KEJANG
-
Upload
regina-gaezani -
Category
Documents
-
view
62 -
download
3
Transcript of KEJANG
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami ingin mengucapakan puji serta syukur kepada Allah S.W.T
yang telah memberikan rahmat dan berkahnya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai Kasus Meningitis Bakterialis , yaitu infeksi
pada selaput otak sehingga kemudian dapat mengganggu system saraf penderita. Makalah
ini akan memberikan sedikit gambaran tentang bagaimana penyakit Meningitis berkaitan
dengan system saraf pada manusi , gejala- gejala yang ditimbulkan, juga bagaimana
penyakit dapat disembuhkan serta pencegahan yang akan dilakukan untuk mengatasinya.
Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungannya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini banyak kesulitan yang kami hadapi, tapi berkat
rahmat dari Allah S.W.T serta bantuan dan kerjasama dari teman-teman yang terlibat
dalam penyusunan makalah ini, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan teman-teman, dan dapat
bermanfaat dalam penggunaanya. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan pada
penulisan serta penyusunan makalah ini, mengingat kami semua masih dalam tahap
belajar. Selain itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah
selanjutnya.
Penyusun
Tutorial C3
1
Kasus Case 2 - Meningitis
page 1
Saat anda sedang bertugas sebagai koass di UGD RSPAD Gatot Subroto, dating
seorang ibu membawa anaknya yang berusia 4 bulan.
Riwayat Penyakit sekarang :
1 hari sebelum ke RS kejang 15 menit diseluruh tubuh dengan mata melirik le atas, kaki
dan tangan kaku. ( mengalami kejang mioklonik/tonik). Di bawa ke bidan kejang lagi
sebanyak 1 kali selama 15 menit lalu diberikan obat lewat dubur dan kejang pun berhenti
(kemungkinan diberikan obat antikonsulvant dan menghilangkan kejang untuk
sementara waktu). Di bawa ke rumah sakit terdekat lalu mengalami kejang sebanyak 2
kali. 5 hari sebelumnya ia mengalami panas tinggi lalu dibawa ke bidan dan panas tidak
berkurang.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami batuk biasa, namun sembuh saat berobat ke bidan. Tidak ada
riwayat jatuh atau trauma kepala ( kejang bukan disebabkan karena adanya trauma
kepala ataupun infeksi saluran pernafasan misalnya meningitis Tuberculosis)
Riwayat penyakit keluarga
Ayah pasien sewaktu kecil juga sering mengalami kejang jika dalam keadaan panas.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama ataupun dalam pengobatan
tuberculosis. ( kemungkinan kejang disebabkan karena demam tetapi bukan
disebabkan karena tuberculosis)
Riwayat kehamilan ibu
Ibu rutin periksa kehamilan di bidan dan tidak pernah mengalami sakit selama hamil
(kejang bukan karena infeksi pada kehamilan ibu)
2
Riwayat kelahiran
Lahir di bidan , spontan, cukup bulan, lansung menangis (diperkirakan apgar score?)
berat lahir 2800 gr dan panjang badan lupa (APGAR score kemungkinan 8)
Riwayat nutrisi
Pasien mendapatkan susu formula dari lahir sampai sekarang, sejak umur 2 bulan mulai
diberikan bubur susu (kemungkinan daya tahan tubuh dari bayi berkurang karena
ASI yang diberikan ibu kurang jadi jumalah IgA sebagai proteksi pertama yang
terdapat di kolostrum sedikit jumlahnya)
Riwayat Tumbuh Kembang
Saat ini usia 4 bulan, berat badan 4,5 kg dan panjang badan 56 cm, sudah dapat tengkurap
mengangkat kepala, bereaksi terhadap suara dan mengoceh.(masih dalam batas normal
dan tidak terdapat gangguan pada system motoriknya)
Riwayat imunisasi dasar
BCG, Hepatitis 2X, Polio 2X, dan DPT 2X
BCG : umur pemberian 1 bulan sebanyak 1 kali untuk mencegah penulara TBC yang
berat. Umur yang diberikan sekitar 0-2 bulan
Hepatitis B : umur pemberian < 7 hari sebanyak 1 kali untuk mencegah penularan
hepatitis B dan kerusakan hati.
DPT : umur pemberian 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan sebanyak 3 kali untuk mencegah
penularan difteri yang menyebabkan penyumbatan jalan napas, batuk rejan (batuk selama
100 hari), tetanus, hepatitis B.
Polio : umur pemberian 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan sebanyak 4 kali untuk
mencegah penularan polio yang menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai/lengan.
3
Page 2
Pemeriksaan fisik
Kesadaran : somnolen ( pasien dapat bangun spontan pada waktunya atau sesudah
dirangsang tetapi kembali tidur setelah stimulasi dihilangkan)
Tanda vital : Heart rate : 155 x / menit (normal atas merupakan kompensasi dr
tubuh)
Suhu axilla : 38,7OC (meningkat,gejala prodormal dari infeksi)
RR : 50 x / menit (meningkat)
Berat badan : 4,5 kg
Panjang badan : 56 cm
Lingkar kepala : 39 cm
Kesan : gizi baik (antropometri)
Kepala : mesosefal, LK : 39 cm, UUB datar
Mata : mata tidak cekung, konjungtiva tidak pucat, pupil isokor, diameter 3
mm/3mm, reflex cahaya (+)
Telinga : membrane timpani intak ad, as: serumen (-), secret tidak ada ad.
Hidung : napas cuping hidung (-), secret (-)
Mulut : mukosa bibir sianosis (-), faring hiperemesis, T1-T1 tdak hiperemesis
Leher : kaku kuduk (+), tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Thorax : retraksi (-)
Jantung : Inspeksi : tidak tampak iktus kordis
Palpasi : iktus teraba di SIC V LMCS, tidak kuat angkat
Perkusi : Sulit dievaluasi
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-), derap (-)
Paru : Inspeksi : bentuk dada simetris saat diam maupun saat bergerak
Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : redup pada SIC II-V paru kanan dan paru kiri sonor
Auskultasi : Suara napas vesicular, suara tmbahan (-)
Abdomen : Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus normal
4
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time < 2 detik, a.dorsalis teraba kuat
Pada pemeriksaan fisik ditemukan faring hiperemesis menandakan bahwa terjadi
infeksi melalu saluran nafas. Dan pada pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
Pemeriksaan Neurologis
Refleks fisiologis : normal
Refleks Patologis : Babinsky (+)
Tanda Rangsang Meningeal : Kernig (+), Brudzinsky I-II (+), kaku kuduk (+)
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan reflex patologis dan tanda rangsang
meningeal hal ini membuktikan bahwa bayi umur 4 bulan ini mengalami
meningitis.
Reflex babinsky, dengan cara menggoreskan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke
anterior ekstensi ibu jari dan pengembangan jari-jari.
Kaku Kuduk, dengan cara mengangkat leher dari tempat tidur dan rasakan tonus otot.
Pastikan pasien berbaring tanpa bantal. Positif bila adanya rigiditas leher dan
keterbatasan gerakan fleksi leher,
Brudzinsky 1, mengamati pada saat pemeriksaan kaku kuduk. Positif bila pada saat leher
diangkat maka respons fleksi kedua tungkai atau lutut.
Brudzinksy 2, pasien tidur terlentang fleksikan tungkai dip aha dalm keadaan lutut fleksi.
Positif bila terjadi lutut fleksi kontralateral.
Kernig,Pasien dalam posisi telentang, Fleksikan tungkai pada paha dengan lutut dalam
keadaan fleksi Kemudian luruskan lutut Ulangi pada sisi sebelahnya. Positif bila adanya
tahanan pada saat meluruskan lutut.
Laboratorium
Hb : 11,9 g/dL
Eritrosit : 4.530.000/µL
Ht : 39 %
Leukosit : 19.800/µL
5
Trombosit : 372.000/µL
LED : 17 mm/jam
Hitung Jenis : E 0,2/ B 0,8/ N 78,6/ L 20,3/ M 2,1
GDT : dominan netrofil, hipergranulasi & vakuolisasi netrofil
Dari pemeriksaan Laboratorium ditemukan peningkatan Leukosit, LED, netrofil
menunjukkan adanya infeksi. Dan GDT dominan netrofil, karena adanya response dari
IL-1 dan TNF-α mengakibatkan kemotaksis netrofil ke daerah inflamasi.
Hipergranulasi/hipersegmentasi : inti netrofil berlobus 5 / lebih dan dijumpai pada
infeksi. Vakuolisasi netrofil, sitoplasma atau inti berlubang lubang akibat dari proses
degenerasi.
Page 3
Dilakukan Pungsi Lumbal, hasil :
Warna LCS : tidak berwarna
Bekuan : Negatif
Test Pandy- Nonne : negatif
Protein : 83 mg/ dl
Glukosa : 44 mg/ dl
Jumlah sel : 400/ µL
Hitung jenis sel PMN : 60 % dan MN : 40 %
Dilakukan kultur LCS -- Hasil kultur : staphylococcus hemolyticus
Page 4
Diagnosis : Meningitis Bakterialis
Penatalaksanaan:
1. Terapi antibiotika2. Inj. Diazepam jika kejang3. Inj. Sibital.
6
7
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi pada susunan saraf pusat ( SSP) dapat terjadi di beberapa tempat. Bagian SSp yang sering terinfeksi adalah otak ( encephalitis), membran yang membungkus otak ( meningitis), medula spinalis ( myelitis), rongga- rongga otak ( ventrikulitis) serta peradangan kombinasi pada medula spinalis dan otak ( myeloencephalitis).
Kerusakan sistem saraf pusat sebenarnya tidak hanya karena adanya mikroorganisme, tetapi lebih diakibatkan oleh proses inflamasi sebagai respon adanya mikroorganisme tersebut. Penyakit meningitis dapat terjadi pada semua tingkat, usia, namun kalangan usia muda lebih rentan terkena penyakit ini.
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, mycobacterium, dan protozoa. Infeksi bakteri Neisseria meningitidis lebih banyak dijumpai pada penderita meningitis dewasa. Lanjut usia merupakan kelompok usia yang rentan terhadap infeksi Pneumoni dan biasanya disertai infeksi Streptococcus. Sedangkan Haemophillus influenza adalah penyebab utama meningitis pada anak- anak usia 3 bulan hingga 4 tahun.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (bahasa Latin: 'ensephalon') dan sumsum tulang belakang (bahasa Latin: 'medulla spinalis'). Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis.
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural.
2. Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
3. Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan lipatan-lipatan permukaan otak.
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)2. serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)3. sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem saraf
pusat
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.
9
Otak
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol.
Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental, yaitu yang
berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan
pertimbangan.
Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan
kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks otak
besar yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang
terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau
merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor
dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat
kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah bagian
yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan
pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat
penglihatan terdapat di bagian belakang.
Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah
terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin.
Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata
seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara
sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau
berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
Sumsum sambung (medulla oblongata)
10
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju
ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak
jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan
sekresi kelenjar pencernaan.
Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk,
dan berkedip.
Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan
kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
11
HISTOLOGI OTAK
• Unsur utama dr substansia putih adlh akson bermielin dan oligodendrosit penghasil mielin.
• Substansia alba tidak mngndg badan sel neuron.• Substansia grisea mengndg badan sel neuron, dendrit, bagian awal akson tak bermielin
dan sel glia ( terutama trdpt pd korteks cerebrii dan korteks cerebrii )• Korteks cerebrii memiliki 6 lapisan sel dgn beraneka bentuk dan ragam.• Korteks cereblii memiliki 3 lapisan
( lap. Molekular luar, lap.tengah yg trdiri atas sel purkinje berukuran besar, dan
lap.granula dalam )
12
DASAR ANATOMI MEDULA SPINALIS
Medulla Spinalis merupakan bagian dari Susunan Syaraf Pusat. Terbentang dari foramen magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar yang disebut conus terminalis atau conus medullaris. Terbentang dibawah conu terminalis serabut-serabut bukan syaraf yang disebut filum terminale yang merupakan jaringan ikat.
Terdapat : 31 pasang syaraf spinal
8 pasang syaraf servikal,
12 Pasang syaraf Torakal,
5 Pasang syaraf Lumbal,
5 Pasang syaraf Sakral
dan 1 pasang syaraf koksigeal.
Akar syaraf lumbal dan sakral terkumpul yang disebut dengan Cauda Equina. Setiap pasangan syaraf keluar melalui Intervertebral foramina. Syaraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan CSF.
MENINGEN SPINAL
Meningen Spinal terdiri atas tiga lapis yaitu: Dura mater, arachnoid dan piamater. Duramater yang merupakan lapisan yang kuat, Membran fibrosa, Bersatu dengan filum terminale. Piamater berupa lapisan tipis, kaya pembuluh darah, nyambung dengan medula spinalis. Rongga antara periosteum dengan duramater disebut dengan epidural yang merupakan area yang mengandung banyak pembuluh darah dan lemak. Rongga antara duramater dengan arachnoid disebut dengan subdural. Sub dural tidak
13
mengandung CSF. Rongga antara Arachnoid dan Piamater disebut dengan Subarachnoid. Pada rongga ini terdapat Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan akar-akar syaraf
CAIRAN SEREBRO SPINAL
Cairan Serebro Spinal merupakan Cairan bening hasil ultrafiltrasi dari pembuluh darah di kapiler otak. Cairan ini selalu dipertahankan dalam keadaan seimbangan antara produksi dan reabsorpsi oleh pembuluh darah. CSF engandung air, protein dalam jumlah kecil, oksigen dan karbondioksida, Na,K,Ca,Mg,Cl, glukosa, Sel darah putih dalam jumlah kecil, dan material organik lainnya.
Histologi dan struktur internal
Terdapat substansi abu abu dan substansi putih. Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian luarnya oleh substansi putih. Terbagi menjadi bagian kiri dan kanan oleh anterior median fissure san median septum yang disebut dengan posterior median septum. Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal dari syaraf spinal. Substansi abu-abu mengandung badan sel dan dendrit dan neuron efferen, akson tak bermyelin, syaraf sensoris dan motoris dan akson terminal dari neuron. Substansi abu-abu membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga bagian yaitu: anterior, posterior dan Comissura abu-abu. Bagian Posterior sebagai input /afferent, anterior sebagai Output/efferent, comissura abu-abu untuk refleks silang dan substansi putih merupakan kumpulan serat syaraf bermyelin.
14
PERAN MEDULA SPINALIS
1. Pusat prosesing data
2. Jalur sensoris
3. Sistem piramidal dan ekstrapiramidal
REFLEKS SPINAL
Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap adanya suatu stimulus internal ataupun eksternal untuk mempertahankan keadaan seimbang dari tubuh. Refleks yang melibatkan otot rangka disebut dengan refleks somatis dan Refleks yang melibatkan otot polos, otot jantung atau kelenjar disebut refleks otonom atau visceral.
15
KEJANG
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri,
atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung
bagian otak yang terkena.
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak congenital,
factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan
metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif
susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.
Epidemiologi
Pediatri insidennya 4- 6 kasus/ 1000 anak.Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai
5% dari semua anak-anak sampai usia 5 tahun, kebanyakan terjadi karena demam.
Dua puncak insidensi kejang adalah decade pertama kehidupan dan setelah usia 60 tahun.
10% populasi, sedikitnya akan mengalami satu kali kejang dan kira- kira 0,3- 0,5 %
kejang mengalami epilepsy.
Etiologi
Penyebab kejang mencakup factor-factor :
perinatal,
malformasi otak congenital,
factor genetic,
penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis),
penyakit demam,
16
gangguan metabolisme,
trauma,
neoplasma,
toksin,
gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf.
Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.
FISIOLOGI & PATOFISIOLOGI
Tiap neuron yang aktif melepaskan muatan listriknya. Fenomena elektrik ini adalah
wajar. Manifestasi biologiknya ialah merupakan gerak otot atau suatu modalitas sensorik,
tergantung dari neuron kortikal mana yang melepaskan muatan listriknya. Bilamana
neuron somatosensorik yang melepaskan muatannya, timbullah perasaan protopatik atau
propioseptif. Demikian pula akan timbul perasaan panca indera apabila neuron daerah
korteks pancaindera melepaskan muatan listriknya.
17
Secara fisiologis, suatu kejang merupakan akibat dari serangan muatan listrik terhadap
neuron yang rentan di daerah fokus epileptogenik. Diketahui bahwa neuron-neuron ini
sangat peka dan untuk alasan yang belum jelas tetap berada dalam keadaan
terdepolarisasi. Neuron-neuron di sekitar fokus epileptogenik bersifat GABA-nergik dan
hiperpolarisasi, yang menghambat neuron epileptogenik. Pada suatu saat ketika neuron-
neuron epileptogenik melebihi pengaruh penghambat di sekitarnya, menyebar ke struktur
korteks sekitarnya dan kemudian ke subkortikal dan struktur batang otak.
Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial
membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Pada
keadaan patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial
membran neuron, sehingga neuron melepaskan muatan listriknya dan terjadi kejang.
Klasifikasi
Pada tahun 1981, The International League Against Epilepsy (ILAE) membuat suatu
sistem klasifikasi internasional kejang epileptik yang membagi kejang menjadi dua
kelompok besar yaitu Kejang Parsial (fokal atau lokal) dan Kejang Generalisata.
Kejang parsial kemudian dibagi lagi menjadi Parsial Sederhana, Parsial Kompleks, dan
Parsial yang menjadi Generalisata sekunder. Adapun yang termasuk kejang generalisata
yaitu Lena (Tipikal atau Atipikal), mioklonik, klonik, tonik, tonik-klonik, dan kejang
atonik.
1. Kejang Parsial (Partial-onset Seizure)
Kejang Parsial bermula dari area fokus tertentu korteks serebri,
2. Kejang Umum/Generalisata (Generalized-onset Seizure)
Kejang Generalisata berawal dari kedua hemisfer serebri. Bisa bermula dari talamus dan
struktur subkortikal lainnya. Pada EEG ditemukan kelainan secara serentak pada kedua
hemisfer. Kejang generalisata memberikan manifetasi bilateral pada tubuh dan ada gejala
penurunan kesadaran. Kejang generalisata diklasifikasikan menjadi atonik, tonik, klonik,
tonik klonik atau absence seizure.
18
Jenis Kejang
A. Kejang Parsial
Kejang Parsial Sederhana
1. Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:
Tanda-tanda motoris→kedutaan pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi
tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama.
Tanda atau gejala otonomik→muntah berkeringan, muka merah, dilatasi pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus→-mendengar musik, merasa seakan
jatuh dari udara, parestesia.
Gejala psikik→dejavu, rasa takut, sisi panoramic.
Kejang parsial kompleks
1. Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks.
2. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic—mengecapkan bibir,
mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan
tangan lainnya.
3. Dapat tanpa otomatisme—tatapan terpaku.
B. Kejang Umum/ Generalisata (Konvulsif atau Non-Konvulsif)
Kejang Absens
1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
2. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.
19
3. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.
4. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan
sendirinya pada usia 18 tahun.
Kejang Mioklonik
Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak
1. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-
kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.
2. Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.
3. Kehilangan kesadaran hanya sesaat
Kejang Tonik-Klonik
1. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.
2. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.
3. Tidak adan respirasi dan sianosis
4. Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
5. letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical
20
Kejang Atonik
1. Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata
turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah.
2. Singkat, dan terjadi tampa peringatan.
Status Epileptikus
1. Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.
2. Anak tidak sadar kembali diantara kejang.
3. Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia
4. memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.
Komplikasi
1. Pnemonia aspirasi
21
2. Asfiksia
3. Retardasi mental
Uji Laboratorium dan Diagnostik
1. Elektroensefalogram (EEG) →dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan
focus dan kejang.
1.1. Diagnosis epilepsy tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang
abnormal
1.2. Tidur lebih disukai selama EEG, meskipun sedasi dengan pemantauan
mungkin dindakasikan
2. Pemindaian CT→menggunakan kajian sinar-X yang masih lebih sensitive dan
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. MRI ( Magnetic Resonance imaging) →menghasilkan bayangan dengan lapangan
magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah
otak (regio fossa posterior dan regio sella) yang tidak terlihat jelas apabila
menggunakan pemindaian CT.
4. PET (Pemindaian positron emission temography)→untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolic,
atau aliran darah dalam otak (mencakup suntikan radioisotop secara IV).
5. Potensial yang membangkitkan→digunakan untuk menentukan integritas jalur
sensoris dalam otak (respons yang tidak ada atau tertunda atau mengindikasikan
keadaan yang patologik).
6. Uji laboratorium→ berdasarkan riwayat anak dan hasil pemeriksaan.
6.1. Punksi lumbal untuk menganalisis cairan serebrospinal→terutama dipakai
untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi.
22
6.2. Hitung daerah lengkap→untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab;
dan pada kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi
haematokit dan jumlah trombosit.
6.3. Panel elektrolit→serum elektrolit, Ca total, dan magnesium serum
seringkali diperiksa pada saat pertama kali terjadi kejang, dan pada anak
yang berusia kurang dari 3 bulan, dengan penyebab elektrolit dan metabolic
lebih lazim ditemuai (uji glukosa darah dapat bermamfaat pada bayi atau
anak kecil dengan kejang yang berkepanjangan untuk menyingkirkan
kemungkinan hipoglikemia).
6.4. Skrining toksisk dari serum dan urin→digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan keracunan.
6.5. Pemantauan kadar obat antiepileptik→digunakan pada fase awal
penatalaksanaan dan jika kepatuhan pasien diragukan.
Terapi
Penanganan kejang secara modern bermula dari tahun 1850 dengan pemberian Bromida, dengan dasar teori bahwa epilepsi disebabkan oleh suatu dorongan sex yang berlebih. Pada tahun 1910, kemudian digunakan Fenobarbital yang awalnya dipakai untuk menginduksi tidur, kemudian diketahui mempunyai efek antikonvulsan dan menjadi obat pilihan selama bertahun-tahun. Sejumlah obat lain yang juga digunakan sebagai pengganti Fenobarbital termasuk Pirimidone, dan Fenitoin yang kemudian menjadi first line drug epilepsi utama untuk penanganan kejang parsial dan generalisata sekunder. Pada tahun 1968, Karbamazepin awalnya digunakan untuk neuralgia trigeminal, kemudian pada tahun 1974 digunakan untuk kejang parsial. Etosuksimid telah digunakan sejak 1958 sebagai obat utama untuk penanganan absence seizures tanpa kejang tonik klonik generalisata. Valproate mulai digunakan 1960 dan saat ini sudah tersedia di seluruh dunia dan menjadi drug of choice pada epilepsy primer generalisata dan kejang parsial.
1. FenobarbitalMerupakan obat antiepilepsi atau antikonvulsi yang efektif. Toksisitasnya relatif rendah, murah, efektif, dan banyak dipakai. Dosis antikonvulsinya berada di bawah dosis untuk hipnotis. Ia merupakan antikonvulsan yang non-selektive. Manfaat terapeutik pada serangan tonik-klonik generalisata (grand mall) dan serangan fokal kortikal.2. PrimidonEfektif untuk semua jenis epilepsy kecuali absence. Efek antikonvulsi ditimbulkan oleh
23
primidon dan metabolit aktifnya.3. HidantoinYang termasuk dalamm golongan ini adalah fenitoin, mefenitoin, dan etotoin.Fenitoin :Fenitoin adalah obat primer untuk semua bangkitan parsial dan bangkitan tonik-klonik, kecuali bangkitan absence (absence seizure). Fenitoin tidak sedative pada dosis biasa. Berbeda dengan fenobarbital, obat ini juga efektif pada beberapa kasus epilepsy lobus temporalis.4. KarbamazepineTermasuk dalam golongan iminostilbenes. Manfaat terapeutik ialah untuk Epilepsi lobus temporalis, sendiri atau kombinasi dengan bangkitan generalisata tonik-klonik (GTCS).5. EtosuksimidObat ini dipakai untuk bangkitan absence. Efek antikonvulsi pada binatang sama halnya dengan trimetadion. Proteksi terhadap pentilentetrazol, akan menaikkan nilai ambang serangan. Manfaat terapeutik ialah terhadap bengkitan absence.6. Asam valproat (Valproic acid)Asam valproat dipakai untuk berbagai jenis serangan atau bangkitan. Efek sedasinya minimal, efek terhadap SSP lain juga minimal. Terhadap Pentilen tetrazol, potensi asam valproat lebih besar daripada etosuksimid, tapi lebih kecil pada fenobarbital. Asam valproat lebih bermanfaat untuk bangkitan absence daripada terhadap bangkitan umum tonik-klonik.
KEJANG GENERALISATA
konvulsi, yaitu suatu gerakan otot yang kuat dan tidak terkontrol datang secara tiba-tiba.
Melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan
aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi dikedua hemisfer.
Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaa sekeliling saat kejang.
Jenis-jenis kejang generalisata:
Absence (Petit mal)
Ditandai dengan:
Hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebih dari beberapa detik. Menatap kosong atau berkedip-kedip cepat, pasien tiba-tiba menghentikan pembicaraan. 1-2 x kejang per bulan atau beberapa kali per hari. Hampir selalu terjadi pada anak, menghilang pada saat pubertas dan diganti dengan tipe
kejang yang lain, terutama tonik-klonik
24
Mioklonik
Ditandai dengan:
Konsentrasi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa otot atau tungkai Cenderung singkat
Atonik
Ditandai dengan:
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh (drop attacks)
Klonik
Ditandai dengan:
Gerakan menyentak,repetitif,tajam,lamabat, tunggal atau multiple dilengan, tungkai, dan torso.
Kelompok-kelompok otot yang berlawanan bergantian berkonstraksi dan berrelaksasi sehingga manimbulkan gerakan menyentak
Tonik
Ditandai dengan:
Peningkatan mendadak tonus otot( menjadi kaku, konstaraksi) pada wajah dan tubuh bagian atas.
Fleksi lengan dan ekstensi tungkai Mata dan kepala mungkin berputar kesalah satu sisi Dapat menyebabkan henti nafas.
Tonik-klonik
Ditandai dengan :
Dapat disertai dengan aura yang menunjukan asal discharge (rabas) epileptiform Penderita kehilangan kesadaraan dengan cepat Bersuara seperti menangis akibat ekspresi paksa yang disebabkan spase toraks atau
abdomen Fase tonik: otot-otot berkonstraksi dan posisi tubuh berubah (3-5 menit)
25
Fase klonik: gerakan menyentak (30 menit) Periode pascatikus: mual, pusing tujuh keliling, pusing dan mengantuk, tidur
Diagnosa kejang
Anamnesa
Pemeriksaan fisik klinis
Pemeriksaan penunjang:
EEG : Memunculkan gelombang otak spike.
Penatalaksanaan:
Obat anti kejang(antikonvulsan)
Terapi bedah
Saat kejang:
Pangku atau beri bantalan yang lunak dan usahakan agar melindungi kepalanya agar tidak
membentur benda/lantai/dinding yang keras.
Biarkan penderita mengalami proses kejang-kejang (sekitar 2-4 menit), jangan
memasukan air atau makanan ke dalam mulutnya, beri ruang dan jarak dari kerumunan
orang agar mendapat udara segar dan ketenangan.
Setelah penderita tenang dan tidak mengalami kejang-kejang, baringkan korban dalam
recovery position jika memungkinkan. recovery position adalah posisi tidur dengan
badan menghadap ke kanan (sisi kanan badan berada di bawah). tangan menyangga
kepala, dan kaki yg berada di atas ditekuk. posisi ini berguna untuk mencegah ludah
menghambat saluran pernafasan (saat nafas belum stabil). selain itu dalam posisi tidur ini,
jantung (berada di sisi kiri badan) berada lebih tinggi ke otak, sehingga aliran darah ke
otak akan lebih lancar (karena darah tertarik gravitasi dan menuju ke tempat yg lebih
rendah).
26
Algoritme penatalaksanaan:
Pencegahan:
Pada balita, kejang-kejang dapat dicegah dengan memberikan banyak minum dan memberikan kompres ketika mengalami demam.
27
Kejang tonik klonik dapat dicegah dengan banyak memberikan air minum dan melapangkan ruangan agar udara segar dapat masuk sehingga demam tinggi pada anak dapat dihindari dan memberikan penanganan segera pada orang yang kejang
Recovery position
KEJANG DEMAM
28
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal diatas 38C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
ETIOLOGI
1. disebabkan oleh suhu yang tinggi
2. timbul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang disebabkan oleh
banyak macam agent:
a. Bakteri:
Penyakit pada Tractus Respiratorius:
Pharingitis
Tonsilitis
Otitis Media
Laryngitis
Bronchitis
Pneumonia
Pada G. I. Tract:
Dysenteri Baciller
Sepsis.
Pada tractus Urogenitalis:
Pyelitis
Cystitis
Pyelonephritis
29
b. Virus:
Terutama yang disertai exanthema:
Varicella
Morbili
Dengue
Exanthemasubitung
PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium
melalui membran tadi, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel/membran sel di dekatnya
dengan bantuan neurotransmiter, sehingga terjadi kejang. Kejang tersebut kebanyakan terjadi
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di
luar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis (peradangan pada amandel), infeksi pada telinga, dan
infeksi saluran pernafasan lainnya.
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali
tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat
berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.
Melihat paparan kejadian dalam tubuh diatas, saya tarik benang merah gejala yang bisa anda
lihat saat anak mengalami Kejang Demam antara lain : anak mengalami demam (terutama
demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau
grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-
anak yang mengalami kejang demam).
30
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20
detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
GEJALA KLINIS
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut :
Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
Kejang umum tonik dan atau klonik
Umumnya berhenti sendiri
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure):
Kejang lama > 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Anamnesis: Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga
yang lainnya (ayah, ibu, atau saudara kandung).
Pemeriksaan Neurologis : tidak didapatkan kelainan.
31
Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk
mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula
darah).
Pemeriksaan Radiologi : X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan
hanya dikerjakan atas indikasi.
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) : tindakan pungsi lumbal untuk
pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal :
1.Bayi<12bulan:diharuskan.
2.Bayi12–18bulan:dianjurkan.
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG) : tidak direkomendasikan, kecuali
pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikata pada anak
usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.
DIAGNOSIS BANDING
Meningitis
Ensefalitis
Abses otak
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kejang demam meliputi :
Penanganan pada saat kejang
32
Menghentikan kejang :Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5 mg/KgBB/dosis IV
(perlahan-lahan) atau 0,4 – 0,6 mg/KgBB/dosis REKTAL
SUPPOSITORIA. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang dengan
dosis yang sama 20 menit kemudian.
Turunkan demam :
Anti Piretika :Parace tam ol 10 mg/KgBB/dosis PO atauIbuprofen 5 – 10
mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3 – 4 kali per hari.
Kompres : suhu > 39° C dengan air hangat, suhu > 38° C dengan air biasa.
Pengobatan penyebab : antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan
penyakit dasarnya.
Penanganan suportif lainnya meliputi : bebaskan jalan nafas, pemberian
oksigen, menjaga keseimbangan air dan elektrolit, pertahankan
keseimbangan tekanan darah.
Pencegahan Kejang
Pencegahan berkala ( intermiten ) untuk kejang demam sederhana dengan
Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan anti piretika pada saat anak
menderita penyakit yang disertai demam.
Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata denganAsam
Valproat 15– 40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 – 3 dosis.
Meningitis Bakterial
Sinonim :
Selaput radang otak
Definisi :
33
Infeksi pada cairan serebrospinal disertai radang pada pia dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superficial otak, dan medulla spinalis.
Etiologi :
- Neonatus ; E.koli, streptokokus, stafilokokus, pneumokokus- Bayi dan anak ; H.influenza, meningokokus, pneumokok, E.koli, streptokokus- Dewasa ; pneumokokus, meningokokus, streptokokus, stafilokokus, H.influenza
Faktor risiko :
- Infeksi sistemik maupun fokal- Trauma dan tindakan tertentu- Penyakit darah, penyakit hati- Pemakaian bahan-bahan yang menghambat pembentukan antibody- Kelainan yang berhubungan dengan immunosupression- Gangguan/ kelainan obstetric dan ginekologi
Patofisiologi :
Infeksi di tempat lain; peradangan organ/jaringan di dekat
-nasofaring selaput otak;
34
-paru-parupneumonia,bronkopneumonia - abses otak,otitis media,mastoiditis
-jantungendokarditis -trombosis sinus kavernosus
Menyebar secara hematogen menyebar secara perkontinuitatum
Invasi kuman
Ke ruang subaraknoid
Reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan system ventrikulus
manifestasi
Pembuluh darah meningeal yang kecil hiperemi
Penyebaran sel-sel leukosit pmn ke ruang subaraknoid
Bentuk eksudat
komplikasi
Kelainan nervi kraniales (N.III, N.IV, N.VI, N.VII, VIII)
Hambatan aliran dan absorpsi CSS hidrosefalus komunikans
Gejala klinik :
- Neonatus; demam, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, gangguan kesadaran, koagulasi intravaskularis diseminata
- Anak yang lebih besar dan dewasa; demam, nyeri kepala yang hebat, malaise umum, keemahan, nyeri notot, nyeri punggung, gangguan saluran pernafasan, kaku kuduk, opistotonus, renjatan, hipotensi, takikardia, gangguan kesadaran
Diagnosis :
- Pungsi lumbal- Hitung darah lengkap
35
- Pemeriksaan koagulasi- Elektrolit- Kultur darah- Radiografi dada dan cranium
Komplikasi :
- Kejang, pembentukan abses, hidrosefalus, syok septic
Diagnosis banding :
- Meningismus- Penyakit Behcet- Meningitis limfositik- Ensefalitis
Terapi :
- Perawatan umum istirahat mutlak, pemberian caairan parenteral- Pemberian antibiotic
o Pneumokokus, streptokokus, meningokokusPenisilin G dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam
o Hemofilus influenzaKloramfenikol 4 x 1 gram tiap 24 jam -/+ 10 hariAmpisilin 4 x 3 gram tiap 24 jam i.v
o MeningokokusSulfadiazine 12 x 500 mg dalam 24 jam -/+ 10 hari
o Eschericia coli, klebsiela, proteus, kuman gram (-)Gentamisin bayi premature 5mg/kgBB/hari dalam 3x pemberian, neonatus 7.5mg/kgBB/hari dalam 3x pemberian, bayi anak dewasa 5mg/kgBB/hari dalam 3x pemberian
Prognosis :
- 10% mortalitas, lebih tinggi pada infeksi Stretococcus pneumonia- 30% kasus timbul gejala sisa jangka panjang; palsi nervus kranialis, hidrosefalus, deficit
visual dan motorik, epilepsi
EPILEPSI
Definisi
Cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak
dan sangat cepat”
36
Epidemiologi
• Hingga 1% dr populasi umum mengalami epilepsi aktif, dgn 20-50 pasien baru yg terdiagnosis per 100.000/thnnya.
• Perkiraan angka kematian perthn akbt epilepsi adlh 2/100.000
Klasifikasi dan penyebab
• Berdasarkan onset1. Fokal (parsial)
è Kejang parsial sederhana : kesadaran msh ada slm serangan
Kejang parsial kompleks : kesadaran terganggu pd setiap tahap
2. Menyeluruh (generalisata)
• Berdasarkan penyebabnya1. Idiopatik (seb bsr pasien) è predisposisi genetik
2. Simptomatik, dpt dikenali penyebabnya (Tabel 10.2)
37
38
Sindrom epilepsy masa dewasa
• Epilepsi generalisata primermerupakan tipe kejang tipikal terbyk, yaitu (tonik-klonik atau grand mal)
Gejala klinis :
sblm serangan, pasien merasa gejala pusing. Kejang dimulai dgn tangisan
epileptik, kehilangan kesadaran, dan jatuh.
Pada fase awal, yaitu fase tonik, trjd spasme otot generalisata, berlangsung bbrp detik.
Fase berikutnya, fase klonik, trjd sentakan otot tajam berulang, dpt trjd lidah
tergigit, inkontinensia urin, dan salivasi.
• Epilepsi Parsial> Epilepsi lobus temporal
Tanda peringatan sblm serangan brp gejala psikis (rasa takut/sensasi de javu),
halusinasi atau rasa tdk enk di epigastrium. Gelisah, bingung, srt menunjukkan gerakan
yg teratur dan stereotipik (automatisme), brp mengunyah/mengecapkan bibir.
39
Sindrom epilepsy pada anak
• Kejang demamTerjadi pd 3% ank normal berusia 3 bln-5 thn, singkat (krng dr 15 mnt) dan
generalisata
• Sindrom Infantil (sindrom West)terdiri dari trias :
spasme singkat yg dimulai pd usia bbrp bln, yg khas adlh fleksi lengan,kepala,
dan leher yg mendadak dan lutut yg terangkat (serangan salaam), kesulitan belajar,
kelainan elektroensefalografi yg khas (hipsaritmia). Kondisi ini msh idiopatik ttp dpt
diidentifikasi penyebabnya, cth asfiksia perinatal,ensefalitis, gangguan metabolik, dan
melformasi serebri
• Epilepsi absans (‘petit mal’)dimulai pd masa ank” (onset puncak pd usia 4-8 thn, lbh srng pd ank perempuan),
serangan (absans tipikal) tjd tnp tanda” sblmnya. Ank tiba” menunjukkan pandangan
kosong & berhenti berbicara. Trjd dlm bbrp detik dan dpt terjadi serangan dlm bbrp x
serangan dlm 1 hari
• Epilepsi mioklinik juvenilis btk umum dr epilepsi generalisata primer,onset umum tjd pd remaja.
40
trias sindrom adlh :
1. kejang generalisata yg jarang,srng tjd saat bangun
2. absans di siang hari
3. gerakan menyentak involunter mendadak & cpt (mioklonus)
Pemeriksaan penunjang dan diagnosis
• Deskripsi kejang• Px EEG. Ketepatan EEG dpt dipertajam dgn memperpanjang wkt rekaman,terutama stlh
pasien krg tdr. • Px darah rutin glukosa serum & kalsium• Px CT & MRI pencitraan otak
Penatalaksanaan
• Antikonvulsanjarang diresepkan pd kejang tunggal dan terisolasi, br mulai diberi saat serangan
kedua (tabel 10.4)
perlu kontrol teratur utk menetapkan dosis min efektif dan memantau ESO
41
Penyebab epilepsi refrakter adlh:
1. Ketidakpatuhan mnm obt2. Pseudoseizure/serangan nonepilepsi3. Adanya gangguan otak struktural, cth anomali perkembangan otak yg dpt/tdk dpt
dikoreksi dgn pembedahan4. Alkohol dan gaya hidupPrognosis jangka panjang epilepsi adlh baik. Kebanyakan pasien akn mengalami remisi stlh 5
thn dan dpt berhenti mnm obat. Ditentukan olh:
1. Durasi remisi
2. tipe epilepsi
3. efek rekurensi kejang saat mengemudi dan bekerja
4. efek samping pengobatan
• Terapi bedah Hemisferektomi, pemutus hubungan, spt (pemotongan korpus kalosum)Menghilangkan jaringan epileptogenik.
42
ENCHEPHALITIS
Radang otak biasanya berada diberbagai tempat. Radang otak ini bisa sembuh dengan
tidak meninggalkan parut, tetapi kadang-kadang dapat menyebabkan pengkisutan.
Radang ini menular ke tempat yang berada di dekatnya melalui aliran darah dengan
gejala-gejala demam, muntah-muntah, letargi, neuralhia, lumpuh, dan sebagainya. Gejala
ini tergantung pada sarang radang di dalam otak.
Macam-macam Enchapalitis :
1.Acute disseminate Encephalitis
2.Economo’s Encephalitis
3.Equine Encephalitis
4.Hemorrharic Encephalitis
Encephalitis dmn jadi radang otak dengan bercak-bercak perdarahan dan eksudat
perivaskular.
5.Herpes Encephalitis
Disebabkan oleh virus herpes yang ditandai oleh nekrosis hemorogik lobus temporal dan
frontalis.
6.HIV Encephalitis
7.Japanese Encephalitis
Penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh orbo virus yang ditularkan oleh binatang
melalui gigitan nyamuk dan menimbulkan ganguan pada susunan syaraf pusat yaitu pada
otak, sum-sum tulang belakang dan selaput otak.
8.La Crosse Encephalitis
Disebabkan oleh virus La Crosse, ditularkan aedestriseriatus terutama pada anak-anak.
9.Lead Encephalitis
10.Post Infection Encephalitis
11.Post Vaccinal Encephalitis
43
12.St Lois Encephalitis
Penyakit virus yang pertama kali di Illinois pada tahun 1932, biasanya ditularkan melalui
nyamuk
13.Letharagic Encephalitis
Bentuk Encephalitis endemic yang ditandai dengan peningkatan kelesuan, apatis dan rasa
ngantuk.
14.Tickborre Encephalitis
Bentuk Encephalitis epedimika yang biasanya disebarkan melalui gigitan sengkenit yang
terinfeksi plavirus, kadang-kadang disertai dengan perubahan degeneratif pada orang
lain.
Encephalitis Acuta Pada Anak-Anak
Penyakit ini –biasanya menyerang anak yang berumur antara 1-4 tahun , dengan gejala
pusing, tidak enak badan dan demam. Kadang-kadang yang disertai dengan muntah-
muntah dan kejang. Keadaan ini berlangsung kadang-kadang dampai 3 minggu. Sesudah
itu demamnya hilang tetapi ia menjadi lumpuh. Biasanya angota gerak itu panjang
sebelah dengan lengannya lebih panjang dari tungkainya.
Pergerakannya sedikit saja dan tubuhnya tertinggal, reflek urat tinggi dankadang-kadang
kelihatan kontraktur. Otot-otot lisut, perasaannya tidak tergangu. Kalu anak-anak itu
berjalan, kelihatan ia menggerakkan lengan yang panjang itu tidak berketentuan. Anak-
anak itu kelak sering mendapatkan penyakit sawam. Keadaan yang seperti ini kelihatan
juga sesudah campak, scarlatina, pneumia, influenza, batuk rejan.
Encephalitis Epidemica
Pada zaman dahulu penyakit ini dinamakan Encephalitis lethargica. Hama penyakit ini
belum diketahui, tetapi mungkin disebabkan melalui kelinci dan tikus. Virus ini
44
mempunyai daya tahan yang sangat besar danterdapat dalam jaringan otak, liquor
cerebrospinalis, dalam selaput rongga hidung dan tekak serta air ludah. Virus ini masuk
ke dalam tubuh manusia denganmelalui selaput hidung dan tekak.
Penyakit dimulai dengan adanya demam, sakit pada sendi, sakit kepala. Pusing, mengigil.
Setelah itu timbul tanda-tanda sakit otak, yang salah satunya adalah tagih tidur (letargi).
Selain itu juga terjadi ptosis (kelopak mata atas jatuh ke bawah oleh sebab terlalu
panjang), pergerakan biji mata terganggu dan nystagmus (matanya bergetar).
Terkadang pikiran orang tersebut kacau dan gelisah.lama penyakit ini sampai berbulan-
bulan dankadang-kadang bertambah parah yang disebabkan oleh pneumia atau keadaan
badanya yang bertambah lemah, sehingga penyakit ini bisa menahun. Sesudah masa
latergi maka terjadi masa parkinsonisme, dengan ciri-ciri pergerakan sedikit danlambat,
badannya menyondong, hipersalivasi, penglihatan terganggu dan lain-lain.
Encephalitis haemorrhagica acuta pada orang dewasa.
Penyakit ini banyak dijumpai pada wabah influenza. Dengan tanda-tanda sakit kepala,
pinsan, sewaktu demam tinggi serta bisa meninggal. Selain itu juga pikirannya kacau,
buta sebelah, tetapi hanya beberapa hari/minggu, setelah itu keadaanya baik kembali.
Japanese Encephalitis
Yaitu penyakit akut ygdisebabkan oleh arbovirus yang ditularkan oleh binatang melalui
gigitan nyamuk dan menimbulkan gangguan pada susunan syaraf pusat yaitu pada otak,
sumsum tulang dan selaput otak.
Penyebab penyakit ini adalah virus Japanese Encephalitis (Virus JE) yaitu flavirus yang
termasuk arbovirus grup B sehingga tergolong dalam virus danRNA yang mempunyai
selubung (enveloped virus) berukuran 35-40 m dapat dibiakkan di dalam berbagai macam
kultur jaringan misalnya embrio anak ayam, jaringan kelinci, tikus, manusia dan kera.
45
Virus JE merupakan penyebab penyakit zoonosis yang terutama menginfeksi binatang
akan tetapi dapat ditularkan pada manusia. Babi merupakan sumber utama penularan
meskiupun kuda, sapi, kerbau, anjing dan burung mungkinjuga berperan dalam penularan
JE manusia.
Penyakit zoonosis yang sumber utamanya adalah babi, yang ditularkan dari babi dan dari
babi ke manusia oleh nyamuk Culex Tritaeniorhynchus dan Culex Vishraei serta nyamuk
Culex Gelidus, nyamuk tersebut berkembang biak di sawah-sawah dan kolam yang
dangkal. Nyamuk ini sesudah menghisap darah binatang yang mengandung virus akan
berkembang menjadi infektif dalam waktu 9-12 hari. Di Indonesia ketika spesies nyamuk
tersebut yang senang menghisap darah manusia di sampingdarah babi. Penyakit ini
teruama menyerang anak-anak usia sekolah terutama anak umur 2-5 tahun, meskipun
orang dewasa juga dapat diserang.
Penyebab
Encephalitis disebabkan oleh virus berikut ini :
1.virus arbo (arthropod-borne) yang mencakup virus equine dan west niie
2.enterovirus yang mencakup ECHO, COMCACHIE A dan B serta poliovirus.
3.Paramyxovirus (mumps)
4.Herpes virus
5.virus rabies
Gejala
1.Demam
2.Muntah-muntah
3.Enek
4.Susah tidur
46
5.heuralgia
6.Lumpuh
Gejala-gejala ini bergantung pada sarang radang di otak
Patologi
Hasil bedah jenasah pada penderita yang menderita serangan akut menunjukkan
terjadinya endema yang difus dan kongesti vaskuler dari selaput otak dan jaringan otak.
Selain itu pada infeksi yang berat akan dijumpai pula petekia, pada selaput otak disertai
dengan meningkatnya jumlah cairan serebrospinal meskipun warnanya tetap jernih.
Perubahan yang khas pada JE adalah terjadinya degenerasi neuron terutama pada
substansi nigra, thalamus, basal nucleus, serebelum dan korna anterior medulla spinalis
serta korteks serebelum.
Juga di serebelum akan dijumpai kerusakan sel-sel puekinye. Pada system retikula-
endotel didapatkan hiperplasma dari sel-sel hati. Limpa dan sel linfa.
Gambaran Klinik
Masa Inkubasi
Masa inkubasi sukar ditentukan, mungkin berlangsung antara 5-15 hari.
Perjalanan Penyakit :
Dibagi 3 stadium :
47
~Stadium prodromal
~Stadium ensefalitis akut
~Stadium akhir dengan sequelae
1.Stadium Prodromal
Yaitu waktu yang berlangsung sebelum timbulnya gejala-gejala akibat gangguan pada
susunan saraf pusat. Penyakit yang timbul dengan mendadak ini selalu diawali dengan
demam kemudian diikuti oleh sakit kepala yang berat, malaise dan kekakuan serta kerap
kali disertai dengan mual-mual dan muntah. Stadium prodromal berlangsung antara 1
sampai 14 hari tetapi pad umumya kurang dari 6 hari
2.Stadium ensefalitis akut
Pada stadium ini telah tampak tanda-tanda yang spesifik penting :
a.Tanda-tanda neurologis
b.Panas tinggi terus menerus sampai lebih dari 400C
c.Bradikardi yang relatif
d.Wajah tampak datar, dull, seperti topeng
3.Stadium akhir dengan sequelae
48
Pada saat keradangan menghilang, suhu badan dan hematokrit menjadi normal, stadium
ketiga ini dimulai.tanda-tanda neurologis dapat menetap atau membaik. Bila stadium
ensefalitis berlangsung lama, maka penyebuhan berjalan lambat. Sequele yang sering
dijumpai adalah gangguan mental, emosi tidak stabil, perubahan kepribadian, dan
paralysis motor neuron.prognosis menjadi lebih buruk jika demam berlangsung lama,
terjadi gangguan jalan nafas, kejang berulang dan lama, terjadi albuminaria berat dan
kadar protein cairan serebbrospunal meningkat. Angka kematian berkisar antara 20-58%
akibat edema paru. Bila penderita mendapatkan perawatan yang sangat baik, penderita
dapat sembuh sempurna terhadap sequele.
Diagnosis
Diagnosis JE ditegakkan atas dasar gejala-gejala klinis yang didukung oleh hasil
pemeriksaan laboratorium yaitu :
1.Gejala-gejala Klinis
a.Panas tinggi dan terus menerus > 400C
b.Sakit kepala yang berat terutama di dahi atau diseluruh kepala.
c.Terdapat gangguan kesadaran samapi koma.
d.Kejang-kejang dengangerakan klonik dan pada anak dapat timbul kejang umum.
e.Terdapat gerakan-gerakan yang abnormal.
f.Kaku kuduk kerap dijumpai.
g.Tanda kernig positif
2.Pemeriksaaan Laboratorium
a.Lekositosis darah antara 10.000-35.000/mm dengan neutrofil 50-90%
b.Cairan serebiospinal menunjukkan pleositosis dan peningkatan kadar protein.
49
Diagnosis Pembanding
1.Meningitis Tuberkulosa.
2.Malaria serebral
3.Penyakit virus lainnya : rabies, poliomyelitis, campak, herpes, parotitis dan penyakit
oleh arbovirus lainnya yang menimbulkan ensefalopati.
4.reye’s syndrome
5.Ensefalopati akibat keracunan.
Pemeriksaan Penunjang Ensefalitis
1. Biakan: • Dari darah ; viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
untuk mendapatkan hasil yang positif. • Dari likuor serebrospinalis atau jaringan
otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas
terhadap antibiotika. • Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil
yang positif • Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh.
IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang
ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
5. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang
merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor,
infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan
aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)
6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa
pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes
50
simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus
frontal.(Victor, 2001)
Pencegahan
Tindakan pencegahan dilakukan baik terhadap vektornya, sumber penularan (babi),
manusia dan lingkungan hidup.
1.Terhadap vector (Nyamuk)
a.Insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa maupun larvanya.
b.Mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu atau repellent
2.Terhadap Sumber penularan (Babi)
a.vaksinasi babi muda
b.Kandang babi sebaiknya bebas nyamuk dengan disemprot insektisida atau diberi kawat
kasa. Peternakan babi harus jauh dari pemukiman penduduk.
3.Terhadap Manusia
Vaksinasi merupakan tindakan yang sebaiknya dulakukan satu bulan sebelum masa
penularan, dan ditujukan kapda orang-orang yang mempunyai resiko tinggi untuk
mendapatkan infeksi virus ini, misalnya karyawan peternakan babi. Vaksinasi tidak
diberikan pada bayi berumur < 1 tahun dan tidak boleh diberikan pada orang
ygsedangsakit, diathese allergi, mempunyai riwayat kejang-kejang dan wanita hamil.
Vaksin yang digunakan adalah killed JE yang diberikan sebagai berikut :
2 dosis masing-masing 0,3 –1 cc diberikan 1 cc dengan interval 7-14 hari
51
suntikan ke 3 diberikan beberapa bulankemudian dengan dosis sama.
Suntikan booster diberikan 3 tahun kemudian.
Penatalaksanaan Ensefalitis
• Isolasi Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
• Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh
dokter :
1. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
2. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
3. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis.
Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan
dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
4. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
• Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
1. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah cairan
yang diberikan tergantung keadaan anak.
2. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam
pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
3. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
• Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas
kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
52
1. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
2. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama
3. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium
drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
• Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan
(2-3l/menit).
• Penatalaksanaan shock septik
• Mengontrol perubahan suhu lingkungan
• Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang
mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat
diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara
intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan
antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan
pemberian obat per oral.(Hassan, 1997)
53
BAB III
Interpretasi Kasus
An “X”, 4 bulan
Anamnesis
KU : kejang seluruh tubuh
RPS : - mata melirik keatas
- kaki dan tangan kaku 15 menit- tidak sadarkan diri- kejang lagi 5 menit di bidan obat supositoria kejang stop- H-5 dibawa ke RS panas tinggi diberi puyer tidak berefek- Dirujuk ke RS kecil kejang 2x
è kejang berulang merupakan salah satu tanda dan gejala meningitis anak usia 2 bulan - 2 tahun
è mata melirik keatas merupakan tanda adanya gangguan pada n. kranialisè tidak sadar merupakan tanda adanya peningkatan tekanan intrakranialè obat supositoria yang biasa diberikan adalah diazepam 0,4-0,6 mg/kgbb, jika belum
teratasi diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian, kalau belum juga berikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgbb intravena perlahan-lahan
RPD : pasien pernah mengalami batuk biasa, namun sembuh saat berobat ke bidan. Tidak ada
riwayat jatuh/trauma kepala
è ditanyakan untuk mengetahui etiologi dan adanya faktor resikoè karena pernah mengalami batuk biasa kemungkinan penyebabnya adalah bakteri
Hemophilus Influenzae tipe Bè karena tidak ada trauma berarti kita bisa menyingkirkan kemungkinan trauma sebagai
faktor resiko untuk memudahkan masuknya MO ke dalam selaput meningens
RPK : ayah pasien sewaktu kecil juga sering mengalami kejang jika dalam keadaan panas.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama ataupun dalam pengobatan
tuberkculosis
54
è ditanyakan untuk mengetahui ada atau tidaknya riwayat kejang yang sama pada keluarga terdekatnya, karena jika ada bisa menjadi salah satu faktor resiko adanya kejang
è untuk mengetahui kemungkinan meningitis tuberculosis, yaitu meningitis yang disebabkan oleh bakteri tuberculosis. Tapi pada pasien ini bukan disebabkan oleh bakteri tuberculosis.
R. Kehamilan: ibu rutin periksa kehamilan di bidan dan tidak pernah mengalami sakit selama
hamil
è jika ada infeksi pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya sepsis dan meningitis
R. Kelahiran : lahir di bidan, spontan, cukup bulan, langsung menangis (diperkirakan apgar
score ?). berat lahir 2800 gr dan panjang badan lupa.
è Ketuban pecah dini, partus lama mempermudah terjadinya sepsis dan meningitisè Untuk mengetahui perkiraan kelahiran steril/tidak, karena jika tidak mempermudah
adanya sepsis dan meningitis. Karena lahirnya di bidan kemungkinan masih steril.è Apgar score ditanyakan untuk mengetahui fungsi neurologisnya masih baik atau tidak.è Bayi dengan BBLR dan premature lebih mudah menderita meningitis dibandingkan bayi
cukup bulan. Tetapi pada anak ini masih normal.R. Nutrisi : pasien mendapatkan susu formula dari lahir sampai sekarang, sejak umur 2
bulan mulai diberikan bubur susu.
è Bayi seharusnya mendapatkan ASI eksklusif hingga berumur 6 bulan, ASI baik bagi bayi karena ASI melawan infeksi (meningkatkan perlindungan terhadap infeksi dan mengurangi pertumbuhan bakteri dan virus yang merugikan)
è Malnutrisi menjadi faktor predisposisi meningitis
R. Tum-bang: Saat ini usia 4 bulan, berat badan 4,5 kg dan panjang badan 56 cm, sudah dapat
tengkurap, mengangkat kepala, bereaksi terhadap suara dan mengoceh.
è Tidak ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan, karena kemampuan yang telah dimiliki masih sesuai dengan usianya.R. imunisasi : BCG, Hepatitis B 2x, Polio 2x dan DPT 2x
è Imunisasi dapat mencegah adanya infeksi tertentu
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Somnolen
è Menandakan adanya penurunan perfusi O2 ke otak dan penurunan tekanan intracranial
55
Tanda Vital : Nadi 155x/menit (takikardi)
Suhu Axilla 38,70 C
RR 50x/menit (n)
è Nadi yang meningkat merupakan kompensasi tubuh terhadap penurunan perfusi O2, untuk menstabilkan kembali aliran darah
è Suhu meningkat menandakan adanya reaksi peradangan yang terjadiBB : 4,5 kg
PB : 56 cm
LK : 39 cm
Kesan : gizi baik (antropometri)
è Menandakan tidak adanya malnutrisi dan gangguan perkembangan yang merupakan faktor predisposisi terjadinya meningitis.Kepala : mesosefal, LK : 39 cm, UUB datar dbn
è Tidak ada hidrosefalus akibat peningkatan tekanan intrakranialMata : mata tidak cekung, konjungtiva tidak pucat, pupil isokor, diameter
3mm/3mm, refleks cahaya (+) dbn
è Tidak ada gangguan pada nervus kranialis no. III (okulomotorik)Telinga : membrane timpani intak ad, as serumen proof, sekret tidak ada
è Tidak ada gangguan pada nervus kranialis no. VIIIHidung : napas cuping hidung (-), sekret (-) dbn
è Tidak ada gangguan pada nervus kranialis no. IMulut : mukosa bibir sianosis (-), faring hiperemis, T1-T1 tidak hiperemis
è Menandakan adanya peradangan pada faring (infeksi oleh bakteri H. Influenza tipe B)Leher : kaku kuduk (+), tidak ada pembesaran kelenjar limfe
è Adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial no. XI, yaitu N. Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang lehern sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas
è Salah satu tanda yang ada pada meningitis
56
Interpretasi case 3 dan 4
Pelaksanaan pungsi lumbal
Adalah suatu tindakan untuk mengambil cairan cerebrospinal
Indikasi :
- Kejang
- Paresis/ paralisis
- Uub menonjol
Kontraindikasi :
- Pasien syok
- Infeksi local di daerah yang akan dilakukan pungsi lumbal
- Gangguan pembekuan darah yang belum di obati
Komplikasi :
- Sakit kepala
- Infeksi
- Herniasi
- Jarum pungsi patah
- Tertusuk saraf oleh jarum pungsi
Alat dan bahan :
- Sarung tangan steril
- Duk lubang
- Kassa steril
- Kapas
- Plester
- Jarum pungsi no 20 /22
- Tabung reaksi
- Anastesi local – lidokain 1 %
57
Pelaksanaan :
1. Persiapan Pasien :
- Posisi tidur lateral pada ujung tempat tidur dengan lutut di tarik ke abdomen.
Bila pasien OBES , posisi duduk di atas kursi, dengan kursi dibalikkan dan kepala
disandarkan pada tempat sandarannya
Pasien dewasa ( posisi ) :
Pasien anak/bayi ( posisi ) :
58
Prosedur :
1. Simple handwashing dan handgloving
2. Persiapan alat dan bahan
3. Bantu pasien memposisikan diri :
- posisi miring pada salah satu sisi tubuh
- leher fleksi maksimal ( dahi tarik ke arah lutut )
- ekst.bawah fleksi maksimum ( lutut ditarik ke
arah dahi )
- sumbu craniospinal ( columna vertebralis ) sejajar
dengan tempat tidur
59
4. Tentukan daerah pungsi lumbal :
- diantara vertebrae L4 dan L5
- diantara L4 dan L5 / antara L2 dan L3
5. Lakukan tindakan antiseptik pada kulit sekitar daerah lumbal pungsi dengan povidine
iodine diikuti dengan alkohol 70 %
6. Tutup duk sterill
7. Pastikan kembali posisinya dengan menekan dengan ibu jari selama 15-30 detik
8. Anastesi lokal ke daerah spinal
9. Masukan perlahan menyusuri tulang vertebrae sebelah proksimal dgn bevel
menghadap ke atas .
“Pada Bayi jarum masuk sampai ujung inferior medula spinalis setinggi batas
bawah vertebrae lumbal III “
Warna LCS :
1. Merah ( bright red blood ) indikasi mungkin ada darah
Asal temuan darah :
- Trauma pungsi- Perdarahan di otak yang mengenai rongga subarachnoid
2. Keruh Nilai 1 – 4
Semakin ke 4 maka warna semakin keruh
60
Penyebab keruh :
- Leukosit - Eritrosit- Mikroorganisma ( bakteri / fungi )- Protein
3. XantocrhomPenyebab :
- RBC lisis , perdarahan dalam masa 2 -36 jam sebelum pungsi- Bilirubin > 6 mg/dl
4. Yellow ( kuning )Penyebab :
- Kadar bilirubin meningkat 10 mg/dl
5. Coklat Penyebab : - perdarahan kronik
Bekuan :
Normalnya cairan cerebrospinal :
- Tidak ada bekuan ( fibrinogen )
- Tidak terjadi pertambahan jumlah protein baik albumin maupun globulin
- Karena cairan cerebrospinal normalnya tdk mengandung fibrinogen
• Bila ada bekuan maka :
cairan tersebut mengandung fibrinogen atau ada pertambahan dari jenis protein
61
• Apa yang harus kita lihat :
- bentuk : halus sekali, keping2,serat,berselaput,
kasar, besar, kecil.
Contohnya :
• Meningitis tuberculosa :
- bekuan halus sangat renggang
• Meningitis pulurenta : bekuan kasar besar
• Encephalitis : tidak ada bekuan
Test pandy none :
Adalah suatu test untuk menilai apakah albumin dan globulin akan mengalami presipitasi
dalam larutan air yang jenuh phenol
Procedure :
• Letakan 1 ml reagen pandy dalam tabung reaksi kecil bergaris tengan 7 mm
• Tambahkan 1 tetes cairan CSF tanpa sedimen
• Lihat kekeruhan yang terjadi
Normal CSF :
Hanya mengandung sedikit protein karena protein plasma itu tidak dapat melewati BBB
dengan mudah
62
Bila terjadi peningkatan protein :
• Meningitis
• Abses otak
• Penyakit degeneratif
• Terjadi peningkatan permeabilitas BBB
Protein :
Normal protein di CSF :
- Lumbal :
dewasa : 15 – 45 mg/dl
anak / neonatus : 15 – 100 mg / dl
- Ventrikel otak :
5 – 15 mg/dl
Bila protein total di CSF meningkat :
• Bila ada DARAH : akibat Hb dan Protein plasma
• Bila ada PUS : akibat protein sel dan eksudasi dari permukaan yang mengalami inflamasi
• Inflamasi non purulen pd JARINGAN OTAK :
- meningitis tuberkulosa
Glukosa :
Adalah suatu pemeriksaan untuk menetapkan adanya gangguan transport glukosa dari
plasma ke CSF
Procedure :
63
Dengan membandingkan glukosa CSF dengan glukosa plasma , maka sampel darah
glukosa diambil paling tidak 60 menit sebelum pungsi lumbal
Kadar glukosa di CSF menurun :
indikasi ada penggunaan glukosa oleh leukosit dan mikroorganisme
contoh : - meningitis et causa bakterial’
- meningitis purulenta
Kadar glukosa di CSF normal :
- enchepalitis
- tumor otak
- neurosifilis
Kadar :
Anak : 60-80 mg/dl
Dewasa : 40-70 mg/dl
Jumlah sel :
Dilakukan untuk melihat jumlah dan jenis sel dalam cairan otak
Bisa juga untuk menemukan adanya bakteri atau fungi serta mengetahui jumlahnya
Rumus :
64
n/16 x 5 x 10/9 = 50n/144 = kira2 n/3
Keterangan :
n = semua sel yang dpt dilihat dalam sebuah bidang terbagi
hasil panduannya :
• Normal : 0-5 sel/ul cairan otak
• Abnormal : 6-10 atau diatas 10 sel / ul
• Anak di bawah umur 5 tahun :
sampai dgn 20 sel/ul masih dipandang normal
• Bila nilai sampai 200 sel/ul :
- enchephalitis
- meningitis tuberculosa
- meningitis acut purulenta
Hitung jenis sel :
Terdiri dari 2 jenis :
1. PMN ( polimorfonuklear ) = berinti banyak
2. MN ( mononuklear ) = berinti satu / tunggal
Prosedur :
1. Cairan di pusing dengan kecepatan 1500-2000 rpm selama 10 menit
2. Cairan di atas di buang, pakai sedimennya untuk nuat sediaan apus yang dibiarkan kering di udara luar
3. Beri pulasan wright atau giemsa
Hitung jenis sel dengan aturan 100/sel
65
Normal MN = 60 – 70 %
Normal PMN = 30 – 40 %
Normalnya : hanya dilihat limfosit sel saja dalam jumlah yang kecil
Bila Limfosit meningkat ( MN ) :
- Infeksi ringan menahun
- Meningitis tuberculosa
- Meningitis syphylitica
* Meningkat = tanda proses sedang mereda
• Bila nilai segmen meningkat ( PMN ) :
- Peradangan et causa infeksi coccii pyogen
- Abses cerebral
- Abses ekstradural
* Segmen naik : tanda infeksi sedang menghebat
Terapi ( penatalaksanaan )
Antibiotika dipilih sefalosporin generasi ke III
Indikasi :
- Meningitis
66
- Septikemia
- pneumonia
contoh obat sefalosporin golongan generasi III :
• Moksalaktam
• Sefotaksim
• Seftriakson
* Ketiga obat ini mencapai kadar tinggi dalam cairan cerebrospinal
Mekanisme kerja obat :
• Menghambat sintesis dinding sel mikroba : menghambat reaksi transpeptidase tahap ke 3 dalam rangkaian rx. Pembentukan dinding sel
• Sangat aktif thp kebanyakan strain basil enterik gram (-)
Efek samping obat :
• Rx.alergi
• Rx. Anafilaksis
• Urtikaria
Sefotaksim :
• Indikasi :
Infeksi bakteri gram (-) dan (+)
Profilaksis pembedahan dan meningitis
Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal
Dosis :
Neonatus : 50 mg/kg/hari dalam 2-4x pemberian
* bila infeksi berat : 150 – 200 mg/kg/hari
Anak : 100-150 mg/kg/hari dalam 2-4x pemberian
67
* infeksi berat : 200 mg / kg/hari
Gambar obat dari golongan sefotaksim :
Diazepam :
• Diberikan intravena
• Indikasi :
- Untuk kejang kontinu
- Terutama kejang tonik –klonik ( kejang demam ) status epileptikus
• Digunakan sebagai terapi tambahan atau kadang diberikan per oral untuk terapi jangka panjang
68
Daftar Pustaka
Price. Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Edisi 2. EGC Jakarta : 2000.
Baehr. M., Frotscher. M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS edisi 4. EGC. Jakarta : 2010.
Kumar.Cotran.Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi 7. EGC. Jakarta : 2007
Marjono Mahar. Neurologi Klinis Dasar.Dian Rakyat Jakarta : 2009.
Snell. Neuroanatomy. EGC. Jakarta : 2009
www.emedicine.medscape.com
69