kelainan mata
-
Upload
putra300911 -
Category
Documents
-
view
13 -
download
1
description
Transcript of kelainan mata
Pterygium Mata Merah dengan Penglihatan Normal
Dian nurul hikmah
102012292
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No 6, Jakarta
Telp. (021) 5605140 E-mail : [email protected]
Pendahuluan
Definisi Pterigium
Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan
invasif. Seperti daging, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal
konjungtiva menuju kornea pada arah intrapalpebra. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani,
yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang
berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman
kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik.
Jika pterigium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil, lesi harus diangkat secara
bedah bersama sebagian kecil kornea superfisial di luar daerah perluasannya. Kombinasi
autograft konjungtiva dan eksisi lesi terbukti mengurangi resiko kekambuhan.1
Gambar 1. Pterigium.1
1
Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis, seorang dokter perlu melakukan anamnesis terlebih dahulu.
Pada anamnesis, kita perlu menanyakan identitas pasien, sebagai rekam medis pasien tersebut.
Dari identitas pasien, kita bisa mengetahui keadaan pasien seperti pekerjaan pasien yang
mungkin dapat berhubungan dengan keluhan yang dialami pasien dan untuk mengetahui status
sosial ekonomi dari pasien ini. pada kasus ini, setelah dianamnesis diketahui bahwa pekerjaan
pasien adalah seorang nelayan. Usia ditanyakan untuk mengetahui faktor resiko penyakit.
Anamnesis tambahan juga berguna untuk menyingkirkan hipotesis dan menegakkan diagnosis
pasien. Pada pasien dapat ditanyakan hal-hal sebagai berikut:
- Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa
- Keluhan utama : mata kanan sakit dan sedikit merah, didapatkan benjolan putih dekat limbus
- Riwayat penyakit sekarang (menggali keluhan utama) :
Selain itu perlu juga ditanyakan adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak
bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar matahari yang tinggi, serta dapat
pula ditanyakan riwayat trauma sebelumnya.
- Riwayat lingkungan dan kebiasaan : lingkungan yang terpapar sinar UV dan kebiasaan
hidup karena hal ini berhubungan dengan besarnya paparan sinar ultraviolet yang
mengenainya
- Riwayat trauma sebelumnya.1,2
Pemeriksaaan fisik
Pemeriksaan visus satu mata
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata. Setiap
mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih dahulu kemudia
kiri lalu mencatatnya. Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 meter
atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau
tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar, misalnya
kartu baca Snellen.2
2
Pemeriksaan segmen anterior
Yang dapat dilihat pada pemeriksaan segmen anterior:4
Palpebra superior: bengkak, kalazion, tumor, blefarospasme, ekimosis, ektropion,
entropion, lagoftalmos, merah, pseudoptosis, ptosis, nyeri (biasanya radang), sikatriks,
supersilia, trikiasis, xantelasma
Palpebran inferior: sama dengan palpebra superior, sakus lakrimal bengkak, merah,
ditekan keluar sekret, uji anel, madarosis (rontoknya supersilia), fisur palpebra, margo
palpebra (silia, trikiasis, sekret, merah, sakit, ulseratif)
Konjungtiva tarsal superior: folikel cobble stone (benjolan penimbunan cairan dan sel
limfoid), membran, papil (timbunan sel radang), papil raksasa, pseudomembran (jika
diangkat tidak berdarah), sikatriks, simblefaron
Konjungtiva tarsal inferior: folikel/cobble stone, papil, sikatriks, hordeolum, kalazion
Konjungtiva bulbi: sekret, injeksi konjungtival, injeksi siliar, injeksi episklera,
perdarahan subkonjungtiva, flikten, simblefaron, bercak degenerasi, pinguekula,
pterigium, pseudopterigium
Kornea: makrokornea, mikrokornea, arkus senil, pannus, ulkus, xerosis kornea,
keratomalasia, sikatriks (nebula, makula, leukoma), leukoma adheren, stafiloma kornea,
fistel, keratik presipitat
Iris: lekukuan iris, atrofi, rubeosis, sinekia anterior, sinekia posterior
Pupil: isokoria, midriasis, miosis, anisokoria, hipus, oklusi pupil, seklusi pupil,
leukokoria, refleks pupil
COA: dalam/dangkal, fler, hifema, hipopion, sudut bilik mata depan
Lensa: Shadow test, kejernihan.3
Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan dengan uji konfrontasi. Mata kiri pasien
dan mata kanan pemeriksa. Penderita diperiksa dengan duduk berhadapan terhadap pemeriksa
pada jarak kira-kira 1 meter. Mata kanan pasien dengan mata kiri pemeriksa saling berhadapan.
3
Sebuah benda dengan jarak yang sama digeser perlahan-lahan dari perifer lapang pandangan ke
tengah. Bila pasien sudah melihatnya ia diminta memberi tahu. Pada keadaan ini bila pasien
melihat pada saat yang bersamaan dengan pemeriksa berarti lapang pandangan pasien adalah
normal. Syarat pada pemeriksaan ini adalah lapang pandangan pemeriksa adalah normal.
Pemeriksaan lapang pandang juga dapat dilakukan dengan kampimeter dan perimeter, yang
merupakan alat pengukur atau pemetaan lapang pandangan terutama daerah sentral atau para
sentral.4
Pada pterigium didapat :
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada
limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan selaput
lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan.3,4,5
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium adalah topografi kornea
untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang disebabkan oleh
pterygium. Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada jaringan pterigium yang telah diekstirpasi.
Gambaran pterigium yang didapat adalah berupa epitel yang irreguler dan tampak adanya
degenerasi hialin pada stromanya.4
ANATOMI & FISIOLOGI
A. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian
belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva ini
mengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet. 5
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar digerakkan dari
tarsus.
- Konjungtiva bulbi, menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera dibawahnya.
- Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi 2
4
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak 4,5
Gambar 1. Konjungtiva.2
B. Anatomi kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan. 4,5
Kornea terdiri dari lima lapis, yaitu :
1. Epitel
• Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
• Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi
lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan
erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depanya melalui desmosom
dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa
yang merupakan barrier.
2. Membran Bowman
• Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
3. Stroma
• Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya,
pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen
ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu yang lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma. 2
5
4. membrane descement
• merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
• bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40µm.2
5. Endotel
• berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40µm. endotel
melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. 2
Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis
epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong
di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. 6
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenarasi.6
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah
depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea dimana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.2
Gambar 2. Susunan Lapisan Kornea.6
Epidemologi Pterigium
Di Indonesia, hasil survei Departemen Kesehatan RI Tahun 1982 pterigium menempati
urutan ketiga terbesar (8,79 %) dari penyakit mata. Hasil survei nasional tahun 1993-1996
tentang angka kesakitan mata di 8 propinsi di Indonesia menempatkan pterigium pada urutan
kedua (13,9 %).3 Gizzard dkk dalam penelitian di Indonesia menemukan bahwa angka
6
prevalensi tertinggi ditemukan di propinsi Sumatra.4 Sedangkan dari survei kesehatan indra
penglihatan dan pendengaran tahun 1995 prevalensi penyakit mata di Sulawesi Utara
menempatkan pterigium pada urutan pertama (17,9 %).5 Mandang pada tahun 1970 menemukan
14,69 % pterigium khususnya di 19 desa dan 17,50 % pterigium di 3 ibukota kecamatan di
Kabupaten Minahasa. Di Minahasa, pterigium merupakan penyakit mata nomor 3 sesudah
kelainan refraksi dan penyakit infeksi luar. Mangindaan IAN, Bustani NM melaporkan 21,35 %
pterigium di 2 desa di Kabupaten Minahasa Utara, hasil 12,92 % pada pria dan 8,43 % pada
wanita, 9,55 % berusia di atas 50 tahun, dengan pekerjaan petani sebesar 10,11 % terbanyak
adalah pterigium stadium 3 yaitu 42,11 % yang tumbuh di bagian nasal sebesar 55,26 %.6,7
Etiologi Pterigium
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Diduga merupakan suatu neoplasma,
radang dan degenerasi yang disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, pasir, cahaya matahari,
lingkungan dengan angin yang banyak dan udara yang panas selain itu faktor genetik dicurigai
sebagai faktor predisposisi.4,5
Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet
sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.3,4
1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium adalah terpapar
sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva yang dapat mengakibatkan
kerusakan sel dan proliferasi sel.
2. Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan
pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal.
Patofisiologi Pterigium
Respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet),
daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan
lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan
pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada
daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.3
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem cell.
Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan
7
menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya
terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan
subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan
kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran bowman
oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat
normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia. 4,5
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal
stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala dari
defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis,
kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada
pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan
manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet
terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.4
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype,
pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah
dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun
menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix
metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak,
penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus
tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.7
Gejala dan Tanda Pterigium
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan
sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain rasa perih,
terganjal, sensasi benda asing, silau, berair, gangguan visus, serta masalah kosmetik.
Dari pemeriksaan didapatkan adanya penonjolan daging, berwarna putih, tampak jaringan
fibrovaskular yang berbentuk segitiga yang terbentang dari konjungtiva interpalpebrae sampai
kornea, jaringan berbatas tegas sebagai suatu garis yang berwarna coklat kemerahan, umumya
tumbuh di daerah nasal (pada 90% kasus). Dibagian depan dari apek pterigium terdapat infiltrate
kecil-kecil yang disebut “islet of Fuch”. Pterigium yang mengalami iritasi dapat menjadi merah
dan menebal yang kadang-kadang dikeluhkan kemeng oleh penderita.7
8
Klasifikasi Pterigium dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.
2. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.
Pterigium berdasarkan perjalanan penyakitnya dibagi 2 tipe yaitu pterigium progresif dan
pterygium regresif: 8
Pterigium progresif : tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan kepala
pterygium (disebut cap dari pterygium).
Pterigium regresif : tipis, atrofi, sedikit vascular. Tipe ini akhirnya akan membentuk
membran yang tidak hilang.
Pterigium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu : 7
- Derajat 1: jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
- Derajat 2: jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.
- Derajat 3: sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam
keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)
- Derajat 4: pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.
Diagnosa Banding Pterigium
Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering
pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva
menutupi kornea. Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga
konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering dilaporkan sebagai dampak sekunder
penyakit peradangan pada kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada
kornea dan biasanya berbentuk oblieq. Sedangkan pterigium ditemukan secara horizontal pada
posisi jam 3 atau jam 9.5,6
Perbedaan pseudopterigium dengan pterigium
Perbedaan Pterigium dan Pseudopterigium
Pterigium Pseudopterigium
9
Etiologi Proses degenerasi Proses inflamasi
Umur Sering terjadi pada orang tua Terjadi pada semua umur
Lokasi Pada konjungtiva nasal atau
temporal
Dapat terjadi pada semua sisi dari
konjungtiva
Stadium Progresif, regresif atau stationer Biasanya stasioner
Tes sondase Negative Positif
Tabel 1. Perbedaan Pterigium Dengan Pseudopterigium.5
Pinguekula
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orangtua,
terutama yang matanya serring mendapat rangsangan sinar matahari, debu, angin panas. Letak
bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian nasal . pinguekula merupakan degenerasi
hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh darah tidak masuk ke dalam pinguekula akan
tetapi bila meradang atau terjadi iritasi , maka ekitar bercak iritasi ini akan terlihat pembuluh
darah yang melebar.1
Gambar 7. Pinguekula.1
Pada pinguekula tidak perlu diberikan pengobatan, akan tetapi jika terlihat adanya tanda
peradangan (pinguekulitis) , dapat diberikan obat obat anti radang .1
Penatalaksanaan Pterigium
1. Non Farmakologi
Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi resiko
berkembangnya pterygia pada individu yang mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien di
10
sarankan untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan terhadap
radiasi ultraviolet sebaiknya menggunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari.
Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah
subtropis atau tropis, atau pada pasien yang memiliki aktifitas di luar, dengan suatu
resiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet (misalnya, memancing, ski, berkebun, pekerja
bangunan). Untuk mencegah berulangnya pterigium, sebaiknya para pekerja lapangan
menggunakan kacamata atau topi pelindung.4
2. Farmakologi
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan
steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid
tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami
kelainan pada kornea.4
3. Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium.
Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium
tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian
superior untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium
yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal
mngkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya
hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC
juga cukup berat.4
1. Indikasi Operasi
Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.6
Komplikasi Pterigium
1. Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:
- Gangguan penglihatan
11
- Mata kemerahan
- Iritasi
- Gangguan pergerakan bola mata.
- Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea
- Dry Eye sindrom 3
2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:
- Infeksi
- Ulkus kornea
- Graft konjungtiva yang terbuka
- Diplopia
- Adanya jaringan parut di kornea 3
Pencegahan dan Prognosa Pterigium
Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani yang
banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata pelindung sinar
matahari.6
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak nyaman pada hari
pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi dapat
beraktivitas kembali. 6
Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga untuk
mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan antimetabolit atau
antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva. Pasien dengan rekuren pterygium dapat
dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi membran
amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi. 6
Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga atau karena
terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata, sunblock dan mengurangi
terpapar sinar matahari.
Kesimpulan
Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Beberapa keluhan yang sering
12
dialami pasien antara lain rasa perih, terganjal, sensasi benda asing, silau, berair, gangguan
visus, serta masalah kosmetik.
Daftar pustaka
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007. hal:2-6, 116 –
117.
2. Vaughan G, Daniel et al. Konjungtiva dalam Opthalmologi Umum ed 14. Widya Medika.
Jakarta. 2000;hal 120-25.
3. Ilyas S. Mata Merah dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata. FK UI. Jakarta. 2003;hal 150-
57.
4. Djojodibroto, R. Darmanto. Kesehatan kerja di perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2000
5. Laszuarni. Prevalensi pterygium di Kabupaten Langkat. Tesis dokter spesialis mata.
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2009
6. Vaughan G, Daniel et al. Konjungtiva dalam Opthalmologi Umum ed 14. Widya Medika.
Jakarta. 2000.hal;76-9.
7. Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Binarupa Aksara. Jakarta.2003;hal:80-9.
13