kelainan mata

20
Pterygium Mata Merah dengan Penglihatan Normal Dian nurul hikmah 102012292 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No 6, Jakarta Telp. (021) 5605140 E-mail : [email protected] Pendahuluan Definisi Pterigium Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Seperti daging, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada arah intrapalpebra. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik. Jika pterigium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil, lesi harus diangkat secara bedah bersama sebagian kecil kornea superfisial di luar daerah perluasannya. Kombinasi autograft konjungtiva dan eksisi lesi terbukti mengurangi resiko kekambuhan. 1 1

description

mata adalah anugrah tuhan

Transcript of kelainan mata

Page 1: kelainan mata

Pterygium Mata Merah dengan Penglihatan Normal

Dian nurul hikmah

102012292

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No 6, Jakarta

Telp. (021) 5605140 E-mail : [email protected]

Pendahuluan

Definisi Pterigium

Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan

invasif. Seperti daging, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal

konjungtiva menuju kornea pada arah intrapalpebra. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani,

yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang

berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman

kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik.

Jika pterigium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil, lesi harus diangkat secara

bedah bersama sebagian kecil kornea superfisial di luar daerah perluasannya. Kombinasi

autograft konjungtiva dan eksisi lesi terbukti mengurangi resiko kekambuhan.1

Gambar 1. Pterigium.1

1

Page 2: kelainan mata

Anamnesis

Untuk menegakkan diagnosis, seorang dokter perlu melakukan anamnesis terlebih dahulu.

Pada anamnesis, kita perlu menanyakan identitas pasien, sebagai rekam medis pasien tersebut.

Dari identitas pasien, kita bisa mengetahui keadaan pasien seperti pekerjaan pasien yang

mungkin dapat berhubungan dengan keluhan yang dialami pasien dan untuk mengetahui status

sosial ekonomi dari pasien ini. pada kasus ini, setelah dianamnesis diketahui bahwa pekerjaan

pasien adalah seorang nelayan. Usia ditanyakan untuk mengetahui faktor resiko penyakit.

Anamnesis tambahan juga berguna untuk menyingkirkan hipotesis dan menegakkan diagnosis

pasien. Pada pasien dapat ditanyakan hal-hal sebagai berikut:

- Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa

- Keluhan utama : mata kanan sakit dan sedikit merah, didapatkan benjolan putih dekat limbus

- Riwayat penyakit sekarang (menggali keluhan utama) :

Selain itu perlu juga ditanyakan adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak

bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar matahari yang tinggi, serta dapat

pula ditanyakan riwayat trauma sebelumnya.

- Riwayat lingkungan dan kebiasaan : lingkungan yang terpapar sinar UV dan kebiasaan

hidup karena hal ini berhubungan dengan besarnya paparan sinar ultraviolet yang

mengenainya

- Riwayat trauma sebelumnya.1,2

 

Pemeriksaaan fisik

Pemeriksaan visus satu mata

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata. Setiap

mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih dahulu kemudia

kiri lalu mencatatnya. Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 meter

atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau

tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar, misalnya

kartu baca Snellen.2

2

Page 3: kelainan mata

Pemeriksaan segmen anterior

Yang dapat dilihat pada pemeriksaan segmen anterior:4

Palpebra superior: bengkak, kalazion, tumor, blefarospasme, ekimosis, ektropion,

entropion, lagoftalmos, merah, pseudoptosis, ptosis, nyeri (biasanya radang), sikatriks,

supersilia, trikiasis, xantelasma

Palpebran inferior: sama dengan palpebra superior, sakus lakrimal bengkak, merah,

ditekan keluar sekret, uji anel, madarosis (rontoknya supersilia), fisur palpebra, margo

palpebra (silia, trikiasis, sekret, merah, sakit, ulseratif)

Konjungtiva tarsal superior: folikel cobble stone (benjolan penimbunan cairan dan sel

limfoid), membran, papil (timbunan sel radang), papil raksasa, pseudomembran (jika

diangkat tidak berdarah), sikatriks, simblefaron

Konjungtiva tarsal inferior: folikel/cobble stone, papil, sikatriks, hordeolum, kalazion

Konjungtiva bulbi: sekret, injeksi konjungtival, injeksi siliar, injeksi episklera,

perdarahan subkonjungtiva, flikten, simblefaron, bercak degenerasi, pinguekula,

pterigium, pseudopterigium

Kornea: makrokornea, mikrokornea, arkus senil, pannus, ulkus, xerosis kornea,

keratomalasia, sikatriks (nebula, makula, leukoma), leukoma adheren, stafiloma kornea,

fistel, keratik presipitat

Iris: lekukuan iris, atrofi, rubeosis, sinekia anterior, sinekia posterior

Pupil: isokoria, midriasis, miosis, anisokoria, hipus, oklusi pupil, seklusi pupil,

leukokoria, refleks pupil

COA: dalam/dangkal, fler, hifema, hipopion, sudut bilik mata depan

Lensa: Shadow test, kejernihan.3

Pemeriksaan Lapang Pandang

Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan dengan uji konfrontasi. Mata kiri pasien

dan mata kanan pemeriksa. Penderita diperiksa dengan duduk berhadapan terhadap pemeriksa

pada jarak kira-kira 1 meter. Mata kanan pasien dengan mata kiri pemeriksa saling berhadapan.

3

Page 4: kelainan mata

Sebuah benda dengan jarak yang sama digeser perlahan-lahan dari perifer lapang pandangan ke

tengah. Bila pasien sudah melihatnya ia diminta memberi tahu. Pada keadaan ini bila pasien

melihat pada saat yang bersamaan dengan pemeriksa berarti lapang pandangan pasien adalah

normal. Syarat pada pemeriksaan ini adalah lapang pandangan pemeriksa adalah normal.

Pemeriksaan lapang pandang juga dapat dilakukan dengan kampimeter dan perimeter, yang

merupakan alat pengukur atau pemetaan lapang pandangan terutama daerah sentral atau para

sentral.4

Pada pterigium didapat :

Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada

limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan selaput

lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan.3,4,5

 

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium adalah topografi kornea

untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang disebabkan oleh

pterygium. Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada jaringan pterigium yang telah diekstirpasi.

Gambaran pterigium yang didapat adalah berupa epitel yang irreguler dan tampak adanya

degenerasi hialin pada stromanya.4

ANATOMI & FISIOLOGI

A. Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian

belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva ini

mengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet. 5

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar digerakkan dari

tarsus.

- Konjungtiva bulbi, menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera dibawahnya.

- Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan

konjungtiva bulbi 2

4

Page 5: kelainan mata

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan di

bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak 4,5

Gambar 1. Konjungtiva.2

B. Anatomi kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,

merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan. 4,5

Kornea terdiri dari lima lapis, yaitu :

1. Epitel

• Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang

tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

• Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi

lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan

erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depanya melalui desmosom

dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa

yang merupakan barrier.

2. Membran Bowman

• Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

3. Stroma

• Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya,

pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen

ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu yang lama yang

kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang

merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit

membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah

trauma. 2

5

Page 6: kelainan mata

4. membrane descement

• merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.

• bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40µm.2

5. Endotel

• berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40µm. endotel

melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. 2

Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,

saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma

kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis

epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause

untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong

di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. 6

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa

endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak

mempunyai daya regenarasi.6

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah

depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea dimana 40 dioptri dari 50 dioptri

pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.2

Gambar 2. Susunan Lapisan Kornea.6

Epidemologi Pterigium

Di Indonesia, hasil survei Departemen Kesehatan RI Tahun 1982 pterigium menempati

urutan ketiga terbesar (8,79 %) dari penyakit mata. Hasil survei nasional tahun 1993-1996

tentang angka kesakitan mata di 8 propinsi di Indonesia menempatkan pterigium pada urutan

kedua (13,9 %).3 Gizzard dkk dalam penelitian di Indonesia menemukan bahwa angka

6

Page 7: kelainan mata

prevalensi tertinggi ditemukan di propinsi Sumatra.4 Sedangkan dari survei kesehatan indra

penglihatan dan pendengaran tahun 1995 prevalensi penyakit mata di Sulawesi Utara

menempatkan pterigium pada urutan pertama (17,9 %).5 Mandang pada tahun 1970 menemukan

14,69 % pterigium khususnya di 19 desa dan 17,50 % pterigium di 3 ibukota kecamatan di

Kabupaten Minahasa. Di Minahasa, pterigium merupakan penyakit mata nomor 3 sesudah

kelainan refraksi dan penyakit infeksi luar. Mangindaan IAN, Bustani NM melaporkan 21,35 %

pterigium di 2 desa di Kabupaten Minahasa Utara, hasil 12,92 % pada pria dan 8,43 % pada

wanita, 9,55 % berusia di atas 50 tahun, dengan pekerjaan petani sebesar 10,11 % terbanyak

adalah pterigium stadium 3 yaitu 42,11 % yang tumbuh di bagian nasal sebesar 55,26 %.6,7

Etiologi Pterigium

Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Diduga merupakan suatu neoplasma,

radang dan degenerasi yang disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, pasir, cahaya matahari,

lingkungan dengan angin yang banyak dan udara yang panas selain itu faktor genetik dicurigai

sebagai faktor predisposisi.4,5

Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet

sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.3,4

1. Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium adalah terpapar

sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva yang dapat mengakibatkan

kerusakan sel dan proliferasi sel.

2. Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan

pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal.

Patofisiologi Pterigium

Respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet),

daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan

lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan

pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada

daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.3

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem cell.

Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan

7

Page 8: kelainan mata

menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya

terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan

subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan

kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran bowman

oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat

normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia. 4,5

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal

stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala dari

defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis,

kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada

pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan

manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet

terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.4

Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype,

pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah

dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun

menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix

metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak,

penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus

tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.7

Gejala dan Tanda Pterigium

Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan

sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain rasa perih,

terganjal, sensasi benda asing, silau, berair, gangguan visus, serta masalah kosmetik.

Dari pemeriksaan didapatkan adanya penonjolan daging, berwarna putih, tampak jaringan

fibrovaskular yang berbentuk segitiga yang terbentang dari konjungtiva interpalpebrae sampai

kornea, jaringan berbatas tegas sebagai suatu garis yang berwarna coklat kemerahan, umumya

tumbuh di daerah nasal (pada 90% kasus). Dibagian depan dari apek pterigium terdapat infiltrate

kecil-kecil yang disebut “islet of Fuch”. Pterigium yang mengalami iritasi dapat menjadi merah

dan menebal yang kadang-kadang dikeluhkan kemeng oleh penderita.7

8

Page 9: kelainan mata

Klasifikasi Pterigium dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.

2. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.

Pterigium berdasarkan perjalanan penyakitnya dibagi 2 tipe yaitu pterigium progresif dan

pterygium regresif: 8

Pterigium progresif : tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan kepala

pterygium (disebut cap dari pterygium).

Pterigium regresif : tipis, atrofi, sedikit vascular. Tipe ini akhirnya akan membentuk

membran yang tidak hilang.

Pterigium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu : 7

- Derajat 1: jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.

- Derajat 2: jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.

- Derajat 3: sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam

keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)

- Derajat 4: pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

Diagnosa Banding Pterigium

Pseudopterigium

Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering

pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva

menutupi kornea. Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang

cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga

konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering dilaporkan sebagai dampak sekunder

penyakit peradangan pada kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada

kornea dan biasanya berbentuk oblieq. Sedangkan pterigium ditemukan secara horizontal pada

posisi jam 3 atau jam 9.5,6

Perbedaan pseudopterigium dengan pterigium

Perbedaan Pterigium dan Pseudopterigium

Pterigium Pseudopterigium

9

Page 10: kelainan mata

Etiologi Proses degenerasi Proses inflamasi

Umur Sering terjadi pada orang tua Terjadi pada semua umur

Lokasi Pada konjungtiva nasal atau

temporal

Dapat terjadi pada semua sisi dari

konjungtiva

Stadium Progresif, regresif atau stationer Biasanya stasioner

Tes sondase Negative Positif

Tabel 1. Perbedaan Pterigium Dengan Pseudopterigium.5

Pinguekula

Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orangtua,

terutama yang matanya serring mendapat rangsangan sinar matahari, debu, angin panas. Letak

bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian nasal . pinguekula merupakan degenerasi

hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh darah tidak masuk ke dalam pinguekula akan

tetapi bila meradang atau terjadi iritasi , maka ekitar bercak iritasi ini akan terlihat pembuluh

darah yang melebar.1

Gambar 7. Pinguekula.1

Pada pinguekula tidak perlu diberikan pengobatan, akan tetapi jika terlihat adanya tanda

peradangan (pinguekulitis) , dapat diberikan obat obat anti radang .1

Penatalaksanaan Pterigium

1. Non Farmakologi

Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi resiko

berkembangnya pterygia pada individu yang mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien di

10

Page 11: kelainan mata

sarankan untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan terhadap

radiasi ultraviolet sebaiknya menggunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari.

Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah

subtropis atau tropis, atau pada pasien yang memiliki aktifitas di luar, dengan suatu

resiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet (misalnya, memancing, ski, berkebun, pekerja

bangunan). Untuk mencegah berulangnya pterigium, sebaiknya para pekerja lapangan

menggunakan kacamata atau topi pelindung.4

2. Farmakologi

Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang

mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan

steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid

tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami

kelainan pada kornea.4

3. Bedah

Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium.

Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium

tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian

superior untuk menurunkan angka kekambuhan.  Tujuan utama pengangkatan pterigium

yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal

mngkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya

hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC

juga cukup berat.4

1. Indikasi Operasi

Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil

Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena

astigmatismus

Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.6

Komplikasi Pterigium

1. Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:

- Gangguan penglihatan

11

Page 12: kelainan mata

- Mata kemerahan

- Iritasi

- Gangguan pergerakan bola mata.

- Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea

- Dry Eye sindrom 3

2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:

- Infeksi

- Ulkus kornea

- Graft konjungtiva yang terbuka

- Diplopia

- Adanya jaringan parut di kornea 3

Pencegahan dan Prognosa Pterigium

Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani yang

banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata pelindung sinar

matahari.6

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak nyaman pada hari

pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi dapat

beraktivitas kembali. 6

Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga untuk

mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan antimetabolit atau

antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva. Pasien dengan rekuren pterygium dapat

dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi membran

amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi. 6

Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga atau karena

terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata, sunblock dan mengurangi

terpapar sinar matahari.

Kesimpulan

Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat

degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal

ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Beberapa keluhan yang sering

12

Page 13: kelainan mata

dialami pasien antara lain rasa perih, terganjal, sensasi benda asing, silau, berair, gangguan

visus, serta masalah kosmetik.

Daftar pustaka

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007. hal:2-6, 116 –

117.

2. Vaughan G, Daniel et al. Konjungtiva dalam Opthalmologi Umum ed 14. Widya Medika.

Jakarta. 2000;hal 120-25.

3. Ilyas S. Mata Merah dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata. FK UI. Jakarta. 2003;hal 150-

57.

4. Djojodibroto, R. Darmanto. Kesehatan kerja di perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2000

5. Laszuarni. Prevalensi pterygium di Kabupaten Langkat. Tesis dokter spesialis mata.

Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2009

6. Vaughan G, Daniel et al. Konjungtiva dalam Opthalmologi Umum ed 14. Widya Medika.

Jakarta. 2000.hal;76-9.

7. Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Binarupa Aksara. Jakarta.2003;hal:80-9.

13