Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

16
Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan 1 Hasbullah Thabrany Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pendahuluan Tahun 2002 mendatang negara-negara Asia Tenggara akan memulai perdagangan bebas yang memungkinkan mudahnya aliran barang dan jasa dari satu negara ke negara lain. Dengan perdagangan bebas, mekanisme pasar akan bekerja lebih optimal, tanpa banyak proteksi dan campur tangan pemerintah suatu negara. Reaksi masyarakat terhadap perdagangan bebas ini bervariasi dari yang sangat mendukung dan yang menolak. Para penolak gagasan ini pada umumnya khawatir akan ketidak-mampuannya sendiri bersaing dengan pesaing baru dari negara yang lebih maju yang lebih menguasai pasar. Para penolak tentu saja tidak berpikir dari sisi kepentingan konsumen, akan tetapi dari kepentingan dirinya sendiri. Para pendukung perdagangan bebas berharap bahwa perdagangan bebas akan memaksa para pelaku pasar di dalam dan di luar negeri untuk bersaing sehingga konsumen akan mendapat keuntungan yang besar. Suatu mekanisme pasar dapat dikatakan suatu mekanisme alamiah dimana pelaku ekonomi, pembeli dan penjual, dapat bebas bergerak sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Peningkatan kapasitas pembeli (demand) tanpa adanya peningkatan kapasitas penjual (supply) menyebabkan harga naik untuk mutu yang sama. Sebaliknya peningkatan suplai barang tanpa adanya peningkatan demand akan menyebabkan barang turun. Mekanisme tersebut adalah mekanisme yang sangat lazim terjadi pada pasar. Hasil (outcome) dari mekanisme ini adalah tercapainya efisiensi. Semakin tinggi tingkat persaingan, 1 Disampaikan pada Seminar Nasional Asuransi Sosial Kesehatan yang diselenggarakan oleh PAMJAKI, Hotel Kartika Chandar, Jakarta, 21 Maret 2000

description

 

Transcript of Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Page 1: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan1

Hasbullah Thabrany

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Pendahuluan

Tahun 2002 mendatang negara-negara Asia Tenggara akan memulai

perdagangan bebas yang memungkinkan mudahnya aliran barang dan jasa

dari satu negara ke negara lain. Dengan perdagangan bebas, mekanisme pasar

akan bekerja lebih optimal, tanpa banyak proteksi dan campur tangan

pemerintah suatu negara. Reaksi masyarakat terhadap perdagangan bebas ini

bervariasi dari yang sangat mendukung dan yang menolak. Para penolak

gagasan ini pada umumnya khawatir akan ketidak-mampuannya sendiri

bersaing dengan pesaing baru dari negara yang lebih maju yang lebih

menguasai pasar. Para penolak tentu saja tidak berpikir dari sisi kepentingan

konsumen, akan tetapi dari kepentingan dirinya sendiri. Para pendukung

perdagangan bebas berharap bahwa perdagangan bebas akan memaksa para

pelaku pasar di dalam dan di luar negeri untuk bersaing sehingga konsumen

akan mendapat keuntungan yang besar.

Suatu mekanisme pasar dapat dikatakan suatu mekanisme alamiah

dimana pelaku ekonomi, pembeli dan penjual, dapat bebas bergerak sesuai

dengan kapasitasnya masing-masing. Peningkatan kapasitas pembeli (demand)

tanpa adanya peningkatan kapasitas penjual (supply) menyebabkan harga naik

untuk mutu yang sama. Sebaliknya peningkatan suplai barang tanpa adanya

peningkatan demand akan menyebabkan barang turun. Mekanisme tersebut

adalah mekanisme yang sangat lazim terjadi pada pasar. Hasil (outcome) dari

mekanisme ini adalah tercapainya efisiensi. Semakin tinggi tingkat persaingan,

1 Disampaikan pada Seminar Nasional Asuransi Sosial Kesehatan yang

diselenggarakan oleh PAMJAKI, Hotel Kartika Chandar, Jakarta, 21 Maret 2000

Page 2: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 2 H. Thabrany

peningkatan suplai, semakin rendah harga suatu barang dan jasa, dan

sebaliknya. Jadi konsumen akan diuntungkan. Akan tetapi di dalam pelayanan

kesehatan2, keluaran persaingan yang menghasilkan efisiensi tinggi ini selalu

dipertanyakan. Apakah benar dengan mekanisme pasar, pelayanan kesehatan

akan lebih murah dan lebih berkualitas? Suatu barang atau jasa pelayanan

kesehatan dapat saja tidak lebih murah akan tetapi kualitasnya lebih baik, dus

terjadi efisiensi juga. Selain efisiensi yang merupakan keluaran umum yang

diharapkan dari suatu mekanisme pasar, di dalam pelayanan kesehatan

seringkali dipertanyakan aspek equity (pemerataan) dari mekanisme pasar.

Aspek equity sangat terkait dengan golongan ekonomi atau distribusi

pendapatan. Dalam sektor jasa, salon kecantikan misalnya, para ahli ekonomi

dan kebijakan publik tidak perlu mengkhawatirkan aspek pemerataan. Orang

miskin tidak sanggup ke salon, tidak perduli apakah pasar jasa salon

kecantikan itu efisien atau tidak, tidak menjadi soal. Pemerintah tidak pernah

ikut campur untuk menurunkan atau mengatur tarif salon kecantikan. Biarlah

mekanisme pasar yang bekerja. Akan tetapi dalam pasar bahan makanan

pokok misalnya beras, para ahli tentu sangat peduli jika harga beras terlalu

tinggi sehingga golongan tidak mampu mungkin dapat menjadi kelaparan. Oleh

karenanya seringkali pemerintah melakukan intervensi dengan menjual barang

di bawah harga pasar atau memberikan subsidi khusus kepada orang miskin.

Kali ini kita akan membahas bagaimana mekanisme pasar mampu

mencapai efisiensi dan pemerataan di dalam pelayanan kesehatan. Seperti dua

contoh diatas, salon kecantikan dan dan beras, perlakuan pemerintah sangat

berbeda. Perbedaan perlakuan tersebut, dimana untuk pasar jasa kecantikan

pemerintah tidak melakukan intervensi apapun dan untuk pasar beras

pemerintah turun tangan, intervensi pemerintah sangat bergantung kepada

jenis produk atau jasa yang dijual. Oleh karenanya, kita akan memulai

pembahasan kita pada pengenalan produk (barang atau jasa) dalam pelayanan

kesehatan.

2 Pelayanan kesehatan disini adalah berbagai lingkup pelayanan kesehatan mulai dari

promotif sampai rehabilitatif, termasuk obat dan alat medis.

Page 3: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 3 H. Thabrany

Karakteristik Pelayanan Kesehatan dan Responnya

Dibandingkan dengan kebutuhan hidup manusia yang lain kebutuhan

pelayanan kesehatan mempunyai tiga ciri utama yang unik uncertainty,

asymetri of information, dan externality (Evans, 1984)1. Menurut Evans, ketiga

ciri utama tersebut menurunkan berbagai ciri lain yang menyebabkan

pelayanan kesehatan sangat unik dibandingkan dengan produk atau jasa

lainnya. Keunikan yang tidak diperoleh pada komoditas lain inilah yang

mengharuskan kita membedakan perlakuan atau intervensi pemerintah.

Uncertainty

Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahwa kebutuhan akan

pelayanan kesehatan tidak bisa dipastikan, baik waktunya, tempatnya,

maupun besarnya biaya yang dibutuhkan. Sifat inilah yang menyebabkan

timbulnya respons penyelenggaran mekanisme asuransi di dalam pelayanan

kesehatan. Mekanisme asuransi yang mentrasfer dan menghimpun (pool)

risiko perorangan/ kelompok kecil menjadi risiko kelompok besar merupakan

solusi yang paling tepat terhadap ciri ini. Dengan membagi risiko itu kepada

kelompok (dengan membayar premi) maka risiko tiap orang menjadi

kecil/ringan, karena dipikul bersama. Phelps (1992)2 juga mengemukakan sifat

ini yang mendasari mekanisme asuransi kesehatan. Ciri ini pula yang

mengundang mekanisme derma di dalam masyarakat tradisional dan modern.

Karena pada akhirnya ciri ini menurunkan keunikan lain yang menyangkut

aspek peri kemanusiaan (humanitarian) dan etika. Rapoport (1982)3 juga

menambahkan bahwa semua pelayanan kedokteran untuk memenuhi

kebutuhan yang tidak pasti tersebut mengandung uncertainty atau risiko.

Dengan ketidak-pastian ini, sulit bagi seseorang untuk menganggarkan

biaya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatannya. Penduduk

yang penghasilannya rendah tidak mampu menyisihkan sebagian

penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan yang tidak diketahui datangnya.

Bahkan penduduk yang relatif berpendapatan memadai sekalipun, seringkali

tidak sanggup memenuhi kecukupan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi

Page 4: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 4 H. Thabrany

kebutuhan medisnya. Maka dalam hal ini, seseorang yang tidak miskin di

Indonesia dapat menjadi miskin atau bangkrut manakala ia menderita suatu

penyakit atau mengalami kecelakaan yang berat (medically poor). Karena

penyakit atau kecelakaan dapat menjadi berat sementara teknologi kedokteran

telah mampu menjawab tetapi dana tidak memadai, maka ciri ini dapat

menimbulkan masalah etika yang berat. Nilai-nilai kemanusiaan masyarakat

madani tidak bisa menerima jika seseorang yang mengalami sakit atau

kecelakaan yang bersifat acak/random atau tidak pasti ini dibiarkan begitu

saja tanpa usa derma atau jaminan dari pihak ketiga. Bagi kita masyarakat

Indonesia, perwujudan dari Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab terhadap

ciri uncertainty ini sangat belum memadai.

Asymetry of information

Sifat kedua, asymetry of information menunjukkan bahwa konsumen

pelayanan kesehatan berada pada posisi yang lebih lemah sedangkan provider

(dokter, dll) mengetahui jauh lebih banyak tentang manfaat dan kualitas

pelayanan yang "dijualnya". Ciri ini juga dikemukan oleh para ahli ekonomi

kesehatan lain seperti Feldstein, Jacos, Rapoport, dan Phelps. Dalam dua

contoh diatas, jasa kecantikan dan beras, sifat asimetri hampir tidak tampak.

Konsumen tahu (mudah tahu) berapa harga pasar, apa manfaat yang

dinikmatinya, bagaimana kualitas berbagai layanan dan beras, dan seberapa

besar kebutuhnya. Dalam pelayanan kesehatan, misalnya kasus ekstrim

pembedahan, pasien hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui

apakah ia membutuhkan pelayanan tersebut atau tidak. Kondisi ini sering

dikenal dengan consumer ignorance atau konsumen yang bodoh. Jangankan ia

mengetahui berapa harga dan berapa banyak yang diperlukan, mengetahui

apakah ia memerlukan tindakan bedah saja tidak sanggup dikuasainya,

meskipun si pasien mungkin seorang profesor.

Dapat dibayangkan bahwa jika si provider atau penjual memaksimalkan

laba dan tidak mempunyai integritas yang kuat terhadap norma-norma agama

dan sosial, sangat dengan mudah terjadi abuse atau moral hazard yang dapat

dilakukan provider. Suatu ketika saya mengunjungi rekan yang melahirkan

Page 5: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 5 H. Thabrany

anaknya dengan bedah sesar di satu rumah bersalin di Jakarta. Iseng-iseng

saya berbincang-bincang dengan pasien yang lain. Ternyata semua pasien di

suatu lantai yang mendapat operasi menjawab bahwa telah terjadi lilitan tali

pusat sehingga mereka harus menjalani operasi sesar. Baru-baru ini, istri

seorang staf melahirkan anaknya di rumah bersalin yang sama juga harus

menjalani operasi sesar karena lilitan tali pusat. Ketika saya tanyakan

mengapa ia tidak minta pendapat dokter yang lain; dijawabnya bahwa dokter

meminta keputusan waktu itu juga, tidak bisa ditunda. Biaya operasi sesar

yang Rp 6 juta tentu menjadi sangat berat bagi pegawai yang hanya

berpenghasilan Rp 1,5 juta. Rupanya musim lilitan tali pusat belum reda disini.

Beberapa minggu yang lalu seorang dosen sosiologi menyampaikan keluhan

kepada saya tentang biaya rawat inap ibunya yang terkena demam berdarah

dan mendapat tagihan Rp 8,3 juta. Dalam tagihan itu terdapat empat

kunjungan spesialis per hari, ada pemeriksaan MRI, dan beberapa

pemeriksaan lab yang mencapai Rp 400 ribu per kali. Sifat asimetri ini

memudahkan timbulnya supply induce demand atau demand creation yang

menyebabkan keseimbangan pasar tidak bisa tercapai di dalam pelayanan

kesehatan. Maka jangan heran jika di dalam pelayanan kesehatan supply

meningkat tidak menurunkan harga dan kualitas. Yang terjadi justeru

sebaliknya, yaitu peningkatan harga dan penurunan kualitas

(pemeriksaan/tindakan yang tidak perlu).

Perbedaan yang sangat unik ini menyebabkan demand pelayanan

kesehatan ditentukan oleh penjual bukan oleh pembeli atau konsumen.

Sementara dalam pasar yang normal, konsumenlah yang menentukan jenis

barang atau jasa dan jumlah yang dibelinya. Jadi kekuatan (power) terletak

pada konsumen atau pembeli dan oleh karenanya konsumen menjadi raja. Di

dalam pelayanan kesehatan, sebaliknya, provider-lah yang memunyai power

dan menjadi raja sementara pasien menjadi budaknya. Oleh karena itu, apa

yang akan terjadi sangat tergantung dari sifat provider. Provider yang memiliki

hati nurani (raja yang adil dan berbudi luhur) yang tinggi akan menjadi dewa

penolong bagi pasien. Akan tetapi provider yang lalim dapat menjadi perampok

kerah putih bagi pasiennya. Akan tetapi pasien sering salah menangkap sinyal

Page 6: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 6 H. Thabrany

sehingga provider yang lalim bisa diberi penghargaan sebagai raja yang adil.

Konsumen individu mudah menjadi "mangsa" provider. Sebagai respons

institutional dari ciri ini adalah pengaturan, pengendalian dan pemantauan

dari pemerintah atau organisasi profesi. Itulah sebabnya, kode etik kedokteran

diatur dengan ketat di berbagai negara. Bahkan banyak negara yang

menjadikan pelanggaran etika sebagai pelanggaran hukum, untuk bisa

menindak tegas para “raja” yang lalim.

Menydari adanya ketidak seimbangan informasi, maka praktek

kedokteran dan kesehatan di negara manapun memerlukan lisensi khusus.

Tujuannya adalah untuk melindungi pasien dari pelayanan yang tidak

berkualitas atau yang dapat membodohi pasiennya. Akibat dari keharusan

lisensi ini maka terjadi entry barier yang membatasi masuknya supply. Hal ini

menyebabkan kesimbangan pasar semakin tidak bisa terjadi. Di Indonesia

misalnya, banyak orang yang sudah menuduh bahwa perhimpunan dokter

spesialis sengaja menghambat jumlah dokter spesialis untuk mengurangi

persaingan. Prilaku monopolistik ini juga dilontarkan banyak kritikus pelaynan

kesehatan di berbagai negara lain. Di Indonesia, pembiayaan obat mencapai

sekitar 40% dari total pembiayaan kesehatan. Karena yang menentukan obat

yang perlu dibeli pasien adalah dokter dan pasien tidak memiliki kemampuan

memilih, maka kolusi antara perusahaan obat dengan dokter sangat mudah

terjadi dan sudah banyak terjadi. Hal ini tambah memberatkan beban pasien.

Menyebarnya rumah sakit, baik yang jelas-jelas mencari laba maupun yang

bertameng yayasan tetapi mencari laba, bahkan rumah sakit pemerintah

swadana (dan yang akan menjadi Perusahaan Jawatan) akan menambah lagi

pelakuk kolusi yaitu rumah sakit. Maka posisi pasien semakin terpojok dan

terkroyok.

Externality

Externality menunjukkan bahwa konsumsi pelayanan kesehatan tidak

saja mempengaruhi "pembeli" tetapi juga bukan pembeli. Demikian juga risiko

kebutuhan pelayanan kesehatan tidak saja mengenai diri pembeli. Contohnya

adalah konsumsi rokok yang mempunyai risiko lebih besar pada yang bukan

Page 7: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 7 H. Thabrany

perokok. Akibat dari ciri ini, pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi

dalam berbagai bentuknya. Oleh karenanya, pembiayaan pelayanan kesehatan

tidak saja menjadi tanggung jawab diri sendiri, akan tetapi perlunya digalang

tanggung jawab bersama (publik). Ciri unik tersebut juga dikemukan oleh

beberapa ahli ekonomi kesehatan seperti Feldstein (1993)4 dan Rappaport

(1982)5.

Selain itu, pelayanan kesehatan mempunyai aspek sosial yang rumit

dipecahkan sendiri oleh bidang kedokteran atau ekonomi. Bidang kedokteran

tidak bisa membiarkan keadaan seseorang yang memerlukan bantuan medis

tetapi teknologinya atau biayanya belum tersedia. Kita, dokter, tidak bisa mem-

perlakukan pasien sebagai komputer yang jika salah satu komponennya tidak

berfungsi dapat dimusnahkan saja, jika teknologi untuk memfungsikannya

sulit atau mahal. Dokter berusaha mencari teknologi baru untuk memecahkan

masalah klinik yang tidak pernah tuntas. Teknologi baru tersebut menuntut

penelitian longitudinal dan biaya besar. Akibatnya, teknologi baru menjadi

mahal. Hal ini berdampak pada aspek ekonomi, dimana teknologi kedokteran

dapat mengatasi keadaan pasien, akan tetapi biaya untuk itu sering tidak

tejangkau oleh kebanyakan orang. Karena manusia memberikan nilai yang

sangat tinggi akan kehidupan dan kesehatan, maka seringkali timbul dilema

besar yang menyangkut kelangsungan hidup seseorang hanya karena faktor

biaya. Karena secara sosial kita tidak bisa melakukan pertimbangan biaya dan

efisiensi maka harus ada suatu mekanisme yang mampu memecahkan

pembiayaan pelayanan bedah, diagnostik canggih, pelayanan gawat dararat,

dan pelayanan intensif lain yang mahal.

Kegagalan Asuransi Kesehatan Komersial/swasta

Karena sifat unvertainty mengundang usaha asuransi, maka kini banyak

pemain baru. Kolusi antara dokter-rumah sakit dan perusahaan farmasi

menyebabkan harga pelayanan kesehatan terus semakin mahal. Risiko sakit

perorangan semakin mahal, maka demand baru terbentuk; membeli asuransi

Page 8: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 8 H. Thabrany

kesehatan. Bagaimana pentaripan asuransi? Tidak bisa dilepaskan dari harga

harga dokter, rumah sakit, obat, laboratorium, dan alat-alat medis lainnya.

Bisakan asuransi mendapatkan harga yang pantas (fair)? Sulit! Meskipun

perusahaan asuransi/bapel JPKM dapat memperoleh harga yang lebih murah,

mereka juga punya interes untuk mendaptkan untung. Sementara provider

masih tetap memiliki market power yang kuat. Tidak banyak pilihan bagi

perusahaan asuransi, kecuali mengeruk keuntungannya dari pihak

pasien/konsumen. Tentu saja sebagai perantara perusahaan asuransi/bapel

JPKM akan mencari untung dari kedua pihak, pihak peserta/pemegang polis

dan pihak provider. Maka kini, seorang pasien/konsumen/peserta

mendapatkan pelaku baru yang juga melirik kantong mereka.

Akankah konsumen mampu untuk memilih produk asuransi dan harga

sesuai kebutuhanya? Hampir tidak mungkin! Karena disini juga terjadi

informasi asimetri. Konsumen tidak mengetahui tingkat risiko dirinya dan

hampir tidak mungkin mengetahui apakah harga premi yang dibelinya pantas,

terlalu murah, atau terlalu mahal. Sementara penjual (perusahaan

asuransi/bapel JPKM) dapat menciptakan produk dan cara pamasaran yang

menakutkan sehingga konsumen, jika ia mempunyai kemampuan keuangan,

memilih untuk membeli. Bagaimana dengan konsumen yang tidak mampu?

Sejauh pasar belum jenuh, asuradur akan memusatkan pada perhatian

kepada pasar yang mampu membeli dan profitable. Karena dalam pasar

asuransi (swasta/sukarela) asuradur akan menetapkan premi atas dasar risiko

yang akan ditanggung (paket jaminan), risk based premium, maka besarnya

premi tidak dapat disesuaikan dengan kemampuan membeli seseorang. Maka

sudah dapat dipastikan bahwa penduduk yang miskin tidak akan mampu

membeli premi. Oleh karenanya, asuransi kesehatan

swasta/sukarela/komersial tidak akan mampu mencakup seluruh penduduk.

Keinginan mencakup seluruh penduduk dengna mekanisme asuransi

kesehatan swasta hanyalah sebuah impian belaka. Hal ini dapat dibuktikan di

Amerika, yang menghabiskan lebih dari US$ 4.000 per kapita per tahun (tahun

2000 ini diperkirakan Amerika menghabiskan US$ 1,8 triliun), akan tetapi

lebih dari 40 juta penduduknya (16%) tidak memiliki asuransi (HIAA, 1999)6.

Page 9: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 9 H. Thabrany

Dengan terbatasnya pasar dan persaingan yang tinggi, volume penjualan

tidak bisa mencapai jumlah yang besar. Persaingan antara asuradur akan

memaksa asuradur membuat produk spesifik yang juga menyebabkan pool

tidak optimal untuk mencakup berbagai pelayanan. Persaingan menjual

produk spesifik dan volume penjualan untuk masing-masing produk yang

relatif kecil menyebabkan contigency dan profit margin yang relatif besar.

Perusahaan asuransi Amerika menghabiskan rata-rata 12% faktor loading

(biaya operasional, laba, dan berbagai biaya non medis lainnya) (Shalala dan

Reinhart, 1999). Departemen Kesehatan membolehkan bapel menarik biaya

loading sampai 30%.7 Asuradur swasta di Indonesia memiliki rasio klaim yang

bervariasi antara 40-70%, tergantung jenis produknya, sehingga menyebabkan

biaya tambahan bagi konsumen sebesar 30-60%. Jadi berbagai skenario dan

fakta yang terjadi, sudah dapat dipastikan bahwa asuransi kesehatan swasta

tidak bisa menurunkan biaya pelayanan kesehatan dan tidak mampu

mencakup seluruh penduduk.

Jelaslah ketergantungan pada sistem asuransi kesehatan

swasta/komersial (termasuk disini sistem JPKM yang sekarang berlaku) gagal

menciptakan cakupan universal dan mencapai efisiensi makro. Trade off antara

risk pooling dan biaya yang ditanggung konsumen tidak seimbang. Sementara

itu, hampir semua negara menginginkan cakupan universal. Oleh karenanya,

jika kedua komponen tujuan, universal dan efisensi makro, ingin dicapai;

maka membuat asuransi kesehatan swasta/komersial akan gagal mencapai

tujuan tersebut.

Semua negara-negara maju telah meratifikasi konvensi PBB tentang hak

asasi manusia dan menempatkan pelayanan kesehatan sebagai salah satu hak

dasar penduduk (fundamental human right). Sebagai konsekuensi peletakkan

hak dasar ini pemerintah mengusahakan suatu sistem kesehatan yang mampu

mencakup seluruh penduduk (universal) secara adil dan merata (equity).

Negara-negara maju pada umumnya mewujudkan peran serta masyarakat

dalam pembiayaan dan penyediaan kesehatan publik yang diatur oleh suatu

undang-undang. Pembiayaan publik dimaksudkan adalah pembiayaan oleh

negara atau oleh sistem asuransi kesehatan sosial yang didasarkan oleh

Page 10: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 10 H. Thabrany

undang-undang. Penyelenggara pembiayaan publik dapat suatu badan

pemerintah dapat pula badan swasta yang nirlaba. Penyediaan kesehatan

publik adalah penyediaan rumah sakit, klinik, pusat kesehatan, dan

sebagainya yang disediakan oleh negara yang dapat diselenggarakan secara

otonom (terlepas dari birokrasi pemerintahan) ataupun tidak otonom.

Dengan menempatkan salah satu atau kedua faktor pembiayaan dan

atau penyediaan oleh publik (public not for profit enterprise) memungkinkan

terselenggaranya cakupan universal dan pemerataan yang adil. Penempatan

kesehatan sebagai hak asasi tidak selalu berarti bahwa pemerintah harus

menyediakan seluruh pelayanan dengan cuma-cuma. Di Indonesia, banyak

orang mengkhawatirkan penempatan kesehatan sebagai hak asasi akan

menyebabkan beban pemerintah menjadi sangat berat. Pada hakikatnya,

pembiayaan maupun penyediaan pelayanan dapat dilakukan oleh pemerintah

bersama swasta yang secara umum dapat dilihat dari gambar-1 .

Gambar-1.

Matriks Pembiaayan dan Penyediaan (delivery) pelayanan kesehatan

Penyediaan

Pembiayaan

Publik Swasta

Publik Inggris Indonesia dan negara

berkembang lainnya

Swasta Kanada, Jerman, Jepang

dan Taiwan

Amerika

* Jepang dan Jerman menyerahkan sebagian besar pembiayaan dan penyediaan kepada sektor swasta, akan tetapi bersifat sosial (nirlaba) yang diatur oleh pemerintah, sementara Amerika menyerahkan kepada mekanisme pasar (for profit dan not for profit).

Apabila pembiayaan diserahkan kepada sektor publik, yang bersifat

sosial atau nirlaba, maka terdapat dua pilihan utama yaitu pembiyaan dari

penerimaan pajak (general tax revenue) seperti yang dilakukan Inggris dan

pembiayaan melalui asuransi sosial seperti yang dilakukan Kanada, Taiwan,

Jepang dan Jerman. Kanada dan Taiwan memberlakukan sistem monopoli

Page 11: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 11 H. Thabrany

Propinsi dan Negara dengan hanya menggunakan satu badan penyelenggara,

yang sering dikenal Asuransi Kesehatan Nasional. Sementara Jerman dan

Jepang menggunakan undang-undang wajib asuransi sosial kesehatan dengan

banyak penyelenggara dari pihak swasta yang nirlaba.

Di Indonesia, pengertian asuransi sosial sangat sering disalah artikan

dengan pengertian derma atau pelayanan cuma-cuma. Sementara

penyelenggaraan asuransi sosial kesehatan yang sudah ada, program JPK

PNS/Askes dan program JPK Jamsostek, diselenggarakan oleh perusahaan

publik yang berbentuk badan hukum berorientasi laba (Persero). Hal ini

menyebabkan semakin kecaunya pemahaman asuransi sosial. Distorsi

pemahaman ini menyebabkan sulitnya usaha-usaha mengusahakan suatu

sistem asuransi sosial yang konsisten.

Asuransi sosial adalah asuransi yang diselenggarakan atau diatur oleh

pemerintah yang melindungi golongan ekonomi lemah dan menjamin keadilan

yang merata (equity). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka suatu asuransi

sosial haruslah didasari pada suatu undang-undang dengan pembayaran

premi dan paket jaminan yang memungkinkan terjadinya pemerataan. Dalam

penyelenggaraanya, pada asuransi sosial mempunyai ciri (a) kepesertaan wajib

bagi sekelompok atau seluruh penduduk, (b) besaran premi ditetapkan oleh

undang-undang, umumnya proporsional terhadap pendapatan/gaji, dan (c)

paketnya ditetapkan sama untuk semua golongan pendapatan, yang biasanya

sesuai dengan kebutuhan medis (Thabrany, 1999)8. Dengan mekanisme ini,

maka dimungkinkan tercapainya keadilan sosial yang egaliter.

Dari segi pembiayaan, asuransi sosial mempunyai keunggulan dalam

mencapai efisiensi makro karena tidak memerlukan biaya perancangan

produk, pemasaran, dan pencapaian skala ekonomi yang optimal. Taiwan

misalnya hanya menghabiskan kurang dari 3% premi untuk biaya administrasi

(Depkes Taiwan, 1997)9. Program Medicare di Amerika hanya menghabiskan

biaya administrasi sebesar 3-4% sementra asuransi komersial swasta di

Amerika menghabiskan rata-rata 12% (Shalala dan Reinhardt, 1999)10

Page 12: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 12 H. Thabrany

Asuransi Sosial Kesehatan di Berbagai Negara dan

Berbagai Indikator Makro Kesehatan

Seperti telah disampaikan diatas, negara-negara yang lebih konsisten

mencari cakupan universal dan efisiensi makro (biaya kesehatan nasional yang

rendah) tidak menggantungkan sistemnya pada asuransi kesehatan swasta,

baik dalam bentuk tradisional-indemnitas maupun dalam bentuk managed

care (HMO, PPO, maupun POS). Tentu saja argumen teoritis yang dikemukan

diatas tidak cukup meyakinkan tanpa adanya data empirik. Data empirik yang

menyajikan cakupan universal dan efisiensi makro saja, juga tidak cukup

meyakinkan manfaat asuransi sosial kesehatan (ASK). Oleh karena itu kita

harus juga melihat indikator outcome (keluaran) secara makro. Tujuan

cakupan universal dan efisiensi saja tidak memadai jika pelayanan yang

diberikan tidak cukup berkualitas. Untuk menentukan pelayanan yang

berkualitas, antara lain, kita bisa melihatnya dari keluaran yaitu status

kesehatan. pengukuran status kesehatan yang lazim digunakan adalah angka

kematian bayi dan umur harapan hidup. Memang kedua indikator ini tidak

hanya dipengaruhi oleh sistem kesehatan, akan tetapi berbagai analisis

menunjukkan bahwa sistem tersebut mempunyai korelasi yang kuat terhadap

keluaran status kesehatan. Dalam Tabel-1 disajikan perbandingan data

empirik yang di olah dari karya Anderson dan Paullier, 199911.

Tabel 1

Perbandingan model asuransi, cakupan, biaya dan status kesehatan di

berbagai negara maju.

Negara

Askes domi-nan

% penddk dijamin ASK

Biaya RI per hari (US$), 1996

Biaya Kes per kapita (US$), 1997

IMR, 1996

LE, wnt/pria, 1996

Amerika Komers 33,3 1.128 3.925 7,8 79,4/72,7 Australia Sosial 100 242 1.805 5,8 81,1/75,2 Austria Sosial 99 109 1.793 5,1 80,2/73,9 Belanda Sosial 72 225 1.838 5,2 80,4/74,7

Page 13: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 13 H. Thabrany

Belgia Sosial 99 263 1.747 6,0 81,0/74,3 Ceko Sosial 100 75 904 6,0 77,2/70,5 Denmark Sosial 100 632 1.848 5,2 78,0/72,8 Finlandia Sosial 100 168 1.447 4,0 80,5/73,0 Inggris Negara,

NHS 100 320 1.347 6,1 79,3/74,4

Islandia Sosial 100 192 2.005 5,5 80,6/76,2 Itali Sosial 100 339 1.589 5,8 81,3/74,9 Jepang Sosial 100 83 1.741 3,8 83,6/77,0 Jerman Sosial 92,2 228 2.339 5,0 79,9/73,6 Kanada Nasio-

nal 100 489 2.095 6,0 81,5/75,4

Korea Sosial 100 110 587 9,0 77,4/69,5 Luksemberg Sosial 100 180 2.340 4,9 80,0/73,0 Norwegia Sosial 100 123 1.814 4,0 81,1/75,4 Perancis Sosial 99,5 284 2.051 4,9 82,0/74,1 Portugal Sosial 100 249 1.125 6,9 78,5/71,2 Selandia Baru

Nasio-nal

100 254 1.352 7,4 79,8/74,3

Spanyol Sosial 99,8 343 1.168 5,0 81,6/74,4 Turki Sosial 66 73 260 42,2 70,5/65,9 Yunani Sosial 100 144 974 7,3 80,4/75,1

Catatan: RI= rawat inap, IMR=infant mortality rate, LE=life expectancy.

Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa Amerika yang merupakan

satu-satunya negara maju yang menggantungkan sistem asuransinya pada

asuransi komersial mempunyai kinerja keuangan yang sangat mahal, hampir

dua kali biaya termahal di negara lain, dan lebih dari dua kali dari biaya

kesehatan di Jepang dan Jerman yang sama-sama memiliki banyak badan

penyelenggara asuransi kesehatan. Bahkan biaya rawat inap perhari di

Amerika mencapai 5-10 kali lebih mahal dibandingkan negara-negara maju

lainnya yang memiliki pendapatan per kapita yang tidak jauh berbeda. Jika

dilihat cakupan asuransinya, Amerika masih memiliki 17% penduduk (43 juta

jiwa) yang tidak mempunyai jaminan (uninsured). Sementara indikator makro

kesehatan, IMR dan LE, tidak menjunjukan status yang lebih baik dari banyak

negara atau dari tetangganya Kanada.

Data diatas menunjukkan angka-angka cross sectional yang dapat

menunjukkan bias waktu. Apakah tingginya biaya kesehatan di Amerika

Page 14: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 14 H. Thabrany

konsisten dari waktu ke waktu? Berbagai literatur ekonomi kesehatan

menunjukkan konsistensi tersebut. Tentu saja, kita tidak bisa membandingkan

angka-angka nilai nominal dolar tersebut dengan keadaan di Indonesia. Negara

yang kaya memang akan mengeluarkan biaya besar karena memang biaya

hidup tinggi. Suatu ukuran yang dapat memantau beban finansial adalah

besarnya biaya kesehatan dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB).

Perkembangan persentase biaya kesehatan terhadap PDB di enam negara

OECD, 1970-1997 telah dilakukan oleh Ikegami dan Campbell (1999)12. Hasil

penelitian tersebut disajikan pada Gambar-2.

Penelitian kedua orang tersebut menunjukkan bahwa Amerika secara

konsisten menghabiskan biaya kesehatan sebagai prosentasi terhadap PDB

yang terus meningkat tak terkendali. Dibandingkan dengan Jepang dan Inggris

yang memiliki sistem pembiyaan dan penyediaan kesehatan yang terkendali

(bukan managed care) ternyata Amerika menghabiskan jauh lebih besar, baik

dalam nilai nominal dolar maupun dalam prosentase terhadap PDB. Dari enam

negara yang dibandingkan, hanya Amerikalah yang menggantungkan

pembiayaan kesehatan yang dominan kepada mekanisme pasar asuransi

kesehatan komersial/swasta, termasuk berbagai bentuk managed care seperti

HMO, PPO, dan POS.

Page 15: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 15 H. Thabrany

Gambar-2

Perkembangan Biaya Kesehatan (% PDB) di Enam Negara Maju, 1970-1997

Kesimpulan

Asuransi kesehatan memang merupakan respons institusional yang

paling rasional terhadap sifat uncertainty kebutuhan pelayanan kesehatan yang

semakin mahal. Akan tetapi karena lebarnya informasi asimetri pada

pelayanan kesehatan dan pada produk asuransi kesehatan, mekanisme

asuransi kesehatan yang dilepas kepada mekanisme pasar akan gagal

mencapai tujuan pasar yaitu efisiensi dan equity. Kegagalan pasar asuransi

kesehatan komersial ini akan semakin berat apabila sistem penyediaan

pelayanan kesehatan juga dilepaskan kepada mekanisme pasar. Karena

kuatnya posisi penyedia pelayanan dan asuradur, maka berbagai bentuk kolusi

akan sangat mudah terjadi sementara konsumen tetap tidak memiliki

kekuatan yang memadai untuk menilai kebutuhan dirinya dan harga yang

pantas yang harus dibayar. Pengalaman berbagai negara yang telah mencapai

0246810121416

1970 1975 1980 1985 1990 1997

Amerika JermanKanada PerancisJepang Inggris

Page 16: Kegagalan Pasar Asuransi Kesehatan Komersial-Hasbullah thabrany

Kegagalan Askes 16 H. Thabrany

cakupan universal melalui penyelenggaraan asuransi sosial kesehatan

menunjukkan bahwa biaya yang dapat dihemat negara-negara tersebut sangat

besar dibandingkan dengan Amerika, yang menggantungkan pada mekanisme

asuransi kesehatan komersial. Kebijakan JPKM di Indonesia yang mengarah

kepada penyelenggaraan asuransi kesehatan komersial sangat perlu ditinjau

kembali sebelum kegawatan dalam pembiayaan kesehatan mencapai keadaan

darurat.

DAFTAR BACAAN

1 Evans, R. G. The Strained Mercy. The Economics of Canadian Health Care, Butterworths,

Toronto, Canada, 1984. 2 Phelps, C. E. Health Economics. Harper Collns, New York, NY, 1992. Hal 282. 3 Rapoport, J. Understanding Health Economics. Aspen Publication, rockville, MD.

1982. Hal 102 4 Feldstein, P. J. Health Care Economics. Delmar Publisher, Inc., Albany, New York,

1993. Hal 456-63 5 Rapoport, J. Understanding Health Economics. Aspen Publication, rockville, MD.

1982. Hal 27-33 6 Health Insurance Association of America (HIAA). Source Book of Health Insurance

Data. HIAA, Wahington D.C., 1999. 7 Depkes RI. Pembinaan Bapel JPKM: Kumpulan Materi. Depkes RI, Jakarta, 1995. 8 Thabrany, H. Introduksi Asuransi Kesehatan. Yayasan Penerbit Ikatan Dokter

Indonesia, Jakarta, 1999. 9 Depkes Taiwan. Public Health in Taiwan, ROC. Taipei, 1997 10 Shalala, DE dan Reinhardt UE. Interview: Viewing the US Health Care System from

Within: Candid Talk from HHS. Health Affairs 18(3): 47-55, 1999 11 Anderson, GF. And Paullier, JP. Health Spending, Access, and Outcomes: Trends in

Industrialized Countries. Health Affairs, 18(3):178-192 12 Ikegami, N dan Campbell, JC. Health Care Reform in Japan: The Virtue of Muddling

Trhough. Health Affairs 18(3):56-75.