat

Supaya partikel padat terdisolusi maka molekul solut pertama-tama harus

memisahkan diri dari permukaan padat, kemudian bergerak menjauhi permukaan

memasuki pelarut. Tergantung pada kedua proses ini dan bagaimana cara proses

transpor berlangsung maka perilaku disolusi dapat digambarkan secara fisika. Dari segi

kecepatan disolusi yang terlibat dalam zat murni, ada tiga dasar model fisika yang

umum.

A. Hukum Fase

1. Hukum Fase Gibbs

Variabel – variabel yang dapat dipilih untuk penetapan kelarutan dirumuskan

oleh aturan fase Gibbs pada tahun 1876 oleh J. Willard Gibbs di dalam teori ini

mendapatkan hubungan antara :

- Jumlah derajat kebebasan

- Jumlah komponen

- Jumlah fase

Dalam suatu sistem, hubungan ini disebut hukum fase. Misalnya sistem tersusun

dari P fase dan C komponen.persoalannya ialah menentukan, beberapa jumlah variabel

agar sistem menjadi tertentu.

Sistem selalu tergantung dari variabel tekanan dan temperatur. Untuk

menentukan susunan tiap – tiap fase, perlu ditentukan konsentrasi (C - 1) konsentrasi,

konsentrasi konstituen sisa adalah perbedaannya.

Dalam sistem ada P fase, jadi jumlah variabel konsentrasi aadalah P(C – 1),

variabel tekanan ada 1 dan variabel temperatur ada 1. Jadi jumlah variabel yang harus

ditentukan adalah :

P(C-1) +2

Bila jumlah variabel sama dengan jumlah persamaan, maka sistem tertentu.

Umumnya hal ini tidak demikian. Jumlah variabel melebihi persamaannya dan

selisihnya disebut derajat kebebasan F yaitu :

F =C – P + 2.

F = derajat kebebasan (variabel, misal : T, P, C).

C = jumlah komponen.

P = jumlah fase.

Page 12: Kelarutan intrinsik obat

Disini dianggap, tiap komponen terdapat dalam tiap fase. Bila satu komponen

tidak ada dalam satu fase, maka C berkurang satu, demikian pula persamaannya, hingga

rumus tetap.

Menurut hukum fase, sistem dibagi berdasarkan jumlah komponen yang ada

seperti : sistem satu komponen, sistem dua komponen dan sebagainya.(Drs. Sukardjo,

1985).

Ada beberapa istilah yang perlu diketahui sebelum dibicarakan apa isi dari

hukum fase, yaitu: sistem, fase, kesetimbangan sejati, menstabil dan stabil, jumlah

komponen, derajat kebebasan.

1. Sistem

Sistem adalah suatu zat atau campuran, yang diisolasikan dari zat – zat lain

dalam suatu bejana inert, untuk diselidiki pengaruh perubahan temperatur, tekanan dan

konsentrasi terhadap zat tersebut, misalnya : sistem air, air dan garam, gas dan

sebagainya.

2. Fase

Fase ialah bagian dari sistem, yang fisis berbeda dan dapat dipisahkan secara

mekanis. Dapat dipisahkan secara mekanis berarti fase tersebut dapat dipisahkan dengan

cara – cara : filtrasi, sedimentasi, dekantasi dan sebagainya.

Dalam hal ini tidak termasuk pemisahan dengan cara penguapan, destilasi,

adsorbsi, atau ekstraksi. Contoh : dalam sistem air terdapat fase padat (es) fase cair (air)

dan fase gas (uap air).

Jumlah fase padat banyak sekali, jumlah fase cair yang terdapat dalam satu

sitem, ternyata maksimum hannya delapan, gas selalu tercampur sempurna, hingga

hanya ada 1 fase gas.

a. Kesetimbangan sejati

Sistem dalam kesetimbangan sejati, bila keadaan yang sama dapat didekati dari

kedua arah. Air pada 0oC kesetimbangan dengan es pada tekanan 1 atm, terdapat dalam

kesetimbangan sejati.

Kesetimbangan ini dapat diperoleh dari peleburan es atau pembekuan air.

Kesetimbangan tidak stabil terdapat dalam suatu sistem, bila pendekatan ke keadaan

setimbang dalam sistem dicapai sangat lambat. Pelarutan NaCl dalam larutan yang

hampir jenuh, berada dalam kesetimbangan tidak stabil.

Page 13: Kelarutan intrinsik obat

b. Jumlah komponen

Jumlah komponen ialah jumlah terkecil dari variabel bebas konstituen dalam

sistem, yang dapat dipakai untuk menyatakan susunan fase – fase yang ada.

c. Derajat kebebasan

Derajat kebebasan adalah variance dari sistem ialah jumlah terkecil variabel

bebas ( temperatur, tekanan atau konsentrasi) yang harus ditentukan, agar supaya

variabel yang sisa dalam sistem tertentu.

B. Larutan Dapar

Dapar adalah senyawa – senyawa atau campuran senyawa yang dapat

meniadakan perubahan pH tehadap penambahan sedikit asam atau basa. Peniadaan

perubahan pH tersebut dikenal sebagai aksi dapar.

Bila ke dalam air atau larutan natrium klorida ditambahkan sedikit asam atau

basa kuat, pH larutan akan berubah. Sistem semacam ini dikatakan tidak beraksi dapar.

Kombinasi asam lemah dengan basa konjugasinnya yaitu garamnya, atau basa

lemah dengan basa konjugasinya bertindak sebagai dapar. Jika 1 mol 0,1 N larutan HCL

ditambahkan kedalam 100 ml air murni, pH air akan turun dari 7 menjadi 3. Jika asam

kuat ditambahkan ke 0,01 M larutan yang mengandung asam asetat dan natrium asetat

dalam jumlah yang sama, pH larutan itu hannya berubah sebesar 0,09 satuan pH, karena

basa Ac- mengikat ion hidrogen sebagai berikut :

Ac- + H3O+ HAC + H2O

Jika suatu basa kuat, NaOH misalnya, ditambahkan ke dalam campuran dapar

itu, asam asetat akan menetralisir ion hidroksilnya sebagai berikut :

HAC + OH- H2O + AC-

Efek sifat fisika molekul obat dan juga reaksi ion yang sejenis dan persamaan

dapar untuk Asam Lemah dan Garamnya. pH dari suatu larutan dapar dan perubahan pH

dari suatu larutan Dapar dan perubahan pH larutan akibat penambahan asam atau basa

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dapar. Pernyataan ini berkembang

Page 14: Kelarutan intrinsik obat

dengan menganggap adanya pengaruh garam pada ionisasi asam lemah apabila asam

memiliki ion sejenis.

C. Pengaruh Konsentrasi Larutan Jenuh

1. Sifat solvent

Kelarutan suatu zat (solute) dalam solven tertentu digambarkan sebagai like

disolves like (senyawa atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling melarutkan),

dengan tetapan dielektrikum atau momen dipol, ikatan hidrogen, ikatan van der waals

(london) atau ikatan elektrostatik yang lain.

Kelarutan gas dalam cairan dipengaruhi tekanan, suhu, salting out dan reaksi

kimia sedangkan perhitungan kelarutan dapat dilakukan menurut hukum Henry (tetapan

α ) maupun koefisien absorpsi Bunsen (tetapan α ). Kelarutan cairan dapat digolongkan

menjadi dua atas dasar ada tidaknya penyimpangan terhadap hukum Raoult. Disebut

larutan ideal (larutan nyata = real solution) apabila tidak ada penyimpangan terhadap

hukum Raolt dan disebut larutan non ideal apabila ada penyimpangan. Dalam hal ini

perlu diperhatikan tentang sistemnya (tercampur sempurna / sebagian). Pengaruh zat

asing, komponen penyusun (binair/ternair), tetapan dielektrik, hubungan molekular, dan

luas permukaan molekular.

2. Sifat solute

Penggantian solute berarti pengubahan interaksi solute – solute dan solven -

solven.

3. Suhu

Kelarutan gas dalam air biasannya menurun jika suhu larutan dinaikkan.

Gelembung – gelembung kecil yang dibentuk bila air dipanaskan adalah kenyataan

bahwa udara yang terlarut menjadi kurang larut pada suhu – suhu yang lebih kecil.

4. Tekanan

Kelarutan dari semua gas naik jika tekanan saham dari gas yang terletak di atas

larutan dinaikkan. Secara kuantitatif, hal ini dinyatakan dalam Hukum Henry, yang

menyatakan bahwa pada suhu tetap perbandingan dari tekanan saham dari solute gas

dibagi dengan mol – fraksi dari gas dalam larutan adalah tetap.

Page 15: Kelarutan intrinsik obat

D. Sifat Fisik – Kimia Molekul Obat

Sifat fisika molekul organik seperti pKa dan koefisien partisi berhubungan erat

dengan bidang farmasi, meskipun dengan sifat – sifat fisika ini kurang begitu

diperhatikan oleh bidang kimia analisis.sangat mengherankan jika seoang ahli kimia

analisis tidak bisa membedaan antara asam, basa, asam lemah, dan basa lemah. sifat

fisika molekul obat dan juga reaksi – reaksi degradasi suatu obat memegang peranan

yang penting dalam mendesain metode analisis. Bentuk molekul obat ada yang

sederhana dan ada yang sangat kompleks yang mengandung beberapa gugus fungsional.

Gabungan beberapa gugus fungsional dalam satu molekul obat akan menentukan

keseluruhan sifat - sifat molekul obat tersebut. Mengenai sifat fisika, kimia, molekul

obat yang akan berpengaruh pada perkembangan metode analisisnya.

Beberapa jenis obat yang mewakili kelompok suatu molekul obat dan juga daftar

sifat fisika dan kimia gugus fungsionalnya. Perhitungan pH untuk asam dan basa dalam

larutan air.

A. asam dan basa

Ada 3 pengertian mengenai apa yang disebut dengan asam dan apa yang disebut

dengan basa.

1. Menurut arrhenius, asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air

akan terurai menjadi ion Hidrogen (H+) dan anion, sedangkan basa adalah senyawa yang

jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion hidroksida (OH-) dan kation. Teori

Arrhenius hanya berlaku untuk senyawa organik dalam pelarut air.

2. Untuk dapat berlaku dalam segala pelarut, maka Bronsted pada tahun

1923 memberikan batasan yaitu : asam adalah senyawa yang cenderung melepaskan

proton, sedangkan basa adalah senyawa yang cenderung menangkap proton.

A H+ + B

Asam proton + basa konjugasinya

Dengan demikian maka asam dapat berada dalm bentuk – bentuk :

Molekul Netral seperti :

Page 16: Kelarutan intrinsik obat

CH3COOH H+ + CH3COO-

HCl H+ + Cl-

Ion yang positif seperti :

NH4 H+ + NH3

Ion yang negatif seperti :

H2PO4- H+ + HPO2-

4

3. Batasan lain diberikan oleh Lewis pada tahun 1938 yang menyatakan bahwa

asam adalah aksektor atau penerima pasangan elektron,sedangkan basa adalah donor

atau pemberi pasangan elektron.dengan batasan ini maka konsentrasi mengenai asam

basa berubah sama sekali yaitu : senyawa asam itu tidak harus mengandung

hidrogen.menurut lewis raksi berikut adalah reaksi asam basa:

NH3 + BF3 H3NBF3

basa asam

Secara skematis ketiga teori diatas dapat digmbarkan dalam skema sebagai

berikut :

Teori Asam Basa

Arrhenius

Bronsted

Lewis

Donor proton (H+)

Donor proton

Akseptor pasangan

elektron

Donor hidroksida (OH-)

Akseptor proton

Donor pasangan elektron

Ph suatu larutan didefinisikan sebagai logaritma dari kebalikan H+ merupakan

konsentrasi ion hidrogen dalam larutan.

pH = log 1¿¿ (4 – 1)

pH = log 1 – log [H+]

pH = 0 – log [H+]

Page 17: Kelarutan intrinsik obat

pH = - log [H+] ................................................................(4 – 2)

dengan demikian harga pH dapat dihitung dari konsentrasi ion hidrogen diatur

oleh persamaan berikut :

Ka

H2O H+ +OH-

Ka merupakan tetapan disosiasi pada saat kesetimbangan, khusus untuk air

dikenal dengan Kw. Besarnya Kw ditentukan dengan persaamaan berikut :

Kw = ¿¿ = [H+][OH-] = 10-14 (4 – 3)

Didalam air yang murni serta pada suhu kamar, konsentrasi ion H- sama dengan

konsentrasi ion OH-, dan karena Kw = 10-4 maka [H+] = [OH-] = √ Kw = √10−14 = 10-7,

karenanya pH air = - log [H-] = -log 10-7 = 7.

B. Asam Kuat

Jika suatu asam dimasukkan ke dalam larutan air, maka konsentrasi H+ akan

meningkat. Jika suatu pH larutan diketahui maka konsentrasi H+ dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut :

[H+] = 10ph ..................................................................(4-4)

C. Asam Lemah dan Basa Lemah

Asam lemah dalam larutan air tidak terionisasi secara sempurna dan berada

dalam kesetimbangan dengan asam yang teridisosiasi asam (Ka) diberikan oleh

persamaan berikut ini.

Ka

HA H+ + A-

Ka = ¿¿¿ .....................................................................(4-5)

E. pKa dan Kekuatan Asam – Basa

Page 18: Kelarutan intrinsik obat

Reaksi suatu larutan tergantung pada tetapan disosiasi asan (Ka) dan tetapan

disosiasi basa (Kb). Suatu larutan bereaksi netral jika Ka = Kb, dan bereaksi asam Ka >

Kb, dan bereaksi basa jika Ka >Ka.

Nilai pKa suatu senyawa didefinisikan sebagai :

pKa = - log Ka = log 1

Ka. Nilai ini dapat digunakan baik oleh asam atau basa.

Jika nilai ini dapat digunakan sebagai ukuran kekuatan asam atau basa, maka :

Untuk asam, semakin kecil nilai pKa maka asam tersebut semakin kuat

begitu juga sebaliknya.

Untuk basa, semakin besar nilai pKa maka basa tersebut semakin kuat

begitu juga sebaliknya.

F. Ionisasi molekul Obat

Ionisasi molekul obat merupakan hal yangpenting karena terkait dengan absorbsi

obat dan distribusinya dalaam jaringan – jaringan tubuh. Nilai pKa suatu molekul yang

terkait dengan formulasi sediaan obat dan juga dalam desain mode analisi untuk

keperluan penentuan kadarnya.

Cara yang digunakan untuk menghitung prosentase ionisasi asam dan basa pKa

dan pH tertentu antara lain sebagai berikut :

Untuk Asam ,

Persen (%) ionisasi = 10pH−pKa

1+10pH−pKa X 100%

Untuk Basa,

Persen (%) ionisasi = 10pKa−pH

1+10pKa−pH X 100%

Catatan :

Gunakan kedua rumus ini untuk menghitung dan membuktikan banyaknya

persentase ionisasi asam asetat pada pH 4,76 yang memberikan hasil 50%. Nilai pKa

asam asetat sebesar 4,76.

Page 19: Kelarutan intrinsik obat

IV. Alat

1. Tabung uji kelarutan

2. Shaking thermostaic waterbath

3. Spektofotometer UV – Vis

4. Alat – alat gelas

5. Labu erlenmeyer 100 ml

6. Pipet ukur

7. Pipet volume

8. Labu erlenmeyer 25 ml

9. Siring

10. Puvet

11. Spektofotometer

12. Disolasi tester

13. Tissue

14. Batang pengaduk

15. Beker glass

16. Kertas saring

17. Corong glass

V. Bahan

1. Asam asetat glisial

2. alkohol

3. Asetosal

4. Aquadest

5. Natrium asetat

VI. Cara Kerja

1. Membuat larutan Dapar

Timbang Natrium Asetosal sebanyak 5,85 gram

Tambahkan 3,32 ml Asam Asetat Glasial dalam labu ukur 2 L

Kemudian tambahkan aquadest hingga volumenya menjadi 2 L

Page 20: Kelarutan intrinsik obat

Aduk atau gojog larutan hingga tercampur

2. Menentukan kadar kurva baku

Masukkan 140 mg Asetosal kedalam labu ukur 100 ml

Tambahkan alkohol 95 % secukupnya hingga asetosal terlarut (± 1-2ml)

Aduk atau gojog hingga larutan tercampur merata

Ambil 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml dari larutan tersebut

Timbang 25 mg asetosal dan tambahkan larutan dapar 250 ml.

Kemudian masukkan larutan tersebut ke dalam disolusi tester.

Masukkan larutan tersebut dalam disolusi tester dengan suhu yang

kostan tetapi dengan kecepatan 50 rpm, 75 rpm , dan 100 rpm selama

20 menit.

Kemudian saring dengan kertas saring dalam glas beker dan setelah itu

masukkan dalam pufet dengan pipet tetes setelah itu masukkan kedalam

spektrofotometer dengan panjang gelombang 265 nm .

Mengamati dan mencatat berapa absorbansinya.

4. Hitung dan tentukan absorbansi kelarutan asetosal.

VII. Hasil Praktikum

Data dan Perhitungan

λ = 265 nm

Kurva baku (X)

Y = a + bx

No. Kurva baku mg ( %) Absorbansi

1 11,2 mg % 0,123

2 22,4 mg% 0,297

3 33,6 mg % 0,459

4 44,8 mg % 0,614

5 56 mg % 0,774

Kurva baku, ambil 280 mg Asetosal, alkohol 95 %, Aquadest 25 ml

Page 21: Kelarutan intrinsik obat

1 ml = V1.N1 = V2.N2

Asam asetat 1 ml. 280 mg = 25 ml. N2

N2 = 28025

= 11,2 mg %

2ml = V1.N1 = V2.N2

Asam asetat = 2 ml. 280 mg = 25 ml. N2

N2 = 56025

N2 = 33,6 mg%

3 ml = V1.N1 = V2.N2

Asam asetat = 3 ml . 280 mg = 25 ml . N2

N2 = 84025

N2 = 33,6 mg %

4 ml = V1. N1 = V2. N2

Asam asetat = 4 ml . 280 mg = 25 ml . N2

N2 = 112025

N2 = 44,8 mg%

5 ml = V1. N1 = V2. N2

Asam asetat = 5 ml . 280 mg = 25 ml. N2

N2 = 1400

25

Page 22: Kelarutan intrinsik obat

N2 = 56

mg%

No. Kecepatan

pengadukan (rpm)

Absorbansi Kadar (mg %)

1. 50 rpm 0,36 27,0695

2. 75 rpm 1,33 94,6

3. 100 rpm 1,31 93,22

a = - 0,0323

b = 0,0144

r = 0,9997

konsentrasi yang terlarut pada kecepatan pengadukan 50 rpm

Y = a + bx

0,359 = - 0,0323 + 0,0144 x

0,359 + 0,0323 = 0,0144 x

x = 0,359+0,0323

0,0144

x = 27,0695

konsentrasi yang terlarut pada kecepatan pengaduk 75 rpm

Y = a + bx

1,330 = - 0,0323 + 0,0144 x

1,330 + 0,0323 = 0,0144 x

x = 1,330+0,0323

0,0144

Page 23: Kelarutan intrinsik obat

x = 94,604

konsentrasi zat terlarut pada kecepatan pengaduk 100 rpm

Y = a + bx

1,310 = - 0,0323 + 0,0144 x

1,310 + 0,0323 = 0,0144 x

x = 1,310+0,0323

0,0144

x = 93,2153

Grafik

1. Grafik kurva baku

0 10 20 30 40 50 600

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

11,2 mg % = 0,123

22,4 mg %=0,297

33,6 mg %=0,459

44,8 mg %=0,614

56 mg %=0,774

Abso

rban

si

Page 24: Kelarutan intrinsik obat

2. Grafik absorbansi asetosal

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

0,36 rpm

1,33 rpm 1,31 rpm

Absorbansi Asetosal

VIII. Pembahasan

Suatu larutan adalah disperse yang serba sama (homogen) dari suatu zat

terlarut (solute) didalam pelarutnya (solven),untuk disperse tersebut diperlukan

informasi tentang kelarutan (solute) didalam pelarutnya.Kelarutan dapat diartikan

sebagai jumlah (bagian) terbesar dari suatu komponen (solute) yang dapat

didistribusikan kepada komponen lainnya (solvent), pada satu suhu dan tekanan

Kurva Baku

Kecepatan pengadukan (rpm)

Abso

rban

si

Page 25: Kelarutan intrinsik obat

tertentu seingga menghasilkan suatu disperse molekuler homogeny yang terdiri dari

suatu fase tunggal (larutan).Laju tercapainya kelarutan maksimum (jenuh) disebut

laju disolusi.

Larutan juga dikatakan sebagai sistem disperse molekular. Jadi suatu zat dapat

dikatakan melarut jika dia terlepas dari padatannya dan terdispersi dalam

cairan.Bentuk kelarutan yang paling sering digunakan adalah sangat larut, larut

bebas, larut, larut sedikit, sukar larut, sangat sukar larut, dan tidak larut.

Kelarutan senyawa bergantung pada sifat fisika dan sifat kimia zat terlarut

dan pelarut, juga bergantung pada temperature,tekanan, pH larutan dan untuk

jumlah yang kecil bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Dikatakan sebagai

pelarut ketika kondisi fisiknya (padat/cair/gas) sama dengan hasil larutannya itu.

Dengan menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari molekul –

molekul yang hubungannya sangat dekat, kesimpulan yang dapat diambil adalah (1)

menggambarkan susunan ruang dari molekul obat, (2) memberikan keterangan

untuk sifat kimia atau sifat fisik relatif dari sebuah molekul, dan (3) memberikan

metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat farmasi tertentu.

Hubungan yang pertama dan kedua sering menunjukkan pengertian tentang sifat

kimia dan aksi potensial yang diperlukan untuk penciptaan molekul baru dengan

aktifitas farmakologiyang selektif. Yang ketiga memberikan kepada peneliti alat

untuk mendesain obat dan buatannya, sedang kepada analisis adalah metode untuk

menilai kualitas obat secara luas.

Adapun cara dalam percobaan yang di lakukan adalah antara lain adalah

membuat larutan Dapar. Cara pertama untuk membuat larutan dapar adalah dengan

timbang Natrium Asetosal sebanyak 5,85 gram, kemudian tambahkan 3,32 ml

Asam Asetat Glasial dalam labu ukur 2 L, kemudian tambahkan aquadest hingga

volumenya menjadi 2 L, setelah itu aduk atau gojog larutan hingga tercampur.

Setelah itu dilakukan, menentukan kadar kurva baku masukkan 140 mg

Asetosal kedalam labu ukur 100 ml, Tambahkan alkohol 95 % secukupnya hingga

asetosal terlarut (± 1-2 ml), Aduk atau gojog hingga larutan tercampur, Ambil 1 ml,

2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml dari larutan tersebut. Timbang 25 mg asetosal dan

Page 26: Kelarutan intrinsik obat

tambahkan larutan dapar 250 ml. Kemudian masukkan larutan tersebut ke dalam

disolusi tester. Masukkan larutan tersebut dalam disolusi tester dengan suhu yang

kostan tetapi dengan kecepatan 50 rpm, 75 rpm , dan 100 rpm selama 20 menit.

Kemudian saring dengan kertas saring dalam glas beker dan setelah itu masukkan

dalam pufet dengan pipet tetes setelah itu masukkan kedalam spektrofotometer

dengan panjang gelombang  λ  265 nm . Mengamati dan mencatat berapa

absorbansinya. Hitung dan tentukan absorbansi kelarutan asetosal.

Setelah itu menentukan perhitungan dalam kurva baku dengan hasil yang

telah diperoleh dari data tersebut, perhitungan itu antara lain sebagai berikut :

Dalam percobaan yang telah dilakukan mengenai kelarutan intrinsik obat kali

ini memperoleh hasil dalam kurva baku antara lain sebagai berikut antara lain :

No. Kurva baku mg ( %) Absorbansi

1 11,2 mg % 0,123

2 22,4 mg% 0,297

3 33,6 mg % 0,459

4 44,8 mg % 0,614

5 56 mg % 0,774

Absorbansi pada tabel di atas diperoleh dengan menggunakan

spektrofotometer dan dengan λ 265 mm. Kurva baku, di peroleh dengan mengambil 280

mg Asetosal, alkohol 95 %, Aquadest 25 ml diperoleh hasil sebagai berikut jika 1 ml

Asam asetat di hitung dengan rumus V1.N1 = V2.N2 maka akan di peroleh hasil

perhitungan antara lain 1 ml. 280 mg = 25 ml. N2 . Diperoleh 1 ml adalah dari asam

asetat, 280 mg diperoleh dari asetosal, setrta 25 ml didapatkan dari aquadest. Jadi N2

dalam kadar 1 ml Asam asetat adalah 11,2 mg %, 2ml Asam asetat = 33,6 mg%, 3 ml

Asam asetat = 33,6 mg %, 4 ml Asam asetat = 44,8 mg%, 5 ml Asam asetat = 56 mg%.

No. Kecepatan

pengadukan (rpm)

Absorbansi Kadar (mg %)

1. 50 rpm 0,36 27,0695

2. 75 rpm 1,33 94,6

Page 27: Kelarutan intrinsik obat

3. 100 rpm 1,31 93,22

Memperoleh hasil data hasil absorbansi dengan perhitungan kalkulator antara

lain sebagai berikut:

a = -0,0323

b = 0,01444

r = 0,9997

Dengan rumus Y = a + bx memperoleh data kadar mg% dapat diperoleh, dalam

suhu 50 rpm, dengan absorbansi 0,36 memperoleh mg% sejumlah 27,0695 mg

%, jika suhu nya 75 rpm, dengan absorbansi 1,33 dapat memperoleh hasil mg%

sejumlah 94,6 mg%, dan jika suhunya 100 rpm, dan jika terdapat absorbansi

1,31 maka akan didapatkan mg% sejumlah 93,22 mg%.

IX. Kesimpulan

Dalam percobaan yang telah dilakukan mengenai kelarutan intrinsik obat kali

ini adalah menggunakan disolusi terster selama 20 menit dengan kecepatan

pengadukan 100 rpm dan menggunakan spektro λ = 265 nm serta memperoleh hasil

dalam kurva baku antara lain sebagai berikut antara lain :

No. Kurva baku mg ( %) Absorbansi

1 11,2 mg % 0,123

2 22,4 mg% 0,297

3 33,6 mg % 0,459

4 44,8 mg % 0,614

5 56 mg % 0,774

Kurva baku, ambil 280 mg Asetosal, alkohol 95 %, Aquadest 25 ml

diperoleh hasil sebagai berikut :

1 ml Asam asetat = 11,2 mg %

Page 28: Kelarutan intrinsik obat

2ml Asam asetat = 33,6 mg%

3 ml Asam asetat = 33,6 mg %

4 ml Asam asetat = 44,8 mg%

5 ml Asam asetat = 56 mg%

No. Kecepatan

pengadukan (rpm)

Absorbansi Kadar (mg %)

1. 50 rpm 0,36 27,0695

2. 75 rpm 1,33 94,6

3. 100 rpm 1,31 93,22

Memperoleh hasil data absorbansi sebagai berikut antara lain :

a = - 0,0323

b = 0,01444

r = 0,9997

Dengan rumus Y = a + bx memperoleh data kadar mg % antara lain sebagai

berikut :

1. 50 rpm 0,36 27,0695 mg %

2. 75 rpm 1,33 94,6 mg %

3. 100 rpm 1,31 93,22 mg %

Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah kelarutan diartikan sebagai

konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu.

Temperatur atau suhu, tekanan, pH dan Kecepatan pengadukan (rpm) larutan

Page 29: Kelarutan intrinsik obat

merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan intrinsik obat. Dan jika

Kecepatan pengadukan (rpm) pada percobaan naik maka kadar mg dan absorbansi pada

percobaan juga akan naik. Akan tetapi, di dalam percobaan ini diperoleh data dari

percobaan pertama dan percobaan kedua mengalami peningkatan pada absorbansi dan

kadar mg%, tetapi pada percobaan ketiga tidak mengalami penurunan kadar mg% serta

absorbansi, padahal tingkat kecepatan pada pengadukan tinggi.

Adapun pengaruhnya atas kesalahan yang telah dilakukan kemungkinan pada

banyaknya kesalahan yang dilakukan pada praktikum yang disebabkan oleh banyaknya

yang memegang kendali pada praktikum, yang menyebabkan kurang efisien dalam

praktikum. Itulah yang menyebabkan kesalahan – kesalahan dalam praktikum.

Page 30: Kelarutan intrinsik obat

X. Daftar Pustaka

1. Dzakwan , Muhammad dan Dewi Ekowati.  2011 . Petunjuk praktikum

farmasi fisik I . Universitas Setia Budi , 11

2. http://lia-ardyta.blogspot.com/2012/03/kelarutan-intrinsik-obat.html?m=1

3. http://sweetest-tea.blogspot.com/2012/04/kelarutan-intrinsik-obat.html

4. Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik edisi 3. Jakarta: Universitas

Indonesia press

5. Drs. Sukardjo. 1985. KIMIA FISIKA. Yogyakarta: Bina Aksara

6. Prof. Dr. Hardjono Sastrohamidjojo. 1997. Kimia Dasar. Yogyakarta:

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM Yogyakarta

7. Nursusilowati, dkk. Penentuan Praktikum KIMIA. Bandung: ARMICO

Bandung

Page 31: Kelarutan intrinsik obat

Lampiran 1

A.    Tujuan

Tujuan percobaan ini adalah sebagai berikut.

a.       Menerapkan faktor - faktor yang mempengaruhi kelarutan zat

b.      Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat

B.     Landasan Teori

Kelarutan suatu zat terlarut adalah jumlah maksimum dari zat terlarut yang dapat

dilarutkan dalam sejumlah tertentu pelarut atau sejumlah larutan pada temperature

tertentu. Senyawa yang terlarut disebut solut dan cairan yang melarutkan disebut solven,

yang bersama-sama membentuk suatu larutan. Proses pelarutan disebut solvasi atau

hidrasi jika pelarutnya air. Suatu larutan saat kesetimbangan tidak dapat menahan solut

lagi dan disebut jenuh. Larutan dalam keadaan tertentu dapat menahan lebih banyak

solut lebih dari keadaan normal solven. Ini disebut lewat jenuh.  (Jones, L. 2005).

Pada perendaman menggunakan larutan NaOH, menunjukkan bahwa dengan

semakin meningkatnya konsentrasi NaOH dan waktu proses perendaman maka dapat

menaikkan kelarutan aluminium. Hal ini menunjukkan semakin banyak logam

aluminium yang terkikis berarti semakin banyak nuklidanuklida yang menempel di

logam yang terlepas. kelarutan aluminium meningkat, jikawaktu perendaman yang

digunakan terlalu lama maka proses dekontaminasi menjaditidak efektif. ( Mirawati,

2006 )

F.     Pembahasan

Suatu larutan adalah dispersi yang serba sama (homogen) dari suatu zat terlarut

(solut) didalam pelarutnya (solven), untuk dispersi tersebut diperlukan informasi

Page 32: Kelarutan intrinsik obat

tentang kelarutan (solut) di dalam pelarutnya. Kelarutan dapat diartikan sebagai jumlah

(bagian) terbesar dari suatu komponen (solut) yang dapat didistribusikan kepada

komponen lainnya (solven), pada satu suhu dan tekanan tertentu sehingga menghasilkan

suatu dispersi molekular homogen yang terdiri dari suatu fase tunggal (larutan). laju

tercapainya kelarutan maksimum (jenuh) disebut laju disolusi.

Larutan juga dikatakan sebagai sistem dispersi molekular. jadi suatu zat dapat

dikatakan melarut jika dia terlepas dari padatannya dan terdispersi dalam cairan. Bentuk

kelarutan yang paling sering digunakan adalah sangat larut, larut bebas, larut, larut

sedikit, sulit larut, sangat sulit larut, dan tidak larut.

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan sifat kimia zat terlarut

dan pelarut, juga bergantung pada temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah

yang lebih kecil ; bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Dikatakan sebagai pelarut

ketika kondisi fisiknya (padat/cair/gas) sama dengan hasil larutannya itu. Misal gula dan

air, hasilnya larutan gula yang cair..jadi pelarutnya air.

Berdasarkan  percobaan yang telah dilakukan, pada gliserol  sifatnya lebih

kental dibandingkan air dan alcohol, sehingga pada saat  ketiga cairan tersebut

dicampur, propilen glikolol tidak mudah larut dalam air,sehingga dilakukan pengocokan

selama 30 menit agar larutan tersebut bisa homogen dengan ketiga campuran tersebut.

Setelah itu cairan yang telah dibuat dengan kadar yang berbeda-beda dimasukan asam

salisilat sebanyak 1 gram, karena bentuk asam salisilat yang berupa serbuk, maka cara

memasukannya yaitu di tuang sedikit demi sedikit di dalam tabung reaksi,dan agar asam

salisilat tersebut dapat jenuh dalam cairan campuran, maka dilakukan pengkocokan

selama 30 menit sampai didapat larutan yang benar-benar jenuh. Setelah itu saring

menggunakan kertas saring dan gelas kimia sebagai wadah penyimpanan asam salisilat

yang telah terlarut. Setelah masing – masing larutan disaring, larutan yang larut itu kita

tambahkan dengan NaOH 0,1 N, dan selanjutnya itu kita titrasi dengan menggunakan

indicator penolphetalin  Pada pencampuran antara air dan propilen glikol  didapat kadar

asetosal yang lebih tinggi apabila dibandingakan dengan campuran antara air, alkohol

dan propilen glikol tetapi kadar propilen glikol lebih sedikit dibandingkan dengan kadar

kedua cairan lainnya.

Adapun faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kelarutan adalah :

Page 33: Kelarutan intrinsik obat

 1. Kemurnian solut atau solven. Temperatur, secara umum peningkatan temperatur larutan

meningkatkan kelarutan zat padat. Untuk semua gas kelarutan menurun dengan

peningkatan temperatur.

2.    Tekanan, untuk solut padat dan cair perubahan dalam tekanan secara praktis tidak

mempengaruhi kelarutan.

3.    Laju kelarutan adalah suatu ukuran dari seberapa cepat suatu zat terlarut.

4.    Temperatur, untuk solut padat dan cair, kenaikkan temperatur tidak hanya

meningkatkan jumlah solut yang terlarut tapi juga meningkatkan laju saat solut melarut.

Ketika suatu solven melarutkan suatu solut, partikel solven harus memecah

partikel solut dan menempati ruang yang terhalangi. pelarut yang polar dapat dengan

efektif memecah senyawa yang polar. Ini terjadi saat ujung positif dari suatu molekul

solven mendekati ujung negatif dari molekul solut..

 Hanya ada satu prinsip dalam pelarutan, yaitu like dissolved like. Larutan satu

akan mampu bercampur sempurna dengan larutan lain apabila memiliki sifat (polaritas)

yang sama atau tidak jauh berbeda. Bila pencampuran dilakukan antarlarutan yang

memiliki tingkat polaritas yang berbeda, maka akan terbentuk lapisan antarmuka

(interface) yang memisahkan kedua fase larutan. Peristiwa tersebut dapat kita lihat

dengan nyata pada campuran air dan minyak. Salah satu hal yang dapat kita lakukan

agar larutan yang tidak saling campur tersebut menjadi bercampur yaitu dengan

mengatur temperatur campuran. Pengaturan temperatur dapat dilakukan dengan

memanaskan atau mendinginkan campuran. Dengan begitu, campuran tersebut tidak

akan terpisah lagi. Ada beberapa campuran yang membutuhkan suhu ekstrim (sangat

tinggi atau sangat rendah) agar dapat saling bercampur satu sama lain.

G.    Kesimpulan

            Pada percobaan yang kami lakukan, kesimpulan yang dapat kami tarik adalah :

1. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan sifat kimia zat terlarut

dan pelarut, juga bergantung pada temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk

jumlah yang lebih kecil ; bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.

2.  Larutan satu akan mampu bercampur sempurna dengan larutan lain apabila memiliki

sifat (polaritas) yang sama atau tidak jauh berbeda. Bila pencampuran dilakukan

Page 34: Kelarutan intrinsik obat

antarlarutan yang memiliki tingkat polaritas yang berbeda, maka akan terbentuk lapisan

antarmuka (interface) yang memisahkan kedua fase larutan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Depkes RI, Jakarta

Jones, L. 2005. Farmasi Fisika edisi 1. Yogyakarta: UGM press

Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik edisi 3. Jakarta: Universitas Indonesia press

Swarbrick, J. 1995. Kimia Fisika. Solo : Penerbit Erlangga

Diposkan oleh Lia Ardyta di 04:38

http://lia-ardyta.blogspot.com/2012/03/kelarutan-intrinsik-obat.html

Lampiran 2

Kamis, 05 April 2012

Diposkan oleh Asti Fiandari di 03:55

PERCOBAAN I

KELARUTAN INTRINSIK OBAT

A.      Tujuan

Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk memperkenalkan konsep dan

proses pendukung sistem kelarutan obat dan menemukan parameter kelarutan zat.

B.       Landasan Teori

Kelarutan adalah kadar solut dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang

menunjukan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solut atau solven telah terjadi dan

membentuk dispersi molekuler yang homogen. Kelarutan dapat diungkapkan melalui

banyak cara yaitu dengan jumlah pelarut (dalam ml) yang dibutuhkan untuk setiap gram

solut, dengan pendekatan berupa perbandingan (Purba, 2007).

Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk

diperhatikan pada tahap preformulasi sebelum memformula bahan obat menjadi

sediaan. Beberapa metode dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat, antara

lain: melalui pembentukan garam, perubahan struktur internal kristal (polimorfi) atau

penambahan suatu bahan penolong, misalnya bahan pengompleks, surfaktan dan

kosolven (Yalkowsky, 1981).

Page 35: Kelarutan intrinsik obat

Secara kuantitatif, kelarutan dapat diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut

dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu. Kelarutan obat sebagian besar

disebabkan oleh polaritas pelarut yaitu momen dipolnya. Kelarutan suatu zat padat

dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor)

mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut.

Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul

tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air.

Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan

kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam

air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat (Voight, 1994).

Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar

akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan

juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari

suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut

larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan

hidrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat.

Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa

polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar,

misalnya lemak mudah larut dalam minyak.Pelarut non polar tidak dapat mengurangi

daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Pelarut

polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar

sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Tetapan dielektrik suatu campuran

pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah

dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut (Idris, 2003).

Kelarutan suatu zat (solut) dalam solven tertentu digambarkan sebagai senyawa

atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling melarutkan, yang penjabarannya

didasarkan atas polaritas antara solven dan solut yang dinyatakan dengan tetapan

dielektrikum, atau momen dipol, ikatan hidrogen, ikatan van der waals (Suharsini dan

Saptarini, 2007).

F.     Pembahasan

Larutan merupakan campuran homogen dua zat atau lebih   yang saling

melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.

Page 36: Kelarutan intrinsik obat

Suatu larutan dikatakan jenuh apabila terjadi kesetimbangan antara fase solut dan fase

solven dalam larutan yang bersangkutan (Purba, 2007).

                       Kelarutan adalah kadar solut dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang

menunjukan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solut atau solven telah terjadi dan

membentuk dispersi molekuler yang homogen. Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu pH, temperatur(suhu), jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel zat,

konstanta dielektrik pelarutdan adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk

kompleks, ion sejenis.

Pada percobaan ini digunakan beberapa larutan sebagai sampel diantaranya,

Aquades, Etanol, Propylenglycol, Natrium hidroksida (NaOH) dan fenolptalein sebagai

indikator. Seringkali zat terlarut  lebih larut dalam campuran pelarut dari pada dalam

satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (cosolvency). Metode yang

digunakan adalah metode titrasi asam basa, yaitu suatu metode yang digunakan untuk

menentukan konsentrasi suatu larutan yang belum diketahui konsentrasinya dengan

menggunakan larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya, oleh karena itu pada

percobaan digunakan larutan NaOH yang telah diketahui konsentrasinya yaitu 0,1 N.

Percobaan dilakukan dengan menggunakan 7 tabung yang berbeda. Etanol dan

Propylenglycol dimasukkan secara terpisah kedalam masing-masing tabung yang telah

berisi 6 ml aquades berdasarkan volume yang telah ditentukan, yaitu etanol pada tabung

2 = 0,5 ml, tabung 3 = 1 ml, tabung 4 = 1,5ml, tabung 5 = 3ml, tabung 6 = 3,5ml dan

tabung 7 = 4 ml. Sedangkan volume Propylenglycol pada masing-masing tabung yaitu :

tabung 1 = 4 ml, tabung 2 = 3,5 ml, tabung 3 = 3ml, tabung 4 = 1,5 ml, tabung 5 = 1ml,

dan tabung 6 = 0,5 ml. Kemudian masing-masing ditambahkan ditambahkan 1 gr Asam

Salisilat dan beberapa tetes Indikator dan dititrasi dengan larutan NaOH. Masing-

masing tabung memiliki volume titrasi yang berbeda, tabung 1 = 1,2 ml, tabung 2 = 3,6

ml, tabung 3 = 6,8ml, tabung 4 = 1,5 ml, tabung 5 = 1,9 ml, tabung 6 = 3,5 ml, dan

tabung 7= 2,0 ml.

Setelah diketahui volume titrasinya, ditentukan kadar asam salisilat pada

masing – masing tabung. Diperoleh kadar asam salisilat yang paling besar yaitu pada

tabung 3 yaitu 0,136 M karena mempunyai volume yang besar, dan yang paling sedikit

yaitu pada tabung 4 yaitu 0,006 M, dari sini dapat dikatakan bahwa besarnya kadar

Page 37: Kelarutan intrinsik obat

asam salisilat ditentukan pula dengan volume NaOH, semakin besar volumenya maka

semakin besar pula kadar asam salisilatnya begitupun sebaliknya.

Kemudian ditentukan pula konstanta dielektrik air dalam pelarut campur, yaitu

dengan mengalikan jumlah dan persen volume  air yaitu : 48,24. Dengan cara yang

sama ditentukan yaitu 10,28 pada tabung 7, sedangkan konstanta dielektrik pelarut

campur pada Porpilenglikol yaitu pada tabung 1 = 20.

Gugus polar dari asam salisilat adalah gugus  -OH dan gugus nonpolar pada

asam salisilat adalah gugus cincin benzen. Struktur tersebut menyebabkan asam salisilat

dapat larut pada sebagian pelarut polar dan sebagian pada pelarut non polar. Namun,

karena memiliki gugus polar dan non polar sekaligus dalam satu gugus, asam salislat

sukar larut dengan sempurna pada pelarut polar saja atau pelarut non polar saja. Asam

salisilat sukar larut pada air yang merupakan pelarut non polar, tetapi mudah larut pada

etanol yang merupakan pelarut semi polar.

Berdasarkan teori terjadi perbedaan dengan hasil percobaan yang telah

dilakukan. Hal ini kemungkinan dikarenakan, pengocokan terhadap larutan tidak

merata dan kurang hati-hati serta kecepatan tirasi larutan NaOH yang berlebihan

sehingga volumenya besar dan menghasilkan warna yang lebih terang.

Dari hasil percobaan, dapat diketahui bahwa semakin kecil volume NaOH

maka jumlah kadar asam salisilatnya akan semakin besar. Sebaliknya, apabila volume

NaOHnya besar maka kadar asam salisilatnya juga  sedikit. Pada keadaan ini, suhu dan

ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu semakin cepat suatu zat

akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin cepat pula suatu zat itu larut.

G.       Kesimpulan

Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk

diperhatikan pada tahap preformulasi sebelum memformula bahan obat menjadi

sediaan. Proses kelarutan zat dipengaruhi oleh polaritas pelarut yaitu momen dipolnya,

dimana pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik. Besarnya

tetapan dielektrik yang terjadi pada proses kelarutan dapat diatur dengan penambahan

pelarut lain.

                                                DAFTAR PUSTAKA

Page 38: Kelarutan intrinsik obat

Purba, Michael.2006.Kimia untuk SMA kelasXI .Jakarta : Erlangga.

Suharsini.M,  Saptarini.M.2007.Kimia dan Kecakapan Hidup kelas XI.Jakarta : Ganeca

Exact.

Voight, 1994. Buku pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Penerbit Gadjah Mada

University Press: Yogyakarta.

http://sweetest-tea.blogspot.com/2012/04/kelarutan-intrinsik-obat.html

Lampiran 3

Page 40: Kelarutan intrinsik obat