Kehamilan Dengan Mioma Uteri

27
KEHAMILAN DENGAN MIOMA UTERI I. PENDAHULUAN Mioma adalah suatu tumor jinak pada uterus yang berasal dari otot uterus atau jaringan ikat. Biasa disebut mioma atau myom atau fibroid. Tumor ini letaknya pada alat reproduksi wanita. Jumlah penderita belum diketahui secara akurat karena banyak yang tidak merasakan keluhan sehingga tidak segera memeriksakannya ke dokter, namun diperkirakan sekitar 20-30% terjadi pada wanita berusia di atas 35 tahun. Asal mulanya penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada pascamenopause). Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih. (1,2,3,4,5) Tidak sedikit kehamilan yang disertai dengan mioma uteri. Mioma dapat mengganggu kehamilan dengan dampak berupa kelainan letak bayi dan plasenta, terhalangnya jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi rahim, pendarahan yang banyak setelah melahirkan dan gangguan pelepasan plasenta, bahkan bisa menyebabkan keguguran. (1,4,6) Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak memperparah mioma uteri. Saat hamil, mioma uteri cenderung membesar, dan sering juga terjadi perubahan dari tumor yang menyebabkan perdarahan dalam tumor sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu, selama kehamilan, tangkai tumor bisa terputar yang menyebabkan nyeri. (1,4,7) II. DEFINISI a. Definisi Kehamilan Kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi dan pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm. (8) Lama kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari atau 40 minggu, dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu ini disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut

description

tugas

Transcript of Kehamilan Dengan Mioma Uteri

  • KEHAMILAN DENGAN MIOMA UTERI

    I. PENDAHULUAN

    Mioma adalah suatu tumor jinak pada uterus yang berasal dari otot uterus atau

    jaringan ikat. Biasa disebut mioma atau myom atau fibroid. Tumor ini letaknya pada

    alat reproduksi wanita. Jumlah penderita belum diketahui secara akurat karena banyak

    yang tidak merasakan keluhan sehingga tidak segera memeriksakannya ke dokter,

    namun diperkirakan sekitar 20-30% terjadi pada wanita berusia di atas 35 tahun. Asal

    mulanya penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori

    menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada

    jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot

    kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih

    cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang

    ukurannya sesudah menopause (mengecil pada pascamenopause). Beratnya bervariasi,

    mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih.(1,2,3,4,5)

    Tidak sedikit kehamilan yang disertai dengan mioma uteri. Mioma dapat

    mengganggu kehamilan dengan dampak berupa kelainan letak bayi dan plasenta,

    terhalangnya jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi rahim, pendarahan yang banyak

    setelah melahirkan dan gangguan pelepasan plasenta, bahkan bisa menyebabkan

    keguguran.(1,4,6)

    Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak memperparah mioma uteri. Saat

    hamil, mioma uteri cenderung membesar, dan sering juga terjadi perubahan dari tumor

    yang menyebabkan perdarahan dalam tumor sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu,

    selama kehamilan, tangkai tumor bisa terputar yang menyebabkan nyeri.(1,4,7)

    II. DEFINISI

    a. Definisi Kehamilan

    Kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi dan

    pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm.(8)

    Lama kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari

    atau 40 minggu, dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu ini

    disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut

  • kehamilan postmatur. Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan

    prematur. (8)

    Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi atas 3 bagian; masing-

    masing (1) kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu), (2) kehamilan

    triwulan kedua (antara 12 sampai 28 minggu), dan (3) kehamilan triwulan terakhir

    (antara 28 sampai 40 minggu)(8)

    Tanda dan gejala kehamilan yaitu:(8)

    a. Amenorea (tidak dapat haid). Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita

    hamil tidak dapat haid lagi.

    b. Nausea (mual) dan emesis (muntah). Mual terjadi umumnya pada bulan-bulan

    pertama kehamilan, kadang-kadang disertai emesis. Sering terjadi pagi hari, tapi

    tidak selalu. Keadaan ini lazim disebut morning sickness.

    c. Mengidam (mengingini makanan atau minuman tertentu). Mengidam terjadi pada

    bulan-bulan pertama akan tetapi akan menghilang dengan makin tuanya

    kehamilan.

    d. Mammae menjadi tegang dan membesar. Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh

    estrogen dan progesterone yang merangsang duktili dan alveoli di mamma.

    Glandula Montgomery tampak lebih jelas.

    e. Anoreksia (tidak ada nafsu makan). Biasanya terjadi pada bulan-bulan pertama

    tetapi setelah itu nafsu makan akan timbul lagi.

    f. Sering kencing terjadi karena kandung kemih pada bulan-bulan pertama

    kehamilan tertekan oleh uterus yang mulai membesar.

    g. Obstipasi terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan oleh pengaruh

    hormon steroid.

    h. Pigmentasi kulit terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pada pipi, hidung,

    dan dahi kadang-kadang tampak deposit pigmen yang berlebihan, dikenal sebagai

    kloasma gravidarum. Areola mamma juga menjadi lebih hitam karena deposit

    pigmen yang berlebihan. Daerah leher menjadi lebih hitam.

    i. Epulis, adalah suatu hipertrofi papilla gingivae. Sering terjadi pada triwulan

    pertama.

    j. Varises sering dijumpai pada triwulan terakhir. Didapat pada daerah genitalia

    eksterna, fossa poplitea, kaki dan betis.

    b. Definisi Mioma Uteri

  • Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan

    ikat, disebut juga leiomioma, fibromioma, fibroleiomioma, atau fibroid.(1,13) Mioma uteri

    adalah tumor jinak yang berada pada uterus atau organ rahim.(3,5,9)

    Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah suatu

    pertumbuhan jinak dari otot otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat,

    neoplasma yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang paling

    sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran besar, biasanya mioma

    uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun.(1)

    III. KLASIFIKASI MIOMA UTERI

    Klasifikasi mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena:

    1. Lokasi(8)

    Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica

    (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal

    (91%), merupakan lokasi paling sering terjadi dan seringkali tanpa gejala.

    2. Lapisan Uterus(8, 10,11,12)

    Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis,

    yaitu:

    Mioma uteri pada submukosa, intramural, dan

    subserosa.(1)

    a. Mioma Uteri Subserosa

  • Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,

    dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.

    Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut

    sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga

    peritonial sebagai suatu massa.

    Perlengketan dengan usus, omentum, atau mensenterium di sekitarnya

    menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum.

    Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas

    dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma

    jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.

    Mioma uteri subserosa besar.(13)

    b. Mioma Uteri Intramural

    Mioma uteri pada intramural sering tidak memberikan gejala klinis yang

    berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah

    bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang

    kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar (jaringan ikat

    dominan) atau lunak (jaringan otot rahim dominan).

    c. Mioma Uteri Submukosa

    Terletak dibawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma

    bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini

    mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruang rahim.

    Dari sudut klinik, mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting

    dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun

  • intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan

    keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya

    kecil selalu memberi keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit

    berhenti sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.

    IV. EPIDEMIOLOGI

    Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai

    sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak.(10)

    Sebanyak

    20% dari wanita kulit putih dan 50% dari wanita kulit hitam dengan usia di atas 30

    tahun mengalami mioma uteri.(1)

    Mioma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum menarke. Jarang sekali

    mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada umur 35-45

    tahun (kurang lebih 25%). Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih

    bertumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39 11,7% pada semua penderita

    ginekologi yang dirawat.(10,3)

    Mioma uteri terjadi pada 20% wanita di atas 35 tahun.(2)

    Insiden terjadinya mioma

    pada kehamilan berkisar antara 0,3 2,6%.(9)

    V. ETIOLOGI

    Etiologi dari mioma uteri sampai saat ini belum diketahui pasti, diduga merupakan

    penyakit multifaktorial. Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di

    samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron, dan Human Growth

    Hormone.

    Estrogen(1,15)

    Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali terdapat pertumbuhan tumor

    yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil

    pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan

    lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik

    dari payudara (14,8%), adenomiosis (16,5 %), dan hiperplasia endometrium (9,3%).

    Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita

    dengan sterilitas.

    Enzim 17B hidroxydesidrogenase mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat)

    menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan

  • miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada

    miometrium normal.

    Progesteron(1)

    Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat

    pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase

    dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

    Human Growth Hormone(1)

    Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang

    mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu Human Placental Lactogen

    (HPL), terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari

    leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL

    dan Estrogen.

    VI. FAKTOR RISIKO

    Ada beberapa faktor yang di duga kuat sebagai faktor risiko terjadinya mioma uteri,

    yaitu:

    a. Umur

    Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10%

    pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala

    klinis antara 35-45 tahun.(1)

    b. Riwayat Keluarga

    Adanya riwayat keluarga dengan mioma meningkatkan faktor risiko. Jika

    seorang ibu mempunyai mioma, maka risiko yang dihadapi putrinya sekitar 3 kali

    lebih tinggi berbanding dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga.(1)

    c. Paritas

    Lebih sering terjadi pada nullipara atau wanita yang relatif intertil, tetapi sampai

    saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya

    mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling

    mempengaruhi.(1)

    d. Ras dan Etnik

    Statistik menggambarkan wanita dari Afrika-Amerika mempunyai 3 hingga 5

    kali lipat risiko mengalami fibroid berbanding wanita kulit putih. Seperti yang

  • disebutkan di atas, sebanyak 20% dari wanita kulit putih dan 50% dari wanita kulit

    hitam dengan usia di atas 30 tahun mengalami mioma uteri. (1,14)

    e. Obesitas

    Obesitas akan menjurus kepada peningkatan BMI sekaligus meningkatkan

    risiko kejadian dan perkembangan mioma.(1,14)

    f. Makanan

    Makan daging yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya mioma.

    Makan makanan mengandungi sayuran hijau dapat melindungi wanita dari

    pertumbuhan mioma.(1,14)

    g. Fungsi Ovarium

    Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,

    dimana uteri muncul setelah menarke, berkembang saat kehamilan dan mengalami

    regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi

    hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan

    mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor

    dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor

    progesterone, faktor faktor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah

    mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasikan oleh estrogen lebih banyak

    pada mioma dari pada miometrium normal, yang mana hal ini mungkin penting pada

    perkembangan mioma. Namun bukti bukti masih kurang menyakinkan karena tumor

    ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang

    disangka. Lebih daripada itu, tumor ini kadang kadang berkembang setelah

    menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.(1)

    VII. PATOGENESIS

    Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui.

    Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini

    didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan

    kejadiannya rendah pada usia menopause. Ichimura mengatakan bahwa hormon

    ovarium dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan

    insidennya setelah menarke. Pada kehamilan, pertumbuhan tumor ini makin besar,

    tetapi menurun setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai risiko yang tinggi

    untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara mempunyai risiko

    relatif menurun untuk terjadinya mioma uteri.(16,17)

  • Pukka dan kawan-kawan melaporkan bahwa jaringan mioma uteri lebih

    banyak mengandung reseptor estrogen jika dibandingkan dengan miometrium normal.

    Pertumbuhan mioma uteri bervariasi pada setiap individu, bahkan pada nodul mioma

    pada uterus yang sama. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan

    reseptor progesteron. Meyer dan De Snoo mengemukakan patogenesis mioma uteri

    dengan teori cell nest atau genitoblas. Pendapat ini lebih lanjut diperkuat oleh hasil

    penelitian Miller dan Lipschutz yang mengatakan bahwa terjadinya mioma uteri

    bergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat

    dirangsang terus menerus oleh estrogen.(16,17)

    VIII. MANIFESTASI KLINIS MIOMA UTERI SECARA UMUM

    Nyeri abdomen dapat disebabkan oleh torsi, degenerasi, atau perdarahan di dalam

    tumor. Nyeri kram dapat disebabkan oleh kontraksi uterus sebagai upaya untuk

    mengeluarkan suatu polip fibroid melalui kanalis servikalis.(10,14)

    Rasa nyeri bukan merupakan gejala khas tetapi dapat timbul karena gangguan

    sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.

    Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan, pertumbuhannya yang

    menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenore.(10,14)

    Lokasi mioma penting dalam menentukan tingkat keparahan perdarahan yang

    berhubungan dengan fibroid. Mioma submukosa dapat meningkatkan terjadinya

    menoragia baik secara efek lokal terhadap endometrium atau alterasi endometrium

    terhadap permukaan fibroid. Namun, tak bukti dari histeroskopik atau mikroskopik

    yang menyokong hipotesa ini.(14)

    Perubahan dari vaskular dapat menjadi mekanisme yang berpotensi terhadap

    fibroid dalam mempengaruhi menoragia. Miometrium yang berdekatan dengan mioma

    mengalami kompresi vena yang mengarah kepada formasi venous lake di dalam

    miometrium sekaligus mempengaruhi corak perdarahan.(14)

    Berhubungan dengan lokasi mioma di antara miometrium, fibroid dapat

    bertumbuh besar sehingga menekan organ yang berdekatan dan mengganggu fungsi

    pelvik. Oleh karena itu, penderita akan mengalami sakit di bagian bawah abdominal,

    sakit belakang atau masalah berkemih.(14)

    Gangguan penekanan dari mioma tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri.

    Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat

  • menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan

    hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh

    darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri

    panggul.(10,14)

    Ukuran fibroid yang sangat besar dapat mengganggu kehamilan karena mioma

    mengambil terlalu banyak ruang. Tambahan pula, fibroid dapat bertambah besar

    sehingga penderita yang tidak hamil dapat menyerupai wanita hamil.(14)

    Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars

    interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa memudahkan terjadinya abortus oleh

    karena distorsi rongga uterus.(10,14)

    Wanita dengan mioma subserosa dan mioma intramural tidak mempunyai risiko

    infertilitas walaupun sub analisis dari 4000 pasien mengarah kepada penurunan kadar

    implantasi yang signifikan. Presentasi mioma submukosa menghasilkan 68%

    penurunan implantasi dan 73% penurunan kehamilan klinis. Ini adalah penting bagi

    menunjukkan dari meta-analisis bahwa tak ada makna yang signifikan dalam

    peningkatan infertilitas pada wanita dengan jumlah fibroid yang banyak atau lokasi

    leiomioma. Kebanyakan peneliti menyokong kepada konsep fibroid dan fertilitas

    dengan penurunan signifikan dari lokasi anatomik submukosa kepada intramural

    kepada subserosa.(14)

    IX. HUBUNGAN KEHAMILAN DENGAN MIOMA UTERI

    Reseptor estrogen menurun pada miometrium yang normal semasa fase sekresi dari

    siklus menstruasi dan semasa kehamilan. Pada mioma, reseptor estrogen terdapat sepanjang

    siklus menstruasi, tetapi mengalami supresi semasa kehamilan. Reseptor progesteron terdapat

    pada miometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Tambahan pula

    mioma berkembang pada awal kehamilan akibat dari stimulasi hormonal dan growth factors

    yang sama yang memicu perkembangan uterus. Paradoks, mioma memberi respon yang

    berbeda pada setiap individu wanita dan tidak dapat diprediksi secara akurat perkembangan

    setiap mioma.(14)

    Pada trimester pertama, ukuran mioma tidak berubah atau makin membesar

    sehubungan dengan peningkatan estrogen. Pada trimester kedua, mioma yang berukuran 2

    hingga 6 cm biasanya tidak berubah atau mungkin membesar, namun bagi mioma yang

    berukuran besar akan mengecil, kemungkinan dari inisiasi penurunan regulasi reseptor

  • esterogen. Pada trimester ketiga, tanpa mengirakan ukuran mioma, sejatinya mioma tidak

    berubah atau mengecil akibat dari penurunan regulasi reseptor esterogen. Biasanya mioma

    akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran.(14,18)

    Munculnya gejala tergantung pada jumlah, ukuran, dan letak mioma uteri.(14,16)

    Mioma

    intramural dan subserosa dengan ukuran 5

    cm dan berlokasi dekat serviks atau dekat ostium tuba, lebih berisiko menyebabkan masalah

    infertilitas. Mioma submukosa atau intramural dapat menyebabkan disfungsi kontraksi uterus

    yang selanjutnya menyebabkan gangguan pada migrasi sperma, pergerakan atau nidasi

    ovum.

    2. Sering terjadi abortus dan perdarahan hamil muda. Kejadian abortus meningkat jika mioma

    berada pada lapisan submukosa. Mioma yang terletak dekat dengan plasenta banyak

    dihubungkan dengan kejadian abortus perdarahan pada hamil muda.

    3. Terjadi kelainan letak janin dalam rahim (malpresentasi), terutama pada mioma yang besar

    dan letak subserosa.

    4. Distosia akibat tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada mioma yang letaknya di

    serviks.

    5. Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II.

    6. Atonia uteri terutama pada persalinan: perdarahan banyak, biasanya pada mioma yang

    letaknya di dalam dinding rahim.

    7. Kelainan letak plasenta.

    8. Pada kala III terjadi retensio plasenta, terutama pada mioma submukosa dan intramural yang

    mengakibatkan perdarahan aktif.

    9. Persalinan prematuritas.

    10. Pertumbuhan janin terhambat dan anomali fetal.

    Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri:(1,7,16, 20)

    1. Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat

    dalam kehamilan.

    2. Degenerasi merah dan degenerasi karnosa: tumor menjadi lebih lunak, berubah bentuk,

    dan warna merah. Bisa terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi pendarahan.

  • 3. Mioma subserosa yang bertangkai oleh desakan uterus yang membesar atau setelah bayi

    lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada tangkainya, menyebabkan gangguan sirkulasi dan

    nekrosis pada tumor. Wanita hamil merasa nyeri yang hebat pada perut (abdomen akut).

    4. Mioma yang lokasinya dibelakang dapat terdesak ke dalam kavum douglasi dan terjadi

    inkaserasi.

    X. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Diagnosis dari mioma uteri dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan

    pemeriksaan penunjang lain.

    Pemeriksaan Fisik

    a. Palpasi abdomen didapatkan massa tumor di abdomen bagian bawah serta

    pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas, teraba suatu massa pelvis yang

    besar, midline, irregular-contoured mobile dengan karakteristik hard feel atau

    keras.(1,14)

    b. Pemeriksaan ginekologik pada rahim dengan pemeriksaan bimanual didapatkan

    tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum douglas. Pada

    pemeriksaan ini, pemeriksa memeriksa ukuran uterus dengan meletakkan dua

    jari dari sebelah tangan ke dalam vagina sedangkan tangan yang berlawanan

    memberi sedikit penekanan dari atas abdomen. Jika terdapat fibroid, uterus akan

    teraba lebih besar atau uterus akan membesar mengarah ke kawasan yang tidak

    sepatutnya. Pada pemeriksaan dapat ditemukan pembesaran uterus yang

    irregular dan mengeras atau protrusi batu bulat (cobblestone) yang dapat teraba

    agak keras sewaktu palpasi. Konsistensi padat dan kenyal.(1,14)

    Pemeriksaan Penunjang

    1. USG dan MRI

    Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium, dan

    keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Pelvis ultrasonografi digunakan untuk

    memastikan (bila perlu) kehadiran mioma uteri, tetapi biasanya ditegakkan

    secara klinis. Komponen mioma sering terlihat hipoekogenik dan penampakan

    yang konsisten dengan mioma yang melalui degenerasi. Struktur adneksal

    termasuk ovari dapat dibedakan dari tumor. Mioma juga dapat dideteksi dengan

    MRI, tetapi pemeriksaan ini lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik

  • USG. MRI berguna untuk evaluasi mioma yang berukuran besar karena

    ultrasonografi tidak dapat menggambarkannya. Untungnya, leiomiosarkoma

    sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan

    konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan. CT scan merupakan

    kontraindikasi oleh karena radiasi.(1,14,17)

    2. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.(14)

    XI. PENATALAKSANAAN

    Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma dalam kehamilan

    karena risiko terjadinya perdarahan tinggi. Demikian pula tidak dilakukan abortus

    provokatus.

    Pada usia kehamilan 12 22 minggu, suplai darah ke mioma dapat terhenti

    menyebabkan terjadinya degenerasi merah. Apabila terjadi degenerasi merah pada mioma,

    biasanya sikap konservatif dengan istirahat-baring dengan pengawasan yang ketat memberi

    hasil yang cukup memuaskan. Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap

    mioma yang menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricans and

    Gynecologists(ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi

    pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah.(7,16,17)

    1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.

    2. Sangkaan adanya keganasan.

    3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.

    4. Infertilitas karena gangguan ada cavum uteri maupun karena oklusi tuba fallopi.

    5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu.

    6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.

    7. Anemia akibat perdarahan

    Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi dan juga histerektomi.

    a. Miomektomi

    Miomektomi dengan indikasi harus dilakukan segera karena ditakutkan akan

    membahayakan nyawa maternal dan jika perlu harus dilakukan terminasi kehamilan.

    Akan tetapi miomektomi yang tanpa indikasi bisa ditunda sehingga umur kehamilan

    menjadi aterm.

    Pada umumnya miomektomi tidak dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea karena

    dapat terjadi perdarahan yang massif sewaktu operasi sebagai akibat vaskularisasi

  • bertambah, dan juga operasi akan berlangsung berlangsung lebih lama karena ada

    kemungkinan teknik operasi yang sulit.(6)

    Kebanyakan tumor terletak pada uterus bagian atas (sekitar 30-50% kasus) yang

    memungkinkan persalinan pervaginam. Cuma terdapat beberapa kasus yang mana

    tumornya terletak di bagian uterus bawah dan ini bisa menghalangi jalan lahir dan harus

    dilakukan Seksio Caesaria.

    Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi

    reproduksinya. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi

    maupun dengan laparoskopi.(16)

    Keuntungan pada pembedahan secara laparotomy adalah lapangan pandang operasi

    lebih luas sehingga penanganan pada perdarahan yang mungkin timbul dapat ditangani

    dengan segera. Namun resiko miomektomi secara laparotomi adalah bisa terjadi

    perlengketan yang besar sehingga dapat mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien.

    Disamping itu juga, waktu penyembuhan pasca operasi juga lebih lama.

    Pada miomektomi secara histeroskopi, biasanya dilakukan pada mioma submukosum

    yang terletak pada kavum uteri. Alat histeroskop akan dimasukkan melalui serviks dan

    mengisi kavum uteri dengan cairan untuk memperluas dinding uterus. Keuntungan

    teknik ini adalah waktu penyembuhan pasca operasi lebih cepat (2 hari). Komplikasi

    operasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus

    dan terjadinya ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.

    Pada miomektomi secara laparoskopi dilakukan untuk mengangkat mioma yang

    bertangkai di luar kavum uteri dan mioma subserosum yang terletak di luar kavum

    uteri. Alat laparoskop dimasukkan kedalam abdomen melalui insisi yang kecil pada

    dinding abdomen. Keuntungan teknik ini adalah waktu penyembuhan pasca operasi

    yang lebih cepat (2-7 hari). Resiko daripada teknik ini bisa terjadi perlengketan,trauma

    terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, dan rektum. Miomektomi dengan teknik

    ini sehingga sekarang merupakkan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri

    yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.

    b. Histerektomi

    Pada mioma uteri, sebesar 30% dari seluruh kasus dilakukan histerektomi. Teknik

    ini dilakukan pada pasien dengan indikasi bila didapati keluhan menorrhagia,

    metrorhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar

    usia kehamilan 12-14 minggu.

  • Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal

    histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).

    STAH dilakukan untuk menghindari daripada terjadinya perdarahan yang massif,

    trauma pada ureter, kandung kemih dan rektum.

    Histerektomi dapat dilakukan melalui pendekatan dari vagina, dimana tindakan

    operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Oleh karena pendekatan operasi tidak

    melalui abdominal, maka histerektomi vaginal tidak terlihat sikatriks sehingga

    memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya

    perlengketan pasca operasi juga lebih minimal dan waktu penyembuhan lebih cepat

    berbanding yang menjalani histerektomi abdominal.

    Pengangkatan seluruh uterus dengan mioma juga dapat dilakukan dengan

    laparoskopi. Ada beberapa teknik histerektomi laparoskopi. Pertama adalah

    histerektomi vaginal (Laparoscopically assisted vaginal hysterectomy/LAVH).

    Pada prosedur tindakan ini dilakukan untuk memisahkan adneksa dari dinding

    pelvik dan memotong mesosalfing kea rah ligamentum di bagian bawah. Kedua,

    teknik classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH)

    tanpa colpotomy. Prosedur ini merupakan modifikasi dari STAH, dimana lapisan

    dalam dari serviks dan uterus direseksi dengan menggunakan morselator. Dengan

    prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan

    mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah prolapsus. Keuntungan

    dari CISH adalah untuk mengurangi resiko trauma pada ureter dan kadung kemih,

    perdarahan lebih minimal, waktu operasi lebih cepat, resiko infeksi lebih minimal

    dan waktu penyembuhan lebih singkat.(16)

    Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa terapi yang terbaik untuk mioma uteri adalah

    melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi

    memiliki kelebihan di mana resiko perdarahan yang lebih minimal, waktu penyembuhan yang

    lebih cepat dan angka morbiditas yang lebih rendah dibanding prosedur histerektomi

    abdominal.

    XII. PROGNOSIS

    Meskipun ada banyak komplikasi yang bisa saja terjadi, pada umumnya banyak ibu

    hamil dengan mioma uteri memiliki kehamilan yang normal dan persalinan yang

    sukses.(7)

  • XIII. PROSES INVOLUSI UTERUS PADA MASA NIFAS (21)

    Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke

    kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah

    plasenta lahir akibat kontraksi otot otot polos uterus. Proses involusi uterus adalah

    sebagai berikut :

    1. Autolisis

    Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot

    uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat

    mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula

    selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri sehingga

    tertinggal jaringan fibro elastik dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.

    2. Atrofi jaringan

    Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar,

    kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi

    estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-

    otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan

    meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang

    baru.

    3. Efek oksitosin (kontraksi)

    Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,

    diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat

    besar. Hormon oksitosin yang yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat

    dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu

    proses hemostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah

    ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi

    plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta

    memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.

    Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses involusi disebut dengan

    subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta /

    perdarahan lanjut (perdarahan postpartum).

    XIV. Perdarahan PostPartum

  • Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi

    lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 cc setelah persalinan abdominal.(22,23,24)

    Kondisi

    dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang

    terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari

    normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital.(23,24)

    Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan

    pada kehamilan, dan hampir semua transfusi pada wanita hamil dilakukan untuk

    menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.(25,26)

    Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut : (26)

    - Atonia uteri 50-60 %

    - Sisa Plasenta 23 24 %

    - Retensio Plasenta 16-17 %

    - Laserasi jalan lahir 4-5 %

    - Kelainan darah 0,5-0,8 %

    Klasifikasi (22,23,24,25)

    Perdarahan postpartum dibagi menjadi :

    a) Perdarahan postpartum dini / perdarahan postpartum primer (early postpartum

    hemorrhage adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III

    b) Perdarahan pada masa nifas / perdarahan postpartum sekunder (late post partum

    hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi pada 24 jam dan 6 minggu setelah kala

    III.

    Etiologi

    Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum

    a. Atonia uteri (23,24,25)

    Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan

    mengecil sesudah janin keluar dari rahim

    Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat

    myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah

    pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak

    dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan

    lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena slah penanganan kala III

    persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha

    melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus.

    Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :

  • - Manipulasi uterus yang berlebihan

    - General anestesi (pada persalinan dengan operasi)

    - Uterus yang tegang berlebihan

    kehamilan kembar

    fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 5000 gr)

    polyhydramnion

    - Kehamilan lewat waktu

    - Partus lama

    - Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus)

    - Anestesi yang dalam

    - Infeksi uterus (chorioamnitis, endomyometritis, septicemia)

    - Plasenta previa

    - Solusio plasenta

    b. Tissue (23,24)

    a. Retensio plasenta

    b. Sisa plasenta

    c. Plasenta akreta dan variasinya

    Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal ini dinamkan

    retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding

    uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.

    Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas

    sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk

    mengeluarkannya.

    Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :

    - Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)

    - Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili koriales menembus

    desidua sampai myometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-

    perkreta)

    Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25% dari kasus perdarahan

    postpartum. Penemuan ultrasonografi adanya massa uterus yang echogenic yang

  • mendukung diagnosa retensio / sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan

    beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum hemorrhage.

    c. Trauma (24,25)

    Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan trauma jalan lahir.

    - Ruptur uteri

    - Inversi uteri

    - Perlukaan jalan lahir

    - Vaginal hematom

    Laserasi dapat mengenai uterus, serviks, vagina atau vulva, dan biasanya terjadi

    karena persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacum

    atau forcep. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan

    menyebabkan hematom. Perdarahan dapat tersamarkan dan menjadi berbahaya karena

    tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.

    Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau

    vena yang besar, jika episiotomi luas, jika ada penundaan antara persalinan dan

    episiotomi, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episiotomi.

    Perdarahan yang terus terjadi (terutama merah segar) dan kontraksi uterus baik akan

    mengarah pada perdarahan dari laserasi maupun episiotomi. Ketika laserasi serviks

    atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.

    Pada inversio uteri , bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri

    sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba tiba dalam

    kala III atau segera setelah plasenta keluar.

    Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri ditemukan pada tempat yang

    tidak lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat

    menunjukkan tumor yang lunak diatas serviks uteri atau dalam vagina. Kelainan

    tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi (15-70%).

    Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan

    penderita.

    d. Trombin : kelainan pembekuan darah (22,24)

  • Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun

    didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :

    - Hipofibrinogemia

    - Trombositopenia

    - Idiopatic Thrombocytopenia Purpura

    - Hemolysis Elevated Liver enzymes Low platelet count syndrome

    - Disseminated Intravascular Coagulopathy

    - Dilutional coagulopathy , bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena

    darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah

    rusak

    Perdarahan postpartum akibat gangguan koagulasi dicurigai bila penyebab yang lain

    dapat disingkirkan, apalagi disertai riwayat mengalami hal yang sama pada

    persalinan sebelumnya.

    1. Gejala Klinik

    Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume

    total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan

    darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus menerus

    setalah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok

    yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas

    dingin, dan lain-lain.(22,25)

    2. Kriteria Diagnosis (22)

    Pemeriksaan fisik

    Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil,

    ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus

    Pemeriksaan obstetri

    Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin

    karena luka jalan lahir

    Pemeriksaan ginekologi

    Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada pemeriksaan

    dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta.

  • Diagnosis perdarahan postpartum dapat digolongkan berdasarkan tabel berikut

    Tabel 1. Diagnosis perdarahan postpartum (23)

    No Gejala dan tanda yang selalu ada Gejala dan tanda yang

    kadang-kadang ada

    Diagnosis

    kemungkinan

    1. - Uterus tidak berkontraksi dan

    lembek

    - Perdarahan segera setelah anak

    lahir

    syok Atonia uteri

    2. - perdarahan segera

    - Darah segar yang mengalir segera

    setelah bayi lahir

    - Uterus kontraksi baik

    - Plasenta lengkap

    - pucat

    - lemah

    - menggigil

    Robekan jalan

    lahir

    3. - plasenta belum lahir setelah 30

    menit

    - perdarahan segera

    - uterus kontraksi baik

    - tali pusat putus akibat

    traksi berlebihan

    - inversio uteri akibat

    tarikan

    - perdarahan lanjutan

    Retensio

    plasenta

    4. - plasenta atau sebagian selaput

    (mengandung pembuluh darah)

    tidak lengkap

    Uterus berkontraksi tetapi

    tinggi fundus tidak

    berkurang

    Tertinggalnya

    sebagian

    plasenta

  • - perdarahan segera

    5. - uterus tidak teraba

    - lumen vagina terisi massa

    - tampak tali pusat (jika plasenta

    belum lahir)

    - perdarahan segera

    - nyeri sedikit atau berat

    - syok neurogenik

    - pucat dan limbung

    Inversio uteri

    6. - sub-involusi uyerus

    - nyeri tekan perut bawah

    - perdarahan lebih dari 24 jam

    setelah persalinan

    - perdarahan bervariasi (ringan atau

    berat, terus menerus atatu tidak

    teratur) dan berbau (jika disertai

    infeksi)

    - Anemia

    - Demam

    - Perdarahan

    terlambat

    - Endometritis

    atau sisa

    plasenta

    (terinfeksi

    atau tidak)

    3. - Perdarahan segera (perdarahan

    intraabdominal dan atau

    vaginal)

    - Nyeri perut berat

    - Syok

    - Nyeri tekan perut

    - Denyut nadi ibu cepat

    Robekan

    dinding uterus

    (ruptura uteri)

    7. Pemeriksaan penunjang (22,23,24)

    a. Pemeriksaan laboratorium

    Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar

    hemoglobin dibawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk. (22,24)

    Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode

    antenatal.(24)

  • Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan. (22,23)

    b. Pemeriksaan radiologi

    Onset perdarahan postpartum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan

    penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau

    radiologis dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya

    gumpalan darah dan retensi sisa plasenta. (22,24)

    USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko

    tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan postpartum seperti

    plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifitas

    dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya. (22,23,24)

    4. Penatalaksanaan (24)

    Pasie dengan perdarahan postpartum harus ditangani dalam 2 komponen yaitu

    1. Resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik

    2. Identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan postpartum

    Bagan 1. Penilaian klinik atonia uteri

  • Kenali dan tegakkan diagnosis atonia uteri

    masase uterus , berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan

    perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus

    Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang tampon

    uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam

    Kompresi bimanual eksternal

    Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah

    telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan

    berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila

    belum berhsisl dilakukan kompresi bimanual internal

  • Kompresi bimanual internal

    Uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina

    untuk menjepit pembuluh darah di dalam myometrium (sebagai pengganti mekanisme

    kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan

    berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan

    tetap terjadi, coba kompresi aorta abdominalis

    kompresi aorta abdominalis

    Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut, genggam

    tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan,

    hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat

    mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan

    yang terjadi

  • Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa dicoba

    Prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung pada myometrium

    (transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam

    sesudahnya

    Laparatomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang tetap terjadi > 200

    ml/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik (khusus untuk

    penderita yang belum punya anak atau muda sekali)

    Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir

    Tabel 3. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya

  • Bagan 2. Penilaian klinik plasenta akreta

    Bagan 3. Penilaian klinik oleh karena persalinan traumatika