Kejang Demam Kompleks

download Kejang Demam Kompleks

of 26

description

kejang demam kompleks

Transcript of Kejang Demam Kompleks

Laporan Kasus Kejang Demam Kompleks

Disusun Oleh:

Gita Puspitasari 11.2014.147

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

RSUD KOJA Jakarta Utara

Periode 17 Agustus 2015 24 Oktober 2015

\

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus :

SMF ILMU KESEHATAN ANAKRUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA - JAKARTA

Periode 17 Agustus 24 Oktober 2015

Nama Mahasiswa: Gita Puspitasari

Tanda Tangan :

NIM

: 112014147

Dokter Pembimbing: dr. Dewi Iriani , Sp.A

I. IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. AF

Tanggal Lahir (Umur): 06 Agustus 2013

Umur

: 2 tahun 0 bulan 14 hari

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat : Jl. Ancol selatan II Suku Bangsa : Betawi

Agama

: Islam

Pendidikan : -Tanggal masuk RS : 20 Agustus 2015

IDENTITAS ORANG TUAAyah

Nama lengkap: Tn. A Umur

: 45 tahun Suku Bangsa : Sunda

Alamat

: Jl. Ancol selatan II

Pendidikan: SMA

Pekerjaan: Karyawan

Penghasilan: Rp. 3.000.000,-/ bulanHubungan dengan orang tua: Anak Kandung

Ibu

Nama lengkap: Ny. S Umur

: 42 tahun Suku Bangsa : Sunda Alamat

: Jl. Ancol selatan II

Agama : Islam

Pendidikan: SMK

Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga

Penghasilan: ( - )Hubungan dengan orang tua: Anak Kandung

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan ibu pasien pada Jumat, 21 Agustus 2015, pukul 10.00 WIB.

Keluhan UtamaKejang sejak 2 jam SMRSKeluhan Tambahan

Demam 5 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Dua hari SMRS pasien batuk berdahak, dahak tidak dapat di keluarkan . Keluhan pilek dan sesak tidak ada. Keluhan demam tidak ada, nafsu makan dan minum baik, keluhan mencert (-), BAK dan BAB lancar. Satu hari SMRS keluhan batuk masih ada dan di sertai dengan pilek. Pilek di sertai keluar lendir berwarna jernih, keluhan sesak tidak ada. Ibu pasien mengatakan anak mengalami demam. Demam naik secara perlahan, demam tidak di sertai menggigil. Ibu pasien memberikan obat penurun panas dan demam menurun.

Lima jam SMRS, pasien kembali mengalami demam. Demam naik secara perlahan. Demam tidak disertai menggigil. Batuk dan pilek (+), sesak (-), mual (-), muntah (-), mencret (-), nafsu makan dan minum menurun, BAK dan BAB lancar.

Dua jam SMRS pasien mengalami kejang, ibu pasien mengatakan kejang terjadi pada pukul 15.00 WIB, lama kejang kurang lebih 5 menit. Selama kejang, seluruh tubuh pasien kaku dan kedua mata mendelik ke atas. Badan kelojotan tidak ada, mulut terkunci dan tidak mengeluarkan busa. Setelah kejang pasien sadar tetapi terlihat lemas dan keringat dingin di sertai muntah. Muntah terjadi sebanyak 3 kali, cair, tidak ada ampas. Pada hari yang sama dengan interval waktu 30 menit dari kejang pertama timbul kejang kedua kali pada pukul 15.30 WIB sifat kejang kaku pada seluruh tubuh dan mata mendelik ke atas, badan kelojotan tidak ada dan muntah tidak ada sehingga ibu pasien memutuskan untuk membawa anaknya ke IGD RSUD Koja. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Sepsis

(-) Meningoencephalitis (-)Kejang Demam(+)

Tuberkulosis(-) Pneumonia

(-) ISK

(-)

Asma

(-) Alergic Rhinitis(-) Amoebiasis

(-)

Polio

(-)Difteri

(-)Sindrom Nefrotik(-)Diare akut(+) Diare kronis

(-) Disentri

(-)

Kolera

(-) Tifus abdominalis(-) DHF

(-)

Cacar air(-) Campak

(-) Batuk rejan

(-)

Tetanus(-) Glomerulonephritis(-) Penyakit Jantung Bawaan(-)

Lain-lain:

Batuk pilek (+) Operasi (-)

Kecelakaan(-)

Pasien pernah mengalami kejang demam sebelumnya, lima hari SMRS pasien pernah di rawat di RSUD Koja karena keluhan yang sama. Terjadi kejang yang di dahului dengan demam, sifat kejang terjadi kaku pada seluruh tubuh, tubuh tidak kelojotan. Lamanya kejang kurang dari 15 menit , mulut tidak terkkunci dan tidak mengeluarkan busa. Setelah kejang anak langsung lemas. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

PenyakitYaTidakHubungan

Alergi

Asma

Tuberkulosis

Hipertensi

Diabetes

Kejang DemamAyah, kakak

Epilepsi

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

Kehamilan

Perawatan antenatal:Teratur ke puskesmas tiap bulan

Penyakit kehamilan:-

Kelahiran

Tempat kelahiran :Rumah BersalinPenolong persalinan:BidanCara persalinan:Spontan Masa gestasi:kurang bulan (36 minggu)

Keadaan bayi:Berat badan lahir:2600 gram

Panjang badan lahir:48 cm

Lingkar kepala: Ibu pasien tidak ingat

Nilai APGAR: ibu pasien tidak tahu, tetapi bayi langsung menangis, gerak aktif, kulit kemerahan

Kelainan bawaan:Tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN

Sektor personal sosial:

Berusaha menggapai mainan = usia 5 bulan

Tepuk tangan= 7 bulan Sektor motor halus adaptif:

Mengambil kubus = 7 bulan Memegang dengan ibu jari dan jari = 8 bulanSektor bahasa:

Mengoceh = sekitar 8 bulan Memanggil papa mama = 12 bulan Sektor motor kasar:

Tengkurap = 4 bulan Merangkak = 6 bulan Duduk = 7 bulan Berdiri = 9 bulan

- Berjalan = 12 bulan

RIWAYAT IMUNISASI

Imunisasi dasar sudah, imunisasi lengkap belum

ImunisasiWaktu Pemberian

Imunisasi Dasar

BulanBoosterTahun

012345691218235

BCGI

DPTIIIIII

Polio (OPV)IIIIIIIV

Hepatitis BIIIIII

CampakI

Riwayat Nutrisi

Susu

: ASI sampai usia 6 bulan Makanan padat: pada usia 7 bulan pasien sudah mulai makan

Makanan sekarang: nafsu makan baik Variasi

: bervariasi

Jumlah

: 1 mangkok kecil

Frekuensi

: 3 kali/hari

Riwayat sosial personal

Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakak perempuan pasien. Rumah kontrakan di kawasan padat penduduk. Terdapat penerangan listrik dan sumber air berasal dari PAM. Sinar matahari banyak masuk ke dalam rumah karena ventilasi baik.

Higienitas keluarga cukup baik. Pasien aktif berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Pasien tinggal bersama ayah dan ibu.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal: 21 Agustus 2015, pukul 10.00 WIB

PEMERIKSAAN UMUMKeadaan umum: Tampak sakit sedangKesadaran

: Compos MentisTanda-tanda vital:

Frekuensi Nadi: 138 x / menit (kuat)

Suhu

: 38,3o C

Frekuensi Nafas: 40 x / menit

Data Antropometri

Berat badan: 12 kg

Tinggi badan: 84 cm

Status gizi

:BB/U = 12 / 12 = 100%gizi baik

TB/U = 84 / 86 = 97,6 % baik

BB/TB = 12 / 11,8 = 101,6% gizi baik Lingkar Kepala: 44 cm Lingkar Dada: 46 cm Lingkar Lengan: 15 cmPemeriksaan Fisik Sistematis

Kepala

Kepala

: normosefali, rambut warna hitam, distribusi merataMata

: pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak

langsung +/+, konjungtica anemis -/-, sclera ikterik -/-

Hidung: bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung -/-,

sekret -/-

Telinga: normotia +/+, nyeri tekan tragus (-), serumen -/-, sekret -/-

Mulut

: mukosa mulut tidak hiperemis

Bibir

: bibir merah muda, tidak kering, sianosis (-), trismus (-),Lidah

: normoglosia, warna merah muda, lidah kotor (-), tremor (-)

Gigi geligi: karies (-)

Uvula

: simetris di tengah, tidak hiperemis

Tonsil

: T1-T1, tidak hiperemis

Tenggorok: faring tidak hiperemis, granular (-)

Leher

KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, trakea letak di tengah

Thorax

Inspeksi: gerakan dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : fremitus taktil simetris

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba

Perkusi : tidak ada pembesaran jantung

Auskultasi : BJ I-II reguler, murni, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi: bentuk abdomen datar

Palpasi : supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-), pembesaran hati (-), pembesaran limpa

(-), pembesaran ginjal (-)

Perkusi : terdengar timpani di seluruh permukaan abdomen

Auskultasi : bising usus (+) normal

Anus dan rectum

Anus (+)Genitalia

Tidak di lakukan Anggota gerak

Tonus: normotonus

Sendi

:

Kekuatan:

+5+5Edema:--

+5+5

--

Sianosis

--

-

Capillary Refill Time : < 3 detik Tulang belakang

Tulang belakang normal dan lurus, tidak terdapat benjolan, gibbus (-)

Kulit

Kulit normal, tidak terdapat lesi di kulit

Rambut

Pertumbuhan rambut merata, rambut berwarna hitamKelenjar Getah Bening

Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Pemeriksaan Neurologis

Tingkat kesadaran : GCS 15

Delirium: tidak ada

Tidak ada tremor, korea, ataksia

Rangsang meningeal: kaku kudu (-), Kernig (-), Brudzinsky (-), Laseque (-)

Saraf kranialis I-XII kesan dalam batas normalRefleks patologis: babinsky -/-PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 20 Agustus 2015

Darah Rutin

Hemoglobin

: 12,1 g/dL (11,5-14,5)

Jumlah Leukosit : 14,33 103/L (4,00-12,00)Hematokrit

: 36,3% (33-43)

Jumlah Trombosit: 321.000 103/L (182-369)Kimia KlinikGlukosa sewaktu : 112 mg/dL ( 10 years

510 mg

1015 mg

Jika kejang masih berlanjut : 1,91. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal

2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut : 1,91. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit

2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. 1,92. Pengobatan penunjang

Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. 1,9

Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. 1,9

Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama. 1,93. Pengobatan rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu: 1,9 Profilaksis intermitten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. 1,9 Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah: 1,91) Fenobarbital

Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.

2) Sodium valproat / asam valproat

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.

3) Fenitoin

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.4. Mencari dan mengobati penyebabPenyebab dar kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati. 1,9PROGNOSIS

Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian berkisar 0,46 % s/d 0,74 %. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari kejang demam sederhana dan 97 % dari kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung kepada faktor riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga, kelainan dalam perkembangan taau kelainan sebelum anak menderita kejang demam dan kejang berlangsung lama atau kejang fokal. 5

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % kejang demam mengalami hemiparese sesudah kejang lama. Ditemuan dari 431 penderita dengan kejang demam tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.1,5ANALISA KASUSPada pasien anak perempuan berumur 2 tahun 0 bulan 14 hari dengan berat badan 12 kg dan panjang badan 84 cm dari anamnesa didapatkan keluhan kejang sebanyak 2 kali pada sore hari, 5 jam SMRS yang didahului dengan demam. Kejang merupakan kejang kedua kali dan berdurasi kurang dari 15 menit. Kejang pada pasien bersifat tonik, mata mendelik ke atas, mulut terkunci dan tidak mengeluarkan busa. pasien dalam keadaan sadar pada saat sebelum dan setelah kejang. Kejang petama terjadi 3 hari SMRS dan pernah di rawat di RSUD Koja dengan keluhan yang sama. Diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan pada pasien ini atas dasar serangan kejang yang terjadi 2 kali dalam 24 jam. Demam terjadi 5 hari SMRS, demam tidak mendadak dan berlangsung terus-menerus. 2 hari SMRS ibu pasien mengatakan pasien batuk, berdahak tetapi tidak dapat di keluarkan. Pilek (+) lenidr jernih. Kemungkinan pasien telah terjangkit infeksi saluran napas dan ini telah memicu terjadinya demam. Dari pemeriksaan fisik HR: 138x/m, RR: 40x/m dan T:38,3C. Pemeriksaan refleks meningeal dengan hasil negatif menunjukkan tidak terdapat infeksi pada otak dan meningen. Pada pemeriksaan lab didapatkan Hb 12,1 g/dL, Ht 36,3%, leukosit 14,33 103/L , trombosit 321.000/mm3, GDS 112 mg/dL, Na 139 mEq/L dan K 4,06 mEq/L, Cl 99 mEq/L. Pada hasil pemeriksaa laboratorium menunjukan ada proses infeksi yang ditandai dengan demam sebelum terjadinya kejang.

Pada kasus ini, diagnosis banding kejang demam kompleks adalah kejang demam sederhana dan epilepsi. Ada pun perbedaan antara kejang demam kompleks dengan kedua penyakit ini adalah:

Kejang demam sedehana Menurut kriteria Livingstone, gejala kejang demam sederhana adalah kejang bersifat umum, kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, kejadian kejang hanya 1 kali dalam 24 jam, frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun, EEG normal. Epilepsi Menurut kriteria Livingstone, gejala epilepsy yang diprovokasi demam adalah seperti kejang lama dan bersifat lokal, umur lebih dari 6 tahun, frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun, dan EEG setelah tidak demam abnormal. Perbedaan kejang demam kompleks dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi bisa disebabkan karena terjadinya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.

Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus KaEN 1 B. Hal ini untuk memberikan kebutuhan glukosa, cairan dan elektrolit pada pasien yang saat demam tidak terepenuhi lagi asupannya. Pasien masuk ke ruangan bangsal dalam keadaan tidak kejang lagi, sehingga seharunya diberikan obat anti kejang profilaksis intermiten yaitu diazepam dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam untuk rektal. Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam diberikan pada saat tubuh > 38,50C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 37,80C hanya diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat yang juga diberikan kepada pasien saat pulang. Hal ini sesuai teori dimana riwayat pasien yang mengalami kejang demam sebanyak 2 kali dalam 24 jam dipertimbangkan untuk diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat. Mengingat efek samping dari asam valproat dan penggunaannya dalam waktu yang lama (1 tahun), maka disarankan pada pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Pada pasien diberikan antibiotik karena dicurigai penyebab demamnya adalah infeksi pada saluran pernapasan , sehingga untuk mengatasi demamnya selain diberikan obat penurun panas berupa parasetamol juga diberikan antibiotik cefixime.DAFTAR PUSTAKA

1. Soetomenggolo TS. Kejang dema. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S. Vuku ajar neurologi anak. Jakarta : IDAI ; 1991.h. 2444-53. 2. Ruslie RH, Darmadi. Diagnosis dan Tatalaksana terkini Kejang Demam. J. Kedokt Meditek. 2012; 47 (18); 1-7. 3. Gatti S, Vezzani A, Bartfai T. Mechanisms of fever and febrile seizures. In: Baram TZ, Shinnar S, eds. Febrile seizures. San Diego: Academic Press, 2002:16988.4. Waruiru C, Appleton R. Febrile seizures. European Academy of Pediatrics. Rev. 2004; (89) 8; 751-756.5. Fetveit A. Assessment of febrile seizures in children. Eur J Pediatr. 2008. 167 ; 17-27. 6. Behrman. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal 2059-2067.7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi 2. Blackwell pulblishing ; 2006.h. 72-90.8. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 20609. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis. IDAI; Jakarta. 2010. h. 150-2.