Kel.16 wakaf
Transcript of Kel.16 wakaf
WAKAF
Disusun Oleh: Kelompok XIV/Ekis-A/VI
Suryadi (081400148)
Siti Khuzaimah (081400149)
A. PENDAHULUAN
Ketika berbicara mengenai akuntansi sebenarnya bukan hal yang amat baru. Bahkan dalam
sebuah literatur dikatakan bahwa sistem pencatatan telah lebih dahulu dikenal pada masa
kerajaan Babilonia (4500 SM).1 Pada awal perkembangannya akuntansi merupakan bagian
dari ilmu pasti, yaitu bagian dari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah hukum
alam dan perhitungan yang bersifat memliki kebenaran absolut.2 Pendapat ini dikuatkan
dengan melihat figure pengembang-pengembang awalnya yaitu Musa Al-Khawarizmy dan
Luca Paciolli yang merupakan ahli di bidang matematika.
Membahas lebih dalam mengenai perkembangan akuntansi terutama akuntansi syariah di
Indonesia memang masih merupakan hal yang masih cukup baru. Di mana dalam
perkembangannya masih banyak dibutuhkan perbaikan dimana-mana. Masih cukup sulit untuk
menerima pemahaman bahwa akuntansi syariah dan akuntansi konvensional adalah dua hal
yang sangat jauh berbeda. Selain sistem pencatatan (kas basis) dan pencatatan yang
disesuaikan dengan akad ada hal yang sebenarnya sangat lebih mendasar antara akuntansi
syariah dan akuntansi konvensional yaitu berpadunya unsur akidah, syariah dan akhlak.
Dalam pembahasan makalah kali ini yang akan menjadi bahsan utama akuntansi syariah
adalah transaksi yang menggunakan akad wakaf dan pola mencatatanya yang akan terbagi
dalam beberapa sub pembahasan.
B. PEMBAHASAN
B.I. Definisi Wakaf
1 Siti Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, hal 51. 2 Siti Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, hal 50.
Kata wakaf berasal dari bahasa Arab اوقاف, وقف adalah perbuatan yang dilakukan wakif
(pihak yang melakukan wakaf) untuk menyerahkan sebagian atau untuk keseluruhan harta
benda yang dimilikinya untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan masyarakat untuk
selama-lamanya.3
Asal kata waqafa berarti menahan atau berhenti atau diam di tempat atau tetap berdiri. Kata
al-waqf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian, yaitu: menahan, menahan
harta untuk diwakafkan. Secara syariah, wakaf berarti menahan harta dan memberikan
manfaatnya di jalan Allah.4
Di kalangan ulama fikih terdapat perbedaan pendapat mengenai terminologi wakaf. Hanafi
berpendapat bahwa wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik
wakif dan diperbolehkan mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Maliki lebih cenderung
menahan benda milik pewakaf dari penggunaan secara kepemilikan akan tetapi
memperbolahkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan. Sementara Syafi’i dan Hambal
berpendapat bahwa wakaf adalah menahan harta pewakaf untuk bisa dimanfaatkan di segala
bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai bentuk taqarrub
kepada Allah SWT.
Sementara dalam pelaksanaan wakaf di Indonesia telah di atur dalam UU No. 41/2004 yang
menyatakan wakaf merupakan perbuatan hukum pewakaf untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan
umum menurut syariah. Sehingga dengan demikian wakaf merupakan suatu bentuk
philantrophy yang mirip dengan jenis philntrophy lainnya dalam Islam baik itu infak/shadaqah
maupun hibah.5
B.II. Sumber Hukum
Al-Quran
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah6 adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Qs. Al-Baqarah:261)
3 http//www.id.wikipedia.org.4 Siti Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, hal.3205 Siti Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, hal.3216 Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain. (http//www.alquran-digital.com)
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Qs. Ali-Imran:92)
... Dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (Qs. Al-Hajj:77)
Assunnah
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, ia berkata Ummar bin Khattab r.a berkata kepada Nabi SAW,
saya mempunyai seratus saham (tanah,kebun) di Khaibar belum pernah saya mendapatkan
harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu, saya bermaksud menyedekahkannya Nabi
SAW, berkata: “Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabilillah.” (HR. Annasa’i)
Dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “apabila anak Adam
meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara : shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim)
B.III. Obyek Wakaf
Obyek wakaf yang dapat diwakafkan adalah benda bergerak maupun benda tidak bergerak
yang dimiliki secara utuh dan dimiliki secara sah oleh pihak yang akan melakukan wakaf
(wakif). Obyek wakaf benda tidak bergerak dapat dalam bentuk tanah, hak milik atas rumah,
atau hak milik atas rumah susun. Sementara untuk obyek wakaf benda bergerak dapat dengan
bentuk uang.7 Maka dengan demikian seiring perkembangannya muncul istilah wakaf produktif
dan wakaf non produktif.
B.IV. Jenis-Jenis Wakaf
Berdasarkan Peruntukan
1. Wakaf Ahli
Wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan
keluarga dan lingkungan kerabat sendiri.
2. Wakaf Khairi
Wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama atau kemasyarakatan.
Berdasarkan Jenis Harta
1. Benda Tidak Bergerak, yang kemudian dapat dibagi ladi menjadi:
a. Hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundangan terdiri atas:
1. Hak milik atas tanah;
2. Hak atas tanah bersama;8
7 http//www.id.wikipedia.org.8 Hak dari suatu rumah susun sesuai dengan ketentuan perundand-undangan.
3. Hak guna bangunan.9
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
c. Tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan peraturan
perundang-undangan
2. Benda Bergerak Selain Uang
3. Benda Bergerak Berupa Uang10
Berdasarkan Waktu
1. Muabbad
Wakaf yang diberikan untuk selama-lamanya.
2. Mu’aqqot
Wakaf yang diberikan dalam jangka waktu tertentu
Berdasarkan Penggunaan Harta yang Diwakafkan
1. Mubasyir
Harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat dan bisa digunakan secara
langsung.
2. Istitsmary
Harta wakaf yang ditunjukan untuk penanaman modal dalam produksi barang-barang dan
pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam bentuk apapun kemudian hasilnya diwakafkan
sesuai keinginan pewakaf.
B.V. Syarat Wakaf
Syarat wakaf yang menjadi syarat utama agar dapat sahnya suatu akad wakaf adalah:
1. Seorang wakif telah dewasa;
2. Berakal sehat;
3. Tidak berhalangan membuat perbuatan hukum;
4. Pemilik utuh dan sah dari harta benda yang diwakafkan.
Akad wakaf yang diikrarkan seorang wakif harus disaksikan oleh dua orang saksi dan pejabat
pembuat akta wakaf. Ikrar akad wakaf dilaksanakan dengan ikrar dari wakif untuk
menyerahkan harta benda yang dimiliki secara sah untuk diurus oleh nadzir (orang yang
mengurus harta wakaf) demi kepentingan ibadah dan kesejahteraan masyarakat.
9 Hak pakai yang berada di atas tanah Negara hak guna bangunan atau hak pakai yang berada di atas tanah hak pengelolaan atau hak milik pribadi yang harus mendapat izin tertulis dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik.10 Merupakan inovasi dalam keuangan publik Islam karena jarang ditemukan dalam fikih klasik.
B.VI. Perkemngan Wakaf di Indonesia.
Menurut perkembangannya wakaf terbagi dalam tiga11 yaitu:
Wakaf Uang
Para ulama berijtihad mengklasifikasi dan merinci jenis-jenis benda mana yang dapat
diwakafkan dan yang tidak dapat diwakafkan. Imam Muhyiddin al-Nawawi
mensyaratkan agar benda wakaf itu mempunyai daya tahan agar manfaat dan
keuntungan dari benda wakaf itu tetap terjaga. Menurutnya, benda wakaf itu tidak
dapat berupa sesuatu yang dapat dimakan dan tidak pula dalam bentuk minyak
wangi. Ia membolehkan mewakafkan binatang ternak dan benda-benda bergerak
lainnya. Abu Ishaq al-Syirazi, dalam rangka menafsirkan potongan Hadits
mengatakan bolehnya mewakafkan setiap sesuatu yang dapat diambil manfaatnya
secara terus menerus. Senada dengan Muhyiddin al-Nawawi dan Abu Ishaq al-
Syirazi, Sayyid Sabiq, seorang ulama kontemporer, mengatakan bahwa tidak sah
mewakafkan benda yang berpotensi rusak dan musnah atau menjadi hilang jika
dimanfaatkan semisal uang, parfum, makanan, minuman dan juga tidak sah
mewakafkan benda-benda yang cepat rusak seperti yang terbuat dari parfum dan
wewangian.
Maka, nyatalah klasifikasi dan rincian jenis benda-benda mana yang dapat
diwakafkan dan yang tidak dapat diwakafkan di atas terkait erat dengan prinsip
langgengnya manfaat (dawam al-intifa’). Dengan kemajuan teknologi barangkali
benda yang dulu dianggap tidak ada manfaatnya akan menjadi sebaliknya dan itu
berarti dapat diwakafkan. Dan bisa jadi, dengan kemajuan teknologi, benda yang dulu
tidak tahan lama akan menjadi tahan lama dan itu berarti dapat diwakafkan.
Barangkali dulu orang menganggap bahwa uang menjadi tidak ada lagi jika
ditukarkan (dibelikan) karena uang dipandang sebagai alat tukar belaka. Berbeda
halnya dengan kondisi kini dimana uang dapat dijadikan komoditi dagang yang
menguntungkan, uang dapat didepositokan yang setiap jangka waktu tertentu dapat
diambil keuntungannya, dan uang dapat diinvestasikan dalam bentuk saham-saham
perusahaan yang dalam periode tertentu dapat menerima keuntungan.
Wakaf Surat Berharga (Saham)
Saham adalah bentuk paling murni dan sederhana dari kepemilikan perusahaan.
Saham adalah selembar kertas yang menyatakan kepemilikan dari sebagian
perusahaaan. Saham merupakan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau
badan dalam suatu perusahaan, selembar saham adalah selembar kertas yang 11 http//www.wakafcenter.com
menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemiliknya (berapapun
porsinya/jumlahnya) dari suatu perusahaan yang menerbitkan kertas (saham)
tersebut. Selembar saham mempunyai nilai atau harga.
Investasi finansial dalam ketentuan syariah Islam harus berkaitan langsung dengan
sektor riel atau dalam istilah investasi disebut mempunyai underlying transaction.
Investasi ini dapat dilakukan dalam bentuk penerbitan surat berharga yaitu saham
dan obligasi.
Saham merupakan salah satu sekuritas diantara sekuritas-sekuritas lainnya yang
mempunyai tingkat risiko yang tinggi. Risiko tinggi tercermin dari ketidakpastian return
yang akan diterima oleh investor di masa datang. Hal ini sejalan dengan definisi
investasi menurut Sharpe bahwa investasi merupakan komitmen dana dengan jumlah
yang pasti untuk mendapatkan return yang tidak pasti di masa depan.
Di atas telah dijelaskan hal ihwal pelarangan dan kebolehan mewakafkan uang,
dalam hal ini terkait masalah mewakafkan saham bisa dianalogikan dengan wakaf
uang karena pada dasarnya dalam sistem perekonomian masa lalu tidak keterangan
yang menunjukkan wakaf saham. Perlu dicatat pula bahwa Prinsip dasar transaksi
menurut syariah dalam investasi keuangan yaitu:
(1) Transaksi dilakukan atas harta yang memberikan nilai manfaat dan menghindari
setiap transaksi yang dzalim. Setiap transaksi yang memberikan manfaat akan
dilakukan bagi hasil;
(2) Setiap transaksi harus transparan tidak menimbulkan kerugian atau unsur
penipuan disalah satu pihak, baik secara sengaja maupun tidak sengaja (gharar).
Diharamkan praktek insider trading, cornering, netting dan short selling;
(3) Risiko yang mungkin timbul harus dikelola sehingga tidak menimbulkan risiko
yang besar atau melebihi kemampuan menanggung risiko (maysir)
(4) Dalam Islam setiap transaksi yang mengharapkan hasil harus bersedia
menanggung risiko
(5) Manajemen yang diterapkan adalah manajemen Islami yang tidak mengandung
unsur spekulatif dan menghormati hak asasi manusia serta menjaga lestarinya
lingkungan hidup.
Saham sebagai barang yang bergerak juga dipandang mampu menstimulus
hasil−hasil yang dapat didedikasikan untuk kepentingan umat kebanyakan. Bahkan,
dengan modal yang besar, saham malah justru akan memberi konstribusi yang cukup
besar di banding jenis komoditas perdagangan yang lain. Hukum mewakafkan uang
tunai merupakan permasalah yang diperdebatkan di kalangan ulama fikih. Hal ini
disebabkan karena cara yang lazim dipakai oleh masyarakat dalam mengembangkan
harta wakaf, seperti tanah, gedung, rumah dan semacamnya.
Adapun jenis instrumen pasar modal yang jelas diharamkan syariah adalah sebagai
berikut:
(1) Preffered Stock (saham instimewa). Saham jenis ini diharamkan oleh ketentuan
syariah karena terdapat dua karakteristik utama, yaitu adanya keuntungan tetap (pre-
determinant revenue). Hal ini menurut kalangan ulama dikategorikan sebagai riba.
Karakteristik lainya adalah pemilik saham preferen mendapatkan hak istimewa
terutama pada saat likuidasi. Hal ini mengandung unsur ketidakadilan.
(2) Forward Contract. Forward contract diharamkan karena segala bentuk jual beli
utang (dayn bi dayn) tidak sesuai dengan syariah. Bentuk kontrak forward ini dilarang
dalam Islam karena dianggap jual beli utang/piutang terdapat unsur-unsur ribawi,
sedangkan terjadinya transaksi jual beli dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo.
(3) Option. Option merupakan hak, yaitu untuk membeli dan menjual barang yang
tidak disertai dengan underlying asset atau real asset. Transaksi option ini bersifat
exist dan dinilai oleh kalangan ulama bahwa kontrak option ini termasuk future
mengandung unsur gharar (penipuan/spekulasi) dan maysir (judi). Kecuali jika
transaksi option atau hak tersebut merupakan representasi dari nilai intangible asset
tersebut, maka dianggap sebagai nilai real asset dan dapat dibenarkan menurut
syariah. Misalnya, pentium intel yang merupakan intangible asset karena merupakan
Hak Atas Karya Intelektual (HAKI) yang melekat pada produk komputer yang
memanfaatkan teknologi tersebut, maka transaksi ini halal jika jual beli dilakukan juga
pada aktiva berwujudnya. Jadi instrumen investasi syariah tersebut bebas dari jenis
riba apapun, baik riba nashiah yaitu pinjam meminjam uang maupun riba fadl, yaitu
riba dalam perdagangan, gharar (penipuan) dan maysir (judi).
Wakaf Manfaat
Pada dekade akhir-akhir ini hak harta dan manfaat semakin meluas dan itu
merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam harta yang bisa diwakafkan.
Mungkin hal inilah yang disinyalir oleh Rasulullah SAW dalam hadits به ينتفع علم أو
yang memberikan isyarat –walaupun jauh- tentang adanya hak adabi.
Untuk memahami manfaat kontekstual wakaf dapat dilihat dari sistem
pengelolaannya, apakah secara tradisional atau modern. Kalau pengelolaan
tradisional hanya menempatkan kekekalan benda berada pada posisi teratas dengan
mengesampingkan sistem pengelolaan. Sedangkan pengelolaan modern lebih
mengedepankan pada aspek kemanfaatan benda melalui pengelolaan produktif
dengan tetap menjaga eksistensi bendanya tetap ada dan tidak berkurang.
Substansi perintah Nabi adalah menekankan pentingnya menahan eksistensi benda
wakaf dengan cara mengelola secara profesional, sementara hasilnya untuk
kepentingan kebajikan umum. Pemahaman yang paling mudah untuk dicerna dari
maksud Nabi adalah bahwa substansi ajaran wakaf itu tidak semata-mata terletak
pada pemeliharaan bendanya (wakaf), tapi yang jauh lebih penting adalah nilai
manfaat dari benda tersebut.
Kalau konsisten memegangi maksud hadits Nabi di atas, maka harusnya tidak ada
benda-benda wakaf yang terbengkelai. Problemnya adalah karena ada sebagian
ulama yang bersiteguh memahami wakaf lebih kepada keutuhan benda-benda wakaf,
meskipun telah rusak atau tidak memberi manfaat sedikitpun untuk masyarakat
banyak.
Oleh karena itu, pendapat yang mengatakan bahwa benda-benda wakaf tidak boleh
“diutak-atik” tanpa sentuhan pengelolaan dan pengembangan yang lebih bermanfaat
harus kita mulai tinggalkan. Hal ini kita lakukan agar dapat menciptakan sebuah
kondisi dimana segala sesuatu akan bisa memberikan nilai manfaat (ekonomi)
apabila dikelola secara baik. Sejarah berdirinya masjid Nabawi di masa Rasulullah
yang dulunya hanya terbuat dari pelepah kurma dan sekarang sudah dirombak
sedemikian rupa hingga menjadi salah satu masjid termegah dan termewah di dunia
dengan segala fasilitas modern lainnya merupakan gambaran betapa pentingnya
pengembangan potensi (kekayaan) umat Islam untuk kemanfaatan yang lebih besar.
Terdapat tiga makna kontekstual bahwa benda wakaf akan mendapatkan nilai pahala
yang terus mengalir karena kemanfaatannya, yaitu:
1. Benda tersebut dapat dimanfaatkan (digunakan) oleh orang banyak. Ketika
seseorang mewakafkan tanah atau bangunan untuk mendirikan sekolah misalnya,
maka masyarakat umum akan bisa memetik kemanfaatan yang begitu besar
terhadap kehadiran sekolah itu. Terlebih jika biaya sekolah itu sangat murah atau
gratis setelah disubsidi dari dana pengelolaan wakaf, maka masyarakat sekitar
sangat terbantu dalam menyekolahkan anak-anaknya. Itu baru satu contoh kecil,
masih banyak contoh-contoh lain dari benda wakaf yang memberikan manfaat lebih
banyak lagi terhadap kepentingan kebajikan. Dengan kehadiran benda wakaf yang
memiliki nilai guna sangat tinggi itu, maka paradigma baru wakaf harusnya didasari
oleh aspek tersebut, sehingga jika ada benda wakaf yang hanya memberikan
kemanfaatan kecil atau tidak sama sekali, sudah selayaknya benda tersebut
diberdayakan secara produktif dalam rangka meningkatkan fungsi yang berdimensi
ibadah dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana maksud wakifnya.
2. Manfaat immaterial benda wakaf melebihi manfaat materialnya. Atau bisa
disederhanakan dengan bahwa nilai ekstrinsik benda wakaf melebihi nilai intrinsiknya.
Karena titik tekan wakaf itu sendiri sejatinya lebih mementingkan fungsi untuk orang
lain dari pada benda itu sendiri. Sehingga dengan demikian, orang yang mewakafkan
tanah untuk mendirikan bangunan fasilitas ibadah, misalnya, harusnya bisa pula
dimaknai secara lebih luas tentang ibadah sendiri itu apa, sehingga tidak hanya
terfokus pada pendirian bangunan masjid semata. Sebagai contoh, tanah wakaf yang
berada dalam lokasi yang sangat strategis tidak cukup hanya di bangun sebuah
masjid atau musholla yang fungsinya hanya untuk sholat, tapi harusnya bisa
dibangun dengan mempertimbangkan letak tanah tersebut. Paradigmanya, masjid
tetap didirikan di atas tanah tersebut bersamaan dengan tempat-tempat usaha yang
bisa menguntungkan dengan desain yang memungkinkan sesuai Syari’ah. Sehingga
dengan demikian, nilai tanah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan nilai
immaterialnya, yaitu bisa untuk ibadah (ritual formal seperti shalat), pusat koordinasi
dakwah, pusat perniagaan Islami, pusat santuan kaum lemah, pusat koordinasi
pemberdayaan ekonomi lemah dan sebagainya.
3. Harta benda wakaf itu bukan berupa benda yang dapat menimbulkan bahaya
(madharat) bagi orang lain (mauquf ‘alaih) dan juga wakif sendiri. Jadi tidak
dinamakan wakaf jika ada seseorang yang menyerahkan sebagian hartanya untuk
dibuat tempat perjudian, misalnya. Atau bisa jadi bukan tempat yang haram, namun
bisa juga yang mengarah kepada kemaksiatan, seperti menyumbangkan tanah untuk
dibangun tempat bilyard. Secara substansi hukumnya tempat bilyard tidak haram
selama untuk sarana olah raga atau hiburan yang benar. Namun, kecenderungan
saat ini tempat-tempat bilyard cenderung digunakan untuk arena perjudian (taruhan)
atau tempat bercampurnya kaum laki-laki kepada kaum perempuan non muhrim.
Oleh karena itu, benda wakaf harus yang memberikan manfaat bukan mendatangkan
bahaya.
Paradigma yang melekat pada masyarakat mengenai wakaf perlu direinterpretasi
karena pada dasarnya hukum Islam mengalami perkembangan sejalan dengan
kondisi sosial-ekonomi ataupun politik pada waktu tertentu, Para ulama’ terdahulu
telah memberikan klasifikasi terhadap persyaratan pada mauquf bih bahwa harus
dawam al intifa’. Di samping itu terdapat persyaratan pula bahwa mengenai benda
mauquf bih haruslah benda tak bergerak, namun dari penjelasan di atas berdasarkan
kerangka teoritik bahwa kita akan mendapatkan adanya kongklusi mengenai wakaf
yang lebih menitikberatkan pada nilai guna benda yang diwakafkan, karena tidak
terdapat dalil yang secara eksplisit menjelaskan mengenai wakaf uang ataupun
saham. Dengan pengelolaan dan menejemen perwakafan yang lebih modern akan
didapatkan suatu perbedaan mendasar wakaf sebagai hal yang tidak dapat di’utak-
atik’ atau wakaf sesuai dengan tujuan Rosulullah yakni memberikan manfaat pada
masyarakat yang membutuhkan, hari ini telah berkembang berbagai macam sistem
perwakafan uang, disamping itu telah dijelaskan pula dengan kebangkitan sistem
ekonomi yang berasaskan Syariah maka dari sini ditepis keraguan mengenai
perwakafan yang berupa surat berharga atau dikenal dengan saham.
Sejalan dengan keterangan di atas berkembang pula perwakafan mengenai manfaat
suatu benda yang mungkin saja tidak tergolong pada benda tidak bergerak ataupun
benda bergerak, dan yang akhir-akhir ini telah ada, wakaf hak milik ma’nawi seperti
hak cipta mengarang, hak nama atau merk dalam perdagangan, Wakaf pelayanan,
seperti pelayanan pengangkutan mushhaf ke masjid, Dan jasa Pendidikan ataupun
Pelatihan-pelatihan tertentu, yang mana semua itu telah menekankan pada
kemanfaatan sesuai tujuan syariah. Maka, sudah saatnya pemahaman manfaat
kontekstual wakaf yang lebih menekankan pentingnya aspek pengembangan manfaat
menjadi semacam “gizi” baru untuk memberdayakan benda-benda wakaf secara
produktif .
B.VII. Akuntansi Lembaga Wakaf
Karena lembaga wakaf merupakan lembaga yang dibentuk atau didirikan untuk mengelola
sebuah atau sejumlah kekayaan wakaf dan hingga saat ini belum ada PSAK yang mengatur
tentang akuntansi lembaga wakaf. Maka dengan demikian untuk saat ini sistem akuntansi di
Lembaga Wakaf masih dilakukan pencatatan secara umum. Hal ini diperbolehkan selama
tidak melanggar ketentuan syariah.
C. PENUTUP
Analisis dan Kesimpulan
Meski memang belakangan ini di Indonesia mulai dikembangkn wakaf tunai dalam bentuk
wakaf uang dan surat berharga dan secara pengelolaan lebih bersifat produktif dengan adanya
jenis produk wakaf properti yang mulai dikembangkan oleh Tabungan Wakaf Indonesia.
Namun, perkembangan pencatatan akuntansi syariah untuk Lembaga Wakaf di Indonesia
memang masih belum tercantum dalam PSAK.
Hal ini bisa jadi dipengaruhi oleh perkembangan Lembaga Wakaf itu sendiri terutama di
Indonesia yang memang pencitraan wakaf lebih pada harta-harta yang non produktif sehingga
perkembangannya cukup lamban terutama mengenai sistem pencatatan transaksinya.
Daftar Pustaka
http//www.id.wikipedia.org
Wasilah dan Nurhayati, Siti. Akuntansi Sariah di Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
http//www.tabungwakaf.com
http//www.wakafcenter.com