KELARUTAN INTRINSIK OBAT

19

Click here to load reader

description

laporan farfis

Transcript of KELARUTAN INTRINSIK OBAT

Page 1: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

KELARUTAN INTRINSIK OBAT

A. TUJUAN

Tujuan dari pratikum kali ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memperkenalkan konsep dan proses pendukung system kelarutan

obat.

2. Menentukan parameter kelarutan zat.

B. LANDASAN TEORI

Jenis pelarut sangat berpengaruh terhadap jumlah solut yang terekstrak

serta mempengaruhi laju ekstraksi. Secara umum etanol, air dan campuran

keduanya merupakan pelarut yang seringdipilih dalam proses ekstraksi produk

farmasi karena dapatditerima oleh konsumen (Hartati, 2012).

Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam

formulasi suatu sediaan farmasi. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang

ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat

hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan

mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu

zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat disolusi yang kecil

karena kelarutan suatu obat dengan tingkatdisolusi obat tersebut sangat berkaitan

(Jufri, dkk, 2004).

Page 2: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan

oleh semua makhluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah,

meringankan, dan menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2006).

Teofilin merupakan obat yang sering digunakan dalam terapi asma.

Teofilin memiliki waktu paruh yang relative pendek dan indeks terapetik yang

sempit yaitu 5–20μg/ml. Formulasi sediaan lepas lambat diharapkan dapat

menghasilkan konsentrasi obat dalam darah yang lebih seragam, kadar puncak

yang tidak fluktuatif. Bentuk sediaan lepas lambat dapat menjamin kepuasan

pasien terutama jika pasien kesulitan untuk mengkonsumsi obat secara berulang

selama serangan asma akut (Suprapto dan Setiyadi, 2010).

Page 3: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

C. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :

a. Statif

b. Klem

c. Spektrofotometer

d. Labu Takar

e. Gelas kimia

f. Batang penggaduk

g. Botol gelap

h. Sendok tanduk besi

i. Timbangan analitik

2. Bahan

Bahan yang digunakanpadapercobaaniniadalah :

a. Alkohol 95%

b. Akuades

c. Teofilin

d. Tissu

Page 4: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

D. PROSEDUR KERJA

1. PembuatanLarutan

- Disiapkan alat dan bahan

- Disterilkan dengan alkohol

- Dimasukan sampel kedalam gelas kimia lalu tambahkan

aquades sebanyak 20 ml dan aduk hingga homogen

- Dimasukan sampel kedalam gelas kimia lalu tambahkan

aquades sebanyak 15 ml dan alcohol sebanyak 5 ml dan

aduk hingga homogen

- Dimasukan sampel kedalam gelas kimia lalu tambahkan

aquades sebanyak 10 ml dan alcohol sebanyak 10 ml dan

aduk hingga homogen

- Dimasukan sampel kedalam gelas kimia lalu tambahkan

alkohol 20 ml dan aduk hingga homogen

- Di label pada 4 sistem larutan diatas

Hasil Pengamatan . . .?

Teofilin

Page 5: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

2. PengujianKelarutanIntrinsikObat

- Diencerkan teofilin 0,01 gr dengan aquades sebanyak 500

ml dalam labu takar

- Dimasukan kedalam gelas kimia sebanyak 5 ml dan

tambahkan larutan aquades 20 ml

- Dimasukan kedalam gelas kimia sebanyak 5 ml dan

tambahkan larutan aquades 15 ml+alkohol 5 ml

- Diulangi percobaan diatas untuk larutan aquades

10ml+alkohol 10 ml dan larutan akohol 20 ml

- Di uji kelarutannyadengan menggunakan spektrofotometer

UV-VIS

HasilPengamatan . . .?

Teofilin

Page 6: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

E. HASIL PENGAMATAN

1. Perhitungan

M1.V1 = M2.V2

20. V1 = 4.50

20. V1 = 200

V1 = 20020

= 10

M1.V1 = M2.V2

20. V1 = 6.50

20. V1 = 300

V1 = 30020

= 15

M1.V1 = M2.V2

20. V1 = 8.50

20. V1 = 400

V1 = 40020

= 20

M1.V1 = M2.V2

20. V1 = 10.50

20. V1 = 500

V1 = 50020

= 25

Page 7: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

M1.V1 = M2.V2

20. V1 = 12.50

20. V1 = 600

V1 = 60020

= 30

2. Grafik

a. Panjang gelombang

ABS

nm

Smooth: 0 Deri.: 0

250 255 260 265 270 275 280 285 290 295 300

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

1.1

1.2

1.3

1.4

1.5

1.6

1.7

1.8

1.9

2.0

b. Tabel absorbansi standar

No. Std. Name WL1[273.5nm] ABS1 0.972 0.9722 1.245 1.2453 1.419 1.4194 1.744 1.7445 1.946 1.946

Page 8: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

c. Grafik kurva standar

A B S

ppm

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

S td. C a l. P a rameters

K 1:

K 0:

R :

R 2:

5.5995

0.0000

0.9813

0.9630

d. Tabel absrobansi dan konsentrasi

sampel

No. Sample Name WL1[273.5nm] ABS1 aquadest 1.779 1.779

2 aquadest 1:1 2.251 2.2513 aquadest 3:1 1.48 1.484 alkohol 1.752 1.752

Page 9: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

F. PEMBAHASAN

Kelarutan merupakan banyaknya solute yang dapat dilarutkan pada

pelarut tertentu pada kondisi tertentu. Senyawa yang terlarut disebut solute

dan cairan yang melarutkan disebut dengan pelarut (solven), yang bersama-

sama membentuk larutan. Proses melarutkan disebut dengan pelarutan dan

interaksi antara spesies terlarut dengan molekul-molekul solven merupakan

suatu solvasi.

Pelarut dapatdibagi menjadi dua golongan yaitu kelompok polar dan

kelompok non polar. Perbedaan dari kedua golongan tersebut adalah potensial

dielektrik, dimana golongan non polar tidak mempunyai potensial dielektrik

pada molekulnya, sedangkan pada golongan polar memiliki potensial

dielektrik pada molekulnya. Besarnya polaritas dari zat pelarut proporsional

dengan besarnya konstanta dielektriknya. Semakin tinggi konstanta dielektrik,

semakin polar suatu pelarut. Kelarutan molekul dijelaskan dengan

mendasarkan polaritas molekul. Molekul-molekul polar akan melarutkan

senyawa-senyawa polar dan sebaliknya (like dissolved like).

Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan

pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan

berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan mengguankan

monokromator prisma atau kisidifraksi dengan detector Fototube. Dalam

Page 10: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

analisi scara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang gelombang

elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200-380 nm), daerah

Visible (380-700 nm), daerah Inframerah (700-3000 nm). Prinsip kerja

spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert-Beer, bila cahaya

monokromatik (I0), melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya

tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan

(It). Transmitans adalah perbandingan intensitas cahaya yang di transmisikan

ketika melewati sampel (It) dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum

melewati sampel (Io). Persyaratan hokum Lambert-Beer antara lain : Radiasi

yang digunakan harus monokromatik, rnergiradiasi yang di absorpsi oleh

sampel tidak menimbulkan reaksi kimia, sampel (larutan) yang mengabsorpsi

harus homogeny, tidak terjadi flouresensi atau phosphoresensi, dan

indeksrefraksi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi, jadi larutan harus pekat

(tidak encer).

Larutan blanko adalah larutan tidak berisianalit. Larutan blanko

biasanyadigunakan untuk tujuan kalibrasi sebagai larutan pembanding dalam

analisis fotometri. Larutan blanko dapatdibagi menjadi 3 jenis, yaitu

kalibrasiblanko (larutan  yang digunakan untuk membuat titik nol konsentrasi

dari grafik kalibrasi; larutan ini hanya berisi pengencer digunakan untuk

membuat larutan standar), reagenblanko (larutan berisi reagen yang

digunakan untuk melarutkan sampel, pembacaan absorbansi untuk larutan ini

biasanya dikurangi dari pembacaan sampel), metode blanko (larutan  yang

diperlakukan sama dengan sampel, ditambah dengan reagen yang sama,

Page 11: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

mengalamai kontak dengan alat yang sama dan diperlakukan dengan prosedur

yang sama).

Percobaan dilakukan dengan melarutkan teofilinke dalamempat tabung

yang berbeda dan dengan volume air yang sama. Mengingatt eofilin tidak

larutdalam air maka ditambahkan lagi pelarut alcohol dan aquades dengan

perbandingan yang berbeda tiap gelas kimia.

Tabung reaksi pertama yaitu menggunakan aquades dengan

perbandingan 1:0 , tabungreaksikeduadengaperbandingan 3:5, tabung reaksi

ketiga dengan perbandingan 1:1 serta tabung reaksi ketiga menggunakan

alcohol dengan perbandingan 1: 0.

Grafik dari data tersebut menunjukkan semakin rendah volume alkohol

yang ditambahkan maka semakin tinggi konsentrasi teofilin yang diperoleh.

Bertambah tingginya nilai konsentrasi teofilin berbanding lurus dengan besar

konstanta dielektrik campuran yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin besar konstanta dielektriknya maka semakin larut juga zat yang

dilarutkan (solutnya).

Page 12: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

G. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan :

Kelarutan teofilin yang paling baik yaitu pada aquades dan alcohol dengan

perbandingan 1 : 1 karena memiliki konsentrasi yang paling tinggi.

Page 13: KELARUTAN INTRINSIK OBAT

DAFTAR PUSTAKA

Hartati, I. 2012. Prediksi Kelarutan Theobromine pada Berbagai Pelarut menggunakan Parameter Kelarutan Hildebrand. Jurnal momentum. Vol(8) No(1)

Jufri, Mahdi., Asnimar Binu., dan Julia Rahmawati. 2004. Formulasi Gameksan dalam Bentuk Mikroemulsi. Jurnal Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol(1) No(3)

Suprapto dan Setiayadi Gunawan. 2010. Formulasi Sediaan tablet Matrik Sustained Release Teofilin: Studi Optimasi pengaruh tekanan Kompressi dan Matrik Etil selulosadan HPMC dengan Model Factorial Design. Jurnal Penelitian Sains dan teknologi.Vol(11) No(2)

Syamsuni. 2006. Farmasetika dasar dan Hitungan farmasi. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC

Page 14: KELARUTAN INTRINSIK OBAT