Kejang Demam Kompleks

48
BAB I PENDAHULUAN Kejang demam merupakan gangguan neurologis yang lazim pada anak dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang dapat berupa serangan mendadak yang nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom. Beberapa kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan, trauma kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung. 1 Kejang demam merupakan kelainan tersering pada anak, 2%-5% anak berusia di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2%-5% pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi sekitar 80%-90% dan yang tersering adalah kejang demam sederhana. 2 Menurut consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam biasanya terjadi saat peningkatan suhu tubuh (>38 O C rectal) pada umur antara 6 bulan sampai 5 tahun, dimana kejang berhubungan dengan adanya demam tetapi tanpa terbukti adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Akan tetapi kejang demam pada anak-anak 1

description

Laporan Kasus Kejang Demam Kompleks pada Anak di BRSU Tabanan FK UNUD Bali

Transcript of Kejang Demam Kompleks

Page 1: Kejang Demam Kompleks

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan gangguan neurologis yang lazim pada anak

dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang dapat berupa serangan mendadak

yang nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik

abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom.

Beberapa kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan

kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan

somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan, trauma

kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung.1

Kejang demam merupakan kelainan tersering pada anak, 2%-5% anak

berusia di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Di

Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2%-5% pada anak berusia

kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih

tinggi sekitar 80%-90% dan yang tersering adalah kejang demam sederhana.2

Menurut consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam biasanya terjadi

saat peningkatan suhu tubuh (>38 OC rectal) pada umur antara 6 bulan sampai 5

tahun, dimana kejang berhubungan dengan adanya demam tetapi tanpa terbukti

adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Akan tetapi kejang demam pada anak-

anak yang sebelumnya pernah menderita kejang tanpa demam tidak dimasukkan

pada kejang demam. Selain itu pada bayi umur di bawah 1 bulan juga tidak

dikategorikan sebagai kejang demam.3

Secara umum berdasarkan manifestasi klinis kejang, kejang demam di

bagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam

kompleks.1 Kejang demam sederhana umumnya berlangsung singkat (≤15 menit),

berbentuk umum tonik dan atau klonik (tanpa gerakan fokal), tidak berulang

dalam waktu 24 jam, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang demam

sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam

demam kompleks merupakan kejang demam yang berlangsung >15 menit,kejang

terjadi secara fokal atau persial, terjadi >1 kali dalam 24 jam.4

1

Page 2: Kejang Demam Kompleks

Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan

tidak menimbulkan gejala sisa tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih

dari 15 menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen

dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi

arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin

meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab

hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.5

Pengobatan kejang demam pada anak mencakup 3 hal, yaitu pengobatan

fase akut dengan membebaskan jalan napas dan memantau fungsi vital tubuh;

mengatasi kejang dan demam fase akut; mencari dan mengobati penyebab demam

dengan melakukan pemeriksaan pungsi lumbal pada saat pertama sekali terjadi

kejang demam (sesuai indikasi); dan pengobatan profilaksis terhadap berulangnya

kejang demam.4

2

Page 3: Kejang Demam Kompleks

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38OC) akibat suatu proses ekstrakranial. Pada

umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun dan tidak terbukti adanya

infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang mengalami kejang tanpa

demam, bayi yang kejang dengan demam dengan usia dibawah 4 minggu dan

anak pernah kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak

termasuk dalam kejang demam.6

2.2 Etiologi

Hingga kini belum diketahui penyebab pasti kejang demam. Semua jenis

infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam

dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan

kejang demam adalah infeksi pernafasan akut seperti faringitis, tonsilofaringitis,

otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran

kemih. Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain

adalah demam setelah imunisasi DPT dan campak, efek toksin dari

mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,

serta perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.6

Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah riwayat kejang demam

dalam keluarga, usia kurang dari 18 bulan, serta suhu tubuh saat kejang. Bila

seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulang 80%. Bila tidak terdapat faktor

tersebut hanya 10% - 15% berulang. Kejang demam berulang paling sering pada

tahun pertama.6

Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yakni adanya

gangguan perkembangan neurologis yang jelas sebelum kejang demam pertama;

3

Page 4: Kejang Demam Kompleks

terjadinya kejang demam kompleks sebelumnya; serta adanya riwayat epilepsi

dalam keluarga.6

2.3 Epidemiologi

Kejang demam merupakan kelainan tersering pada anak, 2%-5% anak

berusia di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Di

Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2%-5% pada anak berusia

kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih

tinggi dan sekitar 80%-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam

sederhana.2

Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan – 5

tahun. Paling sering pada usia 17-23 bulan. Sedikit yang mengalami kejang

demam pertama sebelum umur 5-6 bulan atau setelah 5-8 tahun. Biasanya setelah

usia 6 tahun pasien jarang mengalami kejang demam lagi. Lebih kurang 80 %

kasus kejang demam adalah kejang demam sederhana, dan sisanya 20 % nya

kejang demam kompleks. Sekitar 8% berlangsung lama (> 15 menit), 16 %

berulang dalam waktu 24 jam.2

2.4 Patofisiologi

Sel saraf, seperti sel hidup umumnya mempunyai potensial membran.

Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial

intrasel lebih negatif dari ekstrasel. Dalam keadaan istirahat, potensial membran

berkisar antara 30-100 mV. Selisih potensial ini akan tetap sama selama sel tidak

mendapatkan rangsangan. Perbedaan potensial ini terjadi akibat perbedaan letak

dan jumlah ion-ion terutama ion Na+, K+, dan Ca++. Dalam keadaan normal,

membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion K+ dan sangat sulit oleh

ion Na+ dan elektrolit lainnya kecuali ion Cl- sehingga berakibat konsentrasi ion

K+ dalam sel syaraf tinggi dan Na+ rendah, sedangkan di luar sel syaraf

sebaliknya. Bila sel saraf mengalami stimulasi misalnya suhu tubuh yang tinggi,

stimulasi listrik akan berubah sehingga mengakibatkan menurunnya potensial

membran. Penurunan potensial membran akan menyebabkan permeabilitas

membran terhadap ion Na+ meningkat, sehingga ion Na+ akan lebih banyak masuk

ke dalam sel. Selama serangan ini, perubahan potensial membran masih dapat

4

Page 5: Kejang Demam Kompleks

dikompensasi oleh transport aktif ion Na+ dan K+. Sehingga selisih potensial

kembali ke keadaan istirahat.7

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari

seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada

keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Bila terjadi

kenaikan suhu akan terjadi perubahan keseimbangan membran sel, akan terjadi

difusi dari ion Kalium dan Natrium sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas

muatan sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun

membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang.

Selain itu pada anak dibawah usia 5 tahun proses mielinisasi dari serabut sel

syaraf masih belum sempurna, plastisitas otak juga masih berlangsung, sehingga

saat terjadi demam bisa mengganggu aliran listrik pada sel syaraf hal tersebut

dapat pula mencetuskan kejang, sehingga dapat menurunkan ambang batas kejang

pada anak. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi

tergantung dari derajat ambang tinggi rendahnya kejang tersebut. Pada anak

dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC

sedangkan pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi, kejang baru

terjadi pada suhu 40Oc atau lebih.5

Demam

5

Demam(kenaikan suhu tubuh 1A C)

Metabolisme basal Kebutuhan O2 meningkat meningkat (10-15%) (±20%)

Perubahan keseimbangan(membrane sel neuron)

Difusi melalui membran(ion K+ ---- ion Na+)

Lepas muatan listrik berlebihan

neurotransmitter Kejang

Page 6: Kejang Demam Kompleks

Jadi dapat disimpulkan demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme

sebagai berikut :5

1. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum

matang/imatur.

2. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan

gangguan permeabilitas membrane sel.

3. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan

CO2 yang akan merusak neuron

4. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan

kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan

pengaliran ion-ion keluar masuk sel.

2.5 Manifestasi Klinis

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang

klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah

kejang berhenti anak langsung sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang

demam diikuti hemiparesis sementara (Hemiparesis Tood) yang berlangsung

beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh

hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering

terjadi pada kejang demam yang pertama.4

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya

berkembang bila suhu tubuh mencapai 38°C atau lebih. Sebagian kejang

berlangsung kurang dari 6 menit dan hanya 8 persen yang berlangsung lebih dari

15 menit. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan

penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan

menyeluruh.6

2,6 Klasifikasi Kejang Demam

Menurut Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006, klasifikasi kejang

demam pada anak dibedakan menjadi dua, yaitu6

1. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure )

6

Page 7: Kejang Demam Kompleks

Kejang demam sederhana akan berlangsung singkat, dimana berdurasi

kurang dari 15 menit, tidak disertai dengan gerakan fokal dan umumnya

akan berhenti dengan sendirinya. Kejang demam sederhana tidak berulang

dalam 24 jam dan kejang yang terjadi bersifat umum, tonik dan atau

klonik.6

2. Kejang Demam Kompleks ( Complex Febrile Seizure )

Kejang demam kompleks akan berlangsung lebih dari 15 menit dengan

gerakan fokal di satu sisi, atau kejang umum yang didahului oleh kejang

parsial. Dapat terjadi lebih dari satu kali dalam 24 jam ( berulang ).6

2.7 Diagnosis

Diagnosis untuk kejang demam, ditegakkan berdasarkan gejala klinis

dan pemeriksaan penunjang. 6

2.7.1 Gejala Klinis

1. Anamnesis6

a) Identifikasi/pastikan adanya kejang, jenis kejang, lama kejang,

suhu sebelum/pada saat kejang, frekuensi, penyebab demam di

luar SSP.

b) Tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.

c) Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, kejang demam, atau

epilepsy dalam keluarga.

d) Singkirkan penyebab kejang yang lain.

2. Pemeriksaan Fisik6

a) Penyebab dasar dari demam harus dilihat.(Pemeriksaan fisik

yang teliti untuk menyingkirkan otitis media, faringitis atau

virus sebagai penyebab demam).

b) Evaluasi serial dari status neurologis pasien (umunya tidak

ditemukan adanya kelainan).

c) Pemeriksaan tanda meningeal, tanda peningkatan tekanan

intracranial, dan tanda infeksi di luar SSP.

2.7.2 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

7

Page 8: Kejang Demam Kompleks

Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi

lengkap, elektrolit dan glukosa darah dapat dilakukan, walaupun

kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Hitung leukosit

diatas 20.000 L atau pergeseran ke kiri yang ekstrim mungkin

berhubungan dengan bakteremia. Hitung sel darah lengkap dan

kultur darah mungkin merupakan pemeriksaan yang cocok.

Meningitis harus disingkirkan. Pasien dengan bakterial meningitis

bisa menampakkan demam dan kejang. Tanda dari meningitis

(seperti fontanella yang menonjol, kaku kuduk, stupor) mungkin

tidak ada terutama pada anak dibawah 18 bulan.1 Pemeriksaan lab

rutin biasanya tidak diindikasikan kecuali diperlukan untuk

mencari penyebab demam. Penilaian elektrolit jarang membantu

dalam evaluasi kejang demam.6

2. Pencitraan

Pemeriksaan foto kepala, CT Scan dan / MRI tidak

dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologis karena hampir

semuanya menunjukkan gambaran normal. CT Scan atau MRI

boleh dilakukan pada kasus dengan kelainan neurologis atau kasus

dengan kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak. CT scan

biasanya tidak perlu dalam evaluasi pada anak dengan kejang

demam sederhana yang pertama kali. CT scan dilakukan pada

pasien dengan kejang demam kompleks.5

3. Pemeriksaan Cairan Serebro Spinal (CSS)

Setelah mengontrol demam dan menghentikan kejang,

seorang dokter harus memutuskan apakah akan melakukan pungsi

lumbal. Indikasi pungsi lumbal pada kejang demam adalah untuk

menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Fakta

bahwa seseorang mempunyai riwayat kejang demam sebelumnya

tidak menyingkirkan meningitis sebagai penyebab kejang yang

terjadi. Semakin muda usia anak semakin penting dilakukan,

karena pemeriksaan fisik kurang reliabel dalam mendiagnosis

meningitis. Pungsi lumbal seharusnya dilakukan jika usia anak

8

Page 9: Kejang Demam Kompleks

dibawah 2 tahun, penyembuhan lambat, atau jika hal lain sebagai

penyebab demam tidak ditemukan.1 Pelaksanaan pungsi lumbal

masih kontroversi pada pasien dengan kejang demam sederhana.

Dan perlu dilakukan jika dicurigai terjadi meningitis walaupun

kejang bukan satu-satunya tanda meningitis. Beberapa literatur

melaporkan kurang dari 5% insiden meningitis pada anak-anak

menimbulkan kejang dan demam. 2 Bila pasti bahwa kejang

tersebut bukan disebabkan meningitis, pungsi lumbal tidak perlu

dilakukan. Kemampuan menegakkan atau menyingkirkan

diagnosis meningitis bervariasi tergantung pengalaman dokter.1

Rekomendasi yang dapat digunakan yakni6 :

a) Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal karena

gejala meningitis sering tidak jelas.6

b) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan pungsi

lumbal kecuali pasti bukan meningitis.6

c) Bayi lebih dari 18 bulan selektif atau tidak rutin karena

umumnya gejala meningitis sudah terlihat dengan jelas. Bila

pasti bukan meningitis pungsi lumbal tidak dianjurkan.6

4. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya

kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada

pasien kejang demam, oleh sebab itu tidak direkomendasikan,

kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya pada kejang

demam kompleks pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam

plus (FS+).6

2.8 Diagnosis Banding

1. Meningitis bakterialis

Peradangan selaput otak pada anak yang disebabkan oleh bakteri

pathogen. Penyakit ini seringkali didahului infeksi pada saluran napas

9

Page 10: Kejang Demam Kompleks

atas atau pencernaan seperti demam, batuk, pilek, diare dan muntah.

Demam, nyeri kepala, kaku kuduk dengan atau tanpa penurunan

kesadaran merupakan hal yang sangat sugestif meningitis. Banyak

gejala meningitis berkaitan dengan usia. Anak berusia kurang dari tiga

tahun jarang mengeluh nyeri kepala.8

2. Ensefalitis

Infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme,

misalnya bakteri, ptozoa, cacing, spirochaeta, atau virus. Penyebab

yang tersering dan terpenting adalah virus. Pada banyak pasien sering

terjadi keterlibatan leptomeningeal (meningoensefalitis), sedangkan

ensefalomielitis menunjukkan keterlibatan medulla spinalis.

Manifestasi klinis bervariasi mulai dari demam tidak tinggi disertai

sakit kepala, sampai keadaan berat, koma, kejang dan kematian.8

3. Epilepsi

Epilepsi adalah terjadinya bangkitan kejang dua kali atau lebih

tanpa provokasi, yang dipisahkan oleh interval > 24 jam. Hal – hal

yang menjadi pedoman diagnostik epilepsi yang diprovokasi demam

adalah kejang lama dan bersifat fokal, umur lebih dari 6 tahun,

frekuensi serangan lebih dari 4 kali per tahun, EEG setelah tidak

demam abnormal.8

2.9 Komplikasi

1. Kejang demam berulang

Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang demam

berkisar antara 25%-50%. Faktor terpenting untuk memperkirakan

berulangnya kejang demam adalah umur anak pada saat kejang terjadi

pertama kali. Anak yang mendapatkan kejang pertama kali pada umur 1

tahun atau kurang mempunyai kemungkinan sebesar 65% mendapatkan

kejang demam kembali. Hal ini berbeda dengan apabila onset kejang antara

umur 1 sampai 2 ½ tahun kemungkinan berulangnya kejang sebesar 35%

dan menjadi 20% apabila onset kejangnya setelah 2 ½ tahun. Angka

berulangnya kejang demam juga meningkat pada anak yang memiliki

10

Page 11: Kejang Demam Kompleks

perkembangan yang abnormal sebelum kejang pertama dan pada anak yang

memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami kejang tanpa demam. 7

Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang7

a.Riwayat kejang demam dalam keluarga.

b. Usia kurang dari 18 bulan.

c.Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang

demam makin besar resiko berulangnya kejang demam.

d. Lamanya demam sebelum kejang. Makin pendek jarak antara

mulainya demam dengan terjadinya bangkitan kejang demam, makin

besar risiko berulangnya kejang demam.7

Bila ada 3 faktor, kemungkinan kejang demam berulang kembali

adalah 80%. Bila sama sekali tidak terdapat faktor tersebut, risiko kejang

demam kembali adalah 10-15%. Kemungkinan kejang demam kembali

paling besar pada tahun pertama.8

2. Epilepsi

Anak yang mendapatkan kejang demam risikonya meningkat untuk

menjadi epilepsi dibandingkan dengan anak tanpa riwayat kejang demam.

Anak yang mendapatkan kejang fokal, kejang lama dan episode berulang

dari kejang demam memiliki kemungkinan sebesar 25% menjadi epilepsi

sampai umur 25 tahun. 8

Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :

a.Kelainan saraf

b. Kejang demam kompleks

c.Riwayat epilepsi dalam keluarga

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian

epilepsi sampai 4-6%. Adanya ketiga faktor-faktor risiko tersebut

meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-15%.8

3. Todd’ paresis9

Merupakan kelemahan yang terjadi setelah kejang dan timbul setelah

kejang demam 1 kali atau 2 kali. Kelemahan ini biasanya sembuh setelah 24

- 48 jam atau setelah 1 minggu.9

4.Gangguan intelegensia

11

Page 12: Kejang Demam Kompleks

Yang mengalami kelainan ini adalah anak-anak yang sebelumnya

sudah menderita gangguan neurologis dan gangguan perkembangan.

Gangguan belajar dan kebiasaan, retardasi mental, dan defisit motorik serta

koordinasi dilaporkan pada anak dengan skuele kejang demam. Angka

insiden dari komplikasi ini sangat rendah pada anak normal yang

mendapatkan kejang demam sederhana. Tidak ada peningkatan insiden dari

retardasi mental pada anak yang hanya mendapatkan kejang demam dan

pada anak yang normal sebelum timbul kejang pertama.9

2.10 Penatalaksanaan

1. Pengobatan fase demam dan kejang akut6

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien

dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas

harus bebas agar oksigen terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti

kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Pemberian

diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan

kejang. Diazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam rektal

adalah :

- Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg

- Dosis 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg, atau 0,5 - 0,75 mg/kg

BB/kali.

Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5

menit. Hati-hati dengan depresi pernafasan. Bila 2 kali dengan diazepam

rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan

diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan

kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis

maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan

penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila

anak masih kejang. 6

Bila kejang tidak berhenti, dapat diberikan phenobarbital intravena

20 mg/kgBB dengan kecepatan >5-10 menit dengan dosis maksimal 1 mg.

12

Page 13: Kejang Demam Kompleks

Bila kejang tidak berhenti juga, berikan Fenitoin dengan dosis awal 10-20

mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit atau kurang

dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8

mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Setelah pemberian

Fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena

Fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena, selain itu efek

samping fenitoin dapat menyebabkan pasien aritmia dan hipotensi. Bila

dengan Fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di

ruang rawat intensif.6

Setelah kejang berhenti pemberian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg

setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada

30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg

setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC Dosis tersebut cukup tinggi dan

menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39%

kasus.6

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi

risiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli

di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III,

rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –15

mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis

Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari

2. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan Meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang

pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi

lumbal hanya pada kasus yang dicurigai Meningitis atau apabila kejang

demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering mengalami meningitis

tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur

kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18

bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari

penyebab. Jika anak mengalami demam tinggi, kompres dengan air hangat

dan perikan Parasetamol secara rektal (10-15 mg/kgBB).6

13

Page 14: Kejang Demam Kompleks

3. Pengobatan profilaksis6

Pengobatan profilaksis ada 2 , yaitu profilaksis intermittent (saat demam)

dan profilaksis terus menerus (continuous) .

a. Profilaksis Intermitten pada waktu kejang demam

Antipiretik

-Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali, diberikan 4-5 kali/hari

-Ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali, diberikan 3-4 kali/hari

Obat antikonvulsan

-Diazepam oral : 0,5 mg/kg BB setiap hari

-Diazepam rektal : 0,5 mg/kg BB atau 5 mg untuk BB<10 kg; 10

mg untuk BB>10 kg diberikan setiap hari

Profilaksis intermittent diberikan apabila tidak terdapat faktor-faktor

resiko dari kejang demam.

b. Pemberian profilaksis terus-menerus (continuous) hanya diberikan bila

terdapat faktor resiko sebagai berikut : berikut (salah satu):6

1. Kejang lama > 15 menit

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,

hidrosefalus.

3. Kejang fokal

4. Pengobatan profilaksis dipertimbangkan bila:

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12

kejang demam > 4 kali per tahun

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit

merupakan indikasi pengobatan rumat

Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak

mempunyai fokus organik.

Pengobatan Profilaksis dapat berupa :

Asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis

Fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis

14

Page 15: Kejang Demam Kompleks

Catatan :

-Asam valproat dan fenobarbital dapat mencegah rekurensi sampai

90% kasus. 6

-Pemakaian fenobarbital sering menyebabkan gangguan perilaku ,

gangguan belajar, dan penurunan IQ pada 40-50% kasus.6

-Obat pilihan saat ini yakni asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,

terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproate dapat

menyebabkan gangguan fungsi hati.6

- Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan

penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan

profilaksis hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka

pendek.6

- Pemberian obat profilaksis ini dapat diberikan selama satu tahun

bebas kejang dan berhenti bertahap selama 1 sampai 2 bulan.6

2.10 Prognosis

Prognosis anak dengan kejang demam adalah bagus, dimana pencapaian

intelektual pasien dapat kembali normal. Kebanyakan anak akan mengalami

kejang demam di kemudian hari, tetapi perkembangan ke epilepsi dan kejang

tanpa demam adalah jarang. Kejang demam akan kambuh pada 50% anak yang

mengalami kejang demam kurang dari 1 tahun dan 27% pada onset setelah umur

satu tahun.11,12

Jika tidak ditangani, 33% pasien mengalami setidaknya satu kali

kekambuhan. Menurut United States National Collaborative Perinatal Project

yang meneliti 1.706 anak dari baru lahir sampai umur 7 tahun yang mengalami

satu atau lebih kejang demam, faktor risiko untuk berkembang menjadi epilepsi

adalah

1. riwayat kejang tanpa demam

2. adanya abnormalitas neurologis

3. kejang demam kompleks.

15

Page 16: Kejang Demam Kompleks

Dari pasien yang mempunyai satu faktor risiko, 2 % berkembang menjadi

epilepsi dan pada pasien yang memiliki 2 atau lebih faktor risiko, 10%

berkembang menjadi epilepsi.10,11

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : IKP

Tempat, Tanggal Lahir : Tabanan, 06 April 2014

Umur : 1 tahun 5 bulan 13 hari

16

Page 17: Kejang Demam Kompleks

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Br. Pangkung Pejaten, Pejaten

Agama : Hindu

Suku : Bali

Nomor Rekam Medik : 2658441

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 17 September 2015

Tanggal Pemeriksaan : 19 September 2015

3.2 Heteroanamnesis ( 19 September 2015)

Keluhan u tama

Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dalam keadaan sadar diantar oleh orangtuanya ke IRD BRSU

Tabanan pada tanggal 17 September 2015 pukul 10.30 WITA dengan keluhan

kejang. Keluhan kejang terjadi sebanyak 2 kali dalam kurun waktu 24 jam.

Kejang pertama kali pukul 09.30 WITA di awali dengan demam, kejang terjadi

selama 2 menit, kejang dikatakan, mata mendelik ke atas, tangan serta kaki

menghentak-hentak, kemudian kejang berhenti sendiri setelah kejang pasien sadar

dan menangis. Pasien kemudian dibawa ke IRD BRSU Tabanan, di IRD pasien

kembali kejang pada pukul 11.00 WITA selama satu menit, dengan tipe kejang

sama dengan kejang sebelumnya. Saat kejang yang kembali berulang di IRD,

pasien diberikan obat antikejang lewat dubur, kemudian kejang berhenti dan

pasien tertidur. Saat kejang suhu badan pasien terukur 38,6o Celcius.

Pasien dikatakan mengalami pilek dan batuk sejak 1 hari SMRS (16/09/15).

Pasien dikatakan tidak demam sehari sebelumnya. Demam baru dirasakan saat

keesokan harinya (17/09/2015) sebelum pasien kejang. Ibu pasien juga

mengatakan pasien rewel dan mengalami penurunan nafsu makan dan minum

sejak dua hari SMRS (15/09/2015). Pasien mengaku habis jatuh dan kepalanya

terbentur serta benjol (15/09/2015). Keluhan sesak disangkal. Makan dan minum

dikatakan masih seperti biasa. BAK dan BAB juga dikatakan masih seperti biasa.

Riwayat Penyakit Terdahulu

17

Page 18: Kejang Demam Kompleks

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, keluhan

ini baru di rasakan pertama kalinya.

Riwayat Pengobatan

Pasien diberikan stesolid suppositoria melalui dubur saat pasien

mengeluhkan kejang kedua.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Di keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan kejang seperti yang

dialami pasien, Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat kejang ataupun

epilepsi.

Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien tinggal bersama

ayah, ibu, dan kakaknya dalam satu rumah.

Riwayat Alergi

Riwayat alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan tertentu disangkal

Riwayat Persalinan

Pasien lahir normal (pervaginam) dan segera menangis. Berat badan lahir

3200 gram, panjang badan 51 cm , lingkar kepala dikatakan lupa. Usia kehamilan

cukup bulan 38-39 minggu Adanya kelainan atau cacat bawaan ketika pasien lahir

disangkal. Riwayat komplikasi selama kehamilan dan persalinan disangkal.

Riwayat Imunisasi

BCG : 1 kali

Polio : 4 kali.

Hepatitis B : 4 kali

DPT : 3 kali

Campak : 1 kali

Riwayat Nutrisi

ASI : Diberikan sejak lahir sampai 6 bulan

18

Page 19: Kejang Demam Kompleks

Susu formula : Diberikan sejak lahir sampai sekarang

PASI : Diberikan sejak usia 6 bulan 9 bulan.

Nasi Tim : Diberikan sejak usia 7 bulan sampai sekarang.

Makanan dewasa : Diberikan sejak usia 12 bulan sampai sekarang.

Riwayat Tumbuh Kembang

Menegakkan kepala : 2 bulan

Membalikkan badan : 4 bulan

Duduk : 7 bulan

Merangkak : 9 bulan

Berdiri : 12 bulan

Berjalan : 14 bulan

Bicara : 12 belum

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status present (19 /0 9 / 201 5 )

Kesan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Nadi : 109 x/menit reguler, isi cukup

RR : 23 x/menit, reguler

Suhu Axila : 36,7°C

Status gizi

Status gizi dengan menggunakan antropometri WHO:

BB : 8,3 kg

PB : 76 cm

LK : 43,5 cm

LILA : 14,5 cm

BBI : 9,5 kg

Status Gizi menurut Waterlow

19

Page 20: Kejang Demam Kompleks

10/6.8x 100% = 87,4% (gizi kurang)

WHO antropometri

BB/U :Z Score -3 s/d -2 SD (underweight))

PB/U : Z Score -2 s/d 0 SD (Normal)

BB/TB : Z Score -2 s/d -1 SD (Normal)

Status general:

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva pucat (-/-), hiperemi (-/-), sekret (-/-)

Sclera ikterik (-/-), pupil isokor (+)

Reflex cahaya : +/+, edema palpebra (-)

THT : Telinga : sekret (-)

Hidung : sekret (-) , serous (-)

Tenggorokan : faring hiperemi (+)

Tonsil hiperemis (T1/T1)

Lidah : sianosis (-), bibir: sianosis (-)

Leher : Pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)

Thorax : Cor :Inspeksi: Simetris (+), precordial bulging (-), Iktus

cordis tidak tampak

Palpasi: Thrill (-), Iktus Cordis teraba di ICS IV MCL

Sinistra (-). Kuat Angkat (+)

Auskultasi : S1 S2 normal, reguler, murmur (-)

Pulmo :Inspeksi : simetris statis/dinamis, retraksi tidak

didapatkan

Palpasi : vokal fremitus teraba simetris

Auskultasi : Bronkovesikuler +/+, Rales -/-,

Wheezing -/-

Abdomen: Inspeksi : Distensi (-),

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (-),Hepar : tidak teraba, lien: tidak

teraba turgor kembali cepat

Ekstremitas : Keempat ekstremitas hangat, edema (-), CRT < 2 detik

Kulit : Sianosis (-)

20

Page 21: Kejang Demam Kompleks

Status Neurologis :

Tanda rangsang Meningeal :

Kaku kuduk : tidak ada

Brudzinski I & II : tidak ada

Kernig sign : tidak ada

Tenaga : Kesan normal

Tonus : normal

Reflex fisiologis :

APR ++/++

KPR ++/++

Reflex Patologis :

Babinski dan variannya (-)

3.4 Diagnosis Sementara

Kejang demam kompleks

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Darah Lengkap

Kimia Klinik

Elektrolit

3.6 Diagnosis Banding

Meningitis Bakterialis

Ensepalitis

Epilepsi

3.7 Diagnosis Kerja

Kejang demam Kompleks + Tonsilofaringitis Akut + Gizi Kurang

3.8 Penatalaksanaan saat di IRD BRSU Tabanan

MRS (17/09/2015)

Kebutuhan cairan 950 ml/hari

Kebutuhan kalori 950 kkal/hari

21

Page 22: Kejang Demam Kompleks

Kebutuhan protein 14,25 gr per hari

Stesolid Suppositoria 5 mg saat kejang

IVFD D5 ¼ NS 12 tpm

O2 nasal kanul 2 lpm

Stesolid Sirup 2mg, 0,5 mg/ kgBB/ hari 4 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis,

3 x ½ cth (1mg)

Paracetamol sirup 10 mg/kg/setiap kali minum 83 mg ¾ cth tepat @

4 jam bila temp ≥ 38o C + kompres hangat

Mucous 3x0,4 ml (Per Oral)

Imunos Plus 1x1 cth.

Rencana Kerja :

KIE keluarga

Monitor :

- Tanda vital

- Keluhan Kejang

3.8 Prognosis

Ad vitam : Dubius Ad bonam.

Ad functionam : Dubius Ad bonam

Ad sananctionam : Dubius Ad bon

3.9 Follow up (21/09/2015)

22

Page 23: Kejang Demam Kompleks

21/09/2015

07.00WITA

S: Demam (-) kejang (-),makan dan minum dikatakan baik, BAB (-), BAK (+), batuk (+), Pilek (+)O: St.Present

HR:102 x/mntRR: 26 x/mntTax: 36.5ºC St. GeneralisKepala: normocephaliMata: an -/-, ikt-/-, RP +/+ isoTHT: telinga : dbnHidung : dbnTenggorokan:faring hiperemis (+), tonsil hiperemis T1/T1Leher : pembesaran kelenjar (-) Kaku kuduk (-)Thorax: cor: S1S2 tunggal

reguler murmur (-)

Po: Bves +/+, rh-/-, wh-/-

Ext: Hgt (+), edema (-)Abd: distensi (-), BU (+) NSt. Neurologis :Tenaga, tonus : dbnMeningeal sign (-)R. Fisiologis (+)R. Patologis (-)

A:KDK + Tonsilofaringitis akut + Gizi Kurang

P :Kebutuhan Cairan 950 ml/hariKebutuhan Kalori 950 kkal/ hariKebutuhan Protein 14,25 gr/ hari

Instruksi :o Kebutuhan cairan 950 ml/hari

o Kebutuhan kalori 950 kkal/hari

o Kebutuhan protein 14,25 gr per

hario IVFD D5 ¼ NS 12 tetes makro/

menito O2 nasal 1-2 lpm intermittent

o Stesolid 3x ½ cth (oral)

o Imunos Plus 1x 1cth

o Paracetamol sirup 3 x ¾ cth PO (KP)

o Anbacim 100 mg/kgBB/hari 830 mg/hari 2x400 mg (IV)

o Mucous 3x0,4 ml (PO)

o Dexamethasone 3x ½ amp IV

o Falergi 2x 0,2 ml (PO)

o Mikrolak Supp 1x

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan darah lengkap.

23

Page 24: Kejang Demam Kompleks

Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium 17 September 2015

1.1 Darah Lengkap

Parameter Nilai Satuan Rujukan

WBC 17,3 x 10^3/µL 5,2-12,4

Neu 8,91 1,9-8,00

Ly 6,87 0,90-5,20

Mo 1,01 0.2 – 1,00

Eo 0,127 0,03-0,800

Ba 0,264 0,00-2,00

RBC 5,15 x 10^6/µL 4,70-6,10

HBG 12,1 g/dl 14,00-18,00

HCT 36,9 % 42,0-52,0

MCV 71,7 fL 80-84

MCH 23,5 PG 27-31

MCHC 32,8 g/dl 33,0-37,0

RDW 13,0 % 11,5-14,5

PLT 486 x 10^3/µL 130-400

MPV 6,89 fL 7,2-11,1

2.2 Kimia Klinik

Glukosa 55 Mg/dL 50-80

2.3 Elektrolit

Natrium 138 Mmol/l 135-155

Kalium 4,3 Mmol/l 3.5-5.5

Clorida 103 Mmol/l 95-105

BAB IV

PEMBAHASAN

24

Page 25: Kejang Demam Kompleks

Definisi kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada

kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranial yang umumnya terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun. Pasien yang

didiagnosis dengan kejang demam tidak boleh memiliki riwayat kejang yang tidak

didahului oleh demam. Pengklasifikasian kejang demam menurut Unit Kerja

Koordinasi Neurologi IDAI 2006, klasifikasi kejang demam pada anak dibedakan

menjadi dua, yaitu6

1. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure )

Kejang demam sederhana akan berlangsung singkat, dimana berdurasi

kurang dari 15 menit, tidak disertai dengan gerakan fokal dan umumnya

akan berhenti dengan sendirinya. Kejang demam sederhana tidak berulang

dalam 24 jam kejang bersifat umum, tonik dan atau klonik.6

2. Kejang Demam Kompleks ( Complex Febrile Seizure )

Kejang demam kompleks akan berlangsung lebih dari 15 menit dengan

gerakan fokal di satu sisi, atau kejang umum yang didahului oleh kejang

parsial. Dapat terjadi lebih dari satu kali dalam 24 jam ( berulang ).6

Dari anamnesis yang didapatkan pasien atas nama IKP, 1 tahun 5 bulan,

datang dalam keadaan sadar diantar oleh orangtuanya ke IRD BRSU Tabanan

pada tanggal 17 September 2015 pukul 10.30 WITA dengan keluhan kejang.

Keluhan kejang terjadi sebanyak 2 kali dalam kurun waktu 24 jam. Kejang

pertama kali pukul 09.30 WITA di awali dengan demam, kejang terjadi selama 2

menit, kejang dikatakan, mata mendelik ke atas, tangan serta kaki menghentak-

hentak, kemudian kejang berhenti sendiri setelah kejang pasien sadar dan

menangis. Pasien kemudian dibawa ke IRD BRSU Tabanan, di IRD pasien

kembali kejang pada pukul 11.00 WITA selama satu menit, dengan tipe kejang

sama dengan kejang sebelumnya. Saat kejang yang kembali berulang di IRD,

pasien diberikan obat antikejang lewat dubur, kemudian kejang berhenti dan

pasien tertidur. Saat kejang suhu badan pasien terukur 38,6o Celcius. Jadi

berdasarkan dari anamnesis , keadaan pasien sesuai dengan teori, yaitu jenis

kejang yang dialami pasien adalah Kejang Demam Kompleks, karena sudah

memenuhi salah satu syarat yaitu dari frekuensi kejang yang terjadi dua kali

dalam waktu 24 jam.

25

Page 26: Kejang Demam Kompleks

Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam.

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang

menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling

sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi pernafasan akut seperti

faringitis, tonsilofaringitis, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut,

bronchitis, dan infeksi saluran kemih.8

Pasien dikatakan mengalami pilek dan batuk sejak 1 hari SMRS (16/09/15).

Pasien dikatakan tidak demam sehari sebelumnya. Demam baru dirasakan saat

keesokan harinya (17/09/2015) sebelum pasien kejang. Ibu pasien juga

mengatakan pasien rewel dan mengalami penurunan nafsu makan dan minum

sejak dua hari SMRS (15/09/2015). Beberapa keterangan dari anamnesis ini dapat

membantu untuk menegakkan proses ekstrakranial yang terjadi sebagai pemicu

munculnya kejang demam kompleks, karena pasien mengalami pilek dan batuk

jadi sumber infeksinya bisa dari saluran pernafasan atas.

Pasien mengaku habis jatuh dan kepalanya terbentur serta benjol

(15/09/2015). Keluhan sesak disangkal. Makan dan minum dikatakan masih

seperti biasa. BAK dan BAB juga dikatakan masih seperti biasa. Dari anamnesis,

tidak didapatkan riwayat penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan muntah

menyemprot, jadi kejang yang dicurigai akibat proses intrakranial atau cedera

kepala dapat disingkirkan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan semua dalam batas normal kecuali pada

faring ditemukan faring yang hiperemis dan tonsil ukuran T1/T1 hiperemis yang

dapat menjadi indikasi adanya proses inflamasi akibat adanya infeksi pada faring

(tonsilofaringitis), yang dapat pula menjadi pemicu demam tinggi sehingga pasien

bisa kejang.

Pada pemeriksaan neurologis juga didapatkan tidak adanya gangguan pada

sistem syaraf craniales, pemeriksaan motorik yang termasuk tenaga, tonus, dan

refleks dari refleks fisiologis dan patologis tidak di temukan kelainan, serta

pemeriksaan tanda-tanda meningen juga tidak ditemukan adanya kelainan. Jadi

kecurigaan adanya proses intrakranial penyebab kejang seperti meningitis dapat

disingkirkan sementara waktu.

26

Page 27: Kejang Demam Kompleks

Pada pemeriksaan penunjang berupa darah lengkap dilakukan untuk

melihat apakah terdapat tanda-tanda infeksi akut berupa leukositosis ataupun

leukopenia. Pada pasien IKP didapatkan leukositosis, hal tersebut menunjukkan

bahwa terjadi infeksi akut pada pasien, infeksi tersebut dicurigai berasal dari

saluran pernafasan yaitu tonsilofaringitis,yang merupakan infeksi ekstrakranial

dapat menimbulkan demam tinggi dan mencetuskan kejang. Selain itu pada

pemeriksaan kadar glukosa sewaktu dan elektrolit dalam batas normal jadi kejang

akibat hipoglikemia atau imbalans cairan dapat disingkirkan.

Sesui dengan teori, setelah mengontrol demam dan menghentikan kejang,

seorang dokter harus memutuskan apakah akan melakukan pungsi lumbal.

Indikasi pungsi lumbal pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis, apalagi jika kejang demam tersebut

termasuk kejang demam kompleks. Selain itu semakin muda usia anak semakin

penting dilakukan, karena pemeriksaan fisik kurang reliabel dalam mendiagnosis

meningitis. Pungsi lumbal seharusnya dilakukan jika usia anak dibawah 2 tahun.

Rekomendasi yang dapat digunakan yakni6 :

a) Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal karena gejala

meningitis sering tidak jelas.

b) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal

kecuali pasti bukan meningitis.

c) Bayi lebih dari 18 bulan selektif atau tidak rutin karena umumnya gejala

meningitis sudah terlihat dengan jelas. Bila pasti bukan meningitis pungsi

lumbal tidak dianjurkan.

Jadi sesuai dengan indikasi dan rekomendasi pasien di diagnosis sementara kejang

demam kompleks dan berusia antara 12-18 bulan yaitu 17 bulan, jadi dianjurkan

untuk dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal, dan pada pasien ini belum

dilakukan. Hal ini dikarenakan ibu pasien menolak jika pasien dilakukan pungsi

lumbal.

Diagnosis banding dari diagnosis sementara kejang demam adalah

meningitis bakteri, pada pasien ini saat anamnesis pasien tidak mengalami kejang

yang lama, nyeri kepala, dan penurunan kesadaran, tanda-tanda peningkatan

tekanan intrakranial, tanda meningeal juga tidak ditemukan, walaupun

27

Page 28: Kejang Demam Kompleks

pemeriksaan lumbal pungsi sebagai pemeriksaan penunjang yang menjadi alat

penegakkan diagnosis meningitis belum dilakukan tetapi dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik kecurigaan meningitis dapat dieksklusi, walaupun dianjurkan

tetap dilakukan lumbal pungsi. Ensefalitis juga dapat menjadi diagnosis banding,

tetapi tanda-tanda penurunan kesadaran dan perburukan pada pasien tidak

ditemukan, seperti kejang berlangsung berjam-jam dan kemudian pasien koma.

Epilepsi juga dapat menjadikan diagnosis banding, tetapi sesuai dengan definisi

dari bangkitan epilepsi adalah bangkitan kejang yang terjadi dua kali atau lebih,

tanpa ada provokasi, dan dipisahkan dalam interval >24 jam, kemudian jenis

kejang adalah sterotipik, jelas sekali berbeda dengan kejang yang dialami oleh

pasien.

Jadi penegakkan diagnosis pasien ini adalah berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang serta menyingkirkan diagnosis

banding kejang lain, maka pasien kemudian didiagnosis dengan kejang demam

kompleks karena memenuhi syarat UKK Saraf Anak 2006, Kejang demam

kompleks akan berlangsung lebih dari 15 menit dengan gerakan fokal di satu sisi,

atau kejang umum yang didahului oleh kejang parsial. Dapat terjadi lebih dari satu

kali dalam 24 jam ( berulang ). Pada pasien ini kejang terjadi > 1 kali dalam 24

jam, durasinya ±1-2 menit, dimana kejang diawali dengan adanya demam dengan

suhu 38,6o C.

Setelah diagnosis kejang demam ditegakkan maka terdapat tiga hal yang

harus dilakukan yaitu mengatasi kejang fase akut; mengatasi demam, mencari,

dan mengobati penyebab demam; serta mempertimbangkan untuk pemberian

profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang demam. Untuk kejang fase akut,

diberikan stesolid (diazepam) supposituria pada saat kejang dengan dosis 0,5-

0,75 mg/kgbb atau BB<10 kg dosis diazepam supp: 5mg, BB>10 kg dosis

diazepam supp: 10 mg, pada pasien ini diberikan pada saat terjadi kejang yang

kedua di IRD BRSU Tabanan, dengan BB 8,3 kg, pasien diberikan Stesolid

(Diazepam Supp) 5 mg.

o Terapi simptomatik dengan Paracetamol diberikan untuk menangani demam..

Paracetamol mencegah suhu tubuh agar tidak tinggi sehingga secara tidak

langsung bisa menanggulangi kenaikan suhu tubuh mendadak yang dapat

28

Page 29: Kejang Demam Kompleks

menimbulkan kejang demam. Pada pasien ini diberikan Paracetamol sirup 10

mg/kg/setiap kali minum 83 mg ¾ cth tepat @ 4 jam bila temp ≥ 38o C +

kompres hangat agar pasien suhu tubuhnya juga tetap stabil dan normal. Setelah

kejang akut pasien berhenti diberikan obat antikonvulsans yaitu diazepam secara

peroral dengan dosis 0,3 mg/ kg BB @ 8 jam, hal ini sudah sesuai dengan terapi

yang diberikan yaitu 3x 2,5 cc ( ½ cth @ 8 jam) pemberian obat antikejang ini

sampai suhu tubuh pasien stabil. Antibiotik (anbacim yang berisi cefuroxime

dengan dosis 100mg/kgBB/hari. Diberikan injeksi anbacim 2x 400 mg IV,

dikarenakan kadar leukositnya tinggi. Terapi lain untuk mengobati gejala dan

untuk menunjang daya tahan tubuhnya, seperti mucous (ambroxol) 3x0,4 ml (PO)

untuk menangani batuknya. Dexamethasone 3x ½ amp IV sebagai obat

antiinflamasi, serta Falergi (cetirizine) 2x 0,2 ml (PO). Dan Mikrolak Supp 1x

Pemberian pengobatan profilaksis ada 2 jenis profilaksis, pengobatan

profilaksis Intermitten pada waktu kejang demam Antipiretik (Parasetamol 10-15

mg/kg BB /kali bisa diberikan 4-5 kali per hari atau Ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali,

diberikan 3-4 kali/hari) , Obat antikonvulsan (Diazepam oral : 0,5 mg/kgBB setiap

hari dan Diazepam rektal : 0,5 mg/kgBB/hari atau 5 mg untuk BB<10 kg; 10 mg

untuk BB>10 kg diberikan setiap 8 jam. pPemberian pengobatan profilaksis terus

menerus (continous tergantung dengan indikasi yang terjadi pada pasien, 1)

Kejang lama > 15 menit 2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau

sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi

mental, hidrosefalus, 3) Kejang fokal 4) Pengobatan profilaksis dipertimbangkan

bila: kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada

bayi kurang dari 12, kejang demam > 4 kali per tahun, sebagian besar peneliti

setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat,

kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai

fokus organik. Pemberian dapat berupa Pengobatan Profilaksis dapat berupa :

Asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 atau Fenobarbital 3-4 mg/kg per hari

dalam 1-2 dosis, tetapi banyak sekali catatan dalam penggunaan obat ini, karena

kejang demam bukan merupakan penyakit yang berbahaya dan mengancam

nyawa pada anak, tetapi pengobatan dapat menimbulkan efek samping yang berat

maka pemberian obat ini untuk kasus yang sangat selektif dan dalam jangka

29

Page 30: Kejang Demam Kompleks

pendek, waktu pemberian 1 tahun bebas kejang dengan dosis diturunkan pada 1-2

bulan terkahir.6 Pada pasien ini walaupun termasuk kejang demam yang berulang

sebanyak 2 kali dalam 24 jam, dan memiliki indikasi diberikan profilaksis

continous, tetapi karena selama beberapa hari dirawat klinis anak baik dan tidak

muncul kejang berulang. Maka terapi yang diberikan dapat berupa profilaksis

intermittent dan observasi kejang, diazepam oral (stesolid syr 2mg/5ml) dengan

dosis 0,5 mg/kgBB/hari jadi sehari diberikan 4mg dibagi dalam 3 dosis (stesolid

3x ½ cth) diberikan selama suhu tubuh masih naik dan turun, juga diberikan

paracetamol 3x ¾ cth jika panas. Pemberian ini sudah sesuai dengan teori

penggunaan profilaksis intermittent saat demam masih berlangsung dan tidak

memiliki faktor resiko yang lain.

BAB V

SIMPULAN

30

Page 31: Kejang Demam Kompleks

Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang yang terjadi pada bayi atau

anak (usia 6 bulan-5tahun) dengan kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari

38OC) akibat suatu proses ekstrakranial. Hingga kini belum diketahui dengan pasti

penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan

atas, radang telinga tengah (otitis media), pneumonia, infeksi saluran cerna dan

infeksi saluran kemih.

Kejang demam dapat dibedakan menjadi dua yaitu kejang demam

sederhana dan kejang demam kompleks. Prinsip penatalaksaan kejang terdiri dari

3 hal yaitu mengatasi kejang fase akut, mengatasi, mencari, mengobati penyebab

demam, dan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam. Dengan

penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam adalah baik dan

tidak menyebabkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

31

Page 32: Kejang Demam Kompleks

1. Moe P.G., Seay A.R. Neurologic & Muscular Disorder. In: Current Pediatric Diagnosis & Treatment. Editor: Hay W.W et al. eds 16th. USA. Lange Medical Books/McGrow-Hill. 2003. p 717-45.

2. Fuadi. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro. 2010. Hlm. 66-69.

3. Jury, S., “Febrile Convulsion”, (2014, March 11), Available: http://www.rch.org.au/kidsinfo/factsheets.cfm?doc_id=3722, (Accessed: 2015, February 27th).

4. Meliana, M. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, 2012. Universitas Airlanggs September: 59 – 62

5. Johnston M.V. Seizures in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics. Editor: Behrman, Kliegman, Jenson. Eds 17th. Pensylvania. Saunder. 2014. p 1993-2011.

6. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2006. Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2006

7. Waruiru, C, Appleton, R. 2010. Febrile Seizures : An Update, Archives of Disease in Childhood, Royal Liverpool Children’s Hospital (Alder Hey), Liverpool.

8. Gascon G.G., Mikati M.A. Seizures and Epilepsy. In: Textbook of Clinical Pediatrics. Editor: Elzouki AV, Hanfi HA, Nazer H. Philadephia. William & Wilkins. 2011. p 1414-24.

9. Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion. HK J Paediatri. 2012;7:143-151

10. Pasaribu, Adi. Kejang Demam Pada Anak yang disebabkan Karena Infeksi Tonsil dan Faring. Universitas Sumatra Utara.2010. Vol 1 (1).

11. Behrman R.E., Kliegman R.M. Nelson Essentials of Pediatrics. eds 4 th. Pennsylvania. WB Saunders Company. 2012. p 793-800.

12. Zempsky W.T. Pediatrics, Febril Zeisures. www.emedicine.com/emerg/topic376.htm. Last updated: October 14, 2011. Access: 2015, February 28th

32