kelainan gilut2

19
TUGAS UJIAN ILMU PENYAKIT GIGI & MULUT Disusun Oleh: Annisa Inayati MS G99141123 Pembimbing: Drg. Christianie, Sp. Perio KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2014

description

angina ludwig, leukoplakia, karies dentin,

Transcript of kelainan gilut2

  • TUGAS UJIAN

    ILMU PENYAKIT GIGI & MULUT

    Disusun Oleh:

    Annisa Inayati MS

    G99141123

    Pembimbing:

    Drg. Christianie, Sp. Perio

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

    SURAKARTA

    2014

  • 2

    1. GLOSSITIS

    a. Definisi

    Glossitis adalah peradangan atau infeksi pada lidah. Hal ini menyebabkan

    lidah membengkak dan perubahan warna. Seperti proyeksi Finger di permukaan

    lidah (papila) mungkin hilang, menyebabkan lidah untuk tampil halus. Glossitis

    biasanya merupakan respon yang baik terhadap pengobatan jika penyebab

    peradangan akan dihapus. Gangguan tersebut mungkin tidak nyeri, atau dapat

    menyebabkan ketidaknyamanan lidah dan mulut. Dalam beberapa kasus, glossitis

    dapat mengakibatkan pembengkakan lidah parah yang menghalangi jalan napas,

    sebuah darurat medis yang membutuhkan perhatian segera (Zieve dan Juhn, 2009).

    b. Gambar

    Gambar 1.1. Glossitis

    c. Etiologi

    Glossitis secara umum dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

    1) Infeksi

    Bakteri dan infeksi virus adalah penyebab umum menularnya glossitis. Hal ini

    sering dikaitkan dengan temuan lain seperti luka mulut (lepuh, borok), nyeri dan

    kadang-kadang demam. Infeksi jamur lidah kurang umum dan lebih sering

    terlihat pada pasien immunocompromised (HIV, diabetes mellitus tidak

    terkontrol). Meskipun berbagai gejala lidah dapat dilihat pada infeksi jamur

    lidah, glossitis tidak hadir dalam setiap kasus infeksi sekunder, terutama bakteri,

    sering terjadi trauma pada lidah terutama dengan tindikan yang menjadi tren

    lebih umum.

    2) Trauma

    Trauma adalah penyebab umum glossitis dan biasanya akut dengan etiologi

    jelas. Faktor mekanis atau kimia yang mengiritasi/melukai lidah:

  • 3

    a) Burns

    b) Makanan, minuman dan suplemen - rempah-rempah, asam, pewarna buatan

    terkonsentrasi dan flavorants, vitamin kunyah

    c) Produk perawatan gigi (kebersihan oral) - formulasi terkonsentrasi atau

    beracun

    d) Merokok - tembakau, obat-obatan narkotika

    e) Tembakau dan daun sirih / mengunyah pinang

    f) Alkohol - menyebabkan trauma kimia dan menyebabkan kekurangan

    vitamin (glossitis atrofi)

    g) Bergerigi gigi dan peralatan gigi kurang pas/ prostetik seperti jembatan,

    implan, gigi palsu dan pengikut - cenderung menyebabkan borok pada sisi

    lidah (aspek lateral)

    h) Tindik lidah (buruk dilakukan), terutama bila terinfeksi

    3) Alergi

    Banyak faktor yang sama bertanggung jawab atas trauma lidah juga dapat

    menyebabkan alergi glossitis. Ini lebih cenderung terjadi pada individu

    hipersensitif.

    4) Kekurangan Vitamin dan Mineral

    Merupakan penyebab umum dari glossitis atrofi. Penipisan lapisan mukosa lidah

    dan atrofi papila eksposur pembuluh darah yang mendasari menyebabkan

    kemerahan lidah. Vitamin dan mineral tersebut meliputi:

    a) Vitamin B12 - anemia pernisiosa

    b) Riboflavin (vitamin B2)

    c) Niacin (vitamin B3) - pellagra

    d) Pyridoxine (vitamin B6)

    e) Asam folat (vitamin B9)

    f) Besi - anemia kekurangan zat besi

    g) Kekurangan vitamin C.

    5) Penyakit kulit

    Banyak dari penyakit kulit juga melibatkan selaput lendir mulut, termasuk

    lapisan mukosa lidah.

    (Zieve dan Juhn, 2009).

  • 4

    d. Diagnosis

    Pemeriksaan oleh dokter gigi atau penyedia layanan kesehatan menunjukkan

    lidah bengkak (atau patch pembengkakan). Para nodul pada permukaan lidah

    (papila) mungkin tidak ada. Tes darah bisa mengkonfirmasi sistemik penyebab

    gangguan tersebut (Zieve dan Juhn, 2009).

    e. Terapi

    Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan. Perawatan

    biasanya tidak memerlukan rawat inap kecuali lidah bengkak sangat parah. Baik

    kebersihan mulut perlu, termasuk menyikat gigi menyeluruh setidaknya dua kali

    sehari, dan flossing sedikitnya setiap hari (Zieve dan Juhn, 2009).

    Kortikosteroid seperti prednison dapat diberikan untuk mengurangi

    peradangan glossitis. Untuk kasus ringan, aplikasi topikal (seperti berkumur

    prednison yang tidak ditelan) mungkin disarankan untuk menghindari efek samping

    dari kortikosteroid ditelan atau disuntikkan (Zieve dan Juhn, 2009).

    Antibiotik, obat antijamur, atau antimikroba lainnya mungkin diresepkan jika

    penyebab glossitis adalah infeksi. Anemia dan kekurangan gizi harus diperlakukan,

    sering dengan perubahan pola makan atau suplemen lainnya. Hindari iritasi (seperti

    makanan panas atau pedas, alkohol, dan tembakau) untuk meminimalkan

    ketidaknyamanan (Zieve dan Juhn, 2009).

  • 5

    2. MUMPS

    a. Definisi

    Gondongan (Mumps, Parotis Epidemika) adalah infeksi virus yang menular

    dan menyebabkan pembengkakan pada kelenjar air liur, disertai rasa nyeri. Infeksi

    ini juga bisa mengenai testis, otak, dan pancreas, terutama pada orang dewasa.

    b. Gambar

    Gambar 2.1. Mumps

    c. Etiologi

    Penyebab dari mumps atau gondongan adalah paramyxovirus. Virus ini ditemukan

    di air liur mulai sejak 6 hari sebelum timbulnya pembengkakan sampai dengan 9

    hari setelah pembengkakan. Tingkat penularan gondongan paling tinggi pada

    periode 48 jam sebelum mulai pembengkakan.

    Virus gondongan ini mudah menyebar dari satu orang ke orang lain melalui air liur

    yang terinfeksi. Seseorang dengan gangguan daya tahan tubuh dapat mudah

    terinfeksi gondongan dengan menghirup droplet(percikan) dahak orang yang

    terinfeksi yang keluar sewaktu bersin atau batuk. Mumps juga dapat menyebar

    melalui pemakaian alat atau peralatan makan bersama. Masa inkubasinya 14 25

    hari (masa inkubasi adalah suatu periode sejak masuknya virus ke tubuh sampai

    awal timbulnya gejala klinis).

  • 6

    Mumps atau gondongan paling sering menyerang anak usia 6 8 tahun. Serangan

    mumps meski hanya satu sisi sekalipun akan menyebabkan yang bersangkutan

    mempunyai imunitas (kekebalan) seumur hidup terhadap mumps.

    d. Diagnosis

    Satu dari lima orang yang terinfeksi Mumps tidak menunjukkan keluhan atau

    gejala klinis. Gejala klinis dan keluhan biasanya muncul setelah 2 sampai 3 minggu

    setelah terinfeksi virus. Gejala yang dapat ditemukan adalah :

    Bengkak,dan nyeri pada kelenjar ludah pada satu atau dua sisi wajah

    Nyeri sewaktu mengunyah atau menelan

    Demam

    Lemah dan pegal pegal

    Gejala mumps yang paling mudah dikenal adalah pembengkakan kelenjar liur

    yang terlihat menonjol di pipi.

    Penyakit mumps dengan edema (pembengkakan) leher dan di atas tulang

    dada. Anak dengan submandibular lymphadenopathy dengan eritema dan edema

    yang disebabkan virus mumps.

    Perempuan usia 8 thn. Perhatikan pembengkakan kemerahan dibawah sudut

    rahang bawah. Banyak anak dengan mumps tidak terlihat sakit.

    Anak laki, 6 th. Komplikasi orchitis (peradangan pada testis) lebih banyak

    ditemukan pada anak usia 15 s/d 29 tahun

    e. Komplikasi

    Walaupun jarang ditemukan, komplikasi dari penyakit mumps dapat berakibat fatal,

    yaitu :

    Orchitis, kondisi ini menimbulkan peradangan pada salah satu atau kedua testis.

    Kondisi ini menimbulkan rasa nyeri, tetapi jarang menimbulkan sterilitas

    (kemandulan)

    Pankreatitis, peradangan dari pankreas. Gejala dari kelainan ini adalah nyeri

    perut bagian atas, mual, dan muntah.

    Ensefalitis. Infeksi virus, seperti mumps, dapat menyebabkan peradangan pada

    otak (ensefalitis). Ensefalitis dapat menimbulkan gangguan saraf yang dapat

    mengancam jiwa. Meskipun dapat berakibat fatal, kondisi ini sangat jarang

    ditemukan.

    Meningitis. Meningitis adalah infeksi dan peradangan dari membran

    pembungkus dan cairan yang mengelilingi otak dan spinal cord (syaraf tulang

  • 7

    belakang). Hal ini dapat terjadi apabila virus mumps masuk kedalam pembuluh

    darah dan menyebar ke susunan syaraf pusat. Sama dengan ensefalitis,

    meningitis juga sangat jarang ditemukan.

    Peradangan dari Ovarium. Gejalanya adalah nyeri pada perut bagian bawah pada

    wanita .Kelainan ini tidak mempengaruhi tingkat kesuburan.

    Penurunan pendengaran. Pada beberapa kasus, gondongan dapat menyebabkan

    penurunan pendengaran, biasanya berlangsung permanen (tidak bisa sembuh)

    dan dapat mengenai satu atau kedua telinga.

    Keguguran. Terkena gondongan saat kehamilan, terutama trisemester awal dapat

    menimbulkan keguguran.

    f. Terapi

    Tidak ada perawatan spesifik yang dapat dilakukan untuk penyakit beguk atau

    mumps ini. Antibiotik juga tidak berperan banyak karena penyakit ini dikibatkan

    oleh infeksi virus. Perawatan dapat dilakukan dengan cara memberi Paracetamol

    atau Acetaminophen pada anak yang menderita gejala demam ( tidak diberikan

    Aspirin, karena ditakutkan dapat menyebabkan meningkatnya gejala Reyes

    Syndrome pada anak- anak). Selain itu penderita juga dianjurkan untuk istirahat

    yang cukup, minum air putih yang banyak, makan makanan yang lunak, dan

    berkumur menggunakan obat kumur. Makanan yang bersifat asam dan jus buah

    harus dihindari, karena jus buah dapat menstimulasi kelenjar parotid untuk

    menghasilkan lebih banyak air liur yang dapat menyebabkan bertambahnya rasa

    sakit. bengkak pada kelenjar parotid hanya akan berlangsung selama 2-3 hari, tetapi

    akan surut setelah itu dan suhu badan akan yang tinggi juga akan turun.

  • 8

    3. SELULITIS

    1. Definisi

    Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut

    pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus (Neville, 2004). Selulitis dapat

    terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar,

    terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada

    daerah tersebut kurang sempurna. Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat

    difus, konsistensinya bisa sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya

    besar, spongius dan tanpa disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri.

    Tidak terdapat fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk

    suatu lokalisasi cairan (Peterson, 2002). Penyebaran infeksi selulitis progressif

    mengenai daerah sekitar, bisa melewati median line, kadang-kadang turun mengenai

    leher (Pedlar, 2001).

    2. Gambar

    Gambar 3.1 Selulitis

    3. Etiologi dan Patogenesis

    Mikroorganisme lainnya negatif anaerob seperti Prevotella, Porphyromona

    dan Fusobacterium (Berini, et al, 1999). Infeksi odontogenik pada umumnya

    merupakan infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun

    anaerob mempunyai fungsi yang sinergis (Peterson,2002). Infeksi Primer selulitis

    dapat berupa: perluasan infeksi/abses periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang

    dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang

    mengalami infeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum

  • 9

    yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound maksila /

    mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder dari oral malignancy.

    4. Klasifikasi

    Menurut Berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi:

    1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut

    Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial,

    yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya

    sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia

    yang terlibat.

    2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut

    Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi

    bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan

    berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen,

    mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan

    mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. Peterson (2002)

    beranggapan bahwa selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada beberapa

    pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah pembentukan abses.

    Nama lain:

    a. Selulitis Difus Akut

    Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:

    1) Ludwigs Angina

    2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid

    3) Selulitis Senators Difus Peripharingeal

    4) Selulitis Fasialis Difus

    5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya

    b. Selulitis Kronis

    Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena

    terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi

    pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan

    perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.

    3. Selulitis Difus yang Sering Dijumpai

    Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina

    Ludwigs . Angina Ludwigs merupakan suatu selulitis difus yang mengenai

    spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang

  • 10

    sampai mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 1999 ; Topazian,

    2002).

    Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya

    mengenai satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon. Biasanya infeksi primer

    dari selulitis berasal dari gigi molar kedua dan ketiga bawah, penyebab lainnya

    (Topazian, 2002): sialodenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula

    compund, laserasi mukosa lunak mulut, luka yang menusuk dasar mulut dan

    infeksi sekunder dari keganasan oral. Gejala klinis dari Phlegmon (Pedlar,

    2001), seperti oedema pada kedua sisi dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke

    leher hanya dalam beberapa jam, lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi

    kenyal kaku seperti papan, pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan

    anatomi normalnya, seringkali disertai demam/kenaikkan temperatur tubuh,

    sakit dan sulit menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor.

    Angina Ludwigs memerlukan penangganan sesegera mungkin, berupa: rujukan

    untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous dosis tinggi,

    biasanya untuk terapi awal digunakan Ampisillin dikombinasikan dengan

    metronidazole, penggantian cairan melalui infus, drainase through and through,

    serta penangganan saluran nafas, seperti endotracheal intubasi atau tracheostomi

    jika diperlukan.

    5. Diagnosis

    1) Anamnesis Gejala awalnya berupa malaise, menggigil, dan demam yang

    mendadak sebelum terjadinya lesi, kemerahan di daerah wajah atau tungkai

    bawah. Selanjutnya ada dua gejala yaitu gejala local dan sistemik.

    Gejala lokal antara lain pembengkakkan mengenai jaringan lunak/ikat

    longgar, sakit, panas dan kemerahan pada daerah pembengkakkan,

    pembengkakan disebabkan oedem, infiltrasi selular dan kadang karena

    adanya pus, pembengkakkan difus, konsistensi kenyal keras seperti papan,

    kadang-kadang disertai trismus dan kadang-kadang dasar mulut dan lidah

    terangkat. Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan tidak

    teratur, malaise, lymphadenitis, peningkatan jumlah leukosit, pernafasan

    cepat, muka kemerah-merahan, lidah kering, delirium terutama malam hari,

    disfagia dan dispnoe, serta stridor.

  • 11

    2) Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan fisik meliputi: inpeksi, palpasi & auskultasi intraoral dan

    ekstraoral Pada pemeriksan fisik akan ditemukan daerah pembengkakan

    yang terlokalisir (edema), kadang ditemukan pembengkakan kelenjar getah

    bening.

    3) Pemeriksaan Penunjang

    Pada hasil pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah

    putih dan adanya infeksi bakteri. Bila perlu, bisa dilakukan pembiakan

    darah. Pemeriksaan penunjang lain berupa pemeriksaan radiologis,

    umumnya periapikal foto dan panoramik foto, walaupun banyak kasus

    dilaporkan selulitis dapat didiagnosa dengan MRI (Berini, Bresco & Gay,

    1999)

    f. Terapi

    Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise dan

    demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau pasien kurang minum,

    diduga adanya penurunan resistensi terhadap infeksi, toksis septikemia dan infiltrasi

    ke daerah anatomi yang berbahaya serta memerlukan anestesi umum untuk drainase,

    diperlukan penanganan serius dan perawatan di rumah sakit sesegera mungkin. Jalan

    nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau tracheostomi jika diperlukan.

    Empat prinsip dasar perawatan infeksi (Falace, 1995), yaitu: menghilangkan causa

    (Jika keadaan umum pasien mungkinkan segera dilakukan prosedur ini, dengan cara

    pencabutan gigi penyebab), drainase (Insisi drainase bisa dilakukan intra maupun

    extra oral, ataupun bisa dilakukan bersamaan seperti kasus-kasus yang parah. Dalam

    pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien mempunyai riwayat alergi

    terhadap antibiotik tertentu, terutama bila diberikan secara intravena untuk itu perlu

    dilakukan skin test terlebih dahulu. Antibiotik diberikan selama 5-10 hari (Milloro,

    2004).

    Suppotive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian analgesik

    & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti Diklofenak (50 mg/8

    jam) atau Ibuprofen (400-600 mg/8 jam) dan jika Kortikosteroid diberikan, perlu

    ditambahkan analgesik murni, seperti Paracetamol antiinflamasi diberikan dalam

    (650 mg/4-6 jam) dan/atau Opioid rendah seperti Kodein (30 mg/6 jam)), pemberian

    aplikasi panas eksternal (kompres panas) maupun peroral (melalui obat kumur

  • 12

    saline) dapat memicu timbulnya pernanahan. Komplikasi yang seringkali menyertai

    selulitis fasial antara lain: obstruksi pernafasan, septik syok, dan septikemia.

  • 13

    4. LEUKOPLAKIA

    1. Definisi

    Leukoplakia adalah lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa

    mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan

    (Rangkuti, 2007).

    2. Gambar

    Gambar 4.1 Leukoplakia

    3. Etiologi dan Patogenesis

    Etiologi dari leukoplakia digolongkan menjadi 2, yaitu faktor lokal dan

    faktor sistemik.

    1) Faktor lokal terdiri dari tembakau, alkohol, iritasi mekanis dan kemis, reaksi

    elektrogalvanik dan kandidiasis. Penggunaan rokok merupakan faktor risiko

    utama penyebab leukoplakia, karena unsur resin dan tar di dalamnya mudah

    mengiritasi mukosa.

    2) Faktor sistemik terdiri dari defisiensi vitamin A, vitamin B kompleks, sifilis

    tertier dan anemia siderofenik. Keadaan ini disertai dengan glossitis atrofik

    sehingga pasien-pasien ini mudah sekali terkena leukoplakia dan karsinoma

    mulut.

    Perubahan patologis mukosa mulut menjadi leukoplakia terdiri dari dua

    tahap.Yaitu tahap praleukoplakia dan tahap leukoplakia.Pada tahap praleukoplakia

    mulai terbentuk warna plaque abu-abu tipis, bening, translusen, permukaannya halus

    dengan konsistensi lunak dan datar. Tahap leukoplakia ditandai dengan pelebaran

    lesi ke arah lateral dan membentuk keratin yang tebal sehingga warna menjadi lebih

    putih, berfisura dan permukaan kasar sehingga mudah membedakannya dengan

    mukosa sekitarnya.

    (Patterson, 2004).

  • 14

    4. Klasifikasi

    Berdasarkan bentuk klinisnya Bucket dalam Patterson (2004)

    menggolongkan leukoplakia dalam 3 jenis:

    1) Homogenous leukoplakia (leukoplakia kompleks)

    Suatu lesi setempat atau bercak putih yang luas, memperlihatkan suatu pola

    yang relatif konsisten, permukaan lesi berombak-ombak dengan pola garis-garis

    halus, keriput atau papilomatous.

    2) Nodular leukoplakia (bintik-bintik)

    Suatu lesi campuran merah dan putih, dimana nodul-nodul keratotik yang kecil

    tersebar pada bercak-bercak atrofik (eritroplaqueik) dari mukosa.Dua pertiga

    dari kasus menunjukkan tanda-tanda displasia epitel atau karsinoma pada

    pemeriksaan histopatologik.

    3) Verrucous leukoplakia

    Lesi putih di mulut, dimana permukaannya terpecah oleh banyak tonjolan

    seperti papila yang berkeratinisasi tebal, serta menghasilkan suatu lesi pada

    dorsum lidah.

    5. Diagnosis

    Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan

    klinis rutin yang teliti (bentuk morfologi lesi, warna, predileksi tempat dan

    perubahan-perubahan serta perbedaan-perbedaan dengan jaringan sekitar) dan yang

    terakhir dengan pemeriksaan biopsi.

    1) Anamnesis

    Anamnesis meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, kesehatan umum, kebiasaan

    sehari-hari misalnya merokok, minum alkohol, mengunyah sirih dan menyuntil

    tembakau. Dahulu, penderita leukoplakia didominasi oleh usia lanjut akibat

    penurunan daya tahan tubuh. Namun sekarang lebih didominasi oleh usia muda

    akibat konsumsi rokok. Frekuensi penderita pria dan wanita adalah seimbang

    karena sudah banyak wanita yang merokok.

    2) Gambaran Klinis

    Pada keadaan awal, lesi tidak terasa pada perabaan, agak bening dan putih

    keruh. Selanjutnya plaque meninggi dengan tipe yang berkembang tidak teratur.

    Lesi berwarna putih kabur. Kemudian lesi menjadi tebal, berwarna putih,

    menunjukkan anya pengerasan, membentuk fisura-fisura dan terakhir adalah

    pembentukan ulser.Gambaran klinis leukoplakia bentuk homogen (kecuali yang

  • 15

    didasar mulut) cenderung mempunyai risiko displasia rendah, namun nodular,

    speckled dan erosiva mempunyai risiko tinggi, khususnya jika mempunyai

    displasia berat. Bentuk-bentuk lesi leukoplakia yang kemudian berubah menjadi

    ganas adalah bentuk verukosa dan bentuk nodular.

    3) Pemeriksaan histopatologi

    Pemeriksaan morfologi sel atau jaringan pada sediaan mikroskop dengan

    pewarnaan rutin Hematoksilin-Eosin (HE).

    4) Pemeriksaan sitologik eksfoliatif

    Digunakan untuk menegakkan diagnosis keganasan. Pemeriksaan sitologik

    eksfoliatif memiliki kelebihan yaitu dapat mendeteksi keadaan keganasan sedini

    mungkin dan merupakan kontrol pada false negatif biopsi serta menghindari

    biopsi yang tidak perlu. Faktor yang mempengaruhi ketepatan pemeriksaan

    adalah lokasi dan jenis lesi, ketebalan lapisan keratin atau keadaan

    hiperkeratotik akan menyebabkan sel-sel yang mengalami diskeratosis sulit

    untuk ikut teridentifikasi karena tersembunyi.

    (Amin, 2010).

    6. Terapi

    Perawatan dan pencegahan yang paling pas adalah mengurangi atau

    menjauhi faktor-faktor penyebabnya, seperti berhenti merokok atau konsumsi

    alkohol. Ketika ini cara itu sudah ditempuh dan tidak efektif atau menunjukkan

    tanda-tanda awal kanker, kemungkinan untuk menyembuhkannya dengan operasi

    atau laser untuk menghancurkan sel-sel kanker (Amin, 2010; Medineplus, 2012).

  • 16

    5. ANGINA LUDWIG

    a. Definisi

    Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar dengan cepat,

    potensial menyebabkan kematian, yang mengenai ruang sublingual dan

    submandibular. Umumnya, infeksi dimulai dengan selulitis, kemudian berkembang

    menjadi fasciitis, dan akhirnya berkembang menjadi abses yang menyebabkan

    indurasi suprahioid, pembengkakan pada dasar mulut, dan elevasi serta perubahan

    letak lidah ke posterior. Wilhelm Fredrick von Ludwig pertama kali

    mendeskripsikan angina Ludwig ini pada tahun 1836 sebagai gangrenous cellulitis

    yang progresif yang berasal dari region kelenjar submandibula.

    b. Etiologi

    Angina Ludwig biasanya disebabkan oleh infeksi odontogenik, khususnya

    dari gigi molar kedua atau ketiga bawah. Gigi ini mempunyai akar yang berada di

    atas otot milohioid, dan abses di lokasi ini dapat menyebar ke ruang submandibular.

    Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus, stafilokokus, atau

    bakteroides. Namun, 50% kasus disebabkan disebabkan oleh polimikroba, baik oleh

    gram positif ataupun gram negatif, aerob ataupun anaerob. Penyebab lain dari angina

    Ludwig yaitu sialadenitis, abses peritonsil, fraktur mandibula terbuka, kista duktus

    tiroglossal yang terinfeksi, epiglotitis, injeksi intravena obat ke leher, bronkoskopi

    yang menyebabkan trauma, intubasi endotrakea, laserasi oral, tindik lidah, infeksi

    saluran nafas bagian atas, dan trauma pada dasar mulut.

    c. Patofisiologi

    Angina Ludwig merupakan suatu selulitis dari ruang sublingual dan

    submandibular akibat infeksi dari polimikroba yang berkembang dengan cepat dan

    dapat menyebabkan kematian akibat dari gangguan jalan nafas. Pada pemeriksaan

    bakteriologi ditemukan polimikroba dan kebanyakan merupakan flora normal pada

    mulut2. Organism yang sering diisolasi pada pasien angina Ludwig yaitu

    Streptokokus viridians dan Stafilokokus aureus. Bakteri anaerob juga sering terlibat,

    termasuk bakteroides, peptostreptokokus, dan peptokokus. Bakteri gram positif

    lainnya yang berhasil diisolasi yaitu Fusobacterium nucleatum, Aerobacter

    aeruginosa, spirochetes, and Veillonella, Candida, Eubacteria, dan Clostridium

    species. Bakteri gram negative yang berhasil diisolasi termasuk Neisseria species,

    Escherichia coli, Pseudomonas species, Haemophilus influenzae, dan Klebsiella sp.

  • 17

    d. Diagnosis

    Anamnesa

    Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu

    terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan

    mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan

    keluarnya air liur terus-menerus serta kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan

    mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat dijumpai demam dan rasa menggigil.

    Pemeriksaan fisik

    Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar

    kebelakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong

    keatas-belakang sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak,

    saatbernapas akan terdengar suara tinggi (stridor). Biasanya penderita akan

    mengalami dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang

    dimakan. Demam tinggi mungkin ditemui, yang mengindikasikan adanya infeksi

    sistemik

    Pemeriksaan penunjang

    Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa

    dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium

    maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.

    Laboratorium:

    1. Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi

    akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi

    drainase.

    2. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang menginfeksi

    (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi.

    3. Pencitraan:

    Rontgen

    Walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam

    mendiagnosisatau menilai dalamnya abses leher, fotopolos ini dapat

    menunjukkan luasnyapembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada dapat

    menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. Foto

    panoramik rahang dapatmembantu menentukan letak fokal infeksi atau abses,

    serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.

  • 18

    USG

    USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari abses. USG

    dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif dan non-radiasi.

    USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk menentukan letakabses.

    CT-scan

    CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat memberikan

    evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat

    mendeteksiakumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan

    napas sehinggadapat sangat membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya

    pernapasanbuatan.

    MRI

    MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan dengan

    CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya waktu

    yangdiperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang

    mengalamikesulitan bernapas

    e. Penatalaksanaan

    Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu:

    Pertama dan paling utama, menjaga patensi jalan napas.

    Kedua, terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan

    membatasipenyebaran infeksi.

    Ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental

  • 19

    DAFTAR PUSTAKA

    Amin H (2010). Leukoplakia. http://sehat-enak.blogspot.com/ Diakses tanggal 21 April 2013.

    Berini, et al, 1997, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4, (p337-50).

    C, Mary T. Mumps. Merck Manual Home Health Handbook. 2007

    Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81)

    Falace, DA, 1995, Emergency Dental Care. A Lea & Febiger Book. Baltimore (p 214-26)

    Harty FJ (1995). Kamus kedokteran Ggigi, terj. alih bahasa drg. Narlan Sumawinata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    K, Joel. Mumps. KidsHealth. 2012

    K, Laurence. Mumps. 2012. www.patient.co.uk

    Medineplus (2012). Leukoplakia. http://mahkotadewa.co.id/herbalshop/2012/03/leukoplakia/ Diakses tanggal 21 April 2013.

    Milloro, M., 2004, Petersons of Principles Oral and Maxillofacial Surgery, 2nd edition, Canada: BC Decker Inc.

    Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia

    Patterson ( 2004). Leukoplakia. http://www.breadentistry.com/files/pdf/OPG_leuk.pdf. Diakses tanggal 21 April 2013.

    Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyotl (p90-100)

    Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis

    Rangkuti NH (2007). Pebedaan leukoplakia dan hairy leukoplakia di rongga mulut. Medan: Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

    Susanto AJ (2009). Penyakit periodontal (periodontal disease). http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/ae42e86e5d487ac19eb4c258acfc6ef7f0e6f9ca.pdf. Diakses tanggal 21 April 2013.

    Thoothclub (2011). Dental diagnosis poor oral hygiene overview. http://www.toothiq.com/dental-diagnoses/dental-diagnosis-poor-oral-hygiene-overview.html/ Diakses tanggal 21 April 2013.

    Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB Saunders, Philadelphia

    Walton, Torabinejad (1998). Prinsip dan praktek ilmu endodonsi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

    Widyanti N (2005). Pengantar ilmu kedokteran gigi pencegahan. Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran UGM.

    Zieve D, Juhn G (2009). Glossitis. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm. Diakses tanggal 21 April 2013.

    1) Infeksi3) Alergi4) Kekurangan Vitamin dan Mineral5) Penyakit kulit